• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA KARYAWAN DI RUMAH SAKIT RAWAMANGUN JAKARTA TIMUR. Karawang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA KARYAWAN DI RUMAH SAKIT RAWAMANGUN JAKARTA TIMUR. Karawang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016 56 ANALISIS MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA KARYAWAN

DI RUMAH SAKIT RAWAMANGUN JAKARTA TIMUR

1Lania Muharsih

1Prodi Psikologi Fakultas Bisnis dan Ilmu Sosial Universitas Buana Perjuangan

Karawang (laniampsi@gmail.com)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap disiplin kerja karyawan di Rumah Sakit Rawamangun Jakarta Timur. Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu motivasi kerja sebagai variabel bebas dan disiplin kerja sebagai variabel tergantung.

Hipotesis penelitian ini yaitu ”Ada pengaruh motivasi kerja terhadap disiplin kerja karyawan di RS. Rawamangun Jakarta Timur”. Subjek pada penelitian ini adalah seluruh karyawan RS. Rawamangun Jakarta Timur yang berjumlah 85 karyawan dari delapan divisi yang berbeda. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala motivasi kerja sebanyak 24 item dan skala disiplin kerja sebanyak 32 item. Dari hasil ujicoba diperoleh 18 item sahih pada skala motivasi kerja dan 27 item sahih pada skala disiplin kerja. Berdasarkan rumus Alpha Cronbach diperoleh koefisien reliabilitas skala motivasi kerja sebesar 0,832 dan skala disiplin kerja sebesar 0,839, yang berarti kedua skala ini reliabel.

Dengan menggunakan teknik korelasi bivariat melalui program SPSS versi 17.0 diperoleh r = 0.679 dan p = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan ada pengaruh motivasi kerja terhadap disiplin kerja karyawan di Rumah Sakit Rawamangun Jakarta Timur. Berarti semakin tinggi motivasi kerja maka semakin tinggi pula disiplin kerja karyawan di Rumah Sakit Rawamangun Jakarta Timur.

Kesimpulan yang diperoleh adalah ada pengaruh motivasi kerja terhadap disiplin kerja karyawan di Rumah Sakit Rawamangun Jakarta Timur. Artinya semakin tinggi motivasi kerja maka semakin tinggi pula disiplin kerjanya.

Kata Kunci : Motivasi Kerja, Disiplin Kerja PENDAHULUAN

Dalam suatu pekerjaan karyawan harus mengemban tanggung jawab yang besar dan konsentrasi yang tinggi untuk menjalankan profesinya. Banyak profesi pekerjaan yang ada di negara Indonesia mulai dari bidang keagamaan, kesehatan, perbankan atau profesi lain yang dapat dijadikan pilihan. Dalam peradaban yang kompleks pekerjaan menjadi tuntutan yang penting untuk menunjang kehidupan dari segi finansial. Dalam dunia bisnis seiring perkembangan zaman dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga usaha pengembangan potensi karyawan perusahaan atau anggota suatu organisasi merupakan langkah strategis yang perlu dilakukan secara

(2)

57 Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

terus menerus. Program nasional dilakukan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang maju, berkualitas dan mampu mengembangkan segenap usaha yang dimiliki. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan adanya pengembangan sumber daya manusia yang berkesinambungan dan memenuhi syarat-syarat tenaga kerja yang berkualitas. Dengan menyadari pengembangan sumber daya manusia bukan berarti pemanfaatan tenaga kerja manusia secara semena-mena, tetapi perlu adanya usaha-usaha untuk menciptakan situasi kerja yang menyenangkan bagi karyawan. Semakin besar perhatian yang diberikan oleh pemilik perusahaan atau organisasi tersebut terhadap kesejahteraan karyawannya, maka kecenderungan karyawan akan bekerja secara optimal. Sekarang ini tidak dapat dipungkiri lagi perubahan lingkungan di dunia kerja begitu cepat sehingga menuntut pengelola sumber daya manusia yang terpadu karena karyawan merupakan aset utama perusahaan yang menentukan perkembangan dari perusahaan tersebut.

