• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SITUASI PELAKSANAAN PREVENTION OF MOTHER-TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) DI RSUD KOTA C JAWA BARAT. Yuanita Ani Susilowati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SITUASI PELAKSANAAN PREVENTION OF MOTHER-TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) DI RSUD KOTA C JAWA BARAT. Yuanita Ani Susilowati"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

8 KAJIAN SITUASI PELAKSANAAN PREVENTION OF MOTHER-TO CHILD TRANSMISSION

(PMTCT) DI RSUD KOTA C JAWA BARAT Yuanita Ani Susilowati

e-mail: yuanitaani@yahoo.co.id

Abstrak

Infeksi pada ibu hamil dapat disebabkan oleh beberapa virus, salah satunya Human Immunodeficiency Virus (HIV).Penularan HIV ibu ke anak mencapai 2,6% dari seluruh kasus HIV-AIDs, dan lebih dari 90% angka kejadian HIV pada anak ditularkan oleh ibu. Kenaikan kasus HIV pada bayi terjadi seiring dengan kenaikan kasus HIV pada perempuan yakni 20% pada tahun 2007, 25% pada tahun 2008, dan menjadi 27% pada tahun 2011.Tujuan,Tersusun program untuk mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi dan ibu ke tenaga kesehatan untuk mencapai peningkatan kesehatan ibu, menurunkan angka kematian bayi dan melindungi tenaga kesehatan di RSUD kota C. Tahap persiapan, identifikasi masalah di unit kebidanan, persamaan persepsi tentang PMTCT. Pelaksanaan, seminar tentang PMTCT, pembentukkan tim edukasi dalam pemeriksaan awal (screening dini) pada ibu hamil tentang PMTCT, pembuatan standar prosedur operasional (SPO) dalam screening HIV pada prenatal, SPO persalinan pada pasien dengan HIV positif, SPO dalam pemberian ASI, serta tehnik menyusui bagi bayi dengan ibu yang HIV positif. Terakhir mengevaluasi hasil kerja terkait pembuatan SPO dan pelaksanaan screening HIV pada setiap pasien prenatal.Simpulan,Format skrening yang sudah disusun dapat menjaring ibu hamil yang berisiko tinggi terhadap HIV. Saran, Format skrening HIV perlu diintegrasikan dengan form antenatal care.

Kata kunci: Ibu hamil, HIV, PMTCT

BAB I PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) dan Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi yaitu 359 AKI per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan untuk AKB yakni 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Kondisi ini masih jauh dari target Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 yakni 102 per 100.000 dan AKB 23 per 100.000 kelahiran hidup (Riskesda, 2012). Meningkatnya AKI dan AKB dipengaruhi oleh komplikasi obstetrik.Lima hal yang dapat mempengaruhi kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia, sepsis, kegagalan pernafasan, dan infeksi. Infeksi pada ibu hamil dapat disebabkan oleh beberapa virus, salah satunya Human Immunodeficiency Virus (HIV).Masalah infeksi HIV dan rantai penularannya merupakan salah satu masalah dari kesehatan masyarakat.Kasus HIV telah ditemukan di Indonesia sejak tahun 1987.Sampai saat ini kasus HIV-AIDS telah dilaporkan oleh 341 dari 497 kabupaten/kota di 33 provinsi. Selain itu Indonesia adalah salah satu Negara di dunia dengan estimasi peningkatan insidens rate infeksi HIV lebih dari 25% (UNAIDS, 2012) dan merupakan Negara dengan tingkat epidemik HIV terkonsentrasi, karena terdapat beberapa daerah dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada subpopulasi tertentu, dan prevalensi HIV 2,4% pada populasi umum

15 – 49 tahun terjadi di provinsi Papua dan Papua Barat (Kemenkes, 2013).

Laporan komisi penanggulangan AIDs (2010) menyebutkan epidemi estimasi HIV sampai dengan desember 2010 mencapai 24.131 orang. Kementrian kesehatan memperkirakan, pada tahun 2016 Indonesia akan mempunyai hampir dua kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS dewasa dan anak (812.798 orang) dibandingkan pada tahun 2008 (411.543 orang), bila upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang dilaksanakan tidak adekuat sampai kurun waktu tersebut (Laporan KPA Nasional, 2012).

