1
STUDI MUTU IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis Blkr) GORENG
DAN ASAP YANG DIPASARKAN DI KOTA PADANG
A Study of the quality of fried and smoked bilih fish at padang market
Yeyen Diana1 , Yempita Efendi2, Yusra2
Email-YeEn_dii@yahoo.com Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Bung Hatta
ABSTRAK
The purpose of this study is to find out the quality characteristic of bilih fish fried and smoked (fried and smoked bilih) which are sold in Padang city ( Toko Mahkota, Christine Hakim and Shirley) especially chemical test (protein, fat, water, ash and carbohydrate analysis), organoleptic test and microbiology analysis. This research applies descriptive method.
Based on the chemical analysis the average number of protein in fried bilih from the shop is 14,70%, fat 14,33%, water 12,55%, ash 13,06% and carbohydrate 45,36%. The organoleptic test for fried bilih from Mahkota are: appearance 8,2, smell 7,7, taste 7,3 and fungi 2,7. From Christine Hakim: appearance 8,2, smell 7,5, taste 6,6 and fungi 2,4. From Shirley: appearance 7,9, smell 7,6, taste 6,7 and fungi 2,0. The organoleptic test for smoked bilih from Mahkota are: appearance 8,4, smell 7,3, taste 7,5 and fungi 2,7. From Christine Hakim: appearance 7,3, smell 7,5, taste 7,2 and fungi 2,4. From Shirley: appearance 7,4, smell 6,9, taste 6,3 and fungi 2,0. Microbiologi test of the amount of bacteria in fried bilih from Mahkota is 1,7 x 109 koloni/gr, Christine Hakim is 1,6 x 109 koloni/gr, Shirley is 1,4 x 109 koloni/gr. Meanwhile the amount of bacteria in smoked bilih from Mahkota is 1,7 x 109 koloni/gr, Christine Hakim is 2,0 x 109 koloni/gr and Shirley is 2,0 x 109 koloni/gr.
2
1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang berperan dalam usaha memenuhi kebutuhan protein tubuh manusia. Disamping harganya yang murah dan mudah diperoleh, dibandingkan dengan protein hewani lainnya ikan mengandung nilai gizi yang tinggi, sehingga bila ditinjau dari sudut ekonomi rumah tangga maka usaha perikanan adalah usaha ekonomi yang cukup penting. Ikan juga mengandung gizi yang tinggi diantaranya mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita yang telah rusak. Pengolahan ikan dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya. Pengolahan ikan meliputi cara memilih ikan segar, perlakuan pada ikan, dan cara menghambat kebusukan.
Penggorengan merupakan salah satu proses pemasakan yang popular karena masakan hasil penggorengan menjadi lebih gurih, berwarna lebih menarik, nilai gizi meningkat dan waktu pemasakan yang lebih cepat, Damayanthi (1994) dalam Sumiati
(2008). Pengasapan merupakan cara
pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada dipermukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan,
(Yusra dan Efendi, 2010).
Ikan Bilih atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensis Bleeker adalah ikan yang hidup di Danau Singarak,
Sumatera Barat Kottelat, et al. (1993). Sebagai ikan yang endemik, ikan Bilih hidup dalam geografis yang terbatas sehingga didunia hanya ditemukan di danau Singkarak. Oleh karena itu, danau Singkarak merupakan habitat asli ikan Bilih Kartamihardja dan
Sarnita (2003). Berdasarkan pengamatan
dilapangan beragam jenis pegolahan ikan Bilih ditemukan di antaranya yaitu pangek ikan Bilih, rendang ikan Bilih, Goreng ikan Bilih cabe merah dan rakik ikan Bilih. Ikan Bilih goreng dan asap merupakan produk yang sangat disukai oleh konsumen yang dipasarkan di ketiga toko tersebut.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Mengetahui karakteristik mutu ikan Bilih goreng dan asap yang dipasarkan di kota Padang (Toko Mahkota, Christine Hakim dan Shirley). Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai informasi untuk standar (SNI) ikan bilih yang dipasarkan di kota Padang (Mahkota, Christine Hakim dan Shirley).
