• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Teknik Social Skills Training Untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan (Studi Eksperimen-Kuasi Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Teknik Social Skills Training Untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan (Studi Eksperimen-Kuasi Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015)."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Pipit Andayani, 2015

EFEKTIVITAS TEKNIK SOCIAL SKILLS TRAINING

UNTUK MEREDUKSI PERILAKU BULLYING REMAJA PEREMPUAN

(Studi Eksperimen-Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung

Tahun Ajaran 2014/2015)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

oleh

Pipit Andayani NIM 1008936

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)

Pipit Andayani, 2015

Efektivitas Teknik Social Skills Training Untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Pipit Andayani (2015). Efektivitas Teknik Social Skills Training Untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan (Studi Eksperimen-Kuasi Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015).

Remaja perempuan menunjukkan perilaku bullying dengan memanipulasi dinamika emosional dan psikologis dalam relasi atau hubungan pertemanan yang bertujuan untuk mengintimidasi orang lain. Faktor dominan penyebab perilaku bullying remaja perempuan dipengaruhi oleh lingkungan teman sebaya. Penekanan terhadap hubungan teman sebaya antara remaja perempuan mempengaruhi perilaku bullying yang difokuskan dalam aspek relasional dan verbal. Teknik Social Skills Training diberikan kepada pelaku bullying agar dapat meningkatkan keterampilan sosial dalam menjalin komunikasi dan interaksi yang positif dalam hubungan teman sebaya. Penelitian bertujuan menguji efektivitas teknik Social Skills Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen-kuasi dan desain penelitian non equivalent pre test - post test control group. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 26 Bandung dengan mengambil 20 sampel penelitian, yaitu peserta didik kelas VIII yang ditentukan menggunakan teknik non probability secara purposive. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner perilaku bullying remaja perempuan. Analisis data menggunakan statistika deskriptif untuk melihat penurunan rata-rata skor perilaku bullying dan statistika inferensial untuk menguji efektivitas teknik Social Skills Training. Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,005, intervensi konseling menggunakan teknik Social Skills Training teruji efektif untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan. Teknik Social Skills Training dapat diterapkan melalui pedoman pelaksanaan program intervensi untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan.

(4)

ABSTRACT

Pipit Andayani (2015). The Effectiveness Of Social Skills Training Technique To

Reduce Bullying Behavior Among Girls (A Quasi Experimental Research To Students at Class VIII of SMP Negeri 26 Bandung In Academic Year 2014/2015).

The girls showed bullying behavior by manipulated the emotional and psychological dynamics in the relationship of friendship that aimed to intimidate others. The dominant factor causing bullying behavior among girls was influenced by peer group. This emphasis on the relationship between girls and peer group influenced bullying behavior that was focused on relational and verbal aspects. Mechanical Social Skills Training was given to the perpetrators of bullying in order to improve social skills in established communication and positive interaction of peer relationship. The aimed of the research was to test the effectiveness of Social Skills Training technique to reduce bullying behavior among girls. The research used a quantitative approach with a quasi-experimental research method and non-equivalent pre-test - post-test control group design. The research was conducted in SMP Negeri 26 Bandung by taking 20 samples of students at class VIII were determined using non-probability technique purposively. The research instrument used a questionnaire bullying behavior among girls. The data was analyzed by using descriptive statistical to know the decrease of the average score of bullying behavior and using inferential statistical to test the effectiveness of Social Skills Training technique. The results showed a significance value of 0,005, that counseling intervention with Social Skills Training technique proven effective to reduce bullying behavior among girls. Social Skills Training technique can be applied through the guidelines for the implementation of intervention program to reduce bullying behavior among girls.

(5)

DAFTAR ISI

1.1Latar Belakang Penelitian..………...………... 1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian..………... 1.3Tujuan Penelitian……….…………...….... 1.4Manfaat Penelitian………..……….………... 1.5Struktur Organisasi Skripsi..………..………...

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….………...

2.1Konsep Bullying………... 2.2Konsep Social Skills Training………... 2.3Layanan Bimbingan dan Konseling melalui Teknik Social Skills

Training untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan……... 2.4Penelitian Terdahulu………... 2.5Kerangka Pemikiran………... 2.6Asumsi Penelitian………...

BAB III METODE PENELITIAN………

3.1Desain Penelitian………...………... 3.2Lokasi Penelitian………...………... 3.3Populasi dan Sampel Penelitian………... 3.4Instrumen Penelitian...………... 3.5Prosedur Penelitian………..…... 3.6Hipotesis Penelitian………..…... 3.7Analisis Data….………...

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN………...

4.1Temuan Penelitian………... 4.1.1 Efektivitas Teknik Social Skills Training untuk Mereduksi Perilaku Bullying Remaja Perempuan ………... 4.1.2 Dinamika Penurunan Perilaku Bullying Remaja Perempuan …...

4.2Pembahasan ………...

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI………...

5.1Simpulan………...

5.2Keterbatasan Penelitian………... 5.3Implikasi terhadap Bimbingan dan Konseling………

(6)

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Administrasi

2. Instrumen Penelitian

3. Hasil Pengolahan Data Penelitian 4. Program Intervensi

5. Dokumentasi

(7)

DAFTAR TABEL

3.1 Populasi Penelitian……...…..………... 3.2 Sampel Penelitian……….. 3.3 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Bullying Remaja Perempuan (Sebelum Uji Kelayakan)……… 3.4 Contoh Pernyataan Sebelum dan Sesudah Modifikasi dari Setiap

Komponen Perilaku Bullying Remaja Perempuan………….………... 3.5 Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban………... 3.6 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Bullying Remaja Perempuan (Setelah Uji

Kelayakan)……… 3.7 Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen………. 3.8 Persentase Aspek Bullying..……….. 3.9 Persentase Aspek Bullying Kategori Tinggi……….. 3.10 Rancangan Program Social Skills Training untuk Mereduksi Perilaku

Bullying Remaja Perempuan………. 3.11 Aspek Keterampilan Sosial dalam Intervensi Social Skills Training... 3.12 Indikator Keberhasilan... 3.13 Kategori Perilaku Bullying Remaja Perempuan……….……... 3.14 Makna Kategori Perilaku Bullying Remaja Perempuan……… 4.1 Hasil Ranks Data Pre-Test Kelompok Eksperimen dan Kontrol……….. 4.2 Uji Statistik Data Pre-Test Kelompok Eksperimen dan Kontrol……….. 4.3 Kesimpulan Hasil Uji Two-Independent-Samples Test Data Pre-Test

Kelompok Eksperimen dan Kontrol………. 4.4 Hasil Ranks Data Post-Test Kelompok Eksperimen dan Kontrol………. 4.5 Uji Statistik Data Post-Test Kelompok Eksperimen dan Kontrol………. 4.6 Kesimpulan Hasil Uji Two-Independent-Samples Test Data Post-Test

Kelompok Eksperimen dan Kontrol………. 4.7 Hasil Ranks Data Pre-Test dan Post-Test………... 4.8 Uji Statistik Data Pre-Test dan Post-Test………. 4.9 Kesimpulan Hasil Uji Two-Samples Related Test Data Pre-Test dan

Post-Test………...

4.10 Perbedaan Skor Perilaku Bullying Remaja Perempuan Sebelum dan Sesudah Intervensi……… 4.11 Pencapaian Skor Perilaku Bullying Remaja Perempuan Sebelum dan

Sesudah Intervensi melalui Teknik Social Skills Training….…………..

(8)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Pemikiran………..

(9)

DAFTAR GRAFIK

4.1 Perbandingan Rata-rata Skor Pre-Test dan Skor Post-Test…………... 4.2 Pencapaian Skor Pre-Test dan Post-Test Subjek Intervensi pada Aspek

Bullying Fisik………

4.3 Pencapaian Skor Pre-Test dan Post-Test Subjek Intervensi pada Aspek

Bullying Verbal………....

4.4 Pencapaian Skor Pre-Test dan Post-Test Subjek Intervensi pada Aspek Bullying Relasional………... 4.5 Pencapaian Skor Pre-Test dan Post-Test Subjek Intervensi pada Aspek

Bullying Elektronik………..….