Kasus AIDs semakin meningkat, saat ini sudah menyebar di 368 (73,9%) dari 498 kabupaten atau kota di Indonesia. Sepuluh provinsi dengan kumulatif kasus AIDs dari tahun 1987 – Maret 2012 yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Riau, dan Yogyakarta (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, 2012). Sedangkan kasus HIV dilaporkan provinsi terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Sumatra Utara, Bali dan Jawa Tengah (Laporan Pertemuan Nasional AIDS IV, 2011).

(2)

9 Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu penyumbang

pasien HIV terbanyak di Indonesia. Menurut Dinkes Provinsi Jawa Barat (2011) menyebutkan bahwa kota Bogor merupakan salah satu kota dengan kasus HIV terbanyak di Jawa Barat yang menduduki posisi ke tiga setelah Bandung dan Cianjur. Menurut Ketua Pelaksana Harian Badan Penanggulangan AIDs Daerah (BPAD) Wilayah Bogor penderita HIV/AIDs di Wilayah Bogor hingga tahun 2012 mencapai 1.542 orang, sedangkan AIDs mencapai 949 orang dan dari jumlah ini 65 orang meninggal. Dari kasus HIV maupun AIDs lebih dari setengahnya adalah ibu rumah tangga yakni 60%. Penularan HIV dari ibu ke anak sendisi saat ini mencapai 2,6% dari seluruh kasus HIV-AIDs yang dilaporkan di Indonesia dan lebih dari 90% angka kejadian HIV pada anak ditularkan oleh ibu (Kemenkes, 2013).

Kenaikan kasus HIV pada bayi terjadi seiring dengan kenaikan kasus HIV pada perempuan yakni 20% pada tahun 2007, 25% pada tahun 2008, dan menjadi 27% pada tahun 2011. Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi selama anak dalam kandungan, saat melahirkan dan saat menyusui. Data dari Kemenkes tahun 2013 menunjukkan ibu hamil yang positif mengidap HIV sebesar 3.135 kasus dari 100.926 ibu hamil yang menjalani tes HIV dari 33 provinsi di Indonesia (Kemenkes RI, 2012). Jika tanpa upaya khusus yang dilakukan untuk menanggulangi penularan HIV diperkirakan pada tahun 2016 akan terjadi penularan HIV secara kumulatif pada lebih dari 26.977 anak yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV (Kemenkes, 2013).

AIDs merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas pada anak di bulan pertama kehidupannya pada sebagian besar negara Afrika.Bayi yang positif terkena HIV memiliki resiko lebih tinggi kematian

karena pneumonia dan gangguan tumbuh

kembang.AIDs diperkirakan menyebabkan kematian pada balita di Sub Sahara Afrika sekitar 6% (The Partnership for Maternal, Newborn and Child Health, 2006).

Kondisi ini dapat meningkat setiap tahunnya apabila tidak ada intervensi apapun untuk mencegah penularan virus.Di negara maju resiko penularan HIV dari ibu ke bayi diperkirakan sekitar 1-2% karena pelayanan optimal dari pencegahan penularan HIV. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Prevention of Mother-to Child Transmission (PMTCT) merupakan bagian dari upaya pengendalian HIV-AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Indonesia serta Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Layanan PPIA diintegrasikan dengan paket layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja di setiap jenjang pelayanan kesehatan dalam strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV-AIDS dan IMS.

Salah satu program pemerintah dan program WHO yang saat ini telah mulai dikembangkan di beberapa rumah sakit yakni Prevention of Mother to children transfer (PMTCT). Pedoman program PMTCT terdiri dari empat prong yakni pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15 – 49 tahun), pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya, dan dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya. Hasil penelitian Widjajanti (2012) menunjukkan bahwa semua bayi yang mengikuti tes ELISA HIV menunjukkan hasil yang negatif setelah mengikuti program PMTCT di Rumah Sakit. Program PMTCT merupakan salah satu program dari

Departemen Kesehatan untuk menanggulangi

penularan HIV dari ibu hamil ke bayi di wilayah rumah sakit.

Rumah sakit sebagai tempat rujukan diharapkan mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada semua pasien.Pelayanan pada ibu hamil merupakan bagian penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.Pelayanan ibu hamil di rumah sakit meliputi pelayanan antenatal, persalinan, dan postpartum.Salah satu tujuan pelayanan antenatal berkualitas adalah untuk mencegah dan mendeteksi dini terjadinya masalah/penyakit yang diderita ibu hamil maupun janinnya yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janinnya, salah satunya adalah infeksi HIV pada ibu hamil.

