• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN SAINTIFIK PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDEKATAN SAINTIFIK PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

97

PENDEKATAN SAINTIFIK PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU

Asnil Aidah Ritonga

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, Medan, Sumatera Utara

e-mail: asnilaida@uinsu.ac.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk penerapan pendekatan saintifik pembelajaran PAI pada SDIT di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknis analisis kualitatif model Miles dan Huberman terdiri dari pemilihan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Temuan penelitian ini, yaitu: Pertama, Dalam menyusun RPP pembelajaran PAI pada SDIT di kota Medan sudah melakukan variasi pencapaian dalam berbagai aspek yaitu dalam aspek pencapaian tujuan tujuan pembelajaran, pencapaian karakter yang diharapkan dalam pembelajaran PAI. Kemudian dalam dalam menyusun kalimat-kalimat dalam langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan tuntutan pendekatan saintifik, dimana aspek-aspek mengamati, menanya, mencoba, mengassosiasikan, dan mengkomunikasikan, telah dituangkan dengan terurai meskipun indikator pencapaiannya belum terlihat secara jelas. Kedua, penerapan pendekatan saintifik pembelajaran PAI pada SDIT di kota Medan nampak pada lima aspek yaitu mengamati, mengajukan pertanyaan,mencoba, mengassosiasikan, dan mengkomunikasikan sudah dilakukan meskipun ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan konsep pendidikan dan perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Ketiga, kendala yang dihadapi di SDIT kota Medan (Al-Fityan, Bunayya dan An-Nizam) tidak jauh berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Abstract: The aim of this study is to apply scientific approach at Islamic subject (PAI) on Integrated Islamic Primary School (SDIT) in Medan. This study is qualitative research in phenomenology method. The analyzing data is Miles and Hubberman qualitative analysis technique that consist of the data selection, data presentation, and data conclusion. The findings of this study, namely: first, in designingIslamic subject lesson plan on Integrated Islamic Primary School (SDIT) in Medan had done variation of achievement in various aspects, the aspects of achieving the goal of learning objectives, the achievement of expected character in Islamic subject learning. Later in building up sentences in learning steps according to the demands of the scientific approach, in which aspects of observing, asking, trying, associating, and communicating, have poured unraveled although indicators of achievement have not seen clearly. Second, the adoption of scientific approach to Islamic subject lesson plan on Integrated Islamic Primary School (SDIT) Medan appear on five aspects of observing, asking questions, trying, associating, and communicating has been done although there are some things that do not fit with the concept of education and the need to get more serious attention. Third, the problems are faced by Integrated Islamic Primary School (SDIT) in Medan (Al-Fityan, Bunayya and An-Nizam) is not much different from each other.

(2)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

98 Pendahuluan

Perubahan kurikulum sudah berulang kali terjadi di Indonesia, mulai dari kurikulum tahun 1947 sampai kurikulum tahun 2006, menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tujuan diterapkannya KTSP adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.1 Belakangan, pemerintah memandang penting pelaksanaan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran karena dinilai bahwa hasil dari kurikulum 2006 dengan melaksanakan pendekatan melalui KTSP dianggap kurang memuaskan dalam hasil pembelajaran dan tidak tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sebab itu, pemerintah merubah kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013 (K-13) yang menerapkan pembelajaran melalui pendekatan saintifik. Diakui bahwa pelaksanaan pendekatan saintifik yang terdapat dalam K-13 masih pada taraf uji coba. Terbukti ketika diharuskan melaksanakan pendekatan saintifik, ternyata para pendidik banyak yang tidak mampu untuk melaksanakannya. Salah satu pihak sekolah yang tetap mempertahankannya adalah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Pemerintah membebaskan kepada pihak sekolah apakah terus melanjutkan pendekatan saintifik atau kembali kepada pendekatan yang terdapat dalam KTSP.

Dengan demikian, pemerintah Indonesia telah merubah cara mengajar pendidik melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 81a tahun 2013, dimana dalam pelaksanaan pembelajaran harus dilakukan dengan pendekatan saintifik yang tidak bisa terlepas dari model-model pembelajaran aktif. Dalam konteks peningkatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), lembaga-lembaga pendidikan Islam dituntut untuk menerapkan pendekatan sainntifik dalam proses pembelajaran agar peserta didik dapat dibentuk menjadi makhluk yang religiusitas dan memiliki kepribadian. Untuk itu, pembelajaran agama Islam harus dikemas dengan model-model pembelajaran seperti konstruktivisme agar nuansa pembelajaran tersebut menyenangkan dan mencapai tujuan. Dalam hal ini pemilihan dan penggunaan model-model pembelajaran dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran tertentu yang disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik serta ketersediaan sarana dan prasarana.2

Akan tetapi, tuntutan pemerintah untuk menerapkan pendekatan saintifik bukan tidak memunculkan masalah. Berbagai masalah tersebut bila dicermati secara jeli cukup variatif antara sekolah yang dikaji dalam penelitian ini. Sebagian sekolah sudah melaksanakan pendekatan saintifik, tetapi sebagian masih belum maksimal. Hasil pengamatan awal peneliti, Sekolah Dasar Islam

1E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Suatu Panduan Praktis (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2006), h. 21-22.

2La Iru dan La Ode Safiun Arihi, Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, dan

(3)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

99

Terpadu (SDIT) yang ada di kota Medan belum menerapkan pendekatan saintifik secara maksimal. Masih dijumpai pendidik yang melaksanakan pembelajaran dimana pendidik masih mendominasi kegiatan pembelajaran sehingga cenderung monolog doktrinatif yang memungkinkan pengayaan akan terjadi pada pendidik itu sendiri, sementara peserta didik hanya sebahagian kecil yang aktif. Dengan demikian, peneliti berasumsi bahwa kemampuan pendidik menerapkannya belum maksimal. Hal ini ditandai dengan desain pembelajaran disusun pendidik. Sepintas terlihat rancangan pembelajarannya menggunakan pendekatan saintifik, akan tetapi dalam pelaksanaan pembelajarannya masih adanya dijumpai para pendidik yang menggunakan metode dan strategi yang kurang tepat (konvensional).

Perubahan pendekatan pembelajaran di Indonesia memang cukup membingungkan para pendidik. Sebab, mereka baru saja memahami dan menerapkan proses pembelajaran melalui pendekatan KTSP sebagaimana terdapat dalam kurikulum 2006, sehingga banyak ditemukan ketidaksiapan pendidik dalam melaksanakannya. Kerumitan ini menjadi meluas sehingga menjadi isu nasional dalam pelaksanaannya. Carut marut pelaksanaan kurikulum terbaru dengan pendekatan saintifik ini disikapi sekolah dengan berbagai macam, ada yang melaksanakannya dan ada pula yang belum melaksanakannya. Sekolah-sekolah unggul seperti SDIT di kota Medan menyahuti kurikulum tersebut bahkan mengaku telah menerapkannya sebelum munculnya kurikulum 2013 tersebut. Apalagi kalau dibandingkan di negara-negara maju yang telah menerapkan kurikulum yang bersifat progresif karena cenderung antisipatif terhadap tantangan kehidupan dalam jangka panjang.3

Metode Penelitian

Artikel ini hendak mengkaji bagaimana penerapan pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran PAI di SDIT Al-Fityan, SDIT Bunayya, dan SDIT An-Nizam Medan? Artikel ini merupakan hasil penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan fenomenologi dalam penerapan pendekatan saintifik pembelajaran PAI dengan menggunakan pisau analisis dalam perspektif teknologi pembelajaran dan sosiologi pendidikan fenomenologi dipilih karena yang diteliti adalah individu-individu pendidik PAI dalam mengajarkan Pendidikan Agama Islam di SDIT Al-Fityan, Bunayya dan An-Nizam. Subjek penelitian ini diarahkan pada pendidik-pendidik PAI pada tiga sekolah yaitu Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Fityan, Sekolah Dasar Islam Terpadu Bunayya, dan Sekolah Dasar Islam Terpadu An-Nizam. Adapun yang menjadi sumber utama pada penelitian ini di masing-masing sekolah yang menjadi objek penelitian yaitu para pendidik PAI secara individu dalam menerapkan pendekatan saintifik pembelajaran PAI pada sekolah SDIT Al-Fityan Bunayya dan An-Nizam. Hal ini dilakukan untuk menggali

3Ngainun Naim, Rekonstruksi Pendidikan Nasional Membangun Paradigma yang

(4)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

100

pemikiran pendidik-pendidik PAI dalam menerapkan pendekatan saintifik. Untuk mendapatkan data yang akurat, dilakukan pengamatan dan wawancara, dokumen, buku, rekaman video, dan bahkan data yang telah dihitung untuk tujuan lain.4 Dalam proses pengolahan data, peneliti melakukan validasi data

dengan melakukan uji keabsahan data. Dalam hal ini peneliti mengikuti prosedur yang digunakan Moleong yaitu yaitu credibility, transferability,

dependability, dan confirmability.5 Dalam analisis data, digunakan

inductiveanalyses dan deductive analyses,6 dimana untuk mengkaji isu-isu penting

yang bersinggungan dengan ruang lingkup pembahasan penelitian yang bersifat kualitatif dilakukan dengan analisis-deskriptif.

