BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanskap Perumahan 2.1.1 Definisi
Menurut Simonds (1983), lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, yang dicapai jika karakter suatu lanskap menyatu secara harmonis dan alami untuk memperkuat lanskap tersebut. Eckbo (1964) berpendapat bahwa lanskap merupakan keseluruhan yang kompleks dari elemen fisik di suatu area atau daerah pergerakan.
Lanskap perumahan menurut Simonds (1983) merupakan kelompok-kelompok rumah yang memiliki secara bersama suatu ruang terbuka hijau (open space) dan berada di bawah suatu manajemen pengelola perumahan tersebut, serta terdapat fasilitas umum seperti ruko, lapangan bermain (playfield) dan daerah penyangga (buffer). Selain itu menurut Eckbo (1964) lingkungan perumahan merupakan suatu area yang di dalamnya terdapat susunan ketetanggaan atau kumpulan tempat tinggal, sarana perkantoran, niaga, pendidikan, kesehatan dan fasilitas administrasi penting lainnya di sekitar area tersebut.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, didefinisikan bahwa perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan.
2.1.2 Karakteristik Lanskap Perumahan
Pada perencanaan kawasan permukiman menurut Chiara dan Koppelman (1990) terdapat tujuh karakteristik agar kawasan tersebut menjadi permukiman yang layak huni, yaitu :
1. Kondisi tanah dan lapisan tanah ; 2. Air tanah dan drainase ;
3. Bebas atau tidaknya dari bahaya banjir permukaan ; 4. Bebas atau tidaknya dari bahaya-bahaya topografi ;
5. Pemenuhan pelayanan kesehatan dan keamanan, pembuangan air limbah, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, dan jaringan utilitas ;
6. Potensi untuk pengembangan ruang terbuka ;
7. Bebas atau tidaknya dari gangguan debu, asap dan bau busuk.
Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 dalam Herdiani (2009) meliputi parameter sebagai berikut :
1. Lokasi
1) tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya.
2) tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas tambang
3) tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan
2. Kualitas udara
Kualitas udara di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :
1) gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi
2) debu dengan diameter kurang dari 10 µg maksimum 150 µg/m3 3) gas SO2 maksimum 0,10 ppm
4) debu maksimum 350 mm3/m2 per hari 3. Kebisingan dan getaran
1) kebisingan dianjurkan < 45 dB.A, maksimum 55 dB.A 2) tingkat getaran maksimum 10 mm/detik
4. Kulitas tanah di daerah perumahan dan permukiman 1) kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg 2) kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
3) kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg 4) Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg 5. Prasarana dan sarana lingkungan
1) memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan
2) memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vector penyakit
3) memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata
4) tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan
5) pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan
6) pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan
7) memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian dan lain sebagainya 8) pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya
9) tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan
6. Vektor penyakit
1) indeks lalat harus memenuhi syarat 2) indeks jentik nyamuk di bawah 50% 7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan permukiman merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.
Faktor-faktor yang menjadi persyaratan fisik lingkungan perumahan dalam Standar Nasional Indonesia (2004) dalam Herdiani (2009) dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu :
1. Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan rekayasa / penyelesaian teknis
2. Kemiringan lahan tidak melebihi 15% (dapat dilihat pada tabel) dengan ketentuan :
a. tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar landai dengan kemiringan 0-8% ; dan
b. diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%
Dalam penggunaan lahan, terdapat standar kesesuaian yang didasari oleh kemiringan lereng. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 menurut Standar Nasional Indonesia 2004 dalam Herdiani (2009).
Tabel 1.Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng Peruntukkan Kelas Sudut Lereng (%)
Lahan 0-3 3-5 5-10 10-15 15-20 20-30 30-40 > 40 Jalan raya Parkir Taman bermain Perdagangan Drainase Permukiman Trotoar Bidang resapan septik Tangga umum Rekreasi
Sumber : Standar Nasional Indonesia, 2004
2.2 Taman Rumah Tinggal
Menurut Sulistyantara (1992), taman rumah merupakan komponen penting di lingkungan rumah tinggal, pelengkap unsur kehidupan rumah tangga yang dapat menyempurnakan kehidupan rumah tangga. Taman rumah juga menjadi unsur penting dalam menciptakan lingkungan. Nurisjah dan Pramukanto (1995) mengatakan rumah dan halaman merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam menciptakan suasana yang diinginkan oleh pemiliknya. Halaman yang tertata dengan baik selain dapat memberikan kelengkapan dan kelembutan yang menarik untuk bangunan fisik rumah tersebut juga dapat
memberikan suatu sajian pemandangan indah yang menembus jendela dan berbagai bukaan pada rumah, sehingga dapat menimbulkan ketenangan dan berbagai bentuk kenyamanan dalam rumah.
Secara umum taman tersusun atas berbagai elemen taman. Apabila dilihat berdasarkan karakter atau kekerasannya elemen taman dapat dibagi menjadi dua, yaitu elemen taman material lunak (soft material) seperti golongan rumput, lumut, semak, pepohonan dan satwa serta elemen taman material keras (hard material) yang mencakup semua elemen taman yang sifatnya keras dan tidak hidup seperti tanah, batuan, paving dan sebagainya (Sulistyantara, 1992). Disamping itu elemen taman juga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kemampuan manusia untuk mengadakan perubahan terhadap elemen taman tersebut yaitu elemen taman mayor dan elemen taman minor. Elemen taman mayor merupakan elemen taman yang terhadapnya kita sulit mengadakan perubahan seperti gunung, sungai, lembah dan kekuatan alam seperti angin, radiasi matahari dan gravitasi. Sedangkan elemen taman minor merupakan elemen taman yang dapat diubah seperti bukit, danau kecil, tanaman rawa dan elemen buatan manusia.
