• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI BASIC SOUND SYSTEM. Penyusun: Jeffrey Kurniawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI BASIC SOUND SYSTEM. Penyusun: Jeffrey Kurniawan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI

BASIC SOUND SYSTEM

Versi 1.0

Penyusun:

Jeffrey Kurniawan

SOUND CREW

KOMISI MULTIMEDIA

GKI MAULANA YUSUF

Jalan Maulana Yusuf No. 20

Bandung

(2)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 2

Perhatian

1. Modul ini disusun hanya untuk kepentingan internal Sound Crew GKI Maulana Yusuf Bandung. Segala bentuk peredaran di luar komunitas GKI Maulana Yusuf Bandung tanpa sepengetahuan penyusun tidak menjadi tanggung jawab penyusun.

2. Sebagian besar tulisan di modul ini merupakan terjemahan bebas dan sisanya adalah persepsi pribadi dari penyusun yang tidak terjamin bebas dari kesalahan.

3. Tidak diizinkan untuk mengubah isi dari modul ini tanpa sepengetahuan penyusun. Namun, penyusun sangat terbuka terhadap usaha-usaha untuk menyempurnakan modul ini.

Rekomendasi

1. Diperlukan seorang yang ahli/mengerti di bidang sound system untuk meninjau ulang isi/materi modul ini, memperbaiki jika ada kesalahan, dan memperkayanya jika ada materi yang tertinggal.

2. Diperlukan editor untuk memperbaiki format dan cara penuturan. Karena isi dari modul ini bersifat technical, cara penyampaiannya harus dapat memudahkan pembaca mengerti materi.

3. Beberapa materi yang multak perlu ditambahkan (terbuka bagi teman-teman yang ingin berkontribusi):

 Gambaran Umum Sound System GKI Maulana Yusuf

 Pengenalan Peralatan Sound System di GKI Maulana Yusuf (foto dan keterangan fungsinya)

4. Besar harapan saya agar modul ini dapat dikembangkan dan digunakan sebagai salah satu bahan resmi dari Sound Crew GKI Maulana Yusuf bagi pengembangan pengetahuan anggotanya.

(3)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 3

Terima Kasih

Terima kasih atas kebersamaan teman-teman selama saya tergabung di Sound Crew GKI MY Bandung. Sungguh suatu pelayanan yang menjadi pengalaman yang tak ternilai!

Mas Jarwo, Gun, Bang Domu, Kak Yanni, Icon, Cae, Adrianus, Yodi, Sortha, Kak Starly, Tami, Tony, Vingga, Vino, Kak Rayner, Kak Unad, Kak Daniel, Kak Bistok, Kak Mitha, Kak Uwie, Jehuda, Kak Widi, Adit, Herwin;

Mas Anto, Pak David Klein;

Pak Hermes, Bang Jeffrey Samosir;

Kak Rona, Kak Friska, Seraf, Deon, Adit ‘piano’, teman-teman musisi dan singer lainnya;

Pak Muslinang dan Komisi Kesenian; VG Exodus, VG Yosia ‘Besar’;

Bang Basar dan teman-teman Fokal.info;

Teman-teman di Komisi Pemuda dan Komisi Remaja;

(4)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 4

Daftar Isi

Perhatian ... 2

Rekomendasi ... 2

Terima Kasih ... 3

Daftar Isi ... 4

Pengantar ... 5

Modul 1—Bunyi (Sound) ... 6

Modul 2—Sumber Bunyi ... 11

Modul 3—Sound System ... 13

Modul 4—Microphone: Karakteristik ... 17

Modul 5—Microphone: Placement & Feedback ... 26

(5)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 5

Pengantar

Sound system adalah salah satu aspek yang penting dan memegang peranan yang cukup dominan

dalam kegiatan pertemuan/ibadah di gereja. Disadari atau tidak, begitulah faktanya. Bayangkan jika seorang pendeta mesti berkhotbah di hadapan ribuan jemaatnya tanpa alat bantu komunikasi atau pengeras suara. Sebaliknya, bayangkan juga jika dalam suatu ibadah, suara musik terlalu keras dan tidak nyaman didengar. Pada dasarnya, tata suara sangat membantu proses perjumpaan jemaat dengan Allah. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa kru sound system (sound crew atau sound man) memikul tanggung jawab yang sangat besar yang menuntut sikap rela berkorban dan ikhlas dalam menjalankan tugasnya.

Berdasarkan pengalaman saya dua tahun melayani sebagai Sound Crew di Gereja Kristen Indonesia Maulana Yusuf (GKI MY) Bandung, ada tiga faktor yang menjadi akar permasalahan utama dari kualitas/kenyamanan suara yang dihasilkan sound system di suatu ibadah, yaitu: kondisi akustik ruangan, pengetahuan/kemampuan teknis dan dedikasi SDM yang terlibat, serta kelayakan alat-alat yang digunakan.

Saya bersyukur bahwa dalam ‘perjalanan’ Sound Crew pada masa pelayanan saya dulu telah mengalami tiga masalah tersebut. Tiga hal yang pernah menjadi ‘batu sandungan’ sekaligus tantangan bagi pelayanan kami. Puji Tuhan, kami bisa melewati fase-fase tersebut dan tiba pada suatu kesadaran bahwa itulah cara Tuhan untuk mendidik dan mengingatkan agar tetap rendah hati dan tulus dalam pelayanan. Tantangan-tantangan tersebut juga membuat saya pribadi selalu semangat untuk melebarkan wawasan dan pengetahuan mengenai sound system.

Modul ini saya susun berdasarkan proses-proses belajar yang telah saya lalui di Sound Crew GKI MY dengan tujuan untuk memberikan wawasan awal mengenai basic sound system bagi para anggota Sound Crew GKI MY, terutama anggota yang baru saja bergabung. Semoga modul ini bisa membawa manfaat bagi Sound Crew GKI MY di dalam mengembangkan pengetahuan dan wawasan dari anggotanya di bidang sound system.

Selamat melayani, Sound Crew GKI MY!

Jabat erat,

(6)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 6

Modul 1

Bunyi (Sound)

Tujuan penggunaan sound system di gereja adalah untuk menghadirkan kualitas suara yang baik sehingga dapat menjadi salah satu faktor penunjang perjumpaan jemaat dengan Allah dalam suatu kebaktian/ibadah. Terkait dengan hal tersebut, maka akan sangat membantu jikalau kita semua yang terlibat dalam pelayanan sound system familiar dengan beberapa aspek umum tentang bunyi/suara itu sendiri, di antaranya adalah: bagaimana bunyi dihasilkan, merambat dan diterima.

Tiga elemen bunyi

Sebelum membahas lebih detil mengenai bunyi, mesti kita pahami dulu konsep sederhana mengenai elemn bunyi. Tiga elemen bunyi adalah sumber getar, medium penghantar dan penerima (dalam hal ini adalah gendang telinga manusia). Jika salah satu elemen tidak ada, maka tidak ada yang namanya bunyi.

(diambil dari video Basic Sound system Part 1 – property of megaswara.com)

Bunyi dapat diibaratkan sebagai proses komunikasi. Untuk terbentuknya komunikasi, minimal diperlukan tiga unsur yaitu: sang sumber/komunikan, media komunikasi, dan audience. Tanpa salah satunya, maka tidak dapat disebut sebagai komunikasi.

