• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA STRATEGIS

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

TAHUN 2015-2019

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

2014

(2)

KEPALA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

Nomor

: 565/BPKIMI/KEP/12/2014

Tanggal

: 31 Desember 2014

RENCANA STRATEGIS

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2015 - 2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Kondisi Umum

B. Potensi dan Permasalahan

BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI

A. Visi

B. Misi

C. Tujuan

D. Sasaran Strategis

BAB III

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN

A. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian

B. Arah Kebijakan dan Strategi BPKIMI

C. Kerangka Regulasi

D. Kerangka Kelembagaan

BAB IV

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

A. Target Kinerja

B. Kerangka Pendanaan

BAB IV PENUTUP

(3)

KEPUTUSAN

KEPALA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

NOMOR : 565/BPKMI/KEP/12/2014

T E N T A N G

RENCANA STRATEGIS

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN

2015 - 2019

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan

Menteri Perindustrian Nomor 150/M-IND/PER/12/2011 tentang

Pedoman Penyusunan Dokumen Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah di Lingkungan Kementerian Perindustrian, perlu

menetapkan Keputusan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan

Iklim dan Mutu Industri Tahun 2015 – 2019;

Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang

Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta

Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian

Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir

dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014;

2. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/

PER/10/2010

tentang

Organisasi

dan

Tata

Kerja

Kementerian Perindustrian;

3. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 150/M-lND/

PER/12/2011 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen

Akntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan

Kementerian Perindustrian;

M E M U T U S K A N

Menetapkan : Keputusan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim Dan Mutu

Industri Tentang Rencana Strategis Badan Pengkajian Kebijakan

Iklim Dan Mutu Industri Tahun 2015 - 2019.

(4)

1) Rencana Strategis Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu

Industri Tahun 2015 – 2019 yang selanjutnya disebut Renstra

BPKIMI merupakan dokumen perencanaan BPKIMI untuk

periode 5 (lima) tahun terhitung mulai Tahun 2015 sampai

dengan Tahun 2019;

2) Renstra BPKIMI Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak

terpisahkan dari peraturan Kepala Badan ini.

Pasal 2

Renstra BPKIMI Tahun 2015-2019 berisi visi, misi, tujuan,

sasaran strategis, arah kebijakan, strategi, kerangka regulasi,

kerangka kelembagaan, program, kegiatan, indikator kinerja,

target kinerja dan pendanaan yang disusun berdasarkan

Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2015-2019.

Pasal 3

Peraturan Kepala BPKIMI ini mulai berlaku pada tanggal

ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal :

31 Desember 2014

Kepala BPKIMI,

Arryanto Sagala

Tembusan :

1. Para Kepala Satker di Lingkungan BPKIMI;

2. Para Kepala Bagian di Lingkungan Sekretariat BPKIMI; 3. Pertinggal.

(5)

Kata Pengantar i

KATA PENGANTAR

Rencana Strategis (Renstra) Badan Pengkajian Kebijakan Iklim Dan Mutu Industri

(BPKIMI) tahun 2015-2019 disusun untuk memenuhi amanat Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara

Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dimana Pimpinan Kementerian/Lembaga

diamanatkan untuk menyiapkan rancangan rencana strategis Kementerian/Lembaga

sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Arah kebijakan di dalam Renstra BPKIMI mengacu pada Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian,

RPJMN tahun 2015 – 2019, dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun

2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dengan fokus pada peningkatan nilai tambah di

dalam negeri melalui pengelolaan sumber daya industri yang berkelanjutan, serta

peningkatan daya saing dan produktivitas industri nasional.

Dalam rangka menjamin keberhasilan pelaksanaan dan terwujudnya pencapaian

Renstra BPKIMI 2015-2019 maka akan dilakukan evaluasi terhadap Renstra BPKIMI setiap

tahun dengan memperhatikan kebutuhan serta perubahan lingkungan strategis. Bila

diperlukan, Renstra BPKIMI akan disempurnakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku

tanpa mengubah visi dan misi BPKIMI periode 2015-2019.

Renstra BPKIMI 2015-2019 diharapkan mampu meningkatkan keterpaduan,

keteraturan, keterkendalian serta menjadi pedoman dalam perencanaan program dan

kegiatan di seluruh Satuan kerja di lingkungan BPKIMI dalam rangka mencapai kinerja

yang tinggi sebagaimana yang digariskan pada indikator kinerja dari masing-masing unit

kerja di lingkungan BPKIMI.