Nurisjah dan Pramukanto (1995) menambahkan bahwa perencana dan perancang taman atau halaman rumah harus berusaha membuat penataan yang dapat meningkatkan kualitas atmosfer rumah dengan mewujudkan aspek fungsional dan estetika taman rumah. DPU tentang Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam Budiman (2010) menyatakan bahwa pekarangan dapat dibagi menurut luas lahan dan bangunannya yaitu :
a. Pekarangan rumah besar dengan kategori : rumah dengan luas lahan di atas 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput.
b. Pekarangan rumah sedang dengan kategori : rumah dengan luasan lahan antara 200 m2 – 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2
(dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah atau rumput.
c. Pekarangan rumah kecil dengan kategori : rumah dengan luasan lahan di bawah 200 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah atau rumput.
2.3 Kanopi Pohon
2.3.1 Karakteristik Kanopi Pohon
Pohon merupakan tanaman yang memiliki batang tunggal dan tumbuh dengan ketinggian lebih dari tiga meter (Laurie,1986). Menurut Hakim dan Utomo (2004) secara morfologis pohon merupakan tanaman dengan batang berkayu, berakar dalam dan memiliki percabangan jauh dari tanah serta memiliki tinggi di atas tiga meter. Carpenter et al. (1975) menyatakan ukuran pohon terbagi atas tinggi pohon dan diameter tajuk. Berdasarkan tinggi, pohon dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Pohon pendek (tinggi < 9 meter),
2. Pohon menengah (tinggi antara 9 – 18 meter), dan 3. Pohon tinggi (tinggi > 18 meter).
Setiap jenis pohon mempunyai bentuk dan karakteristik dibawah kondisi hidup yang normal. Setiap jenis pohon terdiri atas empat elemen karakter pohon yaitu bentuk, ukuran, tekstur dan warna. Dari keempat elemen tersebut, bentuk pohon merupakan elemen yang paling memegang peranan penting dalam perancangan suatu lansekap. Dalam hal ini bentuk pohon dibangun oleh garis luar tajuk, struktur cabang dan ranting serta pola pertumbuhannya (Grey dan Deneke,1978).
Simond (1983) menyatakan bahwa bagian pohon yang paling menarik adalah kanopi atau tajuk pohon karena dapat memberikan identitas dan karakter pada lingkungan. Menurut Carpenter et al. (1975) terdapat enam jenis pohon apabila dilihat dari bentuk kanopi pohon yaitu bentuk V (V-shape), menjuntai
(round-weeping), bulat (round), bulat telur (oval), berkolom (columnar), dan kerucut (pyramidal). Sedangkan Booth (1983) membagi bentuk kanopi pohon menjadi tujuh kelompok yaitu bentuk membulat (globular/rounded), bentuk yang tinggi meramping (columnar), bentuk yang menyebar (spread), bentuk eksotis/menarik (picturesque), bentuk ranting-ranting merunduk/menjurai (weeping), bentuk kerucut (pyramidal), dan bentuk tinggi ramping dengan ujung meruncing (fastigiated).
Gambar 1. Jenis dan Bentuk Kanopi Pohon menurut Booth (1983)
Apabila dilihat dari kanopinya, pohon dapat memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya (Carpenter et al, 1975). Manfaat kanopi pohon tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Kanopi Pohon serta Contoh dan Manfaatnya
No. Jenis Kanopi Contoh Pohon Manfaat
1 Bulat (Round) Felicium decipiens Penaung
2 Kubah (Dome) Ficus benjamina Penaung
3 Kolumnar (Columnar) Canarium commune Pengarah 4 Kerucut (Pyramidal) Cupressus spp Pemberi aksen 5 Bulat telur (Oval) Tamarindus indica Penutup 6 Menjurai (Round-weeping) Salix babilonica Pemberi aksen 7 Bentuk V (V-shape) Ravenala madagascariensis Pemberi aksen 8 Menyebar (Spread) Delonix regia Penaung
2.3.2. Pengaruh Kanopi Pohon Terhadap Iklim Mikro
Menurut Kartasapoetra (2004), iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap. Kartasapoetra (2004) juga menambahkan iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur, yaitu radiasi matahari, temperatur, kelembaban, awan, presifikasi, evaporasi, tekanan udara, dan angin. Iklim menurut Surjamanto (2000) merupakan perubahan kondisi cuaca yang relatif tetap dan secara berkala karena pengaruh perputaran bumi yang diteliti 10 sampai 20 tahun sekali.
Perbedaan antara iklim makro dan iklim mikro terutama disebabkan pada jaraknya dengan permukaan bumi (Tjasyono,2004). Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi iklim mikro di suatu lokasi, yaitu :
a. Macam tanah : tanah hitam, tanah abu-abu, tanah lembek, dan tanah keras
b. Bentuk tanah : bentuk konkaf (lembah), bentuk konveks (gunung), dan danau
c. Tanaman-tanaman yang tumbuh di atasnya : rawa, hutan dan lainnya yang mempengaruhi jumlah radiasi dan profil angin
d. Aktivitas manusia ; daerah industri, kawasan kota, pedesaan dan sebagainya.
Surjamanto (2000) berpendapat bahwa suatu iklim mikro dapat memberikan kenyamanan bagi manusia apabila iklim tersebut berada pada batas minimum dan maksimum dari kenyamanan thermis (thermal comfort) manusia tersebut.