Bagaimana bunyi dihasilkan?

Bunyi dihasilkan oleh adanya benda yang bergetar. Benda bergetar yang disebut sumber bunyi tersebut dapat berupa alat musik, speaker, pita suara manusia. Getaran mekanik dari sumber bunyi ini akan turut serta menggetarkan udara di sekitarnya. Getaran tersebut akan menyebabkan perubahan tekanan (meninggi/compression dan menurun/rarefaction) di udara. Tekanan udara akan berubah secara siklis dari keadaan tenang (rest), ke keadaan maksimum, ke keadaan minimum dan kembali ke keadaan rest lagi. Siklus perubahan tekanan ini akan berjalan membentuk suatu pola yang disebut gelombang bunyi (sound wave). Dengan kata lain, gelombang bunyi merupakan deretan (siklus) perubahan tekanan yang bergerak melalui medium udara.

Jika bingung dengan penjelasan di atas, secara sederhana hanya cukup diingat bahwa bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar dan getaran benda tersebut ikut menggetarkan udara dan merambat melaluinya.

(7)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 7

Frekuensi, Amplituda dan Panjang Gelombang

Gelombang bunyi sederhana dapat dideskripsikan oleh frekuensi dan amplituda gelombang tersebut.

Frekuensi menyatakan banyaknya getaran yang terjadi dalam satu detik yang diukur dalam satuan Hertz (Hz). 1 Hz berarti satu getaran/siklis per detik. Gambar berikut merupakan ilustrasi tentang gelombang bunyi. Satu getaran/siklis ditandai dengan satu puncak dan satu lembah gelombang.

Seperti yang telah kita ketahui sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, rentang frekuensi bunyi yang masih dapat didengar oleh telinga manusia berkisar antara 20 Hz – 20 KHz, yang sering disebut sebagai audiosonic.

Amplituda merupakan kekuatan (magnitude) perubahan tekanan. Secara praktis, amplituda menentukan tingkat kekerasan (loudness) suatu bunyi. Amplituda diukur dalam decibel (dB) of sound

pressure level (SPL), yang berkisar antara 0 dB SPL (the threshold of hearing) hingga lebih dari 120 dB

SPL (the threshold of pain). Level suara percakapan biasa adalah sekitar 70 dB SPL.

Karakteristik lainnya dari gelombang bunyi adalah panjang gelombang (wavelength). Panjang gelombang merupakan jarak fisik dari satu titik tertentu pada siklis gelombang ke titik yang sama pada siklis berikutnya (misalnya dari titik puncak ke titik puncak berikutnya, atau dari titik minimum ke titik minimum berikutnya).

(8)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 8 Hubungan antara panjang gelombang dengan frekuensi dan kecepatan rambat bunyi di medium diperlihatkan oleh rumus berikut:

Dari rumus di atas, dapat dilihat bahwa semakin tinggi frekuensi, maka semakin kecil panjang gelombangnya. Sedangkan semakin rendah frekuensi, maka semakin besar panjang gelombangnya. Besar-kecilnya panjang gelombang ini berpengaruh terhadap efek-efek akustik yang terjadi.

Ketika bunyi ditransmisikan (baca: merambat) . . .

Setelah bunyi dihasilkan oleh sumber bunyi, bunyi akan ditransmisikan melalui sebuah medium. Karena kita hidup di bumi, maka medium yang paling sering adalah medium udara. Namun, jangan berpikir bahwa bunyi hanya dapat ditransmisikan melalui udara saja. Tidak. Bunyi juga dapat dirambatkan melalui medium padat ataupun cair. Tidak percaya? Buktinya kita masih dapat mendegarkan secara sayup-sayup suara teman yang memanggil ketika kita sedang menyelam di kolam renang. Bukti lainnya adalah metoda yang dipakai seorang prajurit untuk memprediksikan apakah musuh sudah mendekat atau tidak dengan menempelkan telingannya di tanah. Tapi saya yakin kita sepakat bahwa medium utama yang digunakan untuk mentransmisikan bunyi di ruang ibadah/gereja adalah medium udara.

Pada umumnya, gelombang bunyi akan bergerak/merambat mengikuti garis lurus kecuali jika ternyata gelombang tersebut mengenai permukaan benda lain sehingga mengalami pemantulan (refleksi) atau peredaman/penyerapan (absorpsi). Transmisi dari gelombang bunyi akan terpengaruh hanya jika ukuran dari permukaan/benda tersebut besar dibandingkan terhadap panjang gelombang bunyi. Jika permukaannya kecil (dibanding panjang gelombangnya) maka objek tersebut tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap gelombang, bahkan objek tersebut dapat dianggap tidak ada. Oleh karena itu, frekuensi tinggi dapat dipantulkan ataupun diserap oleh permukaan yang kecil, tapi frekuensi rendah hanya dapat diserap atau dipantulkan oleh objek/permukaan yang sangat besar.

Untuk memperjelas prinsip di atas, mari kita analisa kejadian yang sering kita alami sehari-hari. Pernahkah Anda mengunjungi ruang latihan musik? Ruangan tersebut tertutup. Ketika kita berada di

(9)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 9 dalam ruangan tersebut maka kita dapat mendengarkan banyak suara dari berbagai alat musik, sebut saja bass, drum, gitar, keyboard dan juga dari vokal manusia. Bandingkan suara yang Anda dengar ketika berada di luar ruangan tersebut. Maka sebagian besar bunyi yang kita dengar hanyalah bunyi-bunyian yang nge-bass. Dalam bahasa Sunda, biasanya kita mengatakan “suarana

ngabekem“. Peristiwa itu membuktikan bahwa bunyi dengan frekuensi rendah (misal bass drum dan

bass gitar) akan dapat menembus dinding ruangan studio tersebut (tentu saja hal ini bergantung pada jenis penyerap yang digunakan studio juga), sedangkan bunyi frekuensi tinggi seperti gitar akan lebih teredam. Hal ini disebabkan karena frekuensi rendah memiliki panjang gelombang yang lebih panjang, sehingga dimensi dinding tidak dapat meredam seluruhnya.

Direct sound vs. Indirect sound

Direct sound merambat dari sumber suara ke pendengar melalui lintasan terpendek (yaitu garis

lurus). Sedangkan, indirect sound dipantulkan oleh satu atau lebih permukaan/benda sebelum mencapai pendengar. Tentu saja, lintasan yang ditempuh oleh indirect sound akan lebih panjang.

Jika direct sound dan indirect sound terjadi pada saat yang bersamaan (sebagai akibat dari akustik ruangan yang tidak begitu baik), maka akan terjadi fenomena delay. Artinya: karena bunyi merambat pada kecepatan yang konstan di medium yang sama, indirect sound akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai di pendengar, sehingga dapat dikatakan “tertunda” relatif terhadap direct

sound.Jika delay antara indirect sound dan direct sound cukup panjang sebagai akibat dari

pantulan-pantulan yang terjadi, maka pendengar akan mendengarkan adanya pengulangan dari direct sound. Fenomena ini disebut sebagai echo.

