• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Fungsi Manajemen Dalam Meningkatkan Jama ah Shalat Shubuh Dan Shalat Jum at

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Fungsi Manajemen Dalam Meningkatkan Jama ah Shalat Shubuh Dan Shalat Jum at"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Diterima: Januari 2020. Disetujui: Februari 2020. Dipublikasikan: Maret 2020 17

Volume 5 Nomor 1, 2020, 17-32 DOI: 10.15575/tadbir Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung https://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/tadbir ISSN: 2623-2014 (Print)ISSN: 2654-3648 (Online

Penerapan Fungsi Manajemen Dalam Meningkatkan

Jama’ah Shalat Shubuh Dan Shalat Jum’at

Apriyanti Kartika Agustin 1*, Irfan Sanusi 11, Herman 22

123 Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati,

Bandung

*Email : apriyantikartikaagustin@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan fungsi manajemen pada Masjid Al-Anshari dalam meningkatkan Jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at. Secara lebih rinci tujuan penelitian ini adalah untuk pengetahui proses perencanaan, proses pengorganisasian, proses penggerakan dan proses pengendalian di Masjid Al-Anshari. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dipandang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Adapun metode pengumpulan data yakni dengan cara observasi, wawancara, rekaman audio dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Masjid Al-Anshari di dalam meningkatkan jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at memiliki proses perencanaan berupa penyusunan unsur tujuan, unsur kebijakan, unsur kemajuan, dan unsur program. Proses pengorganisasian yang dilakukan dengan pembagian kerja melalui struktur organisasi, departementalisasi dengan deksripsi kerjanya, distribusi otoritas, dan koordinasi yang dilakukan setiap Briefing di Coffee Break. Proses penggerakan dilakukan melalui proses motivasi, proses kepemimpinan dan proses komunikasi. Proses pengendalian dilakukan dengan memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang ada.

Kata Kunci : Fungsi Manajemen; Shalat Shubuh; Shalat Jum’at, Masjid ABSTRACT

This study aims to determine the application of management functions in the Al-Ansari Mosque in improving Jama'ah Shubuh Prayer and Friday Prayers. In more detail, the purpose of this research is to find out the planning process, the organizing process, the mobilization process and the control process at Al-Ansari Mosque. This study uses a descriptive method with a qualitative approach, considered appropriate for use in this study. The data collection method is

(2)

18 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32 by observation, interview, audio recording and documentation study. The results of this study indicate that the Al-Ansari Mosque in improving the congregation of the Shubuh Prayers and Friday Prayers has a planning process in the form of compilation of objectives, policy elements, progress elements, and program elements. The organizing process is carried out with the division of labor through the organizational structure, departmentalization with its work description, distribution of authority, and coordination that is carried out every Briefing at Coffee Break. The mobilization process is carried out through a motivational process, a leadership process and a communication process. The control process is carried out by correcting the existing deviations. Keywords: Management Functions, Shubuh Prayers, Friday Prayers, Mosque

PENDAHULUAN

Bangunan suci yang oleh Rasulullah dijadikan bangunan pertama yang dibangun ketika hijrah ke Madinah hingga saat ini menjadi simbol bagi pemersatu umat Islam atau yang kita sebut sebagai masjid, keberadaannya dapat ditemukan dengan mudah. Masjid yang salah satunya berfungsi sebagai tempat ritual peribadahan seperti Shalat Jum’at, Perayaan Hari Besar Islam, diskusi, kajian agama, ceramah, mempelajari Al-Qur’an dan sebagainya sudah menjadi identitas yang kuat untuk umat Islam. Dengannya kita perlu merawat dan mengaturnya sebagai bentuk kepedulian dan upaya menegakkan Islam di jalan Allah.

Ada banyak aspek yang dapat kita sentuh dalam upaya menghidupkan masjid. Namun yang terpenting adalah jangan sampai keberadaan masjid hanya sebatas tempat beristirahat bagi para pengunjung, atau hanya sebagai tempat wisata karena keindahan bangunannya. Tetap harus ada nilai yang dibawa, kita harus memiliki tujuan dari setiap upaya yang kita lakukan dalam rangka menjalankan peran dan fungsi bangunan suci bagi umat Islam.

Masjid harus mampu berperan sebagai pusat bagi pengembangan muslim serta menjadi agen dari perubahan. Pembangunan dan perubahan umat Islam seharusnya dapat diupayakan melalui kegiatan memakmurkan masjid dan menjadikan shalat berjama’ah menjadi parameternya. Kita sebagai seorang muslim harus mampu melakukan tindakan preventif terhadap perubahan yang akan terjadi. Zaman semakin membaharu, maka setidaknya kita harus resisten dalam mengolah pola pikir ke depan. (FOKKUS BABINROHIS Pusat, ICMI Orsat Cempaka Putih, Yayasan Kado Anak Muslim, 2004) Selain itu perlu adanya proses penerapan fungsi manajemen yang baik sehingga bisa memaksimalkan segala sesuatunya secara efektif dan efisien.

Penelitian serupa dapat kita temukan dari skripsi yang disusun oleh Didin Sutisna (2014) dengan judul: “Penerapan Fungsi Manajemen dalam Upaya Meningkatkan Kemakmuran Masjid”. Kemudian hasil penelitian dari skripsi yang disusun oleh Muhamad Aturmudi (2012) yang berjudul: “Penerapan Fungsi Manajemen Sebagai Upaya Peningkatan Peran Masjid”. Dan yang ketiga hasil

(3)

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32 19

penelitian dari skripsi yang disusun oleh Abdul Hamid (2013) yang berjudul: “Penerapan Fungsi Manajemen Dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid Safnatussalam”.