Misalnya thermal comfort untuk orang Indonesia ialah antara 25,4 – 28,9 derajat Celcius. Lebih lanjut Surjamanto (2000) menambahkan apabila suatu iklim tidak dapat memberikan kenyamanan bagi manusia tersebut diperlukan modifier / pengelola iklim dengan menggunakan teknologi tepat guna. Beberapa cara pengelolaan iklim mikro pada lingkungan rumah tinggal untuk memperoleh kenyamanan, yaitu:
a. Membuka jendela pada utara-selatan
b. Pohon perdu diletakkan di timur, sebab angin pada bulan Maret-September kering (tidak membawa uap air), sehingga tidak lembab. Jika menanam pohon di barat, sebaiknya tidak dipertinggi agar tidak membawa uap air masuk ke ruangan
c. Yang dibuka dinding timur, sehingga bila Desember, angin tidak masuk d. Kamar mandi sebaiknya ditaruh di sebelah barat agar cepat kering (tidak
lembab)
e. Angin yang baik adalah angin yang lewat di depan dan samping (posisi bangunan tidak membelakangi angin).
Menurut Robinette (1977) vegetasi memiliki fungsi secara spesifik dalam pengendalian iklim mikro yaitu dapat mengendalikan efek sinar matahari dengan cara filtrasi langsung radiasi matahari, mengendalikan panas permukaan dan radiasi ke berbagai lapisan permukaan, baik setiap hari maupun secara musiman. Oleh sebab itu, suhu udara pada daerah yang mempunyai RTH lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Hal ini didukung oleh pendapat Tjasyono (2000) yang menyatakan iklim tidak hanya mempengaruhi tanaman tetapi juga dipengaruhi oleh tanaman. Hutan yang lebat dapat menambah jumlah kelembaban udara melalui transpirasi. Bayangan dari pepohonan dapat mengurangi suhu udara sehingga penguapan menjadi lebih kecil. Grey dan Deneke (1978) menjelaskan bahwa pohon memiliki beberapa fungsi dalam memperbaiki iklim mikro. Fungsi tersebut dipengaruhi oleh karakteristik pohon yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Pohon Sebagai Fungsi Memperbaiki Iklim Mikro
Fungsi Pohon Identifikasi
Kontrol suhu Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi Pohon yang memiliki bentuk tajuk bulat, berkolom, dan menjurai (weeping)
Kontrol Angin Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi Pohon dengan bentuk pertumbuhan konifer lebih efektif dalam mengurangi kecepatan angin Pohon yang memiliki batang, percabangan dan perakaran yang kuat
Kontrol kelembaban Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi Pohon yang memiliki bentuk tajuk bulat, berkolom, dan menjurai (weeping)
Di dalam proses metabolisme tumbuhan terjadi suatu sistem terpadu dan dinamik dimana air mengalir dari tempat dengan energi potensial tinggi ke tempat berenergi potensial rendah. Sistem demikian dikenal dengan lingkaran-tanah-tanaman-atmosfer atau LTTA. Sistem ini nantinya akan menguntungkan dalam hal pengaturan suhu mikro suatu lingkungan karena di dalam sistem ini terjadi beberapa proses kehilangan air dalam bentuk uap. Kehilangan uap air dari tanah tersebut terjadi melalui proses : (1) evaporasi pada permukaan tanah dan (2) transpirasi dari permukaan daun dari air yang sebelumnya diserap tanaman dari tanah. Jumlah kehilangan melalui kedua proses ini disebut dengan proses evapotranspirasi (Soepardi, 1983).
Suhu di sekitar tanaman dapat menjadi lebih sejuk akibat kehilangan panas karena adanya evaporasi dari tanaman tersebut (Irwan, 2005). Grey dan Deneke (1976) menyatakan bahwa proses evapotranspirasi juga dapat memperbaiki suhu kota dengan adanya pepohonan dan vegetasi lainnya. Pada proses evapotranspirasi sebatang pohon dapat menjadi air conditioner alami yang mampu menguapkan 400 liter air (H2O) sehari. Kemampuan ini setara dengan kemampuan 5 buah Air Conditioner (AC) dengan kapasitas 2.500 kcal/jam yang beroperasi selama 20 jam/hari (Kramer & Kozlowski, 1970). Peck et al dalam Feriadi dan Frick (2008)
menyatakan bahwa lokasi lubang saluran pengambilan udara luar dari alat pengatur suhu udara (AC) yang ternaungi oleh bayang-bayang pohon akan memiliki suhu udara sekitar yang lebih rendah sehingga secara tidak langsung menghemat energi yang diperlukan oleh AC.
Dalam pengaturan iklim mikro menurut Robinette (1977) terdapat beberapa prinsip penggunaan pohon yang penting diketahui oleh perancang dalam pengaturan iklim mikro yaitu :
1. Pohon besar, kecil dan semak kemungkinan dapat digunakan untuk menghalangi angin yang bergerak secara tidak diinginkan, tanaman konifer dapat digunakan untuk mengendalikan angin di musim dingin.
2. Pohon dapat digunakan untuk mengatur perpindahan angin, untuk meningkatkan jumlah ventilasi di beberapa area khusus.
3. Beberapa jenis tanaman akan mengurangi akumulasi dari salju di permukaan, sehingga dapat digunakan untuk pengumpul atau penjerap panas matahari. 4. Tanaman khususnya pohon berdaun tipis dapat digunakan untuk menangkap
kabut, dan dapat meningkatkan penangkapan sinar matahari ke permukaan. 5. Pohon-pohon jenis tertentu akan menjadi penghalang langsung sinar matahari
selama musim semi, untuk mengurangi suhu dingin yang berlebihan, tetapi mampu bertahan di musim dingin, mengurangi suhu panas yang berlebihan. 6. Area yang ditanami akan menjadi lebih sejuk sepanjang hari, dan akan
mengalami penurunan panas yang lebih sedikit di malam hari.