Satu hal yang cukup penting yang perlu diketahui tentang direct sound, adalah semakin jauh dari sumber bunyi, maka bunyi yang diterima akan semakin lemah mengikuti inverse-square law. Contohnya: jika jarak meningkat dua kalinya, maka level suara akan turun empat kalinya. Hal ini akan menyebabkan penurunan yang cukup esensial sebesar 6 dB SPL. Sebaliknya, ketika jarak menjadi setengahnya, maka level suara akan naik sebesar 6 dB.

Bagaimana bunyi diterima?

Setelah bunyi dihasilkan dan juga ditransmisikan melalui medium, maka bunyi akan diterima oleh si penerima. Penerima di sini sangat relatif dan fleksibel bergantung pada keseluruhan sistem yang sedang berjalan. Penerima dapat saja berupa telinga manusia maupun sebuah instrumen seperti

microphone.

Pada manusia, gelombang bunyi yang pada hakekatnya merupakan perubahan tekanan akan menggetarkan gendang telinga. Pergetaran gendang telinga kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal

(10)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 10 yang dirambatkan melalui sistem syaraf ke otak sehingga kita dapat mengenalinya sebagai bunyi. Serupa dengan proses di atas, pada microphone perubahan tekanan akan mempengaruhi diafragma untuk bergetar. Pergetaran diafragma kemudian diubah menjadi sinyal elektrik yang dikirimkan ke

sound system, misalnya sebuah loudspeaker.

Jadi, proses penerimaan gelombang bunyi di penerima dapat terjadi dengan mekanisme yang berbeda. Namun, pada umumnya memiliki prinsip yang hampir sama.

Terminologi

Ambient sound secara sederhana dapat diartikan sebagai suara-suara yang ada di satu kondisi

lingkungan tertentu di luar suara yang ingin kita dengar/monitor. Besar ambient sound relatif konstan/tidak berubah terhadap jarak. Ambient sound yang disebut juga ground noise ini dapat berupa suara AC, suara kendaraan di jalan, suara orang yang berbicara, dsb.

Decibel (dB) menyatakan perbandingan besarnya suatu kuantitas fisik (biasanya daya atau intensitas) relatif terhadap level referensi tertentu yang dinyatakan dalam satuan logaritmik. Rumusnya adalah dB = 10 log (P2/P1). Dalam kaitannya dengan bunyi, amplitude dalam dB menyatakan perbandingan antara satu kekerasan dengan kekerasan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa volume/level harus memiliki perbandingan satu dengan yang lainnya.

Pitch merupakan derajat tinggi-rendahnya suatu bunyi. Satu oktaf yang lebih tinggi pitch-nya, memiliki frekuensi dua kalinya.

Sound Pressure Level (SPL) atau sound level merupakan ukuran logaritmik dari tekanan suara efektif

relatif terhadap nilai referensi. SPL dinyatakan dalam dB sebagai perbandingan terhadap nilai referensinya.

Sibilance dalam dunia audio berkaitan dengan bunyi-bunyi yang mendesis/frekuensi tinggi (8-12 KHz).

(11)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 11

Modul 2

Sumber Bunyi

Sekarang, setidaknya kita sudah mengenal apa yang disebut dengan bunyi, bagaimana bunyi dihasilkan, ditransmisikan dan diterima. Di modul 2 ini, kita akan meninjau secara khusus sumber-sumber bunyi apa saja yang biasa ada dalam ibadah gereja, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.

Sumber bunyi yang paling umum digunakan dalam ibadah adalah suara manusia yang berbicara, suara penyanyi, dan suara instrumen musik. Suara manusia dapat berupa suara laki-laki atau perempuan, keras atau lembut, jauh atau dekat, dsb. Demikian juga suara instrument dapat sangat bervariasi, mulai dari yang sederhana berupa akustik gitar hingga full orchestra.

Selain sumber-sumber suara yang memang kita inginkan, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat juga sumber-sumber suara yang tidak diinginkan (noise). Beberapa contoh sumber suara yang tidak diinginkan adalah: suara AC, suara ribut audience, suara trafik lalu lintas, dsb. Bahkan suara-suara yang kita butuhkan pun bisa menjadi masalah. Misalnya, ketika suara organ lebih keras dari choir, sehingga tidak enak didengar.

Akustik ruangan pun merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya dengan sumber suara itu sendiri. Akustik ruang merupakan fungsi dari ukuran, bentuk, bahan yang melapisi permukaan interior, dan bahkan kehadiran dari audience. Efek akustik dari satu area dapat memberikan akibat positif atau negatif pada suara yang dihasilkan oleh manusia, instrumen dan loudspeaker. Misalnya saja,

(12)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 12 peredaman dan pemantulan. Pemantulan yang terlalu kuat dapat mengakibatkan beberapa bunyi yang tidak diinginkan seperti echo, standing waves, ataupun reverberation berlebihan.

Jadi, sumber bunyi dapat dikategorikan sebagai sumber bunyi yang diinginkan (desired) dan yang tidak diinginkan (undesired). Sedangkan suara yang dihasilkannya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu direct dan indirect. Penjelasan mengenai direct dan indirect sound tentunya sudah disampaikan di Modul 1. Dalam prakteknya, soundfield atau total suara dalam ruangan akan selalu terdiri dari

direct sound dan indirect sound,kecuali dalam anechoic chamber atau di ruangan terbuka yang di

sekitarnya tidak ada benda/permukaan yang bersifat memantulkan gelombang.

(13)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 13

Modul 3

Sound system

Tujuan utama adanya sound system dalam sebuah ibadah adalah untuk mengirimkan suara yang jelas dan dapat dimengerti serta suara musik yang berkualitas tinggi ke jemaat. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan ini, desain sistem suara dan komponennya harus dipikirkan dengan baik, diinstal secara cermat dan dioperasikan seperlunya. Di modul ketiga ini, kita akan belajar mengenai

sound system sederhana dan juga mengenai karakteristik suara yang baik.

Sound system

Sound system paling dasar/sederhana terdiri dari: INPUT device (microphone), control device (mixer), amplification device (power amplifier), dan output device (loudspeaker). Susunan

komponen-komponen ini kadang disebut juga audio chain.

Ada tiga level sinyal elektrik dalam sound system: microphone level (orde mili Volt), line level (mendekati satu Volt), dan speaker level (10 Volt atau lebih).

Microphone merupakan salah satu jenis transducer INPUT, yang mengubah energi getaran menjadi

energi listrik. Suara diubah menjadi sinyal listrik oleh microphone. Level sinyal microphone diamplifikasi (dikuatkan) ke line level dan mungkin juga dikombinasikan dengan sumber suara lainnya oleh mixer. Kemudian, power amplifier meningkatkan sinyal line level ke speaker level untuk men-drive loudspeaker yang mengubah energi listrik ke energi getar. Energi getar inilah yang menghasilkan bunyi yang dapat kita dengarkan. Dengan sifat tersebut, loudspeaker digolongkan sebagai transducer output, yaitu device yang mengubah energi listrik menjadi energi getar.

