Pipit Andayani, 2015
EFEKTIVITAS TEKNIK SOCIAL SKILLS TRAINING
UNTUK MEREDUKSI PERILAKU BULLYING REMAJA PEREMPUAN
(Studi Eksperimen-Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 26 BandungTahun Ajaran 2014/2015)
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
oleh
Pipit Andayani NIM 1008936
DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
Pipit Andayani, 2015
Efektivitas Teknik Social Skills Training Untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Pipit Andayani (2015). Efektivitas Teknik Social Skills Training Untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan (Studi Eksperimen-Kuasi Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015).
Remaja perempuan menunjukkan perilaku bullying dengan memanipulasi dinamika emosional dan psikologis dalam relasi atau hubungan pertemanan yang bertujuan untuk mengintimidasi orang lain. Faktor dominan penyebab perilaku bullying remaja perempuan dipengaruhi oleh lingkungan teman sebaya. Penekanan terhadap hubungan teman sebaya antara remaja perempuan mempengaruhi perilaku bullying yang difokuskan dalam aspek relasional dan verbal. Teknik Social Skills Training diberikan kepada pelaku bullying agar dapat meningkatkan keterampilan sosial dalam menjalin komunikasi dan interaksi yang positif dalam hubungan teman sebaya. Penelitian bertujuan menguji efektivitas teknik Social Skills Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen-kuasi dan desain penelitian non equivalent pre test - post test control group. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 26 Bandung dengan mengambil 20 sampel penelitian, yaitu peserta didik kelas VIII yang ditentukan menggunakan teknik non probability secara purposive. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner perilaku bullying remaja perempuan. Analisis data menggunakan statistika deskriptif untuk melihat penurunan rata-rata skor perilaku bullying dan statistika inferensial untuk menguji efektivitas teknik Social Skills Training. Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,005, intervensi konseling menggunakan teknik Social Skills Training teruji efektif untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan. Teknik Social Skills Training dapat diterapkan melalui pedoman pelaksanaan program intervensi untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan.
ABSTRACT
Pipit Andayani (2015). The Effectiveness Of Social Skills Training Technique To
Reduce Bullying Behavior Among Girls (A Quasi Experimental Research To Students at Class VIII of SMP Negeri 26 Bandung In Academic Year 2014/2015).
The girls showed bullying behavior by manipulated the emotional and psychological dynamics in the relationship of friendship that aimed to intimidate others. The dominant factor causing bullying behavior among girls was influenced by peer group. This emphasis on the relationship between girls and peer group influenced bullying behavior that was focused on relational and verbal aspects. Mechanical Social Skills Training was given to the perpetrators of bullying in order to improve social skills in established communication and positive interaction of peer relationship. The aimed of the research was to test the effectiveness of Social Skills Training technique to reduce bullying behavior among girls. The research used a quantitative approach with a quasi-experimental research method and non-equivalent pre-test - post-test control group design. The research was conducted in SMP Negeri 26 Bandung by taking 20 samples of students at class VIII were determined using non-probability technique purposively. The research instrument used a questionnaire bullying behavior among girls. The data was analyzed by using descriptive statistical to know the decrease of the average score of bullying behavior and using inferential statistical to test the effectiveness of Social Skills Training technique. The results showed a significance value of 0,005, that counseling intervention with Social Skills Training technique proven effective to reduce bullying behavior among girls. Social Skills Training technique can be applied through the guidelines for the implementation of intervention program to reduce bullying behavior among girls.
DAFTAR ISI
1.1Latar Belakang Penelitian..………...………... 1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian..………... 1.3Tujuan Penelitian……….…………...….... 1.4Manfaat Penelitian………..……….………... 1.5Struktur Organisasi Skripsi..………..………...
BAB II KAJIAN PUSTAKA……….………...
2.1Konsep Bullying………... 2.2Konsep Social Skills Training………... 2.3Layanan Bimbingan dan Konseling melalui Teknik Social Skills
Training untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan……... 2.4Penelitian Terdahulu………... 2.5Kerangka Pemikiran………... 2.6Asumsi Penelitian………...
BAB III METODE PENELITIAN………
3.1Desain Penelitian………...………... 3.2Lokasi Penelitian………...………... 3.3Populasi dan Sampel Penelitian………... 3.4Instrumen Penelitian...………... 3.5Prosedur Penelitian………..…... 3.6Hipotesis Penelitian………..…... 3.7Analisis Data….………...
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN………...
4.1Temuan Penelitian………... 4.1.1 Efektivitas Teknik Social Skills Training untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan ………... 4.1.2 Dinamika Penurunan Perilaku Bullying Remaja Perempuan …...
4.2Pembahasan ………...
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI………...
5.1Simpulan………...
5.2Keterbatasan Penelitian………... 5.3Implikasi terhadap Bimbingan dan Konseling………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Administrasi
2. Instrumen Penelitian
3. Hasil Pengolahan Data Penelitian 4. Program Intervensi
5. Dokumentasi
DAFTAR TABEL
3.1 Populasi Penelitian……...…..………... 3.2 Sampel Penelitian……….. 3.3 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Bullying Remaja Perempuan (Sebelum Uji Kelayakan)……… 3.4 Contoh Pernyataan Sebelum dan Sesudah Modifikasi dari Setiap
Komponen Perilaku Bullying Remaja Perempuan………….………... 3.5 Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban………... 3.6 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Bullying Remaja Perempuan (Setelah Uji
Kelayakan)……… 3.7 Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen………. 3.8 Persentase Aspek Bullying..……….. 3.9 Persentase Aspek Bullying Kategori Tinggi……….. 3.10 Rancangan Program Social Skills Training untuk Mereduksi Perilaku
Bullying Remaja Perempuan………. 3.11 Aspek Keterampilan Sosial dalam Intervensi Social Skills Training... 3.12 Indikator Keberhasilan... 3.13 Kategori Perilaku Bullying Remaja Perempuan……….……... 3.14 Makna Kategori Perilaku Bullying Remaja Perempuan……… 4.1 Hasil Ranks Data Pre-Test Kelompok Eksperimen dan Kontrol……….. 4.2 Uji Statistik Data Pre-Test Kelompok Eksperimen dan Kontrol……….. 4.3 Kesimpulan Hasil Uji Two-Independent-Samples Test Data Pre-Test
Kelompok Eksperimen dan Kontrol………. 4.4 Hasil Ranks Data Post-Test Kelompok Eksperimen dan Kontrol………. 4.5 Uji Statistik Data Post-Test Kelompok Eksperimen dan Kontrol………. 4.6 Kesimpulan Hasil Uji Two-Independent-Samples Test Data Post-Test
Kelompok Eksperimen dan Kontrol………. 4.7 Hasil Ranks Data Pre-Test dan Post-Test………... 4.8 Uji Statistik Data Pre-Test dan Post-Test………. 4.9 Kesimpulan Hasil Uji Two-Samples Related Test Data Pre-Test dan
Post-Test………...
4.10 Perbedaan Skor Perilaku Bullying Remaja Perempuan Sebelum dan Sesudah Intervensi……… 4.11 Pencapaian Skor Perilaku Bullying Remaja Perempuan Sebelum dan
Sesudah Intervensi melalui Teknik Social Skills Training….…………..
DAFTAR GAMBAR
2.1 Kerangka Pemikiran………..
DAFTAR GRAFIK
4.1 Perbandingan Rata-rata Skor Pre-Test dan Skor Post-Test…………... 4.2 Pencapaian Skor Pre-Test dan Post-Test Subjek Intervensi pada Aspek
Bullying Fisik………
4.3 Pencapaian Skor Pre-Test dan Post-Test Subjek Intervensi pada Aspek
Bullying Verbal………....
4.4 Pencapaian Skor Pre-Test dan Post-Test Subjek Intervensi pada Aspek Bullying Relasional………... 4.5 Pencapaian Skor Pre-Test dan Post-Test Subjek Intervensi pada Aspek
Bullying Elektronik………..….