Robbins (2001:166) mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Dengan demikian apabila karyawan termotivasi maka secara pribadi akan berusaha sekuat tenaga melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Jadi apapun yang dilakukan oleh manusia secara sadar mengarah pada pencapaian sesuatu yang diinginkan, dalam hal ini tujuan organisasi merupakan bentuk dari implementasi motivasi yang ada dalam diri manusia.

Ashar Sunyoto Munandar (2001:323) menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu proses di mana kebutuhan-kebutuhan mendorong karyawan untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Suatu tujuan yang berhasil dicapai akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dan sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan akan menciptakan suatu ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk melakukan serangkaian kegiatan untuk menemukan dan mencapai tujuan-tujuan khusus yang akan memuaskan sekelompok kebutuhan tadi yang berakibat berkurangnya ketegangan.

Siagian (1995:138) mengemukakan motivasi sebagai daya pendorong yang mengakibatkan karyawan anggota organisasi mau dan rela untuk mengarahkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan keterampilan tenaga kerja serta waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Setiap karyawan mempunyai motivasi tertentu untuk melakukan setiap pekerjaan. Motivasi ini memberi bentuk pada pekerjaan dan hasil kerja yang diperoleh. Motivasi merupakan akibat dari interaksi karyawan dengan situasi tertentu yang dihadapinya. karyawan akan menunjukkan dorongan-dorongan tertentu dalam menghadapi situasi yang berbeda dan dalam waktu yang berlainan pula. Hal ini diperkuat oleh Ashar Sunyoto Munandar (2001:320) yang menyatakan bahwa motivasi kerja karyawan mengalami perubahan-perubahan sebagai hasil interaksi antara karyawan dengan lingkungan kerjanya sehingga dapat dipandang sebagai keluaran dari

(3)

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016 58 karyawan. Karyawan mulai bekerja dengan derajat motivasi kerja tertentu. Apa yang dialami selama bekerja dan bagaimana persepsi atas imbalan yang diberikan kepadanya atas unjuk kerjanya akan menaikkan atau menurunkan motivasi kerjanya.

Susilo Martoyo (2000:165) mengemukakan bahwa secara umum motivasi kerja diarahkan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Motivasi kerja timbul dari adanya rasa kebutuhan diri serta dorongan keinginan karyawan yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Dengan adanya kebutuhan yang harus dipenuhi tersebut maka akan timbul dorongan atau motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan.

Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, McCormick (dalam Anwar Prabu Mangkunegara, 2001:94) menyatakan bahwa motivasi kerja sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Pandji Anoraga (2005:35) mengartikan motivasi kerja sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja.

Motivasi kerja merupakan perwujudan dari harapan yang ingin dicapai dalam melakukan suatu pekerjaan dan di dalam mencapai tujuannya berdasarkan kebutuhan. Kebutuhan karyawan merupakan faktor yang akan mengaktifkan karyawan untuk mencari pemenuhannya dalam menghadapi pekerjaan dan karyawan akan mengaktifkan dirinya di dalam lingkungan kerja untuk memenuhi kebutuhannya. Semakin penting kebutuhan itu maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk memenuhinya dan bila semakin besar harapan akan terpenuhinya kebutuhan tersebut semakin tinggi pula motivasi kerjanya.

Koontz (dalam Hasibuan, 2003:95) mengemukakan bahwa motivasi mengacu pada dorongan-dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan tertentu. Cascio (dalam Hasibuan, 2003:95) menambahkan bahwa motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan karyawan untuk memuaskan kebutuhannya. Oleh karena itu, motivasi kerja secara langsung dapat menggerakkan dan mengaktifkan karyawan untuk melakukan suatu tindakan atau pekerjaan yang mengarah pada suatu tujuan tertentu sehingga mempengaruhi perilakunya secara nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan kerjanya.

Karyawan sebagai tenaga kerja merupakan salah satu unsur yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Setiap perusahaan tentu mengharapkan tenaga kerjanya dapat memberikan hasil yang bermanfaat baik bagi perusahaan maupun bagi tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu, motivasi kerja karyawan harus ditingkatkan karena akan memberikan dampak positif baik bagi karyawan maupun perusahaan.