Jakarta, 31 Desember 2014

Kepala BPKIMI,

(6)

Daftar Isi ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v Bab I. Pendahuluan ... 1

I.1 KONDISI UMUM ... 1

A. PENCAPAIAN PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 – 2014 ... 3

B. PENCAPAIAN PROGRAM PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM, DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010 – 2014 ... 6

I.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN ... 19

A. Potensi ... 20

B. Permasalahan ... 26

BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI ... 36

II.1 VISI BPKIMI ... 36

II.2 MISI BPKIMI ... 36

II.3 TUJUAN BPKIMI ... 37

II.4 SASARAN STRATEGIS BPKIMI ... 38

A. PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN ... 38

B. PERSPEKTIF PROSES INTERNAL ... 38

C. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI ... 39

BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ... 44

III.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN ... 44

A. INDUSTRI PRIORITAS ... 44

B. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI ... 44

C. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI ... 46

III.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPKIMI ... 48

III.3 KERANGKA REGULASI ... 49

(7)

Daftar Isi iii

A. STRUKTUR ORGANISASI BPKIMI ... 51

BAB IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ... 55

IV.1 TARGET KINERJA ... 55

IV.2 KERANGKA PENDANAAN ... 57

BAB V. PENUTUP ... 58

(8)

Daftar Tabel iv

DAFTAR TABEL

Tabel I-1 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Tahun 2010 - 2014 ... 4

Tabel I-2 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Tahun 2010 - 2014 ... 7

Tabel I-3 Perkembangan Impor Produk Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2010 – 2014 ... 8

Tabel I-4 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Kebijakan Iklim Usaha Tahun 2010 - 2014 ... 9

Tabel I-5 Capaian Sasaran Strategis Memfasilitasi Penerapan, Pengembangan, dan Penggunaan Kekayaan Intelektual Tahun 2010 - 2014 ... 12

Tabel I-6 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Standisasi Tahun 2010 - 2014 ... 15

Tabel I-7 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau ... 17

Tabel I-8 Kompetensi Inti Balai Besar ... 21

Tabel I-9 Fokus Baristand Industri ... 21

Tabel I-10 Jumlah SDM BPKIMI ... 22

Tabel I-11 Keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam Indonesia ... 24

Tabel II-2 Sasaran Strategis Dan Kinerja Sasaran Strategis BPKIMI 2015 – 2019 ... 41

Tabel III-1 Sasaran Penambahan Kebutuhan Standardisasi Industri ... 46

Tabel III-2 Sasaran Pengembangan Industri Hijau Tahun 2015 - 2019 ... 47

Tabel III-3 Matriks Kerangka Regulasi Kementerian Perindustrian ... 50

Tabel III-4 Matriks Kerangka Regulasi ... 53

Tabel IV-1 Sasaran dan Indikator Kinerja Program Pengembangan Teknologi, Standardisasi, dan Industri Hijau ... 55

(9)

Daftar Gambar v

DAFTAR GAMBAR

Gambar I-1 Skema Garansi ... 32

Gambar I-2 Skema Penjaminan... 32

Gambar II-1 Peta Strategis Tahun 2015 – 2019 ... 40

(10)

Bab I Pendahuluan 1

BAB I. PENDAHULUAN

I.1

KONDISI UMUM

Pembangunan Indonesia saat ini diarahkan untuk mewujudkan Trisakti, yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Trisakti menjadi basis dalam pembangunan karakter kebangsaan dan landasan kebijakan nasional masa depan yang dirumuskan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas atau Nawa Cita. Kementerian Perindustrian dalam menjalankan tupoksinya harus dapat menjabarkan agenda prioritas mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik pada program-program nyata untuk mencapai kemandirian dalam perekonomian diwujudkan dalam pembangunan demokrasi ekonomi dan peningkatan daya saing.

Dalam Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 pun telah ditetapkan bahwa visi pembangunan

nasional adalah untuk mewujudkan Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil Dan Makmur. Di dalamnya disebutkan bahwa struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor

industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan.

