• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kriminologi

1. Pengertian Kriminologi

Kriminologi sebagai ilmau pembantu dalam hukum pidana yang memberikan pemahaman yang mendalam tentang fenomena kejahatan, sebab dilakukannya kejahatan dan upaya yang dapat menanggulangi kejahatan. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari berbagai aspek. Kriminologi pertama kali dikemukakan

oleh P. Topinard1, seorang ahli Antropologi Francis.

“Secara etimologi kriminologi terdiri dari dua buah kata, yaitu crime (kejahatan) dan logos (ilmu pengetahuan).

Maka kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu

pengetahuan tentang kejahatan”.

Beberapa sarjana memberikan dafinisi kriminologi sebagai berikut: 1. Edwin H. Sutherland : Criminology is the body of knowledge regarding delegency and crime as social phenomena (kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas kenakalan remaja dan kejahatann sebagai gejala social).

2. W.A. Bonger : kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya

1

(2)

13 3. J. Constant : kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab-sebab terjadinya kejahatan.

W.A. Bonger2, kemudian lebih lanjut mengidentifikasi kriminologi

ini menjadi kriminologi murni yang mencakup : 1. Antropologi Kriminal

Ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatic). Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa ? apakah ada hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya.

2. Sosiologi Kriminal

Ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat yang ingin menjawab sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.

3. Psikologi Kriminal

Ilmu pengetahuan yang tentang penjahat dilihat dari sudut jiwanya.

4. Psikopatologi dan neuropatologi Kriminologi Ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa

2

Topo Santoso dan Eva Achajani Ulfa, Kriminologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011)

(3)

14 5. Penology

Ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya

hukuman.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

kriminologi pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari kejahatan, untuk memahami sebab-sebab terjadinya kejahatan serta upaya-upaya apa yang dilakukan untuk menanggulangi kejahatan.

Objek kriminologi sendiri adalah orang yang melakukan kejahatan

itu, bertujuan untuk mempelajari apa sebab-sebabnya orang melakukan kejahatan dan apa yang menimbulkan kejahatan tersebut. Apakah kejahatan timbul karena bakat orang tersebut adalah jahat ataukah disebabkan karena keadaan masyarakat sekitarnya baik keadaan sosiologis maupun ekonomis.

B. Tinjauan umum Tentang Balapan Liar

Bertolak dari semua penjelasan kenakalan remaja yang telah dikemukakan diatas maka dapat diketahui bahwa masalah kenakalan remaja, bukanlah suatu hal yang mudah karena masalah kenakalan remaja itu sendiri mencakup hal yang sangat luas, maka dari itu penulis hanya menfokuskan pembahasannya pada salah satu bentuk kenakalan remaja yakni balapan liar.

1. Pengertian Balapan Liar

Balapan liar terdiri dari dua kata yaitu kata “balapan” dan kata “liar”. Kata balapan berasal dari kata “balap” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa mengandung arti (lomba) adu

(4)

15 kecepatan, pacuan. “membalap” artinya berlari kencang hendak mendahului orang yang berlari di depannya, memacu lebih cepat. ”membalapkan” artinya membawa kendaraan berlari kencang. “pembalap” artinya orang yang turut dalam lomba adu cepat . “balapan” artinya yang sama dengan “berbalapan” yaitu lomba adu kecepatan.

Kata yang kedua dari balapan liar adalah kata “liar” berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa kata “liar” memiliki arti yang berbeda-beda berdasarkan objek yang ditunjukan. Dalam kamus besar bahas Indonesia, yang menjadi objek dari kata “liar” yaitu hewan,orang, dan peraturan atau hukum.

1. Yang menjadi objek adalah hewan, kata “liar” memiliki arti tidak ada yang memelihara, tidak dipelihara orang, tidak(belum) jinak, tidak tenag, buas atau ganas.

2. Yang menjadi objek adalah orang, kata “liar” memiliki arti belum beradab

3. Yang menjadi objek adalah peraturan atau hukum, kata “liar” memiliki arti tidak teratur, tidak menurut aturan, tidak resmi ditunjuk atau diakui oleh yang berwenang, tanpa izin resmi dari yang berwenang, tidak memiliki izin usaha.