87

94

95

96

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Kasus kekerasan semakin hari semakin meningkat, Department for

Children, Schools and Families (DCSF) melaporkan hampir setengah (46%) dari

jumlah anak-anak dan remaja pernah mendapatkan perilaku bullying di sekolah

dan kehidupannya (Chamberlain dkk., 2010). Bullying merupakan bagian dari

tindak kekerasan, sejarah bullying dimulai sejak ratusan ribu tahun yang lalu saat

manusia Neanderthal tersisihkan Homo Sapiens yang lebih kuat dan lebih

berkembang. Tema utama yang terekam sejarah mengenai perilaku bullying

adalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak sengaja namun

secara purposif atau bertujuan.

Sekolah harus sadar dampak negatif dari perilaku bullying dan

menindaklanjuti permasalahan bullying ini dengan serius. Investigasi terhadap

kekuatan hubungan dan faktor kesehatan lingkungan sosial selama masa remaja

awal merupakan saat penentuan yang kritis untuk memfokuskan prioritas

permasalahan bullying. Survei internasional World Health Organization (WHO)

terhadap perilaku yang berhubungan dengan kesehatan remaja, menemukan

variasi luas dalam tingkat bullying dan korban di kalangan remaja di

negara-negara yang berpartisipasi, persentase peserta didik yang dilaporkan menjadi

pelaku atau mengambil bagian dalam bullying setidaknya sekali selama masa

sekolah berkisar dari yang terendah yaitu 13% anak perempuan dan 28% anak

laki-laki di Wales, sampai yang tertinggi yaitu 67% anak perempuan dan 78% dari

anak laki-laki di Greenland. Persentase peserta didik yang melaporkan menjadi

korban bullying berkisar dari yang terendah yaitu 13% anak perempuan dan 15%

anak laki-laki di Swedia, sampai yang tertinggi yaitu 72% anak perempuan dan

77% anak laki-laki di Greenland (Haynie dkk., 2001, hlm. 30).

Penelitian nasional yang dilakukan Nansel dkk. pada tahun 2001 (Lee,

2011, hlm. 1666) untuk menentukan prevalensi bullying di Amerika Serikat

(11)

adalah korban, dan 6,3% adalah pelaku maupun korban. Penelitian Nansel dkk.

mengidentifikasi model struktural perilaku bullying dan hasil temuan

menunjukkan model ekologi atau pengaruh lingkungan menyumbang porsi tinggi

varians dalam perilaku bullying. Semua sistem lingkungan serta sifat-sifat

individu ditemukan menjadi pengaruh signifikan terhadap perilaku bullying baik

secara langsung atau tidak langsung.

Di Indonesia pada tahun 2012, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI,

Badriyah Fayumi menyampaikan “...dari angka 87,6% permasalahan bullying di

sekolah, sebanyak 29,9% bullying dilakukan oleh guru, 42,1% dilakukan oleh teman sekelas, dan 28,0% dilakukan oleh teman lain kelas” (www.edukasi.kompas.com). Supeno (2010, hlm. 96) berpendapat “Sekolah di

Indonesia bukan tempat aman bagi anak-anak Indonesia karena hidup dalam era ketika kekerasan mempengaruhi semua sekolah.” Sekolah yang ditujukan sebagai tempat menimba ilmu, mendidik anak-anak menjadi manusia yang diharapkan

sesuai dengan yang tercantum dalam pengertian pendidikan, suatu tempat yang

seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman, anti kekerasan, justru menjadi

tempat yang menakutkan karena adanya tindak kekerasan. Penilaian terhadap

tindak kekerasan di sekolah hanya dilihat dari satu sudut pandang, apabila bukan anaknya yang “nakal”, maka lingkungan sekolah yang kurang kondusif. Motif tindak kekerasan sangat beragam dan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya

tindak kekerasan di sekolah.

Bullying di sekolah menengah tingkat SMP diakui sebagai masalah

kesehatan mental yang serius karena tindakan bullying baik secara langsung dan

tidak langsung memiliki pengaruh yang besar terhadap kekerasan, absensi

sekolah, kenakalan, permasalahan bunuh diri, dan masalah mental. Perilaku

bullying terjadi pada segala usia, yang paling umum terjadi pada akhir masa

kanak-kanak sampai awal atau pertengahan masa remaja, dengan masa puncak

umumnya terjadi di usia SMP. Dilaporkan tingkat perilaku bullying di kalangan

remaja perempuan di berbagai negara berada pada level yang rendah, 23% sampai

dengan 33% di Jepang, 30% di Amerika Serikat, 38% di Inggris, 25% di

(12)

Penelitian Rahayu (2011) menunjukkan gambaran perilaku bullying

peserta didik kelas VIII SMPN 10 Bandung tahun ajaran 2010/2011, berada dalam

kategori tinggi (13%), kategori sedang (70%) dan kategori rendah (17%). Secara

umum gambaran perilaku bullying peserta didik berada pada kategori sedang

dengan persentase tiap aspek bullying yang dilakukan, yaitu bullying verbal

(64%), bullying relasional (55%), dan bullying fisik (51%). Hasil penelitian

Rahayu menunjukkan bullying verbal merupakan bentuk perilaku bullying yang

sering dilakukan oleh peserta didik.

Penelitian Widoretno (2012) menggambarkan perilaku bullying peserta

didik kelas VIII SMPN 9 Bandung tahun ajaran 2011/2012 yang diperoleh

berdasarkan hasil analisis data dari angket identifikasi kasus perilaku bullying

yang dibagikan kepada 184 peserta didik, dapat diketahui gambaran perilaku

bullying berada pada kategori selalu dan kategori sering sebesar 0%, kategori

kadang-kadang sebesar 6,52%, kategori jarang-jarang sebesar 14,13%, kategori

tidak pernah sebesar 79,34%. Kecenderungan perilaku bullying peserta didik

kelas VIII SMPN 9 Bandung menunjukan bullying verbal yang paling sering

dilakukan (29,84%), kemudian bullying relasional (28,70%), bullying elektronik

(21,52%), dan bullying fisik (19,92%). Hasil penelitian Widoretno menunjukkan

bullying verbal dan relasional merupakan bentuk perilaku bullying yang sering

dilakukan oleh peserta didik.

Penelitian terhadap 10%-17% remaja SMP dan SMA melaporkan

beberapa bentuk bullying oleh teman sebaya (Eisenberg, dkk. 2003 dalam Rayle

dkk. 2013, hlm. 5-6) dan 23 % dari korban perempuan melaporkan di bully oleh

teman-teman perempuan lain (Fekkes dalam Rayle, dkk. 2013, hlm. 5-6). Bullying

relasional yang dilakukan oleh remaja perempuan relatif stabil dari waktu ke

waktu. Bullying relasional yang dilakukan oleh remaja perempuan berkembang

karena berbagai faktor termasuk norma-norma untuk proses sosialisasi serta

harapan hubungan interpersonal untuk remaja perempuan.

Hasil penelitian pada beberapa sekolah di Jawa Barat (Pidada, 2003 dalam

Fahanshah, 2012, hlm. 43) tentang perbedaan gender pada bullying relasional

(13)

kelompok usia yang lebih tua (SMP kelas VIII). Pada dua kelompok usia SD dan

SMP, anak perempuan melakukan bullying relasional jauh lebih sering

(76,9%-79,2%) bahkan hampir tiga kali lipat dari anak laki-laki (20,7%-28,3%) dengan

subjek kelompok pada usia yang sama.

Penelitian yang dilakukan di SMP FA menunjukkan perilaku bullying

lebih banyak dilakukan oleh remaja perempuan secara berkelompok. Bullying

yang dilakukan oleh perempuan lebih banyak terjadi dalam bentuk verbal dan

relasional (Fahanshah, 2012, hlm. 43). Hasil penelitian menunjukkan bullying

verbal dan relasional lebih kuat dilakukan oleh remaja perempuan.