Berdasarkan arah kebijakan pembangunan RPJPN tersebut di atas, maka pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014 ditetapkan visi pembangunan industri nasional yaitu Memantapkan Daya Saing Basis Industri Manufaktur yang Berkelanjutan serta Terbangunnya Pilar Industri Andalan Masa Depan dengan fokus prioritas pembangunan industri pada 3 (tiga) hal sebagai berikut:

1) Fokus Prioritas Penumbuhan Populasi Usaha Industri dengan hasil peningkatan jumlah populasi usaha industri dengan postur yang lebih sehat;

2) Fokus Prioritas Penguatan Struktur Industri dengan hasil yang diharapkan adalah semakin terintegrasinya IKM dalam gugus (cluster) industri, tumbuh dan berkembangnya gugus (cluster) industri demi penguatan daya saing di pasar global;

(11)

Bab I Pendahuluan 2

3) Fokus Prioritas Peningkatan Produktivitas Usaha Industri dengan hasil yang diharapkan dari pelaksanaan fokus ini adalah meningkatnya nilai tambah produk melalui penerapan iptek.

Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan industri tersebut, BPKIMI telah melaksanakan serangkaian program dan kegiatan sebagaimana yang tertuang pada Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian tahun 2010 – 2014. Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri yang telah dilaksanakan BPKIMI selama periode tahun 2010 – 2014 terdiri dari kegiatan sebagai berikut:

1) Kegiatan Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan Standardisasi Industri; (ii) Penerapan standardisasi dan peningkatan mutu produk industri.

2) Kegiatan Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan Iklim Usaha Industri; (ii) Peningkatan Investasi Industri; (ii) Pemodelan dan analisis industri; (iv) Terbangunnya sistem informasi industri yang terintegrasi dan handal.

3) Kegiatan Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: : (i) Penyusunan kebijakan, pedoman, standar dan sistem informasi industri hijau; (ii) Pelaksanaan pilot project pengembangan energi baru terbarukan (EBT), pelatihan teknik produksi bersih dan konservasi energi sektor industri.

4) Kegiatan Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Pengembangan dan penerapan kebijakan teknologi; (ii) Meningkatkan kesipterapan hasil litbang; dan (iii) Peningkatan Peran Pusat Manajemen HKI; (iv) Pembinaan dan Penerapan HKI

5) Kegiatan Penyusunan dan Evaluasi Program Kebijakan Iklim, dan Mutu Industri yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan sarana dan prasarana kelembagaan litbang; dan (ii) Penyediaan sistem informasi kelitbangan; (iii) Peningkatan tertib administrasi dan pengeloaan keuangan; (iv) Perencanaan program/kegiatan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan; (v) Peningkatan kerja sama teknis dalam dan luar negeri.

6) Kegiatan Pelayanan Teknis Sertifikasi Industri yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Pelayanan jasa pelayanan teknis; (ii) Peningkatan kerja sama dengan dunia usaha

7) Penelitian dan Pengembangan Teknologi yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan hasil litbang yang berkualitas; (ii) Peningkatan jumlah kerja sama litbang. 8) Riset dan Standardisasi yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan hasil

(12)

Bab I Pendahuluan 3

Program dan kegiatan tersebut di atas merupakan penjabaran dari program prioritas BPKIMI, kontrak kinerja Kepala BPKMI, dan program prioritas Kementerian Perindustrian. Untuk mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaan program dan kegiatan, di dalam Renstra Kementerian Perindustrian juga telah ditetapkan sasaran-sasaran strategis beserta indikator kinerja utama (IKU) yang bersifat kuantitatif dari masing-masing sasaran strategis.

A. PENCAPAIAN PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 – 2014

Berdasarkan RPJMN tahun 2010 – 2014, Kementerian Perindustrian mendapatkan tugas untuk melaksanakan program-program prioritas nasional sebagai berikut:

1) Prioritas Nasional (PN) 5 yaitu bidang Ketahanan Pangan melalui Program Revitalasi Industri Pupuk dan Industri Gula;

2) Prioritas Nasional (PN) 7 yaitu bidang Iklim Investasi dan Iklim Usaha melalui Program Fasilitasi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK);

3) Prioritas Nasional (PN) 8 yaitu bidang Energi melalui Program Pengembangan Klaster Industri Berbasis Migas, Kondensat;

4) Prioritas Nasional (PN) 13 yaitu bidang Perekonomian Lainnya melalui Program Pengembangan Klaster Industri Berbasis Pertanian, oleochemical.

