• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Teknik Role Playing untuk Mengurangi Perilaku Bullying Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Maja Tahun Ajaran 2013/2014).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Teknik Role Playing untuk Mengurangi Perilaku Bullying Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Maja Tahun Ajaran 2013/2014)."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

No Daftar: 193/S/PPB/2014

EFEKTIVITAS TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK

MENGURANGI PELAKU BULLYING PESERTA DIDIK

(PenelitianEksperimenKuasiterhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 MajaTahunAjaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

oleh

Riana Ekawati S NIM 0901408

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

EFEKTIVITAS TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK

MENGURANGI PERILAKU BULLYING PESERTA DIDIK

Oleh

Riana Ekawati Sukamto

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelas Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Riana Ekawati Sukamto 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

RIANA EKAWATI S. 0901408

EFEKTIVITAS TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI

PERILAKU BULLYING PESERTA DIDIK

(Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 MajaTahun Ajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Dr. Ilfiandra, M.Pd NIP 197211241999031003

Pembimbing II

Dr. IpahSaripah, M.Pd NIP 197710142001122001

Mengetahui:

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)
(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GRAFIK ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Masalah ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING A. Konsep Dasar Perilaku Bullying ... 8

a. Pengertian Bullying ... 8

b. Jenis-jenis Bullying ... 11

c. Karakteristik Perilaku Bullying ... .... 14

d. Faktor Penyebab terjadinya Perilaku Bullying ... 16

e. Dampak Perilau Bullying ... 17

f. Upaya Mengurangi Perilaku Bullying melalui Teknik Role Playing. 20 B. Konsep Dasar Role Playing ... 21

a. Definisi Role Playing ... 21

b. Tujuan dan Manfaat Role Playing ... 24

c. Prinsip Role Playing ...24

d. Tahapan Role Playing ... 25

(6)

C. Kerangka Penelitian, Asumsi Penelitian dan Hipotesis... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 33

C. Definisi Operasional Variabel ... 34

D. Instrumen Penelitian ... 35

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 37

F. Langkah-langkah Penelitian ... 38

G. Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 54

a. Efektivitas Teknik Role Playing untuk Mengurangi Perilaku Bullying Peserta Didik ... 54

b. Efektivitas Teknik Role Playing pada Aspek Perilaku Bullying ... 55

c. Dinamika Perubahan Perilaku Bullying melalui Teknik Role Playing ... 57

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 59

a. Gambaran Profil Pelaku Bullying Peserta Didik ... 59

b. Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 68

B. Rekomendasi ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1 Jumlah Populasi Peserta Didik ... 31

3.2 Jumlah Sampel Penelitian ... 32

3.3 Skema Model Monequivalent Control Group design ... 34

3.4 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Bullying Peserta Didik ... 36

3.5 Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban ... 37

4.1 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor Tes Akhir ... 54

(8)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Hal

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam hal ini pendidikan bukan lagi diterjemahkan sebagai bentuk pelajaran formal semata yang ditujukan untuk mengasah kemampuan berpikir saja. Pendidikan juga lebih diarahkan untuk membantu peserta didik menjadi mandiri dan terus belajar selama rentang kehidupan yang dijalaninya.

Begitu pentingnya pendidikan sepanjang hayat bagi individu, dikarenakan pendidikan saat ini lebih diarahkan kepada pembentukan individu yang memiliki kepribadian utuh.Hal itu diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Bukan hanya itu dalam Pasal 50 khususnya poin b dan d Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa pendidikan yang harus diberikan kepada anak Indonesia adalah pendidikan yang dapat menyiapkan mereka untuk menghormati hak asasi manusia dan bertanggung jawab.

(10)

menjadikenyataan yang sangat bertolak belakang dengan keadaan yang diharapkan.

Sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (peserta didik), baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Dengan demikian diharapkan remaja tidak melakukan hal yang tidak sesuai atau bahkan memperlihatkan perilaku yang dapat merugikan orang lain. Diantara lain bentuk perilaku yang tidak sesuai dan menjadi salah satu pusat perhatian saat ini adalah tindak kekerasan yang terjadi diantara peserta didik atau yang dikenal dengan istilah bullying menurut Hurlock (Yusuf, 2008:95).

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku yang berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya kuat.Bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok, sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya Menurut Rigby (2002).

Menurut Olweus (1993)menjelaskan dalam konteks dunia pendidikan, khususnya disekolah-sekolah, istilah bullying merujuk pada perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok peserta didik yang memiliki kekuasaan, terhadap peserta didik atau siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Menurut Olweus (1993) mengungkapkan bahwa: “Bullying behavior is

evident even ini preschool and the problem peaks in middle school.”Pernyataan

(11)

minggu yang lalu), 1,4% melaporkan menjadi pelaku intimidasi saja,6,7% dilaporkan menjadi korban saja, 30,4% adalah saksi saja, 1,3% adalah diidentifikasi sebagai "korban bully", 6,7% dilaporkan baik menjadi pelaku dan saksi, 15,2% seperti yang dilaporkan menjadi kedua korban dan saksi dan 10,7% dilaporkan menjadi pelaku dalam beberapa situasi, serta korban dan saksi pada orang lain. Secara keseluruhan, Hasil penelitian menunjukkan bahwa bullying adalah bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian besar peserta didik .

Hasil studi pendahuluan yang diperoleh berdasarkan wawancara dengan guru BK dan wakasek kepeserta didikan. Diperoleh 198 orang peserta didik SMA Negeri 1 Maja kelas XI menunjukan bullying menjadi masalah terbesar yang dihadapi peserta didik SMA Negeri 1 Maja terutama kelas XI dalam bidang sosial, yakni sebesar 42,59%. Sebanyak 148 orang peserta didik mengaku sering diejek, dimintai uang dan dikucilkan oleh teman atau kakak kelasnya di sekolah. Sementara itu, peserta didik yang membentuk kelompok atau gang di sekolah mencapai 50 orang atau 24,71%.

Menurut (Kick Andy, eps. Kamis, 14 Juni 2007) Fenomena bullying pada saat ini semakin mengemuka setelah terdapat korban-korban meninggal dan diekspose oleh media secara luas. Sebagai contoh, pada tanggal 15 Juli 2005, FK, seorang siswi SMP di Jakarta melakukan gantung diri karena sering diejek sebagai anak tukang bubur ayam oleh teman-temannya.