Dari penelusuran terhadap berbagai penelitian dalam bidang pendidikan, ditemukan sejumlah penelitian serupa. Di antaranya penelitian Rusnilawati,7 Ahmad Salim,8 Anastasia Endah Anastika Dewi dan Mukminan

Mukminan,9 Alif Aditya Candra dan Muhsinatun Siasah Masruri,10 Adi

Purnomo,11 Muhammad Jafar Shodiq, dan Hanifah Hanifah.12 Tetapi, semua

penelitian tersebut tidak mengkaji implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di tingkat SDIT. Sebab itulah, hasil penelitian ini dapat melengkapi penelitian dalam bidang pendidikan Islam di Indonesia.

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Pendekatan saintifik digadang-gadang mampu mengembangkan berbagai ranah yaitu pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik. Makanya tidak mengherankan bahwa dengan pendekatan

4Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2003), h. 4.

5Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),

h. 90-91.

6Creswell, J.W, & Clark, V. L. P. Designing and Conducting Mixed Methods Research

(London: Sage Publication, 2007), h. 17.

7Rusnilawati, “Pengembangan perangkat pembelajaran matematika bercirikan active

knowledge sharing dengan pendekatan saintifik kelas VIII,” dalam Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 2016: 3 (2).

8Ahmad Salim, “Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Pai)

di Madrasah,” dalam Cendekia: Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan 2016: 12 (1), pp. 33-48.

9Anastasia Endah Anastika Dewi, Mukminan Mukminan, “Implementasi Pendekatan

Saintifik Dalam Pembelajaran IPS Di Middle Grade SD TUMBUH 3 Kota Yogyakarta,” dalam Jurnal Prima Edukasi, 2016: 4 (1), pp. 20-31.

10Alif Aditya Candra, Muhsinatun Siasah Masruri, “pengembangan Multimedia Interaktif

dengan Pendekatan Saintifik Untuk Pembelajaran PKn SMP,” dalam Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS, 2015: 2 (2), pp. 109-114.

11Adi Purnomo, “model Pembelajaran Problem Posing Dengan Pendekatan Saintifik Untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah,” dalam Unnes Journal of Research Mathematics Education, 2015: 4 (1)

12Hanifah, “Penerapan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEA) dengan Pendekatan

Saintifik untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa,” dalam Kreano: Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 2016: 6 (2), pp. 191-198.

(5)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

101

saintifiknya dianggap mampu merubah paradigma yang lama dimana pembelajaran berpusat kepada pendidik (teacher oriented) menjadi pembelajaran berpusat kepada peserta didik (student oriented). Proses penerapan pendekatan saintifik di Indonesia diawali dengan munculnya Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses, dimana pada Peraturan Menteri tersebut ditegaskan bahwa dalam proses pembelajaran pada kurikulum 2013 dilaksanakan dengan pendekatan saintifik. Kemudian ditegaskan pula pada Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (PERMENDIKBUD) Republik Indonesia nomor 81a sebagaimana yang dituangkan pada lampiran empat yang menguraikan bahwa proses pembelajaran terdiri dari lima pengalaman belajar pokok:

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi (eksperimen),

mengasosiasikan (mengolah informasi), dan mengkomunikasikan.

Tabel 1

Pendekatan Saintifik

NO PEMBELAJARAN LANGKAH KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN

(1) (2) (3) (4) 1 Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat)

Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi 2 Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak

dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi

tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik) Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan

merumuskan pertanyaan untuk membentuk

pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat

3 Mengumpulkan informasi/ eksperimen a. Melakukan eksperimen b. Membaca sumber lain Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan

(6)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

102

selain buku teks c. Mengamati objek/kejadian d. Aktivitas e. Wawancara dengan narasumber berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,

mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

4 Mengasosiasikan/me ngolah informasi - Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan /eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada bertentangan. Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,

kemampuan menerapkan prosedur dan

kemampuan berfikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

(7)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017 103 5 Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis atau media lainnya

Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,

mengungkapkan pendapat

Pelaksanaan pembelajaran PAI dengan menggunakakan pendekatan saintifik memiliki kriteria13 sebagai berikut. Pertama, materi pembelajaran

disesuaikan dengan fenomena dan fakta yang dapat dijelaskan secara logika atau penalaran tertentu, buka berdasarkan perkiraan atau khayalan belaka.

Kedua, mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk dapat berpikir kritis,

analisis, dan tetap dalam mengembangkan pembelajaran mulai dari identifikasi, pemahaman, pemecahan masalah yang diaplikasikan dalam pembelajaran PAI. Ketiga, mendorong dan menginspirasi peserta didik agar mampu berpikir hipotetik dalam mencermati berbagai persamaan dan perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya dalam pembelajaran PAI.

Keempat, mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk mampu

memahami, mengembangkan dan menerapkan pola pikir yang obyektif dan rasional dalam merespon materi pembelajaran PAI. Kelima, pembelajaran harus berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan. Keenam, merumuskan tujuan pembelajaran secara sederhana dan jelas yang dikemas secara menarik dalam pelaksanaannya.

Abdul Majid14 menyatakan bahwa pendekatan saintifik bercirikan

penonjolan dimensi-dimensi (pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan) tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria berikut ini: Pertama, substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata;

Kedua, penjelasan pendidik, respons peserta didik, dan interaksi edukatif antara

pendidik dengan peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

Ketiga, mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,

analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. Keempat, mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi

13Amin Haidari (ed.), Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) (Jakarta:

Puslitbang Kemenag, 2010), h. 59.

14Abdul Majid & Chaerul Rochman, Pendekatan Ilmiah dalam Implementasi Kurikulum

(8)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

104

pembelajaran. Kelima, mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons substansi atau materi pembelajaran. Keenam, berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.

Ketujuh, tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun

menarik sistem penyajiannya.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab di atas, peneliti menguraikan pembahasan yang menyangkut penerapan pendekatan saintifik baik yang menyangkut desain RPP mata pelejaran PAI maupun penerapan penerapan pendekatan saintifik pembelajaran PAI di tiga sekolah yaitu SDIT Al-Fityan, Bunayya, dan An-Nizam Medan. Uraian ini dipentingkan karena ketiga sekolah ini memiliki perbedaan dalam melaksanakan pendekatan saintifik pada pembelajaran PAI, dan juga memiliki kekuatan masing-masing karena sekolah ini berangkat dari karakter yang berbeda meskipun juga memiliki kesamaan-kesamaan secara umum.

Ada dua ide besar yang mengawali peneliti membahas ketiga sekolah ini, dimana terdapat keunggulan dan perbedaan, dan kekurangan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya dalam hal: pertama: dalam mendesain RPP Pembelajaran PAI, kedua: dalam penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI. Kedua permasalahan ini peneliti uraikan satu persatu agar terlihat secara jelas kekuatan, keunggulan, perbedaan dan kelemahan masing-masing.

Desain RPP Mata Pelajaran PAI

Desain RPP Mata Pelajaran PAI pada SDIT di kota Medan ternyata memiliki perbedaan, keungulan, dan kelemahan masing-masing. Berikut uraikan pada tiga sekolah yaitu:

Desain RPP Mata Pelajaran PAI Pada SDIT Al-Fityan

Hampir seluruh pendidik menuliskan dalam RPP nya peserta didik dapat mengamati gambar. Kalimat ini jelas ambigu dan tidak jelas sasarannya, dan tidak terukur, sehingga tidak jelas apa yang harus dilakukan. Akhirnya pendidik hanya sepontan memerintahkan peserta didik untuk melihat gambar tersebut. Bahkan terkadang gambar tersebut hanya sekedar pajangan di papan tulis tanpa memiliki makna yang berarti. Justru seharusnya pendidik menunjukkan indikator pencapaiannya melalui deskripsi yang ditulis. Misalnya: pertama; gambar tentang langkah-langkah berwudhu’, maka deskripsinya dalam RPP adalah melalui gambar peserta didik dapat memprediksi apa makna dari gambar tersebut, bukan ditulis peserta didik mengamati gambar di karton. Kedua; gambar tentang makanan halal dan haram, melaui gambar peserta didik dapat membedakan antara isi gambar yang satu dengan isi gambar yang lainnya. Jadi jelas kekurangannya adalah rendahnya pemahaman pendidik secara ilmiah tentang tafsir dari mengamati.

(9)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

105

Seharusnya justru kalimat mengamati ini yang diterjemahkan apa maksudnya, sehingga kalimat-kalimat yang digunakan dalam RPP tersebut jelas maksudnya. Sementara pada aspek mencoba dan mengkomunikasikan kelihatannya lebih tersusun rapi dan jelas arahannya dalam RPP.