Adapun hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan gambaran

perilaku bullying remaja perempuan kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung tahun

ajaran 2014/2015 berada pada kategori rendah sebesar 52,5% dan pada kategori

tinggi sebesar 47,5%. Frekuensi tindak bullying yang dilakukan oleh remaja

perempuan tergolong rendah, namun terdapat selisih yang tidak jauh berbeda

dengan pelaku bullying dalam kategori tinggi. Gambaran aspek perilaku bullying

remaja perempuan yang paling tinggi ditunjukan dalam perilaku bullying

relasional sebesar 41%, kemudian bullying verbal sebesar 32,2%, bullying fisik

sebesar 15,6%, dan bullying elektronik sebesar 11,2%.

Hasil penelitian menunjukkan bullying relasional dan verbal merupakan

bentuk perilaku bullying yang sering dilakukan oleh remaja perempuan. Bullying

yang dilakukan remaja perempuan cenderung kurang menggunakan bullying fisik

seperti kebanyakan yang dilakukan oleh remaja laki-laki. Bentuk nyata dari

bullying yang dilakukan remaja perempuan menggunakan berbagai bullying tidak

langsung untuk menyerang orang lain melalui penyebaran gossip,

ejekan/penghinaan, bahasa tubuh yang kasar dan pengucilan sosial. Dampak

bullying di kalangan perempuan dapat lebih merusak dan lebih tahan lama

daripada laki-laki. Beberapa alasan remaja perempuan melakukan bullying

terhadap teman sebaya adalah mencari perhatian, keinginan mendominasi,

mengeksploitasi kelemahan korban, kemarahan, dendam dan kekuasaan. Pelaku

bullying perlu ditangani untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan di

(14)

Berdasarkan uraian tentang penelitian terhadap perilaku bullying yang

seringkali dilakukan oleh peserta didik di sekolah khususnya remaja perempuan,

perlu adanya intervensi untuk menangani permasalahan bullying yang dapat

dilakukan melalui upaya Bimbingan dan Konseling di sekolah. Layanan

Bimbingan dan Konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses

pendidikan di sekolah yang mempunyai peranan penting untuk membantu peserta

didik agar mampu mencapai perkembangan yang optimal. Peserta didik atau

konseli sebagai remaja perempuan yang sedang berada dalam proses berkembang

atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan dan

kemandirian. Terdapat keniscayaan proses perkembangan tidak selalu

berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Standar kompetensi

kemandirian peserta didik siswa SMP dalam aspek perkembangan kesadaran

tanggung jawab sosial dan aspek kematangan hubungan teman sebaya,

menekankan pada nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan pergaulan dengan

teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari. Pemenuhan standar kemandirian

peserta didik, perwujudan diri secara akademik, vokasional, sosial dan personal,

diwujudkan melalui Bimbingan dan Konseling yang memandirikan (Depdikbud,

2008, hlm. 192-194).

Pemenuhan standar kemandirian peserta didik SMP dalam aspek

perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial dan aspek kematangan hubungan

teman sebaya tidak akan terpenuhi apabila mengalami hambatan akibat

permasalahan bullying. Diperlukan intervensi Bimbingan dan Konseling secara

kuratif dalam membantu menangani permasalahan bullying. Kuratif menunjukkan

fungsi Bimbingan dan Konseling dalam fungsi penyembuhan yang berkaitan erat

dengan pemberian bantuan kepada konseli yang mengalami masalah. Intervensi

Bimbingan dan Konseling secara kuratif dapat menggunakan teknik konseling dan

remedial teaching (Depdikbud, 2008, hlm. 202). Teknik konseling yang diberikan

kepada pelaku bullying sebagai upaya bantuan untuk memperbaiki perilaku yang

seharusnya ditampilkan remaja perempuan dalam proses sosialisasi yang

menekankan pemeliharaan hubungan interpersonal agar terciptanya pertemanan

(15)

Upaya mereduksi perilaku bullying di kalangan anak usia sekolah, dengan

melakukan intervensi yang menargetkan ekologi sosial. Bullying dipandang

sebagai masalah hubungan sosial, maka meningkatkan fungsi sosial merupakan

elemen kunci dalam mereduksi perilaku bullying (Swearer dkk., 2009, hlm. 95).

Lingkungan sekolah merupakan salah satu ekologi sosial dalam tingkat

mesosystem. Sosialisasi yang dipengaruhi oleh orang-orang yang berinteraksi

dengan individu dalam meso-sistem misalnya, lingkungan sekolah dan teman

sebaya (Lee dan Song, 2012, hlm. 2439). Pengaruh teman sebaya merupakan

faktor inti dalam keterlibatan remaja perempuan terhadap bullying di sekolah

(Swearer dkk., 2009, hlm. 102). Pelaku bullying memiliki pengaruh yang cukup

kuat di sekolah untuk melibatkan peserta didik lainnya secara persuasif ikut

terlibat dalam tindakan bullying.

Program intervensi bullying perlu mereduksi perilaku bullying dengan

berfokus pada toleransi terhadap perbedaan dan menampilkan sikap positif dalam

berperilaku (Englander dkk., 2007, hlm. 205). Pearce (dalam Saripah, 2010, hlm.

78) mengemukakan beberapa karakteristik perilaku bullying, di antaranya yang

menduduki urutan teratas adalah aggressive to any person, poor impuls control,

dan violence seen as positive quality. Model konseling Cognitive Behavioral

Therapy (CBT) efektif untuk menanggulangi perilaku bullying peserta didik

(Saripah, 2010). Kelebihan dari model konseling Cognitive Behavioral Therapy

(CBT) terletak pada karakteristik CBT yang tidak hanya menekankan pada

perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif namun memberikan konseling

pada perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (Corey, 2008, hlm. 360).

Langkah intervensi dalam mereduksi perilaku bullying di sekolah dengan

pendekatan Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) dimaksudkan untuk melacak

perasaan dan pikiran pelaku bullying. Tujuan dari jenis pendekatan CBT adalah

untuk memperkenalkan pelaku bullying pada berbagai emosi, untuk mengajarkan

pelaku bullying agar dapat memantau dan melacak kognisi, mendorong untuk

menantang beberapa pemikiran negatif atau menyimpang, dan memahami tentang

cara berpikir dan merasa tentang situasi berkaitan dengan cara berperilaku

(16)

Salah satu teknik dalam pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

dengan menggunakan strategi kelompok digunakan untuk mereduksi perilaku

bullying remaja perempuan. Ledley dkk. (dalam Corey, 2008, hlm. 359)

menyatakan tujuan utama pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dalam

strategi kelompok adalah membantu anggota untuk memperoleh keterampilan

baru yang akan memungkinkan dalam menghadapi kesulitan serta masalah baru

yang mungkin timbul di masa depan setelah terapi. Salah satu alasan yang paling

menarik, menggunakan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dalam strategi

kelompok di sekolah adalah dapat digunakan untuk pencegahan maupun

penyembuhan.

Teknik yang digunakan pada pendekatan Cognitive Behavioral Therapy

(CBT) dalam strategi kelompok dengan menggunakan teknik Social Skills

Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan. Social Skills

Training adalah teknik yang merupakan kombinasi dari social-learning dan

cognitive-behavioral, digunakan untuk membantu membangun kemampuan sosial

dan hubungan yang positif dengan teman sebaya. Social Skills Training

merupakan intervensi yang sangat terstruktur dengan sejumlah sesi yang berisi

skrip kegiatan untuk dilakukan. Tujuan menyeluruh adalah untuk membangun

keterampilan sosial dasar perilaku dan kognitif, memperkuat sikap dan perilaku

prososial, dan membangun strategi coping adaptif untuk masalah sosial bullying

(Kõiv, 2012, hlm. 240). Ketika Social Skills Training digunakan sebagai teknik

dalam strategi kelompok, anggota kelompok saling membantu dan memantau satu

sama lain untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Pada perspektif psikologis, remaja akan merasa lebih mudah untuk

mengatasi situasi apabila memiliki teman dekat untuk curhat dan memiliki teman

dekat yang selalu mengingatkan untuk mengurangi perilaku negatif. Danby

(dalam Bateman, 2012, hlm. 166) menyatakan “...having a close friend at school

has also been found to support the often difficult transition to school.” Kualitas

pertemanan penting bagi kesejahteraan individual, emosional dan dukungan

sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Peters (2003) menunjukkan anak-anak yang

(17)

perasaan kesepian yang berkurang, interaksi sosial yang lebih baik dan

berperilaku lebih baik di sekolah (Bateman, 2012, hlm. 166).