87
94
95
96
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Kasus kekerasan semakin hari semakin meningkat, Department for
Children, Schools and Families (DCSF) melaporkan hampir setengah (46%) dari
jumlah anak-anak dan remaja pernah mendapatkan perilaku bullying di sekolah
dan kehidupannya (Chamberlain dkk., 2010). Bullying merupakan bagian dari
tindak kekerasan, sejarah bullying dimulai sejak ratusan ribu tahun yang lalu saat
manusia Neanderthal tersisihkan Homo Sapiens yang lebih kuat dan lebih
berkembang. Tema utama yang terekam sejarah mengenai perilaku bullying
adalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak sengaja namun
secara purposif atau bertujuan.
Sekolah harus sadar dampak negatif dari perilaku bullying dan
menindaklanjuti permasalahan bullying ini dengan serius. Investigasi terhadap
kekuatan hubungan dan faktor kesehatan lingkungan sosial selama masa remaja
awal merupakan saat penentuan yang kritis untuk memfokuskan prioritas
permasalahan bullying. Survei internasional World Health Organization (WHO)
terhadap perilaku yang berhubungan dengan kesehatan remaja, menemukan
variasi luas dalam tingkat bullying dan korban di kalangan remaja di
negara-negara yang berpartisipasi, persentase peserta didik yang dilaporkan menjadi
pelaku atau mengambil bagian dalam bullying setidaknya sekali selama masa
sekolah berkisar dari yang terendah yaitu 13% anak perempuan dan 28% anak
laki-laki di Wales, sampai yang tertinggi yaitu 67% anak perempuan dan 78% dari
anak laki-laki di Greenland. Persentase peserta didik yang melaporkan menjadi
korban bullying berkisar dari yang terendah yaitu 13% anak perempuan dan 15%
anak laki-laki di Swedia, sampai yang tertinggi yaitu 72% anak perempuan dan
77% anak laki-laki di Greenland (Haynie dkk., 2001, hlm. 30).
Penelitian nasional yang dilakukan Nansel dkk. pada tahun 2001 (Lee,
2011, hlm. 1666) untuk menentukan prevalensi bullying di Amerika Serikat
adalah korban, dan 6,3% adalah pelaku maupun korban. Penelitian Nansel dkk.
mengidentifikasi model struktural perilaku bullying dan hasil temuan
menunjukkan model ekologi atau pengaruh lingkungan menyumbang porsi tinggi
varians dalam perilaku bullying. Semua sistem lingkungan serta sifat-sifat
individu ditemukan menjadi pengaruh signifikan terhadap perilaku bullying baik
secara langsung atau tidak langsung.
Di Indonesia pada tahun 2012, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI,
Badriyah Fayumi menyampaikan “...dari angka 87,6% permasalahan bullying di
sekolah, sebanyak 29,9% bullying dilakukan oleh guru, 42,1% dilakukan oleh teman sekelas, dan 28,0% dilakukan oleh teman lain kelas” (www.edukasi.kompas.com). Supeno (2010, hlm. 96) berpendapat “Sekolah di
Indonesia bukan tempat aman bagi anak-anak Indonesia karena hidup dalam era ketika kekerasan mempengaruhi semua sekolah.” Sekolah yang ditujukan sebagai tempat menimba ilmu, mendidik anak-anak menjadi manusia yang diharapkan
sesuai dengan yang tercantum dalam pengertian pendidikan, suatu tempat yang
seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman, anti kekerasan, justru menjadi
tempat yang menakutkan karena adanya tindak kekerasan. Penilaian terhadap
tindak kekerasan di sekolah hanya dilihat dari satu sudut pandang, apabila bukan anaknya yang “nakal”, maka lingkungan sekolah yang kurang kondusif. Motif tindak kekerasan sangat beragam dan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
tindak kekerasan di sekolah.
Bullying di sekolah menengah tingkat SMP diakui sebagai masalah
kesehatan mental yang serius karena tindakan bullying baik secara langsung dan
tidak langsung memiliki pengaruh yang besar terhadap kekerasan, absensi
sekolah, kenakalan, permasalahan bunuh diri, dan masalah mental. Perilaku
bullying terjadi pada segala usia, yang paling umum terjadi pada akhir masa
kanak-kanak sampai awal atau pertengahan masa remaja, dengan masa puncak
umumnya terjadi di usia SMP. Dilaporkan tingkat perilaku bullying di kalangan
remaja perempuan di berbagai negara berada pada level yang rendah, 23% sampai
dengan 33% di Jepang, 30% di Amerika Serikat, 38% di Inggris, 25% di
Penelitian Rahayu (2011) menunjukkan gambaran perilaku bullying
peserta didik kelas VIII SMPN 10 Bandung tahun ajaran 2010/2011, berada dalam
kategori tinggi (13%), kategori sedang (70%) dan kategori rendah (17%). Secara
umum gambaran perilaku bullying peserta didik berada pada kategori sedang
dengan persentase tiap aspek bullying yang dilakukan, yaitu bullying verbal
(64%), bullying relasional (55%), dan bullying fisik (51%). Hasil penelitian
Rahayu menunjukkan bullying verbal merupakan bentuk perilaku bullying yang
sering dilakukan oleh peserta didik.
Penelitian Widoretno (2012) menggambarkan perilaku bullying peserta
didik kelas VIII SMPN 9 Bandung tahun ajaran 2011/2012 yang diperoleh
berdasarkan hasil analisis data dari angket identifikasi kasus perilaku bullying
yang dibagikan kepada 184 peserta didik, dapat diketahui gambaran perilaku
bullying berada pada kategori selalu dan kategori sering sebesar 0%, kategori
kadang-kadang sebesar 6,52%, kategori jarang-jarang sebesar 14,13%, kategori
tidak pernah sebesar 79,34%. Kecenderungan perilaku bullying peserta didik
kelas VIII SMPN 9 Bandung menunjukan bullying verbal yang paling sering
dilakukan (29,84%), kemudian bullying relasional (28,70%), bullying elektronik
(21,52%), dan bullying fisik (19,92%). Hasil penelitian Widoretno menunjukkan
bullying verbal dan relasional merupakan bentuk perilaku bullying yang sering
dilakukan oleh peserta didik.
Penelitian terhadap 10%-17% remaja SMP dan SMA melaporkan
beberapa bentuk bullying oleh teman sebaya (Eisenberg, dkk. 2003 dalam Rayle
dkk. 2013, hlm. 5-6) dan 23 % dari korban perempuan melaporkan di bully oleh
teman-teman perempuan lain (Fekkes dalam Rayle, dkk. 2013, hlm. 5-6). Bullying
relasional yang dilakukan oleh remaja perempuan relatif stabil dari waktu ke
waktu. Bullying relasional yang dilakukan oleh remaja perempuan berkembang
karena berbagai faktor termasuk norma-norma untuk proses sosialisasi serta
harapan hubungan interpersonal untuk remaja perempuan.
Hasil penelitian pada beberapa sekolah di Jawa Barat (Pidada, 2003 dalam
Fahanshah, 2012, hlm. 43) tentang perbedaan gender pada bullying relasional
kelompok usia yang lebih tua (SMP kelas VIII). Pada dua kelompok usia SD dan
SMP, anak perempuan melakukan bullying relasional jauh lebih sering
(76,9%-79,2%) bahkan hampir tiga kali lipat dari anak laki-laki (20,7%-28,3%) dengan
subjek kelompok pada usia yang sama.
Penelitian yang dilakukan di SMP FA menunjukkan perilaku bullying
lebih banyak dilakukan oleh remaja perempuan secara berkelompok. Bullying
yang dilakukan oleh perempuan lebih banyak terjadi dalam bentuk verbal dan
relasional (Fahanshah, 2012, hlm. 43). Hasil penelitian menunjukkan bullying
verbal dan relasional lebih kuat dilakukan oleh remaja perempuan.