Manusia sebagai makhluk memiliki daya pikir masing-masing dan perilaku yang berbeda-beda dalam bekerja sehingga perlu dibuat sebuah peraturan yang dapat mengarahkan dan mendisiplinkan kerja karyawan. Kedisiplinan akan membuat pekerjaan yang dilakukan semakin efektif dan efisien. Bila kedisiplinan tidak ditegakkan kemungkinan tujuan perusahaan tidak dapat dicapai. Kedisiplinan merupakan salah satu sarana dan kunci untuk mencapai sukses atau keberhasilan. Oleh

(4)

59 Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

karena itu, perlu ditimbulkan kesadaran dari para karyawan tentang perlunya disiplin kerja.

Hasibuan (2002:193) mengemukakan pendapatnya bahwa disiplin adalah kesadaran atau kesediaan mentaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku dalam suatu organisasi. Kesadaran adalah sikap karyawan yang secara sukarela mentaati semua peraturan serta melaksanakan semua tugas secara sukarela serta mentaati semua peraturan diiringi dengan kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi karyawan akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan semua tugasnya, baik secara sukarela maupun karena terpaksa. Ancaman dan sanksi hanya dapat mendisiplinkan karyawan untuk jangka pendek saja. Dalam jangka panjang disiplin harus dapat tumbuh dalam diri karyawan masingmasing, bukan tuntutan lembaga semata.

Nitisemito (1996:260) mengemukakan pendapatnya bahwa disiplin diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sebuah organisasi baik yang tertulis maupun yang tidak. Disiplin kerja dibicarakan dalam konotasi yang seringkali timbul bersifat negatif. Disiplin lebih dikaitkan dengan sanksi atau hukuman. Contohnya bagi karyawan bank swasta yang terlambat masuk kerja berarti adanya pemotongan gaji yang disepadankan dengan tidak masuk kerja pada hari tersebut. Dengan adanya disiplin kerja yang baik maka karyawan akan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang diberikan, hal ini mendorong terwujudnya tujuan perusahaan maupun karyawan. Selanjutnya Cascio (2003:549) juga mengemukakan bahwa disiplin merupakan suatu aturan yang layak dipatuhi untuk bertingkah laku di tempat kerja. Karyawan yang bekerja sesuai dengan aturan akan bertingkah laku dengan baik dan tidak membuat pelanggaran.

Gouzali Saydam (1996:286) mengungkapkan bahwa melemahnya disiplin kerja karyawan akan terlihat dalam suasana kerja seperti tingginya angka kemangkiran (absensi) karyawan, sering terlambatnya karyawan masuk kantor atau pulang lebih cepat dari jam yang telah ditentukan, menurunnya semangat kerja dan gairah kerja, berkembangnya rasa tidak puas, saling melempar tanggung jawab, penyelesaian pekerjaan yang lambat, karena karyawan lebih senang mengobrol dan tidak terlaksananya pengawasan melekat dari atasan dan sering terjadinya pertentangan antar karyawan dan pimpinan perusahaan.

Penelitian ini dilakukan di RS. Rawamangun yang merupakan salah satu rumah sakit yang dimiliki oleh perorangan. RS. Rawamangun memiliki delapan departemen di antaranya Departemen Keuangan dan Akuntansi, Human Resource Development, Sarana dan Prasarana, Logistik, Marketing, Sistem Informasi Rumah Sakit dan Rekam Medis.

Berdasarkan wawancara dan pengamatan terhadap karyawan di RS. Rawamangun ini, karyawan wajib mentaati peraturan yang berlaku seperti masuk dan pulang kerja karyawan harus mengisi absen dengan finger print, waktu kerja adalah 5 hari (senin s/d jumat) dengan 8 jam kerja dari pukul 08.00 sampai dengan jam 17.00. Karyawan diberikan waktu istirahat selama 60 menit, sedangkan pada hari Jumat selama 90 menit.

(5)

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016 60 Sebelum melakukan penelitian, penulis mencoba mendapatkan informasi mengenai disiplin kerja karyawan RS. Rawamangun, ternyata masih terdapat karyawan yang tidak mentaati peraturan perusahaan seperti sering terlambat masuk kerja atau tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas sehingga menyebabkan tingkat absensi karyawan cenderung meningkat. Selain itu, ada pula karyawan yang menggunakan komputer untuk browsing, chating dan jejaring sosial lainnya. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap pencapaian produktivitas kerja yang merupakan salah satu tujuan perusahaan. Masalah ini juga terjadi dikarenakan kurangnya motivasi kerja dari para karyawan untuk dapat bekerja lebih baik demi kemajuan perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis motivasi kerja terhadap disiplin kerja karyawan di RS. Rawamangun Jakarta Timur.