Menurut Khairunnisa (2008) pada bulan Juni, ada kabar yang lebih mencengangkan lagi adalah beredarnya video yang menayangkan sebuah aksi kekerasan yang terjadi di kota Pati, Jawa Tengah. Geng nero ini melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya. Geng yang beranggotakan anak-anak perempuan ini sudah ada sejak tahun 2007 dan sering menggencet orang-orang yang tidak mereka sukai. Intinya dari permasalahan ini, geng ini akan ikut campur dengan orang-orang yang sebenarnya tidak berhubungan dengan mereka tetapi dengan anggota geng nero.

(12)

ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial didalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Anak akan meniru berbagai nilai dan perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari-hari sehingga menjadi nilai dan perilaku yang ia anut (hasil dari imitasi). Sehubungan dengan perilaku imitasi anak, jika anak dibesarkan dalam keluarga yang menoleransi bullying, maka ia mempelajari bahwa bullying adalah suatu perilaku yang bisa diterima dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya (image), jadi ia meniru (mengimintasi) perilaku bullying tersebut.

Dalam lingkungan pergaulan yang kurang sehat juga dapat menjadi faktor pemicu pola adaptasi yang salah pada remaja. Kadang-kadang sekolah dapat menjadi tempat yang menakutkan bagi para remaja, terutama bila mereka tidak aman dan selalu terancam.Ancaman ini dapat berupa tindak kekerasan baik dari teman sebaya, kakak kelas, bahkan guru sekalipun.

Faktor-faktor tersebut yang diperkirakan mendukung terjadi maraknya tindakkan bullying yang terjadi di SMA Negeri 1 Maja. Hal ini juga didukung oleh banyaknya jumlah peserta didik yakni 648 orang. Data ini diperoleh dari pihak sekolah dan latar belakang demografis peserta didik yang kebanyakkan berasal dari daerah dengan populasi padat penduduk yang cenderung menyebabkan rawannya aksi kriminal.

Setiap semua institusi pendidikan perlu mengetahui keberadaan dan dampak bullying tersebut serta berusaha mencegah hal tersebut terjadi. Apabila kejadian bullyingdidiamkan atau masih terjadi, maka peserta didik di sekolah akan mengalami pelecehan-pelecehan atau tindakan kekerasan dan akibatnya secara psikologis mengalami stress dan korban dapat menderita seumur hidupnya.

(13)

perilaku bullying baik sebagai seorang pelaku atau korban. Mengamati orang lain juga ditemukan untuk memprediksi risiko tinggi terlepas dari apakah peserta didik atau tidak korban sendiri. Hasilnya dibahas dengan mengacu pada penelitian terdahulu mengenai pengamat dan perilaku saksi.

Santrock (2003: 272) menyatakan bermain peran (role playing) ialah suatu kegiatan yang menyenangkan. Dan bermain peran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan.Role playing merupakan suatu metode bimbingan dan konseling kelompok yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Didalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga peserta didik dapat mengenali karakter tokoh seperti apa peserta didik peragakan tersebut atau menjadi lawan mainnya memiliki atau kebagian peran seperti apa. Santrock juga menyatakan bermain peran memungkinkan anak mengatasi frustasi dan merupakan suatu medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik-konflik anak dan cara-cara mereka mengatasinya.

Semua fenomena-fenomena dan dampak-dampak mengenai bullying diatas, maka disusunlah suatu penelitian dengan desaineksperimen kuasi sebagai upaya untuk mengurangi pelaku bullying disekolah melalui teknik Role playing. Role playing dalam penelitian ini adalahmendramatisasi tingkah laku untuk mengurangi perilaku bullying dengan cara memainkan peran tokoh-tokoh khayalan yang dirajut dalam sebuah cerita, jadi peserta didik berkesempatan melakukan, menafsirkan dan memerankan suatu peranan, serta pemecahan masalahnya.

(14)

interpersonal skill yang bagus dan dapat memecahkan masalah secara efektif dan bijaksana.

Sehingga dengan hal ini, penelitian melalui bimbingan kelompok dengan teknik role playing dirancang dengan tujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mengembangkan keterampilan mengurangi tindakan bullyingpeserta didik dengan memerankan peran atau dikenal dengan bermain peran yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan atau keunggulan dirinya untuk dapat mengurangi perilaku bullyingpeserta didik.

B. Rumusan Masalah

Dengan adanya penggambaran tentang munculnya bullying di kalangan pelajar SMA merupakan suatu tantangan bagi sekolah, terutama bagi konselor. Fenomena bullying memerlukan respon serius karena penyelesaian selama ini hanya dapat meredam kejadian pada lembaga pendidikan yang mengalami kejadian tersebut saja, itupun hanya dengan cara bagaimana agar si pelaku tidak melakukan tindakan bullying lagi. Sementara itu hingga saat ini belum ditemukan cara yang terstruktur sebagai intervensi terhadap bullying bahkan di Indonesia layanan bimbingan dan konseling untuk mengatasi bullying masih belum secara khusus dipikirkan oleh sekolah.

Ini adalah upaya yang dapat dilakukan dalam pemberian bantuan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik untuk mengurangi perilaku bullying disekolah yaitu dengan teknik role playing. Teknik role playing dapat digunakan untuk memberi saran pada peserta didik untuk menghadapi masalah keseharian khususnya masalah yang berhubungan dengan tidak memiliki keterampilan untuk mengelola emosi mengembangkan sikap empati, bersikap tanggung jawab dan pengendalian diri akan mengakibatkan peserta didik melakukan bullying. Teknik role playing dapat dilakukan dengan cara memainkan peran sehingga diharapkan

(15)

Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah teknik role playing efektif untuk mengurangi perilaku bullyingpeserta didik?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah memperoleh gambaran empiris mengenai efektivitas teknik role playing untuk mengurangi pelakubullyingpeserta didik.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian dapat memperkaya khasanah teori tentang bullying melalui teknik role playing.

2. Manfaat Praktis

Bagi konselor, intervensi dengan teknik role playing dapat digunakan sebagai salah acuan untuk konselor dalam mengatasi masalah peserta didik khususnya untuk mengurangi pelaku bullyingpeserta didik.

Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi landasan untuk mengembangkan teknik role playing dalam mengurangi pelaku bullyingpeserta didik.

E. Struktur Organisasi Skripsi

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Maja yang berlokasi di Jl. Maja Selatan. Alasan pemilihan lokasi penelitian salah satunya yaitu belum tersedianya layanan bimbingan dan konseling khususnya dengan teknik role playing yang secara khusus difokuskan untuk mengurangi perilaku bullying dengan teknik role playing.

Selain itu pemilihan lokasi penelitian berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMA Negeri 1 Maja yang dilakukan pada tanggal 04 Januari 2014 melalui wawancara dengan guru BK dan pengamatan langsung masih terdapat peserta didik menunjukan perilaku bullying yang tinggi.