Langkah nyata untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan

dilakukan dalam bentuk layanan Bimbingan dan Konseling dengan pendekatan

Cognitive Behavioral Therapy (CBT), menggunakan teknik Social Skills Training

terhadap pelaku bullying. Peneliti melakukan penelitian untuk menguji efektivitas

teknik Social Skills Training dalam menanggulangi permasalahan bullying remaja

perempuan di sekolah.

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian

Permasalahan perilaku bullying di sekolah perlu ditangani dengan serius.

Sekolah memiliki tanggung jawab etis dan hukum untuk melindungi peserta didik

dari kekerasan. Bullying yang sudah terjadi dalam jangka waktu yang panjang di

sekolah menunjukkan minimnya kesadaran dan tanggung jawab sekolah terhadap

pendidikan yang dikelolanya. Penelitian SEJIWA selama tahun 2004-2006 pada

tiga SMA di dua kota besar di Pulau Jawa, satu dari lima guru menganggap

bullying adalah hal biasa dalam kehidupan remaja dan tak perlu dipermasalahkan.

Bahkan, satu dari empat guru berpendapat sesekali penindasan tidak akan

berdampak buruk terhadap kondisi psikologis peserta didik. Pihak sekolah

terkesan lepas tangan terhadap bullying yang dilakukan di lingkungan sekolah

(Noor, 2009).

Perilaku bullying remaja perempuan dipengaruhi oleh sistem lingkungan

yang mengitari kehidupannya. Faktor kelompok sebaya menjadi faktor yang

paling dominan dalam mempengaruhi perilaku bullying remaja perempuan. Sesuai

dengan definisi bullying menurut Batsche dan Knoff (dalam Haynie dkk., 2001,

hlm. 30), bullying sebagai bentuk pelecehan antar sesama yang mencakup

tindakan agresi dimana satu atau lebih orang secara fisik dan atau psikologis

melecehkan korban yang bersifat lemah.

Pengaruh teman sebaya merupakan faktor inti dalam keterlibatan remaja

perempuan terhadap bullying di sekolah (Swearer dkk., 2009, hlm. 102). Remaja

yang teridentifikasi sebagai pelaku bullying menunjukkan fungsi psikososial yang

(18)

bersifat agresif, senang bermusuhan dan dominan terhadap teman sebaya.

Lagerspetz dkk. (1982) menemukan pelaku bullying lebih kuat secara fisik dari

korban, memiliki sikap positif terhadap agresi, dan sikap negatif terhadap teman

sebaya (Haynie dkk., 2001, hlm. 31). Pelaku bullying memiliki pengaruh yang

cukup kuat di sekolah yang dapat melibatkan banyak peserta didik lainnya secara

persuasif untuk ikut terlibat dalam tindakan bullying.

Suatu hal yang alamiah apabila memandang bullying sebagai suatu

tindakan agresi, dikarenakan unsur-unsur yang ada di dalam bullying. Rigby

(2012, hlm. 15) menguraikan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian

bullying ialah keinginan untuk menyakiti, tindakan negatif, ketidakseimbangan

kekuatan, pengulangan atau repetisi, bukan sekedar penggunaan kekuatan,

kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan rasa tertekan di pihak korban.

Bullying yang dilakukan oleh remaja perempuan meliputi penghinaan, gossip dan

rumor adalah contoh dari proses linguistik yang kuat sering dipilih oleh remaja

perempuan sebagai alat yang digunakan untuk menyebabkan penderitaan kepada

orang lain. Bullying dalam bentuk pengasingan merupakan contoh lain proses

bullying relasional yang sering digunakan remaja perempuan untuk membuat

orang lain terintimidasi. Potensi proses bullying yang dilakukan seringkali

diabaikan oleh remaja perempuan, pelaku bullying mungkin tidak memahami

bahaya yang disebabkan oleh tindakannya. Kurangnya pemahaman bahaya yang

disebabkan oleh tindak bullying remaja perempuan menyebabkan proses bullying

marak dilakukan dalam kelompok sebaya (Besag, 2006, hlm. 4).

Bentuk bullying yang seringkali dilakukan oleh remaja perempuan adalah

bullying relasional dan bullying verbal. Perilaku bullying peserta didik di sekolah

merupakan masalah yang serius. Guru, kepala sekolah, orang tua, dan konselor

yang harus menemukan cara-cara inovatif untuk menghadapi tren bullying (Yoon

dkk.,2004 dalam Rayle dkk., 2013, hlm. 6). Konselor/guru BK seyogyanya cepat

tanggap untuk mengatasi permasalahan bullying. Salah satu fungsi bimbingan dan

konseling yaitu fungsi penyembuhan yang bersifat kuratif (Depdikbud, 2008, hlm.

202), upaya Bimbingan dan Konseling di sekolah dalam komponen layanan

(19)

Implikasinya, sekolah perlu menyadari peran yang dimainkan oleh

kelompok-kelompok pelaku bullying. Sekolah perlu mengidentifikasi kelompok

dan melakukan pendekatan dengan pelaku bullying. Beberapa metode dirancang

untuk bekerja dengan kelompok remaja sebagai korban atau pelaku bullying.

Strategi kelompok diharapkan mempertimbangkan cara-cara dimana situasi positif

dalam menciptakan iklim yang kondusif dengan kedekatan personal yang

dibangun berorientasi pada kebutuhan masing-masing individu dan kelompok

dapat ditingkatkan. Strategi kelompok juga diharapkan mengerahkan tekanan

teman sebaya yang positif, yaitu saling mempengaruhi untuk membawa

perubahan emosi dan perilaku ke arah yang lebih baik, agar dapat mereduksi

perilaku bullying. Tujuan adanya kelompok adalah membangun komunikasi dan

berdiskusi dengan anggota untuk memantau atau memonitor tindakan individu

masing-masing (Rigby, 2003, hlm. 4).

Upaya Bimbingan dan Konseling untuk mereduksi perilaku bullying

remaja perempuan dilakukan melalui teknik Social Skills Training dalam strategi

kelompok Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Social Skills Training

mengajarkan keterampilan baru atau memperbaiki pola perilaku dan pemikiran

yang keliru (Cornish dan Ross, 2004, hlm. 9). Suatu aspek perilaku dapat diubah

melalui penyesuaian pada cara individu berpikir tentang perilaku dan perasaan

yang terkait dengannya. Apabila pelaku bullying dapat mengubah cara berpikir

tentang perilaku, maka pelaku bullying dapat mengubah perilaku serta bertindak

berbeda ke arah yang lebih baik melalui mediasi lisan atau belajar melalui

pengamatan perilaku orang lain. Terdapat distorsi dalam proses berpikir remaja

perempuan tentang bullying yang termanifestasikan dalam perilakunya, sehingga

Social Skills Training bertujuan untuk mengajarkan remaja perempuan mengolah

informasi secara lebih tepat dan akurat, mengidentifikasi petunjuk sosial

non-verbal dan non-verbal serta mengubah cara berpikir tentang perilaku dengan belajar

melalui mediasi lisan atau melalui pengamatan perilaku orang lain.

Secara operasional rumusan masalah penelitian dijabarkan ke dalam

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(20)

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menguji efektivitas teknik Social Skills

Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja perempuan.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan konselor/guru BK sebagai

panduan untuk memberikan pelayanan konseling bagi peserta didik dalam

permasalahan perilaku bullying di sekolah dengan menggunakan teknik Social

Skills Training dalam strategi kelompok pendekatan Cognitive Behavioral

Therapy.