Intermezzo: Transducer vs. Amplifier

Transducer mengubah energi listrik menjadi energi getar atau sebaliknya. Amplifier tidak mengubah energi listrik, hanya melakukan amplifikasi /menguatkan sinyal.

(14)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 14 Electronic signal processor (ESP), seperti equalizer, limiter atau time delay, disisipkan ke audio chain biasanya di antara mixer dan power amplifier. Fungsi signal processing juga sudah banyak dimiliki oleh mixer yang beredar sekarang sehingga tidak perlu untuk menambah device khusus untuk signal processing. ESP ini beroperasi pada line level. Fungsi ESP adalah untuk meningkatkan kualitas suara/mengubah suara menjadi yang suara yang diinginkan atau untuk mengkompensasi rugi-rugi yang diakibatkan oleh kualitas sumber bunyi dan akustik ruangan yang tidak begitu baik.

Intermezzo: Equalizer (EQ)

Secara sederhana, EQ dapat dimengerti sebagai alat untuk menyeimbangkan level-level frekuensi sehingga terdengar nyaman. EQ yang terkenal di dunia audio adalah EQ yang memiliki 31 frekuensi (band) yang disebut juga 1/3 Octave Graphic Equalizer.Sumber suara dari mixer dilewatkan terlebih dahulu ke graphic EQ sebelum dikirimkan ke power amplifier dan loudspeaker. Dalam kaitannya dengan EQ dikenal juga satu istilah yang disebut kondisi “flat”. Sebuah sound system dikatakan flat jika suara yang dihasilkan oleh sound system kita terdengar seperti aslinya. Kondisi flat ini dapat dicapai dengan mengubah-ubah level frekuensi yang ada pada EQ.

Di samping terhubung langsung dengan loudspeaker, output dari sistem juga dapat dikirimkan secara simultan ke beberapa ruangan secara langsung dengan menggunakan tambahan power amplifier dan loudspeaker. Output tersebut juga dapat dihubungkan ke alat recording atau bahkan digunakan untuk broadcast.

Hal yang terakhir yang perlu menjadi pertimbangan dalam sound system adalah akustik ruang. Akustik ruang sudah selayaknya kita perhitungkan sebagai bagian dari sound system karena akustik ruang bertindak sebagai “signal processor” yang mempengaruhi suara baik sebelum suara masuk ke

microphone maupun setelah suara dihasilkan oleh loudspeaker. Akustik yang baik akan

meningkatkan kualitas suara yang dihasikan. Sebaliknya, akustik yang buruk akan menurunkan kualitas suara. Intinya, peranan akustik ruang dalam kinerja sebuah sound system tidak dapat diabaikan.

Apa yang dimaksud dengan “good” sound?

Tiga parameter utama kualitas suara adalah fidelity (kemiripan), intelligibility (kejelasan/dapat dimengerti), dan loudness (kekerasan). Kualitas suara dalam sebuah ibadah gereja akan sangat bergantung dari kualitas sumber bunyi, sound system dan akustik ruangan. Dengan semakin meningkatnya kualitas suara dari berbagai sistem dan perangkat yang ada (Hi-Fi music system, broadcast TV, radio, motion picture theater, konser, drama, dsb.), maka ekspektasi kita terhadap kualitas suara dalam ibadah pun cenderung meningkat.

Kemiripan (fidelity) dari suara terutama ditentukan oleh respon frekuensi dari suara yang sampai di telinga pendengar. Artinya, suara disebut memiliki fidelity yang tinggi ketika suara yang tiba di telinga pendengar memiliki respon frekuensi yang sama dengan suara aslinya yang keluar dari instrumen/vokal. Semua komponen dalam audio chain memiliki kontribusi dalam hal ini: keterbatasan salah satu komponen saja dapat membatasi kemiripan (fidelity) suara yang dihasilkan oleh sistem. Namun, penggunaan high fidelity sound system tidak menjamin suara yang sampai ke pendengar memiliki fidelitas yang tinggi. Karena harus diperhitungkan juga pengaruh dari akustik

(15)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 15 ruang. Akustik ruang yang buruk dapat menyebabkan ketidakseimbangan frekuensi yang buruk akibatnya.

Kejelasan (intelligibility) dari suara ditentukan oleh signal-to-noise ratio (SNR) rata-rata dan direct-to-reverberant sound ratio pada telinga pendengar. Di dalam ibadah gereja, “sinyal” utama merupakan suara manusia (speech/spoken word). Sedangkan “noise”-nya merupakan ambient noise dalam ruangan dan juga noise elektrik yang berasal dari sound system. Agar speech dapat dimengerti dengan tingkat kejelasan yang maksimal dan usaha yang minimal, level speech setidaknya harus 20 dB lebih keras dari noise di setiap telinga pendengar. Persyratan ini menuntut level suara manusia yang masuk ke microphone setidaknya harus 30 dB lebih keras dari ambient noise yang masuk ke

microphone tersebut.

Direct-to-reverberant ratio ditentukan oleh pengarahan sistem loudspeaker dan karakteristik akustik ruangan (apakah bergema atau tidak). Reverberation time merupakan selang waktu dimana suara masih berlanjut dalam sebuah ruangan bahkan setelah sumber bunyinya berhenti. Jika level

reverberation sound cukup tinggi dapat menyebabkan kesulitan untuk membedakan antaran akhir

dari satu kata dengan awal dari kata berikutnya. Reverberation dapat direduksi hanyal oleh

absorptive acoustic treatment. Jangan pikir bahwa dengan menaikkan level sound system akan

memperbaiki keadaan. Menaikkan level sound system akan menaikkan level reverberation juga. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan directional loudspeaker sehingga memungkinkan suara untuk lebih tepat mengarah ke pendengar dan menjauh dari dinding dan permukaan-permukaan reflektif lainnya yang dapat mengakibatkan reverberation.

Kekerasan (loudness) dari speech atau music di posisi pendengar terjauh harus cukup untuk mencapai level kenyamanan untuk speech, dan juga tipe-tipe musik tertentu tanpa distorsi dan

feedback. Kekerasan ditentukan oleh dynamic range dari sound system, potential acoustic gain

(PAG), dan akustik ruangan. Dynamic range dari sebuah sound system merupakan perbedaan level antara level noise floor dari sistem dan level suara terkeras yang dapat dihasilkan tanpa terdistorsi. Hal ini hanya dibatasi oleh penguatan yang dapat diberikan power amplifier dan efisiensi

loudspeaker.

Intermezzo: Noise Floor, apaan tuh?

Noise floor merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut sinyal yang dihasilkan dari jumlah seluruh sumber noise yang ada dan sinyal yang tidak diinginkan (wikipedia.org)

PAG merupakan ukuran seberapa besar gain/amplifikasi yang dapat diberikan sebuah sound system sebelum feedback terjadi. PAG sebagian kecil bergantung kepada tipe komponen sistem, dan sebagian besar kepada lokasi/penempatan microphone, loudspeaker, pembicara dan juga pendengar.