2. Populasi penelitian

Menurut Sugiyono (2013: 61) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian adalah seluruh peserta didik kelas XI yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran di SMA Negeri 1 Maja Tahun Ajaran 2013/2014.

Adapun jumlah populasi peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Maja Tahun Ajaran 2013/2014 adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Jumlah Populasi Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Maja

Ta

hun

Ajaran

K

elas

J

umlah

XI IPA 1

(17)

201

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2013: 62). Pengambilan sampel penelitian dengan menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2013: 66). Karena pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah memilih sampel dan di kelas yang sama tidak mengambil secara acak.

Sampel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

(18)

Eksperimen)

Kelas XI IPS 3 (Kelompok Kontrol)

15

Jumlah Total 30

Sampel penelitian berjumlah 30 (L= 16, P= 14) orang peserta didik yang dibagi menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang berkisar berumur rata-rata 16-17 Tahun dan beretnis Sunda. Pada kelompok eksperimen yaitu kelas XI IPA 2 dengan jumlah sampel 15 orang peserta didik dengan skor tertinggi dan kelompok kontrol yaitu kelas XI IPS 3 dengan jumlah sampel 15 orang peserta didik dengan skor tertinggi. Alasan pemilihan sampel sebanyak 15 orang peserta didik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdasarkan pendekatan bimbingan kelompok dengan jumlah anggota 8-15 anggota.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini merupakan pendekatan ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis (Sugiyono, 2012: 13). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerik tentang tingkat pelaku bullying peserta didik dan keefektifan teknik role playing untuk mengurangi pelaku bullying.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatifyang memungkinkan dilakukannya pencatatan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerikal tentang tingkat pelaku bullying yang tinggi pada peserta didik dan keefektifan teknik role playinguntuk menangulangi pelaku bullying pada peserta didik.

(19)

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen kuasi dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group design. Dalam rancangan ini, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diseleksi tanpa prosedur penempatan acak. Pada kedua kelompok tersebut, sama-sama dilakukan pre-test dan pos-test. Namun hanya kelompok eksperimen saja yang di treatment (Creswell, 2012: 309). Desain ini akan memperlihatkan keefektifan treatment (teknik role playing) pada hasil post-test pelaku bullying peserta didik pada kelompok eksperimen dengan membandingkan hasil post-test pelaku bullying peserta didik kelompok kontrol.

Skema model Nonequivalent Control Group Design dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3

Skema Model Nonequivalent Control Group Design

O1 X O2

O3 O4

(Sugiyono, 2012: 116) Keterangan:

O1 = Pre-test pada kelompok eksperimen O3 = Pre-test pada kelompok kontrol

X = Treatment program teknik role playing pada kelompok eksperimen O2=Post-test pada kelompok eksperimen

O4 = Post-test pada kelompok kontrol

C. Definisi Operasional Variabel

(20)

Bullying dalam penelitian ini adalah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Maja secara sengaja berupa memaksa, memukul, menginjak kaki, menyakiti dan menciptakan teror, gossip yang menyebabkan peserta didik yang menjadi korban tersakiti baik secara fisik maupun psikis. Jenis perilaku bullying yang menjadi fokus dalam penelitian, yakni antara lain:

1. Bullying fisik, yakni perilaku bullying yang melibatkan penggunaan kekerasan fisik oleh pelaku yang sengaja dilakukan untuk menyakiti atau mengintimidasi korbannya, yakni seperti: memukul, menyikut, meninju, menendang, menginjak kaki, menjegal, menjambak, menarik baju.

2. Bullying Verbal, yakni perilaku bullying dengan menggunakan lisan atau kata-kata sebagai senjata pelaku, biasanya berupa julukan nama, celaan, menggosip, fitnah, kritik kejam, ejekan atau penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), kasak-kusuk yang keji.

3. Bullying Relasional, upaya untuk melemahkan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau penghindaran. Perilaku ini dapat mecakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang beridik, cibiran, tawa mengejek dan abhasa tubuh yang kasar.

4. Bullying Elektronik , perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik dan fasilitas internet seperti komputer, handphone, website,chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintiminasi, menyakiti atau menyudutkan.

2. Bermain Peran (role playing)

Fanie & Shaftel (Fitriani, 2009: 16) mengungkapkan bahwa bermain peran membantu peserta didik mempelajari nilai-nilai sosial dan pencerminannya dalam perilaku.

(21)

yang memiliki kecenderungan perilaku bullying tinggi sebagai upaya untuk untuk menanggulangi pelaku bullying.

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen pelaku bullying di adaptasi dari angket pelaku bullying yang dikembangkan oleh Irma Permatasari tahun 2011. Angket tersebut

memiliki indeks reliabilitas 0,715 artinya tingkat korelasi atau derajat keterandalannya tinggi, yang menunjukan bahwa instrumen tersebut tidak perlu direvisi.

Lebih lanjut, perumusan kisi-kisi instrumen pelaku bullying peserta didik disajikan dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Pelaku BullyingPeserta didik

VARIAB

g. Mengunci Seseorang dalam Ruangan c. Memberi Panggilan

(22)

h. Memerintah

a. Melihat dengan Sinis b. Menjulurkan Lidah Barang yang dimiliki Orang lain

b. Sengaja Mengucilkan c. Mengabaikan

E. Pengembangan Instrumen Penelitian

1. Pedoman Skoring

Butir pernyataan pada alternatif jawaban peserta didik diberi skor 1, 0.Jika peserta didik menjawab “Ya” diberi skor 1 tetapi jika peserta didik menjawab “Tidak” diberi skor 0.Ketentuan pemberian skor pelaku bullying peserta didik terdapat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban Alternatif Jawaban

F Tidak ada

item

Ya 1 0

(23)

2. Uji Validitas Butir Item

Validitas merupakan tingkat penafsiran kesesuaian hasil yang dimaksudkan instrumen dengan tujuan yang diinginkan oleh suatu instrumen (Creswell, 2012).Uji validitas alat pengumpul data dilakukan untuk mengetahui instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat mengukur yang akan diukur (Arikunto, 2006). Pengujian validitas dilakukan terhadap seluruh butir item pada instrumen yang mengungkap pelaku bullying peserta didik.

Pengujian validitas alat pengumpul data menggunakan rumus korelasi point biserial. Pengolahan validitas menggunakan metode statistika dengan memanfaatkan program komputer Microsoft Excel 2007.Hasil uji validitas item instrumen penelitian perilaku bullying siswa yang terdiri dari 45 item menjadi 39 item yang valid.

3. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas instrumen merupakan derajat keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda (Arikunto, 2006: 154). Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen diolah dengan metode statistika memanfaatkan program komputer Microsoft Excel 2007.

Rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen menggunakan rumus KR-20karena instrumen yang digunakan memiliki skala 0-1.

Adapun hasil uji reliabilitas instrumen untuk angket penelitian perilaku bullying menunjukkan bahwa nilai reliabilitas sebesar 0,88yang artinya derajat keterandalan termasuk pada kategori tinggi, sehingga instrumen pelaku bullying peserta didik mampu menghasilkan skor secara konsisten.

F. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(24)

Kegiatan pre-test ini dilakukan dengan menyebar angket pelaku bullyingpada peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Maja untuk mendapatkan gambaran tingkat pelaku bullyingpeserta didik.

2. Treatmen (Perlakuan)

Pemberian treatment dengan menggunakan teknik role playing dilakukan terhadap peserta didik yang memiliki pelaku bullyingdalam kategori tinggi.Berdasarkan hasil pre-test.Komponen rancangan intervensi dengan menggunakan teknik role playing adalah sebagai berikut.

a. Rasional

Peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) berada pada fase remaja. Fase remaja merupakan masa timbulnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang lebih matang. Perubahan yang terjadi dalam proses perkembangan remaja perlu diiringi dengan kemampuan adaptasi yang baik mengingat banyak sekali kendala yang ditemui dalam proses tumbuh kembang remaja. Keingintahuan remaja akan segala hal, keterkaitan dengan kelompok teman sebaya dan proses pencarian jati diri dapat membawa remaja kepada berbagai situasi yang berdampak negatif bagi perkembangannya. Salah satu situasi yang memiliki dampak negatif bagi remaja adalah keterlibatan dalam aksi kekerasan baik di sekolah maupun di luar sekolah, yang dikenal dengan istilah bullying..

(25)

hal ini, pelaku bullying perlu mendapatkan bantuan berupa arahan dan kasih sayang agar ia mengerti dan menyadari perilakunya tidak dapat diterima di masyarakat. Pelaku bullying harus dibangkitkan kesadarannya untuk belajar berempati.Sebab bullying terjadi karena pelakunya tidak kuasa menerima perbedaan. Mereka puas jika merasa lebih berkuasa dan berhasil membuat korbannya tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan pelaku bullying menjadi sebagai alas an pelaku melakukan tindak bullying.

Data dari hasil penyebaran angket pelaku bullying terhadap 54 peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Maja Tahun Ajaran 2013/2014 diperoleh gambaran umum sebanyak 25% dalam kategori tinggi, sebanyak 60% dalam kategori sedang dan 16% termasuk dalam kategori rendah.

Berdasarkan dari data di atas, gambaran tingkat pelaku bullying peserta didik teridentifikasi memiliki tingkat pelaku bullying yang tinggi yaitu: (1) Perilaku non verbal tidak langsung, (2) Perilaku verbal tidak langsung, (3) Kontak verbal langsung dan (4) Kontak fisik langsung.

Berdasarkan hasil wawancara pada guru BK serta hasil observasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Maja, peneliti menemukan fenomena yang berkaitan dengan pelaku bullying peserta didik.Kasus pertama yakni peserta didik kelas XI IPA 2 bermasalah dengan peserta didik kelas XI IPS 3 karena saling mengejek.Selain itu, dari hasil observasi peneliti menemukan banyak peserta didik yang berkata-kata kasar kepada temannya, kemudian memukul, dan menendang temannya ketika dijahili. Peneliti juga menemukan kasus peserta didik yang sampai menangis karena diejek nama orangtuanya.

Fenomena pelaku bullying yang ditemukan pada peserta didik di SMA Negeri 1 Maja tersebut menjadi urgensi diperlukannya suatu program untuk menanggulangi pelaku bullying pada peserta didik.Oleh sebab itu, disusunlah program intervensi sebagai upaya untuk menanggulangi pelaku bullying pada peserta didik.

(26)

masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Penggunaan teknik role playing, konselor sangat memegang peranan penting dan dapat menentukan masalah, topik untuk peserta didik dapat membawakan situasi role playing yang disesuaikan dari hasil need assessment sehingga dapat disusun skenario role playing, setelah itu baru dapat mendiskusikan hasil, dan mengevaluasi seluruh pengalaman yang dirasakan oleh peserta didik setelah melakukan bermain peran (role playing). Teknik ini dapat menjadi salah satu teknik yang tepat sebagai upaya pengembangan untuk menanggulangi pelaku bullying peserta didik.

b. Tujuan Intervensi

Secara umum tujuan teknik bermain peran dalam penelitian ini adalah membantu peserta didik untuk mengurangi pelaku bullying di Sekolah Menengah Atas.

Secara khusus tujuan teknik role playing yakni agar peserta didik mampu: 1. Agar peserta didik dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain 2. Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab

3. Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan

4. Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah

c. Asumsi Dasar

a. Karakter yang dimiliki oleh orang yang terkena bullying yaitu pencemas, penggelisah, kurang percaya diri (Riauskina, 2005).

b. Bullying melibatkan aspek emosi, kognitif, afektif dan perilaku pelakunya. c. Role playing berfungsi sebagai sarana untuk menilai sejauh mana klien

dapat menghasilkan keterampilan yang baru dipelajari. (Dobson, 2010: 386)

(27)

e. Karakteristik remaja pelaku bullying yaitu suka mendominasi orang lain, suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dan, sulit melihat situasi dari sudut pandang orang lain (Coloroso, 2006: 55-57).

d. Substansi Intervensi

(28)

Na

n keterampilan peserta

(29)

Na 3. Konseli memahami

tujuan post test

pelajaran,

instrumen pelaku bullying

e. Prosedur Teknik Role Playing

Role playingterdiri dari sembilan tahap : (a) pengenalan, (b) memilih peran,

(c) memilih pengamat (penilai), (d) menyiapkan tahap-tahap peran, (e) pemeranan, (f) diskusi dan evaluasi, (g) memerankan kembali, (h) diskusi dan tahap 2, (i) dan (c). Tahap-tahap ini tidaklah mutlak, tapi secara umum membantu dalam merancang spontanitas, mengaplikasikannya, dan mengintegrasikan proses role playing ke dalam kelompok.