Masjid Al-Anshari adalah masjid yang berada di RW 03 Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru Kota Bandung. Posisinya berada di tengah-tengah pemukiman warga yang cukup heterogen. Sebab berada di sekitar UIN Sunan Gunung Djati Bandung darinya Ketua DKM Masjid Al-Anshari melakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan jumlah jama’ah pada shalat Shubuh dan shalat Jum’at, seperti menyediakan sarapan ringan bagi jama’ah shalat Shubuh dan juga makan siang bagi jama’ah Shalat Jum’at yang masih berjalan hingga saat ini (disadur dari hasil wawancara observasi awal yang dilakukan pada tanggal 2 Oktober 2018).

Program rutinan yang dimulai pada tahun 2017 tersebut dibuat dalam rangka memakmurkan masjid Al-Anshari. Dilatarbelakangi oleh ibu Sri yang bercerita kepada DKM Masjid Al-Anshari bahwa saat berada di Purworejo, beliau melihat ada ibu-ibu PKK yang sedang memasak untuk acara Jum’at bekah yang diselenggarakan setiap pekannya. Salah satu rangkaian acara tersebut adalah penyediaan makan bagi jama’ah shalat Jum’at.

Setelah disampaikan kepada DKM Masjid AL-Anshari, mendapat respon yang baik. Sebab ketua DKM Masjid Al-Anshari pun sudah memiliki niat yang sama sejak 10 tahun yang lalu sebelum ibu Sri mengusulkannya. Namun masih belum terealisasi sebab untuk menjadikannya acara setiap pekan maka perlu ada yang bersedia memasak tanpa dikomersilkan, maka saat Ibu Sri menyanggupi maka program makan setelah shalat Jum’at ini bisa terlaksana sampai saat ini. (disadur dari hasil wawancara observasi awal yang dilakukan pada tanggal 6 Februari 2020)

Kemudian untuk Coffee break dilatarbelakangi oleh kerap kali ada perbincangan antara jama’ah dengan ketua DKM setelah shalat shubuh, maka dari itu disediakan Coffee Break untuk menjadi pelengkap setiap diskusi dan sebagai sarana agar lebih banyak waktu untuk bisa berbicara bersama jama’ah. (disadur dari hasil wawancara observasi awal yang dilakukan pada tanggal 6 Februari 2020). Dengan dibuatnya program tersebut diharap mampu meningkatkan jumlah jama’ah khususnya Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at. Namun selain meningkatkan dalam bentuk kuantitas, pengurus juga tentu mengharapkan adanya peningkatan bagi kualitas bagi jamaah Masjid Al-Anshari. Dan sesuai dengan fungsi utama masjid yaitu melaksanakan shalat berjamaah yang pahalanya sangat besar.

Dari pemaparan latar belakang tersebut, dan pemaparan mengenai penerapan fungsi manajemen pada masjid Al-Anshari yang menjadi salah satu alasan yang mengawali bagi penulis untuk meneliti persoalan penerapan fungsi manajemen di Masjid Al-Anshari dalam meningkatkan jama’ah shalat Shubuh dan shalat Jum’at. Tapi bukan hanya itu, penulis mengharapkan dengan adanya penelitian ini juga diharapkan dapat memberi gambaran terkhusus pada jurusan

(4)

20 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32

Manajemen Dakwah mengenai penerapan fungsi manajemen dalam meningkatkan jumlah jama’ah. Dan menariknya, permasalahan ini akan terus menjadi topik bahasan yang serupa pada sebagian besar masjid di zaman sekarang ini.

Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan maka penulis membuat rumusan masalah penelitian di antaranya: bagaimana proses perencanaan Masjid Al-Anshari dalam meningkatkan jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at? Bagaimana proses pengorganisasian Masjid Al-Anshari dalam meningkatkan jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at? Bagaimana proses penggerakan Masjid Al-Anshari dalam meningkatkan jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at? Bagaimana proses pengawasan Masjid Al-Anshari dalam meningkatkan jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at?

Metode yang dipakai adalah metode deskriptif sebab dipakai untuk menjelaskan situasi dan juga peristiwa (Jalaludin Rahmat, 2005:24). Dengan menggunakan metode deskriptif penulis akan memaparkan dan menafsirkan data mengenai penerapan fungsi manajemen yang digunakan oleh Masjid Al-Anshari dalam meningkatkan Jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at.

LANDASAN TEORITIS

Beberapa teori yang menjadi pijakan pada penelitian ini terdiri dari tiga teori utama, di antaranya: (1) Manajemen, membahas tentang Pengertian Manajemen, Dasar-dasar Manajemen dan Fungsi-fungsi Manajemen. (2) Konsep Masjid, membahas tentang Pengertian Masjid dan Fungsi Masjid. Dan (3) Pembinaan Pengurus kepada Jama’ah Masjid, membahas tentang Pembinaan Jama’ah Masjid, Peningkatan Kualitas Jama’ah dan Potensi Jama’ah Masjid.

Dalam bahasa Indonesia, kata management dapat diterjemahkan menjadi berbagai istilah, seperti pengurusan, pembinaan, pengelolaan, kepemimpinan, ketatalaksanaan, pembimbingan, penanganan dan penyelenggaraan (Ayub, M. E., dkk, 1996, p. 32). Ungkapan Emha Ainun Nadjib dalam (Safei, 2017, p. 155) tentang manajemen yang menarik untuk disimak adalah sebagai berikut:

Manajemen adalah ketika kaki Anda diborgol dan memenangi balap lari dengan orang yang memborgol kaki Anda. Manajemen adalah ketika tidak punya sayur, tetapi sanggup mengidangkan sayuran pada tamu-tamu yang mengunjungi rumah Anda. Manajemen adalah ketika dicaci-maki, ditindas, dihujat, ditiadakan, disingkirkan, tetapi Anda sanggup lebih eksis, lebih evergreen, lebih benderang ketimbang orang-orang yang mencaci-maki, menindas, menghujat, dan menyingkirkan. Manajemen adalah ketika mengaktivasi kekuatan hati hingga seluruh hidup Anda berada pada pusaran energi yang sangat besar, dan sanggup memberikan sumbangan amat besar

(5)

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32 21

terhadap kehidupan.