Kondisi akustik ruang juga memainkan peran yang cukup besar dalam hal kekerasan (loudness) suara. Secara spesifik, reverberant sound akan memberikan tambahan level pada soundfield indoor. Jika reverberation tidak begitu besar, maka kekerasan akan meningkat dalam batas yang masih wajar. Namun, jika reverberation berlebihan, secara substansial kekerasan bertambah tetapi aspek kemiripan dan kejelasan menjadi menurun.

(16)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 16 Walaupun suara yang disebut baik ditentukan oleh si pendengar sendiri secara kualitatif, tetapi sebenarnya ada desain dan metoda pengukuran secara kuantitatif yang dapat digunakan untuk memprediksikan dan mengevaluasi kinerja secara akurat.

(17)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 17

Modul 4

Microphone: Karakteristik

Sekarang tiba saatnya untuk mengenal lebih dalam mengenai komponen terdepan pada audio-chain, yaitu microphone. Pada modul keempat ini pembahasan microphone akan dikhususkan pada aspek karakteristik dan pemilihannya. Sedangkan pada modul berikutnya,akan dibahas mengenai penggunaan microphone dan isu-isu yang mungkin timbul terkait dengan penggunaan microphone. Pengenalan microphone akan sangat membantu karena komponen ini sangat umum dan selalu digunakan di kebanyakan acara.

Karakteristik Microphone

Ada lima area dari karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam memilih microphone untuk aplikasi-aplikasi tertentu, yaitu:

1. Prinsip kerja microphone 2. Respon frekuensi microphone

3. Directionality microphone 4. Output elektrik microphone 5. Desain fisik microphone

Prinsip Kerja Microphone: Bagaimana microphone dapat mengubah suara

menjadi sinyal elektrik?

Prinsip kerja dari microphone menjelaskan tipe transducer yang berada di dalam microphone tersebut. Transducer adalah sebuah alat yang dapat mengubah energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Dalam kaitannya dengan microphone, transducer mengubah energi akustik (suara) mernjadi energi listrik. Menurut cara kerjanya, ada banyak tipe microphone, seperti: dynamic,

condenser, ribbon, crystal, carbon, dsb. Namun, ada dua tipe yang paling umum digunakan, yaitu: dynamic dan condenser.

Dynamic microphone menggunakan diafragma/voice coil/susunan magnet yang berfungsi sebagai

generator/pembangkit sinyal listrik yang di-drive oleh suara yang masuk. Gelombang suara menabrak sebuah membran plastik tipis yang disebut diafragma sehingga diafragma tersebut bergetar. Sebuah kumparan kawat kecil (voice coil) ditempelkan pada bagian belakang diafragma dan sama-sama ikut bergetar juga ketika diafragma bergetar. Voice coil dikelilingi oleh medan magnet yang tercipta oleh sebuah magnet permanen kecil. Pergerakan voice coil di medan magnet ini akan mengakibatkan terbentuknya sinyal elektrik.

Dynamic mic memiliki konstruksi yang sederhana dan juga

termasuk ekonomis. Di samping itu, dynamic mic juga tidak terlalu terpengaruh oleh temperatur yang esktrim atau kelembaban dan dapat mengakomodasi SPL yang cukup tinggi tanpa overload. Meskipun demikian, respon frekuensi dan sensitivitas dari

(18)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 18

dynamic mic terbatas, khususnya pada frekuensi tinggi. Dynamic mic merupakan tipe yang sangat

umum digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk di dalam sound system gereja. Dynamic mic tidak dapat dibuat dalam bentuk yang kecil tanpa mengurangi sensitivitasnya.

Condenser microphone bekerja berdasarkan diafragma/susunan backplate yang mesti tercatu oleh listrik membentuk sound-sensitive capacitor. Gelombang suara yang masuk ke microphone

menggetarkan komponen diafragma ini. Diafragma ditempatkan di depan sebuah backplate. Susunan elemen ini membentuk kapasitor yang biasa disebut juga kondenser. Kapasitor memiliki kemampuan untuk menyimpan muatan atau tegangan. Ketika elemen tersebut terisi muatan, medan listrik terbentuk di antara diafragma dan backplate, yang besarnya proporsional terhadap ruang (space) yang terbentuk diantaranya. Variasi dari lebar

space antara diafragma dan backplate terjadi karena pergerakan

diafragma relatif terhadap backplate sebagai akibat dari adanya tekanan suara yang mengenai diafragma. Hal ini menghasilkan sinyal elektrik sebagai akibat dari suara yang masuk ke condenser

microphone.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kerja condenser mic memerlukan muatan listrik. Terkait dengan hal tersebut, ada tipe condenser mic yang memiliki muatan permanen, ada juga yang menggunakan sumber catu daya eksternal untuk mengisi muatannya. Dalam hal ini, sumber catu daya eksternal yang digunakan dapat berasal dari baterai, atau dari “phantom” power (sebuah metode untuk memberikan daya kepada microphone melalui kabel mic tersebut, dayanya berasal dari mixer). Jika dibandingkan terhadap dynamic mic, condenser mic lebih kompleks dan lebih mahal. Condenser dapat dibuat dengan sensitivitas yang lebih tinggi dan dapat menghasilkan suara yang lebih smooth, lebih natural, khususnya pada frekuensi tinggi. Dengan kondenser, lebih mudah untuk mencapai respon frekuensi flat dan memiliki range frekuensi yang lebih luas. Satu hal lagi yang membedakan dari dynamic mic adalah condenser mic dapat dibuat sangat kecil tanpa banyak mengurangi kinerjanya.

Keputusan untuk menggunakan condenser atau dynamic mic bagaimanapun diambil tidak hanya berdasarkan sumber suara, tetapi berdasarkan physical setting juga. Praktisnya, penggunaan

microphone harus memperhatikan untuk acara apa dan dimana mic tersebut akan digunakan. Di

samping itu, apakah diinginkan hasil dengan kualitas suara yang sangat tinggi atau tidak.

Respon Frekuensi: Bagaimana suara yang dihasilkan microphone?

Respon frekuensi (frequency response) microphone didefinisikan sebagai rentang suara (dari frekuensi terendah hingga tertinggi) yang dapat dihasilkan dan variasinya di antara rentang tersebut. Ada dua tipe respon frekuensi yang sudah sangat umum, yaitu: flat dan shaped.

Sebuah microphone yang dapat memberikan output yang uniform pada setiap frekuensi audio disebut respon frekuensi flat. Respon frekuensi ini direpresentasikan pada grafik respon frekuensi sebagai sebuah garis lurus. Artinya, microphone menghasilkan suara dalam rentang frekuensinya (frequency range) dengan variasi yang kecil dan bahkan tidak ada variasi dari suara aslinya.

(19)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 19 Sebaliknya, microphone dengan respon frekuensi shaped memiliki bentuk grafik berupa garis yang bervariasi yang terdiri dari “gunung-lembah” yang spesifik. Hal ini menunjukkan bahwa microphone lebih sensitif terhadap frekuensi tertentu daripada yang lainnya, dan seringkali microphone memiliki rentang frekuensi yang terbatas. Respon shaped biasanya dirancang untuk meningkatkan suara dari sumber tertentu dalam aplikasi tertentu juga, dan pada waktu yang sama juga meminimalkan suara-suara tertentu yang tidak diinginkan.