Adapun hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan gambaran
perilaku bullying remaja perempuan kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung tahun
ajaran 2014/2015 berada pada kategori rendah sebesar 52,5% dan pada kategori
tinggi sebesar 47,5%. Frekuensi tindak bullying yang dilakukan oleh remaja
perempuan tergolong rendah, namun terdapat selisih yang tidak jauh berbeda
dengan pelaku bullying dalam kategori tinggi. Gambaran aspek perilaku bullying
remaja perempuan yang paling tinggi ditunjukan dalam perilaku bullying
relasional sebesar 41%, kemudian bullying verbal sebesar 32,2%, bullying fisik
sebesar 15,6%, dan bullying elektronik sebesar 11,2%.
Hasil penelitian menunjukkan bullying relasional dan verbal merupakan
bentuk perilaku bullying yang sering dilakukan oleh remaja perempuan. Bullying
yang dilakukan remaja perempuan cenderung kurang menggunakan bullying fisik
seperti kebanyakan yang dilakukan oleh remaja laki-laki. Bentuk nyata dari
bullying yang dilakukan remaja perempuan menggunakan berbagai bullying tidak
langsung untuk menyerang orang lain melalui penyebaran gossip,
ejekan/penghinaan, bahasa tubuh yang kasar dan pengucilan sosial. Dampak
bullying di kalangan perempuan dapat lebih merusak dan lebih tahan lama
daripada laki-laki. Beberapa alasan remaja perempuan melakukan bullying
terhadap teman sebaya adalah mencari perhatian, keinginan mendominasi,
mengeksploitasi kelemahan korban, kemarahan, dendam dan kekuasaan. Pelaku
bullying perlu ditangani untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan di
Berdasarkan uraian tentang penelitian terhadap perilaku bullying yang
seringkali dilakukan oleh peserta didik di sekolah khususnya remaja perempuan,
perlu adanya intervensi untuk menangani permasalahan bullying yang dapat
dilakukan melalui upaya Bimbingan dan Konseling di sekolah. Layanan
Bimbingan dan Konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
pendidikan di sekolah yang mempunyai peranan penting untuk membantu peserta
didik agar mampu mencapai perkembangan yang optimal. Peserta didik atau
konseli sebagai remaja perempuan yang sedang berada dalam proses berkembang
atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan dan
kemandirian. Terdapat keniscayaan proses perkembangan tidak selalu
berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Standar kompetensi
kemandirian peserta didik siswa SMP dalam aspek perkembangan kesadaran
tanggung jawab sosial dan aspek kematangan hubungan teman sebaya,
menekankan pada nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan pergaulan dengan
teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari. Pemenuhan standar kemandirian
peserta didik, perwujudan diri secara akademik, vokasional, sosial dan personal,
diwujudkan melalui Bimbingan dan Konseling yang memandirikan (Depdikbud,
2008, hlm. 192-194).
Pemenuhan standar kemandirian peserta didik SMP dalam aspek
perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial dan aspek kematangan hubungan
teman sebaya tidak akan terpenuhi apabila mengalami hambatan akibat
permasalahan bullying. Diperlukan intervensi Bimbingan dan Konseling secara
kuratif dalam membantu menangani permasalahan bullying. Kuratif menunjukkan
fungsi Bimbingan dan Konseling dalam fungsi penyembuhan yang berkaitan erat
dengan pemberian bantuan kepada konseli yang mengalami masalah. Intervensi
Bimbingan dan Konseling secara kuratif dapat menggunakan teknik konseling dan
remedial teaching (Depdikbud, 2008, hlm. 202). Teknik konseling yang diberikan
kepada pelaku bullying sebagai upaya bantuan untuk memperbaiki perilaku yang
seharusnya ditampilkan remaja perempuan dalam proses sosialisasi yang
menekankan pemeliharaan hubungan interpersonal agar terciptanya pertemanan
Upaya mereduksi perilaku bullying di kalangan anak usia sekolah, dengan
melakukan intervensi yang menargetkan ekologi sosial. Bullying dipandang
sebagai masalah hubungan sosial, maka meningkatkan fungsi sosial merupakan
elemen kunci dalam mereduksi perilaku bullying (Swearer dkk., 2009, hlm. 95).
Lingkungan sekolah merupakan salah satu ekologi sosial dalam tingkat
mesosystem. Sosialisasi yang dipengaruhi oleh orang-orang yang berinteraksi
dengan individu dalam meso-sistem misalnya, lingkungan sekolah dan teman
sebaya (Lee dan Song, 2012, hlm. 2439). Pengaruh teman sebaya merupakan
faktor inti dalam keterlibatan remaja perempuan terhadap bullying di sekolah
(Swearer dkk., 2009, hlm. 102). Pelaku bullying memiliki pengaruh yang cukup
kuat di sekolah untuk melibatkan peserta didik lainnya secara persuasif ikut
terlibat dalam tindakan bullying.
Program intervensi bullying perlu mereduksi perilaku bullying dengan
berfokus pada toleransi terhadap perbedaan dan menampilkan sikap positif dalam
berperilaku (Englander dkk., 2007, hlm. 205). Pearce (dalam Saripah, 2010, hlm.
78) mengemukakan beberapa karakteristik perilaku bullying, di antaranya yang
menduduki urutan teratas adalah aggressive to any person, poor impuls control,
dan violence seen as positive quality. Model konseling Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) efektif untuk menanggulangi perilaku bullying peserta didik
(Saripah, 2010). Kelebihan dari model konseling Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) terletak pada karakteristik CBT yang tidak hanya menekankan pada
perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif namun memberikan konseling
pada perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (Corey, 2008, hlm. 360).
Langkah intervensi dalam mereduksi perilaku bullying di sekolah dengan
pendekatan Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) dimaksudkan untuk melacak
perasaan dan pikiran pelaku bullying. Tujuan dari jenis pendekatan CBT adalah
untuk memperkenalkan pelaku bullying pada berbagai emosi, untuk mengajarkan
pelaku bullying agar dapat memantau dan melacak kognisi, mendorong untuk
menantang beberapa pemikiran negatif atau menyimpang, dan memahami tentang
cara berpikir dan merasa tentang situasi berkaitan dengan cara berperilaku
Salah satu teknik dalam pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
dengan menggunakan strategi kelompok digunakan untuk mereduksi perilaku
bullying remaja perempuan. Ledley dkk. (dalam Corey, 2008, hlm. 359)
menyatakan tujuan utama pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dalam
strategi kelompok adalah membantu anggota untuk memperoleh keterampilan
baru yang akan memungkinkan dalam menghadapi kesulitan serta masalah baru
yang mungkin timbul di masa depan setelah terapi. Salah satu alasan yang paling
menarik, menggunakan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dalam strategi
kelompok di sekolah adalah dapat digunakan untuk pencegahan maupun
penyembuhan.
Teknik yang digunakan pada pendekatan Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) dalam strategi kelompok dengan menggunakan teknik Social Skills
Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan. Social Skills
Training adalah teknik yang merupakan kombinasi dari social-learning dan
cognitive-behavioral, digunakan untuk membantu membangun kemampuan sosial
dan hubungan yang positif dengan teman sebaya. Social Skills Training
merupakan intervensi yang sangat terstruktur dengan sejumlah sesi yang berisi
skrip kegiatan untuk dilakukan. Tujuan menyeluruh adalah untuk membangun
keterampilan sosial dasar perilaku dan kognitif, memperkuat sikap dan perilaku
prososial, dan membangun strategi coping adaptif untuk masalah sosial bullying
(Kõiv, 2012, hlm. 240). Ketika Social Skills Training digunakan sebagai teknik
dalam strategi kelompok, anggota kelompok saling membantu dan memantau satu
sama lain untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Pada perspektif psikologis, remaja akan merasa lebih mudah untuk
mengatasi situasi apabila memiliki teman dekat untuk curhat dan memiliki teman
dekat yang selalu mengingatkan untuk mengurangi perilaku negatif. Danby
(dalam Bateman, 2012, hlm. 166) menyatakan “...having a close friend at school
has also been found to support the often difficult transition to school.” Kualitas
pertemanan penting bagi kesejahteraan individual, emosional dan dukungan
sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Peters (2003) menunjukkan anak-anak yang
perasaan kesepian yang berkurang, interaksi sosial yang lebih baik dan
berperilaku lebih baik di sekolah (Bateman, 2012, hlm. 166).