Dasar-dasar manajemen (Hasibuan M. , 2012, p. 2) meliputi: (1) Adanya kerjasama dalam sekelompok orang dalam sebuah ikatan formal. (2) Adanya kepentingan yang sama dan tujuan bersama yang ingin dicapai. (3) Adanya pembagian tugas, kerja, dan tanggung jawab yang teratur. (4) Adanya hubungan yang formal dan ikatan tata tertib yang baik. (5) Adanya sekelompok orang dan pekerjaan yang hendak dikerjakan. Dan (6) Adanya orang yang mengatur.

G. R. Terry menuturkan fungsi-fungsi dalam manajemen terbentuk dari 4 unsur yakni perencanaan, pengorganisasian/ pengelompokan, penggerakan/ pelaksanaan dan pengendalian/pengontrolan (Hasibuan M. S., 2006, p. 38).

Perencanaan (Hanafi, 2003, p. 8) memiliki arti sebuah kegiatan dalam rangka mengesahkan tujuan organisasi serta memilih cara yang paling tepat yang terbaik guna mewujudkan tujuan yang dimaksud. Perencanaan perlu untuk mengarahkan kegiatan dalam organisasi. Adapun perihal pengambilan keputusan, hal tersebut merupakan bagian dari perencanaan yang artinya menentukan ataupun memilih langkah alternatif pencapaian tujuan dari beberapa alternatif yang ada. Rencana dimulai dari langkah pertama yaitu penetapan untuk general organisasi secara keseluruhan, kedua untuk masing-masing bagian yang ada dalam organisasi yang lebih detail lagi, sehingga organisasi memiliki perencanaan yang terfokus secara konsisten dan keseluruhan. Oleh karenanya, “perencanaan adalah suatu proses yang sangat krusial dan memiliki pengaruh signifikan untuk keberhasilan segala hal yang berkaitan dengan manajemen” (Puspitasari, 2018).

Pengorganisasian (Darwin, 1980, p. 13) adalah sebuah aktivitas yang berhubungan dengan pembentukkan sebuah organisasi dan segala tindakkan untuk menggerakkan organisasi hingga sedemikian rupa agar dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.

Pada organisasi dakwah khususnya, pelaksanaan prosedur pengendalian biasanya digunakan untuk memastikan pencapaian keberjalanan dan disesuaikan dengan sarana beserta penggunaan sumberdaya manusia secara lebih hemat. Evaluasi atau pengendalian merupakan tahapan yang tidak boleh ditinggalkan dalam sebuah manajemen organisasi (Mualimin). Pengendalian juga berarti suatu langkah terakhir guna mengukur ketidakselarasan dan capaian yang direncanakan serta menggerakan tindakan perbaikan/korektif (M. Munir., & Wahyu Ilaihi, 2006, p. 167)

Kemudian pengertian masjid menurut Ibn Manzhur (Ismail, A. U., & Castrawijaya, C, 2010, p. 1) secara etimologi merupakan sebuah kosa kata dari bahasa Arab, yaitu sajada yang berasal dari akar kata s-j-d yang artinya “sujud atau menundukkan kepala sampai dahi menyentuh permukaan tanah”. Masjid juga merupakan kata jadian dari kata aslinya yang berupa kata benda “sajdan”. Kata jadian ini merupakan isim makan yang berarti kata benda yang menunjukkan tempat. Karenanya masjid ialah tempat menundukan kepala atau tempat sujud hingga ke tanah yang bermakna sebagai ungkapan ketundukan manusia kepada

(6)

22 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32

Allah Yang Esa.

Sedangkan secara kebahasaan, arti masjid (Ismail, A. U., & Castrawijaya, C, 2010, pp. 2-3) adalah baitullah (rumah Allah) yang dibangun sebagai tempat bagi ummat Islam untuk mensyukuri, mengingat dan menyembah Allah SWT. dengan baik. Masjid juga merupakan tempat melaksanakan kegiatan amal shaleh seperti tempat pernikahan, bermusyawarah, kajian, benteng dan strategi perang, dan sebagainya.

Beberapa fungsi masjid (Ayub, M. E., dkk, 1996, pp. 7-8) yang bisa dipaparkan antara lain sebagai berikut: (a) Masjid merupakan tempat orang Islam beribadah kepada Allah pencipta alam; (b) Masjid ialah tempat orang Islam melakukan i’tikaf, membenahi diri, memberi kesadaran serta mendapatkan pengalaman batin/ruhani sehingga menjadi terpelihara keseimbangan jiwa dan raganya; (c) Masjid ialah tempat bermusyawarah untuk memecahkan persoalan umat; (d) Masjid merupakan tempat orang Islam berkonsultasi, mencurahkan kesulitannya, mengadukan bantuan dan pertolongan; (e) Masjid sebagai sarana membina ikatan jamaah; (f) Masjid dan majelis taklim sebagai tempat orang Islam menimba ilmu pengetahuan dan meningkatkan kecerdasan; (g) Masjid sebagai tempat mengupulkan, menyimpan, dan membagikan dana yang terkumpul; dan (h) Masjid adalah tempat mengelola kegiatan sosial.