Dari tiga objek diatas, yang dapat diserap adalah pengertian yang ketiga yaitu pengertian kata “liar” memiliki arti tidak teratur, tidak

(5)

16 menurut aturan,tidak resmi ditunjuk atau diakui oleh yang berwenang, tanpa izin resmi dari yang berwenang, tidak memeliki izin usaha.

Setelah mengartikan satu persatu unsur kata dari balapan liar, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ”balapan liar” adalah lomba adu kecepatan yang dilakukan secara tidak teratur dan tanpa izin resmi dari yang berwenang.

Perbedaan antara balapan resmi dengan balapan liar adalah :

1. Balapan resmi diketahui oleh pihak yang berwenang dan memiliki izin pelaksanaan, sedangkan balap liar sama seakli tidak diketahui oleh pihak yang berwenang dan tidak memiliki izin.

2. Balapan resmi memilikki tempat yang jelas, tetap, dan aman, sedangkan balapan liar tidak memiliki tempat yang jelas,tetap,dan aman. Balapan liar selalu berpindah-pindah 3. Balapan resmi mementingkan keselamatan dan tidak

mengganggu lalu lintas, sedangkan balapan liar tidak mementingkan keselamatan dan sagat menggangu lalu lintas karena dilakukan pada jalanan umum.

2. Ketentuan Pidana Balapan Liar

Pidana biasa didefinisikan sebagai hukuman atau suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana

(6)

17

Dalam Pasal 10 KUHPidana yang ditulis oleh R.Soesilo3 terdapat jenis

pidana atau hukuman - hukuman, yaitu : a. Hukuman-hukuman pokok : 1. Hukuman mati 2. Hukuman penjara 3. Hukuman kurungan 4. Hukuman denda b. Hukuman-hukuman tambahan

1. Pencabutan beberapa hak yang tertentu 2. Perampasan barang yang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim

Ketentuan pidana terhadap pelanggaran lalu lintas jalan diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 sebagaimana perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdiri atas pidana kurungan dan pidana denda.

Pidana kurungan dijelaskan oleh R.Soesilo4 dalam Pasal 18 KUH

Pidana, bahwa minimun umum kurungan adalah satu hari dan maksimun umum satu tahun, tempo satu tahun ini dapat ditambah sampai menjadi satu tahun empat bulan dalam hal: 1. Gabungan perbuatan, 2. Recidive, 3. ketentuan pada Pasal 52 KUH Pidana. Pidana kurungan dapat sebagai pengganti dari pidana denda, jika orang

3 Soesilo. R. 1995 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Lengkap

Komentar-komentarnya. Lengkap Pasal demi Pasal, cetak ulang. Bogor. Politeia

4

Soesilo. R. 1995 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Lengkap Komentar-komentarnya. Lengkap Pasal demi Pasal, cetak ulang. Bogor. Politeia

(7)

18 tersebut/ terpidana tidak dapat atau tidak mampu membayar denda yang harus dibayarnya menyangkut perkara yang tidak begitu berat.

Pidana denda sendiri diatur dalam Pasal 30 KUHPidana dikatakan bahwa jumlah denda itu sekurang-kurangnya dua puluh lima sen, bila denda tidak dibayar. Maka harus diganti dengan pidana kurungan yang sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama enam bula. Lamanya pidan kurungan itu ditetapkan dalam putusan hakim bahwa untuk denda setengah rupiah atau kurungan dapat dijatuhkan selama-lamanya delapan bulan dalam hal denda maksimalnya ditambah karena adanya gabungan kejahatan, pengulangan kejahatan atau karena ketentuan Pasal 52 KUHPidana.Sesuai dengan Undang-Undang lalu No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, ketentuan pidana mengenai pelanggaran yang tekait dengan balapan liar diatur dalam Pasal 283, Pasal 284,Pasal 287 Ayat (5),Pasal 297, Pasal 311 Ayat (1). Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :

Pasal 283

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

(8)

19 Pasal 284

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 287 Ayat (5)

(5) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g atau Pasal 115 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 297

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Pasal 311 Ayat (1)

Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1

(9)

20 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

C. Konsep Dasar Remaja 1. Pengertian Remaja

Menururt Hurlock 5Masa remaja merupakan masa dimana seorang

individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah. Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial.