TINJAUAN PUSTAKA Motivasi Kerja

Motivasi merupakan suatu kondisi yang menggerakkan karyawan ke arah suatu tujuan tertentu (Stanford, dalam Anwar Prabu Mangkunegara, 2001:93). Selain itu, Ashar Sunyoto Munandar (2001:323) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu proses di mana kebutuhan-kebutuhan mendorong karyawan untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.

Koontz (dalam Hasibuan, 2003:95) mengemukakan bahwa motivasi mengacu pada dorongan-dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan tertentu. Selanjutnya, menurut Robbins (2001:166) motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Sementara motivasi umum bersangkutan dengan upaya ke arah setiap tujuan. Robbins (2001:166) menyempitkan arah setiap tujuan menjadi tujuan organisasi agar mencerminkan minat tunggal karyawan. Ada tiga unsur kunci dalam definisi tersebut yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan. Unsur upaya bila karyawan termotivasi maka ia akan mencoba sekuat tenaga. Upaya yang tinggi akan menghantar ke hasil pekerjaan yang menguntungkan bila disalurkan ke suatu arah yang bermanfaat bagi organisasi.

Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Karyawan bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya. Apabila karyawan mendambakan sesuatu berarti karyawan tersebut memiliki harapan dan dengan demikian akan termotivasi untuk melakukan tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut. Jelas bahwa karyawan dalam melakukan pekerjaannya membutuhkan motivasi sehingga tujuan dari bekerja dapat terpenuhi.

Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, McCormick (dalam Anwar Prabu Mangkunegara, 2001:94) mendefinisikan motivasi kerja sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang

(6)

61 Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

berhubungan dengan lingkungan kerja. Selain itu, Susilo Martoyo (2000:165) juga mengemukakan bahwa secara umum motivasi kerja diarahkan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Motivasi kerja timbul dari adanya rasa kebutuhan diri serta dorongan keinginan karyawan yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Dengan adanya kebutuhan yang harus dipenuhi tersebut maka akan timbul dorongan atau motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan.

Pandji Anoraga (2005:35) mengartikan motivasi kerja sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang ada dalam diri karyawan sebagai suatu tenaga yang menimbulkan, mengarahkan dan menentukan tingkat usaha dalam mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan yang dikehendaki yang dapat dilihat dari tampilan kerjanya hingga tercapai kepuasan kerja.

Aspek-aspek Motivasi Kerja

Ravianto (dalam Djoko Santoso, 1999:20-21) membagi motivasi ke dalam dua aspek yaitu:

a. Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang datang dari dalam diri karyawan itu sendiri, karyawan melakukan pekerjaan karena menyenanginya dan mendapatkan kepuasan dari apa yang dilakukannya.

b. Motivasi ekstrinsik yaitu rangsangan yang datangnya dari luar diri karyawan. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Mullins (1999:445) yang membagi motivasi ke dalam dua aspek yaitu:

a. Motivasi intrinsik berkaitan dengan penghargaan psikologis seperti kesempatan untuk menggunakan kemampuan karyawan, tantangan dan prestasi, menerima penghargaan, pengakuan positif dan diperlakukan dengan cara yang peduli dan perhatian.

b. Motivasi ekstrinsik terkait dengan penghargaan nyata seperti gaji dan tunjangan, keamanan, promosi, kontrak kerja, lingkungan kerja dan kondisi kerja.

Adapun aspek-aspek motivasi kerja menurut Alderfer (dalam Ashar Sunyoto Munandar, 2001:329-330) yaitu:

a. Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan substansi material seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel dan mobil. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan rasa aman dari Maslow.

b. Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati halhal yang sama dengan kita. Karyawan berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja.

(7)

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016 62 Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan bagian eksternal dari kebutuhan akan penghargaan dari Maslow.

c. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki karyawan untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi diri, juga mencakup bagian intrinsik kebutuhan harga diri dari Maslow.