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sampel diambil dari toko yang menjual ikan bilis olahan, kemudian sampel dibawa ke Laboratorium. Selanjutnya dilakukan uji kimia, mikrobiologi dan uji organoleptik. Parameter kimia yang diukur adalah Kadar Protein, Lemak, air, abu dan kadar karbohidrat. Sedangkan parameter organoleptik yang diukur adalah penampakan, bau, rasa dan keberadaan jamur. Data yang didapat kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif.
3 Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Mei-Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Dasar Universitas Bung Hatta Padang dan Laboratorium Teknologi Pertanian Universitas Andalas. Bahan yangdigunakan dalam penelitian ini adalah ikan Bilih goreng dan asap yang dipasarkan di kota Padang. Sampel diambil dari toko Mahkota, Christine Hakim dan Shirley.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Kimia Ikan Bilih Goreng
Rata-rata nilai analisis kimia ikan Bilih goreng dapat dilihat pada Gambar 1.
Kadar Protein
Dari Gambar 1 terlihat bahwa kadar protein tertinggi pada sampel yang diambil dari toko Shirley dengan rata-rata kadar protein 15,99%, dan terendah pada sampel Mahkota dengan rata-rata kadar protein 13,91%. Perbedaan kadar protein pada ketiga toko tersebut mungkin disebabkan oleh
perbedaan prosedur pengolahannya. Tiap-tiap toko diduga menerapkan cara yang berbeda dalam prosedur penanganannya. Dari ketiga sampel yang memenuhi SNI 2013 adalah sampel dari Shirley dan Christine Hakim. Berdasarkan (SNI.7760:2013) kadar protein untuk ikan Bilih goreng adalah 15%. Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan, kemasan Shirley dan Christine Hakim dibungkus lebih rapat dari pada kemasan Mahkota.
Protein ikan memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging sapi yaitu argininya, sedangkan pada daging sapi lisin dan histidinnya lebih banyak. Mutu cerna protein merupakan kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim pencernaan (protease). Faktor yang dapat mempengaruhi mutu cerna protein adalah pengolahan panas misalnya reaksi maillard, faktor anti nutrisi, serta reaksi antara protein (asam amino) dengan komponen lain (Adawyah, 2007).
Gambar 1. Hasil Analisis Kadar Kimia Ikan Bilih Goreng
Kadar Lemak
Dari Gambar 1 terlihat bahwa kadar lemak ikan Bilih goreng rata-rata kadar lemak yang tertinggi pada sampel dari Shirley dengan nilai 33,54%. Rata-rata kadar lemak terendah pada sampel ikan Bilih
goreng dari Christine Hakim dengan nilai 30,21%. Jika dibandingkan dengan nilai (SNI.7760:2013) untuk kadar lemak ikan Bilih goreng tidak melebihi 30%. Dari ketiga
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
Mahkota Christine Hakim Shirley
Protein Lemak Air Abu Karbohidrat
13 .9 1 % 32 .9 3 % 7 .8 7 % 10 .3 6 % 34 .9 2 % 15 .0 2 % 3 0. 21 % 9. 23 % 9. 23 % 35 .7 7 % 15 .9 9 % 33 .5 4 % 10 .7 0 % 10 .7 0 % 3 1. 36 %
4 sampel tersebut, semuanya tidak memenuhi
persyaratan SNI. Dari hasil penelitian yang dilakukan yang mendekati dengan nilai SNI adalah sampel dari Christine Hakim. Ketaren
(1986) mengatakan bahwa suhu penggorengan
merupakan salah satu faktor yang akan menentukan mutu hasil gorengan, suhu penggorengan mempengaruhi pada penampakan, flavor, lemak yang terserap, dan stabilitas penyimpanan serta faktor ekonomi.
Kadar Air
Dari Gambar 1 terlihat bahwa kadar air terendah terdapat pada sampel dari Christine Hakim dengan nilai 9,23%, dan nilai yang tertinggi terdapat pada sampel dari Shirley dengan nilai 10,70%. Nilai (SNI.7760:2013) untuk kadar air ikan Bilih goreng maksimal 5%, namun setelah dilakukan penelitian maka Ketiga sampel tersebut mengandung kadar air lebih dari 5% sehingga dapat di simpulkan bahwa ketiga sampel tersebut semuanya tidak memenuhi nilai SNI 2013. Hal ini mungkin bisa disebabkan oleh karena lamanya waktu penggorengan serta cara penangannya setelah di lakukan penggorengan.