2.4 Konsumsi Energi Listrik Rumah Tangga
Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan satu-satunya perusahaan milik negara yang memiliki wewenang dalam mengelola pemakaian energi listrik di Indonesia termasuk penentuan Tarif Dasar Listrik (TDL) bagi para pengguna listrik. Dalam penentuan TDL, PLN membagi golongan pelanggan berdasarkan kebutuhan pemakaian listrik yang disebut dengan Golongan Tarif. Hingga saat ini secara garis besar terdapat lima jenis golongan tarif, yaitu :
1. Golongan B merupakan golongan pelanggan yang menggunakan listrik untuk kebutuhan bisnis. Golongan B dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Golongan B1 yang menggunakan daya listrik sebesar 450 VA – 2200 VA,
Golongan B2 yang menggunakan daya listrik sebesar 2200 VA – 200KVA dan Golongan B3 yang menggunakan daya listrik di atas 200 KVA.
2. Golongan I merupakan golongan pelanggan yang menggunakan listrik untuk kebutuhan industri. Golongan I dibagi menjadi empat kelompok, yaitu Golongan I1 yang menggunakan daya listrik sebesar 450 VA – 14 KVA, Golongan I2 yang menggunakan daya listrik sebesar 14 KVA – 200 KVA, Golongan I3 yang menggunakan daya listrik 200 KVA – 30.000 KVA dan Golongan I4 yang menggunakan daya listrik diatas 30.000 KVA. 3. Golongan P merupakan golongan pelanggan yang menggunakan listrik
utnuk kebutuhan bangunan pemerintah. Golongan P dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Golongan P1 yang menggunakan daya listrik sebesar 450 VA – 2200 VA, Golongan P2 yang menggunakan daya listrik sebesar 2200 VA – 200 KVA dan Golongan P3 yang menggunakan daya listrik di atas 200 KVA.
4. Golongan R merupakan golongan pelanggan yang menggunakan listrik untuk kebutuhan rumah tangga. Golongan R dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Golongan R1 yang menggunakan daya listrik sebesar 450 VA – 2200 VA, Golongan R2 yang menggunakan daya listrik sebesar 2200 VA – 6600 VA dan Golongan R3 yang menggunakan daya listrik diatas 6600 VA. 5. Golongan S merupakan golongan pelanggan yang menggunakan listrik
untuk kebutuhan sosial seperti rumah ibadah, penerangan jalan, dan pelayanan kesehatan. Golongan S dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu Golongan S1 yang menggunakan daya listrik sebesar 220 VA - 450 VA, Golongan S2 yang menggunakan daya listrik sebesar 450 VA – 200 KVA dan Golongan S3 yang menggunakan daya listrik diatas 200 KVA.
Pasokan energi listrik untuk Kota Bogor sampai saat ini berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang terdapat di PLTA Suralaya dan sebagai cadangan apabila pasokan utama kurang mencukupi terdapat di Jatiluhur dan Cirata. Pasokan energi listrik tersebut kemudian dialirkan melalui SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) hingga ke trafo menuju lokasi pemakai.
Berdasarkan data dari PLN Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) Bogor Barat, kebutuhan listrik pada kawasan Bukit Cimanggu City (BCC) digunakan untuk hampir semua golongan tarif kecuali golongan tarif industri. Pemakaian daya listrik dan pembayaran rekening listrik selama setahun terakhir ini di kawasan BCC dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Pemakaian KWH Juni 2009 - Agustus 2010 di Perumahan Bukit Cimanggu City Golongan Tarif Jumlah Pemakai Total Pemakaian KWH Rataan Pemakaian KWH B1 52 244299 16286,60 B2 17 946098 63073,20 P1 3 7013 467,53 P3 4 302727 20181,80 R1 2623 6609891 440659,40 R2 137 1037741 69182,73 R3 7 45306 3020,40 S2 8 26484 1765,60
Sumber : Data PLN UPJ Bogor Barat, 2010
Tabel 5. Pembayaran Rekening Listrik Juni 2009 - Agustus 2010 di Perumahan Bukit Cimanggu City
Golongan
Tarif Pemakai Jumlah Rekening Listrik (Rp) Total Pembayaran Rekening Listrik (Rp) Rataan Pembayaran
B1 52 191.150.193 12.743.346,20 B2 17 1.056.093.111 70.406.207,40 P1 3 5.343.835 356.255,67 P3 4 236.928.538 15.795.235,87 R1 2623 4.555.623.741 303.708.249,40 R2 137 816.763.530 54.450.902,00 R3 7 62.056.850 4.137.123,33 S2 8 20.528.553 1.368.570,20
Pada Tabel 4 dan 5 dapat diketahui bahwa golongan tarif R1 merupakan golongan tarif yang memiliki kebutuhan KWH dan pembayaran rekening listrik terbesar. Hal ini disebabkan karena jumlah pelanggan untuk kebutuhan rumah tangga dengan daya 450 hingga 2200 VA menduduki porsi terbesar di kawasan ini yaitu sekitar 92% dari total keseluruhan pelanggan dan menduduki sekitar 95% dari total keseluruhan pelanggan Golongan Tarif Rumah.