Dalam penelitian ini aspek yang digunakan adalah aspek-aspek motivasi kerja menurut Alderfer (dalam Ashar Sunyoto Munandar, 2001) yang terdiri dari tiga aspek yaitu kebutuhan eksistensi (existence needs), kebutuhan hubungan (relatedness needs) dan kebutuhan pertumbuhan (growth needs).

Disiplin Kerja

Masalah disiplin kerja pada dasarnya sering kali dikaitkan dan dihubungkan dengan pengertian perilaku yang terjadi di lingkungan pekerjaan sebagai sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku berupa ketaatan, kepatuhan, kesetiaan dan ketertiban terhadap peraturan yang telah ditetapkan untuk tujuan tertentu. Penerapan disiplin kerja dalam kehidupan perusahaan ditujukan agar semua karyawan yang ada dalam perusahaan bersedia dengan sukarela mematuhi dan mentaati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku dalam perusahaan itu tanpa paksaan.

Apabila setiap karyawan dalam perusahaan dapat mengendalikan diri dan mematuhi semua norma-norma yang berlaku, maka hal ini dapat menjadi modal utama yang menentukan dalam pencapaian tujuan perusahaan, mematuhi peraturan berarti memberikan dukungan positif pada perusahaan dalam melaksanakan programprogram yang telah ditetapkan sehingga akan lebih memudahkan tercapainya tujuan perusahaan. Manusia sukses adalah manusia yang dapat mengatur, mengendalikan diri dan mengontrol keadaan yang menyangkut peraturan cara hidup dan mengatur cara kerja. Hal ini erat hubungannya dengan manusia sukses dengan pribadi disiplin, maka disiplin mempunyai peran yang sangat penting dalam membentuk suatu pola kerja dalam kehidupan sehari-hari. Dalam teori yang diungkapkan oleh Mathis dan Jackson (2002:314) disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturanperaturan perusahaan. Para karyawan yang bekerja dengan kurang optimal umumnya dipengaruhi oleh kedisiplinan mereka yang kurang dalam menjalani setiap sistem disiplin dalam perusahaan yang diperlakukan. Jika sebuah perusahaan gagal dalam menghadapi karyawan yang bermasalah, efek negatif akan timbul terhadap karyawannya. Masalah-masalah disiplin yang umumnya muncul atau timbul dalam lingkup pekerjaan dalam sebuah organisasi antara lain: absensi yang terlalu sering, mengakhiri kerja sebelum jam kerja yang ditentukan selesai, defisiensi produktivitas dan ketidakpuasan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di dalam organisasi atau di sebuah perusahaan. Cascio (2003:549) juga mengemukakan bahwa disiplin merupakan suatu aturan yang layak dipatuhi untuk bertingkah laku di tempat kerja. Karyawan yang bekerja sesuai dengan aturan akan bertingkah laku dengan baik dan tidak membuat pelanggaran.

(8)

63 Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

Disiplin kerja juga banyak didefinisikan dalam berbagai macam definisi, Sinungan Muchdarsyah (2004:324) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi disiplin, yaitu : a. Kata disiplin yang dilihat dari segi (termologis) berasal dari kata Latin ”discipline”

yang berarti pengajaran.

b. Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, watak, atau ketertiban dan efisiensi.

c. Kepatuhan atau ketaatan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku.

d. Penghukuman yang dilakukan melalui koreksi dan latihan untuk mencapai perilaku yang dikehendaki.

Dari rumusan di atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah suatu sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok, atau masyarakat, yang berupa ketaatan (obidience) terhadap peraturan yang ditetapkan dan berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu. Disiplin dapat pula mengacu pada pola tingkah laku yaitu :

a Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah menjadi norma, etika, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat.

b Adanya perilaku yang dikendalikan. c Adanya ketaatan (obidience).

Disiplin yang mantap pada hakikatnya akan tumbuh dan terpancar dari hasil kesadaran manusia. Disiplin yang tidak bersumber dari hati nurani manusia akan menghasilkan disiplin yang lemah dan tidak bertahan lama. Fungsi disiplin kerja adalah untuk mengajarkan mengendalikan diri dengan mudah, menghormati dan mematuhi otoritas dengan kebebasan yang dibatasi.