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati (Winarno, 1997
dalam Sumiati, 2008).
Kadar Abu
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa kadar abu ikan Bilih goreng terendah terdapat pada sampel dari Christine Hakim dengan nilai 9,23%, dan nilai tertinggi terdapat pada sampel dari Shirley dengan nilai 10,70%. Jika dibandingkan dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI.7760:2013) terlihat bahwa kadar abu ikan Bilih goreng maksimal 12%. Dan dapat disimpulkan bahwa ke tiga sampel tersebut sudah memenuhi SNI 2013 yang berlaku. Winarno
(1993) dalam Darwis (2011) menyatakan
dalam penelitian nilai abu, bahan organik yang terdapat dalam makanan akan terbakar, sedangkan bahan anorganik tidak terbakar.
Kadar Karbohidrat
Dari Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat ikan Bilih goreng berkisar antara 31,63% - 35,77%. Hal ini diduga di sebabkan oleh karena penanganan yang di lakukan oleh tiap tiap pengolah yang berbeda-beda baik pada saat sebelum penggorengan maupun pada saat setelah penggorengan. Hubungan karohidrat dengan penanganan hasil ikan Bilih goreng yang dipasarkan dari ketiga toko adalah semakin bagus cara penanganan terhadap ikan Bilih goreng maka kadar karbohidrat yang terkandung di dalam ikan tersebut tetap terjaga.
3.2 Organoleptik Ikan Bilih Goreng
Hasil uji organoleptik ikan Bilih goreng disajikan pada Gambar 2 berikut ini :
5 Gambar 2. Nilai Organoleptik Ikan Bilih Goreng
Kenampakan
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa nilai kenampakan berkisar antara adalah 7,9 – 8,1 dengan rata-rata 8,2. Artinya rata-rata kenampakan untuk ikan Bilih goreng yang dipasarkan di toko adalah sebagai berikut: menarik, bersih, coklat emas, bercahaya menurut jenis. Ikan goreng mempunyai permukaan luar yang berwarna coklat keemasan. Munculnya warna ini disebabkan karena reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama, suhu menggoreng, dan komposisi kimia pada permukaan luar ikan, sedangkan jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan ikan (Ketaren,
1986 dalam Hariyani 2006). Bau
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa nilai bau ikan Bilih goreng berkisar antara 7,5 - 7,7 dengan rata-rata7,3. artinya kurang harum, tanpa bau tambahan mengganggu. Hal ini di sebabkan karena penanganan yang kurang teliti pada saat ikan masih dalam keadaan segar sehingga kadar lemak yang ada dalam tubuh ikan telah terjadi oksidasi.
Darwis (2011) mengatakan bahwa kelezatan
suatu makanan dapat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam banyak hal, aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan.
Rasa
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa nilai rasa untuk ikan Bilih goreng berkisar antara 6,6 - 7,3 dengan rata-rata 7,3. Artinya enak, terang dan gurih. Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan.
Jamur
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa skor nilai untuk jamur berkisar antara 2,0 – 2,7 dengan rata-rata 2,6. Artinya tidak tampak secara kasat mata. Ikan yang terinfeksi jamur menunjukan gejala klinis seperti, terlihat adanya benda yang menyerupai kapas pada sirip dan permukaan kulit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Stoskopf (1993) yang menyatakan bahwa
ikan yang terinfeksi jamur terlihat adanya benda yang menyerupai kapas pada permukaan kulit atau insang. Selain itu, keberadaan jamur dalam jumlah banyak menyebabkan ikan yang terinfeksi mengalami kematian dan menyebabkan kerugian bagi para pembudidaya (Neish,
1977).