Langkah nyata untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan
dilakukan dalam bentuk layanan Bimbingan dan Konseling dengan pendekatan
Cognitive Behavioral Therapy (CBT), menggunakan teknik Social Skills Training
terhadap pelaku bullying. Peneliti melakukan penelitian untuk menguji efektivitas
teknik Social Skills Training dalam menanggulangi permasalahan bullying remaja
perempuan di sekolah.
1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian
Permasalahan perilaku bullying di sekolah perlu ditangani dengan serius.
Sekolah memiliki tanggung jawab etis dan hukum untuk melindungi peserta didik
dari kekerasan. Bullying yang sudah terjadi dalam jangka waktu yang panjang di
sekolah menunjukkan minimnya kesadaran dan tanggung jawab sekolah terhadap
pendidikan yang dikelolanya. Penelitian SEJIWA selama tahun 2004-2006 pada
tiga SMA di dua kota besar di Pulau Jawa, satu dari lima guru menganggap
bullying adalah hal biasa dalam kehidupan remaja dan tak perlu dipermasalahkan.
Bahkan, satu dari empat guru berpendapat sesekali penindasan tidak akan
berdampak buruk terhadap kondisi psikologis peserta didik. Pihak sekolah
terkesan lepas tangan terhadap bullying yang dilakukan di lingkungan sekolah
(Noor, 2009).
Perilaku bullying remaja perempuan dipengaruhi oleh sistem lingkungan
yang mengitari kehidupannya. Faktor kelompok sebaya menjadi faktor yang
paling dominan dalam mempengaruhi perilaku bullying remaja perempuan. Sesuai
dengan definisi bullying menurut Batsche dan Knoff (dalam Haynie dkk., 2001,
hlm. 30), bullying sebagai bentuk pelecehan antar sesama yang mencakup
tindakan agresi dimana satu atau lebih orang secara fisik dan atau psikologis
melecehkan korban yang bersifat lemah.
Pengaruh teman sebaya merupakan faktor inti dalam keterlibatan remaja
perempuan terhadap bullying di sekolah (Swearer dkk., 2009, hlm. 102). Remaja
yang teridentifikasi sebagai pelaku bullying menunjukkan fungsi psikososial yang
bersifat agresif, senang bermusuhan dan dominan terhadap teman sebaya.
Lagerspetz dkk. (1982) menemukan pelaku bullying lebih kuat secara fisik dari
korban, memiliki sikap positif terhadap agresi, dan sikap negatif terhadap teman
sebaya (Haynie dkk., 2001, hlm. 31). Pelaku bullying memiliki pengaruh yang
cukup kuat di sekolah yang dapat melibatkan banyak peserta didik lainnya secara
persuasif untuk ikut terlibat dalam tindakan bullying.
Suatu hal yang alamiah apabila memandang bullying sebagai suatu
tindakan agresi, dikarenakan unsur-unsur yang ada di dalam bullying. Rigby
(2012, hlm. 15) menguraikan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian
bullying ialah keinginan untuk menyakiti, tindakan negatif, ketidakseimbangan
kekuatan, pengulangan atau repetisi, bukan sekedar penggunaan kekuatan,
kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan rasa tertekan di pihak korban.
Bullying yang dilakukan oleh remaja perempuan meliputi penghinaan, gossip dan
rumor adalah contoh dari proses linguistik yang kuat sering dipilih oleh remaja
perempuan sebagai alat yang digunakan untuk menyebabkan penderitaan kepada
orang lain. Bullying dalam bentuk pengasingan merupakan contoh lain proses
bullying relasional yang sering digunakan remaja perempuan untuk membuat
orang lain terintimidasi. Potensi proses bullying yang dilakukan seringkali
diabaikan oleh remaja perempuan, pelaku bullying mungkin tidak memahami
bahaya yang disebabkan oleh tindakannya. Kurangnya pemahaman bahaya yang
disebabkan oleh tindak bullying remaja perempuan menyebabkan proses bullying
marak dilakukan dalam kelompok sebaya (Besag, 2006, hlm. 4).
Bentuk bullying yang seringkali dilakukan oleh remaja perempuan adalah
bullying relasional dan bullying verbal. Perilaku bullying peserta didik di sekolah
merupakan masalah yang serius. Guru, kepala sekolah, orang tua, dan konselor
yang harus menemukan cara-cara inovatif untuk menghadapi tren bullying (Yoon
dkk.,2004 dalam Rayle dkk., 2013, hlm. 6). Konselor/guru BK seyogyanya cepat
tanggap untuk mengatasi permasalahan bullying. Salah satu fungsi bimbingan dan
konseling yaitu fungsi penyembuhan yang bersifat kuratif (Depdikbud, 2008, hlm.
202), upaya Bimbingan dan Konseling di sekolah dalam komponen layanan
Implikasinya, sekolah perlu menyadari peran yang dimainkan oleh
kelompok-kelompok pelaku bullying. Sekolah perlu mengidentifikasi kelompok
dan melakukan pendekatan dengan pelaku bullying. Beberapa metode dirancang
untuk bekerja dengan kelompok remaja sebagai korban atau pelaku bullying.
Strategi kelompok diharapkan mempertimbangkan cara-cara dimana situasi positif
dalam menciptakan iklim yang kondusif dengan kedekatan personal yang
dibangun berorientasi pada kebutuhan masing-masing individu dan kelompok
dapat ditingkatkan. Strategi kelompok juga diharapkan mengerahkan tekanan
teman sebaya yang positif, yaitu saling mempengaruhi untuk membawa
perubahan emosi dan perilaku ke arah yang lebih baik, agar dapat mereduksi
perilaku bullying. Tujuan adanya kelompok adalah membangun komunikasi dan
berdiskusi dengan anggota untuk memantau atau memonitor tindakan individu
masing-masing (Rigby, 2003, hlm. 4).
Upaya Bimbingan dan Konseling untuk mereduksi perilaku bullying
remaja perempuan dilakukan melalui teknik Social Skills Training dalam strategi
kelompok Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Social Skills Training
mengajarkan keterampilan baru atau memperbaiki pola perilaku dan pemikiran
yang keliru (Cornish dan Ross, 2004, hlm. 9). Suatu aspek perilaku dapat diubah
melalui penyesuaian pada cara individu berpikir tentang perilaku dan perasaan
yang terkait dengannya. Apabila pelaku bullying dapat mengubah cara berpikir
tentang perilaku, maka pelaku bullying dapat mengubah perilaku serta bertindak
berbeda ke arah yang lebih baik melalui mediasi lisan atau belajar melalui
pengamatan perilaku orang lain. Terdapat distorsi dalam proses berpikir remaja
perempuan tentang bullying yang termanifestasikan dalam perilakunya, sehingga
Social Skills Training bertujuan untuk mengajarkan remaja perempuan mengolah
informasi secara lebih tepat dan akurat, mengidentifikasi petunjuk sosial
non-verbal dan non-verbal serta mengubah cara berpikir tentang perilaku dengan belajar
melalui mediasi lisan atau melalui pengamatan perilaku orang lain.
Secara operasional rumusan masalah penelitian dijabarkan ke dalam
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk menguji efektivitas teknik Social Skills
Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan konselor/guru BK sebagai
panduan untuk memberikan pelayanan konseling bagi peserta didik dalam
permasalahan perilaku bullying di sekolah dengan menggunakan teknik Social
Skills Training dalam strategi kelompok pendekatan Cognitive Behavioral
Therapy.