Pembinaan terhadap jama’ah dilakukan secara sistematis. Dimulai dari tahap pendataan kuantitas jama’ah, tingkat usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, latar kehidupan sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan antara lain untuk mengetahui situasi dan keadaan jama’ah yang ada di sekitar masjid. Kemudian pola dan sistem yang akan digunakan untuk pembinaan disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada di masyarakat (Ayub, M. E., dkk, 1996, p. 124).

Ayub dkk. (Ayub, M. E., dkk, 1996, p. 127) melanjutkan bahwa peningkatan kualitas sebuah jama’ah menyangkut pemahaman dan kesadaran agama di satu pihak dan di pihak lain pada aspek pengamalannya. Sehingga hal tersebut dalam perspektif agama dapat mecakup pemahaman keilmuan, aspek penghayatan keimanan, dan aspek pengamalan. Bersama kualitas yang kian membaik, peningkatan kualitas dan kemakmuran masjid tersebut bisa berjalan beriringan.

Jama’ah masjid tentu memiliki potensi yang besar dalam memakmurkan masjid. Karena dengan adanya jama’ah maka berbagai kegiatan majsid dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Bersama jama’ah kegiatan masjid yang berat dapat terasa ringan. Dalam hal memilih pengurus dan pemimpin masjid pun tidak akan sulit karena pemimpin bisa diangkat dari jama’ah dan oleh jama’ah masjid itu sendiri (Ayub, M. E., dkk, 1996, p. 132).

(7)

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32 23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masjid Al-Anshari adalah salah satu masjid yang cukup aktif di kelurahan Cipadung tepatnya di Gang Pelita RT/RW 03/03, Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung. Dari hasil wawancara dengan DKM Masjid Al-Anshari yakni Bapak Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si. beliau menerangkan bahwa:

Masjid Al-Anshari ini awal mulanya diberi nama Al-Anshari sebab pada saat pertama kali dibangun, yang mewakafkan tanahnya bernama Bapak H. Cece Anshari, maka diabadikanlah namanya menjadi nama masjid yaitu Masjid Al-Anshari. Masjid Al-Anshari ini didirikan pada tahun 1995 yang secara resmi diwakafkannya kepada RW 03 Kelurahan Cipadung dengan penasihan Bapak H. Anshari dan ketua DKM Bapak H. Fakhrozi (wawancara, 13 Mei 2019).

Visi Masjid Al-Anshari adalah menjadikan masjid sebagai tempat ibadah mahdhah dan ghair mahdhah. Dan misinya menjadikan kaum muslimin di sekitar masjid Al-Anshari untuk sembahyang berjamaah di masjid. Serta thalabul ilmi di masjid sehingga Masjid Al-Anshari bisa memancarkan cahaya ruh keislaman ke seluruh penduduk yang ada di sekitar RT 03 RW 03 Kelurahan Cipadung.

Proses Perencanaan Masjid Al-Anshari dalam Meningkatkan Jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at

Perencanaan ialah poin landasan dari proses manajerial. Bagaimanapun sempurnanya sebuah aktivitas manajemen, tetap membutuhkan langkah pertama yaitu perencanaan. Sebab perencanaan merupakan starting point dalam merumuskan hal-hal terkait agar berujung hasil yang sangat baik. Alasan yang menguuatkan adalah bahwa tanpa adanya perencanaan maka tidak ada yang mendasari untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dalam upaya mencapai tujuan. (M. Munir., & Wahyu Ilaihi, 2006, p. 94).

Dari hasil penelitian mengenai proses perencanaan, Ketua DKM Al-Anshari Bapak Prof. Dr. H. Dadang K., M.Si. memaparkan:

Proses perencanaan yang dilakukan oleh ketua DKM Al-Anshari selama ini cenderung tidak formal yakni dengan mengumpulkan para jamaah pada waktu berjalannya Coffee Break untuk briefing atau diskusi dalam membuat perencanaan bersama mengenai segala sesuatu yang sifatnya kecil sampai pada yang tatarannya besar, dan mulai dari tataran konsep sampai dengan teknis apabila diperlukan. Misalnya saja membicarakan mengenai fasilitas di Masjid Al-Anshari apabila sudah waktunya diperbaiki atau diganti dengan yang lebih baik lagi. Namun untuk persoalan yang sifatnya teknis, maka rapat hanya diadakan antar para Pengurus Harian Masjid Al-Anshari saja (wawancara, 13 Mei 2019).

(8)

24 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32

Unsur tujuan dalam proses perencanaan Masjid Al-Anshari secara rinci tidak ada standar bagi keberhasilan apa saja yang ingin dicapai oleh Masjid Al-Anshari, namun secara umum ketua DKM Al-Anshari memaparkan, “yang diharapkan selama lima tahun ke depan secara perencanaan jangka panjang adalah kehidupan keagamaan di sekitar Masjid Al-Anshari terbina secara baik” (wawancara, 13 Mei 2019).

Adapun cara yang ditetapkan untuk mewujudkan tujuan, selain dengan visi misi yang ada, ketua DKM Al-Anshari juga memaparkan:

Dengan melakukan briefing seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mengkomunikasikan setiap keadaan yang terjadi baik perkembangan maupun masalah, serta menjalin hubungan yang baik dengan pihak dalam seperti pengurus dan warga RW 3 maupun pihak luar seperti masjid lain, kelurahan, donatur di luar negeri, Pak Yusuf Kala dan masih banyak lagi sebagai relasi yang akan ikut serta secara langsung maupun tidak langsung pada pembangunan dan memakmurkan Masjid Al-Anshari (wawancara, 13 Mei 2019).

