• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO

BANDUNG

Laporan Kasus : Penatalaksanaan pada Uveitic Glaucoma

Penyaji : Muhammad Arief Munandar

Pembimbing : Dr. Andika Prahasta dr., Sp.M(K).,MKes

Telah disetujui oleh Pembimbing Unit Glaukoma

Dr. Andika Prahasta dr., Sp.M(K).,MKes

Senin, 06 Agustus 2018 Pukul 07.30 WIB

(2)

PENATALAKSANAAN UVEITIC GLAUCOMA

Abstract Introduction

Uveitic glaucoma is glaucoma that occurs due to eye disease or commonly called secondary glaucoma. Uveitic glaucoma is a common complication of uveitis that commonly associated with anterior uveitis and chronic forms of uveitis. Elevation of IOP in uveitis can be secondary to open angle or angle closure mechanisms. Purpose:

To report management of uveitic glaucoma Case report:

A 17-years-old boy come to unit glaucoma with chief complaint blurry vision, redness, pain on his left eye after was reffred from external eye disease unit (EED). He was routinely control to EED unit because of bilateral panuveitis coused by Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome (VKH). Ophthalmologic examination showed IOP on right eye was 10 mmHg and left eye was 28 mmHg, anterior chamber shows flare and cell on right eye, posterior segment examination showed cupping and nasalisation of vessels on optic nerve papil on right and left eye. The pasien was diagnosed with uveitic glaucoma ODS, panuveitis bilateral caused by VKH, pseudofakia OD, and complicated cataracts OS. The pasien was treated with timolol 0,5% eye drop and brinzolamid eye drop and combined surgery (lens extraction and trabeculectomy) with an implantation intraocular lens on left eye. One week after surgery the IOP was good control.

Conclusion:

The main goal of management uveitic glaucoma are to reduce intraocular pressure to prevent futher damage to the optic nerve and to prevent the formation of synechia. The management of uveitic glaucoma are pharmacologic and non pharmacologic (glaucoma surgery), if optimum pharmacologic agent cannot control the IOP and optic nerve damage is severe, the glaucoma filtering surgery is mandatory.

Keyword:

Uveitic glaucoma, uveitis

I. Pendahuluan

Uveitic glaucoma adalah salah satu glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata yang lain atau sering disebut sebagai glaukoma sekunder. Uveitic glaucoma merupakan komplikasi yang umum terjadi yang disebabkan oleh karena uveitis. Glaukoma yang terjadi biasanya berhubungan dengan uveitis anterior dan kronisitas terjadinya uveitis. Ketepatan dan kecepatan diagnosis dari uvetic glaucoma menentukan keberhasilan dari penanganan pasien dengan uveitis.1,2

(3)

Uveitic glaucoma merupakan kombinasi antara komponen glaukoma dengan sudut tertutup dengan sudut terbuka. Pasien dengan uveitic glaucoma biasanya datang dengan keluhan mata merah, pandangan kabur dan nyeri. Progresivitas kerusakan saraf optik pada uveitic glaucoma sangat tinggi jika dibandingkan dengan glaukoma sekunder yang lain. Penanganan glaukoma dapat dilakukan secara farmakologi ataupu non farmakologi.2,3,4,5

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menjelaskan manajemen tatalaksana pada uveitic glaucoma.

II. Laporan Kasus

An.S, seorang laki-laki berusia 17 tahun datang ke poliklinik Glaukoma RS Mata Cicendo pada tanggal 5 Juli 2018 dengan keluhan utama mata kiri terasa buram sejak 1,5 tahun yang lalu. Penglihatan terasa seperti ada kabut yang menghalangi dan kadang terasa sakit. Riwayat pengobatan sebelumnya, pada bulan Desember 2016 pasien mengeluh mata kiri tiba-tiba buram, disusul mata kanan satu hari kemudian. Keluhan ini disertai dengan mata merah dan terasa nyeri. Satu hari berikutnya pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD RS Mata Cicendo, dikatakan bahwa terdapat infeksi pada mata kanan dan kiri, lalu pasien diberi obat dan disarankan untuk kontrol ke poli infeksi. Tiga hari kemudian pasien kontrol ke poli paviliun dan pasien didiagnosis dengan panuveitis ODS. Tiga bulan kemudian pasien mengeluh penglihatan semakin buram, lalu oleh dokter bagian infeksi disarankan untuk dirawat. Pasien dirawat kemudian dikonsulkan ke unit neuro ofthalmology (NO) untuk diagnosis banding papil atrofi. Pasien oleh bagian NO di diagnosis dengan bilateral atypical optic neuritis dan mendapatkan terapi methyl prednisolon intra vena 12 kali. Pasien dirawat selama 4 hari. Pasien disarankan untuk konsul ke bagian anak untuk menegakkan etiologi penyakit dan oleh bagian anak dikatakan pasien menderita VKH, dengan didapatkannya vitiligo, poliosis, alopesia, rambut beruban serta ANA test negatif. Pasien terus kontrol ke poli EED. Pasien dikonsulkan ke bagian glaukoma dengan peningkatan tekanan bola mata pada bulan Oktober 2017 dan didiagnosis sebagai uveitic glaukoma ODS dengan katarak komplikata ODS. Pasien diberikan terapi timolol maleat 0,5% 2 x 1 tetes

(4)

mata kanan kiri, brinzolamid 3 x 1 tetes mata kanan kiri, pasien direncanakan untuk tindakan trabekulektomi dan ekstraksi lensa mata kanan dan kiri. Pasien mejalani operasi trabekulektomi dengan 5-FU pada mata kanan pada tanggal 9 Januari 2018. Terdapat penurunan tekanan bola mata kanan dari 36 mmHg menjadi 12 mmHg. Pasien menjalani operasi trabekulektomi dengan 5-FU mata kiri pada 2 hari pasca operasi pada mata kanan. Terdapat penurunan tekanan bola mata mata kiri dari 41 mmHg menjadi 9 mmHg. Pasien terus kontrol ke poli EED dan glaukoma. Visus pasien mengalami menurunan sejak bulan Februari hingga Juni 2018. Pasien disarankan untuk operasi ekstraksi lensa pada mata kanan. Pasien mejalani operasi ekstraksi lensa mata kanan pada bulan Juni 2018, kemudian terjadi peningkatan visus mata kanan dari CFFC menjadi 0,16. Pasien terus kontrol, namun pada mata kiri terdapat peningkatan tekanan bola mata. Pasien disarankan untuk operasi combined (trabekulektomi dengan ekstraksi lensa) pada mata kiri. Pasien menjalani operasi combined (trabekulektomi dengan ekstraksi lensa pada mata kiri) pada bulan Juli 2018.

Status generalis pasien tekanan darah 120/80 mmHg dan lain-lain dalam batas normal. Status oftalmologis pasien tajam penglihatan mata kanan 0,16 pin hole (PH) 0,3 sedangkan mata kiri 1/300 PH tetap. Tekanan bola mata yang diukur dengan menggunakan tonometri aplanasi Goldman menunjukkan tekanan bola mata kanan 10 mmHg dan mata kiri 28 mmHg. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan, didapatkan injeksi siliar pada konjungtiva bulbi, kornea jernih, pada bilik mata depan didapatkan Van Herick (VH) grade II-III flare (+2), sel (+2), dengan pupil irregular, lensa didapatkan lensa intraokular pada posterior chamber (PC IOL). Segmen posterior mata kanan didapatkan CDR 0,7-0,8, cupping, dan nasalisasi arteri vena centralis retina. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan konjungtiva bulbi relatif tenang, kornea jernih, pupil irregular, bilik mata depan VH grade I-II, sinekia posterior dengan lensa keruh. Segmen posterior mata kiri didapatkan CDR 0,9-1,0, cupping, dan nasalisasi arteri vena centralis retina. Kemudian pasien didiagnosis sebagai uveitic glaucoma dengan panuveitis bilateral et causa VKH, katarak komplikata OS, dan pseudofakia OD. Pasien diberikan terapi timolol maleat 0,5% 2 x 1 tetes mata kanan kiri, brinzolamid 3 x

(5)

1 tetes mata kanan kiri dan direncanakan untuk tindakan combined (trabekulektomi dengan ekstraksi lensa) mata kiri dengan lensa intraokular.

Pasien menjalani tindakan combined (trabekulektomi dengan ekstraksi lensa) mata kiri dengan lensa intraokular pada tanggal 10 Juli 2018. Terapi post operasi diberikan antibiotik ciprofloksasin oral 2 x 500 miligram, levofloksasin 6 x 1 tetes mata kiri, prednisolon asetat 6 x 1 tetes mata kanan dan kiri, paracetamol 3 x 500 miligram dan salep mata antibiotik chloramphenicol 3 x 1 oles mata kiri.

Gambar 2.1 Pemeriksaan segmen anterior (A) mata kanan dan (B) mata kiri

Sumber : RS mata Cicendo

Pemeriksaan oftalmologi 1 hari pasca operasi didapatkan tajam penglihatan pada mata kiri 1/300 dan tekanan bola mata 14 mmHg. Segmen anterior didapatkan injeksi siliar dan bleb pada konjungtiva. Bilik mata depan ditemukan VH gr II flare (+3) dan sel (+3), pupil lonjong, dengan PC IOL. Pasien didiagnosis pseudofakia ODS dengan uveitic glaucoma ODS dengan panuveitis bilateral et causa VKH.

(6)

Gambar 2.2 Pemerikasaan segmen anterior mata kiri 1 hari post operasi

Sumber : RS Mata Cicendo

Pemeriksaan oftalmologis 2 hari pasca operasi didapatkan tajam penglihatan pada mata kiri 1/300 dan tekanan bola mata 15 mmHg. Segmen anterior didapatkan injeksi siliar dan bleb pada konjungtiva. Bilik mata depan ditemukan VH gr II flare (+3) dan sel (+3), pupil lonjong, dengan PC IOL. Pasien didiagnosis pseudofakia ODS dengan uveitic glaucoma ODS dengan panuveitis bilateral et causa VKH.

.

Gambar 2.3 Pemeriksaan segmen anterior dua hari post operasi

Sumber : RS Mata Cicendo

Pasien datang 1 minggu post operasi status oftalmologis pasien didapatkan tajam penglihatan mata kiri1/300 PH tetap dan tekanan bola mata 15 mmHg. Segmen anterior pada mata kiri didapatkan injeksi siliar nimimal dan terdapat bleb pada konjungtiva, bilik mata depan VH gr II dengan flare (+1) dan sel (+1), pupil

(7)

irregular dan lensa PC IOL. Pasien didiagnosis pseudofakia ODS dengan uveitic glaucoma ODS dengan panuveitis bilateral et causa VKH. Pasien mendapatkan terapi timolol maleat 0,5% 2 x 1 tetes mata kiri, brinzolamid 3 x 1 tetes mata kiri. Prednisolon asetat 5 x 1 tetes mata kanan dan kiri 1 minggu pertama diteruskan 4 x 1 tetes mata kanan dan kiri 1 minggu kedua kemudian 3 x 1 tetes mata kanan dan kiri 1 minggu ketiga serta disarankan untuk kontrol 3 minggu yang akan datang.

Gambar 2.4 Pemeriksaan segmen anterior satu minggu post operasi

Sumber : RS Mata Cicendo

III. Diskusi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbesar didunia setelah katarak. Kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat permanen. Berdasarkan data WHO tahun 2010 menyebutkan bahwa sebanyak 3,2 juta jiwa orang mengalami kebutaan yang diakibatkan oleh glaukoma. Uveitic glaucoma ialah glaukoma sekunder yang merupakan kombinasi dari komponen sudut terbuka dengan sudut tertutup. Komponen tertutup dihasilkan dari proses inflamasi yang terjadi pada koroid yang menyebabkan rotasi badan siliar dan diafragma iris ke anterior. Kondisi ini dapat terjadi pada VKH dan sympathetic ophthalmia. Komponen terbuka dihasilkan oleh proses inflamasi yang terjadi pada anyaman trabekular serta sumbatan oleh sel-sel radang yang dihasilkan pada uveitis. Uveitic glaucoma berhubungan erat dengan uveitis anterior dan kronisitas terjadinya uveitis. Peningkatan IOP pada uveitic glaukoma disebabkan oleh beberapa mekanisme antara lain edema anyaman trabekular yang menyebabkan

(8)

berkurangnya ruang intertrabekular, disfungsi sel endotel anyaman trabekular, fibrin dan sel-sel radang yang menghambat aliran humor akuos yang menuju anyaman trabekular dan kanalis schlemm, penggunaan terapi steroid, dan bloking yang disebabkan oleh sinekia anterior. Kortikosteroid yang merupakan salah satu terapi untuk uveitis dapat menyebabkan berkurangnya aliran humor akuos yang menuju jalinan trabekular. Hipotoni dapat terjadi pada uveitis, apabila terjadi inflamasi akut pada badan siliar. Hipotoni bersifat reversibel dengan inflamasi yang terkontrol.1,2,6,7,8

Uveitis adalah suatu peradangan yang mengenai bagian uvea mata yaitu iris, badan siliar dan koroid. Uveitis secara garis besar dikelompokan menjadi 4 bagian berdasarkan anatomisnya yaitu anterior, intermediate, posterior dan panuveitis. Gejala dan tanda uveitis berbeda-beda berdasarkan letak anatomisnya. Uveitis anterior memiliki gejala mata merah, silau, nyeri, pandangan kabur dan berair. Tanda dari uvetis anterior yaitu didapatkannya keratic presipitate, sel-sel radang, flare, fibrin, hipopion, pupil miosis, sinekia posterior, sinekia anterior dan band keratopathy. Peradangan pada uveitis intermediate terjadi area badan siliar dan retina bagian perifer atau pars plana. Tanda yang didapat pada uveitis intermediate yaitu vitreus cell, snowball, snowbank dan vitreus strands. Uveitis posterior memiliki tanda yaitu didapatkannya vaskulitis, ablatio retina, edema papil saraf optik, fibrosis, dan neovaskularisasi retina. Etiologi terbanyak uveitis bervariasi tergatung dari letak anatomisnya pula. Uveitis anterior biasanya disebabkan oleh tuberkulosis, toxoplasma, HSV, citomegalo virus (CMV) dan idiopatik. Faktor idiopatik merupakan faktor terbanyak yaitu sekitar 40%. Uveitis intermediate memiliki etiologi antara lain sarkoidosis, multiple sklerosi, lyme disease, periperal toxokariasis, sypilis, tuberkulosis dan idiopatik. Uveitis posterior dapat disebabkan oleh systemic lupus erimatosus, polyateritis nodosa dan granulomatosis polyangitis. Panuvetis dapat disebabkan oleh toxoplasma, CMV, VKH, Behcet disease, sarkoidosis, sympathetic ophthalmia dan SLE. Penelitian yang dilakukan di Tohoku University Hospital, Jepang, menyebutkan bahwa penyebab uveitic glaucoma antara lain sarkoidosis, Behçet’s disease, Vogt–Koyanagi–Harada disease, Posner– Schlossman syndrome, herpes simplex virus infectious uveitis, uveitis anterior akut,

(9)

uveitis intermediate, skleritis, inflammatory bowel disease, varicella zoster virus uveitis. Pada pasien VKH, biasanya ditemukan gejala klinis berupa iridosiklitis bilateral kronik, tanda uveitis posterior, ditemukannya kelainan neurologis atau auditori seperti meningismus dan tinitus serta ditemukannya kelainan pada kulit berupa alopesia, poliosis dan vitiligo. Pada VKH tidak ditemukan hasil laboratorium yang mendukung diagnosis kelainan mata yang lain. Perbedaan dengan opthalmia simpatika (SO) yaitu pada VKH tidak di temukannya riwayat trauma.8,9

Gejala yang muncul dari uveitic glaucoma tergantung dari kronisitas dari proses, derajat keparahan dari inflamasi, derajat dan lama terjadinya peningkatan tekanan bola mata. Gejala yang sering muncul adalah nyeri, fotofobia, berkurangnya atau hilangnya penglihatan dan mata merah.2,3

Tanda yang didapatkan pada uveitic glaucoma yaitu keratic presipitate, pupil miosis, sinekia anterior, iris bombe, visus dan lapang pandang turun dan peningkatan tekanan bola mata. Peningkatan tekanan bola mata pada uveitic glaucoma mempunyai karakteristik sedang hingga hebat. Visus yang turun terjadi oleh beberapa mekanisme yaitu kekeruhan kornea, lensa dan vitreus, serta gambaran cuping pada saraf optik. Kornea dapat mengalami perubahan yaitu dengan timbulnya edema kornea, didapatkannya keratic presipitate, dan band keratopathy. Uveitic glaucoma pada uveitis anterior kronis dapat ditemukan adanya seklusio pupil. Sudut bilik mata depan dapat tertutup ataupun terbuka. Sel-sel radang maupun debris sering tampak pada sudut bilik mata depan.2,3,6,10

Tatalaksana farmakologis pada uveitic glaucoma awal adalah dengan medikasi yaitu dengan pemberian obat-obat penurun tekanan bola mata dan anti inflamasi. Miotikum perlu dihindari sebab untuk mencegah terjadinya pembentukan sinekia oleh karena sel-sel radang dan obat-obat tersebut dapat meningkatkan permeabilitas vaskular. Sikloplegik dapat diberikan untuk menghindari timbulnya sinekia posterior dan blok pupil. Analog prostaglandin juga perlu dihindari, sebab obat-obat golongan ini merupakan mediator inflamasi. Obat-obat-obat glaukoma yang dapat digunakan ialah penghambat anhidrase karbonat (CA inhibitor), golongan β-bloker,

(10)

α-adrenergic, serta obat-obat golongan hiperosmotik. Penyebab uveitis perlu secepatnya diberikan. Apabila dengan tatalaksana farmakologi optimum tidak dapat mengkontrol tekanan bola mata, maka tindakan bedah perlu diberikan. Penatalaksanan pada uveitis dengan VKH yaitu dengan pemberian initial terapi kortikosteroid dengan dosis 1-1,5 mg/kg/hari oral atau dengan pemberian 1 gram intravena methylprednisolon selama 3 hari. Pemberian kortikosteroid diberian selama 2 sampai 4 minggu kemudian diberikan dosis tapering selama 6 sampai 12 bulan. Terapi dengan menggunakan immunomodulator (IMT) dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berespon terhadap pemberian kortikosteroid1,3,6,7

Penanganan nonfarmakologis yaitu dengan menggunakan tehnik trabekuletomi, laser iridektomi, dan Glaucoma Drainage Devices (GDD) implant. Trabekulektomi merupakan terapi bedah utama untuk menurunkan tekanan bola mata. Angka kegagalan trabekuletomi pada uveitic glaucoma tinggi. Pemberian agen antifibrotik seperti mitomici-C (MMC) dan 5-fluororacil serta pemberian kortikosteroid secara intensif pasca bedah dapat sangat bermanfaat pada tehnik trabekulektomi. Laser iridektomi merupakan pilihan terapi jika didapatkan blok pupil. Iridektomi dapat menjadi tehnik yang sulit pada uveitic glaucoma. Tepi lubang pada iridektomi dapat menempel pada lensa oleh karena sel radang yang tidak tertangani. GDD implant merupakan terapi bedah alternatif apabila trabekulektomi mengalami kegagalan atau hambatan. Penelitian yang dilakukan oleh Audrey Chow dkk. dan penelitian yang dilakukan oleh HyeJin dkk. menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penurunan tekanan intraokular antara penggunaan tehnik trabekulektomi dengan MMC, Ahmed shunt, and Baerveldt GDD implant.3,11,12

(11)

Gambar 3.1 Uveitik Glaukoma

Sumber : Diagnosis and Treatment3

Keluhan mata buram seperti ada asap yang menghalangi, mata merah dan nyeri pada mata kiri sejak satu setengah tahun yang lalu didapatkan pada anamnesis pasien ini. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan tajam penglihatan mata kanan 0,16 PH 0,32, sedangkan pada mata kiri 1/300. Tekanan bola mata yang diukur dengan menggunakan tonometri aplanasi goldman menunjukkan tekanan pada mata kanan 10 mmHg dan mata kiri 28 mmHg. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan injeksi konjungtiva. VH grade II-III, flare (+2) dan sel (+2). Pupil didapatkan bentuk yang irregular. Segmen posterior mata kanan CDR 0,7-0,8, cupping, dan nasalisasi arteri vena centralis retina. Pada mata kiri segmen anterior mata kiri didapatkan VH grade I-II, pupil irregular, sinekia posterior pada iris, serta lensa yang keruh. Segmen posterior mata kiri didapatkan CDR 0,9-1,0, cupping, dan nasalisasi arteri vena centralis retina. Anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien menderita uveitic glaucoma mata kanan dan kiri. Penatalaksanaan farmakologis pada pasien dengan uveitic glaucoma bertujuan menurunkan tekanan intraokular untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada saraf optik dan menghambat terbentuknya sinekia pada iris. Pasien telah mendapatkan terapi farmakologi akan tetapi dengan terapi optimum tidak mampu mengontrol tekanan bola mata pasien sehingga diputuskan untuk pemberian tindakan bedah. Penatalaksanaan non farmakologis utama pada pasien uveitic glaucoma adalah dengan menggunakan tehnik trabekulektomi ditambah dengan

(12)

pemberian 5-fluorourasil atau mitomici-C (MMC). Pada pasien ini dipilih dengan menggunakan tehnik trabekulektomi dengan kombinasi ekstraksi lensa dan pemberian 5-fluorourasil, pemilihan tehnik ini telah sesuai. Visus yang didapat pada pre op dan post menunjukan tidak terdapat perkembangan visus jika di bandingkan dengan perolehan visus pada mata kanan, hal dimungkinkan proses yang terlalu lama sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih hebat pada papil saraf optik.

Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam dubia ad bonam dan quo ad fungtionam dubia. Pasien masih membutuhkan follow up lebih lanjut dan tatalaksana jangka panjang uveitis dengan VKH.

IV. Simpulan

Penatalaksanaan pada pasien uveitic glaucoma bertujuan untuk menurunkan tekanan bola mata untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada saraf optik dan untuk mencegah terjadinya sinekia. Penatalaksanaan uveitic glaucoma adalah dengan farmakologis dan non farmakologi. Tatalaksana pengobatan yaitu dengan menggunakan penghambat anhidrase karbonat, β-bloker, α-adrenergic, serta obat-obat golongan hiperosmotik. Tatalaksana non farmakologi yaitu dengan menggunakan tehnik trabekulektomi dengan disertai pemberian agen antifibrotik dan GDD implant.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

1. Jogi R. Basic Ophthalmology. Jaypee. NewDelhi: 2009. Hal 258-300 2. Cantor LB. Rapuano CJ, Cioffi GA. Glaucoma. Basics and Clinical Science.

San Fransisco : American Academy of Ophthalmology. 2016.

3. Yanoff M et al. Diagnosis and Treatment. Jaypee. NewDelhi: 2014 .Hal 192-196

4. Eva PR, Whitcher JP. General Ophthalmology. Voughan and Asbury’s 2014. Hal 227

5. Muñoz FJ et al. Current Approach in the Diagnosis and Management of Uveitic Glaucoma.Hindawi Publishing Corporation.2015.

6. Nema HV. Text Book of Ophthalmology. Jaypee. NewDelhi: 2008. Hal 243 7. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach.

Elsevier. UK: 2014. Hal 361-366

8. Cantor LB. Rapuano CJ, Cioffi GA. Intraocular Inflammation and Uveitis. San fransisco : American Academy of Ophthalmology. 2016.

9. Shimizu AI et al.Characteristics of Uveitic Glaucoma and Evaluation of its Surgical Treatment. Dovepress. 2014.

10. Nema HV. Diagnostic Procedures in Ophthalmology. Jaypee. NewDelhi: 2014. Hal 87-96

11. Chow A et al. Comparison of Surgical Outcomes of Trabeculectomy, Ahmed Shunt, and Baerveldt Shunt in Uveitic Glaucoma. Journal of Ophthalmic Inflammation and Infection. 2018

12. Kwon HJ et al. Surgical Outcomes of Trabeculectomy and Glaucoma Drainage Implant for Uveitic Glaucoma and Relationship with Uveitis Activity.Clinical and Experimental Ophthalmology. 2017

Gambar

Gambar 2.1  Pemeriksaan segmen anterior (A) mata kanan dan (B) mata kiri  Sumber : RS mata Cicendo
Gambar 2.2 Pemerikasaan segmen anterior mata kiri 1 hari post operasi  Sumber : RS Mata Cicendo
Gambar 2.4 Pemeriksaan segmen anterior satu minggu post operasi  Sumber : RS Mata Cicendo
Gambar 3.1 Uveitik Glaukoma

Referensi

Dokumen terkait

Individu dengan kelainan penglihatan warna akan menghasilkan pola kesalahan yang khas, nomor, dan posisi kesalahan dapat digunakan untuk mengarahkan diagnosis dan

Prosedur anestesi umum pada tatalaksana laserasi kanalikuli dengan COVID-19 dapat dihindari, apabila tidak terdapat trauma berat di daerah lain.. Teknik anestesi MAC

Gambaran katarak traumatika dapat beragam, mulai dari robekan kecil di kapsul anterior yang menyebabkan katarak lokal, hingga kekeruhan total dengan material lensa

Pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan hasil palpebra superior dan inferior blefarospasme, konjungtiva bulbi terdapat injeksi siliar, kornea donor intak dengan

Fungsi lapisan musin adalah mengubah epitel kornea dari yang bersifat hidrofobik menjadi hidrofilik, berinteraksi dengan lapisan lipid untuk menurunkan tegangan

Pada kasus pertama pasien langsung disarankan pemeriksaan untuk penegakkan diagnosis dan tatalaksana kemoterapi, namun pada kasus kedua pasien tidak datang untuk kontrol

Manfaat yang dimiliki hand magnifier adalah harga relatif lebih murah, dapat mengatur jarak antara mata dan objek secara fleksibel, dan ringan sehingga mudah

Blok Diagram Secara Keseluruhan Dari gambar 1, sistem kerja navigasi kapal laut berbasis image processing metode color detection terdiri dari 2 blok utama yaitu blok perangkat