1.5Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi meliputi BAB I Pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan struktur organisasi skripsi. BAB II Kajian Pustaka yang terdiri dari
konsep-konsep teori, penelitian terdahulu dan posisi teoritis peneliti yang
berkenaan dengan masalah yang diteliti. BAB III Metode Penelitian yang terdiri
dari desain penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen
penelitian, prosedur peneltian, hipotesis penelitian dan analisis data. BAB IV
Temuan dan Pembahasan yang memaparkan hasil temuan penelitian serta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan
penelitian yang menekankan analisis pada data numerikal yang diolah dengan
metode statistik (Sugiyono, 2008, hlm. 13). Pendekatan kuantitatif memungkinkan
dilakukannya pencatatan data hasil penelitian perilaku bullying remaja perempuan
secara nyata dalam bentuk angka sehingga memudahkan analisis dan penafsiran
data dengan menggunakan pendekatan statistik.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah eksperimen-kuasi. Secara
umum, Campbell (dalam Shaughnessy dkk., 2007, hlm. 395) merumuskan
kuasi-eksperimen sebagai kuasi-eksperimen yang melibatkan tipe intervensi atau treatment
tertentu dan perbandingan namun tidak menggunakan penugasan acak (random
assignment). Pendekatan eksperimen-kuasi bertujuan meneliti pelaku bullying
dalam kondisi yang diberikan perlakuan (intervensi) dan tanpa perlakuan,
kemudian pengaruhnya terhadap tindakan bullying yang tereduksi yang
digambarkan dalam keefektifan teknik Social Skills Training untuk mereduksi
perilaku bullying remaja perempuan.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol
nonekuivalen. Pada desain kelompok kontrol nonekuivalen, sebuah kelompok
treatment dan sebuah kelompok pembanding diperbandingkan dengan
menggunakan ukuran-ukuran pre-test dan post-test. Kelompok pertama yang
menerima treatment atau perlakuan (X) adalah kelompok eksperimen, sedangkan
kelompok kedua adalah kelompok kontrol. Sebuah desain kelompok kontrol
nonekuivalen dapat diikhtisarkan sebagai berikut (Shaughnessy dkk., 2007, hlm.
395):
� X �
� �
Keterangan:
01 = observasi yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pre-test
X = eksperimen yang diberikan pada sampel penelitian
Kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pelaksanaan intervensi
teknik Social Skills Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja
perempuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan berupa intervensi
teknik Social Skills Training.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian diawali dengan menentukan lokasi penelitian. Lokasi yang
dipilih untuk penelitian adalah sebagai berikut:
Sekolah : SMP Negeri 26 Bandung
Alamat : Jalan Sarimanah Sarijadi Blk.23 Bandung, Jawa Barat.
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 26 Bandung berdasarkan
pertimbangan berikut:
1) SMP Negeri 26 Bandung terletak di daerah padat penduduk serta dekat
dengan wilayah pasar tradisional dan terminal sehingga mempengaruhi
iklim di sekitar sekolah yang memungkinkan rawan terjadinya tindak
bullying diantara peserta didik.
2) Keberagaman yang ada di SMP Negeri 26 Bandung menjadi tantangan
tersendiri untuk melakukan kegiatan penelitian, dimana status ekonomi
dan sosial yang beragam berpengaruh terhadap sikap/perilaku dan
interaksi peserta didik di sekolah.
3) Pengalaman praktik lapangan yang dilakukan di SMP Negeri 26 Bandung
dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei menunjukkan maraknya
perilaku bullying peserta didik di sekolah.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26
Bandung yang dikhususkan pada remaja perempuan, ditentukan berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut:
dari masa anak-anak. Transisi dari masa anak-anak ke masa remaja awal
merupakan periode kunci perubahan yang melibatkan perbedaan yang
nyata dalam konteks sosial yang memicu permasalahan sosial, salah
satunya adalah perilaku bullying.
2) Peserta didik kelas VIII SMP mengalami transisi perubahan peran sosial
dan timbulnya tuntutan tugas baru dari kelas VII ke kelas VIII. Perubahan
sosial dan emosional yang terkait masa transisi di kelas VIII dapat
terwujud dalam frustrasi dan kecemasan terkait dengan perilaku sosial
yang negatif dan mengganggu, yaitu perilaku bullying.
3) Pengaruh identitas gender pada remaja perempuan yang menonjolkan sisi
feminin dengan melibatkan kondisi emosional dapat memicu terjadinya
konflik interpersonal diantara teman sebaya.
Populasi penelitian berjumlah 158 remaja perempuan, yang terbagi ke
dalam delapan kelas dengan setiap rincian kelas pada Tabel 3.1 sebagai berikut.
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
Kelas
Jumlah Remaja Perempuan
VIII-A 18 VIII-B 18 VIII-C 18 VIII-D 20 VIII-E 19 VIII-F 23 VIII-G 21 VIII-H 21
Jumlah
Populasi 158
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang diteliti harus representatif dalam arti mewakili populasi.
Pengambilan sampel dilakukan dengan nonrandom assignments teknik non
probability secara purposive, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak
menjadi sampel serta pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian
(Sukmadinata, 2010, hlm. 254). Adapun hal-hal yang menjadi pertimbangan
pemilihan sampel adalah sebagai berikut:
1) Tercatat sebagai peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun
Ajaran 2014/2015.
2) Sampel diambil dari kelas yang memiliki rata-rata kecenderungan perilaku
bullying tertinggi dibanding kelas yang lainnya.
3) Sampel yang memiliki kecenderungan perilaku bullying tinggi terhadap
perilaku yang ditampilkan dalam indikator-indikator perilaku bullying
yang terdapat dalam instrumen.
Jumlah sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai berikut.
Tabel 3.2 Sampel Penelitian
Kelas Jumlah Remaja
Perempuan
VIII-D 10
VIII-E 10
Jumlah Sampel 20
Setelah diperoleh sampel yang memenuhi kriteria, kemudian dibagi ke
dalam dua kelompok penelitian yaitu kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Pada kelompok eksperimen yaitu kelas VIII-D dengan jumlah sampel 10
remaja perempuan dengan skor tertinggi dan kelompok kontrol yaitu kelas VIII-E
dengan jumlah sampel 10 remaja perempuan dengan skor tertinggi.
3.4 Instrumen Penelitian
3.4.1 Definisi Operasional
1) Perilaku Bullying
Perilaku bullying adalah perilaku intimidasi yang bersifat agresif termasuk
dalam ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban, dimana perlakuan
bullying terjadi atas dasar kesengajaaan, dan dilakukan secara berulang-ulang
lebih besar secara fisik, lebih cerdas, status sosial yang tinggi) daripada korban
bullying.
Perilaku bullying yang dimaksud dalam penelitian merupakan perilaku
intimidasi remaja perempuan kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran
2014/2015, dimana remaja perempuan menggunakan kekuatan melalui tindakan
agresi dalam mengintimidasi dan mengendalikan orang lain, serta membuat orang
lain merasa tidak berdaya dengan bentuk-bentuk perilaku bullying secara verbal,
fisik, relasional (pengabaian) dan elektronik (cyber). Identifikasi dari
bentuk-bentuk bullying yang dilakukan, ditampilkan dalam indikator-indikator perilaku
bullying sebagai berikut:
a. Fisik, meliputi memukul, menginjak, mencubit, mencakar, menjambak,
mendorong/menabrak dengan bahu dan menampar.
b. Verbal, meliputi mencela, memberi julukan nama, memfitnah,
ejekan/penghinaan, gossip, membentak dan mengancam
c. Relasional (pengabaian), dengan adanya upaya pelemahan harga diri
korban secara sistematis yang dilakukan untuk mengasingkan atau
menolak seorang teman atau bahkan merusak hubungan persahabatan,
meliputi pengucilan/penghindaran, pandangan agresif/bahasa tubuh yang
kasar, tawa mengejek, menyembunyikan, merampas dan merusak.
d. Elektronik (cyber), dilakukan melalui sarana teknologi informasi dan
media elektronik yang ditujukan untuk meneror korban dengan
menggunakan SMS maupun telepon, media tulisan/gambar melalui
internet dan media rekaman/video yang sifatnya mengintimidasi,
menyakiti atau menyudutkan.