3.3 Analisis Bakteri Ikan Bilih Goreng
Hasil analisis mikrobiologi Ikan Bilih disajikan pada Gambar 3 sebagai berikut
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0
Mahkota Christine Hakim Shirley
Kenampakan Bau Rasa Jamur
8 . 7. 7 7. 3 2. 7 8 .1 7. 5 6. 6 2 .4 7 .9 7 .6 6. 7 2. 0 S k o r
6 Gambar 3: Total Bakteri Ikan Bilih Goreng
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa jumlah bakteri yang terbanyak terdapat pada sampel dari Mahkota dengan nilai 1,7 x 109 koloni/gr, selanjutnya diikuti sampel dari Christine Hakim dengan nilai 1,6 x 109 koloni/gr sedangkan untuk nilai bakteri terendah terdapat pada sampel dari Shirley dengan nilai 1,4 x 109 koloni/gr. Jika dibandingkan dengan (SNI.7760:2013) untuk nilai total bakterinya yaitu 1.0 x 102 koloni/gr, dari ketiga sampel rata-rata belum memenuhi standar SNI.
Alfrianto dan Liviawaty (1989)
menjelaskan bahwa proses pembusukan pada tubuh ikan terjadi karena perubahan proses
rigomortis, autolysis, aktifitas mikroba dan oksidasi. Pada ikan hidup mempunyai sistem kekebalan tubuh yang mampu mencegah tumbuhnya bakteri pada daging ikan. Setelah ikan mati, sistem kekebalan tersebut tidak berfungsi, sehingga memacu tumbuhnya bakteri dengan bebas. Sedangkan analisis untuk jamur yang diuji melalui organoleptik semua sampel dari toko teridentifikasi oleh bakteri jamur.
3.4 Analisis Kimia Ikan Bilih Asap
Analisis kimia dari ikan Bilih asap disajikan pada Gambar 4
Gambar 4. Nilai Analisa Kadar Kimia Ikan Bilih Asap.
Kadar Protein
Dari Gambar 4 di atas terlihat bahwa kadar protein untuk ikan bilih asap yang diperoleh dari toko berkisar antara 12,88% - 17,72%. Dimana kadar protein terendah terdapat pada sampel dari Shirley dengan nilai 12,88%, dan nilai tertinggi terdapat pada sampel dari Mahkota dengan nilai
17,72%. Berdasarkan (SNI.2725.1.2009) standar untuk ikan Bilih asap maksimalnya yaitu 15%, dari ketiga sampel semuanya tidak memenuhi SNI, yang lebih mendekati dengan nilai standar yaitu sampel dari Christine Hakim. Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan
0 0,5 1 1,5 2
Mahkota Christine Hakim Shirley
Mahkota Christine Hakim Shirley
1.7 x 109 1.6 x 109 1.4 x 109 K o l o n i / g r 0,00 20,00 40,00 60,00
Mahkota Christine Hakim Shirley
Protein Lemak Air Abu Karbohidrat
1 7. 72 % 1 3. 12 % 12 .0 8 % 13 .1 1 % 43 .9 6 % 1 3. 49 % 1 6. 56 % 14 .2 9 % 1 3. 79 % 41 .8 6 % 12 .8 8 % 13 .2 9 % 11 .2 7 % 12 .2 8 % 50 .2 7 %
7 pengeringan dan pemberian senyawa kimia
alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan., sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan
(Adawyah, 2007). Kadar Lemak
Dari Gambar 4 di atas terlihat bahwa kadar lemak untuk ikan Bilih asap yang diperoleh dari toko berkisar antara 13,12% - 16,56%. Dimana kadar lemak terendah terdapat pada sampel dari Mahkota dengan nilai 13,12%, dan nilai tertinggi terdapat pada sampel dari Christine Hakim dengan nilai 16,56%. Perbedaan dari ketiga sampel ini yaitu cara penanangan sama dengan proses pengolahan yang berbeda. Berdasarkan (SNI.2725.1.2009) standar untuk ikan Bilih asap maksimalnya yaitu 12,0%, dari ketiga sampel semuanya tidak memenuhi SNI, yang lebih mendekati dengan nilai standar yaitu sampel dari Mahkota.
Buckle dalam Darwis (2011)
mengemukakan bahwa lemak adalah bahan yang tidak larut dalam air yang dapat berasal dari hewan dan tumbuhan. Sifat ketidaklarutan lemak ini menyebabkan kadar relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan perubahan kadar protein.