Pada akhirnya, pemilihan microphone dengan respon frekuensi apa yang akan digunakan harus mempertimbangkan sumber suara dan tujuan dari suara tersebut. Rentang frekuensi dari

microphone harus cukup lebar untuk menghasilkan suara dengan rentang yang diinginkan. Sebagai

contoh, untuk keperluan High-quality sound system, maka diperluakan microphone dengan rentang frekuensi yang lebar. Sementara itu, untuk keperluan pidato cukup digunakan microphone dengan frekuensi yang lebih sempit.

Di dalam penggunaannya, flat response microphone direkomendasikan untuk keperluan instrumen akustik, paduan suara dan orkestra, khususnya ketika harus ditempatkan pada jarak tertentu dari sumber suara dengan cara ditodongkan. Sedangkan shaped response pada umumnya digunakan untuk vocal dengan rentang frekuensi yang sesuai dengan rentang suara manusia. Selain itu,

microphone yang ditodongkan pada instrumen-instrumen tertentu seperti drum dan ampli gitar

merupakan shaped response microphone yang respon frekuensinya disesuaikan dengan respon frekuensi suara instrumen tersebut.

(20)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 20

Directionality: Bagaimana microphone merespon suara yang bersumber

dari arah yang berbeda-beda?

Karakteristik direksional dari sebuah mic merupakan variasi output yang dihasilkan ketika mic tersebut diarahkan pada sudut yang berbeda-beda terhadap arah sumber suara. Hal ini mempengaruhi bagaimana menempatan microphone relatif terhadap sumber suara agar suara yang diinginkan dapat masuk secara optimal dan suara yang tidak diinginkan dapat diminimalkan.

Directionality direpresentasikan secara grafik yang disebut polar pattern. Dua jenis directionality

yang paling umum adalah omnidirectional dan unidirectional. Secara sederhana, karakteristik

directionality/polar pattern ini menentukan dari arah mana saja microphone tersebut dapat

menangkap suara.

Microphone omnidirectional dapat menangkap suara dari segala arah. Dalam grafik, omnidirectional

direpresentasikan dalam bentuk lingkaran mulus yang mengindikasikan bahwa microphone tersebut

equally sensitive terhadap suara yang datang dari segala arah. Sebaliknya microphone unidirectional

paling sensitif terhadap suara yang datang hanya dari satu arah saja. Pada grafik polar, jenis ini akan tampil dalam bentuk yang rounded, tetapi tidak berupa lingkaran. Tipe paling umum dari

unidirectional microphone adalah cardioid yang memiliki polar pattern menyerupai bentuk jantung.

Tipe cardioid paling sensitif terhadap suara yang datang dari arah depan microphone. Arah depan dalam grafik polar merupakan arah 0 derajat (disebut “on axis”). Semakin ke samping, semakin tidak sensitif dan arah yang memiliki sensitivitas paling buruk adalah mendekati arah belakang (rear). Untuk setiap microphone, arah dimana sensitivitasnya paling buruk (output minimum) disebut sebagai null angle. Untuk pola cardioid, null angle berada di arah 180 derajat atau merupakan arah belakang microphone tersebut. Sedangkan, coverage angle untuk cardioid adalah sekitar 130 derajat.

Setelah mengikuti uraian di atas, sekarang kita dapat mengerti bahwa pada umumnya ambient

sound yang masuk pada unidirectional mic lebih sedikit daripada omnidirectional karena pada unidirectional sensitivitas mic di bagian samping dan belakang lebih rendah.

Dua tipe unidirectional microphone lainnya adalah supercardioid dan hypercardioid. Dibandingkan terhadap cardioid, dua tipe tersebut memiliki coverage angle yang lebih sempit: 115 derajat untuk

(21)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 21 supercardioid dan 105 derajat untuk hypercardioid. Namun, tidak seperti cardioid, suara yang berasal dari arah belakang microphone dapat masuk. Hal ini ditandai dengan adanya suatu lobe di arah belakang microphone (lihat gambar). Null angle untuk supercardioid adalah di sekitar 125 derajat dan untuk hypercardioid adalah di sekitar 110 derajat.

Jenis lain dari unidirectional microphone adalah model “shotgun” dan parabolic reflector. Shotgun memiliki coverage angle yang sangat sempit dan biasa digunakan di lingkungan dimana level ambient

noise sangat tinggi. Misalnya, untuk keperluan broadcast dan produksi film. Sedangkan tipe

parabolic menggunakan microphone omnidirectional yang ditempatkan di titik fokus dari parabolic reflector. Konfigurasi seperti ini akan menguatkan suara secara efektif. Biasanya, tipe ini digunakan terutama untuk keperluan broadcast juga, seperti pada sport event.

Sekarang, kita sudah mengenal bermacam-macam tipe microphone berdasarkan directionality. Namun, ada satu yang tertinggal, yaitu tipe bidirectional. Sesuai namanya, tipe ini equally sensitive terhadap suara dari dua arah, yaitu tepat dari arah depan mic dan tepat dari arah belakang mic. Pada grafik polar, polar pattern dari tipe ini menyerupai angka “8”. Oleh karena itu, sering juga disebut sebagai “figure 8 (eight)” pattern. Untuk tipe ini, coverage angle hanya 90 derajat untuk arah depan dan 90 derajat juga untuk arah belakang. Sedangkan null angle berada di arah 90 derajat, yaitu tepat di arah samping dari microphone tersebut.

Pada akhirnya, pemilihan omnidirectional atau unidirectional mic sekali lagi bergantung pada sumber suara dan juga tujuan suara tersebut. Omnidirectional mic lebih berisiko untuk terjadinya feedback. Sedangkan unidirectional model dapat mengisolasi satu suara/instrumen dari suara/instrumen lainnya sekaligus me-reject background noise. Dengan penempatan yang tepat, unidirectional mic dapat meminimalkan feedback. Untuk alasan-alasan inilah, unidirectional mic lebih banyak digunakan, termasuk dalam ibadah gereja.

(22)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 22

A brief summary:Directionality &Pollar pattern

Electrical Output: Bagaimana sinyal keluaran microphone dapat match

dengan INPUT sound system?

Karakter sinyal keluaran microphone diantaranya ditentukan oleh sensitivitas, impedansi dan konfigurasi dari microphone itu sendiri. Demikian pula halnya dengan INPUT sound system.

Sensitivitas microphone dapat diartikan sebagai perbandingan level keluaran elektrik yang dihasilkan terhadap level suara masukannya. Semakin besar sensitivitas, maka semakin besar pula keluaran elektrik untuk level masukan yang sama. Umumnya, condenser mic mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada dynamic mic.

Impedansi secara sederhana merupiakan resistansi keluaran elektrik dari microphone; 150-600 ohm untuk low impedance (low Z), 10000 ohm atau lebih untuk high impedance (high Z). Karena sebagian besar microphone memiliki salah satu dari dua jenis impedansi ini, maka ada beberapa microphone yang memiliki switch untuk memilih impedansi. Pemilihan impedansi ini umumnya ditentukan oleh dua faktor: panjang kabel yang dibutuhkan (dari microphone ke INPUT microphone) dan impedansi dari INPUT microphone.