Selanjutnya, menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 41/M-IND/PER/3/2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon I Kementerian Perindustrian sebagaimana yang telah diubah oleh Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 114/M-IND/PER/12/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/3/2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon I Kementerian Perindustrian, dalam Rencana Strategis Kementerian Perindustrian tahun 2010 – 2014 telah ditetapkan 7(tujuh) sasaran strategis dalam perspektif pemangku kepentingan (stakeholders) adalah :

1. Nilai Tambah Industri

2. Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri 3. Meningkatnya Produktivitas SDM Industri

4. Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri 5. Kuat, Lengkap, dan Dalamnya Struktur Industri

6. Tersebarnya Pembangunan Industri

(13)

Bab I Pendahuluan 4

BPKIMI mendapatkan tugas untuk melaksanakan sasaran strategis pada Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri. Inovasi dimaksud adalah kreativitas untuk menciptakan produk baru sebagai hasil penelitian dan pengembangan teknologi terapan, dan penelitian dari berbagai sektor lainnya. Indikator Kinerja Utama (IKU) dari sasaran strategis ini adalah sebagai berikut:

1) Jumlah hasil penelitian dan pengembangan (litbang) yang siap diterapkan, diukur melalui penghitungan jumlah hasil penelitian dan pengembangan (khusus yang dikerjakan oleh Balai Besar dan Baristand Industri).

2) Jumlah hasil litbang yang telah diimplementasikan, diukur melalui penghitungan jumlah teknologi sebagai hasil penelitian yang sudah diterapkan dan dimanfaatkan industri atau IKM dan telah masuk dalam skala pabrik/manufaktur.

Adapun target dan capaian BPKIMI dalam kurun waktu 2010-2014 adalah :

Tabel I-1 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan 2010 2011 2012 2013 2014

T R T R T R T R T R

Tingginya kemampuan Inovasi dan penguasaan teknologi industri

Jumlah hasil litbang yang siap diterapkan

Hasil litbang

200 157 168 186 194 200 87 96 30 49 Jumlah hasil litbang yang

telah diimplementasikan

Hasil litbang

50 50 50 25 32 33 45 42 10 37

Pada pencapaian jumlah hasil litbang yang siap diterapkan periode tahun 2010 – 2012 mengalami peningkatan realisasi, namun pada tahun 2013-2014 menunjukan penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Walaupun demikian, bila di lihat pada tahun 2010 tidak tercapainya target pada pada tahun tersebut dikarenakan terbatasnya sarana prasarana, kurang tenaga fungsional peneliti muda, dan apabila merujuk pada Permenperin Nomor 41/M-IND/PER/3/2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon I Kementerian Perindustrian yaitu target jumlah Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri Terapan Inovatif sebesar 250 penelitian adalah merupakan jumlah hasil penelitian BPKIMI dan Direktorat Jenderal lainnya. Sehingga pada tahun 2012, atas hal tersebut target untuk IKU ini diturunkan dan mampu mencapai target yang diharapkan. Sedangkan untuk tahun 2013, berhubung terbatasnya alokasi anggaran untuk penelitian di balai litbang Kementerian Perindustrian, maka terjadi penurunan target kembali. Meskipun anggaran kurang namun jumlah hasil penelitian mampu melampaui target yang diharapkan.

Penurunan jumlah litbang yang siap diterapkan pada tahun 2013-2014 ini karena adanya perbedaan penetapan kriteria penelitian yang dianggap siap diterapkan, ketika

(14)

Bab I Pendahuluan 5

dalam penyusunan Renstra penelitian yang siap diterapkan adalah seluruh penelitian yang dilaksanakan pada saat tahun anggaran berjalan, namun pada tahun 2013-2014 agar lebih berorientasi outcome maka yang dimaksudkan dengan Hasil Litbang yang Siap Diterapkan adalah hasil litbang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, telah diuji coba, diakui oleh pihak eksternal, ada hasil nyata yang dapat dilihat pada waktu didiseminasikan. Dengan bertambahnya kriteria penelitian hasil litbang yang siap diterapkan menyebabkan meningkatnya litbang dari segi kualitas, namun menurunnya jumlahnya secara kuantitas.