RSUD Kota C di Jawa Barat, merupakan rumah sakit daerah di Kabupaten yang memiliki visi menjadi Rumah Sakit andalan dan dipercaya di Jawa Barat.RSUD Kota C merupakan rumah sakit tipe B yang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah kota C dan sekitarnya. Banyak kasus ibu hamil beresiko membutuhkan pelayanan yang berkualitas khususnya di unit kebidanan.Tenaga kesehatan dituntut

mampu melakukan skrening dan memberikan

pelayanan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi.

Dari pengkajian yang dilakukan di RSUD Kota C satu tahun terakhir melalui pemeriksaan gejala klinik dan hasil laboratorium, ditemukan 7 pasien dengan HIV/AIDs dengan karakteristik, 3 orang perempuan usia produktif, 2 orang laki – laki usia produktif dan 2 orang anak berusia 1 tahun. Kejadian HIV pada ibu hamil belum ditemukan di RSUD Kota C karena belum adanya skrening HIV bagi semua ibu hamil.Selain itu belum terdapat konselor HIV yang menawarkan ibu hamil untuk melakukan tes HIV dan sifilis.

Dari pendistribusian 41 kuesioner didapatkan bahwa hampir seluruh (92,6%) tenaga kesehatan menyatakan sangat perlu dilakukan pengendalian dan pencegahan penularan HIV. Sebagian besar (78%) tenaga kesehatan

(3)

10 memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang

HIV/AIDs. Sedangkan 73,17% tenaga kesehatan belum memahami tentang program PMTCT. Selain itu lebih dari setengah (60,97%) responden masih memiliki stigma negatif yakni perawatan di ruang isolasi untuk pencegahan penularan HIV kepada orang lain. Kondisi di atas menunjukkan pentingnya implementasi program “Prevention of mother to child transmission of HIV (PMTCT)” yang bertujuan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi.

Tujuan Umum

Tersusun program untuk mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi dan ibu ke tenaga kesehatan untuk mencapai peningkatan kesehatan ibu, menurunkan angka kematian bayi dan melindungi kesehatan tenaga kesehatan di RSUD Kota C.

Tujuan Khusus

Teridentifikasi program yang sudah ada di Unit Kebidanan RSUD Kota C.

Tersusun format skrening HIV pada ibu hamil di Unit Kebidanan RSUD Kota C.

Tersusun program pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi berupa panduan/SOP untuk Unit kebidanan RSUD Kota C.

Tersosialisasi program PMTCT di setiap Unit Kebidanan RSUD Kota C.

Terdapatnya konselor HIV di unit kebidanan RSUD Kota C.

Diperolehnya feedback program PMTCT pada pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi di RSUD Kota C.

Tersusun laporan dan rencana tindak lanjut program PMTCT di setiap Unit Kebidanan RSUD Kota C.

BAB II ANALISA SWOT Strength (Kekuatan)

 Memiliki falsafah “Pelayanan paripurna ibu dan bayi risiko tinggi merupakan prioritas utama pelayanan kami”.

 Memiliki tujuan:

 Menciptakan kondisi bagi ibu dan janin agar dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang optimal

 Agar ibu dan janin terhindar dari kesakitan dan kematian

 RSUD Kota C merupakan salah satu rumah sakit rujukan untuk wilayah kota C dan sekitarnya.  Sudah dilakukan program pengendalian infeksi

nosokomial

 RS C merupakan salah satu RSIB di wilayah kota C.

 Jumlah tenaga kesehatan di ruang kebidanan di tiap ruangan meliputi ruang Poliklinik (3 bidan dengan pendidikan D3 Kebidanan), ruang IGD PONEK (11 bidan dengan tingkat pendidikan D3 Kebidanan), ruang VK (14 bidan dengan tingkat

pendidikan D3 Kebidanan), ruang rawat Anggrek 1 dan 2 (21 bidan pendidikan D3 Kebidanan, 3 bidan pendidikan D4 Kebidanan, 1 bidan dengan pendidikan strata 1 kesehatan masyarakat, dan 2 bidan dengan pendidikan strata 2 kesehatan masyarakat), dan ruang Dahlia (11 Perawat dengan pendidikan D3 Keperawatan dan 17 bidan dengan pendidikan D3 Kebidanan).