Panjang kabel maksimum yang mungkin digunakan dengan high-impedance mic seharusnya tidak lebih dari 20 feet. Untuk AVVkabel yang lebih panjang dari 20 feet, respon frekuensi tinggi

microphone tersebut akan semakin buruk. Sebaliknya, Low-impedance mic dapat digunakan untuk

panjang kabel lebih dari 1000 feet tanpa penurunan kualitas sehingga jenis ini lebih banyak digunakan.

Konfigurasi keluaran (output configuration) microphone dapat bersifat balanced atau unbalanced.

Output yang balanced membawa sinyal pada dua konduktor (plus shield). Sinyal pada setiap

(23)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 23 negatif). Kebanyakan mixer memiliki INPUT balanced yang sensitif hanya terhadap perbedaan (difference) antara dua sinyal tersebut dan mengabaikan bagian sinyal lainnya yang sama di setiap konduktor. Noise yang terjadi di setiap kabel akan memiliki level dan polaritas yang sama. Dengan sifat INPUT balanced yang hanya sensitif terhadap diferensial dua sinyal tersebut, maka

common-mode noise ini akan dihilangkan oleh balanced INPUT. Hal ini akan banyak mengurangi potensi noise

pada balanced microphone dan kabel. Untuk lebih jelasnya, cara kerja balanced INPUT diilustrasikan pada gambar berikut ini.

Berbeda dengan balanced output, sinyal unbalanced output dibawa melalui satu konduktor (plus shield) saja. Kemudian unbalanced INPUT sensitif terhadap sinyal apapun yang masuk ke konduktor tersebut. Noise yang masuk pada kabel akan ditambahkan pada sinyal asli microphone dan akan dikuatkan oleh unbalanced INPUT. Oleh karena itu, unbalanced microphone dan kabel tidak pernah direkomendasikan untuk penggunaan kabel yang cukup panjang karena dapat menimbulkan interferensi. Jika Anda pernah menemui suara radiasi sinyal handphone masuk ke ampli gitar, hal inilah yang disebut interferensi dan hal itu terjadi karena sinyal disalurkan melalui kabel satu konduktor (jack to jack/jack TS).

Umumnya, semua microphone high-quality dan medium-quality sudah memiliki output yang

balanced dan low-impedance dimana tipe ini merupakan tipe yang direkomendasikan untuk

(24)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 24

Physical Design: Bagaimana hubungan antara desain mekanis dan

operasional microphone dengan aplikasinya?

Ada beberapa jenis microphone untuk aplikasi ibadah: handheld, user-worn, free-standing mounted, dan boundary atau surface mounted. Masing-masing tipe tersebut dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk ataupun mounting method yang spesifik untuk penggunaannya. Kemudian, beberapa

microphone bisa juga dilengkapi dengan fitur-fitur khusus, seperti on-off switch, yang mungkin

dibutuhkan dalam situasi tertentu.

Tipe handheld digunakan secara luas untuk keperluan speech dan singing. Tipe ini sering digunakan sangat dekat dengan posisi mulut dan kemudian dilengkapi dengan “pop” filter (popper) /

windscreen untuk meminimalkan suara nafas yang cenderung eksplosif. Sebenarnya, dalam mic itu

sendiri khususnya mic untuk vokal sudah terdapat popper sekaligus grill. Namun, biasanya untuk situasi tertentu dibutuhkan popper tambahan. Ukuran, berat dan kenyamanan merupakan aspek-aspek penting yang menjadi pertimbangan untuk handheld microphone. Satu tips dalam penggunaan

handheld mic untuk keperluan vokal adalah menletakkan mic sedekat mungkin dengan mulut,

semakin dekat hasilnya akan semakin baik.

User-worn microphone secara sederhana merupakan tipe yang dapat dilekatkan langsung pada

penggunanya. Ada yang dilekatkan pada pakaian (clip-on), ada juga model head-worn. Dekatnya jarak head-worn microphone ke mulut memberikan kualitas suara yang lebih baik dan meningkatkan

gain-before-feedback dibandingkan dengan model clip-on. Ukuran yang kecil dan tidak mencolok

merupakan ciritical factor bagi user-worn microphone. Tipe ini merupakan tipe yang diciptakan bukan untuk dipengang.

Free-standing mounted microphone hadir dalam style yang bervariasi yang disesuaikan untuk setting

yang berbeda. “Mounted” artinya mic tersebut dipasang dengan menggunakan stand dan diarahkan ke sumber suaranya. Mounted microphone umumnya dipilih untuk diinstal secara permanen, meskipun dalam kenyataannya banyak tipe handheld yang diletakkan pada mount dan dapat dilepaskan lagi sesuai kebutuhan. Shock isolation sangat esensial jika stand sering dipindahkan

(25)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 25 ataupun jika stand diletakkan pada panggung yang bergetar. Oleh karena itu, biasanya mic jenis ini menggunakan shock mount untuk meredam getaran. Windscreen diperlukan untuk close-up vocal atau juga untuk penggunaan outdoor. Untuk mic tipe ini, penampilan seringkali menjadi faktor pertimbangan utama.

Boundary atau surface-mounted microphone digunakan untuk posisi yang fixed juga. Microphone

jenis ini merupakan tipe yang dipasang pada permukaan tertentu yang sudah ada (misalnya altar, lantai, dinding, atau langit-langit) untuk meng-cover area tertentu. Tipe ini sangat low-profile dan dapat meminimalkan masalah akustik yang diakibatkan oleh pemantulan suara. Penampilan dan lingkungan fisik memainkan peranan yang penting dalam pemilihannya.

Meskipun secara intrinsik tidak berkaitan langsung dengan keempat karakteristik microphone lainnya (cara kerja, respon frekuensi, directionality, dan konfigurasi output elektrik), faktor desain fisik tidak kalah pentingnya dalam pemilihan bahkan seringkali faktor fisik menjadi bahan pertimbangan yang pertama dalam beberapa aplikasi.

Summary:Microphone Characteristics & Selection

Ada lima karakteristik microphone: cara kerja (Condenser vs. Dynamic), respon frekuensi (Flat vs.

Shaped), directionality (Omnidirectional vs. Unidirectional), konfigurasi output elektrik (Unbalanced

vs. Balanced) dan desain fisik (handheld, mounted, head-worn, lavalier, surface-mounted, dll). Di dalam pemilihannya untuk aplikasi-aplikasi tertentu, kelima karakteristik tersebut merupakan

faktor-faktor yang harus dipertimbangkan agar dapat meraih hasil yang terbaik.

(26)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 26

Modul 5

Microphone: Placement & Feedback

Setelah kita mengetahui secara umum karakteristik-karakteristik dari microphone, sekarang kita akan masuk ke pembahasan mengenai penggunaan microphone. Berbicara mengenai penggunaan

microphone, kita akan berhadapan dengan berbagai unsur, mulai dari yang paling sederhana, yaitu

penempatan microphone, hingga masalah interferensi. Namun, di modul ini pembahasannya hanya akan mencakup penempatan (placement) dan feedback. Selebihnya, teman-teman bisa membaca secara lengkap dan detil di referensi yang saya gunakan.