Sedangkan untuk jumlah hasil litbang yang telah diimplementasikan 2010 – 2014, pada periode tahun 2010-2011 terdapat penurunan realisasi hasil litbang yang telah diimplementasikan, namun dalam periode 2011 – 2013 terjadi peningkatan jumlah realisasi meskipun target tidak terpenuhi, kecuali di tahun 2012 dan tahun 2014 mengalami penurunan kembali. Beberapa faktor yang mendorong capaian hasil litbang yang diimplementasikan, adalah:

1. Beberapa hasil litbang kualitasnya sudah meningkat sesuai dengan kebutuhan industri, sehingga industri/perusahaan tertarik untuk mengaplikasikan litbang tersebut. Untuk lebih meningkatkan kualitas litbang diperlukan dukungan sarana yang memadai; 2. Hasil litbang yang diciptakan sudah mempunyai nilai ekonomis sehingga dapat

dikomersialisasikan;

3. Beberapa hasil litbang masih memerlukan penelitian pengembangan, analisa kelayakan industri, dan kajian teknis bagaimana proses produksi secara massal dilaksanakan di pabrik/perusahaan pendukung;

4. Beberapa hasil litbang telah membuat MoU dalam proses pengembangan penelitian ke tahap berikutnya.

Upaya pengembangan kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri tidak lepas dari upaya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan dukungan sarana prasarana litbang. Tatangan yang dihadapi dalam mengembangkan tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri adalah :

- Keterbatasan sumber daya litbang (SDM, sarana, dan prasarana litbang);

- Masih terbatasnya pemanfaatan hasil litbang di lingkungan masyarakat industri, bila dibandingkan jumlah litbang yang potensial untuk diterapkan. Hal ini antara lain disebabkan oleh banyak pelaku industri yang masih sangat tergantung dengan teknologi dari luar negeri; masih terbatasnya akses terhadap sumber-sumber informasi, teknologi, dan pelayanan litbang teknologi; serta hasil litbang belum dapat menjawab kebutuhan industri dalam menyelesaikan permasalahan yang ada;

(15)

Bab I Pendahuluan 6

- Minimnya hasil litbang yang dapat dimanfaatkan oleh mayarakat industri karena umumnya masih dalam bentuk prototype atau uji coba, sehingga menyebabkan kontribusi litbang terhadap pembangunan ekonomi masih kurang;

- Masih terbatasnya dukungan peralatan laboratorium dari segi kapasitas dan usia peralatan yang rata-rata relatif sudah tua atau rusak. Sementara itu, dalam beberapa kasus terdapat bantuan peralatan baru namun terhambat pada kemampuan operasional teknis atau daya listrik pada satker tertentu;

- Masih kurangnya pelatihan di bidang teknologi yang sesuai dengan kebutuhan satker BPKIMI dalam meningkatkan kompetensi SDM Peneliti di Balai;

- Terbatasnya penyediaan anggaran Litbang karena untuk menyelesaikan program/kegiatan prioritas lainnya.

Tindak lanjut yang dilakukan untuk pengembangan kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri antara lain : lebih realistis dalam penentuan target hasil teknologi; mempertajam fokus litbang lindustri yang berorientasi pada pemetaan kebutuhan usaha; meningkatkan kapasitas dan kapabilitas litbang industri dengan memperkuat SDM, kelembagaan intermediasi, dan sarana litbang; meningkatkan Komersialisasi Hasil Riset Teknologi; dan meningkatkan kompetensi profesional peneliti.

B. PENCAPAIAN PROGRAM PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM, DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010 – 2014

Selain Program Prioritas pada Program Pengkajian Kebijakan Iklim, Dan Mutu Industri seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat hasil capaian kinerja yang telah dilaksanakan dari masing-masing sasaran strategis kegiatan, antara lain sebagai berikut :

1. Berkembangnya Litbang Sektor Industri Di Instansi dan Industri

Indikator kinerja Kerjasama Litbang Instansi dengan Industri peningkatan kemampuan teknologi oleh dunia industri perlu dilakukan dalam upaya membangun industri berbasis ilmu pengetahuan (IPTEK) yang berdaya saing dan menghasilkan inovasi teknologi yang efektif dan efisien sehingga dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap sektor industri. Untuk memperoleh pembelajaran teknologi guna mencari inovasi baik dalam bentuk produk barang maupun jasa perlu melakukan kerjasama litbang Instansi dengan industri.

Kerjasama litbang tersebut meliputi kerja sama dengan industri dan akademisi. Bila dibandingkan dengan capaian kerjasama litbang Instansi dengan industri tahun 2010-2013 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2014 mengalami penurunan.