1. Pengenalan

Didalam tahapan ini konselor mengemukakan masalah atau tema. Masalah dapat diangkat dari kehidupan sehari-hari peserta didik atau ada kaitannya dengan “dunia” peserta didik, sehingga peserta didik merasakan masalah hadir dihadapannya dan memiliki hasrat kuat untuk mengetahui bagaimana masalah sebaiknya dipecahkan.

2. Memilih peran

Pada tahap memilih peran, konselor dan peserta didik melukiskan berbagai karakter yang akan diperankan. Penggambaran karakter didasarkan atas tuntutan cerita menurut persepsi konselor dan peserta didik.

(30)

Keberadaan pengamat sangat penting bagi setiap cerita yang diperankan, pengamat diharapkan dapat membantu peserta didik dalam berperan, hingga setiap peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan serta aktif mendiskusikannya.

4. Menyiapkan tahap-tahap peran

Tahapan para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan mereka mainkan. Tidak perlu dialog-dialog khusus dipersiapkan, sebab dalam bermain peran, peserta didik dituntunt untuk bertindak dan berbicara secara spontan.

5. Pemeranan

Tahapan para peserta didik mulai bereaksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Peserta didik berusaha memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin bermain peran tidak berjalan dengan mulus karena peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan dan ditunjukan.

6. Diskusi dan evaluasi

Manakala pemeran dan pengamat terlibat dalam pemeranan, baik secara intelektual maupun secara emosional, tidak terlalu sulit untuk memulai diskusi. Konselor harus secara jeli mengungkap segi manakah yang akan ditekankan dalam diskusi.

7. Memerankan kembali

Pemeranan ulang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternatif-alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut, demikian halnya dengan para pelakunya.

8. Diskusi dan tahap dua

Diskusi dan evaluasi dilakukan sama seperti pada teman, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang dan pemecahan masalah mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya.

9. Membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

(31)

interaksional dengan teman-temannya. Peserta didik bercermin kepada orang lain untuk memahami dirinya.

f. Sesi Intervensi

Program intervensi teknik role playingdalam menangani pelaku bullying pada peserta didik dilakukan selama 8 sesi dan 2 sesi digunakan untuk pre test dan post test. Pelaksanaan intervensidilaksanakan selama dua minggu.Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatan antara konselor dan peserta didik.Gambaran setiap sesi intervensi sebagai berikut.

Langkah-langkah kegiatan terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.Pelaksanaan intervensi ini dilakukan selama delapan sesi. Pada setiap sesinya memiliki fokus yang berbeda dan mengacu pada pelaku bullying yang akan dikembangkan, meliputi: (1) Meningkatkan kemampuan pengendalian diri peserta didik baik dari segi tindakan ataupun perkataan,(2) Mengembangkan keterampilan peserta didik dalam membina hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, (3) Mengembangkan keterampilan peserta didik untuk dapat berempati terhadap orang lain, (4) Mengembangkan keterampilan peserta didik untuk mengendalikan perilaku impulsif (kemampuan berpikir sebelum bertindak) dan memikirkan dampak baik dan buruknya akan tindakan yang dia lakukan, (5)Mengembangkan keterampilan peserta didik dalam hal mengelola amarah yang tidak akan menutup kemungkinan kepada tindakannya untuk menyakiti orang lain, dan (6) Mengembangkan keterampilan peserta didik menumbuhkan dan memelihara rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.

Setiap sesi berdurasi 45 menit.Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatan antara konselor dan konseli. Pada setiap sesi, instruksi yang diberikan sama, namun dengan topik yang berbeda. Instruksi yang diberikan adalah sebagai berikut :

(32)

Sesi kedua, dengan topik kegiatan “Kendaliin diri dong”.Sesi ini bertujuan untukdapat mengendalikan diri dari tindakan yang tidak menyenangkan.

1. Tahap awal: Konselor menumbuhkan kepercayaan dan ikatan dalam kelompok serta menjelaskan topik yang nantinya akan dijadikan peran oleh konseli

2. Tahap inti : Konselor meminta konseli untuk memulai bermain peran dengan judul “Kendaliin diri dong”

3. Tahap akhir:Setelah dilakukannya bermain peran, konseli (kelompok) tersebut melakukan diskusi. Di sini konseli mengeluarkan pendapat yang tidak menghakimi antar sesama. Konselor yang mengajak semua konseli (kelompok) untuk mengungkapkan pengaruh yang dialami secara pribadi. Lalu dilanjutkan dengan diskusi tentang bagaimana bermain peran tadi mempengaruhi pola pikir dan perasaan konseli. Konseli yang mendapat peran sebagai pelaku dapat berbagi dalam dua cara. Pertama, mereka dapat didorong untuk berbagi apa yang mereka temukan dan rasakan atau berpikir dalam peran mereka. Kedua, mereka bisa lebih lanjut dan berbagi sesuatu dari kehidupan mereka sendiri yang tersentuh oleh peran yang dilakukan. Sesi ini merupakan awal bagi konseli untuk menggali pengalaman pelaku bullying yang pernah dirasakan konseli.

Sesi ketiga, dengan topik kegiatan “Berteman Yuk !!!”. Sesi ini bertujuan untuk dapat mengembangkan keterampilan peserta didik dalam membina hubungan interpersonal peserta didik.

1. Tahap awal : Konselor menumbuhkan kepercayaan dan ikatan dalam kelompok serta menjelaskan topik yang nantinya akan dijadikan peran oleh konseli

2. Tahap inti : Konselor meminta konseli untuk memulai proses drama dengan judul “Berteman yuk”

(33)

Lalu dilanjutkan dengan diskusi tentang bagaimana bermain peran tadi mempengaruhi pola pikir dan perasaan konseli. Konseli yang mendapat peran sebagai pelaku dapat berbagi dalam dua cara. Pertama, mereka dapat didorong untuk berbagi apa yang mereka temukan dan rasakan atau berpikir dalam peran mereka. Kedua, mereka bisa lebih lanjut dan berbagi sesuatu dari kehidupan mereka sendiri yang tersentuh oleh peran yang dilakukan.

Refleksi pada sesi ini mengarah untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menerima pendapat dari orang lain. Setelah adanya diskusi konselor meminta konseli untuk menuliskan pendapat apa saja yang kurang diterima oleh konseli beserta alasannya.

Sesi keempat, dengan topik kegiatan “Apa itu Empati ”. Sesi ini bertujuan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memberikan perhatian kepada orang lain

1. Tahap awal : Konselor menumbuhkan kepercayaan dan ikatan dalam kelompok serta menjelaskan topik yang nantinya akan dijadikan peran oleh konseli.

2. Tahap inti : Konselor meminta konseli untuk memulai proses bermain peran dengan judul “Apa itu empati”

3. Tahap akhir : Setelah dilakukannya bermain peran, konseli (kelompok) tersebut melakukan diskusi. Di sini konseli mengeluarkan pendapat yang tidak menghakimi antar sesama. Konselor yang mengajak semua konseli (kelompok) untuk mengungkapkan pengaruh yang dialami secara pribadi. Lalu dilanjutkan dengan diskusi tentang bagaimana bermain peran tadi mempengaruhi pola pikir dan perasaan konseli. Konseli yang mendapat peran sebagai pelaku dapat berbagi dalam dua cara. Pertama, mereka dapat didorong untuk berbagi apa yang mereka temukan dan rasakan atau berpikir dalam peran mereka. Kedua, mereka bisa lebih lanjut dan berbagi sesuatu dari kehidupan mereka sendiri yang tersentuh oleh peran yang dilakukan.

(34)

1. Tahap awal : Konselor menumbuhkan kepercayaan dan ikatan dalam kelompok serta menjelaskan topik yang nantinya akan dijadikan peran oleh konseli

2. Tahap inti : Konselor meminta konseli untuk memulai proses drama dengan judul “Mengatasi perilaku implusif”

3. Tahap akhir : Setelah dilakukannya bermain peran, konseli (kelompok) tersebut melakukan diskusi. Di sini konseli mengeluarkan pendapat yang tidak menghakimi antar sesama. Konselor yang mengajak semua konseli (kelompok) untuk mengungkapkan pengaruh yang dialami secara pribadi. Lalu dilanjutkan dengan diskusi tentang bagaimana bermain peran tadi mempengaruhi pola pikir dan perasaan konseli. Konseli yang mendapat peran sebagai pelaku dapat berbagi dalam dua cara. Pertama, mereka dapat didorong untuk berbagi apa yang mereka temukan dan rasakan atau berpikir dalam peran mereka. Kedua, mereka bisa lebih lanjut dan berbagi sesuatu dari kehidupan mereka sendiri yang tersentuh oleh peran yang dilakukan.

Sesi keenam, dengan topik kegiatan “Emosi Kita”.Sesi ini bertujuan agar peserta didik dapat mengurangi sikap tidak dapat mengontrol emosi dan tindakannya.

1. Tahap awal : Konselor menumbuhkan kepercayaan dan ikatan dalam kelompok serta menjelaskan topik yang nantinya akan dijadikan peran oleh konseli

2. Tahap inti : Konselor meminta konseli untuk memulai proses bermain peran dengan topik “Emosi kita’’

(35)

peran mereka. Kedua, mereka bisa lebih lanjut dan berbagi sesuatu dari kehidupan mereka sendiri yang tersentuh oleh peran yang dilakukan.

Fokus refleksi yang diberikan pada sesi ini adalah mengeksplorasi keefektifan tindakan-tindakan yang konseli lakukan ketika sedang berada dalam situasi ketika orang lain memberikan pujian atau kritik.

Sesi ketujuh, dengan topik kegiatan “Tanggung Jawab dong”. Sesi ini bertujuan agar peserta didik dapat bertanggung jawab akan perbuatan yang dilakukan.

1. Tahap awal : Konselor menumbuhkan kepercayaan dan ikatan dalam kelompok serta menjelaskan topik yang nantinya akan dijadikan peran oleh konseli

2. Tahap inti : Konselor meminta konseli untuk memulai proses bermain peran dengan judul “Tanggung jawab dong”

3. Tahap akhir : Setelah dilakukannya bermain peran, konseli (kelompok) tersebut melakukan diskusi. Di sini konseli mengeluarkan pendapat yang tidak menghakimi antar sesama. Konselor yang mengajak semua konseli (kelompok) untuk mengungkapkan pengaruh yang dialami secara pribadi. Lalu dilanjutkan dengan diskusi tentang bagaimana bermain peran tadi mempengaruhi pola pikir dan perasaan konseli. Konseli yang mendapat peran sebagai pelaku dapat berbagi dalam dua cara. Pertama, mereka dapat didorong untuk berbagi apa yang mereka temukan dan rasakan atau berpikir dalam peran mereka. Kedua, mereka bisa lebih lanjut dan berbagi sesuatu dari kehidupan mereka sendiri yang tersentuh oleh peran yang dilakukan.

Fokus refleksi pada sesi ini adalah meningkatkan kemampuan konseli untuk mengidentifikasi bahwa pada setiap pengalaman bullying yang dialami konseli, terdapat makna yang dapat konseli jadikan pelajaran dan inspirasi. Selain itu, sesi ini juga berfokus pada upaya peningkatan rasa tanggung jawab konseli terhadap diri sendiri dan orang lain. Konseli diajak menganalisis dari hasil bermain peran yang telah dilakukan untuk lebih bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

(36)

ini adalah untuk membantu konseli dalam membawa pikiran-pikiran yang mendasari, sikap, dan perasaan yang sepenuhnya tidak disadari oleh konseli. Selain itu sesi terakhir ini berbentuk post-test yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunakan teknik role playing untuk mengurangi pelaku bullying peserta didik.

g. Indikator Keberhasilan

Proses bermain peran difokuskan pada keterlaksanaan proses bermain peran berdasarkan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan. Keberhasilan proses intervensi melalui teknik bermain peran dinilai dengan mengamati secara seksama proses kegiatan mulai dari tahap awal sampai tahap penutup. Jurnal kegiatan bimbingan dan konseling diberikan dan diisi oleh setiap konseli yang mengikuti dan memerankan cerita berdasarkan skenario bermain peran yang telah konselor buat.

Perubahan positif pada diri konseli merupakan indikator keberhasilan, perubahan tersebut dapat dilihat dari hasil antara sebelum intervensi (pre-test)dengan setelah intervensi (post-test). Konseli mampu menjaga/memelihara perilaku yang ada dalam dirinya dan tidak pantas dilakukan adar perilaku negatifnya tersebut tidak terulang kembali kepada perilaku bullying. Konseli memiliki kesadaran akan bahaya bullying. Konseli dapat terbebas dari perilaku bullying.

3.Postest

Pada pelaksanaan postest dilakukan setelah melaksanakan proses treatment. Pelaksanaan postest ini dilakukan dengan cara mengisi angket yang sama dengan pretest, dan bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan perilaku peserta didik setelah diberikan treatment.

G. Teknik Analisis Data

(37)

mengurangi perilaku bullying peserta didik”. Pengolahan data menggunakan bantuan SPSS (Statistical Product and Service Solution) ststistic 20.0 for windows.