Pada kawasan Perumahan Villa Bogor Indah (VBI) pasokan listrik berasal dari trafo yang dikelola oleh PLN UPJ Bogor Timur. Berdasarkan data yang diperoleh dari PLN UPJ Bogor Timur jumlah KWH pakai, total tagihan dan jumlah pelanggan selama setahun dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6.Total Pemakaian KWH dan Tagihan Listrik Golongan Tarif Rumah di Perumahan Villa Bogor Indah Periode Juni 2009 – Agustus 2010
Bulan Total KWH Pakai Total Tagihan (Rp)
Pemakaian R1 R2 R3 R1 R2 R3 Jun-09 460629 40292 16762 322503739 28821607 20830664 Jul-09 498853 38241 20733 346356615 31914338 27000085 Agust-09 490834 35829 18176 344084209 30793267 23131104 Sep-09 511700 39444 17203 356341926 33462088 20984409 Okt-09 474450 34726 16618 339164397 31101780 20798032 Nop-09 526792 40502 18310 368084924 34113291 22809322 Des-09 522691 39061 17119 357452280 31805701 20320479 Jan-10 502496 39078 18000 357115485 33157608 21462165 Feb-10 501332 41664 16928 356075110 34518912 22131421 Mar-10 457700 36973 18518 333032653 31715147 22836173 Apr-10 489592 43866 17240 347514330 37864260 22517652 Mei-10 542342 49707 18080 380411363 41579040 24087676 Jun-10 548925 48330 17442 381483092 40357438 23280707 Jul-10 545211 44901 19143 380570244 37351814 24331736 Agust-10 532346 49241 18311 390271770 41010935 25181300 Sumber : Data PLN UPJ Bogor Timur, 2010
Tabel 7.Jumlah Pelanggan Golongan Tarif Rumah di Perumahan Villa Bogor Indah Periode Juni 2009 – Agustus 2010
Bulan Jumlah Pelanggan
Pemakaian R1 R2 R3 Jun-09 2477 66 11 Jul-09 2571 69 11 Agust-09 2601 70 11 Sep-09 2626 72 11 Okt-09 2661 73 11 Nop-09 2674 73 11 Des-09 2675 74 11 Jan-10 2677 75 11 Feb-10 2678 75 11 Mar-10 2681 75 11 Apr-10 2675 79 11 Mei-10 2670 79 11 Jun-10 2659 79 11 Jul-10 2653 79 11 Agust-10 2648 82 10
Sumber : Data PLN UPJ Bogor Timur, 2010
Pada Tabel 6 dan 7 dapat diketahui bahwa Golongan Tarif R1 menduduki porsi terbesar dalam pemakaian listrik di kawasan ini yaitu sekitar 97% dari total pelanggan jenis Golongan Tarif Rumah. Hal ini hampir serupa dengan persentase R1 di kawasan BCC. Namun apabila dilihat dari rata-rata tagihan selama setahun untuk Golongan R1,kawasan BCC yang memiliki tagihan sebesar Rp. 303.708.249,- setiap bulannya lebih sedikit dibanding kawasan VBI yang memiliki tagihan sebesar Rp 357.364.142,- setiap bulannya.
Berdasarkan data lima tahun terakhir dari Badan Pusat Statistik (2005), energi listrik yang didistribusikan oleh PLN mengalami kenaikan rata-rata 5,56% per tahun yang diperkirakan pada tahun 2005 pendistribusian listrik mencapai 104.908 MWH. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan akan listrik terus mengalami kenaikan secara signifikan. Oleh karena itu untuk mencegah kekurangan pasokan energi listrik serta meningkatkan mutu pelayanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral membuat Peraturan Menteri No 07 Tahun 2010 yang merubah Tarif Dasar Listrik. Dalam Tarif Dasar Listrik 2010 pelanggan 450 VA dan 900 VA seluruh golongan tarif tidak mengalami kenaikan. Sedangkan kenaikan TDL
untuk pelanggan di atas 900 VA untuk setiap golongan tarif, berkisar antara 6% - 20% dengan sebaran sebagai berikut :
1. Sosial, naik rata-rata 10%
2. Rumah Tangga, naik rata-rata 18% 3. Bisnis, naik rata-rata 16%
4. Industri, naik rata-rata 6% s/d 12%
5. Bangunan Pemerintah, naik rata-rata 15% s/d 18%
6. Traksi, Curah, dan layanan khusus, naik rata-rata 9% s/d 20%
2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Pada dasarnya istilah sistem informasi geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok yaitu sistem, informasi dan geografis (Prahasta, 2002) sehingga Prahasta (2002) menyatakan bahwa SIG merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya. SIG menurut Burrough (1986) dalam Barus dan Wiradisastra (2000) merupakan suatu perangkat alat untuk mengumpulkan, menyimpan dan menggali kembali, mentransformasi, dan menyajikan data spasial dari aspek-aspek permukaan bumi, sedangkan Barus dan Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa SIG merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial.
Menurut Prahasta (2002) sistem SIG ini terdiri dari dua komponen utama yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG yaitu komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter dan scanner. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan untuk SIG biasanya tidak dapat berdiri sendiri tetapi terdiri dari beberapa layer.
Kemampuan SIG dapat juga dikenali dari fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakukannya. Secara umum fungsi analisis dibagi ke dalam dua jenis, yaitu fungsi analisis atribut dan analisis spasial. Dengan adanya fungsi analisis spasial, data spasial yang ada secara umum dapat dianalisis dengan cara klasifikasi, jaringan (network), overlay, buffering, 3D analysis, dan digital image processing sehingga SIG dapat digunakan untuk aplikasi berbagai bidang seperti
kependudukan, sumber daya alam, perencanaan, lingkungan, pertanahan dan manajemen utilitas. (Prahasta, 2000).
2.6 Aplikasi CITYgreen 5.4 Ekstensi Arc View 3.2 untuk Energy Saving. Menurut American Forest (2002) CITYgreen adalah salah satu program SIG (Sistem Informasi Geografis) yang merupakan perkembangan menuju ESRI’s ArcGIS. Secara umum CITYgreen bertujuan untuk menganalisis keuntungan ekologis dan ekonomis dari kanopi pohon dan ruang hijau lainnya. Dengan demikian CITYgreen dapat membantu pembuatan kebijakan tertentu di suatu wilayah yang lebih baik dan ramah lingkungan. Progam ini dibuat berdasarkan berbagai penelitian di berbagai negara yang terkait tentang manfaat pohon.