Kadar Air
Dari Gambar 4 di atas terlihat bahwa kadar air untuk ikan Bilih asap yang diperoleh dari toko berkisar antara 11,27% -14,29 %. Dimana kadar air terendah terdapat pada sampel dari Shirley dengan nilai 11,27%, dan nilai tertinggi terdapat pada sampel dari Christine Hakim dengan nilai 14,29%. Tinggi rendahnya kadar air ikan
Bilih asap disebabkan lamanya pengasapan. Berdasarkan (SNI.2725.1.2009) standar untuk ikan Bilih asap maksimalnya yaitu 9,1%, dari ketiga sampel semuanya tidak memenuhi SNI, yang lebih mendekati dengan nilai standar yaitu sampel dari Shirley.
Panas yang dihasilkan dari pembakaran yang menyebabkan terjadinya proses pengeringan. Selain akibat panas, proses pengeringan terjadi karena adanya proses penarikan air dari jaringan tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa kimia yang berasal dari asap (Adawyah, 2007).
Kadar Abu
Dari Gambar 4 di atas terlihat bahwa kadar abu untuk ikan Bilih asap yang diperoleh dari toko berkisar antara 12,28% -13,11 %. Dimana kadar abu terendah terdapat pada sampel dari Shirley dengan nilai 12,28%, dan nilai tertinggi terdapat pada sampel dari Christine Hakim dengan nilai 13,79%. Perbedaan dari ketiga sampel ini diduga karena prosedur pengolahan yang berbeda. Berdasarkan (SNI.2725.1.2009) standar untuk ikan Bilih asap maksimalnya yaitu 5,53%, dari ketiga sampel semuanya tidak memenuhi SNI.
Pratama et, al., (2013) menjelaskan
bahwa kandungan abu dan komposisi ikan Bilih asap tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya, abu merupakan residu anorganik dari pembakaran senyawa organik bila bahan dibakar sempurna dalam tungku pengabuan. Analisis kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan total mineral yang terdapat pada ikan Bilih asap.
Kadar Karbohidrat
Dari Gambar 4 di atas terlihat bahwa kadar karbohidrat untuk ikan Bilih asap yang diperoleh dari toko berkisar antara 41,86% - 50,27 %. Dimana kadar karbohidrat terendah terdapat pada sampel dari Christine Hakim
8 dengan nilai 41,86%, dan nilai tertinggi
terdapat pada sampel dari Christine Hakim dengan nilai 50,27%. Perbedaan dari ketiga sampel ini diduga karena perbedaan bahan baku ikan Bilih segar.
Kadar karbohidrat yang terkandung dalam ikan Bilih asap sangat dipengaruhi
oleh kandungan karbohidrat alami bahan baku yang digunakan dan proses pengasapan yang dilakukan. Karbohidrat kompleks dapat mengalami hidrolisis dengan adanya suhu panas dan asam menjadi senyawa-senyawa karbohidrat yang lebih sederhana (Fennema,
1996). 3.5. Oraganoleptik Ikan Bilih Asap
Gambar 5 : Nilai Uji Organoleptik Ikan Bilih Asap
Kenampakan
Berdasarkan gambar 5 terlihat bahwa nilai kenampakan ikan Bilih asap berkisar antara 7,3 – 8,5 dengan rata-rata 7,7. Artinya menarik, bersih, coklat emas, bercahaya menurut jenis. Kenampakan ikan asap memiliki nilai yang bervariasi pada setiap tempat pengolah. Hal ini kemungkinan dikarenakan asap yang diserap oleh tubuh ikan sangat bervariasi (tergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan) sehingga memungkinkan warna pada permukaan ikan juga berbeda. Selain itu, jumlah kadar air juga dapat mempangaruhi nilai kenampakan tersebut, dimana semakin tinggi kadar airnya maka nilai kenampakannya semakin rendah. Menurut (Afrianto et, al., 1989).
Bau
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa nilai bau ikan Bilih asap berkisar antara 6,9 – 7,5 dengan rata-rata 7,2. Yang artinya kurang harum, tanpa bau tambahan mengganggu. Kelezatan suatu makanan dapat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam banyak hal, aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan (Sukarto dalam Darwis
2011).