 Komitmen yang tinggi dari ketua SMF Obstetri dan Kebidanan, kepala bidang keperawatan dan kepala ruangan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas pelayanan rumah sakit.  BOR bulan September 2014: VK 75,83%;

Anggrek I 78,21%; Anggrek II 62,74%¸ Dahlia untuk bayi sehat 31,33%, Dahlia untuk bayi sakit 103¸67%, ALOS RSUD singkat.

 Sarana pencegahan infeksi yang sudah ada secara lengkap yaitu sarana cuci tangan dengan air mengalir, cairan desinfektan untuk cuci tangan di unit kebidanan.

 Di unit kebidanan sudah dilaksanakan pemisahan pasien yang menderita penyakit infeksius dan non infeksius beserta ruang khusus untuk pasien infeksius di unit kebidanan

Weakness (Kelemahan)

 Belum adanya konselor yang mengarahkan ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan HIV di unit poliklink dan IGD PONEK RSUD Kota C.  Sudah terbentuk Tim pelaksana program

pencegahan dan pengendalian HIV di tingkat rumah sakit akan tetapi masih belum sempurnanya penggunaan alat pelindung diri (APD)

 Masih terbatasnya SDM yang sudah mengikuti kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan program PMTCT.

 Belum ada alur penanganan pasien HIV.

 SOP tentang penanganan ibu hamil dengan HIV belum ada.

 Keterbatasan tenaga kebersihan pada

setiappergantian jaga, sehingga sampah sering melebihi kapasitas.

 Masih adanya stigma tenaga kesehatan yang menganggap bahwa pasien HIV di tempatkan di ruang isolasi untuk mencegah penularan terhadap orang lain.

Opportunity (Kesempatan)

 Program pemerintah mencanangkan pelayanan kesehatan ibu dan anak secara berkualitas.

 Sudah dilakukan in house training terhadap manajemen HIV-AIDS yang diikuti oleh kepala ruang kebidanan, kepala tim,dan dokter jaga IGD Ponek

(4)

11  Peraturan Kemenkes tahun 2011 tentang kebijakan

dan strategi implementasi pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) atau Prevention of mother-to child transmission (PMTCT)

 Sasaran penurunan angka HIV merupakan salah satu standar akreditasi rumah sakit

 Adanya kebijakan pemerintah dalam pemeriksaan gratis bagi pasien yang terdeteksi HIV/AIDS  Adanya kebijakan pemerintah dalam jaminan

kesehatan nasional (JKN) yakni BPJS

 Keterbukaan pihak rumah sakit menerima masukan/inovasi kearah peningkatan pelayanan

BAB. III

LAPORAN KEGIATAN PROGRAM PMTCT Pelaksanaan program meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada tahap persiapan kami melakukan identifikasi masalah di unit kebidanan, melakukan studi literature tentang prevention mother to child HIV

transmission (PMTCT) dan panduan praktik klinik

(PKK), mengidentifikasi pemeriksaan awal yang dilakukan bidan dan obgyn pada pasien hamil tentang PMTCT, melakukan persamaan persepsi tentang PMTCT dengan bidan dan obgyn. Tahap pelaksanaan dimulai dengan mengadakan seminar tentang PMTCT dari beberapa narasumber yang berkompeten dalam hal PMTCT, pembentukkan tim edukasi yang akan mewakili bidan dan obgyn dalam melakukan pemeriksaan awal (screening dini) bagi pasien ibu hamil tentang PMTCT, membagi tanggung jawab pembuatan standar prosedur operasional (SPO) dalam screening HIV pada prenatal, SPO persalinan pada pasien dengan HIV positif, SPO dalam pemberian ASI dan susu formula serta tehnik menyusui bagi bayi dengan ibu yang HIV positif. Tahap akhir adalah mengevaluasi kerja dalam kurun waktu 2 minggu terkait pembuatan SPO dan pelaksanaan screening HIV pada setiap pasien prenatal.Persiapa: Pada Unit Antenatal, kami melakukan pengamatan pada petugas ketika mereka melakukan anamnesa/pengkajian terhadap pasien tidak pernah menyinggung tentang pemeriksaan terhadap HIV termasuk pada mereka yang diketahui melakukan hubungan sex pra nikah atau mereka yang menggunakan tato atau mereka yang datang dengan keluhan penyakit menular seksual. Selain itu tidak ada format pengkajian yang mengarahkan pertanyaan agar seseorang terdeteksi berisiko atau tidak berisiko terhadap HIV.