2) Social Skills Training
Keterampilan sosial diidentifikasi sebagai perilaku yang digunakan
individu dalam situasi interpersonal untuk memperoleh atau mempertahankan
penguatan dari lingkungan. Pada saat dikonseptualisasikan dengan cara belajar
perilaku, keterampilan sosial pada dasarnya dapat dipandang sebagai jalur
perilaku atau jalan untuk tujuan individu. Social Skills Training adalah kategori
luas yang berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara
Social Skills Training dalam penelitian merupakan teknik dari pendekatan
Cognitive Behavioral Therapy sebagai suatu upaya konselor (peneliti) untuk
membantu pelaku bullying mereduksi perilaku bullying remaja perempuan kelas
VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Social Skills Training
sebagai teknik intervensi agar pelaku bullying dapat mengidentifikasi masalah
keterampilan sosial yang ingin diubah, kemudian menargetkan keterampilan sosial
dalam sesi kelompok yang berisi tentang mempelajari keterampilan dasar yang
penting untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi serta membangun
hubungan yang positif dengan teman sebaya. Pada pelaksanaannya, Social Skills
Training dilakukan dalam tiga tahap inti sebagai berikut:
a. Instruksi Pelatihan dan Ketentuan Rasional, tahapan dimana konselor
membangun hubungan yang positif dengan konseli/anggota kelompok,
menjelaskan maksud dan tujuan dari intervensi yang akan diikuti anggota
kelompok, dan mengekplorasi pemikiran-pemikiran anggota kelompok
tentang perilaku bullying.
b. Pemodelan, tahapan dimana pelatihan dilakukan melalui contoh perilaku
sasaran, model interaksi hidup (live-modeling) dan menunjukkan perilaku,
atau menunjukkan video modeling dimana model yang terampil dapat
diamati oleh konseli/anggota kelompok. Konseli/anggota kelompok dapat
berfungsi sebagai model (client-modeling) dalam keterampilan sosial
untuk konseli lainnya di sesi kelompok. Praktik modeling juga dapat
digabungkan dengan berlatih interaksi di hadapan anggota kelompok yang
lain dengan cara bermain peran (role-playing).
c. Latihan Perilaku, Umpan Balik dan Penguatan, tahapan dimana
konseli/anggota kelompok melakukan latihan perilaku terhadap apa yang
sudah dipelajari pada tahap pemodelan. Terdapat umpan balik satu sama
lain dari masing-masing anggota kelompok sebagai bentuk penguatan
dalam sesi pelatihan. Latihan perilaku yang dilakukan bertujuan untuk
membentuk keterampilan generalisasi terhadap lingkungan.
Konseli/anggota kelompok memonitor interaksi sehari-hari yang
3.4.2 Penyusunan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa angket yang disusun
berdasarkan pengembangan dan perumusuan teori mengenai perilaku bullying
yang mencakup bentuk-bentuk bullying. Angket menggunakan skala dengan
pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak”.
3.4.3 Pengembangan Instrumen
Instrumen perilaku bullying diadaptasi dari angket perilaku bullying yang
dikonstruksi oleh Fitriani Br Sinurat tahun 2013, yang selanjutnya disebut dengan
Angket A. Angket yang pernah dikembangkan selanjutnya dimodifikasi untuk
dapat digunakan dalam penelitian, yang disebut dengan Angket B. Angket B
memiliki indeks reliabilitas 0,74 artinya tingkat korelasi atau derajat keterandalan
tinggi, menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan baik dan dapat dipercaya
sebagai alat pengumpul data. Instrumen yang berupa angket digunakan untuk
mengidentifikasi tingkat bullying yang dikategorikan dalam aspek/bentuk bullying
terhadap sampel penelitian sebelum dan sesudah dilakukan intervensi berupa
Social Skills Training.
Modifikasi angket dilakukan dalam pernyataan-penyataan mengenai
bentuk perilaku bullying yang diteliti. Modifikasi dilakukan karena terdapat
perbedaan kategori jenis kelamin dalam penelitian dengan penelitian sebelumnya.
Instrumen yang dikembangkan oleh Fitriani Br Sinurat (2013) merupakan
instrumen yang dikembangkan untuk meneliti kelompok peserta didik dengan
jenis kelamin laki-laki dan perempuan, sedangkan instrumen dalam penelitian
yang dikembangkan peneliti dikhusukan pada kelompok peserta didik dengan
jenis kelamin perempuan saja.
Secara lebih lanjut, perumusan kisi-kisi instrumen perilaku bullying
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Perilaku BullyingRemaja Perempuan (Sebelum Uji Kelayakan)
pernyataan-remaja perempuan. Berikut merupakan contoh pernyataan sebelum dan sesudah
dimodifikasi.
Tabel 3. 4
Contoh Pernyataan Sebelum dan Sesudah Modifikasi dari Setiap Komponen Perilaku Bullying Remaja Perempuan
No. Komponen
Aspek Bullying Sebelum Modifikasi Sesudah Modifikasi
1. Bullying Fisik Saya mendorong teman lain sampai terjatuh.
Saya mendorong bahu teman agar terlihat ditakuti.
2. Bullying Verbal Saya mengucapkan kata
“fuck you” ke teman anggap rendah saat ia berbicara.
Secara keseluruhan modifikasi pernyataan dalam instrumen perilaku
bullying remaja perempuan dapat dilihat pada lampiran pernyataan sebelum dan
sesudah modifikasi.
3.4.4 Pedoman Skoring
Butir pernyataan pada alternatif jawaban peserta didik diberi skor 1 dan 0.
Apabila peserta didik menjawab “Ya” diberi skor 1 tetapi apabila peserta didik
menjawab “Tidak” diberi skor 0. Ketentuan pemberian skor perilaku bullying
Tabel 3. 5
Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban
Alternatif Jawaban Skor Item (-)
Ya 1
Tidak 0
3.4.5 Uji Kelayakan Instrumen
Penimbangan instrumen bertujuan mengetahui tingkat kelayakan
instrumen dari segi konten, konstruk, dan bahasa. Aspek konten meliputi
kesesuaian materi pernyataan instrumen dengan indikator perilaku bullying remaja
perempuan yang dijadikan dasar dalam pengembangan instrumen. Pada aspek
konstruk, instrumen meliputi kesesuaiannya dengan teori. Adapun aspek bahasa
meliputi struktur bahasa dalam item pernyataan instrumen.
Penimbangan instrumen dilakukan oleh empat dosen ahli Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan, yaitu Dr. Ipah Saripah, M. Pd., Dr. Nurhudaya,
M.Pd., Dra. Setiawati, M.Pd., dan Dra. Chandra Affiandary, M.Pd, untuk
mengetahui kelayakan instrumen. Masukan dari empat dosen ahli dijadikan
landasan dalam penyempurnaan alat pengumpul data yang dibuat. Penilaian oleh
dosen ahli dilakukan dengan memberikan penilaian pada setiap item dengan
kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M
menyatakan item dapat digunakan, dan item yang diberi nilai TM menyatakan dua
kemungkinan yaitu item tidak dapat digunakan atau diperlukannya revisi pada
item. Hasil penimbangan instrumen menunjukkan bahwa ada beberapa item
instrumen yang perlu ditambahkan pada beberapa indikator dan direvisi dari segi
bahasa. Adapun kisi-kisi instrumen setelah uji kelayakan dapat dilihat pada Tabel
Tabel 3.6
3.4.6 Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana instrumen
yang telah dibuat dapat dipahami oleh responden sebelum digunakan untuk
kebutuhan penelitian. Uji keterbacaan dilakukan pada lima peserta didik kelas
VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/201. Setelah diuji keterbacaan,
dapat diketahui redaksi penulisan kata yang salah atau pernyataan yang sulit
dipahami oleh responden, sehingga dapat diperbaiki sebelum dilaksanakan
penyebaran angket untuk penelitian. Hasil uji keterbacaan yang telah dilaksanakan
kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh
peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.