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal

belasan bahkan sebelum usia 11 tahun6

Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas

5

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37426/Chapter II.pdf diakses tanggal 10 November 2020

6

(10)

21 dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu

dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut7

A. Dimensi Biologis8

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon ( gonadotrophins atau gonadotrophic hormones ) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone

7

Sarlito W Sarwono, 2013, Psikologi Remaja, Jakarta, hlm 11.

8

http://hendriputra23.blogspot.com/2016/04/dimensi-masa-remaja.html diakses tanggal 10 November 2020

(11)

22 yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dan lain-lain. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja. Remaja adalah mereka yang berusia antara 12 – 21 tahun. Remaja akan mengalami periode

perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut9:

1. Masa pra pubertas ( 12 - 13 Tahun )

Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan

dari kanakkanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat juga terjadi pada fase ini.

Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka

mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering

9

Gudangmakalahku.blogspot.com/2013/05/makalah-masa-remaja-masa-pra-pubertas.html diakses pada tanggal 10 November 2020

(12)

23 diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut.

Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih

berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani

mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke rumah saudara.

Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan

(13)

24 tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat -sangat berat. Tetapi perhatian seolah-olah orang tua mengerti bahwa masalah itu berat sekali bagi remajanya, akan terekam dalam otak remaja itu bahwa orang tuanya adalah jalan keluar ang terbaik baginya. Ini akan mempermudah orang tua untuk mengarahkan perkembangan psikis anaknya.

2. Masa Pubertas ( 14 - 16 Tahun )

Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana

perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian

(14)

25 yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini. Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu.

Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan

mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturanperaturan dengan pikirannya sendiri.

3. Periode remaja Adolesen ( 19-21 Tahun)

Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai

kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini. Kenakalan remaja

(15)

26 biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa

lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari

lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya. Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.

B. Dimensi Kognitif

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal

(16)

27 operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya

dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu

mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian

(17)

28 pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

C. Dimensi moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada

(18)

29 banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak. Kemampuan berpikir dalam dimensi moral pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.

Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut. Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orang tua yang

(19)

30 bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orang tua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yangdianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.

D. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah juvenile delinquency. Juvenile berasal dari bahasa Latin “juvenilis” yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari kata “delinquenre” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, peneror, durjana,

dan lain sebagainya.10

Pada dasarnya, kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Kartini Kartono, bahwa remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat,

10

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 6

(20)

31 sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan

disebut kenakalan.11

Pengertian kenakalan remaja atau juvenile delinquency yang dikemukakan oleh para ilmuwan beragam. Namun pada intinya menyepakati bahwa kenakalan remaja merupakan perbuatan atau tingkah laku yang bersifat anti sosial. Sebagaimana juga disepakati oleh badan peradilan Amerika Serikat

pada saat pembahasan Undang-Undang Peradilan Anak di negara tersebut.12

Soedjono Dirdjosisworo13, menyatakan bahwa kenakalan anak atau remaja

mencakup tiga pengertian yaitu:

a. Perbuatan yang dilakukan orang dewasa merupakan tindak pidana (kejahatan), akan tetapi bila dilakukan oleh anak-anak belum dewasa

dinamakan delinquency seperti pencurian, perampokan dan

pembunuhan.

b. Perbuatan anak yang menyeleweng dari norma kelompok yang menimbulkan keonaran seperti kebut-kebutan, perkelahian kelompok dan sebagainya.

c. Anak-anak yang hidupnya membutuhkan bantuan dan perlindungan, seperti anak-anak terlantar, yatim piatu dan sebagainya yang jika dibiarkan berkeliaran dapat berkembang menjadi orang-orang jahat. Pengertian kenakalan remaja atau juvenile delinquency sebagai kejahatan remaja dapat diinterpretasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap

11 Ibid, hlm. 93 12

Wagiati Soetodjo, 2008, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, hlm. 9

13

Soedjono Dirdjosisworo, 1983, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, hlm. 150

(21)

32 remaja yang menjadi pelakunya, apalagi jika sebutan tersebut secara langsung menjadi semacam trade-mark. Pengertian secara etimologis telah mengalami pergeseran, akan tetapi hanya menyangkut aktivitasnya, yakni istilah kejahatan (delinquency) menjadi kenakalan. Dalam pengertian yang lebih luas tentang kenakalan remaja adalah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi

norma-norma agama.14

Wujud dari perilaku kenakalan remaja menurut Kartono,15 antara lain

sebagai berikut:

a. Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalulintas, dan membahayakan diri sendiri serta orang lain.

b. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan lingkungan sekitar.

c. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, atau tawuran. d. Membolos sekolah

e. Kriminalitas anak atau remaja berupa mengancam teman atau mengompas/memeras uang saku teman sendiri.

f. Berpesta-pora seperti mabuk-mabukan g. Melakukan seks bebas antar para remaja

h. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga mengakibatkan kriminalitas.

14

Sudarsono, 2004, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 10

15

(22)

33 Berdasarkan pendapat Kartono di atas maka balap motor liar merupakan salah satu wujud dari perilaku kenakalan remaja. Hal ini dikarenakan balap motor liar merupakan aksi kebut-kebutan di jalanan yang dapat mengganggu keamanan lalulintas yang umumnya dilakukan oleh remaja

Adapun macam dan bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak

atau remaja dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:16

a. Kenakalan biasa, adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang dapat berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan, membolos dari sekolah dan lain sebagainya.

b. Kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal, adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang merupakan perbuatan pidana, berupa

kejahatan yang meliputi: mencuri, mencopet, menodong,

menggugurkan kandungan, memperkosa, membunuh, berjudi,

menonton dan mengedarkan film porno, dan lain sebagainya.

c. Kenakalan khusus, adalah kenakalan anak atau remaja yang diatur dalam Undang-Undang Pidana Khusus, seperti kejahatan narkotika, psikotropika, pencucian uang (money laundering), kejahatan di internet (cyber crime), kejahatan terhadap HAM dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono di atas maka balap motor liar merupakan salah satu bentuk kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal. Hal ini dikarenakan balap motor liar

16

Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, 1985, Kejahatan Anak: Suatu Tinjauan dari Psikologi dan Hukum, Liberty, Yogyakarta

(23)

34 merupakan perbuatan yang melanggar Pasal 115 huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan ”berbalapan dengan kendaraan bermotor lain” dan berdasarkan Pasal 297 bahwa ”Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)”.

Jensen sebagaimana dikutip oleh Sarlito W. Sarwono,17 membagi

kenakalan remaja menjadi empat jenis yaitu :

1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, permpokan, pembunuhan, dan lain-lain.

2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, contohnya perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain-lain.

3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.

4. Kenakalan yang melawan status misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah orang tua, dan sebagainya

Berdasarkan pendapat Sarlito W. Sarwono di atas maka balap motor liar merupakan salah satu jenis kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain dikarenakan balap motor liar dapat mencelakakan pengguna jalan yang lain dan bahkan bagi para pelakunya sendiri. Namun balap motor liar dapat tergolong

17

(24)

35 sebagai jenis kenakalan yang menimbulkan korban materi karena para pelaku maupun penonton terkadang melakukan pengrusakan, seperti merusak halaman dan pekarangan di rumah masyarakat di lokasi balapan dan merusak fasilitas umum di jalan raya. Bahkan balap motor liar juga dapat tergolong ke dalam jenis kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain dikarenakan suara bising yang dikeluarkan oleh motor para pelaku balap memekakkan telinga, membuang air kecil di pekarangan rumah orang, dan menimbulkan rasa takut bagi masyarakat pengguna jalan untuk melintas di lokasi balap motor liar.