Pada Unit Intranatal, Kami melakukan pengamatan petugas kesehatan saat menerima pasien di

PONEK.Ketika mereka melakukan

anamneses/pengkajian tidak pernah bertanya tentang hal-hal yang menunjukan bahwa pasien berisiko terhadap HIV.Pada pengamatan terhadap format pengkajian, sudah lengkap namun dalam format tersebut tidak dicantumkan pertanyaan yang menggiring agar pasien dapat dilakukan pemeriksaan HIV.

Pada Unit Postnatal, kami melakukan pengamatan terhadap petugas kesehatan saat melakukan perawatan pada pasien postnatal atau pasien dengan masalah ginekologi. Kami tidak menemukan adanya keberanian pada petugas untuk melakukan pendekatan pada pasien agar bersedia dilakukan pemeriksaan HIV meskipun pasien dirawat dengan penyakit menular seksual. Persiapan kegiatan program bagian pendokumentasian di unit kebidanan RSUD Kota C disesuaikan dengan

plan of action (POA) yang telah dibuat oleh residen.

Langkah awal dengan mengidentifikasi

pendokumentasian untuk pasien ibu hamil di unit kebidanan RSUD Kota C. Identifikasi dilakukan pada minggu keempat September 2014 sampai minggu kedua Oktober 2014. Selain itu kami juga melakukan analisis situasi pelayanan PMTCT di RSUD Kota C. Kemudian melakukan studi literature terkait materi−materi PMTCT dan dikonsultasikan kepada supervisor dan supervisor utama. Berikut dijelaskan secara rinci pelaksanaan program PMTCT.

Kegiatan:

Mengidentifikasi pemahaman staf di Unit Kebidanan tentang PMTCT dan screening dini HIV pada pasien prenatal melalui observasi dan quesioner pada petugas kesehatan. Hasilnya belum ada skrening HIV bagi ibu hamil, belum adanya konselor HIV pada ibu hamil, kurang terintegrasinya pelayanan pencegahan penularan HIV antara tenaga kesehatan, terbatasnya informasi tenaga kesehatan tentang PMTCT.

Studi literature tentang PMTCT

Banyak memperoleh literature dengan mencari sumber berupa artikel, modul yang terkait dengan PMTCT disesuaikan dengan kebutuhan yang telah disusun dalam POA. Beberapa yang dijadikan daftar pustaka mengenai PMTCT adalah :

 Depkes (2008). Modul pelatihan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi prevention of mother to child hiv transmission. Departemen Kesehatan.

 Kemenkes (2012). Pedoman nasional pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi (PPIA). Edisi

Kedua. Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia.

Widjajanti M. (2012). Evaluasi program prevention of mother to child HIV transmission (PMTCT) di RSAB Harapan Kita Jakarta.Sari Pediatri. 14 (3): 167 – 172. Kami membutuhkan banyak waktu untuk mampu memahami alur pembuatan secara prosedur operasional pemeriksaan HIV pada ibu hamil di RSUD Kota C. Menyamakan persepsi tentang PMTCT.

Kami melakukan pendekatan secara personal petugas kesehatan di unit kebidanan RSUD Kota C tentang pemahaman PMTCT.Hasilnya berdasarkan quesioner awal masih terbatasnya pemahaman tenaga kesehatan mengenai PMTCT.

(5)

12 Kami menemui penanggung jawab obgyn untuk

mendiskusikan tentang proyek inovasi berkaitan PMTCT. Hasilnya tanggapan positif berkaitan PMTCT yang akan dilakukan di RSUD Kota C, dan tanggapan positif dari bidang diklat mengenai program tersebut. Pelaksanaan

Pelaksanaan program dilaksanakan sesuai perencanaan yang telah disepakati. Pelaksanaan kegiatan lebih banyak melibatkan kerjasama timdan tenaga kesehatan di unit kebidanan RSUD Kota C. Berikut dijelaskan secara rinci pelaksanaan kegiatan:

Melaksanakan seminar penyampaian mengenai PMTCT bagi tenaga kesehatan di unit kebidanan dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten dalam hal HIV termasuk VCT, PITC, dan PMTCT. Pembentukan tim edukasi dalam seminar dan pelatihan yang dilaksanakan sesuai dengan POA yang telah disusun. Tim edukasi nantinya melakukan skreening HIV pada ibu hamil di unit kebidanan.Pelaksanaan kegiatan ini mulai dilakukan minggu keempat November 2014.