Alat dan sumber belajar sebagaimana yang disebutkan di atas sudah baik, karena sekolah ini memfasilitasi alat-alat dan sumber belajar, seperti infokus, dimana setiap kelas ada infokus yang permanen dan para pendidiknya sudah mahir dalam menggunakannya. Pemakaian media dan alat pembelajaran di sekolah ini sepertinya sudah akrab dengan pendidik dan peserta didiknya. Hampir tidak peneliti temukan selama tiga semester meneliti di sekolah ini pendidik tidak menggunakan infokus. Justru sebaliknya, keharusan dalam menggunkan infokus ini sudah hal rutin pada setiap pendidik PAI. Inilah salah satu kelebihan dari sejolah Al-Fityan ini dimana media dan alat belajar tergolong lengkap karena sekolah ini merupakan bantuan dari Quwaid. Di samping itu pantaslah sekolah ini mendapat ISO yang penilaian cukup ketat. Tidak hanya itu saja sekolah ini juga banyak mendapatkan bantuan dari kementerian agama yang berkaitan tentang pembelajaran PAI, diberikannya bantuan tersebut karena sekolah ini tergolong memiliki prestasi yang gemilang. Terakhir yang berhubungan dengan penilaian, dimana aspek-aspek penilaian sudah menunjukkan kriteria yang terdapat dalam pendekatan saintifik, dimana yang dinilai harus terdiri dari berbagai aspek yaitu pengetahuan sikap, dan keterampilan. Kemahiran pendidik dalam menuangkan bentuk penilaian dalam RPP nya karena mereka sudah terbiasa dinilai, dimana untuk menaikkan reputasi dan akreditasi sekolah ini mereka dinilai berulang-ulang, bukan hanya dari kementerian tapi juga dinilai secara khusus dari ISO, dan salah satu yang dinilai adalah kemampuan pendidik dalam menyusun RPP yang di dalamnya terdapat aspek penilaian.

Desain RPP Mata Pelajaran PAI Pada SDIT Al-Fityan

Desain RPP yang sudah dilaksanakan disekolah ini selama dua tahun terakhir yang telah menggunakan pendekatan saintifik ternyata diberikan kebebasan kepada pendidika PAI dalam mendesain RPPnya. Hal ini dilakukan karena para pendidik telah diberikan pendidikan dan latihan dalam menyusun RPP. Tidak ada aturan yang diterapkan bahwa RPP PAI harus seragam. Pendidik diberi kebebasan dalam mendesai RPP mata pelajaran PAI. Makanya RPP di sekolah ini cukup variatif dan memiliki corak sendiri-sendiri. Yang paling menonjol RPP di sekolah ini adalah dengan menekankan aspek sosial dalam kompetensi inti yang ingin dicapai.

Disamping itu dalam menuliskan langkah-langkah pembelajaran, tidak pernah terlupakan aspek menanya dan mengkomunikasikan sebagaimana yang terdapat dalam pendekatan saintifik Semua RPP ditulis pendidik PAI telah memiliki standar yang biasa dilakukan para pendidik. Maksudnya adalah urutan-urutan dalam RPP tersebut mengikuti standar yang terdapat dalam Permendikbud tahun 2014, meskipun dijumpai kesulitan-kesulitan dan memahami RPP yang ditulis, karena kalimat-kalimat yang digunakan kurang

(10)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

106

jelas dan ambigu. Hal ini terjadi karena pemahaman pendidik tentang pendekatan saintifik cukup variatif dan berbeda-beda antara pendidik yang satu dengan pendidik yang lainnya. Lagi pula karena pihak sekolah memberikan kebebasan dalam menyusun RPP nya, akhirnya mereka menuliskannya seseuai dengan pemahaman mereka, dan bisa multi tafsir. Ada yang mengukurnya dengan menggunakan kata kerja operasional, dan ada pula yang mengukurnya dengan kalimat-kalimat abstrak yang susah untuk diukur.

Desain RPP Mata Pelajaran PAI Pada SDIT An-Nizam

Dalam pembuatan RPP pendidik PAI di sekolah An-Nizam ini memiliki karakter tersendiri, dimana RPP pendidik mata pelajaran PAI hampir sama antara pendidik yang satu dengan pendidik lainnya. Bahkan karakter yang ingin dicapai cenderung sama. Setelah peneliti konfirmasi kepada pendidik PAI, ternyata hal tersebut memang disengaja agar capaian peserta didik tidak berbeda-beda antara kelas yang satu dan kelas yang lainnya. Bahkan menurut kepala sekolah yaitu bapak Darwis, MA menyebutkan bahwa dalam berbagai kesempatan seperti rapat guru, hal tersebut selalu beliau sampaikan, bahkan dengan mendatangkan tenaga ahli sekolah ini untuk melakukan penyamaan persepsi khususnya dalam pembuatan RPP.

Namun disisi lain tampak juga plus dan minus RPP yang ditulis. Jika dilihat secara umum RPP tersebut tidak mencerminkan langkah-langkah yang dilakukan pendidik dalam proses pembelajarannya. Maksudnya RPP ini masih belum lengkap, hanya diuraikan secara umum saja. Berikut uraiannya satu persatu:

1) Tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran tidak mencapai karakter yang diinginkan, terjadi ketidaksinambungan antara keduanya. Jika dianalisis karakter yang diinginkan dalam RPP yaitu kompetensi relegius, mandiri, komunikatif, tanggung jawab, disiplin, percaya diri, peduli dan tekun, ini artinya peserta diri harus dipersiapkan untuk dapat mencapai kompetensi tersebut. Lagi pula kompetensi-kompetensi ini jelas memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan agar kompertensi tersebut tercapai. Contoh; untuk mencapai kompetensi kumunikatif, maka pendidik harus memiliki strategi yang jelas, jangan sampai seperti yang peneliti amati dimana komunikatif tersebut hanya terjadi pada sepertiga peserta didik. Bagaimana dengan yang lainnya, apakah mereka sudah bisa mengkomunikasikan pembelajaran tersebut. Maka jelas sulit untuk mengukurnya. Mengapa ini terjadi? Hal ini disebabkan strategi pembelajaran yang didesain pendidik hanya untuk kepada sebagian peserta didik, bukan untuk ke seluruh peserta didik. Ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pendidik tentang strategi pembelajaran aktif atau yang sering disebut dengan aktif learning. Demikian juga dengan kompetensi yang lain seperti kompetensi percaya diri, bagaimana mungkin pendidik dapat mengukur kompertensi ini jika ia tidak melakukan strategi yang tepat tentang tingkat percaya diri peserta didik dalam pembelajaran PAI tersebut. Jadi sering terlihat yang dituangkan pendidik dalam RPP cukup bagus, namun pada pelaksanaan

(11)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

107

pembelajarannya tidak tercapai. Disinilah kelemahan-kelemahan pendidik PAI yaitu kurangnya keahlian dalam mensinkronkan antara apa yang ditulis dalam RPP dengan apa yang dilaksanakan dalam pelaksanaan pembelajaran. Dan hal ini jika ditelusuri lebih luas lagi bukan hanya masalah pendidik PAI saja akan tetapi masalah ini juga terjadi pada pendidik-pendidik lain. Untuk itu perlu penguasaan strategi pembelajaran agar kompetensi-kompetensi yang diharapkan pada peserta didik dapat tercapai.

2) Kegiatan pendahuluan. Jika dibahas lebih lanjut tentang kegiatan pendahuluan yang dilaksanakan pendidik PAI di sekolah ini jelas tampak adanya kegiatan ysng sudah dituliskan dalam RPP tapi tidak dilaksanakan. Adapun penyebab lupanya pendidik tentang apa yang dituliskanya karena ketika masuk ke dalam kelas dan hendak melakukan pembelajaran tidak satupun pendidik membawa RPP. Padahal RPP itu sendiri adalah alat bantu pendidik yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam melaksanakan pembelajaran. Sebaiknya pendidik dapat melihat secara sepintas agar ia tidak lupa apa yang sudah ia tuliskan. Sebagai contoh, dalam RPP pendidik menuliskan dalam kegiatan pendahuluannya “guru menjelaskan kompetensi yang akan dikuasai siswa”, Ketika pelaksanaan pendidik lupa menjelakan hal tersebut. Ini bisa saja karena pendidik memang lupa atau pendidik menganggap hal tersebut tidak begitu urgen untuk disampaikan tapi harus dituliskan dalam RPP. Kejanggalan-kejanggalan seperti ini tidak menjadi perhatian serius bagi pendidik. Seolah-olah tidak ada keterkaitan RPP dengan pelaksanaan pembelajaran. Padahal hal tersebut sangat penting, RPP adalah desain awal pendidik sebelum masuk kelas dan untuk dilaksanakan didepan kelas. Seharusnya apa yang dituliskan itulah yang dilaksanakan. 3) Kegiatan inti, Kegiatan inti sebagaimana yang disebutkan pada temuan di

atas, dimana pada sekolah An-Nizam ini menerapkan pelaksanaan pembelajaran dengan melakukan eksplorasi, elaborasi dan konformasi yang sudah tentu pasti menggunakan pendekatan saintifik. Jika diteliti lebih lanjut pelaksaan pembelajaran cenderung pada aspek tanya jawab dan aspek komunikasi, ternya hal tersebut menurut pendidik PAI yang paling mudah dilaksanakan dan dimengerti peserta didik. Dalam melaksanakan kegiatan inti tidak dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan selama kegiatan berlangsung. Dalam RPP hanya ditulis secara garis besar kegiatan dalam eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, bahkan tidak terlihat durasi dari masing-masing komponen ini, seharusnya disebutkan dalam RPP berapa lama dilakukan eksplorasi, berapa lama dilakukan elaborasi dan berapa lama dilakukan konfirmasi, sehingga dapat pelaksanaannya dapat terukur dengan baik. Jika peneliti perhatikan pendidik ini hanya menuliskan 3 garis besar saja soal durasi yaitu, kegiatan pendahuluan 5 menit, kegiatan inti 55 menit, dan kegiatan penutup 10 menit. Diakui bahwa secara umum pembagian ini dibenarkan dan tidak menyalahi aturan dalam pembelajaran. Namun justru dalam kegiatan inti perlu dipertegas pada komponen mana waktunya yang lebih banyak. Memang dari apa yang dipaparkan pendidik dalam RPP ini secara tersirat komponen elaborasi pasti lebih panjang karena titik tekannya

(12)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

108

adalah peserta didik melakukan diskusi kelompok dan dalam pelaksanaannya juga peneliti lihat seperti demikian. Otomatis kegiatan seperti itu lebih panjang jika dibanding dengan komponen eksplorasi yang titik tekannya hanya pada penjelasan singkat tentang materi pelajaran dan tanya jawab singkat seputar materi. Namun hal tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, RPP yang baik justru harus dapat terukur terutama tentang durasi pada setiap tahap pembelajaran. Di samping itu dalam kegiatan inti ini tidak terlihat langkah-langkah yang dilakukan selama proses berlangsung, seharusnya justru disinilah dikembangkan strategi pembelajaran apa yang dipakai. Apakah pendidik tepat memilih strategi mengajarnya sesuai dengan materi pembelajaran. Hal ini dipentingkan karena pada dasarnya semua strategi pembelajaran itu baik akan tetapi tidak semua strategi cocok untuk semua mata pelajaran. Maksudnya pendidik harus dapat memilih dan memilah strategi yang cocok untuk materi yang disajikannya. Seharusnya dalam RPP sudah terlihat sehingga dapat diketahui kemampuan pendidik dalam menyusun RPP sehingga bisa diukur sesuai dengan tujuan pembelajarannya.

4) Kegiatan penutup, tidak banyak yang perlu dibahas dalam penutupan pembelajaran ini, karena langkah-langkah yang dilakukan sudah sesuai dengan didaktik metodik yaitu dengan merangkumkan pembelajaran dan melakukan umpan balik serta tindak lanjut. Namun tindak lanjut yang dimaksudkan pendidik di sekolah ini cenderung dengan memberikan tugas di rumah kepada peserta didiknya. Ketika peneliti dalami mengapa setiap akhir pembelajaran peserta didik diberi tugas bahkan tugasnya pun cukup bervariasi, di samping mengerjakan tugas yang terdapat dalam buku paket dan juga menjari materi tambahan dari internet? Ternyata hal tersebut adalah salah satu langkah untuk mensiasati peserta didik agar dapatmeluangkan waktunya untuk belajar di rumah dan tidak terpokus pada kegiatan-kegiatan yang membuang-buang waktu saja. Di samping itu supaya mereka terbiasa menggunakan IT. Dan menurut pendidik PAI di sekolah ini ternyata hasilnya positif, dimana anak terbiasa disiplin untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Lagi pula menurut pak Ilyas justru salah satu karakter yang diharapkan pada peserta didik sebagaimana yang terdapat dalam RPP adalah kompetensi disiplinnya di samping kemandirianya juga. 5) Alat/sumber belajar. Apa-apa yang dituangkan dalam RPP kelihatanya

sudah maksimal, namun dalam pelaksanaannya ditemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan RPP yaitu: pertama; dalam RPP dituliskan bahwa alat pembelajarannya menggunakan kaset CD dalam memperdengarkan kepada peserta didiknya tentang bacaan-bacaan surat. Namun pada pelaksanaanya tidak dilakukan. Kedua; Buku tajwid, meskipun dalam RPP sudah dituliskan dengan jelas namun pelaksanaanya diabaikan. Ketiga; buku yang relevan, tidak jelas dimana digunakan, dalam uraian materipun sebagaimana yang terdapat dlam RPP tidak ditemukan buku-buku yang dimaksud. Setelah dikonfirmasi dengan Ibu Uswatun dan bapak Ilyas, ternyata buku relevan yang dimaksud include dalam penjelasan pendidik.

(13)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

109

Makanya menurut mereka pengalaman pendidik itu sendiri dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

Penilaian, sebagaimana yang disebutkan pada pembahasan di atas bahwa penilaian hanya mencakup aspek kodnitif dan sikap, sementara aspek-aspek lain tidak dijelaskan kapan di nilainya, padahal dalam RPP bukan hanya itu saja seperti aspek relegius yang pertama yang ingin dicapai tidak dijelaskan bagaimana cara penilaiannya. Hal ini karena pendidik hanya terfokus hanya kepada tujuan pembelajaran saja. Padahal penilaian aspek relegius juga dapat dilakukan pada penilaian proses atau penilaian output pembelajaran. Jika pembelajaran PAI hanya terpokus pada aspek kognitif dan sikap saja maka aspek religius dan sosial menjadi terbaikan. Padahal pada pembelajaran PAI hal tersebut cukup penting karena pembelajaran PAI itu sendiri menginginkan aplikatif pembelajaran karena menyangkut hubungannya kepada Allah swt juga kepada sesama manusia. Bahkan pembelajaran mata pelajaran lainpun selai PAI sudah mengarah ke sana apalagi setelah diterapkannya peraturan yang menyatakan bahwa pembelajaran PAI pada tahun 2016 wajib mengedepankan empat kompetensi ini.

Desain RPP Mata Pelajaran PAI Pada SDIT di Kota Medan

Berdasarkan pembahasan desain RPP mata pelajaran PAI pada ketiga SDIT sebagaimana yang diuarikan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1). Terdapat perbedaan antara antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya yaitu

Pada SDIT Al-Fityan Medan desain RPP mengikuti pola yang diterapkan pada kurikulum 2013 dan dikombinasi dengan peraturan dan teknis dari quwaid selaku pemegang tertinggi kebijakan sekolah. Pada SDIT Bunayya Medan desain RPP yang buat bervariasi ada yang mengikuti pola yang diterapkan pada kurikulum 2013 dan ada yang mengikuti pola yang diterapkan pada kurikulum tahun 2009 (KTSP) dengan mengikuti peraturan dan teknis yang terdapat dalam kementerian pendidikan dan kebudayaan dan kementerian agama. Sedangkan pada SDIT An-Nizam Medan deain RPP mengikuti kurikulum 2013 yang mengikuti peraturan dan teknis dari kementerian pendidikan dan kebudayaan dan dikombinasi dengan kementerian agama.

2). Terdapat kesamaan dalam pembuatan RPP, dimana ketiga sekolah ini menuliskan RPP nya yang ingin mencapai kompetensi inti pada empat macam yaitu kompetensi religius, kompetensi sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan.

3). Kelebihan ataupun keunggulan RPP pada tiga sekolah ini nampak pada langkah-langkah pembelajaran yang dituliskan, dimana semua RPP menitik beratkan pada aktifitas peserta didik dan bukan aktifitas pendidik. Di samping itu kelebihan lain juga nampak pada akat pembelajaran yang sudah disiapkan pihak sekolah, sehingga pendidik dapat menuliskannnya dalam desain RPP nya.

(14)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

110

4). Sedangkan kelemahan ketiga sekolah ini dalam mendesain RPP terlihat dalam kalimat-kalimat yang dituliskan monoton dan kurang bervariatif mulai dari pembukaan pembelajaran sampai dengan penutupan pembelajaran, Misalnya: dalam menuliskan kata kerja operasional tidak mencakup berbagai aspek, cenderung pada aspek pengetahuan dan pemahaman yang lebih dominan. Demikian juga dengan metode pembelajaran. Hampir semua RPP membuat metode pembelajarannya dengan tanya jawab yang diselingi dengan ceramah. Sementara metode-metode aktif learning yang lainnya hanya sekilas diberikan. Hal ini membuktikan kemampuan pendidik dalam mendesain RPP perlu diperdalam agar penguasaannya terhadap langkah-langkah pembelajaran sebagaimana yang terdapat dalam RPP tertuang dengan baik. Di samping itu ini juga membuktikan bahwa pengetahuan pendidik tentang macam-macam metode dan pendekatan pembelajaran masih kurang. Kebiasaan pendidik menggunakan metode yang itu-itu saja menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan mereka tentang variasi metode. Ini dapat disimpulkan bahwa desian RPP yang dilakukan di tiga sekolah ini mengikuti alur yang telah ada selama ini sebagaimana yang sudah biasa mereka lakukan sebelumnya, ditambah sedikit dengan pengetahuan yang mereka dapatkan dalam kurikulum 2013. Kemampuan pendidik dalam menyusun RPP mengalir begitu saja sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing.

Penerapan Pendekatan Saintifik Pembelajaran PAI

Penerapan Pendekatan Saintifik di SDIT Al-Fityan

Pendekatan saintifik yang dilakukan pendidik PAI di sekolah ini sudah dimulai ketika pembukaan pembelajaran dengan melakukan tanya jawab yang berhubungan dengan materi, dan yang peneliti amati pendidik PAI dalam membuka pembelajarannya terlebih dahulu mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti mata pelajaran PAI dengan cara menyuruh seluruh peserta didiknya untuk menyimpan segala yang tidak berhubungan dengan buku PAI dan barulah dimulai pembelajaran. Sepertinya dalam sekolah Al-Fityan ini urutan-urutan pembukaan dalam pembelajaran cukup seragam antara pendidik yang satu dengan pendidik yang lain. Mereka menyapa peserta didiknya, kabarnya, yel-yel nya dengan menggunakan bahasa arab. Setelah peneliti tanya lebih lanjut rupanya hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang ditanamkan disekolah tersebut dan itu merupakan kesepakatan yang telah dibangun para pendidik disana. Maka dalam membuka pembelajaran terlihat berbeda dengan sekolah SDIT yang lainnya. Namun amat disayangkan karena hal tersebut sudah menjadi rutinitas ketika akan dimulai pembelajaran, dan peserta didikpun sudah hapal jawaban-jawabannya, maka tidak sedikit dari peserta didik yang bermain-main dan bercerita-cerita ketika hal tersebut dilakukan. Ini bisa saja mereka sudah bosan terhadap rutinitas yang seperti ini karena kurang ada variasinya ketika membuka pembelajaran, dan bisa jadi anak yang kurang segan para instruksi yang disampaikan pendidiknya.

(15)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

111

Kemudian dalam proses pembelajaran jelas terlihat penerapan pendekatan saintifik, dimana anak sangat merespon penjelasan-penjelasan yang disampaikan pendidiknya dengan bertanya, dan kegiatan bertanya ini diperlukan dalam pendekatan saintifik. Bahkan disela-sela pendidik menjelaskan mereka terus bertanya, dan pertanyaan merekapun sesuka hatinya tanpa memikirkan terlebih dahulu makna dari pertanyaannya. Menurut peneliti ini adalah kelemahan pendidik dalam membiasakan peserta didiknya dalam bertanya. Sebaiknya harus ditekankan kepada mereka bertanya tersebut kalau ada urgensinya dengan mata pelajaran, tidak seperti apa yang mereka lakukan pertanyaan-pertanyaannya “kebablasan”, karena semuanya dipertanyakan, dan pertanyaan-pertanyaannyapun tidak menarik seperti: ustadzah, pakai spidol? Kalau tidak sholat dipukul pakai apa? Ketika peneliti konfirmasi kenapa peserta didik terus-terusan bertanya padahal pertanyaannya pun tidak begitu penting dalam pembelajaran tersebut. Ibu Mira menjawab karena di sekolah Al-Fityan ini ditanamkan keakraban antara peserta didik dengan pendidiknya, sehingga peserta didik tidak merasa ada batasnya kepada pendidiknya dan mereka bisa bertanya apa saja yang ingin diketahuinya.

Menurut peneliti keakraban yang ditanamkan cukup baik, namun sedikit berlebihan sehingga karena peserta didik ada ada segannya lagi kepada pendidiknya maka mereka juga berbuat dan bertindak sesuka hatinya. Sering saya temukan para peserta didiknya ketika pendidik menjelaskan mereka bermain-main dengan teman sebangkunya, dan berbicara-bicara dan kurang memperhatikan penjelasan sang pendidik. Hal seperti ini membuat pembelajaran tidak fokus, karena konsentrasi anak tidak tertuju kepada pendidik yang sedang menjelaskan. Ketika peneliti konfirmasi lagi kepada pendidiknya, mengapa anak-anak banyak yang beraktivitas lain ketika pembelajaran berlangsung, dan mereka cenderung bermain-main dengan teman sebangkunya, Ibu tersebut menjawab karena di sekolah ini anak tidak boleh dimarahi, kalau pendidik merasa anak-anak sudah ribut dan tidak berkonsentrasi, maka saya langsung mengucapkan yel-yel untuk tertib dengan menyebutkan “konsentrasi”, dan peserta didik menjawab yel-yel tersebut secara serentak. Bahkan diakui bapak pendidik PAI terkadang keakraban tersebut membuat beliau sulit untuk mengatasi problema-problema dan kenakalan peserta didik ketika berlangsungnya pembelajaran. Mengatasi hal tersebut terkadang saya diam sejenak dan mendengarkan mereka bercerita-cerita. Ketika mereka sadar bahwa saya memperhatikan mereka, barulah mereka diam.

Kemudian aspek pendekatan saintifik yang lainnya juga dilaksaksanakan di sekolah Al-Fityan ini, jika dibandingkan dengan SDIT An-Nizam dan SDIT Bunayya, pendekatan saintifik yang dilakukan di sini lebih lengkap dan tersusun rapi. Maksudnya adalah aspek-aspek pendekatan saintifik (5 M) dilaksanakan secara seimbang mulai dari mengamati, menanya, mencoba, mengassosiasi dan memelaksanakan pembelajaran PAI tentang sholat terlebih dahulu beliau merangsang peserta didiknya untuk bertanya atas penjelasan-penjelasnnya, yang dilanjutkan dengan menonton video tentang

(16)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

112

gerakan-gerakan sholat. Setelah itu menyuruh peserta didiknya untuk mencoba mempraktekkan gerakan-gerakan sholat tersebut di depan kelas, kemudian, menyuruh peserta didiknya mengumpulkan informasi, mengassosiasikan dalam suatu grup diskusi, dan mengkomunikasikannya melalui presentasi grup di depan kelas.

Ketika konfirmasi kembali langkah-langkah yang dilakukan pendidik tersebut ternyata hal terseut sudah lama dilakukan karena hal tersebut merupakan standar mutu yang ingin dicapai di sekolah ini. Dan kegiatan 5 M ini dalam pembelajaran selalu dibahas dalam pertemuan-pertemuan dan rapat-rapat pendidik, terutama seringnya dilakukan penyamaan persepsi dengan pendidik yang sebidang. Hal ini terus dipacu karena sekolah tersebut harus dapat mencapai target yang ditawarkan dari ISO.

Penerapan Pendekatan Saintifik di SDIT Bunayya

Hasil wawancara dengan ibu nana pada tanggal 9 mei 2016 pada jam 9-10.30 untuk mengkroscek data yang telah diamati pada dua bulan yang lalu di dalam kelas menunjukkan bahwa sekolah ini ada peraturan yang ditetapkan mulai kelas 1-6 dimana sebelum memulai pembelajaran terlebih dahulu peserta didik membaca ayat-ayat Alquran dan do’a belajar. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap harinya dan sudah menjadi ketetapan sekolah. Ayat-ayat yang dibaca tidak berubah-ubah, ayatnya tetap yang dibaca di pagi hari sebelum pembelajaran dimulai. Kegiatan ini dilakukan untuk semua kelas mulai dari kelas 1 sampai 6. Setelah itu dilakukan apersepsi, murajaah, pelajaran minggulalu, misalnya minggu lalu hurup hijaiyah sekarang an-Nas. Pelaksanaan appersepsi selalu mengaitkan materi yang satu dengan materi yang lainnya bahkan mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lainnya. Misalnya; dalam mengajarkan pengucapan hijaiyah dikaitkan dengan pembelajaran IPA yang menyangkut dengan fungsi gigi pada manusia yang dibaringi dengan gambar-gambar di infokus. Penjelasan berikutnya adalah proses pembelajaran dengan melibatkan peserta didik. Biasanya pendidik menjelaskan pembelajaran, akan tetapi jika materinya membutuhkan praktek juga dilakukan. Contoh: untuk materi whudu’ pendidik langsung mengajarkannya dengan menunjukkan gambar-gambar kemudian langsung mempraktekkannya di depan kelas, jika kurang jelas langsung membawa peserta didik ke tempat whudu’. Demikian juga dengan materi sholat. Tidak banyak penjelasan dari pendidik karena langsung dipraktekkan secara bersama-saama, apalagi di sekolah ini ada kewajiban untuk sholat dhuha 10-10.30 sholat duha bersama yang dilaksanakan di dalam ruangan kelas. Pelaksanaan sholat dhuha tersebutpun diganti-ganti imamnya, dilihat kemampuan baca Alquran, yang pada akhirnya semua anak laki-laki mendapat giliran untuk menjadi imam. Ayat yang dibaca adalah ayat-ayat yg sudah dihapal di kelas. Misalnya: Jika anak kelas I SD ini sudah menghapal sampai surat al-Balad, maka mereka wajib mencobanya ketika dhuha bersama. Jika ada kesalahan membaca waktu sholat dhuha berjamaah, maka pendidik langsung memperbaikinya. Jadi kegiatan dhuha bersama ini dijadikan ajang latihan

(17)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

113

kepada peserta didik dalam aspek keberanian, sportifitas, ketelitian bacaan, bahkan kekuatan hapalan. Makanya ketika mereka dhuha bersama sang imam mengeraskan bacaannya agar bisa dikoreksi pendidinya. Hal ini dilakukan karena sekolah ini sendiri memiliki target kepada peserta didiknya untuk mampu menghapal juz 29 dan 30 Alquran. Makanya tidak mengherankan jika para pendidik mengharuskan anak-anaknya untuk membaca ayat-ayat yang baru dihapal, dan ini sudah menjadi target sekolah. Langkah berikutnya yang dilakukan pendidik adalah dengan mengecek kedisiplinan sholat peserta didiknya di rumah dengan memberikan stempel biru bagi sholat dan stempel merah bagi yang tidak sholat sebagaimana yang terdapat dalam buku laporan sholat harian.

Setelah sholat dhuha bersama kebiasaan yang dilakukan adalah mencicipi snack, di dalam kelas dengan menanamkan budaya kebersamaan. Jika ada peserta didik yang lupa membawa snack, sang pendidik berupaya untuk memotivasi temannya yang lain untuk berbagi, bahkan pendidik sendiripun mencontohkannya dengan membagi snack kepada teman-teman yang lupa membawa. Budaya kebersamaan itu juga nampak ketika mereka akan melakukan dhuha bersama. Karena sudah terbiasa, mereka secra spontan merapikan dan menyusun kursi ke depan dan langsung membuat sajadah, waktu nya hanya 2 menit sudah rapi tertata, karena masing-masing mereka turut aktif dalam menyusun kursi tersebut. Di sini terlihat bahwa pembiasaan dapat menciptakan nilai-nilai positif dalam berbagai bentuk.

Disisi lain pelaksanaan pembelajaran tidak selamanya memakai media, pembelajaran. Sebagai contoh ketika mengajarkan sīrah, pendidik hanya menyuruh peserta didik maju kedepan, mereka menceritakan pelajaran yang sedang berlangsung. Dan mereka selalu siap kalau disuruh maju ke depan. Ketika peneliti menanyakan mengapa mereka siap ketika disuruh maju ke depan? Buk Nana mengatakan bahwa peserta didik merasa takut kalau nilainya rendah, Di samping itu pendidik selalu memberi reward kepada mereka. misalnya, siapa yang bisa baca ke depan dikasih buku baru. Jadi pendidik disini sering memberikan reward. Pemberian reward minimal seminggu sekali dan jika ada hasil karya peserta didik maka ditempel di meja dinding. Hadiah-hadiah untuk reward selalu diambil dari infaq yang rutin diberikan peserta didik, jika infaq tersebut berlebih diberikankepada dhu’afa pada bulan Ramadan.

Dalam diperhatikan lebih lanjut, setiap pembelajaran tetap melakukan tanya jawab, lebih sedikit mengamati, misalnya siapa yang mau bertanya banyak angkat tangan. Mensiasati peserta didik banyak tingkah, ada peserta didik yang minta diperhatikan ada peserta didik yg cuek, ada peserta didik yang harus disapa menyikapinya dengan berbagai macam.

Penerapan Pendekatan Saintifik di SDIT An-Nizam

Pendekatan saintifik yang dilakukan pendidik PAI pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam cenderung mengedepankanaspek menanya, dan

(18)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

114

hanya sedikit yang dilakukan dalam pembelajaran. Bila dirinci satu persatu jelaslah terlihat bahwa:

1) Menanya. Aspek ini cukup sering dilakukan pendidik mulai dari pembukaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran sampai kepada penutupan pembelajaran. Namun disayangkan kualitas pertanyaan yang diajukan pendidik tergolong kepada kategori yang rendah seperti apa arti al-fīl, siapa yang kenal dengan gajah, kapan kejadiannya. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak membutuhkan pemikiran dan hanya membutuhkan ingatan saja. Artinya adalah pertanyaa-pertanyaan yang diajukan pendidik tidak merangsang peserta didiknya untuk berpikir lebih serius yang membutuhkan nalar-nalar yang aktif. Kelihatannya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan hanya sebagai interaksi komunikasi aktif saja antara pendidik dan peserta didiknya. Padahal dalam pendekatan saintifik akurasi pertanyaan perlu diperhatikan. Pertanyaan harus memiliki nilai-nilai tertentu dari setiap item pertanyaan. Jadi dalam mengajukan pertanyaan ini pendidik sendiri harus memiliki skill teknik bertanya yang baik dan benar, agar yang ditanyakan tidak hanya menyangkut knowledge saja. Disinilah kelihatan kurangnya kemampuan pendidik dalam mengajukan pertanyaan. Arti penting pertanyaan sepertinya belum dikuasai pendidik secara utuh sehingga pendidik asal bertanya saja. Padahal kegiatan bertanya ini sangat sering dilakukan pendidik mulai dibuka pembelajaran sampai ditutupnya pembelajaran. Maksud peneliti adalah pendidik sebaiknya melakukan variasi dalam bertanya, bukan hanya pada tingkat knowledge akan tetapi pertanyaan juga boleh menyangkut tingkat analisis, sintesis, bahkan evaluasi yang dapat disesuaikan dengan realitas kehidupan mereka sehari-hari. 2) Mengkomunikasikan, jika dianalisis lebih lanjut kegiatan yang dilakukan

pendidik dalam pembelajaran PAI khususnya pada aspek mencoba ini secara sepintas sudah dilakukan, akan tetapi aspek mencoba ini terkadang mayoritas peserta didik melakukannya, tapi juga sering dilakukan hanya sebahagian kecil saja dari peserta didik yang melakukannya. Jarang sekali saya temukan pada aspek mencoba ini pendidik melibatkan seluruh peserta didiknya. Hal ini disebabkan karena pendidik masih selalu menggunakan strategi pengajaran yang lama seperti menunjuk sebagian kecil peserta didik untuk menceritakan kisah yang terdapat dalam surat al-Fīl. Kelemahan dari strategi ini adalah sulitnya untuk mengukur kemampuan peserta didik secara keseluruhan, karena tidak mungkin seluruh peserta didik disuruh ke depan untuk menjelaskan satu persatu tentang kisah yang terdapat dalam surat al-Fīl karena waktu yang tersedia amat terbatas. Bagaimana mungkin seorang pendidik bisa mengetahui apakah seluruh peserta didiknya bisa menyerap dan menceritakan kisah surat al-Fīl jika dilakukan dengan strategi seperti ini sementara yang bisa mencoba hanya 6 orang saja dari 30 peserta didik. Menurut saya jika goalnya adalah peserta didik mampu menceritakan kisah surat al-Fīl, maka pendidik harus mencari strategi lain yang mampu merealisasikan cerita tersebut. Misalnya dengan menyuruh para peserta didiknya untuk menceritakan secara bergantian kepada teman sebangkunya

(19)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

115

yang sering disebut dengan strategi pembelajaran the fower of two. Disini akan terjadi adu kekuatan ingatan dua peserta didik. Selanjutnya baru diadak konfirmasi terhadap cerita yang mereka sampaikan.

Sementara tiga aspek lainnya yaitu mengamati, mencoba, dan mengassosiasikan masih belum terlaksana dengan baik. Padahal untuk menceritakan kisah yang terdapat dalam surat al-Fīl sebaiknya mendidik menyuruh peserta didiknya untuk melakukan pengamatan, misalnya pengamatan pada buku teks yang tersedia atau pengamatan terhadap media yang disediakan. Tidak seperti apa yang dilakukan pendidik dengan langsung menceritakan kisah yang terdapat dalam surat al-Fīl. Hal ini dihindari agar peserta didiknya yang aktif mengeluarkan kemampuan narasinya, bukan sebaliknya pendidik yang aktif menceritakan materi tersebut. Jika hal tersebut terus dilakukan maka akan tetap adanya dominasi komunikasi satu arah yang dikuasai oleh pendidik ketimbang komunikasi dua arah ataupun multi arah. Ini perlu diperhatikan pendidik ke depan agar peserta didiknya aktif dan kreatif dalam menuangkan kemampuan imajinasinya dalam berbagai hal sehingga mereka memiliki skill yang bisa dihandalkan. Sebaiknya dihindari strategi pembelajaran yang seperti dulu dimana pendidik terlalu mendominasi waktu pembelajaran untuk dirinya sendiri. Ini masih terlihat di sekolah SDIT An-Nizam ini dimana para pendidiknya masih selalu asik dengan ceramahnya dalam pembelajaran PAI apalagi yang menyangkut sejarah Islam.

Demikian juga dengan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dengan Ibu Uswatun ḥasanah yang mengajar PAI di kelas 4 ini yang cenderung mengedepankan aspek pertanyaan mulai dari pembukaan pembelajaran sampai dengan penutupan pembelajaran. Pertanyaan sangat sering dilontarkan sang pendidik ini, sehingga kesempatan peserta didik untuk bertanya menjadi berkurang. Padahal seharusnya pendidik itu menyampaikan statemen-statemen yang mengundang peserta didiknya untuk bertanya. Bukan sebaliknya pendidik terlalu sering bertanya, sehingga mereka hanya berusaha untuk menjawabnya saja, sementara kesempatan peserta didik untuk bertanya sesuai dengan apa yang dipikirkannya kurang terjadi. Hal ini perlu menjadi perhatian pendidik agar tetap menstimulus peserta didiknya untuk bertanya, karena hal tersebut sangatlah penting dalam rangka mengembangkan kemampuan bertanyanya dalam berbagai aspek pengetahuan agar pola pikirnya bertambah luas.