Suatu kenakalan yang dilakukan oleh remaja tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja namun ada banyak faktor yang menyebabkan remaja menjadi nakal. Seperti yang dipaparkan oleh Rice yang dikutip oleh Gunarsa dan

Gunarsa,18 terdapat 3 faktor yang mendorong terjadinya delikuensi (kenakalan)

pada remaja, yaitu:

a. Faktor Sosiologis

Faktor ini termasuk faktor eksternal yang menunjang kenakalan remaja, sehingga dapat dikatakan adanya suatu lingkungan yang delinkuen yang mempengaruhi remaja tersebut. Termasuk di dalamnya adalah latar belakang keluarga, komunitas di mana remaja berada, dan lingkungan sekolah. Ketiganya tersebut salaing berinteraksi satu dengan yang lainnya. b. Faktor Psikologis

18

S. D. Gunarsa dan Y.S.D. Gunarsa, 2006, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, hal. 273

(25)

36 Faktor ini meliputi hubungan remaja dengan orang tua dan faktor kepribadian dari remaja itu sendiri. Suasana dalam keluarga, hubungan antara remaja dengan orang tuanya memegang peranan penting atas terjadinya kenakalan remaja. Misalnya orang tua yang mengabaikan anaknya. Faktor kepribadian remaja misalnya harga diri yang rendah, kurangnya kontrol diri, kurang kasih sayang, atau karena adanya psikopatologi.

c. Faktor Biologis

Yang dimaksud dengan faktor biologis adalah pengaruh elemen fisik dan organik dari remaja itu sendiri. Misalanya adanya faktor keturunan dan juga adanya kelainan pada otak.

Adapun menurut Sofyan S. Willis,19 terdapat 4 faktor yang menyebabkan

kenakalan remaja di antaranya adalah faktor di dalam diri anak itu sendiri, faktor yang berasal dari keluarga, faktor dari lingkungan masyarakat, dan faktor yang berasal dari lingkungan sekolah. Faktor-faktor tersebut dijabarkan sebagai berikut :

a. Faktor yang ada didalam Diri Anak Sendiri 1. Presdisposing factor

Predisposing factor ini merupakan bawaan dari lahir, hal ini bisa disebabkan oleh kelainan otak, kejadian-kejadian ketika kelahiran bayi misalnya birth injury yaitu luka di kepala ketika bayi ditarik dari perut Ibu. Faktor yang lain yaitu berupa kelainan kejiwaan

19

(26)

37 seperti schizophrenia yang disebabkan karena lingkungan keluarga yang keras atau penuh tekanan terhadap anak-anak

2. Lemahnya Pertahanan Diri

Faktor ini ada di dalam diri remaja untuk mengontrol dan

mempertahankan diri dari pengaruh-pengaruh negatif di

lingkungannya.

3. Kurang kemampuan penyesuaian diri

Kurangnya kemampuan penyesuaian diri remaja akan

mengakibatkan remaja tersebut menjadi kurang pergaulan (kuper). Kemampuan penyesuaian diri ini berdampak pada daya pilih teman bergaul yang dapat membantu pembentukan perilaku positif.

4. Kurangnya dasar-dasar iman dalam diri remaja

Peran guru di sekolah sangat penting dalam meningkatkan kadar iman dalam diri remaja, terutama peran guru agama di sekolah. Orang tua juga turut berperan untuk meningkatkan kadar iman remaja, sedini mungkin orang tua dapat memberikan pelajaran agama pada anaknya

b. Faktor yang Berasal Dari Keluarga

1. Kurang mendapat kasih sayang dari Orang Tua

Orang tua yang sibuk dengan pekerjaanya sehingga tidak memberikan banyak kasih sayang dan perhatian pada anaknya dapat menjadi faktor kenakalan remaja, karena apabila kasih sayang dan perhatian yang didapat oleh remaja hanya sedikit, maka

(27)

38 apa yang remaja amat butuhkan itu terpaksa dicari di luar rumah, seperti didalam pergaulannya, yang tidak semua pergaulan itu baik. 2. Lemahnya keadaan Ekonomi Keluarga

Masa remaja yang penuh dengan keinginan-keinginan,

keindahankeindahan dan cita-cita. Anak dan remaja akan menuntut orang tuanya untuk dapat membeli barang-barang yang diinginkannya. Apabila tidak dapat dipenuhi oleh orang tuanya maka dapat menimbulkan kenakalan remaja, misalanya mencuri untuk memenuhi apa yang diinginkannya.