1.5Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi meliputi BAB I Pendahuluan yang terdiri dari

latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian dan struktur organisasi skripsi. BAB II Kajian Pustaka yang terdiri dari

konsep-konsep teori, penelitian terdahulu dan posisi teoritis peneliti yang

berkenaan dengan masalah yang diteliti. BAB III Metode Penelitian yang terdiri

dari desain penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen

penelitian, prosedur peneltian, hipotesis penelitian dan analisis data. BAB IV

Temuan dan Pembahasan yang memaparkan hasil temuan penelitian serta

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan

penelitian yang menekankan analisis pada data numerikal yang diolah dengan

metode statistik (Sugiyono, 2008, hlm. 13). Pendekatan kuantitatif memungkinkan

dilakukannya pencatatan data hasil penelitian perilaku bullying remaja perempuan

secara nyata dalam bentuk angka sehingga memudahkan analisis dan penafsiran

data dengan menggunakan pendekatan statistik.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah eksperimen-kuasi. Secara

umum, Campbell (dalam Shaughnessy dkk., 2007, hlm. 395) merumuskan

kuasi-eksperimen sebagai kuasi-eksperimen yang melibatkan tipe intervensi atau treatment

tertentu dan perbandingan namun tidak menggunakan penugasan acak (random

assignment). Pendekatan eksperimen-kuasi bertujuan meneliti pelaku bullying

dalam kondisi yang diberikan perlakuan (intervensi) dan tanpa perlakuan,

kemudian pengaruhnya terhadap tindakan bullying yang tereduksi yang

digambarkan dalam keefektifan teknik Social Skills Training untuk mereduksi

perilaku bullying remaja perempuan.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol

nonekuivalen. Pada desain kelompok kontrol nonekuivalen, sebuah kelompok

treatment dan sebuah kelompok pembanding diperbandingkan dengan

menggunakan ukuran-ukuran pre-test dan post-test. Kelompok pertama yang

menerima treatment atau perlakuan (X) adalah kelompok eksperimen, sedangkan

kelompok kedua adalah kelompok kontrol. Sebuah desain kelompok kontrol

nonekuivalen dapat diikhtisarkan sebagai berikut (Shaughnessy dkk., 2007, hlm.

395):

� X �

� �

Keterangan:

01 = observasi yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pre-test

(22)

X = eksperimen yang diberikan pada sampel penelitian

Kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pelaksanaan intervensi

teknik Social Skills Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja

perempuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan berupa intervensi

teknik Social Skills Training.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian diawali dengan menentukan lokasi penelitian. Lokasi yang

dipilih untuk penelitian adalah sebagai berikut:

Sekolah : SMP Negeri 26 Bandung

Alamat : Jalan Sarimanah Sarijadi Blk.23 Bandung, Jawa Barat.

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 26 Bandung berdasarkan

pertimbangan berikut:

1) SMP Negeri 26 Bandung terletak di daerah padat penduduk serta dekat

dengan wilayah pasar tradisional dan terminal sehingga mempengaruhi

iklim di sekitar sekolah yang memungkinkan rawan terjadinya tindak

bullying diantara peserta didik.

2) Keberagaman yang ada di SMP Negeri 26 Bandung menjadi tantangan

tersendiri untuk melakukan kegiatan penelitian, dimana status ekonomi

dan sosial yang beragam berpengaruh terhadap sikap/perilaku dan

interaksi peserta didik di sekolah.

3) Pengalaman praktik lapangan yang dilakukan di SMP Negeri 26 Bandung

dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei menunjukkan maraknya

perilaku bullying peserta didik di sekolah.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26

Bandung yang dikhususkan pada remaja perempuan, ditentukan berdasarkan

pertimbangan sebagai berikut:

(23)

dari masa anak-anak. Transisi dari masa anak-anak ke masa remaja awal

merupakan periode kunci perubahan yang melibatkan perbedaan yang

nyata dalam konteks sosial yang memicu permasalahan sosial, salah

satunya adalah perilaku bullying.

2) Peserta didik kelas VIII SMP mengalami transisi perubahan peran sosial

dan timbulnya tuntutan tugas baru dari kelas VII ke kelas VIII. Perubahan

sosial dan emosional yang terkait masa transisi di kelas VIII dapat

terwujud dalam frustrasi dan kecemasan terkait dengan perilaku sosial

yang negatif dan mengganggu, yaitu perilaku bullying.

3) Pengaruh identitas gender pada remaja perempuan yang menonjolkan sisi

feminin dengan melibatkan kondisi emosional dapat memicu terjadinya

konflik interpersonal diantara teman sebaya.

Populasi penelitian berjumlah 158 remaja perempuan, yang terbagi ke

dalam delapan kelas dengan setiap rincian kelas pada Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

Kelas

Jumlah Remaja Perempuan

VIII-A 18 VIII-B 18 VIII-C 18 VIII-D 20 VIII-E 19 VIII-F 23 VIII-G 21 VIII-H 21

Jumlah

Populasi 158

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel yang diteliti harus representatif dalam arti mewakili populasi.

Pengambilan sampel dilakukan dengan nonrandom assignments teknik non

probability secara purposive, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak

(24)

menjadi sampel serta pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian

(Sukmadinata, 2010, hlm. 254). Adapun hal-hal yang menjadi pertimbangan

pemilihan sampel adalah sebagai berikut:

1) Tercatat sebagai peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun

Ajaran 2014/2015.

2) Sampel diambil dari kelas yang memiliki rata-rata kecenderungan perilaku

bullying tertinggi dibanding kelas yang lainnya.

3) Sampel yang memiliki kecenderungan perilaku bullying tinggi terhadap

perilaku yang ditampilkan dalam indikator-indikator perilaku bullying

yang terdapat dalam instrumen.

Jumlah sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai berikut.

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

Kelas Jumlah Remaja

Perempuan

VIII-D 10

VIII-E 10

Jumlah Sampel 20

Setelah diperoleh sampel yang memenuhi kriteria, kemudian dibagi ke

dalam dua kelompok penelitian yaitu kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Pada kelompok eksperimen yaitu kelas VIII-D dengan jumlah sampel 10

remaja perempuan dengan skor tertinggi dan kelompok kontrol yaitu kelas VIII-E

dengan jumlah sampel 10 remaja perempuan dengan skor tertinggi.

3.4 Instrumen Penelitian

3.4.1 Definisi Operasional

1) Perilaku Bullying

Perilaku bullying adalah perilaku intimidasi yang bersifat agresif termasuk

dalam ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban, dimana perlakuan

bullying terjadi atas dasar kesengajaaan, dan dilakukan secara berulang-ulang

(25)

lebih besar secara fisik, lebih cerdas, status sosial yang tinggi) daripada korban

bullying.

Perilaku bullying yang dimaksud dalam penelitian merupakan perilaku

intimidasi remaja perempuan kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran

2014/2015, dimana remaja perempuan menggunakan kekuatan melalui tindakan

agresi dalam mengintimidasi dan mengendalikan orang lain, serta membuat orang

lain merasa tidak berdaya dengan bentuk-bentuk perilaku bullying secara verbal,

fisik, relasional (pengabaian) dan elektronik (cyber). Identifikasi dari

bentuk-bentuk bullying yang dilakukan, ditampilkan dalam indikator-indikator perilaku

bullying sebagai berikut:

a. Fisik, meliputi memukul, menginjak, mencubit, mencakar, menjambak,

mendorong/menabrak dengan bahu dan menampar.

b. Verbal, meliputi mencela, memberi julukan nama, memfitnah,

ejekan/penghinaan, gossip, membentak dan mengancam

c. Relasional (pengabaian), dengan adanya upaya pelemahan harga diri

korban secara sistematis yang dilakukan untuk mengasingkan atau

menolak seorang teman atau bahkan merusak hubungan persahabatan,

meliputi pengucilan/penghindaran, pandangan agresif/bahasa tubuh yang

kasar, tawa mengejek, menyembunyikan, merampas dan merusak.

d. Elektronik (cyber), dilakukan melalui sarana teknologi informasi dan

media elektronik yang ditujukan untuk meneror korban dengan

menggunakan SMS maupun telepon, media tulisan/gambar melalui

internet dan media rekaman/video yang sifatnya mengintimidasi,

menyakiti atau menyudutkan.