(16)

Bab I Pendahuluan 7

Tabel I-2 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Utama Satuan

2010 2011 2012 2013 2014

T R T R T R T R T R

Berkembangnya R & D sektor industri di instansi dan industri

Kerjasama R & D instansi dengan industri

kerjasama 16 18 16 54 62 81 60 71 50 62

Penurunan pertumbuhan kerja sama industri disebabkan, antara lain :

- kurang terbangunnya jejaring kerja sama litbang dengan pihak terkait, seperti: Kemenristek, LIPI, Perguruan Tinggi, Litbang Industri,dsb;

- minimnya hasil litbang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat industri karena umumnya masih dalam bentuk prototype atau uji coba;

- dalam penentuan kegiatan litbang belum berorientasi pada kebutuhan pasar/industri; - hasil litbang belum tersosialisakan dengan baik pada masyarakat/industri;

- kerja sama atau kolaborasi litbang antar lembaga litbang pemerintah, Perguruan Tinggi, dan Industri relatif masih rendah jika dibandingkan Negara lain;

- masih kurangnya pelatihan di bidang teknologi yang sesuai dengan kebutuhan satker BPKIMI dalam meningkatkan kompetensi SDM Peneliti di Balai;

Langkah-langkah yang telah dilakukan, antara lain :

- perlu ditingkatkannya lagi usulan program dan kegiatan penelitian Balai Besar dan Baristand Industri agar menghasilkan penelitian yang aplikatif, mempunyai kajian tekno ekonomi, memiliki potensi untuk mendapat pengakuan HKI, termasuk penelitian lebih lanjut yang diprakarsai dan dikerjakan secara bersama-sama oleh Balai Besar Baristand Industri bersama industri/dunia usaha. Diharapkan kerja sama tersebut dapat menghasilkan teknologi di bidang proses/produk/peralatan yang dibiayai bersama atau dibiayai oleh dunia usaha yang sifatnya operasional;

- mempertajam fokus litbang industri yang berorientasi pada pemetaan kebutuhan usaha;

- meningkatkan kapasitas dan kapabilitas litbang industri dengan memperkuat SDM, kelembagaan intermediasi, dan sarana litbang;

- meningkatkan networking (jejaring) dengan lembaga/institusi dalam dan luar negeri serta pelaku industri;

- memperkuat kompetensi inti Balai dan memperkuat peemasaran bersama Balai; - meningkatkan Komersialisasi Hasil Riset Teknologi;

(17)

Bab I Pendahuluan 8

2. Meningkatnya Efektivitas Kebijakan Iklim Usaha

Impor sektor industri pengolahan nonmigas selama periode tahun 2010 – 2014 mencapai US$ 549,53 miliar, atau 76,31 persen dari total impor nasional yang sebesarUS$ 720,1 miliar. Dengan demikian, maka defisit neraca perdagangan sektor industri pengolahan nonmigas selama tahun 2010 – 2014 mencapai -US$ 51,48 miliar, perkembangan impor produk industri pengolahan nonmigas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel I-3 Perkembangan Impor Produk Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2010 – 2014

US$ Juta

No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014* TOTAL

1 Besi Baja, Mesin-Mesin dan Otomotif 43.218,60 52.471,70 62.624,60 54.638,60 20.045,10 232.998,60 2 Elektronika 14.176,20 16.116,60 16.702,50 16.564,50 6.819,60 70.379,40 3 Kimia Dasar 11.431,50 15.413,30 16.077,10 16.387,90 6.959,20 66.269,00

4 Tekstil 5.031,20 6.735,20 6.805,50 7.116,20 3.023,40 28.711,50

5 Makanan dan Minuman 4.514,20 6.851,90 6.158,40 5.801,30 2.376,60 25.702,40 6 Alat-alat listrik 3.142,80 3.769,10 4.190,60 4.124,30 1.498,30 16.725,10 7 Pulp dan Kertas 2.731,80 3.262,60 3.019,90 3.200,60 1.273,90 13.488,80

8 Pupuk 1.509,20 2.707,00 2.918,40 1.941,60 719,4 9.795,60

9 Makanan Ternak 1.871,60 2.220,50 2.799,70 3.044,50 1.159,20 11.095,50 10 Barang-barang kimia lainnya 2.199,30 2.592,30 2.753,60 2.945,70 1.164,60 11.655,50

11 Plastik 0,00 0,00 0,00 0,00 953,6 953,60

12 Pengolahan Tembaga, Timah dll 1.822,10 2.195,10 2.377,40 2.141,40 900,8 9.436,80 13 Pengolahan Aluminium 1.398,20 1.936,60 1.973,10 1.838,90 0,00 7.146,80