Dari uraian si atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah ketaatan karyawan terhadap peraturan dan tugas-tugasnya dengan kesadaran yang penuh, dan dengan adanya kepatuhan berarti sudah tertanam unsur pengendalian diri dalam menanamkan atau mengimplementasikan apa yang disadari itu.

Aspek-aspek Disiplin Kerja

Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban. Jika nilai-nilai tersebut sudah menyatu dengan diri karyawan maka sikap dan perbuatan yang dilakukan bukan lagi dirasakan sebagai beban. Disiplin akan membuat karyawan mengerti untuk membedakan hal-hal apa yang seharusnya dilakukan, yang boleh dilakukan, dan yang tak sepatutnya dilakukan. Brigham (dalam Avin Fadilla, 1996:37) mengemukakan aspek-aspek disiplin kerja yang terdiri dari : a. Kepribadian

Faktor yang penting dalam kepribadian karyawan adalah sistem nilai yang dianut. Nilai-nilai yang menjunjung disiplin akan digunakan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di tempat kerja.

(9)

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016 64 Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan suatu proses belajar yang terus-menerus. Proses pembelajaran agar dapat efektif maka pemimpin yang merupakan agen pengubah perlu memperhatikan prinsip-prinsip konsisten, adil, bersikap positif dan terbuka. Upaya menanamkan disiplin pada dasarnya adalah menanamkan nilai-nilai. Oleh karenanya, komunikasi terbuka adalah kuncinya. Dalam hal ini sanksi dan hadiah apabila karyawan melanggar atau mentaati perintah.

Disiplin itu lahir, tumbuh dan berkembang dari sikap karyawan di dalam sistem budaya yang mengandung faktor mental, pemahaman sistem aturan dan sikap kelakuan. Sikap atau attitude harus menjadi bagian dan hidup dalam diri karyawan sehingga dapat bereaksi terhadap lingkungan, dalam bentuk tingkah laku atau pemikiran yang mencerminkan nilai atau norma dalam budaya masyarakat yang majemuk. Disiplin kerja adalah sikap mental yang mengandung kerelaan untuk mematuhi semua ketentuan, peraturan, dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan perusahaan.

Cascio (2003:549) mengemukakan aspek-aspek disiplin kerja adalah sebagai berikut:

a. Kehadiran (Attendance)

Kehadiran mencakup kedatangan karyawan untuk bekerja, ketepatan waktu karyawan untuk datang ketempat kerja setiap harinya dan durasi kerja penuh sesuai dengan waktu kerja yang telah ditetapkan.

b. Perbuatan (Performance)

Perbuatan karyawan dalam perusahaan mencakup kualitas, kuantitas, pengeluaran dan waktu. Bagaimana karyawan bertingkah laku di lingkungan kerja, menggunakan peralatan kerja dan penggunaan waktu kerja sebaik-baiknya. c. Ketaatan terhadap peraturan (Rule Fidelity)

Ketaatan terhadap peraturan mencakup ketaatan terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Diantaranya adalah mentaati prosedur pelaksanaan kerja yang diberikan, mentaati peraturan kerja dan ketaatan terhadap peraturan perusahaan yang lain.

Dalam penelitian ini aspek yang digunakan adalah aspek-aspek disiplin kerja menurut Cascio (2003) yang terdiri dari tiga aspek yaitu kehadiran (attendance), perbuatan (performance) dan ketaatan terhadap peraturan (rule fidelity).

METODE PENELITIAN

Hipotesis

Sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh motivasi kerja terhadap disiplin kerja pada karyawan di RS. Rawamangun Jakarta Timur.

(10)

65 Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

Dalam penelitian ini yang akan menjadi subjek penelitian adalah seluruh karyawan RS. Rawamangun yang berjumlah 85 orang karyawan.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui dan mengungkap variabel motivasi kerja dan disiplin kerja adalah dengan menggunakan metode skala model Likert.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa skala yang mengukur motivasi kerja dan disiplin kerja karyawan. a. Skala Motivasi Kerja