2) Social Skills Training

Keterampilan sosial diidentifikasi sebagai perilaku yang digunakan

individu dalam situasi interpersonal untuk memperoleh atau mempertahankan

penguatan dari lingkungan. Pada saat dikonseptualisasikan dengan cara belajar

perilaku, keterampilan sosial pada dasarnya dapat dipandang sebagai jalur

perilaku atau jalan untuk tujuan individu. Social Skills Training adalah kategori

luas yang berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara

(26)

Social Skills Training dalam penelitian merupakan teknik dari pendekatan

Cognitive Behavioral Therapy sebagai suatu upaya konselor (peneliti) untuk

membantu pelaku bullying mereduksi perilaku bullying remaja perempuan kelas

VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Social Skills Training

sebagai teknik intervensi agar pelaku bullying dapat mengidentifikasi masalah

keterampilan sosial yang ingin diubah, kemudian menargetkan keterampilan sosial

dalam sesi kelompok yang berisi tentang mempelajari keterampilan dasar yang

penting untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi serta membangun

hubungan yang positif dengan teman sebaya. Pada pelaksanaannya, Social Skills

Training dilakukan dalam tiga tahap inti sebagai berikut:

a. Instruksi Pelatihan dan Ketentuan Rasional, tahapan dimana konselor

membangun hubungan yang positif dengan konseli/anggota kelompok,

menjelaskan maksud dan tujuan dari intervensi yang akan diikuti anggota

kelompok, dan mengekplorasi pemikiran-pemikiran anggota kelompok

tentang perilaku bullying.

b. Pemodelan, tahapan dimana pelatihan dilakukan melalui contoh perilaku

sasaran, model interaksi hidup (live-modeling) dan menunjukkan perilaku,

atau menunjukkan video modeling dimana model yang terampil dapat

diamati oleh konseli/anggota kelompok. Konseli/anggota kelompok dapat

berfungsi sebagai model (client-modeling) dalam keterampilan sosial

untuk konseli lainnya di sesi kelompok. Praktik modeling juga dapat

digabungkan dengan berlatih interaksi di hadapan anggota kelompok yang

lain dengan cara bermain peran (role-playing).

c. Latihan Perilaku, Umpan Balik dan Penguatan, tahapan dimana

konseli/anggota kelompok melakukan latihan perilaku terhadap apa yang

sudah dipelajari pada tahap pemodelan. Terdapat umpan balik satu sama

lain dari masing-masing anggota kelompok sebagai bentuk penguatan

dalam sesi pelatihan. Latihan perilaku yang dilakukan bertujuan untuk

membentuk keterampilan generalisasi terhadap lingkungan.

Konseli/anggota kelompok memonitor interaksi sehari-hari yang

(27)

3.4.2 Penyusunan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa angket yang disusun

berdasarkan pengembangan dan perumusuan teori mengenai perilaku bullying

yang mencakup bentuk-bentuk bullying. Angket menggunakan skala dengan

pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak”.

3.4.3 Pengembangan Instrumen

Instrumen perilaku bullying diadaptasi dari angket perilaku bullying yang

dikonstruksi oleh Fitriani Br Sinurat tahun 2013, yang selanjutnya disebut dengan

Angket A. Angket yang pernah dikembangkan selanjutnya dimodifikasi untuk

dapat digunakan dalam penelitian, yang disebut dengan Angket B. Angket B

memiliki indeks reliabilitas 0,74 artinya tingkat korelasi atau derajat keterandalan

tinggi, menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan baik dan dapat dipercaya

sebagai alat pengumpul data. Instrumen yang berupa angket digunakan untuk

mengidentifikasi tingkat bullying yang dikategorikan dalam aspek/bentuk bullying

terhadap sampel penelitian sebelum dan sesudah dilakukan intervensi berupa

Social Skills Training.

Modifikasi angket dilakukan dalam pernyataan-penyataan mengenai

bentuk perilaku bullying yang diteliti. Modifikasi dilakukan karena terdapat

perbedaan kategori jenis kelamin dalam penelitian dengan penelitian sebelumnya.

Instrumen yang dikembangkan oleh Fitriani Br Sinurat (2013) merupakan

instrumen yang dikembangkan untuk meneliti kelompok peserta didik dengan

jenis kelamin laki-laki dan perempuan, sedangkan instrumen dalam penelitian

yang dikembangkan peneliti dikhusukan pada kelompok peserta didik dengan

jenis kelamin perempuan saja.

Secara lebih lanjut, perumusan kisi-kisi instrumen perilaku bullying

(28)

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Perilaku BullyingRemaja Perempuan (Sebelum Uji Kelayakan)

(29)

pernyataan-remaja perempuan. Berikut merupakan contoh pernyataan sebelum dan sesudah

dimodifikasi.

Tabel 3. 4

Contoh Pernyataan Sebelum dan Sesudah Modifikasi dari Setiap Komponen Perilaku Bullying Remaja Perempuan

No. Komponen

Aspek Bullying Sebelum Modifikasi Sesudah Modifikasi

1. Bullying Fisik Saya mendorong teman lain sampai terjatuh.

Saya mendorong bahu teman agar terlihat ditakuti.

2. Bullying Verbal Saya mengucapkan kata

fuck you” ke teman anggap rendah saat ia berbicara.

Secara keseluruhan modifikasi pernyataan dalam instrumen perilaku

bullying remaja perempuan dapat dilihat pada lampiran pernyataan sebelum dan

sesudah modifikasi.

3.4.4 Pedoman Skoring

Butir pernyataan pada alternatif jawaban peserta didik diberi skor 1 dan 0.

Apabila peserta didik menjawab “Ya” diberi skor 1 tetapi apabila peserta didik

menjawab “Tidak” diberi skor 0. Ketentuan pemberian skor perilaku bullying

(30)

Tabel 3. 5

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban

Alternatif Jawaban Skor Item (-)

Ya 1

Tidak 0

3.4.5 Uji Kelayakan Instrumen

Penimbangan instrumen bertujuan mengetahui tingkat kelayakan

instrumen dari segi konten, konstruk, dan bahasa. Aspek konten meliputi

kesesuaian materi pernyataan instrumen dengan indikator perilaku bullying remaja

perempuan yang dijadikan dasar dalam pengembangan instrumen. Pada aspek

konstruk, instrumen meliputi kesesuaiannya dengan teori. Adapun aspek bahasa

meliputi struktur bahasa dalam item pernyataan instrumen.

Penimbangan instrumen dilakukan oleh empat dosen ahli Psikologi

Pendidikan dan Bimbingan, yaitu Dr. Ipah Saripah, M. Pd., Dr. Nurhudaya,

M.Pd., Dra. Setiawati, M.Pd., dan Dra. Chandra Affiandary, M.Pd, untuk

mengetahui kelayakan instrumen. Masukan dari empat dosen ahli dijadikan

landasan dalam penyempurnaan alat pengumpul data yang dibuat. Penilaian oleh

dosen ahli dilakukan dengan memberikan penilaian pada setiap item dengan

kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M

menyatakan item dapat digunakan, dan item yang diberi nilai TM menyatakan dua

kemungkinan yaitu item tidak dapat digunakan atau diperlukannya revisi pada

item. Hasil penimbangan instrumen menunjukkan bahwa ada beberapa item

instrumen yang perlu ditambahkan pada beberapa indikator dan direvisi dari segi

bahasa. Adapun kisi-kisi instrumen setelah uji kelayakan dapat dilihat pada Tabel

(31)

Tabel 3.6

(32)

3.4.6 Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana instrumen

yang telah dibuat dapat dipahami oleh responden sebelum digunakan untuk

kebutuhan penelitian. Uji keterbacaan dilakukan pada lima peserta didik kelas

VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/201. Setelah diuji keterbacaan,

dapat diketahui redaksi penulisan kata yang salah atau pernyataan yang sulit

dipahami oleh responden, sehingga dapat diperbaiki sebelum dilaksanakan

penyebaran angket untuk penelitian. Hasil uji keterbacaan yang telah dilaksanakan

kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh

peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

3.4.7 Uji Validitas Butir Item

Validitas merupakan tingkat penafsiran kesesuaian hasil yang

dimaksudkan instrumen dengan tujuan yang diinginkan oleh suatu instrumen

penelitian (Creswell, 2009: 176). Uji validitas alat pengumpul data dilakukan

untuk mengetahui instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat mengukur

perilaku bullying remaja perempuan. Pengujian validitas dilakukan terhadap

seluruh butir item pada instrumen yang mengungkap perilaku bullying remaja

perempuan.

Pengujian ketepatan butir pernyataan dilakukan dengan mengoreksi hasil

uji coba yang sebelumnya dilakukan menggunakan korelasi biserial titik. Korelasi

biserial titik (point biserial) merupakan salah satu bentuk korelasi dari Pearson

yang digunakan dalam situasi khusus, yaitu untuk mengkorelasikan satu ubah

prediktor yang bersifat dikotomis (biner atau binomial) dengan satu peubah

kriteria yang berkala interval atau rasio (Furqon, 2009, hlm. 107). Pengujian

validitas dilakukan dengan bantuan pengolahan data statistik menggunakan

program komputer Microsoft Excel 2007.

Adapun langkah uji validitas dengan instrumen adalah dengan menghitung

koefesien korelasi skor setiap butir item dengan rumus Korelasi Biserial Titik.

Setelah menghitung nilai korelasi setiap item dalam instrumen pengungkap

(33)

pada langkah membandingkan besar nilai

ℎ� dengan

�� dengan kriteria

sebagai berikut:

Jika

ℎ�

>

�� berarti valid, dan

Jika

ℎ�

<

�� berarti tidak valid.

Berdasarkan perhitungan

ℎ� dengan

��, validitas butir item dari 48

pernyataan didapat sebanyak 42 pernyataan valid dan 6 pernyataan tidak valid.

3.4.8 Uji Reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas bertujuan untuk melihat ketetapan sebuah instrumen

atau mengukur sejauh mana suatu instrumen mampu menghasilkan skor-skor

secara konsisten.

Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan menggunakan perangkat lunak

Microsoft Excel 2007 dengan menggunakan rumus Kuder Richardson 20 (KR.20).

Sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan klasifikasi

sebagai berikut.

Tabel 3. 7

Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen

1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi 0,70- 0,90 Derajat keterandalan tinggi 0,40-0,70 Derajat keterandalan sedang 0,20-0,40 Derajat keterandalan rendah

Kurang dari 0,20 Derajat keterandalan sangat rendah

Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada Tabel 3.7 menunjukkan instrumen

yang mengukur perilaku bullying remaja perempuan memiliki nilai reliabilitas

0,74 dengan tingkat kepercayaan 95% sebanyak 42 butir item. Artinya, isntrumen

memiliki daya ketepatan atau keterandalan dengan kriteria tinggi.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Penyusunan dan Pengembangan Alat Pengumpul Data

Penyusunan alat pengumpul data dimulai dengan menyusun instrumen

(34)

dikembangkan. Instrumen penelitian menggunakan instrumen yang dikonstruksi

oleh Fitiani Br Sinurat pada tahun 2013. Pengembangan alat pengumpul data

dimulai dengan melakukan uji kelayakan, uji keterbacaan serta menganalisis

validitas dan reliabilitas instumen perilaku bullying remaja perempuan

berdasarkan teori dan indikator yang di kembangkan. Kisi-kisi instrumen

disempurnakan berdasarkan hasil judgment dari dosen ahli dan disusun menjadi

instrumen yang siap digunakan sebagai alat pengumpul data. Butir-butir

pernyataan dalam instrumen merupakan gambaran mengenai karakteristik

perilaku bullying remaja perempuan kelas VIII di SMP Negeri 26 Bandung.

Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk

angket atau kuesioner yang didalamnya terkandung aspek-aspek dan indikator

untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan, yang digunakan untuk

mendapatkan data tentang kecenderungan perilaku bullying remaja perempuan

kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Angket

menggunakan skala dengan pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak”.

3.5.2 Pelaksanaan Pre-test

Pelaksanaan pre-test dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum

perilaku bullying remaja perempuan serta sampel penelitian melalui penyebaran

angket perilaku bullying remaja perempuan di kelas VIII SMP Negeri 26

Bandung.

3.5.3 Perancangan Intervensi

Intervensi Social Skills Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja

perempuan dirancang berdasarkan hasil validasi program oleh dosen ahli

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan serta guru Bimbingan dan Konseling di

SMP Negeri 26 Bandung. Berikut merupakan rancangan intervensi berdasarkan

hasil validasi komponen yang mencakup:

1) Rasional

Masa remaja merupakan masa dimana individu banyak mengalami

perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Piaget (Hurlock, 1980, hlm. 206)

(35)

terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa

bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa

sama, atau paling tidak sejajar. Santrock (2003, hlm. 31) mengartikan bahwa masa

remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa

yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Peserta didik di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada

fase remaja. Remaja SMP berada pada kisaran usia 12-14 tahun yang merupakan

usia masa remaja awal sebagai masa perkembangan transisi dari masa anak-anak.

Transisi dari masa anak-anak ke masa remaja awal merupakan periode kunci

perubahan yang melibatkan perbedaan yang nyata dalam konteks sosial yang

memicu permasalahan sosial, salah satunya adalah perilaku bullying.

Hasil pengumpulan data pada penyebaran instrumen perilaku bullying

remaja perempuan terhadap 158 peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung

Tahun Ajaran 2014/2015 menunjukkan gambaran umum perilaku bullying remaja

perempuan sebesar 47,5% dalam kategori tinggi dan 52,5% termasuk dalam

kategori rendah. Gambaran aspek tingkat perilaku bullying yaitu: (1) bullying fisik

sebesar 15,6%, (2) bullying verbal sebesar 32,2%, (3) bullying relasional sebesar

41% dan (4) bullying elektronik sebesar 11,2%. Adapun gambaran indikator pada

masing-masing aspek bullying tersaji pada Tabel 3.8 sebagai berikut:

Tabel 3.8

Persentase Aspek Bullying

No. Aspek Indikator Rata-rata

Indikator

Rata-rata Aspek

1. Bullying Fisik Memukul 3,4% 15,6%

Menginjak 1,2% Mencubit 1,5%

Mencakar 1%

Menjambak 3,3% Mendorong/

Menabrak dengan Bahu

4,6%

Menampar 0,6% 2. BullyingVerbal Mencela/Memberi Julukan

Nama

5,5% 32,2%

Memfitnah 4,6% Ejekan/Penghinaan 6,3%

(36)

Membentak 6,4%

Melalui SMS/Telepon 4,1% 11,2%

Melalui Media Tulisan, Gambar/Internet

5,8%

Melalui Media Rekaman Suara/Video

1,4%

Adapun gambaran aspek tingkat perilaku bullying dari 75 peserta didik

kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 dengan persentase

sebesar 47,5% yang teridentifikasi dalam kategori tinggi yaitu: (1) bullying fisik

sebesar 8%, (2) bullying verbal sebesar 14,2%, (3) bullying relasional sebesar

19,5% dan (4) bullying elektronik sebesar 5,8%. Adapun gambaran indikator pada

masing-masing aspek bullying tersaji pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Persentase Aspek Bullying Kategori Tinggi

No. Aspek Indikator Rata-rata

Indikator 2. BullyingVerbal Mencela/Memberi Julukan

Nama

2,5% 14,2%

Memfitnah 2,1% Ejekan/Penghinaan 2,6%

(37)

3. Bullying Relasional

Pengucilan/ Penghindaran

4,6% 19,5%

Pandangan Agresif/Bahasa Tubuh yang Kasar

6%

Tawa Mengejek 3,1% Menyembunyikan

Barang

2,9%

Merampas 1,6% Merusak 1,3% 4. Bullying

Elektronik

Melalui SMS/Telepon 2% 5,8%

Melalui Media Tulisan, Gambar/Internet

3%

Melalui Media Rekaman Suara/Video

0,8%

Tabel 3.9 menggambarkan persentase aspek bullying pada kategori tinggi

dengan masing-masing indikator, diperoleh gambaran aspek bullying relasional

merupakan aspek yang paling tinggi, kemudian bullying verbal, bullying fisik dan

bullying elektronik.

Hasil penelitian menunjukkan bullying relasional dan verbal merupakan

bentuk perilaku bullying yang sering dilakukan oleh remaja perempuan. Bullying

yang dilakukan remaja perempuan cenderung kurang menggunakan bullying fisik

seperti kebanyakan yang dilakukan oleh remaja laki-laki. Bentuk nyata dari

bullying yang dilakukan remaja perempuan menggunakan berbagai bullying tidak

langsung untuk menyerang orang lain melalui perilaku membentak, penyebaran

gossip, ejekan/penghinaan, pandangan agresif/bahasa tubuh yang kasar dan

penghindaran/pengucilan sosial. Dampak bullying di kalangan perempuan dapat

lebih merusak dan lebih tahan lama daripada laki-laki. Beberapa alasan remaja

perempuan melakukan bullying terhadap teman sebaya adalah mencari perhatian,

keinginan mendominasi, mengeksploitasi kelemahan korban, kemarahan, dendam

dan kekuasaan.

Intensitas bullying verbal dan relasional yang terjadi di sekolah terhadap

remaja perempuan kelas delapan, perlu ditindaklanjuti secara lebih lanjut.

Tingkatan kelas delapan SMP mengalami transisi perubahan peran sosial dan

timbulnya tuntutan tugas baru dari kelas tujuh ke kelas delapan. Perubahan sosial

(38)

frustrasi dan kecemasan terkait dengan perilaku sosial negatif yang mengganggu,

yaitu perilaku bullying.

Perilaku bullying adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara faktor

individu dan lingkungan sosialnya (keluarga, teman sebaya, sekolah, komunitas,

dan masyarakat (Smith, 2004; Swearer & Espelage, 2004;.Swearer dkk., 2009).

Pengaruh identitas gender pada remaja perempuan yang menonjolkan sisi feminin

dengan melibatkan kondisi emosional dapat memicu terjadinya konflik

interpersonal diantara teman sebaya. Salah satu alternatif untuk mereduksi

perilaku bullying adalah dengan mendidik pelaku bullying agar memiliki

keterampilan sosial dalam berinteraksi di lingkungan sehari-hari, termasuk di

sekolah dan masyarakat. Para pelaku bullying dapat menggertak orang lain karena

tidak tahu bagaimana mendapatkan perhatian atau mengendalikan emosi. Remaja

yang melakukan bullying tidak memiliki keterampilan sosial dan tidak tahu

bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan orang lain. Keterampilan sosial

dan pengelolaan emosi, harus diterapkan pada pelaku bullying agar tidak mencari

perhatian dengan cara menggoda, mengintimidasi orang lain, atau melakukan

bentuk-bentuk perilaku bullying lainnya (Wong, 2004, hlm. 548).

Program intervensi Social Skills Training dengan strategi kelompok dalam

pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diharapkan dapat memperbaiki

fungsi kognitif yang menyimpang, keyakinan konseli untuk membawa perubahan

emosi dan strategi perilaku ke arah yang lebih baik, serta dapat mereduksi

perilaku-perilaku negatif. Pelaku bullying dapat melatih keterampilan sosial

maupun hubungan interpersonal untuk meningkatkan interaksi sosial di

lingkungan sehari-hari. Pada saat Social Skills Training digunakan sebagai bagian

dari strategi kelompok dalam pendekatan CBT, anggota kelompok saling

membantu dan memantau satu sama lain untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

2) Deskripsi Kebutuhan

Gambaran perilaku bullying remaja perempuan dalam kategori tinggi perlu

ditindaklanjuti sebagai upaya dalam mereduksi tingkat bullying yang terjadi pada

peserta didik kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung. Aspek yang memiliki

(39)

aspek perilaku bullying yang dilakukan, pelaku bullying membutuhkan beberapa

hal berikut:

a. Merasionalkan pemikiran tentang perilaku bullying dan mengetahui efek

negatif dari perilaku bullying.

b. Mengidentifikasi permasalahan dan konsekuensi dari perilaku bullying

yang dilakukan, serta menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi.

c. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi baik secara verbal maupun

non verbal.

d. Meningkatkan keterampilan berperilaku positif dalam menjalin interaksi

sosial yang sehat.

3) Tujuan Intervensi

Secara umum tujuan intervensi Social Skills Training adalah mereduksi

perilaku bullying remaja perempuan. Secara khusus tujuan intervensi adalah:

a. Mengeksplorasi rasionalitas pemikiran tentang perilaku bullying.

b. Mengidentifikasi masalah, berpikir tentang konsekuensi, dan

menghasilkan serta menerapkan solusi atas permasalahan bullying.

c. Membentuk keterampilan baru dalam meningkatkan cara berkomunikasi

baik secara verbal maupun non verbal.

d. Membentuk keterampilan baru dalam meningkatkan cara berperilaku

positif serta menjalin interaksi sosial yang sehat di kehidupan sehari-hari.

4) Asumsi

Program Social Skills Training untuk mereduksi perilaku bullying remaja

perempuan didasarkan pada asumsi sebagai berikut.

a. Masalah perilaku pada peserta didik disebabkan sebagian besar oleh

kegagalan dalam belajar untuk mengendalikan perilaku dan mematuhi

norma-norma sosial (Cornish dan Ross, 2004, hlm. 9).

b. Social Skills Training merupakan salah satu teknik konseling Cognitive

Behavioral Therapy (CBT) dengan mengacu pada pelatihan keterampilan

dalam berinteraksi secara sosial (Corey, 2008, hlm. 358), pendekatan CBT

(40)

c. Social Skills Training melibatkan pengajaran keterampilan baru atau

memperbaiki pola perilaku dan pemikiran yang salah (Cornish dan Ross,

2004, hlm. 9).

5) Sasaran Intervensi

Sasaran intervensi adalah 10 remaja perempuan kelas VIII-D yang

memiliki skor paling tinggi pada aspek perilaku bullying, khususnya bullying

verbal dan bullying relasional.

6) Strategi/Prosedur Pelaksanaan

Prosedur intervensi Social Skills Training untuk mereduksi perilaku

bullying remaja perempuan, memanfaatkan prinsip-prinsip pembelajaran yang

ditargetkan pada komponen instruksi pelatihan dan ketentuan rasional,

keterampilan perilaku, pemodelan, latihan atau praktik, penguatan dan umpan

balik yang tergabung dalam sesi kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran yang

dimodifikasi untuk sesi pelatihan kelompok adalah sebagai berikut:

a. Instruksi Pelatihan dan Ketentuan Rasional, tahapan dimana konselor

membangun hubungan yang positif dengan konseli/anggota kelompok,

menjelaskan maksud dan tujuan dari intervensi yang akan diikuti anggota

kelompok, dan mengekplorasi pemikiran-pemikiran anggota kelompok

tentang perilaku bullying serta merasionalkan keyakinan yang terbangun

tentang perilaku bullying dengan memberikan pengetahuan mengenai efek

negatif yang terjadi pada pelaku maupun korban akibat perilaku bullying

yang dilakukan.

b. Pemodelan, tahapan dimana pelatihan dilakukan melalui contoh perilaku

bullying yang ditampilkan dengan berbagai model tertentu, diantaranya

model interaksi hidup (live-modeling) dan menunjukkan perilaku, atau

menunjukkan video modeling di mana model yang terampil dapat diamati

oleh konseli. Melalui contoh perilaku yang ditampilkan dalam bentuk

modeling, anggota kelompok dapat mengidentifikasi masalah, berpikir

tentang konsekuensi, dan menghasilkan serta menerapkan solusi atas

Gambar

Tabel 3.1  Populasi Penelitian
Tabel 3.2 Sampel Penelitian
Gambar/Internet
Tabel 3. 4 Contoh Pernyataan Sebelum dan Sesudah Modifikasi dari Setiap Komponen
+7

Referensi

Dokumen terkait