Berdasarkan hasil penelitian
Morintoh (2004) dalam Lombangadil et,
al., (2013), ikan yang diasap selama 12 jam
lebih baik baunya dibandingkan ikan yang diasapi selama 6 jam, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa semakin lama waktu pengasapan maka akan semakin
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0
Mahkota Christine Hakim Shirley
Kenampakan Bau Rasa Jamur
8 .4 7 .3 7.5 2 .7 7 .3 7.5 7.2 2 .4 7 .4 6 .9 6. 3 2. 0 S k o r
9
Rasa
Hampir semua bahan pangan yang dikonsumsi faktor utama yang perlu diperhatikan adalah rasa. Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Sebaran nilai untuk skor rasa dapat dilihat pada Gambar. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa nilai rasa untuk ikan Bilih asap yang dipasarkan
di toko berkisar antara 6,3 – 7,5 dengan rata-rata 7,0. Artinya enak, terang dan gurih.
Mutu ikan asap sangat dipengaruhi oleh bahan baku, jenis bahan bakar, penyiapan proses, suhu dan lama pengasapan serta pengemasannya sehingga dihasilkan ikan asap dengan cita rasa dan aroma yang khas.
Jamur
Jamur adalah suatu organisme yang memerlukan temperatur hangat dan kelembaban yang tinggi untuk tumbuh. Selain itu jamur juga menyukai makanan yang memberikan nutrisi bagi perkembang biakannya sperti, makanan yang tidak dikemasi. Ada atau tidaknya jamur pada produk ikan olahan dalam hal ini adalah ikan Bilih asap sangat berpengaruh terhadap
mutu dari ikan. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa skor nilai untuk jamur berkisar antara 2,0 – 2,7 dengan rata-rata 2,6. Yang artinya tidak tampak secara kasat mata.
3.6 Analisis Bakteri Ikan Bilih Asap
Gambar 6 : Analisis Bakteri Pada Ikan Bilih Asap Analisis jumlah bakteri pada ikan
Bilih asap yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa jumlah bakteri terbanyak terdapat pada sampel dari Christine Hakim dengan nilai 2,0 x 109 koloni/gr, nilai terendah terdapat pada sampel dari Shirley dengan nilai 1,3 x
109 koloni/gr. Perbedaan dari ketiga sampel ini diduga dari cara pengemasan yang bisa menyebabkan bakteri akan tumbuh. Jika dibandingkan dengan (SNI.2725.1.2009) Rata-rata total bakterinya yaitu 1.0 x 105 koloni/gr, dari ketiga sampel tersebut belum memenuhi standar yang berlaku.
1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,2
Mahkota Christim Hakim Shirley
1.7 x 109 2.0 x 109 1.3 x 109 K o l o n i / g r
10 Secara mikrobiologis keberadaan
mikroba dalam produk ikan Bilih asap digunakan sebagai parameter kebusukan untuk melihat tingkat kemunduran mutu produk dan tingkat kelayakannya untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan kerusakan mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta
kadang- kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat (Muchtadi, 2008).
3.7 Perbandingan Antara Pengolah dan Toko
3.7.1 Ikan Bilih Goreng Analisis Kimia
Gambar 7 : Perbandingan Mutu Ikan Bilih Goreng Pengolah dan Toko Dari Gambar 7 terlihat bahwa nilai
kadar protein ikan Bilih goreng sampel dari pengolah lebih tinggi dari toko. Nilai sampel dari pengolah adalah 15,01% sedangkan nilai dari toko adalah 14,98%, untuk nilai kadar lemak sampel dari toko lebih tinggi dari pengolah, nilai sampel dari toko adalah 32,23% sedangkan nilai untuk sampel dari pengolah adalah 31,58%, untuk nilai kadar air sampel dari pengolah lebih tinggi dari pada toko, nilai untuk kadar air dari
pengolah adalah 9,44%, sedangkan untuk toko adalah 9,27%, sedangkan nilai untuk kadar abu pengolah lebih tinggi dari pada toko, nilai kadar abu pengolah adalah 12,85% sedangkan nilai untuk toko adalah 10,10%, dan untuk nilai kadar karbohidrat nilai untuk toko lebih tinggi dari pada pengolah, nilai untuk toko adalah 34,02% sedangkan nilai pengolah adalah 31,03%.
Uji Organoleptik 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 Pengolah Toko
Protein Lemak Air Abu Karbohidrat
1 5 .0 1 % 3 1 .5 8 1 % 9 .4 4 % 12 .8 5 % 3 1 .0 3 % 1 4 .9 8 % 3 2 .2 3 % 9 .2 7 % 1 0 .1 0 % 3 4 .0 2 %
11 Gambar 8 : Perbandingan Mutu Organoleptik Ikan Bilih Goreng Pengolah dan Toko
Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa perbandingan nilai organoleptik antara pengolah dan toko tidak begitu jauh perbedaannya. Untuk nilai kenampakan pengolah adalah 7,3 sedangkan toko 8,1, untuk nilai bau pengolah 7,3 sedangkan toko
7,2, untuk nilai rasa pengolah 7,3 sedangkan toko 7,0, dan untuk nilai jamur pengolah 2,6, sedangakan toko hanya 2,4. Nilai kenampakan pada toko lebih tinggi dari pengolah ini disebabkan karena sampel dari toko lebih menarik.
Analisis Bakteri
Gambar 9 : Perbandingan Total Bakteri Dari Pengolah dan Toko
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 Pengolah Toko
Kenampakan Bau Rasa Jamur
7. 3 7 .3 7. 3 2 .6 8. 1 7. 2 7 .0 2. 4 S k o 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 Pengolah Toko 1.5 x 109 1.6 x 109 K o l o n i / g r
12
3.7.2 Ikan Bilih Asap Analisis Kimia
Gambar 10 : Perbandingan Mutu Kimia Ikan Bilih di Pengolah dan Toko
Dari Gambar 10 terlihat bahwa nilai kadar protein ikan Bilih asap sampel dari pengolah lebih tinggi dari toko. Nilai sampel dari pengolah adalah 17,70% sedangkan nilai dari toko adalah 14,70%, untuk nilai kadar lemak sampel dari pengolah lebih tinggi dari toko, nilai sampel dari pengolah adalah 17,19% sedangkan nilai untuk sampel dari toko adalah 14,33%, untuk nilai kadar air sampel dari pengolah lebih tinggi dari pada
toko, nilai untuk kadar air dari pengolah adalah 13,26%, sedangkan untuk toko adalah 12,55%, sedangkan nilai untuk kadar abu pengolah lebih tinggi dari pada toko, nilai kadar abu pengolah adalah 13,08% sedangkan nilai untuk toko adalah 13,06%, dan untuk nilai kadar karbohidrat nilai untuk toko lebih tinggi dari pada pengolah, nilai untuk toko adalah 45,37% sedangkan nilai pengolah adalah 38,76%.
Uji Organoleptik
Gambar 11 : Perbandingan Organoleptik Dari Pengolah dan Toko
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 Pengolah Toko
Protein Lemak Air Abu Karbohidrat
1 7 .7 0 % 1 7 .1 9 % 1 3 .2 6 % 1 3 .0 8 % 3 8 .7 6 % 1 4 .7 0 % 1 4 .3 3 % 1 2 .5 5 % 1 3 .0 6 % 4 5 .3 7 % 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 Pengolah Toko
Kenampakan Bau Rasa Jamur
7 .6 7 .3 7 .1 2. 7 7 .7 7 .2 7. 0 2 .4 S k o
13 Berdasarkan Gambar 11 terlihat
bahwa perbandingan nilai organoleptik antara pengolah dan toko tidak begitu jauh perbedaannya. Untuk nilai kenampakan pengolah adalah 7,6 sedangkan toko7,7,
untuk nilai bau pengolah 7,3 sedangkan toko 7,2, untuk nilai rasa pengolah 7,1 sedangkan toko 7,0,dan untuk nilai jamur pengolah 2,7,
sedangakan toko hanya 2,4
Analisis Bakteri
Gambar 12 : Perbandingan Total Bakteri Dari Pengolah dan Toko Dari Gambar 12 terlihat bahwa
jumlah bakteri toko lebih banyak daripada pengolah. Untuk nilai bakteri dari toko yaitu 1,7 x109 koloni/gr sedangkan untuk pengolah 1,4 x 109 koloni/gr. Mikroorganisme penyebab kerusakan makanan adalah bakteri dan jamur. Organisme utama sebagai perusak pada makanan produk hasil perikanan adalah bakteri, karena kondisi ikan memang cocok untuk pertumbuhan bakteri (Adawyah,
2007). Hampir sebagian besar tubuh ikan
mengandung banyak air sehingga merupakan
media yang cocok bagi pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroorganisme lainnya. Dengan mengurangi kadar air didalam tubuh ikan, aktivitas bakteri akan terhambat sehingga proses pembusukan dapat dicegah
(Afrianto dan Liviawaty, 1989). 4. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata-rata kadar protein ikan Bilih goreng yang berasal dari ketiga toko
yaitu 14,70%, lemak 33,23%, air 9,27%, abu 10,1% dan karbohidrat 34,2%, 2. Sedangkan Kadar protein ikan Bilih asap
dari ketiga toko yaitu 14,70%, lemak 14,33%, air 12,55%, abu 13,06%, dan karbohidrat 45,36%.
3. Mutu organoleptik ikan Bilih goreng dari toko Mahkota yaitu kenampakan 8,2, bau 7,7, rasa 7,3 dan jamur 2,7. Untuk sampel dari Christine Hakim yaitu kenampakan 8,2, bau 7,5, rasa 6,6 dan jamur 2,4. Dan sampel Shirley yaitu kenampakan 7,9, bau 7,6, rasa 6,7 dan jamur 2,0. Sedangkan untuk skor nilai ikan Bilih asap dari toko Mahkota yaitu
kenampakan 8,4, bau 7,3, rasa 7,5 dan jamur 2,7. Untuk sampel dari Christine Hakim yaitu kenampakan 7,3, bau 7,5, rasa 7,2 dan jamur 2,4. Dan untuk sampel dari Shirley yaitu kenampakan 7,4, bau 6,9, rasa 6,3 dan jamur 2,0. 4. Jumlah bakteri ikan Bilih goreng dari
Toko Mahkota yaitu 1,7 x 109, Christine hakim 1,6 x 109 dan Shirley 1,4 x 109. Sedangkan untuk jumlah bakteri ikan Bilih asap dari Mahkota yaitu 1,7 x 109, Christine Hakim 2,0 x 109 dan Shirley 1,3 x 109. 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 Pengolah Toko 1.4 x 109 1.7 x 109 K o l o n i / g r
14 5. Secara umum didapat kesimpulan bahwa
ikan Bilih goreng dan asap yang di pasarkan di Kota Padang (Mahkota, Christine Hakim dan Shirley) masih belum memenuhi SNI.
Diharapkan kepada toko (Mahkota, Christine Hakim dan Shirley) untuk dapat membina pengolah ikan Bilih supaya mutu ikan Bilih goreng dan asap yang dipasarkan mutunya memenuhi standar SNI.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan
Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi
Aksara, Jakarata.
Alfrianto, E dan E. Liviawaty, 1989.
Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and
M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jurnal.
Damayanthi, E. 1994. Pengaruh Pengolahan terhadap Zat Gizi Bahan Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Darwis. D.P. 2011. Studi Uji Mutu Ikan Asin Budu di Beberapa Daerah Sumatra
Barat. Skripsi Universitas Bung Hatta. Padang.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak. Jakarta : UI
Press
Murniayati dan Sunarman, 2000.
Pendinginan, Pembekuan dan
Pengawetan Ikan. Penerbit
Kanasius, Yogyakarta.
Neish, G. W. 1977. Observations on
Saprolegniasis of Adult Sockeye
Salmon, Oncorhynchus nerka. Journal Fish Biology. 10:513-522.
Soekarno, S., 1990. Dasar Pengawetan
dan Standarisasi Mutu Bahan Pangan Departeman Perikanan dan Kelautan. Dirjen Perguruan tinggi
Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Stoskopf, M. K. 1993. Fish Medicine. WB Saunders Company. Mexico.
Winarno, F. G. 1993. Pengantar Teknologi
Pangan. PT. Gramedia Jakarta.
Yusra,dan Y. Efendi. 2010. Dasar – dasar
Teknologi Hasil Perikanan. Bung