Membagi tanggung jawab dalam penyusunan format skreening HIV pada ibu hamil.

Membagi tanggung jawab dalam pembuatann SPO screening HIV pada ibu hamil, persalinan pada ibu dengan HIV positif, pemberian ASI atau Susu formula yang sesuai AFASS

Pelaksanaan seminar dan pelatihan tentang PMTCT dilakukan pada sebagian besar tenaga kesehatan di unit kebidanan

Penerapan

Uji coba kuesioner skreening HIV pada ibu hamil dilakukan mulai tanggal 30 November sampai dengan minggu pertama Desember.

Evaluasi

Tahap akhir dari pelaksanaan program adalah melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang terkait dengan PMTCT. Evaluasi pelaksanaan dimulai dari persiapan pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan PMTCT, seperti dijabarkan berikut ini:

Persiapan

Secara umum berbagai pihak dan unit kebidanan menerima dan memberikan dukungan positif, karena menganggap program ini sejalan dengan program yang sedang di jalani di rumah sakit untuk menghadapi akreditasi. Hubungan yang harmonis terjalin antara bidan, obsgyn dan pihak manajemen.

Hasil evaluasi tingkat pengetahuan tenaga kesehatan di unit kebidanan RSUD Kota C adalah sebagai berikut: Petugas kesehatan memiliki pengetahuan yang baik tentang risiko penularan HIV yakni lebih dari setengah responden.

Hampir semua (95%) tenaga kesehatan memahami bahwa program PMTCT untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi

Petugas kesehatan pada dasarnya setuju (91%) bahwa skreening HIV pada ibu hamil dapat mencegah resiko penularan HIV

Hampir seluruh tenaga kesehatan setuju (91) bahwa perempuan dengan HIV boleh hamil dengan persiapan dan perencanaan awal

Tenaga kesehatan di unit kebidanan masih memiliki stigma bahwa penderita HIV harus di isolasi/dibedakan dengan penyakit infeksi lain, yakni sebesar 72,7%; sebesar 85% tenaga kesehatan setuju bahwa cara membersihkan peralatan yang tercemar darah dari ibu dengan HIV (+) berbeda dengan yang tidak terinfeksi HIV; sebesar 55% tenaga kesehatan tidak setuju bahwa penderita yang tidak dirawat di ruang isolasi dapat menularkan HIV; dan lebih dari setengah tenaga kesehatan setuju (51,5%) bahwa menolong partus secara spontan pada ibu dengan HIV tidak aman bagi tenaga kesehatan meskipun ibu telah mengkonsumsi ARV selama kehamilannya. Namun lebih dari setengah tenaga kesehatan tidak setuju (55%) bahwa resiko penularan HIV /AIDs lebih berbahaya dari pada penularan hepatitis; dan sebagian besar tenaga kesehatan (85%) saat merawat ibu dengan HIV muncul perasaan cemas/khawatir dengan adanya kemungkinan tertular dibandingkan saat merawat pasien preeklamsia. Sebagian besar tenaga kesehatan setuju (84,8%) bahwa penularan HIV dapat dicegah dengan melakukan tindakan kewaspadaan universal oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan setuju bahwa peralatan yang tersedia di ruangan sudah memadai untuk memeriksa/merawat pasien HIV VCT dan PMTCT sebesar 60,6%.

Hampir sebagian besar tenaga kesehatan setuju (82%) bahwa perlu dilakukan skrening terhadap semua ibu hamil yang akan melahirkan di rumah sakit.

Ada sebesar 52% tenaga kesehatan yang tidak setuju bahwa pemberian skrening hanya diperlukan oleh ibu hamil beresiko tinggi seperti PSK atau penderita penyakit kelamin serta pernah menggunakan narkoba. Hampir seluruh tenaga kesehatan setuju (97%) bahwa pelatihan tentang HIV pada ibu hamil, VCT dan PMTCT membantu kesiapan mental tenaga kesehatan dalam merawat ibu dengan HIV (+), serta ada 48% tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan materi tentang VCT, PITC, dan PMTCT.

Sebagian besar tenaga kesehatan setuju (88,8%) untuk segera melapor ke Tim Pokja HIV dan menulis dalam buku khusus jika menemukan ibu hamil yang dicurigai HIV.