3.4.7 Uji Validitas Butir Item
Validitas merupakan tingkat penafsiran kesesuaian hasil yang
dimaksudkan instrumen dengan tujuan yang diinginkan oleh suatu instrumen
penelitian (Creswell, 2009: 176). Uji validitas alat pengumpul data dilakukan
untuk mengetahui instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat mengukur
perilaku bullying remaja perempuan. Pengujian validitas dilakukan terhadap
seluruh butir item pada instrumen yang mengungkap perilaku bullying remaja
perempuan.
Pengujian ketepatan butir pernyataan dilakukan dengan mengoreksi hasil
uji coba yang sebelumnya dilakukan menggunakan korelasi biserial titik. Korelasi
biserial titik (point biserial) merupakan salah satu bentuk korelasi dari Pearson
yang digunakan dalam situasi khusus, yaitu untuk mengkorelasikan satu ubah
prediktor yang bersifat dikotomis (biner atau binomial) dengan satu peubah
kriteria yang berkala interval atau rasio (Furqon, 2009, hlm. 107). Pengujian
validitas dilakukan dengan bantuan pengolahan data statistik menggunakan
program komputer Microsoft Excel 2007.
Adapun langkah uji validitas dengan instrumen adalah dengan menghitung
koefesien korelasi skor setiap butir item dengan rumus Korelasi Biserial Titik.
Setelah menghitung nilai korelasi setiap item dalam instrumen pengungkap
pada langkah membandingkan besar nilai
�
ℎ� � dengan�
�� dengan kriteriasebagai berikut:
Jika
�
ℎ� �>
�
�� berarti valid, danJika
�
ℎ� �<
�
�� berarti tidak valid.Berdasarkan perhitungan
�
ℎ� � dengan�
��, validitas butir item dari 48pernyataan didapat sebanyak 42 pernyataan valid dan 6 pernyataan tidak valid.
3.4.8 Uji Reliabilitas Instrumen
Pengujian reliabilitas bertujuan untuk melihat ketetapan sebuah instrumen
atau mengukur sejauh mana suatu instrumen mampu menghasilkan skor-skor
secara konsisten.
Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel 2007 dengan menggunakan rumus Kuder Richardson 20 (KR.20).
Sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan klasifikasi
sebagai berikut.
Tabel 3. 7
Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen
1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi 0,70- 0,90 Derajat keterandalan tinggi 0,40-0,70 Derajat keterandalan sedang 0,20-0,40 Derajat keterandalan rendah
Kurang dari 0,20 Derajat keterandalan sangat rendah
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada Tabel 3.7 menunjukkan instrumen
yang mengukur perilaku bullying remaja perempuan memiliki nilai reliabilitas
0,74 dengan tingkat kepercayaan 95% sebanyak 42 butir item. Artinya, isntrumen
memiliki daya ketepatan atau keterandalan dengan kriteria tinggi.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Penyusunan dan Pengembangan Alat Pengumpul Data
Penyusunan alat pengumpul data dimulai dengan menyusun instrumen
dikembangkan. Instrumen penelitian menggunakan instrumen yang dikonstruksi
oleh Fitiani Br Sinurat pada tahun 2013. Pengembangan alat pengumpul data
dimulai dengan melakukan uji kelayakan, uji keterbacaan serta menganalisis
validitas dan reliabilitas instumen perilaku bullying remaja perempuan
berdasarkan teori dan indikator yang di kembangkan. Kisi-kisi instrumen
disempurnakan berdasarkan hasil judgment dari dosen ahli dan disusun menjadi
instrumen yang siap digunakan sebagai alat pengumpul data. Butir-butir
pernyataan dalam instrumen merupakan gambaran mengenai karakteristik
perilaku bullying remaja perempuan kelas VIII di SMP Negeri 26 Bandung.
Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk
angket atau kuesioner yang didalamnya terkandung aspek-aspek dan indikator
untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan, yang digunakan untuk
mendapatkan data tentang kecenderungan perilaku bullying remaja perempuan
kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Angket
menggunakan skala dengan pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak”.
3.5.2 Pelaksanaan Pre-test
Pelaksanaan pre-test dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum
perilaku bullying remaja perempuan serta sampel penelitian melalui penyebaran
angket perilaku bullying remaja perempuan di kelas VIII SMP Negeri 26
Bandung.
3.5.3 Perancangan Intervensi
Intervensi Social Skills Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja
perempuan dirancang berdasarkan hasil validasi program oleh dosen ahli
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan serta guru Bimbingan dan Konseling di
SMP Negeri 26 Bandung. Berikut merupakan rancangan intervensi berdasarkan
hasil validasi komponen yang mencakup:
1) Rasional
Masa remaja merupakan masa dimana individu banyak mengalami
perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Piaget (Hurlock, 1980, hlm. 206)
terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa
bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa
sama, atau paling tidak sejajar. Santrock (2003, hlm. 31) mengartikan bahwa masa
remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa
yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Peserta didik di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada
fase remaja. Remaja SMP berada pada kisaran usia 12-14 tahun yang merupakan
usia masa remaja awal sebagai masa perkembangan transisi dari masa anak-anak.
Transisi dari masa anak-anak ke masa remaja awal merupakan periode kunci
perubahan yang melibatkan perbedaan yang nyata dalam konteks sosial yang
memicu permasalahan sosial, salah satunya adalah perilaku bullying.
Hasil pengumpulan data pada penyebaran instrumen perilaku bullying
remaja perempuan terhadap 158 peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung
Tahun Ajaran 2014/2015 menunjukkan gambaran umum perilaku bullying remaja
perempuan sebesar 47,5% dalam kategori tinggi dan 52,5% termasuk dalam
kategori rendah. Gambaran aspek tingkat perilaku bullying yaitu: (1) bullying fisik
sebesar 15,6%, (2) bullying verbal sebesar 32,2%, (3) bullying relasional sebesar
41% dan (4) bullying elektronik sebesar 11,2%. Adapun gambaran indikator pada
masing-masing aspek bullying tersaji pada Tabel 3.8 sebagai berikut:
Tabel 3.8
Persentase Aspek Bullying
No. Aspek Indikator Rata-rata
Indikator
Rata-rata Aspek
1. Bullying Fisik Memukul 3,4% 15,6%
Menginjak 1,2% Mencubit 1,5%
Mencakar 1%
Menjambak 3,3% Mendorong/
Menabrak dengan Bahu
4,6%
Menampar 0,6% 2. BullyingVerbal Mencela/Memberi Julukan
Nama
5,5% 32,2%
Memfitnah 4,6% Ejekan/Penghinaan 6,3%
Membentak 6,4%
Melalui SMS/Telepon 4,1% 11,2%
Melalui Media Tulisan, Gambar/Internet
5,8%
Melalui Media Rekaman Suara/Video
1,4%
Adapun gambaran aspek tingkat perilaku bullying dari 75 peserta didik
kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 dengan persentase
sebesar 47,5% yang teridentifikasi dalam kategori tinggi yaitu: (1) bullying fisik
sebesar 8%, (2) bullying verbal sebesar 14,2%, (3) bullying relasional sebesar
19,5% dan (4) bullying elektronik sebesar 5,8%. Adapun gambaran indikator pada
masing-masing aspek bullying tersaji pada Tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9
Persentase Aspek Bullying Kategori Tinggi
No. Aspek Indikator Rata-rata
Indikator 2. BullyingVerbal Mencela/Memberi Julukan
Nama
2,5% 14,2%
Memfitnah 2,1% Ejekan/Penghinaan 2,6%
3. Bullying Relasional
Pengucilan/ Penghindaran
4,6% 19,5%
Pandangan Agresif/Bahasa Tubuh yang Kasar
6%
Tawa Mengejek 3,1% Menyembunyikan
Barang
2,9%
Merampas 1,6% Merusak 1,3% 4. Bullying
Elektronik
Melalui SMS/Telepon 2% 5,8%
Melalui Media Tulisan, Gambar/Internet
3%
Melalui Media Rekaman Suara/Video
0,8%
Tabel 3.9 menggambarkan persentase aspek bullying pada kategori tinggi
dengan masing-masing indikator, diperoleh gambaran aspek bullying relasional
merupakan aspek yang paling tinggi, kemudian bullying verbal, bullying fisik dan
bullying elektronik.
Hasil penelitian menunjukkan bullying relasional dan verbal merupakan
bentuk perilaku bullying yang sering dilakukan oleh remaja perempuan. Bullying
yang dilakukan remaja perempuan cenderung kurang menggunakan bullying fisik
seperti kebanyakan yang dilakukan oleh remaja laki-laki. Bentuk nyata dari
bullying yang dilakukan remaja perempuan menggunakan berbagai bullying tidak
langsung untuk menyerang orang lain melalui perilaku membentak, penyebaran
gossip, ejekan/penghinaan, pandangan agresif/bahasa tubuh yang kasar dan
penghindaran/pengucilan sosial. Dampak bullying di kalangan perempuan dapat
lebih merusak dan lebih tahan lama daripada laki-laki. Beberapa alasan remaja
perempuan melakukan bullying terhadap teman sebaya adalah mencari perhatian,
keinginan mendominasi, mengeksploitasi kelemahan korban, kemarahan, dendam
dan kekuasaan.
Intensitas bullying verbal dan relasional yang terjadi di sekolah terhadap
remaja perempuan kelas delapan, perlu ditindaklanjuti secara lebih lanjut.
Tingkatan kelas delapan SMP mengalami transisi perubahan peran sosial dan
timbulnya tuntutan tugas baru dari kelas tujuh ke kelas delapan. Perubahan sosial
frustrasi dan kecemasan terkait dengan perilaku sosial negatif yang mengganggu,
yaitu perilaku bullying.
Perilaku bullying adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara faktor
individu dan lingkungan sosialnya (keluarga, teman sebaya, sekolah, komunitas,
dan masyarakat (Smith, 2004; Swearer & Espelage, 2004;.Swearer dkk., 2009).
Pengaruh identitas gender pada remaja perempuan yang menonjolkan sisi feminin
dengan melibatkan kondisi emosional dapat memicu terjadinya konflik
interpersonal diantara teman sebaya. Salah satu alternatif untuk mereduksi
perilaku bullying adalah dengan mendidik pelaku bullying agar memiliki
keterampilan sosial dalam berinteraksi di lingkungan sehari-hari, termasuk di
sekolah dan masyarakat. Para pelaku bullying dapat menggertak orang lain karena
tidak tahu bagaimana mendapatkan perhatian atau mengendalikan emosi. Remaja
yang melakukan bullying tidak memiliki keterampilan sosial dan tidak tahu
bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan orang lain. Keterampilan sosial
dan pengelolaan emosi, harus diterapkan pada pelaku bullying agar tidak mencari
perhatian dengan cara menggoda, mengintimidasi orang lain, atau melakukan
bentuk-bentuk perilaku bullying lainnya (Wong, 2004, hlm. 548).
Program intervensi Social Skills Training dengan strategi kelompok dalam
pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diharapkan dapat memperbaiki
fungsi kognitif yang menyimpang, keyakinan konseli untuk membawa perubahan
emosi dan strategi perilaku ke arah yang lebih baik, serta dapat mereduksi
perilaku-perilaku negatif. Pelaku bullying dapat melatih keterampilan sosial
maupun hubungan interpersonal untuk meningkatkan interaksi sosial di
lingkungan sehari-hari. Pada saat Social Skills Training digunakan sebagai bagian
dari strategi kelompok dalam pendekatan CBT, anggota kelompok saling
membantu dan memantau satu sama lain untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2) Deskripsi Kebutuhan
Gambaran perilaku bullying remaja perempuan dalam kategori tinggi perlu
ditindaklanjuti sebagai upaya dalam mereduksi tingkat bullying yang terjadi pada
peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung. Aspek yang memiliki
aspek perilaku bullying yang dilakukan, pelaku bullying membutuhkan beberapa
hal berikut:
a. Merasionalkan pemikiran tentang perilaku bullying dan mengetahui efek
negatif dari perilaku bullying.
b. Mengidentifikasi permasalahan dan konsekuensi dari perilaku bullying
yang dilakukan, serta menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi.
c. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi baik secara verbal maupun
non verbal.
d. Meningkatkan keterampilan berperilaku positif dalam menjalin interaksi
sosial yang sehat.
3) Tujuan Intervensi
Secara umum tujuan intervensi Social Skills Training adalah mereduksi
perilaku bullying remaja perempuan. Secara khusus tujuan intervensi adalah:
a. Mengeksplorasi rasionalitas pemikiran tentang perilaku bullying.
b. Mengidentifikasi masalah, berpikir tentang konsekuensi, dan
menghasilkan serta menerapkan solusi atas permasalahan bullying.
c. Membentuk keterampilan baru dalam meningkatkan cara berkomunikasi
baik secara verbal maupun non verbal.
d. Membentuk keterampilan baru dalam meningkatkan cara berperilaku
positif serta menjalin interaksi sosial yang sehat di kehidupan sehari-hari.
4) Asumsi
Program Social Skills Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja
perempuan didasarkan pada asumsi sebagai berikut.
a. Masalah perilaku pada peserta didik disebabkan sebagian besar oleh
kegagalan dalam belajar untuk mengendalikan perilaku dan mematuhi
norma-norma sosial (Cornish dan Ross, 2004, hlm. 9).
b. Social Skills Training merupakan salah satu teknik konseling Cognitive
Behavioral Therapy (CBT) dengan mengacu pada pelatihan keterampilan
dalam berinteraksi secara sosial (Corey, 2008, hlm. 358), pendekatan CBT
c. Social Skills Training melibatkan pengajaran keterampilan baru atau
memperbaiki pola perilaku dan pemikiran yang salah (Cornish dan Ross,
2004, hlm. 9).
5) Sasaran Intervensi
Sasaran intervensi adalah 10 remaja perempuan kelas VIII-D yang
memiliki skor paling tinggi pada aspek perilaku bullying, khususnya bullying
verbal dan bullying relasional.
6) Strategi/Prosedur Pelaksanaan
Prosedur intervensi Social Skills Training untuk mereduksi perilaku
bullying remaja perempuan, memanfaatkan prinsip-prinsip pembelajaran yang
ditargetkan pada komponen instruksi pelatihan dan ketentuan rasional,
keterampilan perilaku, pemodelan, latihan atau praktik, penguatan dan umpan
balik yang tergabung dalam sesi kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran yang
dimodifikasi untuk sesi pelatihan kelompok adalah sebagai berikut:
a. Instruksi Pelatihan dan Ketentuan Rasional, tahapan dimana konselor
membangun hubungan yang positif dengan konseli/anggota kelompok,
menjelaskan maksud dan tujuan dari intervensi yang akan diikuti anggota
kelompok, dan mengekplorasi pemikiran-pemikiran anggota kelompok
tentang perilaku bullying serta merasionalkan keyakinan yang terbangun
tentang perilaku bullying dengan memberikan pengetahuan mengenai efek
negatif yang terjadi pada pelaku maupun korban akibat perilaku bullying
yang dilakukan.
b. Pemodelan, tahapan dimana pelatihan dilakukan melalui contoh perilaku
bullying yang ditampilkan dengan berbagai model tertentu, diantaranya
model interaksi hidup (live-modeling) dan menunjukkan perilaku, atau
menunjukkan video modeling di mana model yang terampil dapat diamati
oleh konseli. Melalui contoh perilaku yang ditampilkan dalam bentuk
modeling, anggota kelompok dapat mengidentifikasi masalah, berpikir
tentang konsekuensi, dan menghasilkan serta menerapkan solusi atas