Unsur kebijakan Masjid Al-Anshari, ibu Sri selaku anggota bidang pendidikan menjelaskan:

Karena masjid Al-Anshari ini terletak di sekitar Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, maka kebijakan-kebijakan yang ditetapkan adalah yang sekiranya bisa sekaligus memberdayakan Mahasiswa di sekitar Masjid Al-Anshari. Bisa dikatakan Masjid Al-Anshari adalah Masjid yang dipakai untuk bidang edukatif atau praktik dakwah bagi Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung dari bermacam fakultas. Seperti menjadi khatib Shalat Jum’at maupun Shalat Idul Fitri, mengisi kultum tarawih, pengisi pengajian Ibu-ibu, dan pengajar MDTA yang jumlahnya sekitar 30 orang tim pengajar (wawancara, 14 Juni 2019).

Unsur kemajuan dalam proses perencanaan Masjid Al-Ansahri, Ketua DKM Al-Anshari menjelaskan indikator kemajuan yang bisa dilihat yakni:

Dari segi kuantitas, jamaah bertambah banyak. Misalnya yang Shalat Shubuh menjadi 5 baris/shaf. Dan untuk perencanaan sepuluh tahun ke depan yang menjadi harapan bagi ketua DKM Masjid Al-Anshari adalah jamaah Shalat Shubuhnya menjadi 10 baris/shaf (wawancara, 13 Mei 2019).

Kemudian dari segi kualitas jama’ah shalat Shubuh, Ibu Sri menjelaskan bahwa:

(9)

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32 25

berjama’ah di masjid, untuk jama’ah perempuan sudah ada yang sering ikut berjama’ah shalat shubuh dan diskusi-diskusi setelah shubuh juga senantiasa membahas mengenai keagamaan yang akan meningkatkan kualitas para jama’ah (wawancara, 14 Juni 2019.

Namun pada program makan selepas Shalat Jum’at Ibu Sri yang selama ini memasak untuk program ini memaparkan:

Bahwa secara kuantitas, program ini dapat menjadi faktor pendukung bagi Masjid Al-Anshari menambah jumlah jama’ah Shalat Jum’atnya. Adapun peningkatan yang terjadi bisa dihitung dari porsi makanan yang dibuat. Yang awalnya disediakan hanya sekitar 50 sampai 70 porsi, kini bertambah hampir 4 kali lipat yakni sekitar 300 porsi (wawancara, 14 Juni 2019).

Dan untuk segi kualitasnya, program makan selepas shalat Jum’at ini menurut Ibu Sri adalah, “Program pemberian makan kepada jama’ah shalat Jum’at mampu membuat jama’ah lebih solid, lebih heterogen, lebih mendekatkan antar jama’ah sebab mereka tidak langsung pulang selepas shalat (wawancara, 6 Februari 2020).

Unsur program pada perencanaan Masjid Anshari, ketua DKM Al-Anshari memaparkan bahwa program di masjid Al-Al-Anshari terdiri dari program rutinan, momentum tertentu maupun program hari besar Islam. Di antara program yang diselenggarakan oleh Masjid Al-Anshari adalah: (1) Kultum Shubuh, (2) Coffee Break Bagi Jama’ah Shalat Shubuh, (3) Shalat Dan Ceramah Tarawih, (4) Tadarus Ba’da Tarawih, (5) Takjil Ramadan, (6) I’tikaf Dan Makan Sahur, (7) Pesantren Kilat Ramadan, (8) Shalat Hari Raya Idul Fitri, (9) Shalat Hari Raya Idul Adha, (10) Pemotongan Hewan Qurban, (11) Penerimaan Zakat, Infaq Dan Sedekah, (12) Makan Bersama Bagi Jamaah Shalat Jum’at, (13) Pengajian Rutin Ibu-Ibu, (14) Forum Peduli Lansia, Dhuafa Dan Yatim, (15) Pengajian Rutin Bapak-Bapak, (16) Peringatan Nuzulul Qur’an, (17) Rajaban, (18) Muludan, dan (19) MDTA (Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah) (wawancara, 13 Mei 2019).

Keempat hal tesebut jika dibandingkan dengan teori mengenai unsur-unsur perencanaan (Saragih, 1982) yang meliputi 5 point, maka akan didapatkan 4 persamaan dan 1 perbedaan yang mana pada hasil lapangan tidak adanya unsur prosedur, antara lain:

Pertama, unsur tujuan, ialah suatu perumusan secara jelas dan lebih rinci tentang tujuan yang hendak diperoleh. Pada point ini hasil di lapangan memang tidak menyusunnya secara sempurna. Hanya ada tujuan jangka panjang yang penulis memandang semua ketua DKM pun menginginkan hal serupa. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan ketika melakukan perbandingan dengan hasil akhir ketika melakukan pengendalian.

(10)

26 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32

tujuan yang hendak dicapai dalam garis besar/secara umum. Untuk hasil di lapangan, kebijakan yang dibuat merupakan buah dari analisis yang dilakukan mengenai letak geografis Masjid Al-Anshari yang tak jauh dari Kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung sehingga beberapa kebijakan pun yang sekiranya masuk bagi Mahasiswa.