TOTAL 12 BESAR INDUSTRI 93.046,70 116.271,90 128.400,80 119.745,50 46.893,70 504.358,60 TOTAL IMPOR INDUSTRI 101.115,40 126.099,50 139.734,10 131.402,90 51.184,90 549.536,80 TOTAL IMPOR NASIONAL 135.663,30 177.435,50 191.670,90 141.101,00 74.241,00 720.111,70 KONTRIBUSI IMPOR IND. NON MIGAS 74,53% 71,07% 72,90% 93,13% 68,94% 76,31%

Sumber : BPS, diolah Kementerian Perindustrian Ket. : * data s.d bulan Mei 2014

Berdasarkan berbagai kondisi makro perekonomian Indonesia diatas, terlihat terjadinya penurunan kontribusi industri non-migas terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian bisa dikatakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan. Berbagai masalah baik yang secara umum menghambat pertumbuhan industri maupun yang secara khusus dihadapi oleh beberapa sektor industri masih perlu dicari solusinya. Dalam rangka menekan laju impor tersebut pemerintah mendorong pengembangan industri subtitusi impor dan mempercepat hilirisasi industri berbasis sumber daya alam.

Selain itu, permasalahan yang dihadapi sektor industri terdiri dari permasalahan internal dan eksternal. Permasalahan internal antara lain, besarnya impor bahan baku/penolong yang menunjukkan masih lemahnya struktur industri nasional, kemampuan penguasaan teknologi yang rendah, produktivitas industri yang masih rendah. Sedangkan permasalahan eksternal adalah terbatasnya infrastruktur, birokrasi yang belum mendukung dunia bisnis, masalah perburuhan, masalah kepastian hukum, suku bunga perbankan yang masih tinggi dan kebijakan pemerintah lainnya yang belum mendukung iklim usaha industri.

Faktor lain yang juga sangat menentukan dalam upaya pengembangan industri, antara lain tersedianya berbagai infrastruktur penunjang dan kebijakan insentif / fasilitas

(18)

Bab I Pendahuluan 9

pengembangan industri. Fasilitas fiskal dan nonfiskal sangat diperlukan industri untuk menarik investasi baik investasi baru ataupun perluasan bagi perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), meningkatkan daya saing industri nasional dan memperkuat serta memperdalam struktur industri nasional. Disamping kriteria tersebut, Fasilitas Nonfiskal dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Perusahaan Industri yang melakukan kegiatan Industri strategis dan kegiatan industri hijau.

Saat ini beberapa bentuk insentif fiskal yang diberikan pemerintah kepada industri dalam negeri adalah: Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP); Pengurangan PPh Badan/Tax Allowance (PP 52/2011); Pembebasan PPh Badan/Tax Holiday (PMK 192/2014 jo PMK 130/2011); dan Pembebasan tarif bea masuk untuk barang dan bahan dalam rangka investasi baru dan/atau perluasan (PMK 176/2009 jo PMK 76/2012).

Adapun Sasaran Strategis yang dilaksanakan selama 5(lima) tahun adalah : Tabel I-4 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Kebijakan Iklim Usaha Tahun 2010 - 2014 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan 2010 2011 2012 2013 2014 T R T R T R T R T R Meningkatnya efektifitas kebijakan iklim usaha Rekomendasi Kebijakan Perpajakan dan Tarif perkomoditi industri

Rekomendasi Kebijakan

30 48 30 48 30 65 30 75 30 35

Rekomendasi Kebijakan Nonfiskal dan Moneter perkomoditi industri

Rekomendasi Kebijakan

3 3 3 3 1 1 4 5 3 5

a. Indikator Kinerja II.1 :Rekomendasi Kebijakan Perpajakan dan Tarif perkomoditi industri

Dalam rangka meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendorong pertumbuhan sektor riil terutama untuk memenuhi penyediaan barang/jasa bagi kebutuhan/ kepentingan umum telah dilaksanakan berbagai koordinasi dengan instansi terkait untuk merumuskan kebijakan yang tepat berupa pemberian fasilitas dalam bentuk insentif fiskal dan nonfiskal. Pemerintah melalui berbagai Kementerian/lembaga telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka pembentukan kebijakan pendukung iklim usaha nasional, baik berupa Insentif (insentif fiskal dan nonfiskal), disinsentif, perlindungan industri dalam negeri, maupun kebijakan lain.