Skala motivasi kerja ini disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek-aspek motivasi kerja menurut Alderfer (dalam Ashar Sunyoto Munandar, 2001: 329330) yaitu kebutuhan eksistensi (existence needs), kebutuhan akan hubungan (relatedness needs) dan kebutuhan pertumbuhan (growth needs) serta terdiri dari enam indikator yang dijadikan acuan dalam membuat item. Instrumen motivasi kerja ini terdiri dari 24 item, yang terdiri dari 12 item favorable dan 12 item

unfavorable.

b. Skala Disiplin Kerja

Skala disiplin kerja ini disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek-aspek disiplin kerja menurut Cascio (2003:549) yaitu kehadiran (attendance), perbuatan (performance) dan ketaatan pada peraturan (rule fidelity) serta terdiri dari delapan indikator yang dijadikan acuan dalam membuat item. Instrumen disiplin kerja ini terdiri dari 32 item, yang terdiri dari 16 item favorable dan 16 item unfavorable.

Validitas

Pengujian validitas setiap item pada instrumen motivasi kerja dan disiplin kerja dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor setiap item dengan skor total item dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment melalui program SPSS versi 17.0. Dari hasil uji coba pada skala motivasi kerja terdapat 18 butir item yang sahih dan 6 item yang gugur dari total 24 item. Dari hasil uji coba pada skala disiplin kerja terdapat 27 butir item yang sahih dan 5 item yang gugur dari total 32 item.

Reliabilitas

Dari hasil uji reliabilitas pada skala motivasi kerja dan disiplin kerja dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 17.0 dengan melihat perhitungan Alpha

Cronbach. Hasil analisis reliabilitas menunjukkan bahwa skala motivasi kerja memiliki

koefisien reliabilitas sebesar 0,832 dan skala disiplin kerja memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,839. Berdasarkan pada kaidah Guilford bahwa nilai Alpha antara

(11)

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016 66 0,7 – 0,9 dikatakan reliabel. Dari hasil koefisien reliabilitas tersebut, maka skala motivasi kerja dan disiplin kerja tersebut telah memenuhi syarat reliabilitas dan hasilnya dapat dianalisis lebih lanjut.

Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik korelasi bivariat untuk menguji hubungan antara variabel motivasi kerja dengan variabel disiplin kerja. Perhitungannya dilakukan melalui program SPSS versi 17.0. LAPORAN PENELITIAN Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berasal dari berbagai macam divisi, di antaranya dari divisi keuangan berjumlah 10 karyawan, divisi HRD berjumlah 2 karyawan, divisi marketing berjumlah 7 karyawan, divisi sistem informasi RS berjumlah 1 karyawan, divisi keperawatan berjumlah 38 karyawan, divisi laboratorium berjumlah 4 karyawan, divisi radiologi berjumlah 3 karyawan, divisi farmasi berjumlah 10 karyawan, divisi rekam medis berjumlah 4 karyawan, dan divisi sarana prasarana berjumlah 6 karyawan.

Hasil Uji Hipotesis

Dari perhitungan koefisien korelasi bivariat diperoleh nilai r = 0.679 dan signifikansi 0.000. Oleh karena signifikansi < 0.05 maka hipotesa diterima, artinya variabel motivasi kerja berpengaruh positif terhadap disiplin kerja. Berarti semakin tinggi motivasi kerja akan diikuti oleh meningkatnya disiplin kerja.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

a. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan motivasi kerja terhadap disiplin kerja karyawan di RS. Rawamangun Jakarta Timur dengan arah positif. Hal ini memiliki arti bahwa semakin tinggi motivasi kerja yang dimiliki karyawan maka akan diikuti dengan meningkatnya disiplin kerja karyawan, begitu juga sebaliknya.

b. Secara umum kategorisasi motivasi kerja karyawan di RS. Rawamangun Jakarta Timur berada pada kategori sedang dan disiplin kerja karyawan di RS. Rawamangun Jakarta Timur berada pada kategori tinggi.

(12)

67 Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

Saran

Adapun beberapa saran yang dikemukakan oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu: a. Saran Teoritis

1. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan perbandingan atau studi komparatif berdasarkan masa kerja dan status karyawan sebab variabel demografik tersebut tidak diikutsertakan dalam analisis data. Dengan menjadikannya variabel bebas kemungkinan dapat mengurangi bias terhadap disiplin kerja sebagai variabel terikat.