Kemudian ketika Ibu Uswatun ḥasanah menyuruh peserta didiknya untuk mencoba mancari pasangannya sesuai dengan materi yang diajarkan sekaligus mengkomunikasikannya dengan teman yang lainnya, nampaklah disana ternyata mayoritas peserta didik salah menjawab, ketika diulangi lagi pada sesi kedua dan ketiga juga terjadi kesalahan pada peserta didik. Dalam hal ini perlu disadari pendidik adalah tidak hanya mengedepankan strategi mengajarnya saja dan hanya enak didengarkan peserta didik, akan tetapi harus tetap terfokus pada tujuan pembelajarannya.

(20)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

116

Jika dianalisis lebih lanjut ditemukan bahwa terdapat kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran.Mengapa para peserta didik berulang-ulang dalam kesalahannya ketika mereka mencari pasangan sesuai dengan potongan-potongan kertas yang disiapkan pendidik? Hal ini disebabkan sebagaimana hasil pengamatan peneliti dimana pendidik tidak memberi kesempatan terlebih dahulu kepada peserta didiknya untuk mengamati materi pembelajaran melalui buku paketnya tentang tugas-tugas malaikat. Bukankah pengamatan dapat dilakukan dengan buku teks, atau pendidik sebaiknya menjelaskan secara ringkat meterinya atau menayangkan sepintas tugas malaikat melalui slide nya. Justru yang penelitiamati ketika pendidik ini melaksanakan pembelajaran langsung menyuruh peserta didik untuk mencari pasangatnya, satu orang memegang nama malaikat sementara pasangannya mencari tugas malaikat yang dipegang pasangannya melalui potongan-potongan kertas. Akhirnya peserta didik hanya menebak-nebak jawaban saja terbukti dari kebanyakan mereka menjawab salah. Dan ini adalah suatu kewajaran, peserta didik salah menjawab karena mereka belum mengetahuinya.

Langkah-langkah mengajar seperti inilah yang perlu diperhatikan pendidik sebagaimana yang terdapat dalam pendekatan saintifik, dimana dalam melaksanakan pembelajaran pendidik harus memperhatikan kelima aspek yaitu mengamati, bertanya, mencoba/mengumpulkan informasi, menalar/ mengassosiasi dan mengkomunikasikan. Jika langkah-langkah ini dilakukan maka pembelajaran tersebut dapar di eksplorasi, dielaborasi dan dikonfirmasi, sehingga hasil pembelajarannya sampai pada tujuan yang diharapkan dan peserta didiknya paham pada umumnya karena pembelajaran tersebut selain berulang-ulang dilakukan juga mendapat penguatan terhadap materi tersebut. Itulah pentingnya dilaksanakan pendekatan saintifik tersebut.

Tidak seperti apa yang saya amati di sekolah ini ketika melaksanakan pembelajaran PAI, dimana pelaksanaan pendekatan saintifik hanya terpokus dalam aspek-aspek tertentu saja. Untuk itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran para pendidik masih perlu mendapatkan diklat-diklat tentang pelaksanaan saintifik dalam pembelajaran.

Penerapan Pendekatan Saintifik Pada SDIT di Kota Medan

Berdasar penjelasan pada tiga sekolah sebagaimana yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ketiga sekolah ini memiliki corak ragam dalam menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI sebagaimana berikut ini:

1). Penerapan pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas dilihat dari urutan-urutan yang dilakukan yaitu

1.a. Keunggulan dan kekuatan SDIT di kota medan dalam melaksanakan pembukaan pembelajaran nampak pada pembiasaan membaca dan menghapal ayat Alquran dan do’a-do’a pilihan, meskipun ayat-ayat yang dibaca dan dihapal berbeda-beda antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya. Kebiasaan membaca ayat-ayat ini menjadi corak SDIT di kota Medan. Para peserta didikpun sudah

(21)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

117

familiar terhadap aktifitas rutin ini, dan sudah menjadi rutinitas mereka. Membaca dan menghapal ayat-ayat Alquran menjadi ciri khas SDIT di kota Medan, yang bisa jadi tidak diterapkan di sekolah-sekolah lain. Gemar membaca dan menghapal Alquran sudah diterapkan pada semua peserta didik sejak masuk ke sekolah ini sampai ia tamat dari sekolahnya. Hal ini dilakukan karena ketiga sekolah ini memiliki target kepada peserta didiknya, dimana seluruh alumninya harus hapal 1 juz terutara juz 30. Bahkan Kepala sekolah Bunayya menyebutkan bahwa beliau menjamin lulusan SDIT Bunayya kepasihan anak-anak dalam membaca ayat-ayat Alquran. Artinya adalah mereka tidak hanya menghafalnya, tapi juga benar melafalkannya.

1.b. Dalam kegiatan inti pembelajaran keunggulan SDIT di kota Medan cenderung mengutamakan 2 aspek yaitu bertanya dan mencoba, Semua sekolah tetap mengutamakan aspek tanya jawab. Bahkan tanya jawab ini terlihat mulai dari pembukaan pembelajaran sampai dengan penutupan pembelajaran. Keunggulan tanya jawab di tiga sekolah ini adalah adanya keterbukaan antara peserta didik dan pendidik, dimana tidak ada ketakutan peserta didik dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pendidiknya meskipun jawaban mereka salah. Ini menunjukkan bahwa jarak antara pendidik dan peserta didik tidak tampak, sehingga anak berani mengeluarkan pendapatnya. Kenyamanan yang diciptakan pendidik membuat mereka berani berpendapat dan tidak takut salah. Disini kelihatan sekali keunggulan ketiga sekolah ini yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga peserta didik mampu mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dalam pembelajaran tanpa beban apapun. Demikian juga dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pendidiknya. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan aspek bertanya dalam pembelajaran PAI dapat menciptakan peserta ini yang berani, percaya diri, melatih imajinasi, sportif, dan kakraban antara pendidik dan peserta didik. Hal ini karena situasi tanya jawab yang diciptakan cukup menyenangkan dan tidak membuat ketakukan peserta didiknya. Demikian juga dengan aspek mencoba, dimana pendidik mengedapankan dan menciptakan peserta didik yang aktif, berani, kreatif, teliti, dan cermat.

1.c. Keunikan SDIT di kota Medan dalam penutupan pembelajaran tidak pada Sekolah Dasar Kebanyakan, dimana semua SDIT ini tidak membuat Pekerjaan Rumah (PR) pada peserta didiknya. Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak memiliki beban di rumah. Semua pembelajaran PAI dituntaskan di sekolah. Jikapun ada Pekerjaan Rumah (PR) hanya boleh diberikan pada waktu weekend. Ini diperbolehkan karena peserta didik memiliki waktu yang panjang di rumahnya.

2). Keunggulan penerapan pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran luar kelas dapat dilihat dari kompetensi pencapaian

(22)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

118

pembelajaran. Keunggulan sekolah ini nampak pada kompetensi religius dan kompetensi sosial. Kompetensi religius yang ditunjukkan nampak dalam aktifitas keseharian mereka baik dalam wakru istirahat, sebelum dan sesudah pembelajaran, bahkan aktifitas-aktifitas di rumah dan masyarakat. Ditambah lagi kompetensi religius yang mereka tunjukkan terutama dalam ibadah sholat wajib dan sunnat. Pembiasaan yang diciptakan pendidik dalam hal sholat ini membuat peserta didik terbiasa melaksanakan sholat berjamaah sekaligus dijadikan sebagai ajang latihan dalam menguatkan hapalan mereka. Di sisi lain juga kelihatan bahwa dengan membiasakan peserta didik sholat berjamaah, berarti membiasakan mereka juga untuk tunduk dan patuh atas perintah Allah swt, sehingga mereka sadar bahwa sholat itu kewajiban bagi setiap muslim dan tidak bisa ditawar-tawar, dan pada akhirnya mereka mengetahui bahwa setiap manusia harus tetap mengabdi kepada Allah swt. Pembiasaan sholat ini juga dilakukan dirumah dan tetap dalam motivasi pendidik dengan menunjukkan buku laporan sholat harian. Kemudian kompetensi sosial juga ditekankan pada ketiga sekolah ini, Sikap sosial diterapkan pendidik dalam keseharian terutama dalam sikap bergaul sesama teman dan konsep berbagi kepada sesama. Konsep bergaul yang dibudayakan adalah konsep kebersamaan dengan temannya, dan konsep berbagi diterapkan dalam keperluan dan kebutuhan bersama, misalnya dengan meminjamkan alat tulis kepada temannya yang lupa membawanya, dan berbagi makanan sesama teman yang lainnya. Sementara konsep berbagi diterapkan pada masyarakat sekitar dengan memberikan bantuan material kepada fakir miskin dari uang infaq yang setiap harinya mereka berikan ke sekolah. Pembiasaan berinfaq ini menjadi kekuatan SDIT dan sudah dijadikan sebagai buadaya sekolah. Ringkasnya pendekatan saintifik pembelajaran PAI di luar kelas berusaha menerapkan kompetensi religius dan kompetensi sosial Jika dilihat lebih luas lagi bahwa secara umum penerapan pendekatan saintifik di tiga sekolah ini mengikuti arus yang diterapkan yayasan, dan bukan hasil analisa mereka terhadap konsep pendekatan saintifik sebagaimana yang terdapat dalam perspektif Islam. Jika pun ternyata dalam pelaksanaanya mengikuti pola pendekatan saintifik dalam persektif Islam dengan mengedepankan konsep burhani, tajribi, irfani dan bayani, hal tersebut mengalir begitu saja dan bukan hasil perencanaan sebelumnya. Maksudnya adalah penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan di tiga sekolah ini adalah hasil kesepekatan yang diberikan sekolah kepada pendidiknya untuk dilaksanakan. Ringkasnya penerapan tersebut bukan hasil olahan konsep pendekatan saintifik dalam perspektif Islam namun berupa pengetahuan yayasan secara umum tentang pendekatan pendidikan Islam yang dijadikan sebagai peraturan sekolah yang harus dipatuhi dan dilaksanakan pendidik. Jadi budaya yang diterapkan di tiga sekolah ini yaitu sikap religius dan sosial sudah menjadi peraturan yang harus dijalankan.