Hampir separuh tenaga kesehatan tidak tahu (42%) tentang SPO penanganan pasien HIV di rumah sakit. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan program secara keseluruhan berjalan sesuai rencana:

Seminar dan pelatihan PMTCT untuk tenaga kesehatan yang terkait dengan unit kebidanan sudah terlaksana dengan suksus. Hal ini terbukti dengan peserta yang hadir dan hasil post tes setelah mendapat seminar meningkat.

(6)

13 Penyusunan SPO pencegahan penularan HIV dari ibu

ke bayi, SPO persalinan pada ibu hamil penderita HIV (+), dan SPO pemberian makan bayi baru lahir sudah tersusun namun masih menunggu perbaikan dari Obsgyn dan bagian mutu pelayanan medis.

Penyusunan formulir skrening HIV sudah tersusun namun belum masih belum dintegrasikan dalam format pengkajian

Penerapan

Penggunaan format skrening HIV pada ibu hamil di poliklinik KIA dan IGD Maternal masih dilakukan oleh mahasiswa dan baru melibatkan beberapa bidan saja. Beberapa bidan menganggap bahwa penggunaan skrening HIV akan maksimal apabila ada SPO yang telah ditetapkan oleh Direktur.

Seluruh pasien yang dilakukan anamnesa dengan skrening HIV sebanyak 31 pasien, dari poliklinik sebesar 10 dengan hasil tidak ada yang beresiko.Di ruang IGD Maternal sebanyak 21 dengan hasil tidak ada ibu hamil yang beresiko.

Penyusunan SPO dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah ditunjuk masih perlu perbaikan dan revisi dari bagian mutu pelayanan dan obsgyn.Faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan program di unit kebidanan RSUD Kota C.

FAKTOR PENDUKUNG

 Adanya kesadaran diri pada staf bahwa angka HIV semakin tinggi terutama di wilayah Bogor.  Adanya kepedulian dari staf untuk melakuka

penjaringan pasien yang terinfeksi HIV.

 Sikap terbuka dari petugas di RSUD Kota C terhadap masukan dari pihak luar.

 Sebagian staf tenga kesehatan di unit kebidanan sebagian besar sudah diberikan pemaparan dan pelatihan mengenai PMTCT

 Sebagian besar staf tenaga kesehatan di unit kebidanan RSUD Kota C sudah memahami cara penularan HIV.

 Sudah dilakukan penyusunan format screening HIV pada ibu hami.

 Sudah dilakukan uji coba pada beberapa pasien tentang screening HIV pada ibu hamil.

 Sudah disusun SPO screening HIV pada ibu hamil.  Adanyan dukungan positif dari pihak managemen

RSUD Kota C terhadap program PMTCT.

HAMBATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

 Format screening HIV pada ibu hamil belum diadop di rekam medis

 Format screening belum disahkan oleh komite medik.

 SPO screening HIVpada ibu hamil belum disahkan oleh direktur RSUD Kota C

 Belum adanya komitmen bersama untuk

melaksanakan PMTCT baik dari pihak

managemen maupun staf tenaga kesehatan di unit kebidanan, komitmen bersama berupa: Direktur

RSUD mensahkan SPO penanganan pasien HIV, bagian Rekam Medis mengeluarkan format screening HIV, Staf pelaksana pelayanan melakukan penjaringan menggunakan format yang telah disediakan dan bila pasien memenuhi kriteria berisiko tinggi maka dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap HIV, bagian laboratorium responsive bila ada pasien yang harus diperiksa HIV. Konselor RSUD Kota C selalu bersedia membuka hasil pemeriksaan terhadap HIV dan bersedia memberikan konseling pada pasien yang positif. Bagian farmasi menyediakan obat ARV sehingga bila dokter meresepkan ARV pasien dapat mengambil di Farmasi RSUD Kota C. Inilah yang dimaksud dengan komitmen bersama

BAB IV

RENCANA TINDAK LANJUT

Kegiatan dilakukan adalah pembuatan seminar dan workshop dengan tema Program Pencegahan dan Pengendalian penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT) di Unit Kebidanan RSUD Kota C, yang berfokus pada 2 pilar atau komponen yang dikenal sebagai “prong” meliputi pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya, dan dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya.