Ketiga, unsur prosedur, berbicara pembagian ranah tugas serta kaitannya antara masing-masing anggota kelompok (vertikal dan horizontal) secara terperinci. Untuk di lapangan, karena dari hasil wawancara ketua DKM menyebutkan bahwa jenis pengorganisasian yang digunakannya adalah funsional, maka penulis katakan wajar jika pada point prosedur ini di Masjid Al-Anshari tidak menerapkannya. Sebab jika kita melihat salah satu ciri dari pengorganisasian fungsional (Nugraha, 2016, pp. 70-71) maka kita akan mendapati point yang menyatakan bahwa pada pengorganisasian fungsional ini tidak terlalu banyak memerlukan koordinasi dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga jikapun ada memang tidak akan berjalan dengan baik.

Keempat, unsur progress (kemajuan), yaitu menentukan nilai dasar mengenai segala hal menuju tujuan. Dalam istilah Inggris secara singkat standar untuk mengukur kemajuan-kemajuan sesuatu usaha bagaimana direncanakan secara singkat dapat dirancang menjadi how many (kuantitas), how well (kualitas), dan how

long (lamanya).

Proses Pengorganisasian Masjid Al-Anshari dalam Meningkatkan Jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at

Dalam teorinya pengorganisasian ialah semua proses pengelompokan unsur-unsur di anataranya anggota kelompok, alat-alat, tugas yang diemban, wewenang

dan tanggungjawab, dengan sedemikian rupa hingga dihasilkan

kelompok/kesatuan yang dapat digerakan dalam rangka mencapai tujuannya. (M. Munir., & Wahyu Ilaihi, 2006, p. 117). Ulber Silalahi (2011:189) menjelaskan agar mendapatkan struktur organisasi yang hemat daya dan hemat guna, baiknya setiap pengorganisasian mengikuti tahap-tahap di dalamnya (steps in organizing) seperti pembagian kerja, pengelompokan kerja, dan pendistribusian otoritas dan koordinasi.

Pembagian kerja adalah menetapkan pekerjaan-pekerajaan esensial untuk dikerjakan. Pak Ujang Yat Sutarya. Pembagian kerja pada Masjid Al-Anshari dibutikan dengan adanya susunan kepengurusan. Pembagian ini dilakukan guna penempatkan suatu pekerjaan pada orang-orang tertentu agar bisa lebih fokus pada bidang yang dipegangnya (observasi, 11 Mei 2019).

Pengelompokan Kerja adalah mengelompokan pekerjaan ke dalam unit-unit atau fungsi-fungsi ke dalam departemen. Departementalisasi/ pengelompokan kerja pada Masjid Al-Anshari bisa dikatakan sederhana namun penulis katakan sudah cukup untuk menjelaskan perbedaan dari kegiatan yang

(11)

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32 27

dilakukan antarbidang.

Pendistribusian Otoritas ini mengacu pada jawaban ketua DKM Al-Anshari yang menjawab tipe pengorganisasian yang diterapkan fungsional, maka Ketua DKM ketua A-Anshari menjelaskan bahwa:

Otoritas yang diberikan sesuai dengan bidang garapan yang difungsikan kepadanya. Hal ini tentu disertai dengan komunikasi dan koordinasi yang tetap berjalan sehingga ketua bisa mengetahui apakah keputusan yang dibuat oleh bidang masing-masing masih sesuai dengan jalur atau tidak (wawancara, 13 Mei 2019).

Koordinasi adalah mengintegrasi semua orang, tugas-tugas dan aktivitasnya. Koordinasi dilaksanakan oleh ketua DKM Al-Anshari secara langsung maupun ketika melakukan rapat rutin ketika Coffee Break. Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan tiap bidang dengan orang yang besangkutan, meski masih kurang menjabarkan makna koordinasi secara mendalam.

Proses Penggerakan Masjid Al-Anshari dalam Meningkatkan Jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at

Menurut Umar dalam Firman Nugraha (2016:78) penggerakan merupakan usaha menggerakan orang-orang agar menyukai dan mengerjakan pekerjaannya guna wujudkan tujuan yang telah ditetapkan secara tepat dan hemat. Maknanya, definisi penggerakan merupakan seperangkat usaha, cara, teknik, dan metode untuk memacu para anggota organisasi bersedia, ikhlas dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya guna mencapai impian secara tepat, hemat dan ekonomis. Sehingga, fokus dari sasaran penggerakan adalah sumberdaya manusia yang ada pada lingkup organisasi tersebut. Di antara proses penggerakan antara lain pemberian motivasi, kepemimpinan dan komunikasi.

Proses motivasi yang dilakukan oleh ketua DKM A-Anshari sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Sri adalah, “Setiap pengurus jangan berpikiran untuk mendapatkan sesuatu dari masjid, akan tetapi sebaliknya yaitu apa yang bisa kita berikan kepada masjid” (wawancara 14 Juni 2019). Selain itu Ibu Sri juga menambahkan bahwa:

Pemberian motivasi secara realitasnya dilakukan pada saat Coffee Break. Dan pemberian untuk ibu-ibu dan bapak-bapak berupa sembako kerap kali dilakukan. Sedangkan untuk pengajar yakni dengan dibuatkannya seragam (wawancara, 19 Juni 2019).

Proses kepemimpinan menurut pengamatan penulis, gaya kepemimpinan yang dipakai oleh ketua DKM Al-Anshari yaitu Bapak Prof. H. Dadang Kahmad, M.Si. yaitu kepemimpinan delegatif yang memberikan kebebasan secara mutlak kepada para anggota atau staf untuk dapat melakukan dan mencapai tujuannya dengan masing-masing. Kepemimpinan ini cenderiung membiarkan pengurus

(12)

28 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32

membuat keputusannya sendiri baik individu maupun kelompok. Kemudian menurut Ibu Sri selaku anggota bidang pendidikan,

Proses kepemimpinan yang dibangun tidak begitu ditekankan karena ketua DKM Al-Anshari sendiri tidak begitu memaksakan bagi kinerja anggotanya yang memang secara usia tidak lagi muda. Sehingga yang dijalin adalah hubungan kekeluargaan yang tidak baku namun tetap menjalankan program yang sudah ada (wawancara, 19 Juni 2019)

Proses komunikasi menurut Ibu Sri selaku anggota bidang pendidikan, proses komunikasi telah berjalan antara ketua dan pengurus lainnya juga berjalan dengan lancar sebab mereka berada di satu lingkungan yang sama dalam hitungan waktu yang tidak sebentar. “Sehingga baik bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda tidak menjadi hambatan bagi tersampaikannya maksud dari tujuan komunikasi yang berjalan” (wawancara, 14 Juni 2019).