Penempatan Microphone

Sedikit mengulas yang telah dipaparkan pada modul sebelumnya, suara (sound) dapat dikategorikan sebagai desired dan undesired. Kemudian, soundfield atau total suara dalam satu ruangan, merupakan gabungan dari direct sound dan ambient sound. Level direct sound menurun seiring dengan bertambahnya jarak sedangkan ambient sound akan tetap di level yang konstan.

Critical distance adalah jarak (dari sumber suara) dimana level direct sound telah turun ke level yang

sama dengan ambient sound. Critical distance ditentukan oleh kekerasan (loudness) direct sound relatif terhadap kekerasan ambient sound. Seorang yang berbicara pelan dalam sebuah ruangan yang noisy akan memiliki critical distance yang pendek, sedangkan seorang yang berbicara keras dalam sebuah ruangan yang sepi akan memiliki critical distance yang lebih panjang. Dalam prakteknya, microphone mesti ditempatkan jauh lebih dekat dari critical distance untuk mendapatkan perbandingan direct-to-ambient sound yang acceptable.

Critical distance mendasari konsep “reach” atau distant pickup capability. Proporsi direct vs. ambient sound yang masuk ke microphone merupakan sebuah fungsi yang tidak hanya bergantung pada jarak

(27)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 27 tertentu, sebuah unidirectional microphone dapat digunakan pada jarak yang lebih besar dari sumber suara dibandingkan sebuah microphone bertipe omnidirectional. Hal ini disebut distance

factor, yang berikisar antara 1.7 untuk tipe cardioid, hingga 2.0 (dua kalinya omni distance) untuk

tipe hypercardioid. Untuk lengkapnya bisa dilihat di tabel di bawah ini.

Omni Cardioid Super-cardioid Hyper-cardioid Bi-directional

Distance Factor 1 1.7 1.9 2 1.7

Reach merupakan sebuah konsep yang sangat subjektif dan lebih banyak didominasi oleh actual direct vs. ambient sound level di posisi microphone dibandingkan oleh directionality dari microphone

itu sendiri. Bahkan sebuah omni akan memiliki excellent reach jika tidak ada ambient sound. Catat bahwa microphone directional tidak lebih sensitif terhadap on-axis sound, tetapi lebih tidak sensitif terhadap off-axis sound.

Feedback

Dalam pengoperasian normal sebuah sound system, ada kalanya sebagian dari suara yang dihasilkan oleh loudspeaker diterima oleh microphone dan masuk kembali ke dalam sistem. Ketika gain sistem meingkat, level suara dari loudspekaer yang masuk ke microphone juga meiningkat. Pada satu waktu, suara yang masuk kembali tersebut akan mengalami penguatan hingga mencapai level yang sama seperti suara asli yang diterima oleh

microphone. Pada titik ini, sistem akan mulai

berosilasi (ring). Gain lebih tinggi akan menyebabkan “howl” yang kontinu atau yang disebut sebagai feedback.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi potential

acoustic gain (maximum gain-before-feedback) sound system. Faktor yang paling penting adalah

jarak relatif antara sumber suara dan microphone, antara microphone dan loudspeaker, dan antara

loudspeaker dan pendengar. Jumlah microphone

yang “open” atau aktif pada satu saat juga memegang peranan yang penting.

Faktor lainnya adalah karakteristik directional dari microphone dan loudspeaker, local acoustical

reflection, room reverberation, dan overall frequency response dari sound system. Penggunaan directional microphone dan directional loudspeaker dapat mereduksi suara yang diterima oleh microphone dari loudspeaker dengan cara mengatur jarak antara keduanya.

Oleh karena itu, rule pertama dan paling penting dalam penempatan microphone adalah: tempatkan

microphone sedekat mungkin terhadap sumber suara yang diinginkan. Kemudian, tempatkan microphone sejauh mungkin dari loudspeaker dan sumber tidak diinginkan lainnya; gunakan directional mic untuk meminimalkan ambient sound; tujukan directional mic ke suara yang

(28)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 28 Pada prinsipnya, pengaturan posisi untuk sumber suara dan microphone mesti konsisten dengan karakteristik keduanya: sumber yang lebih luas, seperti choir, membutuhkan jarak yang lebih jauh, bergantung kepada directionality dari mic-nya; sumber suara yang sangat keras membutuhkan jarak lebih jauh untuk mencegah overload dari condenser microphone yang sensitif. Dengan memperhatikan pengaturan posisi, suara yang masuk ke microphone akan lebih optimal, suara yang tidak diinginkan yang masuk ke microphone akan minim, dan feedback dapat diminimalisir.

Tips & Trik: Not enough gain-before-feedback?

Berikut adalah beberapa tips berurutan dari yang terpenting:

Pindahkan microphone lebih dekat ke sumber suara, Pindahkan loudspeaker lebih jauh dari microphone, Pindahkan loudspeaker lebih dekat ke pendengar,

Gunakan directional microphone dan directional loudspeaker, Hilangkan pantulan akustik di sekitar microphone,

Kurangi room reverberation dengan acoustic treatment,

Gunakan equalizer untuk mengurangi system gain agar tepat di feedback frequency. Tidak ada solusi lain selain yang disebutkan di atas.

(29)

Sound Crew GKI Maulana Yusuf (Internal Only) |Basic Sound System 29

Referensi

Modul ini tidak lebih dari sekedar rangkuman – beberapa bagiannya juga merupakan terjemahan secara bebas – yang mengacu kepada beberapa referensi. Referensi yang tertulis di bawah ini sangat direkomendasikan demi mendapatkan pengetahuan lebih lengkap dan tepat.

E-book

Houses of Worship – Audio System Guide. A Shure Educational Publication (by Tim Vear)

Video (property of

www.megaswara.com

) *)

Basic Sound System Part 1 (by David Klein). Basic Sound System Part 2 (by David Klein). Basic Sound System Part 3 (by David Klein).

Dasar-dasar Menggunakan Microphone Part 1 (by David Klein). Dasar-dasar Menggunakan Microphone Part 2 (by David Klein). Dasar-dasar Menggunakan Microphone Part 3 (by David Klein).

*) downloadable on YouTube

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini sejalan dengan penelitian Hussain dan Tyagi (2006) yang menunjukkan bahwa plantlet talas yang telah membentuk umbi mikro dapat tumbuh 100% di lapang

Berdasarkan hasil kesimpulan yang diperoleh dari penelitian pengaruh pemberian jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik penderita

(1) Setiap orang untuk memiliki SIPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal yang memuat:6.

Hasil rata-rata pertambahan tinggi semai yang rendah pada perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh air kelapa disebabkan oleh peran zat pengatur tumbuh yang

Hasil analisis dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Motivasi kebutuhan akan rasa aman dalam tindakan menciptakan rasa nyaman dalam dirinya dibuktikan

Skripsi yang berjudul “An Attitude Analysis of English Language Learning: A Case Study of Second-Grade Students of Natural Science Program at SMA 4 Binjai” ini dirancang

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, perlu menetapkan Peraturan

Adapun judul skripsi ini adalah, “Proses Inklusi Sosial Anak Jalanan Dampingan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan ( KKSP ) Medan.” Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah