BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA, MEREK, DAN PERJANJIAN KREDIT
2.1 Jaminan Fidusia
2.1.1 Pengertian Jaminan Dan Jaminan Fidusia
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencangkup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di sampih pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Konstruksi jaminan dalam definisi ini dikemukakan oleh Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan. Hartono Soeprapto berpendapat bahwa Jaminan adalah "sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan". Dan istilah yang digunakan oleh M. Bahsan berpendapat bahwa jaminan adalah "Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat. Kedua definisi jaminan ini yang dipaparkan oleh Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan adalah:
1. Difokuskan kepada pemenuhan kewajiban kepada kreditur (bank); 2. Ujudnya jaminan dapat dinilai dengan uang;
3. timbulnya jaminan adanya perikatan antara kreditur dan debitur.1
1 H.Salim HS., 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal 21.
Salah satu jenis jaminan adalah fidusia. Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu fiduce, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 juga menggunakan istilah fidusia sebagai istilah resmi dunia hkum.2 Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia terdapat jaminan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu. Menurut A Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur), berdasarkan perjanjian pokok kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridis dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja, sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan lagi sebagai eigennar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur eigenaar. Unsur-Unsur yang tercantum dalam definisi dari A Hamzah dan Senjun Manulang adalah;
1. Adanya pengoperan;
2. Dari pemiliknya kepada kreditur; 3. Adanya perjanjian pokok;
4. Penyerahan berdasarkan kepercayaan; 5. Bertidak sebagai detentor atau houder.3
2 Munir Fuady, 2000, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal 3. 3 H.Salim HS., op.cit., Hal.56.
Disamping istilah fidusia, dikenal juga jaminan fidusia. Istilah jaminan fidusia dikenal dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, menyatakan bahwa jaminan fidusia adalah " Hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberian fidusia, sebagai agunan sebaai pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya".
Unsur-Unsur jaminan fidusia adalah: 1. Adanya hak jaminan;
2. adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak hak tanggungan.
3. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia;
4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.4
2.1.2 Objek Dan Subjek Jaminan Fidusia
Objek jaminan fidusia sebelum Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan
4 M. Bahsan, 2012, Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT Raja GrafindoPersada, Bandung, Hal 51.
(inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia ini objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas.5
Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia objek jaminan fidusia dibagi menjadi dua, yaitu;
1. benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud;
2. benda yang tidak bergerak, khususnya benda yang tidak dibebani oleh hak tanggungan. Yang dimaksud sebagai bangunan yang tidak dibebani adalah Rumah Susun.6
Objek jaminan fidusia sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan sebaagaimana ditentukan dalam pasal 1 ayat (4) dan pasal 3 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, mendapat penjabaran lebih lanjut pada pasal 9 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang mengatakan bahwa: " Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan debrikan maupun diperoleh kemudian". Dari ketentuan tersebut objek jaminan fidusia bisa satu benda tertentu atau lebih.7 Benda-benda tersebut yang menjadi objek jaminan fidusia adalah sebagai berikut;
1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.
5 . H.R. Daeng Naja, 2005, op.cit, Hal282. 6 H.Salim HS, op.cit., Hal64.
7 J. Satrio, 2007, Hukum Jaminan Dan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal196.
2. Dapat atas benda berwujud.
3. Dapat juga termasuk benda tidak berwujud, termasuk piutang. 4. Benda bergerak.
5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan. 6. Benda yang tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotik. 7. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang diperoleh
kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri.
8. Dapat atas satu satuan atau jenis benda.
9. Dapat juga atas lebih dari satu atau satuan benda.
10.Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia.
11.Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
12.Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.8
Para pihak yang menjadi subjek jaminan fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.9
8 Munir Fuady, op.cit, hal23. 9 H.Salim HS. op.cit.,hal64.
Dalam hal ini, pemberi fidusia tidak harus debiturnya sendiri, bisa pihak lain, dalam hal ini bertindak sebagai penjamin pihak ketiga yaitu mereka yang merupakan pemilik objek jaminan fidusia yang menyerahkan benda miliknya untuk dijadikan sebagai jaminan fidusia. Yang terpenting, bahwa pemberi fidusia harus memiliki hak kepemilikan atas benda yang akan menjadi objek jaminan fidusia pada saat pemberian fidusia itu diberikan. Demikian pula dengan penerima jaminan fidusia, didalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia tidak terdapat pengaturan yang khusus berkaitan dengan syarat penerima fidusia, berarti perseorangan atau korporasi yang bertindak sebagai penerima fidusia ini bisa warganegara Indonesia maupun warga negara asing, baik yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri sepanjang digunakan untuk kepentingan pambangunan di wilayah Indonesia.10
2.1.3 Dasar Hukum Jaminan Fidusia
Semula pengaturan jaminan fidusia tidak dalam bentuk Undang-Undang, tetapi tumbuh dan berkembang melalui yurisprudensi-yurisprudensi. Di Belanda demikian pula, Burgerlijk Wetboek (BW) Belanda juga tidak mengatur mengenai fidusia ini, Dengan sendirinya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga tidak mengatur lembaga fidusia. Untuk pertama kali nya tahun 1985, eksistensi lembaga fidusia diakui melalui undang-undang, yaitu dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Undang-Undang ini mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan uatang yang dapat
dibebani lembaga fidusia, Kemudian Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yang juga memberikan kemungkinan terhadap rumah-rumah yang dibangun diatas tanah yang dimiliki oleh pihak lain yang dibebabni dengan jaminan fidusia.11
Dilihat dari yurisprudensi dan peraturan perundang-undangan, yang menjadi dasar hukum fidusia adalah;
1. Arrest Hoge Raad 1929, tentang Bierbrouwerij Arrest ( negeri Belanda)
2. Arrest Hoggerechtshof tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia) 3. Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.12
Maka, untuk menampung kebutuhan masyarajat luas, sehingga dapat menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka diatur ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengenai Jaminan fidusia serta lembaga fidusia dalam suatu undang-umdang yaitu, dalam Undang-Undang Nomer 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjtnya disebut UUJF), yang mulai berlaku pada tanggal 30 September 1999. Dengan diundangkannya UUJF ini, artinya untuk selanjutnya sudah tidak ada kesempatan lagi untuk berpolemik mengenai setuju maupun tidak setuju akan ketentuan atau syarat-syarat jaminan fidusia dan lembaga fidusia yang sebagai
11 Rachmadi Usman,ibid, hal 280 12 H.Salim HS, op.cit.,hal60.
suatu bentuk lembaga jaminan kebendaan yang berdiri sendiri diluar dan karenanya lain dari gadai.13
2.2 Merek Dalam Undang-Undang Merek Nomer 15 Tahun 2001 2.2.1 Pengertian Merek
Merek merupakan bagian dari hak atas intelektual, hak merek secara eksplisit merupakan benda immateriil dalam konsiderans Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Kadangkala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukanlah produknya, namun mereknya. Merek adalah suatu yang ditempelkan atau yang dilekatkan pada suatu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah membeli barang, mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli, benda materilnyalah yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateriil yang tak dapat memberikan apapun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril.14 Hak Atas Merek adalah hak khusus yang diberikan pemerintah kepada pemilik merek, untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan izin untuk menggunakannya kepada orang lain. Berbeda dengan hak cipta, merek harus didaftarkan terlebih dahulu dalam Daftar Umum Merek.
Beberapa ahli memberikan pendapat tentang definisi merek, yaitu:
13 Rachmadi Usman,op.cit., hal 282. 14 H. OK. Saidin, 2003, op.cit, hal329.
1. H.M.N. Purwo Sutjipto, SH, memberikan pendapat bahwa merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.
2. Prof. R. Soekardono, SH, memberikan rumusan bahwa merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu di pribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.
3. Mr. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Prof. Vollmar, memberikan rumusan bahwa suatu merek pabrik atau suatu merek perniagaan adalah suatu benda yang dibubuhkan diatas barang atau diatas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang sejenis lainnya.
4. Drs. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya, yaitu suatu merek digunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.15
Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek Nomer 15 Tahun 2001 diberikan suatu definisi tentang merek yaitu; tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
15 H. OK. Saidin ,ibid, hal343.
Dari pendapat-pendapat para sarjana maupun dari peraturan Merek itu sendiri, secara umum yang diartikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau di perdagangkan seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek sangat penting didalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu imej, kualitas, atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek bisa menjadi kekayaan secara komersial. Merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil perusahaan tersebut.16
2.2.2 Jenis-Jenis Merek
Dalam Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek, mengatur tentang jenis-jenis merek,yaiu tercantum dalam pasal 1 butir 2 dan 3 Undang- Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek yaitu merek dagang dan merek jasa. Dikhususkan untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru karena merek kolektif itu juga sebenarnya terdiri dari merek dagang dan merek jasa, hanya saja merek kolektif ini digunakan secara kolektif.17
16 Tim Lindsey, 2011, Hak Kekayaan Intelektual, PT Alumni, Bandung, Hal131. 17 H. OK. Saidin ,op.cit, hal346.
Mengenai pengertian merek dagang dijelaskan pada pasal 1 butir 2, yaitu merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan merek jasa menurut pasal 1 butir 3 diartikan sebagai: merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Disamping jenis merek yang terdapat dalam Undang- Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek,ada juga klasifikasi lain yang didasarkan pada bentuk dan wujudnya. Adapun beberapa pendapat para sarjana menyebutkan beberapa bentuk dan wujud dari merek.
Menurut Suryatin bentuk dan wujud merek dimaksudkan untuk membedakan dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena itu, adanya perbedaan tersebut maka terdapat jenis merek yakni:
1. Merek Lukisan (beel merek) 2. Merek Kata (word merek) 3. Merek Bentuk (form merek)
4. Merek Bunyi-bunyian (klank merek) 5. Merek Judul (title merek)
Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis yaitu:
2. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidaknya jarang sekali dipergunakan.
3. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan18.
2.2.3 Dasar Hukum Merek
Sebelum tahun 1961, Undang-Undang Merek kolonial tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat dari penerapan pasal-pasal peralihan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang RIS 1949 serta Undang-Undang Sementara 1950. Undang-Undang Merek kemudian menggantikan Undang-Undang Merek kolonial. Namun Undang 1961 tersebut merupakan pengulangan dari Undang-Undang sebelumnya. Tahun 1992, Undang-Undang-Undang-Undang Merek Baru mulai berlaku dan diundangkan mulai tanggal 1 April 1993, menggantikan Undang-Undang Merek 1961. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, surat keputusan administratif yang terkait kepada prosedur pendaftaran merek pun dibuat.
Seanjutnya tahun 1997 Undang-Undang Merek tahun 1992 diperbaharui dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 , mempertimbangkan pasal-pasal dari perjanjian Internasional dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dam Hak Kekayaan Intelektual. Pasal-pasal tersebut memuat perlindungan atas indikasi asal dan geografis. Undang-Undang tersebut juga mengubah ketentuan dalam Undang-Undang sebelumnya dimana pengguna merek
18 H. OK. Saidin ,Ibid, hal347
pertama di Indonesia berhak untuk mendaftarkan merek tersebut sebagai merek.19 Namun, pada saat di tahun 2001, Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah lagi dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak berlaku. Dan sebagai gantinya kini adalah Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, yang dimana terciptalah pengaturan merek dalam suatu naskah sehingga masyrakat lebih mudah menggunakannya. Dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Merek lama yang substantifnya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001.20
2.3 Perjanjian Kredit
2.3.1 Pengertian Perjanjian Kredit
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur didalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan " suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebuh. Istilah perjanjian memiliki makna yang sama dengan kontrak sesuai yang disebutkan di dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, didalam perjanjian kemudian menimbulkan hubungan hukum yang dinamakan perikatan, sehingga pihak-pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan memiliki kewajiban untuk mentaati dan melaksanakan perjanjian itu, dan tidak melakukan ingkar janji atau wanprestasi. Didalam perjanjian terdapat beberapa unsur-unsur yang dinyatakan dalam pasal 1320 Kitab
19 Tim Lindsey, op.cit, Hal132. 20 H. OK. Saidin ,Op.cit., hal338.
Undang-Undang Hukum Perdata, yang menetapkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat (4) syarat, yakni;
1. sepakat mereka yang mengikat dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.
Kredit berasal dari kata Italia,credere yang artinya kepercayaan yaitu, kepercayaan dari kreditur bahwa debiturnya akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Prinsip penyaluran kredit adalah prinsip kepercayaan dan prinsip kehati-hatian.21 Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur dalam hubungan perkreditan dengan debitur mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan atau membayar kembali lredit yang bersangkutan. Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan dapat dikatakan populer dalam bahasa sehari-hari.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 dijelaskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dengan demikian, dimaksudkan dalam pasal 1 butir 11 ini adalah kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan atara bank dan pihak lain, nasabah peminjam dana. Perjanjian pinjam
meminjam ini dibuat atas dasar kepercayaan bahwa peminjam dalam tenggang waktu yang ditentukan akan melunasi atau mengembalikan pinjaman uang atau tagihan tersebut kepada bank disertai pembayaran sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan sebagai imbal jasanya.22
Menurut Sutan Remy Sahdeini, perjanjian kredit adalah perjanjian bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, ataupembagian hasil keuntungan. Beliau juga mengatakan bahwa perjanjian kredit bersifat konsensual yang membedakan dari perjanjian pinjaman uang bersifat riil.23 Perjanjian kredit disini berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian dan pengawasan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit dilakukan, bank harus sudah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank. Menurut Ch. Gatot Wardoyo dalam tulisannya berjudul "Sekitar Klausal-Klausal Perjanjian Kredit Bank", bahwa perjanjian kredit mempunyai fungfsi, diantaranya;
1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, yang artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain mengikutinya, misalnya perjanjian pengkitan jaminan;
22 Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal237.
2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara debitur dan kreditur;
3. perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.24
2.3.2 Jenis-Jenis Kredit
Dalam praktek saat ini, secara umum ada dua jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya,secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:
1. Jenis kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaanya dapat berupa;
a. Kredit Prokduktif yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai konstribusi dari usahanya. Untuk kredit jenis ini terdapat dua kemungkinan, yaitu;
- kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan,
- kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.
b. Kredit Konsumtif yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya .
2. Jenis kredit ditinjau dari segi jangka waktunya dapat berupa;
a. Kredit Jangka Pendek yaitu kredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu satu tahun.
24 Ibid, hal264.
b. Kredit Jangka Menengah yaitu kredit yang diberikan dengan jaangka lebih dari satu tahun namun tidak lebih dari tiga tahun.
c. Kredit Jangka Panjang yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari tiga tahun.25
3. Berdasarkan segi macamnya dapat berupa;
a. Kredit aksep yaitu kredit yang diberikan bank yang pada hakikatnya hanya merupakan pinjaman uang biasa sebanyak plafond kredit (L3/BMPK) nya. b. Kredit penjual yaitu kredit yang diberikan penjual kepada pembeli. Artinya
barang telah diterima pembayaran kemudian.
c. Kredit pembeli yaitu pembayaran telah dilakukan kepada penjual, tetapi barangnya diterima belakangan atau pembelian dengan uang muka.
4. Berdasarkan segi sektor perekonomian dapat berupa;
a. Kredit pertanian ialah kredit yang diberikan kepada perkebunan, perternakan, perikanan.
b. Kredit perindustrian ialah kredit yang disalurkan kepada beraneka macam industri kecil, menengah, dan besar.
c. Kredit pertambangan ialah kredit yang disalurkan pada beraneka macam pertambangan.
d. Kredit ekspor-impor ialah kredit yang diberikan kepada eksportir atau importir beraneka barang.
e. Kredit korupsi ialah kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi.
25 H.R. Daeng Naja, op.cit, hal125.
f. Kredit profesi ialah kredit yang diberikan kepada beraneka macam profesi, seperti dokter dan guru.
5. Berdasarkan dari segi agunan atau jaminan yaitu;
a. Kredit agunan orang ialah kredit yang diberikan dengan jaminan seseorang terhadap debitur bersangkutan.
b. Kredit agunan efek ialah kredit yang diberikan dengan agunan efek-efek dan surat-surat berharga.
c. Kredit agunan barang ialah kredit yang diberikan dengan agunan barang tetap, barang bergerak, dan logam mulia. Kredit agunan barang ini memperhatikan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1132 sampai dengan pasal 1139. d. Kredit agunan dokumen ialah kredit yang diberikan dengan agunan dokumen
transaksi.
6. Berdasarkan dari segi golongan ekonomi yakni;
a. Golongan ekonomi lemah ialah kredit yang disalurkan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah. Golongan ekonomi lemah adalah pengusaha yang kekayaan maksimumnya sebesar Rp.600 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan.
b. Golongan ekonomi menengah dan konglomerat adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha yang menengah dan besar.
7. Berdasarkan dari segi penarikan dan pelunasannya, berupa;
a. Kredit rekening koran (Kredit Perdagangan) adalah kredit yang dapat ditarik dan dilunasi setiap saat, besarnya sesuai dengan kebutuhan; penarikan dengan cek, bilyet giro atau pemindahbukuan; pelunasanya dengan setorang-setoran
bunganya dihitung dari saldo harian pinjaman saja bukan dari besarnya plafond kredit.
b. Kredit berjangka adalah kredit yang penarikannya sekaligus sebesar plafondnya. Pelunasan dilakukan setelah jangka waktu habis, pelunasan bisa dilakukan secara cicilan atau sekaligus, tergantung kepada perjanjiannya.26
2.3.3 Dasar Hukum Perjanjian Kredit
Berdasarkan Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 pasal 1 angka 11 dijelaskan bahwa kredit itu berdasarkan atas persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain atau nasabah. Di Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 ini tidak disebutkan dalam suatu pasal tentang dasar hukum perjanjian kredit.
Namun pada dasarnya perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal 1313 yang menyatakan bahwa " suatu persetujuan atau perjanjian adalah suatu perbuatan yang dimana satu orang atau lebih yang mengikatkan diri satu orang lain atau lebih. Terdapat juga didalam pasal 1754 sampai dengan pasal 1769 yang dimana dalam pasal ini pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam-meminjam. Menurut pendapat Marhanis Abdul Hay perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan kata lain perjanjian kredit adalah perjanjian tidak bernama (onbeniemde overeenskomst) sebab tidak ada terdaoat ketentuan khusus yang mengaturnya, baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata maupun dalam Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dasar hukum dari perjanjian kredit ini berlandaskan kepada persetujuan atau kesepakatan antara bank dan calon debiturnya atau nasabah sesuai dengan asas kebebasan berkontrak.27
27 Rachmadi Usman, op.cit. hal263.