Berdasarkan rencana kegiatan yang dibuat saat menyusun proposal awal dan berjalannya kegiatan pembuatan skrening HIV dan penyusunan SPO dengan berbagai dukungan dan hambatan di unit Kebidanan, maka kami merumuskan beberapa tindak lanjut yang mungkin dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di unit kebidanan antara lain:

Mensosialisasikan program PMTCT di semua unit yang terkait dengan kebidanan

Mensosialisasikan penggunaan skrening HIV pada semua ibu hamil yang melakukan kunjungan di poliklinik dan IGD Maternal

Menetapkan SPO yang telah disusun serta mensosialisasikan SPO yang telah disahkan oleh Direktur.

Melakukan uji coba program PMTCT sesuai dengan SPO yang telah ditetapkan

Menyusun lembar cek list evaluasi untuk SPO yang telah disahkan oleh direktur

Menyusun tim edukasi sesuai dengan kesanggupan tenaga kesehatan dan pemberian SK untuk tim edukasi yang telah terbentuk

(7)

14 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

 Format skrening yang sudah disusun dapat menjaring ibu hamil yang berisiko tinggi terhadap HIV.

 Tenaga kesehatan baik di Poli Kebidanan maupun PONEK dapat menggunakan format penjaringan pasien yang telah disusun.

 Bagian Rekam medis dapat meng-adop format penjaringan pasien berisiko terhadap HIV untuk disatukan dengan berkas rekam medic pasien.  SPO penangan pasien HIV dapat diterapkan di

RSUD Kota C, namun perlu pengesahan oleh Direktur RSUD Kota C.

SARAN

 Format skrening HIV perlu diintegrasikan dengan form anamnesa antenatal care, dan perlu dilakukan penyegaran untuk penggunaan format bagi seluruh tenaga kesehatan yang terkait.

 SPO perlu disahkan oleh Direktur dan disosialisasikan di seluruh unit yang terkait  Perlu integrasi kerjasama antara Obsgyn, Anak dan

penyakit dalam.

 Perlunya sosialisasi (penempelan poster, penyediaan buku – buku/materi yang berkaitan dengan HIV/AIDs dan penatalaksanaannya)  Adanya penunjukkan tanaga kesehatan yang

bertanggung jawab di masing – masing unit kebidanan dan kandungan yang langsung berhubungan dengan tim POKJA HIV/AIDs untuk mengantisipasi ibu hamil dan bersalin yang berisiko tinggi HIV/AIDs di RSUD Kota C.

 Perlunya pelatihan untuk melakukan komunikasi terapeutik yang berhubungan dengan HIV/AIDs, VCT, PITC, dan PMTCT bagi seluruh tenaga kesehatan di unit terkait

 Perlu diadakan POLI ARV untuk tindak lanjut bagi ibu hamil yang positif menderita HIV.

DAFTAR REFERENSI

Depkes (2008). Modul pelatihan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi prevention of mother to child hiv transmission. Departemen Kesehatan.

Direktorat Bina Kesehatan Ibu (2012). Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA).Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementrian Kesehatan RI.

Kemenkes (2012).Pedoman nasional pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi (PPIA). Edisi Kedua. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes (2013).Rencana aksi nasional pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) Indonesia 2013-2017. Kementrian Kesehatan

KPA (2011). Buku Laporan: Pertemuan nasional AIDs IV. Komisi Penanggulangan AIDs.

SDKI (2012).Survey demografi dan kesehatan Indonesia. Badan Pusat Statistik Kementrian Kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

Bapak Rony Jusuf, S.Kom selaku trainer pada PT Asaba Computer Center Training Division yang telah membimbing dan membantu kami dalam memberikan masukkan dan informasi yang

While the manuals only discuss the benefits of the reverse key index in the realm of Oracle Parallel Server, if you experience performance problems after a bulk load of data,

Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau

Hasil pengolahan data diperoleh nilai p- value = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini di Kelurahan

Namun hasil korelasi menunjukkan jumlah bulir berisi pada inpari 23 dengan hasil negatif (-0.68) begitu pula dengan varietas yang lain tidak ada yang menunjukkan

Berbagai upaya dan strategi dilakukan guru supaya bahan atau materi pelajaran tersebut dapat dengan mudah dicerna oleh subyek belajar, yakni tercapainya tujuan pembelajaran

normotensive group were observed (Table 2), it turned out that sFlt-1 concentrations and sFlt-1/GA ratios were increased significantly. This suggests that

Apakah objek hukum tersebut logis (ma'qul al-makna) sehingga dapat dicari 'illat dan hikmah hukumnya ataukah justeru transenden (ghair ma'qul al-makna atau ta'abbudiy) dan