3. Kehidupan Keluarga yang Tidak Harmonis

Kehidupan keluarga yang tidak harmonis misalnya keluarga yang broken home yang selalu bertengakar atau orang tua yang selalu sibuk dengan urusanya sendiri sehingga jarang berkumpul dengan anakanaknya, sehingga membuat anak lebih senang bergaul degan teman sebayanya, yang bisa mempengaruhi anak ke arah negatif. c. Faktor dari Lingkungan Masyarakat

1. Kurangnya pelaksanaan ajaran-ajaran Agama secara konsekuen Masyarakat dapat menjadi penyebab kenakalan remaja, apabila di lingkungan masyarakat sangat kurang sekali melaksanakan ajaranajaran agama. Masyarakat yang kurang beragama, akan menjadi sumber berbagai kejahatan seperti kekerasan, pemerasan, perampokan dan sebagainya. Tingkah laku tersebut sangat mudah

(28)

39 mempengaruhi anakanak dan remaja yang sedang dalam masa perkembangan.

2. Masyarakat Kurang Memperoleh Pendidikan

Masyarakat dan orang tua yang kurang memperoleh pendidikan dalam memahami perkembagan jiwa anak dan bagaimana membantu ke arah pendewasaan anak sering membiarkan apa saja keinginan anak-anaknya dan kurang memberikan pengarahan pada pendidikan akhlak yang baik. Keinginan-keinginan remaja yang sering menjurus pada kenakalan remaja, misalanya berfoya-foya, pergaulan bebas, narkoba, dan sebagainya.

3. Kurangnya Pengawasan Terhadap Remaja

Pengawasan terhadap anak seharusnya dilakukan mulai sejak kecil. Hal ini akan berpengaruh pada masa remajanya nanti karena apabila pengawasan anak baru dimulai dengan ketat di masa remaja maka akan menimbulkan konflik antara anak dengan orang tua. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan tingkah laku yang kurang baik dan menumbuhkan tingkah laku yang positif.

4. Pengaruh Norma-Norma Baru dari Luar

Norma yang datang dari barat, baik melalui film dan televisi, pergaulan sosial, model dan lain-lain. Remaja akan dengan cepat meniru apa saja yang dilihat di film-film barat seperti contoh pergaulan bebas.

(29)

40 d. Faktor yang Berasal dari Lingkungan Sekolah

1. Faktor Guru

Guru yang mengajar hanya asal-asalan saja, sering bolos, dan tidak meningkatkan pengetahuan mengajarnya, dapat membuat murid-murid di kelasnya menjadi korban, kelas akan menjadi kacau, murid-murid berbuat sekehendak hatinya dan hal seperti itu yang memicu kenakalan.

2. Faktor Fasilitas Pendidikan

Kurangnya fasilitas pendidikan dapat menjadi sumber gangguan pendidikan. Gangguan dalam belajar dapat menyebabkan terjadinya kenakalan pada remaja

3. Norma-norma Pendidikan dan Kekompakkan Guru

Apabila para guru konsekuen dan kompak dengan norma atau aturan yang di ajarkan pada murid-muridnya, maka dapat membuat muridnya menjadi patuh, dan begitupula sebaliknya.

4. Kekurangan Guru

Kekurangan guru di dalam suatu sekolah dapat menimbulkan perilaku negatif pada murid. Seperti misalnya guru akan merasa lelah karena harus menangani banyak siswa, yang dapat menimbulkan banyak tingkah laku negatif seperti kelas menjadi ribut, anak didik bolos, mengganggu teman, dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat di simpulkan bahwa faktor yang menyebabkan kenakalan remaja antara lain

(30)

41 faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam individu tersebut, seperti kurangnya dasar iman dan lemahnya pertahanan diri terhadap pengaruh negatif, kemudian faktor eksternal yaitu faktor dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah.

Upaya penanggulangan kenakalan anak atau remaja memang harus benar-benar dilakukan sedini mungkin, karena berdasarkan suatu penelitian ditemukan bahwa 80% anak-anak delinkuen jika tidak ditangani secara benar akan dapat berkembang menjadi penjahat (criminal) pada masa dewasanya. Di lain pihak, kejahatan atau kenakalan anak itu sendiri sangat kompleks, oleh karena itu banyak teori atau pendekatan yang membahas

permasalahan kenakalan anak20

Dalam perspektif kriminologi banyak teori atau konsep yang dikemukakan dalam rangka mencari solusi upaya menanggulangi kenakalan anak. Pola-pola prevensi, represif, dan kuratif seharusnya diterapkan secara tepat sehingga dapat mencapai

hasil yang maksimal. Sutherland,21 mengemukakan 2 (dua) metode

untuk pencegahan kejahatan dalam arti luas, yaitu:

a. Metode prevensi yang meliputi berbagai usaha: program prevensi umum, organisasi-organisasi masyarakat, kegiatan rekreasi, case

work pada near-delinquent, group work dengan para

20

Sarwirini, 2011, Kenakalan Anak (Juvenile Deliquency): Kausalitas dan Upaya Penanggulangannya, Jurnal Perspektif, Vol. XVI, No. 4 Tahun 2011 Edisi September: 244-251

21

(31)

42 neardelinquent, koordinasi badan badan, dan lembaga-lembaga reorganisasi.

b. Metode reformasi, ditujukan untuk perbaikan penjahat, meliputi: reformasi dinamik, reformasi klinik, reformasi hubungan kelompok, professional service.

Paulus Hadisuprapto,22 menyatakan bahwa berbicara tentang upaya

penanggulangan kejahatan pada umumnya dan perilaku delikuensi anak pada khususnya dalam hukum pidana dikenal apa yang disebut Kebijakan Kriminal, yaitu usaha rasional masyarakat untuk menanggulangi kejahatan (termasuk perilaku delinkuenasi anak). Kebijakan kriminal dalam gerak langkahnya dapat dilakukan lewat sarana penal dan sarana non penal. Kedua kebijakan tersebut (penal dan non penal) merupakan pasangan yang saling menunjang dalam gerak langkah penanggulangan kejahatan pada umumnya dan perilaku delinkuensi anak pada khususnya di masyarakat. Selanjutnya disebutkan bahwa istilah delikuensi anak di dalamnya terkandung pengertian tentang criminal offence dan status offence.

Upaya penangulangan kenakalan anak secara yuridis harus

memperhatikan masalah batasan usia anak nakal tersebut yang dapat bertanggungjawab, serta jenis atau bentuk pemidanaan apa yang paling tepat bagi si anak delinquen (sanksi pidana atau tindakan). Proses pengadilan anak (sebagai bentuk upaya penanggulangan yang bersifat represif) seharusnya dilaksanakan dalam rangka menyadarkan anak akan

22

Paulus Hadisuprapto, 2008, Delikuensi Anak: Pemahaman dan Penanggulangannya, Bayumedia, Malang, hlm. 45

(32)

43 kesalahan yang diperbuatnya. Jangan sampai dalam proses tersebut menyebabkan ”trauma” di kemudian hari yang dapat membahayakan tumbuh kembangnya anak tersebut.

Oleh karena itu, para penegak hukum dan pihak-pihak lain yang

terkait dalam proses peradilan anak delinkuen seharusnya juga memperhatikan ketentuan yang terkait dengan masalah perlindungan anak (delinkuen). Dengan memperhatikan aspek-aspek health dan wealth si anak diharapkan dapat tercipta suatu peradilan yang berkarakter restorative justice, dan jika dimungkinkan dapat dipilih suatu upaya di luar pengadilan (program diversi). Untuk itulah dibutuhkan partisipasi para ahli, khususnya ahli pendidikan, psikolog, psikiater, dan dokter mulai pada tahap anak ditangkap sampai di Lembaga Pemasyarakatan Anak supaya hak-hak anak delinkuen terlindungi. Pemilihan cara penanganan kasus kenakalan anak secara tepat sesungguhnya dapat berdampak positif bagi si anak supaya tidak berkembang menjadi residivis atau kriminal. Untuk itulah dana dan sarana pembinaan anak nakal di Lembaga Pemasyarakatana, misalnya, juga harus diperhatikan sebagai salah satu faktor yang mendukung upaya

penanggulangan kenakalan anak secara represif.23

23

(33)