2. Mengadakan penelitian lain mengenai disiplin kerja dengan tinjauan variabel lain yang mempengaruhinya seperti gaya kepemimpinan, komitmen organisasi dan kepuasan kerja.

3. Penelitian serupa dapat pula dilakukan untuk subyek yang berbeda dengan memperbanyak jumlah subyek agar dapat lebih menggali tingkat disiplin kerja karyawan.

4. Penelitian selanjutnya lebih memperhatikan dan memperjelas item – item yang ada pada skala agar skala tersebut lebih valid dan reliabel.

b. Saran Praktis

Diharapkan pihak perusahaan melaksanakan usulan rancangan penelitian mengenai motivasi kerja dan disiplin kerja seperti yang telah disampaikan penulis pada bagian sebelumnya agar para karyawan dapat lebih meningkatkan motivasi kerja yang tentunya akan berdampak pula pada disiplin kerja karyawan.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar Prabu Mangkunegara. (2001). Manajemen sumber daya manusia perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ashar Sunyoto Munandar. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press.

Avin Fadilla. (1996). Disiplin kerja. Buletin Psikologi Tahun IV, nomor 2 Desember. Edisi Khusus Ulang Tahun XXXII.

Cascio, F. W. (2003). Managing human resources: productivity, quality of life, profit

(5th edition). USA: Mc. Graw Hill.

Ferdinand. (2004). Pemberian motivasi dan hubungannya terhadap peningkatan disiplin kerja pegawai pada dinas kesejahteraan sosial. Jurnal Akmen, vol 1 nomor 3 September.

(13)

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016 68

Gouzali Saydam. (1996). Manajamen sumber daya manusia. Jakarta: Djambatans.

Hani Handoko. (1998). Management (edisi ke-4). Yogyakarta: BPFE.

Jewell, L.N. & Siegall, M. (1998). Psikologi industri / organisasi modern. Jakarta: Penerbit Arcan.

Khairul (1999). Motivasi dan pemotivasian dalam manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kreitner, R & Kinicki, A. (2005). Perilaku organisasi. Jakarta: Mc Graw Hill.

Kuncono. (2004). Aplikasi komputer psikologi. Jakarta: Yayasan Administrasi Indonesia.

Mathis, R.L. & Jackson, H. (2002). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Nitisemito. (1996). Management personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hasibuan, M.S.P. (2003). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Moh. As’ad. (2004). Psikologi industri. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Pandji Anoraga. (2005). Psikologi kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Robbins, S. P. (2001). Perilaku organisasi versi bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Siagian, S.P. (1995). Teori motivasi dan aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sinungan Muchdarsyah. (2004). Produktivitas (apa dan bagaimana). Jakarta: Bumi Aksara.

Soeharsono Sagir. (1984). Motivasi dan disiplin kerja karyawan. Jurnal Sumber Daya

Manusia 07.

Susilo Martoyo. (2000). Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: PT. BPFE.

Referensi

Dokumen terkait

Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kental umbi bit merah (Beta vulgaris L. var rubra) (15%; 20% dan 25%) yang digunakan sebagai pewarna alami dalam formulasi sediaan

(2) Hasil belajar peserta didik terhadap pengembangan media pembelajaran Word Search Puzzle pada kelas X IIS SMA menunjukkan peningkatan dari 20% menjadi 100%

Minat dan prestasi belajar anak tingkat sekolah dasar di pemukiman rehabilitasi penyakit kusta Jl Dangko Kecamatan Tamalate Kota Makassar, dari penelitian yang

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dapat mempertahankan variabel Authenticity yang digunakan dalam penelitian ini dan menggali lebih dalam lagi keaslian yang

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan melalui wawancara, observasi, kuisioner dan dokumentasi dengan guru, siswa dan Kepala/wakil kepala Sekolah maka masalah

Masalah yang dihadapi adalah bagaimana menyajikan sebuah materi pembelajaran yang lengkap dan menarik sehingga dapat mempermudah mahasiswa dalam memahami pelajaran,

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN GURU KIMIA DALAM MERANCANG PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI MELALUI PELATIHAN GURU TIPE SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA Universitas

Dimana guru pembimbing atau guru BK akan membantu peserta didik dalam mengatasi masalah kepercayaan diri melalui layanan informasi ,dimana layanan informasi