Jika dibandingkan dengan teori yang ada, maka secara keseluruhan hal tersebut telah sesuai dengan yang ada di hasil penelitian. Hal ini selaras dengan point berikut ini:

Pertama, pemberian dorongan/motivasi berarti kemampuan seorang manajer dalam menyokong asupan untuk bersemangat, dorongan, kegiatan dan pengertian, sehingga para anggota dapat memberi dukungan serta bekerja ikhlas sesuai tugas yang dibebankan kepadanya guna mencapai tujuan organisasi. Dengannya, motivasi menjadi kunci dan memaknai bahwa pekerjaan tersebut merupakan amanah yang harus dituntaskan. Motivasi juga berarti sebuah usaha memacu dan mendorongan elemen untuk mampu mencapai tujuannya dan tujuan bersama melalui cara pemenuhan kebutuhan dan harapan-harapannya, tak lupa memberikan nilai penghargaan (reward) (M. Munir., & Wahyu Ilaihi, 2006, p. 141). Kedua, kepemimpinan menurut Terry dalam Marno dan Triyo (Marno, & Supriyatno, T., 2008, p. 22) adalah hubungan seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan atau pihak lain untuk melakukan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dan Kartini Kartono memaparkan bahwa pemimpin ialah seseorang atau pribadi yang memiliki langkah khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi untuk mempengaruhi kelompoknya agar melakukan usaha secara bersama menuju arah yang ditentukannya (Supriyatno, 2008:22).

Ketiga, dalam proses komunikasi, kita akan melibatkan orang lain dalam prosesnya memahami bagaimana manusia saling berhubungan. Komunikasi juga dapat diartikan upaya menyamakan arti agar manusia dapat saling berinteraksi. Dapat berupa gestur (bahasa tubuh), suara, huruf, angka, dan kata yang dapat dipahami dan mewakili apa yang mereka maksud (M. Munir., & Wahyu Ilaihi, 2006, p. 159)

(13)

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32 29

Proses Pengendalian Masjid Al-Anshari dalam Meningkatkan Jama’ah Shalat Shubuh dan Shalat Jum’at

Pengendalian menurut pendapat yang dikemukakan Terry dalam Firman Nugraha (Nugraha, 2016, p. 101) bermakna determinasi atas apa yang telah dikerjakan, artinya meningkatkan prestasi kerja, dan jika perlu maka terapkan juga tindakan-tindakan korektif hasil pekerjaan sesuai dengan ketentuan. Pengendalian juga merupakan langkah dasar yang diperlukan. Menurut Ibu Sri selaku anggota bidang pendidikan menjelaskan:

Ketua DKM sejauh ini belum menetapkan standar khusus yang terperinci bagi masing-masing capaian yang ada untuk jangka waktu pendek. Standar yang ada hanya untuk target jangka panjang antara rentan wakti 5 sampai 10 tahun, “Yang menjadi pegangan bagi proses pengendalian adalah pada nilai-nilai yang dianut oleh para pengurus selama menjalankan program serupa pada tahun-tahun sebelumnya (wawancara, 14 Juni 2019).

Oleh karena tidak adanya standar yang ditetapkan secara khusus, menurut penjelasan Ibu Sri selaku bidang pendidikan:

Proses pengendalian yang berjalan adalah melalui pengecekan apakah program berjalan dengan baik atau tidak, permasalahan yang terjadi apa saja, yang belum terselesaikan apa saja, dan dana yang dianggarkan apakah kurang atau tidak. Seperti pada kalimat yang disampaikan oleh ketua DKM Al-Anshari yakni, “Berkaitan dengan pengendalian di Masjid Al-Al-Anshari ini hanya sebatas kalau yang belum selesai maka diselesaikan. Yang sudah selesai diperbaiki. Dan ada juga kontrol dan setiap minggu mengenai laporan keuangannya (wawancara, 13 Mei 2019).

Ibu Sri selaku anggota bidang pendidikan menambahkan:

Uniknya di Masjid Al-Anshari ini jika mahasiswanya sedang masa perkuliahan makan masjid menjadi penuh. Namum jika masuk masa liburan maka masjid menjad sepi. Sehingga seakan-akan untuk standar kuantitatif ini tergantung pada masa kalender akademik Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung (wawancara, 19 Juni 2019).

Sedangkan menurut Lorenza yang dikutip oleh Firman Nugraha (Nugraha, 2016, p. 110) beliau mengemukakan beberapa tahap yang dapat ditempuh dalam proses pengendalian, di antaranya: (1) Establishing standars against which performance

can be measured (menetapkan standar yang dengannya kinerja dapat diukur). Intinya

adalah menetapkan standar pengukuran dalam capaian hasil yang diharapkan. Standar pengukuran inilah yang akan menjadi acuan pada proses pengendalian atau evaluasi. (2) Comparing actual performance against standards (membandingkan kinerja aktual dengan standar). Periode ini merupakan tahap perbandingan antara capaian kinerja nyata dengan standar capain yang telah ditetapkan. (3) Correcting

(14)

30 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32 deviation or straightening up what is crooked (memperbaiki penyimpangan atau

meluruskan apa yang bengkok). Setelah penyebab dari masalah atau penyimpangan diketahui, maka yang dilakukan selanjutnya adalah tindakan perbaikan, koreksi, yakni penyesuaian kinerja dengan target capaian.

Maka kekurangan dari pengendalian yang ada di Masjid Al-Anshari ini dari segi acuan yang akan digunakan untuk membandingkan atau mengukur sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai.

PENUTUP

Atas dasar penjelasan dan analisis yang telah dibahas, dapat ditarik empat kesimpulan. Pertama, proses perencanaan yang dilakukan oleh masjid Al-Anshari terdiri dari penyusunan unsur tujuan yang juga tercantum dalam visi misi dan tujuan berjangka waktu, unsur policy (kebijakan) yang dibuat berdasarkan keadaan yang relevan dengan lingkungan, unsur progress (kemajuan) yang berjangka waktu 5 dan 10 tahun, dan unsur program yang disusun dengan baik dan berjumlah 14.

Kedua, proses pengorganisasian yang dilakukan oleh masjid Al-Anshari meliputi pembagian kerja dengan membuat susunan kepengurusan, departementalisasi yang dilakukan dengan menjabarkan deskripsi kerja pada masing-masing bidang, distribusi otoritas dengan memberikan otoritas kepada masing-masing bidang untuk bisa bergerak namun tetap dengan pantauan, dan terakhir koordinasi yang dilakukan setiap pagi ba’da ceramah Shubuh pada kegiatan Coffee Break berupa briefing di Masjid Al-Anshari.

Ketiga, proses penggerakan yang dilakukan oleh Masjid Al-Anshari meliputi proses motivasi yakni dengan penanaman nilai keislaman di balik kinerja para pengurus dan pemberian sembako, proses kepemimpinan adalah kepemimpinan delegatif, dan proses komunikasi yang berjalan secara 2 arah.

Keempat, proses pengendalian yang dilakukan oleh Masjid Al-Anshari adalah hanya dengan memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang ada. Melalui diskusi selepas shalat Shubuh yang langsung disampaikan kepada DKM Masjid Al-Anshari kemudian menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan selanjutnya.

Berdasarkan hasil di lapangan, saran bagi DKM Al-Anshari yang bisa dijadikan bahan pertimbangan dan masukan ke depannya antara lain sebagai berikut: (a) Mengadakan rapat khusus bagi para pengurus yang di dalamnya membicarakan perencanaan dengan matang; (b) Menetapkan standar bagi pencapaian program agar dapat dirumuskan dengan baik karena akan menjadi acuan bagi proses pengendalian; (c) Dibuat beberapa prosedur bagi kerapian administrasi; (d) Memperbarui pengurus secara terperiode agar adanya kaderisasi dan perkembangan yang lebih baik lagi; dan (e) Melakukan pengendalian dan evaluasi yang berdasar pada standar yang dibuat agar terlihat hasil yang dicapai apakah sudah sesuai standar atau belum mencapai standar.

(15)

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2020) 17-32 31

Sedangkan saran bagi masyarakat adalah agar para jama’ah yang muda-mudi bisa dilibatkan dalam proses pemakmuran masjid. Karena jika tidak maka tidak akan ada proses belajar dalam mengembangkan masjid untuk generasi setelahnya. Serta jangan segan untuk memberikan masukan kepada pengurus guna keberhasilan dan kemajuan masjid Al-Anshari.

Dan saran bagi peneliti dan akademisi diharap untuk mempelajari lebih dalam mengenai manajemen masjid dan ilmu manajemen dakwah lainnya secara lebih mendalam dan dipraktikan juga di dalam keseharian. Oleh karenanya pembahasan pada skripsi ini hanya terfokus pada beberapa bidang kajian saja, maka bisa menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya oleh mahasiswa atau mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jurusan Manajemen Dakwah. DAFTAR PUSTAKA

Ayub, M. E., dkk. (1996). Manajemen Masjid. Jakarta: Gema Insani.

Darwin. (1980). Organisasi dan Pengorganisasian dalam Menejemen. Bandung: Alumni. FOKKUS BABINROHIS Pusat, ICMI Orsat Cempaka Putih, Yayasan Kado

Anak Muslim. (2004). Pedoman Manajemen Masjid. Jakarta. Hanafi, M. M. (2003). Manajemen. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Hasibuan, M. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hasibuan, M. S. (2006). Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Ismail, A. U., & Castrawijaya, C. (2010). Manajemen Masjid. Bandung: Angkasa. M. Munir., & Wahyu Ilaihi. (2006). Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana.

Marno, & Supriyatno, T. (2008). Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam. Bandung: PT Refika Aditama.

Mualimin. (n.d.). Manajemen Dakwah melalui Bantuan Kemanusiaan Korban Banjir di Kabupaten Sambas . Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic

Studies, 11(1) (2017), 111-132. DOI: 10.15575/idajhs.v11i1.1356 .

Nugraha, F. (2016). Manajemen Masjid. Bandung: LEKKAS.

Puspitasari, M. (2018). Implementasi Manajemen DKM dalam Meningkatkan Pemberdayaan Masjid . Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah, 3(4), 2018,

293-310 DOI: 10.15575/tadbir , 293.

Safei, A. A. (2017). Sosiologi Islam. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Saragih, M. H. (1982). Azas-Azas Organisasi dan Manajemen. Bandung: Tarsito.

(16)

Referensi

Dokumen terkait