(23)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

119

Problem Penerapan Pendekatan Saintifik pada SDIT Kota Medan

SDIT al-Fityan Medan

Tidak dapat dipungkiri bahwa meskipun sekolah ini sudah cukup baik menurut beberapa kalangan baik masyarakat maupun pemerintah, namun tetap menemui kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya dalam menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran PAI. Meskipun tidak dianggap mengganggu kelancaran pembelajaran namun hal tersebut tetap menjadi kendala terutama begi pendidik PAI. Berikut kendala-kendala yang dimaksud dalam penerapan pendekatan saintifik. Pertama, adanya peraturan yang ditetapkan pihak quwaid sebagai penyandang dana di sekolah ini yang harus diikuti dan dipatuhi oleh seluruh pendidik. Diketahui bahwa penyandang dana dari Quwaid ini memiliki target tersendiri dalam hal output pembelajaran. Sementara dipihak lain pemerintah juga memiliki target tertentu dalam pembelajaran. Terkadang pendidik agak kesulitan dalam mengkombain kedua target tersebut. Kedua, penyediaan sumber belajar seperti buku/bahan ajar yang diberikan Quwaid terkadang bersifat mendadak untuk terapkan kepada peserta didik. Misalnya; baru satu kali mendapat pelatihan langsung disuruh microteaching tentang buku tersebut, langsung diajarkan kepada peserta didik, sehingga para pendidik merasa sedikit kewalahan dalam penerapannya, dan terpaksa bekerja keras dalam memahaminya agar apa dimaksudkan dalam buku tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. Dan bisa saja penafsiran pendidik-pendidik PAI terhadap bahan ajar tersebut berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan pada tahun ajaran baru tahun ini buku yang dipakai khusus untuk mata pelajaran PAI adalah buku yang disiapkan pihak Quwaid. Ketiga, adanya peraturan yang ditetapkan pihak sekolah dimana jika peserta didik melakukan keselahan tidak boleh dihukum dengan hukuman fisik, misalnya: apabila ada ditemukan seorang peserta didik membuang satu sampah secara sembaran, maka dia dihukum untuk membuang sampah lebih banyak lagi. Dan bagi mereka itu adalah hal yang biasa sehingga tidak jarang ditemukan anak yang melakukan kesalahan yang berulang-ulang sehingga dapat membosankan pendidiknya. Keempat, dalam pelaksanaan pembelajaran para pendidik direpotkan dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan para peserta didik. Kebiasaan mereka suka bertanya apa saja padahal apa yang dipertanyakan kurang ada hubungannya dengan materi pembelajaran. Melatih kesabaran yang terus meneruslah yang dapat menyahuti para peserta didik. Dan hal tersebut ditekankan pihak sekolah dimana peserta didik harus dilayani dengan sebaik-baiknya. Kebiasaan mereka bertanya ini karena di sekolah ini dibudayakan keakraban antara pendidik dengan peserta didiknya, sehingga mereka tidak ada kesungkanan dalam menanyakan sesuatu. Akibatnya aspek-aspek dalam pendekatan saintifik (5M) jelas yang menonjol hanya aspek-aspek bertanya. Kelima, peserta didik tidak segan berbicara-bicara dan bermain-main ketika pembelajaran berlangsung. Hal ini juga menurut bapak Asri Gunawan15

15 Asri Gunawan, Wawancara, Pada Tanggal 8 maret 2016 jam 15.20 wib, di Ruang Guru

(24)

Vol. XLI No. 1 Januari-Juni 2017

120

disebabkan keakraban tadi, sehingga untuk menghadapi para peserta didik yang suka rebut dalam belajar terpaksa beliau mengeluarkan suara yang agak keras dan berhenti berbicara sejenak. Dengan demikian mereka bisa menyadari atas kesalahan yang mereka perbuat. Bahkan terkadang menghadapi peserta didik yang suka rebut dengan teman sebangkunya, disuruh pendidik untuk bercerita berdua sementara teman-temannya yang lain disuruh mendengarkan. Jika mereka susah untuk didiamkan terkadang disadarkan mereka dengan memberi wejangan singkat tentang bagaimana susahnya orang tua mulai kamu kecil sampai sekarang. Banyak cara yang dihadapi dan dilakukan pendidik dalam mensiasati peserta didik yang terus rebut dalam pembelajaran, namun selalu berulang mereka lakukan. Menurut peneliti langkah jitu menghadapi kondisi ini adalah dengan menyiapkan strategi pembelajaran yang variatif.

SDIT Bunayya Medan

Hal yang sama juga terjadi pada SDIT Bunayya Medan, dimana dalam penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran PAI masih ditemukan kendala-kendala yang berarti khususnya dalam penerapan aspek mengassosiasikan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan nalar peserta didik dimana diantara mereka ada yang cepat menyerap pembelajaran dan ada yang lambat sehingga harus di ulang-ulang. Ini mengakibatkan anak-anak yang sudah paham cenderung bermain-main dan bercerita-cerita dengan teman sebangkunya. Dan ini sering kali terjadi dalam proses pembelajaran, anak-anak banyak yang tidak serius dalam kegiatan tersebut.

Kendala yang lain juga nampak dalam sikap anak-anak yang terbawa-bawa dari rumahnya, sebagaimana yang disebutkan ibu Mira bahwa anak-anak di kelas 1 ini memiliki pola tingkah laku yang bermacam-macam, anak anak yang suka minta diperhatikan terus, ada anak yang sentimentil dan suka menangis, ada anak yang susah diajak berbicara, ada anak pula anak yang tidak bisa diam dan berjalan ke sana ke mari. Pola tingkah laku peserta didik yang baru duduk di kelas 1 ini membutuhkan pelayanan yang ekstra agar pembelajaran berjalan dengan lancar. Makanya pihak sekolah membuat pendidik di kelas tetap memiliki asisten yang dapat membantu beliau dalam melaksanakan tugas-tugasnya di kelas. Waktu pendidik utama mengajar, maka tugas asisten adalah memperhatikan para peserta didik agar fokus pada pembelajaran. Dan asisten bisa terkadang duduk di belakang dan terkadang berjalan-jalan di lorong kelas sekaligus membimbing kesulitan peserta didiknya.

SDIT An-Nizam Medan

Dalam penerapan pendekatan saintifik juga ditemukan kendala-kendala yang berarti mulai dari pembukaan pembelajaran sampai dengan penutupan pembelajaran. Yang paling terasa dalam pembukaan pembelajaran ketika pendidik melakukan appersepsi, dimana peserta didiknya tidak memiliki kemampuan awal tentang materi yang diajarkan, sehingga pendidik hanya melakukan ekspolasi sederhana yang tidak membutuhkan pemikiran lebih

Gambar

Tabel 1  Pendekatan Saintifik  NO  LANGKAH  PEMBELAJARAN  KEGIATAN BELAJAR  KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN  (1)  (2)  (3)  (4)  1  Mengamati  Membaca,  mendengar, menyimak,  melihat (tanpa  atau dengan alat)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis sebaran ancaman gelombang ekstrim dan abrasi dengan menampilkan semua parameter, maka wilayah sempadan pantai di Pulau Kemujan, Pulau Karimunjawa,

Strategi Pengembangan Model Kepercayaan Publik Untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak di Provinsi Sulawesi Selatan. PTUPT Ilmu

Perencanaan laba memerlukan alat bantu berupa analisis break even point yang mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mereduksi keadaan cemas ini adalah melakukan self healing dengan mengguna- kan energi reiki.. Self healing mengguna-

Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat membantu memudahkan masyarakat yang mencari kegiatan pembelajaran untuk dapat menemukan kegiatannya secara

Dropship adalah barang yang dikirim langsung ke alamat Anggota... Dropship adalah barang yang dikirim langsung ke

Aktifitas proses bisnis (lihat Gambar 2)dimulai dengan login oleh asisten dimana asisten bertanggung jawab atas manajemen data diantaranya mengupload modul, tugas serta

Penyusunan Kamus Bahasa Kutai - Bahasa Indonesia ini se­ bagian besar sudah dilengkapi dengan contoh kalimat, ungkapan atau peribahasa, meskipun beberapa contoh belum dapat dikata­