44

E. Upaya Penanganan Kenakalan Remaja

Soedarto,24mengemukakan konsep upaya penanggulangan kejahatan

melalui tiga tindakan, yaitu tindakan preventif, represif, dan kuratif

a. Tindakan Preventif, yaitu usaha mencegah kejahatan yang merupakan bagian dari politik kriminil. Politik kriminil dapat diberi arti sempit, lebih luas dan paling luas. Dalam arti sempit politik kriminil itu digambarkan sebagai keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana. Dalam arti lebih luas, politik kriminil merupakan keseluruhan fungsi dari para penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari Pengadilan dan Polisi. Sedangkan dalam arti yang paling luas, politik kriminil merupakan keseluruhan kegiatan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Penegakkan norma-norma sentral ini dapat diartikan sebagai penanggulangan kejahatan. Usaha-usaha penanggulangan secara preventif sebenarnya bukan hanya bidang dari Kepolisian saja. Penanggulangan kejahatan dalam arti yang umum secara tidak langsung juga dilakukan tanpa menggunakan sarana pidana (hukum pidana). Misalnya, kegiatan bakti sosial dapat menghindarkan para pemuda dari perbuatan jahat. Penggarapan kejahatan jiwa masyarakat dengan pendidikan agama, pemberian tempat atau rumah

24

(34)

45 singgah bagi anak jalanan dan gelandangan akan mempunyai pengaruh baik untuk pengendalian kejahatan.

b. Tindakan Represif, yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan (tindak pidana). Yang

termasuk tindakan represif adalah penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, sampai dilaksanakannya pidana. Ini semua merupakan bagian- bagian dari politik kriminil sehingga harus dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh badan badan yang bersangkutan dalam menanggulangi kejahatan.

c. Tindakan Kuratif, yaitu pada hakikatnya merupakan usaha preventif dalam arti yang seluasluasnya ialah dalam usaha penanggulangan kejahatan, maka untuk mengadakan pembedaan sebenarnya tindakan kuratif itu merupakan segi lain dari tindakan represif dan lebih dititikberatkan kepada tindakan terhadap orang yang melakukan kejahatan. Tindakan kuratif dalam arti nyata hanya dilakukan oleh

aparatur eksekusi pidana, misalnya para pejabat lembaga

pemasyarakatan atau pejabat dari Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA). Mereka ini secara nyata terlepas dari berhasil atau tidaknya melakukan pembinaan terhadap para terhukum pidana pencabutan kemerdekaan

Referensi

Dokumen terkait

Pembianaan Pedalangan Di Sekaa Batel, Parwa, Wayang Dan Topeng Banjar Belawan, Abiansemal,

Telah mengajukan pindah ke salah satu lembaga TK terpilih dengan alasan mengikuti orang tua yang akan pindah tempat tinggal.. Bersama ini kami sertakan Buku

HONORARIUM PANITIA PELAKSANA KEGIATAN; HONORARIUM PEGAWAI HONORER / TIDAK TETAP; BANTUAN TRANSPORT NARASUMBER DAN BANTUAN TRANSPORT PESERTA; HONORARIUM NARASUMBER; BELANJA

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

Penetapan hak warga negara adalah hal mutlak yang harus mendapat perhatian khusus dari negara sebagai jaminan di junjung tingginya sila ke-5 yaitu “Keadilan

13 A Play: Major Barbara (1) Students analyze the drama text focusing on particular literary criticism. Discuss

Program Studi/ Fakultas : Keperawatan Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa laporan tugas akhir dengan judul: Asuhan Keperawatan pada Ny.S

dapat menyampaikan sanggahan secara tertulis atas penetapan hasil prakualifikasi ini kepada Pokja Jasa. Konsultansi dan Jasa Lainnya Unit Layanan Pengadaan (ULP)