CITYgreen hanya dapat bekerja dengan Windows berbasis PC (Personal Computer) yang telah memiliki program ArcGIS dan terdiri dari dua versi. Versi pertama bekerja dengan ArcView 3.x dan versi kedua bekerja dengan ArcGIS 8.x. Analisis dilakukan berdasarkan data tutupan lahan yang telah disediakan. Data tutupan lahan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti foto udara atau citra satelit. Semua versi CITYgreen memiliki manfaat untuk menganalisis beberapa hal berikut yaitu antara lain :
a. Limpasan Permukaan
CITYgreen dapat menghitung besar volume air dari limpasan permukaan yang akan datang akibat penutupan lahan berdasarkan data curah hujan dalam kurun waktu 2 tahun 24 jam hari hujan. Banyak permukaan kedap air menghasilkan banjir dengan level lebih tinggi pada saat banyak area alami yang mengurangi kuantitas resapan air sehingga CITYgreen dapat menjadi sebuah alat yang sangat bermanfaat untuk perencanaan dan penetapan penggunaan wilayah.
b. Pereduksi Polutan Udara
Dalam hal ini, CITYgreen dapat menghitung kapasitas reduksi polutan oleh kanopi pohon. Semakin besar kanopi pohon maka semakin besar pula jumlah polutan udara yang dapat direduksi. Dengan demikian CITYgreen dapat melaporkan kuantitas tahunan dari polutan yang tereduksi dan nilai manfaat ekonomi yang berkaitan dengan usaha reduksi tersebut.
c. Penyimpanan Karbon
Dalam hal ini CITYgreen dapat menghitung jumlah karbon yang diserap yang ada dalam pohon yang disajikan dalam peta penutupan lahan dan menghitung kuantitas tahunan dari karbon yang direduksi oleh pohon.
d. Konservasi Energi dan Pencegahan Emisi Karbon
Penelitian yang telah dilakukan oleh USDA Forest Service dan pihak lainnya telah menunjukkan bahwa pohon yang ditanam secara tepat dapat menaungi rumah-rumah sehingga secara signifikan dapat menurunkan penggunaan dari pendingin udara (Air Conditioner). Berdasarkan iklim dan tarif listrik lokal, CITYgreen dapat memperkirakan nilai ekonomis dalam satuan dollar dari keuntungan naungan langsung pada pohon yang ada di sekitar rumah. Analisis dari CITYgreen’s Cool Roof juga dapat menghitung seberapa besar biaya pendinginan dari warna atap bangunan dan material pendingin lainnya. Berdasarkan total penghematan energi dalam tapak, CITYgreen juga dapat menghitung kuantitas dari utilitas pencegahan berbasis emisi karbon.
e. Pemodelan skenario alternatif
Salah satu tampilan CITYgreen yang paling bermanfaat yaitu kemampuan menganalisis skenario alternatif. Tampilan ini dimulai dengan peta tutupan lahan yang menjadi objek, dampak akibat perubahan fungsi tutupan lahan dapat dihitung sebelum perubahan itu terjadi. Hal ini juga berguna untuk melihat bagaimana hal itu dapat berubah setiap tahunnya, dengan membandingkan peta tutupan lahan dari awal periode atau sekitar 10 hingga 20 tahun lalu. Hal ini menjadi sebuah alat pengambil keputusan yang sangat penting yang berhadapan dengan pilihan pertumbuhan dan pengembangan.
Untuk program CITYgreen 5.4 yang berkolaborasi dengan program ArcView 3.2 memiliki beberapa tampilan yaitu :
Tabel atribut pohon – Program CITYgreen ini merupakan satu-satunya versi yang memiliki fungsi untuk mengumpulkan atribut pohon dalam bentuk tabel. Data koleksi pada lapang dari pohon individual juga dapat dimasukkan ke dalam table. Tabel ini berguna untuk menentukan berbagai variasi informasi, seperti persentasi tiap spesies, persentasi kesehatan, persentasi lokasi dan sebagainya. Tabel ini dibuat berdasarkan model pertumbuhan pohon. Namun model ini bukan
merupakan tampilan pengelolaan inventarisasi pohon dan tidak memiliki berbagai fungsi untuk jadwal pengelolaan. Tampilan ini dibuat oleh CITYgreen V.5 untuk tujuan pendidikan.
Model Pertumbuhan Pohon – Dengan menggunakan angka koefisien pertumbuhan pohon dan informasi dari tabel atribut pohon, CITYgreen dapat menunjukkan pertumbuhan sebenarnya dari pohon secara individual dalam beberapa kurun waktu hingga 50 tahun ke depan dan dapat menghitung keuntungan ekologis ke depan dari setiap jenis pohon tersebut.
Penyimpanan Energi –Tampilan ini meminta sebuah jumlah yang sangat lengkap dari data koleksi lapang dan jumlah vegetasi lokal. Ketika data koleksi telah lengkap maka program akan menghitung besar penghematan energi dari satu rumah tangga berdasarkan lokasi dan karakteristik pohon yang ada di sekitar rumah.
Kelima aspek yang dapat dianalisis pada CITYgreen 5.4 memerlukan data masukan yang berbeda-beda. Berikut beberapa aspek yang dapat dianalisis dengan CITYgreen 5.4 dan data yang diperlukan.
Tabel 8. Aspek Analisis dan Data yang Diperlukan dalam Analisis
Required Values Acquired From Data
Within CITYgreen And
User Definable
Stormwater Land cover, Slope, hydrologic soil group, tree canopy 2-year/24-hour rainfall info,
rainfall distribution type
Air Quality Tree canopy Closest air quality city
Carbon Storage/ Tree canopy, trunk diameter Sequestration (for individual trees)
Energy Tree canopy, building height, Roof albedo, heating system, species, tree height class, roof insulation R-value, roof color locations of windows and
air conditioners
Growth Modelling Tree canopy, species, trunk Tree health class, diameter (for individual
trees), growing condition
tree height class
∆E T ∆UEDT x CFA x ∆TCC x CC x n
dimana
dalah koefisien suhu Unit Energy Density (UED per oC) ∆TCC adalah koefisien suhu pada kanopi
tutup
tase tutupan kanopi per pohon 2
n ad
b. penurunan kecepatan angin (∆ :
U CC
dimana
∆UEDU adalah koefisien angin Unit Energy Density (berubah dalam UED per
persentase kecepatan angin)
efisien kecepatan angin pada kanopi (persentase kecepatan angin/persentase tutupan kanopi)
kanopi per pohon
Aspek analisis konservasi energi dalam CITYgreen menggunakan metode yang dikembangkan oleh Jill Mahon dari American Forests yang diinterpolasi dengan penelitian Dr. Greg McPherson dari USDA Forest Service. Program ini memperkirakan nilai keuntungan konservasi energi dari pohon yang diperoleh dari naungan langsung terhadap satu atau dua bangunan rumah (American Forest, 2002).