Dalam menguji normalitas data skor pretest dan postest baik pada kelompok eksperimen maupun kontrol dengan uji Koglomorov Smirnov (Susetyo, 2010: 146). Data normalitas dikatakan normal jika probabilitas atau p ≥ 0,05 dengan hipotesis H0 yaitu data berasal dari popilasi yang berdistribusi normal, sedangkan H1 jika data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal (P < 0,05).

Jika data berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas, pengujian homogenitas ini dilakukan dengan menggunakan uji ststistic levene’s Test.

Menganalisis hasil dari uji normalitas dan homogenitas sebagai prasyarat uji hipotesis dan rata-rata. Menurut Susetyo (2010: 203) jika hasil rekapitulasi pengujian, data yang normal dan homogennya terpenuhi, maka menggunakan rumus uji hipotesis dua rata-rata dengan statistik parametris t-test.

Hasil penelitian uji hpotesis dilakukan dengan melakukan uji t yaitu independent Sample t-test menggunakan SPSS 20.0 for windows. Ini adalah kriteria pengujiannya.

a) Jika p ≥ 0,05 maka H0 diterima b)Jika p ≤ 0,05 maka H0 ditolak

Ini adalah kriteria pengujiannya: terima H0 jika p ≥ α (0,05) artinya hubungan tidak signifikan dan terima H1 jika p < α (0,05) artinya hubungan signifikan.

Sesudah dilaksanakannyapostest pada kelompok eksperimen dan kontrol, dihitung skor perilaku bullying secara umum maupun setiap aspeknya. Menurut Meltzer (Awaludin, 2008: 68) Jika ingin mengetahui efektivitas penurunan dan menghindari kesalahan dalam menginterprestasikan perolehan gain masing-masing peserta didik digunakan rumus skor gain yang ternormalisasi (N-gain). Indeks Gain = Postest - Pretest

Skor Maksimum – Pretest

(38)

Tinggi: (g)> 0,70; sedang: 0,30 ≤ (g) ≤> 0,70; rendah: (g) < 0,30

Tabel 3.6

Kategori, Frekuensi dan Persentase Perilaku Bullying

No Rentang Skor Kategori

Perilaku Bullying

F %

1. x >� + 1 � Tinggi 85 43

2. x <(� - 1 �) Rendah 113 57

Setiap kategori mengandung pengertian sebagai berikut.

Tabel 3.7

Makna Kategori Perilaku Bullying

o

Kate gori

Sko r

Deskripsi

Tingg i

X≥2 2

Peserta didik yang seringmerasa memiliki kekuasaan, terhadap peserta didik lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Rend ah

X

≤ 22 memiliki kekuasaan, terhadap peserta didik Peserta didik yang jarangmerasa lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkanhasilpenelitian yang dilakukan di Kelas XI SMA Negeri 1

MajaTahunAjaran 2013/2014, teknikrole

playingterbuktiefektifuntukmengurangipelakubullyingpesertadidik.Keefektifandap atdilihatdaripenurunankondisisebelumintervensi(pre-test) dansesudahintervensi (post-test) antarakelompokeksperimendankelompokkontrol.Tingkat

pelakubullying yang

mendapatintervensisebelumnyaberadapadakategoritinggisetelahmendapatkan intervensidenganteknikrole playingmenurunmenjadikategorisedangdanrendah.

B. Rekomendasi

Berikutrekomendasi-rekomendasi berdasarkan penelitian mengenai perilaku bullying peserta didik.

1. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor

a. Hasil penelitian menunjukan teknik role playing efektif untuk mengurangi

perilaku bullying, dengan demikian guru BK

diharapkanmampumenerapkanteknikrole

playingdalammenanganipesertadidik yang melakukanperilakubullying yang tinggi di sekolah. Dengancara: PertamaGuru BK melakukanneed assessmentkepadaseluruhpopulasi. Kedua guru BK mengambil sampel yang berkategoritinggi. Ketiga guru BK memberikantreatment

menggunakann skripkonseling yang

telahdibuatsekaligusdenganjurnalhariannya. Dengan demikianguru BK akanmengetahuiperubahanpesertadidiktersebutmelaluijurnalharianitu. 2. Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya, diharapkandapatmemilihwaktuintervensi yang

(40)

memungkinkandapatmenerimaintervensidenganbaik,

sehinggapemberianintervensidapatberjalandenganbaikdanlancar.

(41)

70

DAFTAR PUSTAKA

Anesty, E. (2009). KonselingKelompok Behavioral UntukMereduksiPerilaku

Bullying PesertadidikSekolahMenengahAtas

(PenelitianEksperimenKuasiterhadapPesertadidikKelas XI SekolahMenengahAtasNegeri 10 Bandung).Skripsi di JurusanPsikologiPendidikandanBimbingan UPI Bandung: Tidakditerbitkan. Arikunto, S. (2006).Dasar-DasarEvaluasiPendidikan (EdisiRevisi). Jakarta:

BumiAksara.

Astuti, R (2008). Meredam Bullying: 3 Cara EfektifMenanggulangi

KekerasanPadaAnak. Jakarta: PT. GramediaWidiasarana Indonesia.

Awaludin, (2008). “Meningkatkan kemampuan berpikir Kreatif matematis pada siswa dengan kemampuan matematis rendah melalui pembelajaran open-ended dengan pemberian tugas tambahan”. Jurnal FKIP Unhalu. 65-72

Banks.R. (1997).Bullying in school.Journal of Personality and Social psychology. Blatner, A. (2009). Drama in education as mental hygiene: A child psychiatrist's

perspective. Youth Theatre Journal, 9, 92-96.

Bruce, et al. (2009).Model of Teaching (Model-model Pengajaran). EdisiKedelapan. DialihbahasakanolehAchmadFawaiddanAteillaMirza. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Craig &pepler.(1997). International journal of school psychology, 28, 15-24. Coloroso, B. (2006). Penindas, Tertindas, danPenonton

(ResepMemutuskanRantaiKekerasanAnakdariPrasekolahHingga SMU).SerambiIlmuPustaka.

Corey, G. (2005). TeoridanPraktekKonseling&Psikoterapi (penerjemah E. Koeswara). Bandung: PT RefikaAditama.

Creswell, J.W. (2012). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative Research Fouth Edition. Boston: Person Education, Inc.

Djuwita, R. (2005). KekerasanTersembunyi di sekolah: Aspek-aspekPsikososialdari Bullying. Makalah Workshop Bullying: MasalahTersembunyidalamDuniaPendidikan di Indonesia. Jakarta: 15 Januari 2011.Atau

(42)

71

Duncan, R.D. (1999). Peer and Sibling Aggresion: An Investigation of Intra-and Ekstra-Familial Bullying. Journal of Interpersonal Violence.

Eka, N. (2008). BimbinganbagiPesertadidikTerisolir di KelasmelaluiTeknikBermainPeran(role playing).Skripsi di JurusanPsikologiPendidikandanBimbingan UPI Bandung: Tidakditerbitkan.

Ellis. (2012). Tujuan dari bermain peran. Jakarta

Fitriani. (2009). Role-Playing for Social Values Decision Making in The Social Studies. New Jersey. Prentice Hall., Inc.

Fleet, Van.(2001). DefinisiBermainPeran.(Online).Tersedia di http://www.google.com.(08 Desember 2010).

Forrester.(2000). Role-Playing and Dramatic Improvisation as an Asessment Tool. The Arts in Psychoteraphy, 27, (4), 235-243.

Gangel.K.O. (2009). Role Play Teaches Values. Journal of Teaching Trough Role Playing.

Hurlock, E B. (1980).PsikologiPerkembangan. Jakarta: Erlangga. Krahe, Kaltiala. 2005. PerilakuAgresif. Yogyakarta: PustakaPelajar.

James, A. (2010). School Bullying.Journal Goldsmiths, University of London. Johnson, AK. (2007). DepartementOf Psychology, Goteborg University, Sweden. Khairunnissa. (2008). Geng Nero: kekerasan Remaja yang Ditumbuhkembangkan.

Online). Tersedia di: http://www.bullyingpks.php. Kick, A. Eps. Kamis, (14 Juni 2007).

Mulyasa.(2005). Asumsi yang mendasari role playing. Jakarta

Nuraini, R (2008). PerilakuBullyingdi SekolahMenengahPertama.Skripsi di JurusanPsikologiPendidikandanBimbingan UPI Bandung: Tidakditerbitkan.

(43)

72

O’Moore,&Minton. (2004). Dealing with bullying in School. London: Paul Chapman Publishing.

Olweus, D. (1993). Bullying at school: What we know and what we can do. Oxford: Blackwell.

Quiroz,HC., et.al. 2006. Bullying in schools; Fighting the Bully Battle.(Online). Tersedia: http://www.schoolsafety.us/pubfiles/bullying chalk talk.pdf. (5Januari 2011).

Permatasari, I. (2011). Program BimbinganPribadiSosialuntukMengurangiPelaku Bullying (StudiDeskriptifterhadapPesertaDidikKelas IX

SekolahMenengahAtasNegeri 1 Lembang).Skrpsidi

JurusanPsikologiPendidikandanBimbingan UPI Bandung: Tidakditerbitkan.

Petter, K. (2010).Enhanced Reality Live Role Playing.Journal University of London.

Riauskina (2005).”Gencet-gencetan” dimatapesertadidik/siswikelas 1 SMA:

Naskahkognitiftentangarti,skenario, dandampak ”gencet-gencetan”.

JurnalPsikologiSosial, 12 (01), 1 – 13.

Rigby, K. (1999). What Harms Does Bullying Do?.Journal of Psychiatry.

Rigby, K. (2002). Counsequences of Bullying in School.Canadian Journal of Psychitry.

Rigby, Ken. (2005). The Anti-Bullying and Teasing Book.Gryphon House, Inc: Australia.

Rivers. Ian. (2009). ObservingBullying at School. Journal of School Pschology Quarterly.

Romlah, Tatick. Dra (1989).TeoridanPraktekBimbingandanKelompok.Jakarta: DepartemendanKebudayaanDirektoratJendralPendidikanTinggiProyekPen gembanganLembagaPendidikanTenagaKependidikan.

Rose, D.M. (2003). Childhood bullying, teasing, and violence: What school personnel, otherprofessionals, and parents can do. (2nd ed.) Alexandria, VA: American Counseling Association.

Rusmana, N. (2009). BimbingandanKonselingKelompok di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

(44)

73

Santrock.(2003). Adolescence PerkembanganRemaja. Jakarta: Erlangga.

Saripah, Ipah. (2010). Model

Kognitif-PerilakuuntukMenanggulangiPerilakuBullying (Model KonselinguntukKorbanBullyingpadaPesertadidikSekolahDasar).DisertasiP

ascaSarjana di

JurusanPsikologiPendidikan.danBimbinganUniversitasPendidikan Indonesia Bandung: Tidakditerbitkan.

Setiawati&Ima.(2007). BimbingandanKonseling. Bandung: UPI Press.

Shaftel&Shaftel. (1967). Role-Playing for Social Values Decision Making in The Social Studies. New Jersey. Prentice Hall., Inc.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono.(2013). StatitiskauntukPenelitian. Bandung: Alfabeta.

Susanti, I. (2006). Bullying BikinAnakDepresidanBunuhDiri.(Online). Tersedia:

http://www.kpai.go.id/mn-acess.php?to=2-artikel&sub=kpai_2-artikel_bd.html. (15 Januari 2011).

Susetyo, B. (2010). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama.

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 Pasal 50 Tentang Perlindungan Anak US National Center for Education Statistic.(2007).Bentuk-bentuk

Bullying.(Online). Tersedia:

http://www.fionaangelina.wordpress.com/2007/10/01/bullying.htm. (8Desember 2011).

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Penelitian
Tabel 3.5 Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban
Tabel 3.6 Kategori, Frekuensi dan Persentase Perilaku

Referensi

Dokumen terkait

“ wanita pekerja seks adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang

Topik penelitian yang sudah dikerjakan antara lain: Ungkapan Geng di Kota Madya Surakarta Ditinjau dari Sosio- linguistik (Ketua) (1997), Penelitian tentang Bentuk dan Makna

Perusahaan khususnya pihak manajemen selalu dihadapkan pada perencanaan pengambilan keputusan yang menyangkut berbagai macam alternative yang harus dipilih .Dalam penggambilan

diteliti tentang pendidikan karakter berbasis nilai-nilai keIslaman di Sekolah Islam. Terpadu Nur

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi jenis dan struktur hutan, mengkaji kondisi lingkungan fisik ekosistem hutan, dan menganalisis keterkaitan antara

Adibroto (2002) zat pencemar sungai dapat dibagi menjadi : 1) Organisme patogen (bakteri, virus dan protozoa), 2) Zat hara tanaman (garam-garam nitrat dan fosfat

Hasil penelitian diharapkan jadi masukan yang berarti bagi setiap perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dan Peran Pendamping dengan Kemandirian Penerima Program Corporate Social