Penelitian McPherson (1999) menyatakan bahwa energi yang digunakan untuk pendingin ruangan dapat direduksi dengan adanya naungan dari pohon. Hasil penelitian ini diperoleh dengan menghitung efek naungan dari pohon, efek penahan angin dan suhu. Dalam penelitian tersebut dihasilkan beberapa formula antara lain :
a. Perhitungan tingkat penurunan energi pendingin dari modifikasi suhu (∆ :
∆UEDT a
(persentase suhu udara/persentase an kanopi)
CC adalah persen
CFA adalah kondisi area dasar (m ) alah jumlah pohon dalam area j
Perhitungan pengaruh energi dari
∆E U ∆UED x CFA x ∆U x CC x n
∆UCC adalah ko
CFA
a j
c.Pe angin untuk setiap peningkatan persentase tutupan kanopi (koefisien kecepatan angin ∆ )
∆UCC
24 1.1x TC BC adalah kondisi area dasar (m2)
n adalah jumlah pohon dalam are
rhitungan perubahan kecepatan
TC BC
BC/ 24 1.1xBC
d. Perhitungan pengaturan energi berdasarkan kondisi pohon (Energy adjustment)
on = 1 - % kematian batang.
1994) H
k konsumsi gas untuk pemanasan Wh adalah Watthours dari konsumsi listrik untuk pendinginan
ah Cooling-degree-days FA a
lainnya ilkan ekstensi CITYgreen untuk ektif dan efisien.
n Air Conditioner (AC) untuk Rumah Tangga
ulai dari gedung dimana TC adalah persentase tutupan kanopi pohon dan BC adalah persentase tutupan bangunan.
Energy adjustment = 0.5 + (0.5 x kondisi pohon) dimana kondisi poh
e. Perhitungan kalibrasi penghematan energi pohon menurut Mahajan dalam McPherson (
PI = BTU/ HDD / FA CPI = Wh / CDD /FA dimana : BTU adalah British Thermal Unit untu
HDD adalah Heating-degree-days CDD adal
dalah area dasar (feet2)
Seluruh formula diatas dikombinasikan dengan penelitian terkait yang telah dilakukan sehingga menghas
mendapatkan hasil yang sama dengan lebih ef
2.7 Pemakaia
Menurut Dewi (2007), Air Conditioner (AC) merupakan mesin pendingin yang mengeluarkan hawa dingin untuk menyejukkan suatu ruangan. Penggunaan Air Conditioner dewasa ini sudah meluas dan banyak dijumpai, m
erkantoran, pusat perbelanjaan, bahkan sudah sampai ke rumah-rumah lingkungan tempat kerja.
Gambar 2. Aliran Kerja Sistem Pendingin AC Sumber : Handoko dalam Dewi (2007)
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa keima komponen utama untuk sistem AC antara lain :
1. Kompresor ; k bahan pendingin
sehingga bahan pe n pendingin.
2. Kondensor ; merupakan alat penukar kalor. Cara kerja kondensor yaitu dengan
alam siklus pendinginan. p
penduduk. AC dimanfaatkan sebagai pemberi kenyamanan di
Secara umum terdapat lima komponen utama dan dua komponen pelengkap sistem AC menurut Dewi (2007). Ketujuh komponen tersebut disusun menurut aliran kerjanya (Gambar 2).
omponen ini bertugas menghisap dan menekan ndingin tersebut beredar dalam unit mesi
mengembunkan uap (bahan pendingin) menjadi cairan sehinggga dapat dipakai kembali d
3. Penyaring (Filter) ; berfungsi untuk menyaring kotoran dari bahan pendingin sebelum dialirkan ke dalam pipa kapiler.
tinggi ke tekanan rendah.
ra panas dari ruangan yang dihisap
ya, yaitu :
s dari evaporator dan membuangnya di kondensor.
ko
pe rubah-ubah
sec , yaitu :
a. Pros
dilakukan pat menghisap gas dan mengompresikan bahan pendingin
bahan mudah dipindahkan ke udara luar. Setelah melalui proses 4. Pipa Kapiler ; berfungsi sebagai alat untuk menurunkan tekanan bahan
pendingin cair yang mengalir di pipa tersebut dan mengatur bahan pendingin cair yang mengalir dari sisi tekanan
5. Evaporator ; merupakan bagian yang berfungsi menguapkan bahan pendingin cair menjadi gas dengan mengambil uda
oleh fan motor.
Selain kelima komponen tersebut, terdapat dua komponen yang merupakan bahan didalam kinerja kelima komponen sebelumn
1. Bahan Pendingin (Refrigeran) ; proses pendinginan memerlukan suatu bahan yang mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya untuk mengambil pana
2. Minyak Kompresor ; berfungsi untuk melindungi dan melumasi bagian-bagian yang bergerak dari kompresor supaya jangan aus dan rusak.
Lebih lanjut Dewi (2007) menjelaskan bahwa teknis kerja AC dimulai dari mpresor yang merupakan komponen yang paling utama untuk terjadinya ndinginan. Bahan pendingin pada AC merupakan zat yang dapat be
wujudnya tergantung suhu dan tekanannya. Imroee (2010) menyatakan bahwa ara umum prinsip kerja AC terbagi menjadi empat cara kerja
es kompresi
Proses dimulai ketika bahan pendingin meninggalkan evaporator. Bahan pendingin yang dihisap oleh kompresor memiliki wujud gas dengan suhu dan tekanan rendah. Bahan pendingin ini diubah oleh kompresor menjadi bahan pendingin gas dengan suhu dan tekanan yang tinggi. Hal tersebut bisa
karena kompresor da
sehingga mencapai tekanan kondensasi. Setelah tekanan dan suhu diubah, selanjutnya bahan pendingin dipompa dan dialirkan menuju ke kondensor.
b. Proses kondensasi
Ketika di kondensor, bahan pendingin mengalami kondensasi yaitu perubahan wujud gas menjadi cair dan perubahan suhu menjadi rendah. Agar proses kondensasi lebih efektif, digunakan kipas (fan) yang dapat mengembuskan udara luar tepat di permukaan pipa kondensor. Dengan begitu, panas pada pendingin dapat dengan
pendingin di antara dua sisi tekanan yang erbeda, yaitu tekanan tinggi dan rendah. Selanjutnya, bahan pendingin yang telah emiliki wujud cair, suhu dan tekanan rendah dialirkan menuju ke evaporator
asi.
pat terjadinya pendinginan. Kondisi bahan hu dan tekanan rendah dimanfaatkan untuk mendinginkan
ndensor bagian atas. Proses ini akan d
kondensasi, bahan pendingin memiliki wujud cair, bersuhu rendah namun masih memiliki tekanan tinggi. Dengan kondisi demikian, bahan pendingin dialirkan ke filter. Di dalam filter, bahan pendingin disaring kadar air dan kotorannya agar tidak mengganggu sirkulasi bahan pendingin di sistem. Bahan pendingin yang berwujud cair dan telah disaring, mengalir masuk ke dalam pipa kapiler untuk mengalami proses penurunan tekanan.
c. Proses penurunan tekanan
Di dalam pipa kapiler, terjadi proses penurunan tekanan. Selain itu pipa kapiler juga berfungsi mengontrol aliran bahan
b m
untuk mengalami proses evapor
d. Proses evaporasi
Proses ini dimulai ketika bahan pendingin akan masuk ke dalam evaporator. Masuknya bahan pendingin ke dalam evaporator diatur oleh pipa kapiler. Di evaporator, bahan pendingin mengalami evaporasi yaitu perubahan wujud dari cair menjadi gas dan disinilah tem
pendingin yang bersu
udara luar yang melewati permukaan evaporator.
Agar lebih efektif mendinginkan udara dalam ruangan, pada AC digunakan blower (indoor) untuk mengatur sirkulasi udara agar melewati evaporator. Bahan pendingin mengalir ke saluran hisap dan dihisap oleh kompresor lagi agar menjadi bahan pendingin gas yang mempunyai suhu dan tekanan yang tinggi yang kemudian masuk pipa ko
iulang terus menerus selama kompresor bekerja. Setelah suhu evaporator sudah sesuai dengan termistor, maka kontak aliran listrik ke kompresor akan terbuka dan bila suhu di evaporator sudah tinggi kembali maka kontak termistor akan menutup dan kompresor akan bekerja lagi. Proses tersebut akan diulang secara terus menerus selama AC diberi aliran listrik (Dewi, 2007).
gkan pada saat alam
AC Split. Budianto (2008) menyatakan bahwa cara perhitu
50
hari
e asarkan data di emiliki kapasitas 5000 BTU. ruangan tersebut kapasitas AC di atas sering
kapasitas ini dapat dilihat di perangkat AC.
Sofyan (2 erupakan tenaga untuk
Budianto (2008) menyatakan bahwa kebutuhan AC dalam suatu ruang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor waktu dan luas ruangan. Salah satu contoh yaitu pada rumah tinggal dengan ketinggian plafon 3 meter, saat siang hari memerlukan kapasitas pendinginan sebesar 500 BTU/h/m2, sedan
m hari memerlukan 350 BTU/h/m2 untuk mendapatkan temperatur ruang (25 ± 1) oC. BTU (British Thermal Unit) merupakan istilah yang menunjukkan jumlah kalor yang diperlukan untuk memanaskan atau mendinginkan 1 pound air sampai suhunya naik atau turun 1oF. Kondisi seperti ini menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan ruang di siang dan malam hari juga berbeda. Dengan demikian diperlukan perhitungan kebutuhan AC untuk dapat menentukan jenis AC yang sesuai.
Dilihat dari jenisnya, AC memiliki berbagai macam jenis seperti AC Split, AC Cassete, AC Standing, AC Central, AC Ciller, AC Celling, AC Parcision dan AC Window (Sofyan, 2010). Sebagian besar jenis AC yang digunakan untuk rumah tangga yaitu
ngan kapasitas AC Split adalah sebagai berikut : Luas ruangan = 3 x 3 m = 9 m2
a. Siang hari (500 BTU/hour)
Kebutuhan ruangan = luas x 500 = 9 m2 x 500 = 4500 BTU/h/m2 di siang hari b. Malam hari (350 BTU/hour)
Kebutuhan ruangan = 9 m2 x 3
= 3150 BTU/h/m2 di malam B rd atas maka AC yang diperlukan m Sehingga untuk contoh kondisi
disebut dengan split 0,5 pk. Nilai
Dalam 010), istilah split pada AC m
menggerakkan kompresor AC. Konversi standar untuk split 1 pk yaitu sebesar 750 watt atau sama dengan 9000 BTU/hour. Mira (2008) menyatakan bahwa untuk AC Split 0,5 pk umumnya memerlukan daya 430 Watt.