Pada capaian kinerja TA. 2010-2014, sasaran strategis Rekomendasi Kebijakan Perpajakan dan Tarif perkomoditi industri capaiannya melampaui dari target yang telah ditetapkan, hal tersebut menandakan bahwa betapa pentingnya kebijakan terkait perpajakan dan tarif pada sektor industri guna menunjang produktivias dan

(19)

Bab I Pendahuluan 10

kinerja industri nasional, terutama untuk meningkatkan daya saing industri nasional di tingkat internasional.

Pada tahun 2010, terdapat 48(empat puluh delapan) rekomendasi perpajakan dan tarif yang dikeluarkan oleh Pusat PKIUI, rekomendasi tersebut melebihi dari target yang telah ditetapkan yaitu sebanyak 30 rekomendasi, hal tersebut meliputi rekomendasi atas tax allowance dan BMDTP. Demikian juga hal serupa juga terjadi pada tahun 2011. Tahun 2012, terdapat peningkatan yang sangat signifikan pada rekomendasi BMDTP. Peningkatan yang cukup signifikan khususnya pada rekomendasi BMDTP, disebabkan karena terdapat sektor baru yang dimasukan kedalam kelompok industri yang dapat memanfaatkan fasilitas BMDTP, pada umumnya produk yang dapat dimasukan kedalam kelompok industri yang dapat memanfaatkan fasilitas BMDTP adalah sektor industri yang menghasilkan bahan baku bagi komoditi lain atau intermediate goods. Sektor industri yang mendapatkan fasilitas BMDTP antara lain : industri komponen kendaraan bermotor, elektronika, perkapalan, alat besar, turbin, pembuatan alat tulis, serat optik, pembuatan karpet,

smart card, tinta toner, resin sintetis, kemasan plastik, dan alat besar.

Untuk meningkatkan minat investor baru agar berinvestasi di Indonesia pada 5 (lima)sektor industri pionir maka diterbitkanlah PMK 130/2011 yang ditetapkan pada 15 Agustus 2011 tentang pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak pengasilan badan atau yang biasa disebut dengan fasilitas tax holiday. Dengan adanya fasilitas tersebut turut berkontribusi dalam peningkatan jumlah rekomendasi kebijakan yang terjadi pada tahun 2012. Pada tahun 2012 terdapat 2(dua) perusahaan yang mendapatkan fasilitas tersebut, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang Industri Oleokimia dan Industri Petrokimia (Butadiene). Sedangkan, pada tahun 2014 terdapat tambahan 1(satu) perusahaan yang juga bergerak di bidang Industri Oleokimia yang mendapatkan fasilitas tax holiday. Sampai dengan akhir tahun 2014 terdapat 11(sebelas) perusahaan yang telah menyampaikan usulannya untuk mendapatkan fasilitas tax holiday melalui Kementerian Perindustrian, 3(tiga) perusahaan diantaranya telah diputuskan mendapatkan fasilitas tersebut, 6(enam) perusahaan telah diusulkan ke Kementerian Keuangan, 1(satu) perusahaan masih dalam pembahasan internal di Kementerian Perindustrian karena masih ada beberapa kelengkapan yang belum disampaikan, dan 1(satu) perusahaan disepakati tidak diteruskan usulannya ke Kementerian Keuangan karena tidak memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana diatur dalam PMK 130/2011.

(20)

Bab I Pendahuluan 11

b. Indikator Kinerja II.2 : Rekomendasi Kebijakan Nonfiskal dan Moneter per komoditi industri

Capaian Rekomendasi Kebijakan Nonfiskal dan Moneter Sektor Industri tahun 2010-2014 pada umumnya telah mencapai target. Pada TA. 2010 -2011 terdapat 3(tiga) rekomendasi yang dihasilkan, sedangkan TA. 2011 terdapat 1(satu) rekomendasi, TA. 2013 terdapat 5(lima) rekomendasi, dan TA. 2014 5(lima rekomendasi).

Rekomendasi yang dihasilkan, antara lain yang terkait Pengembangan Kawasan Industri; supply chain untuk komoditi tertentu; Perencanaan Kebijakan Daya Saing Produk Industri Melalui Penetapan Tarif Bea Masuk; Petunjuk Pelaksana Pengamanan Objek Vital Nasional Sektor Industri; Rekomendasi kebijakan terkait implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015; Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Bentuk dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Nonfiskal; Rekomendasi untuk rancangan Perpres; Rekomendasi untuk diterbitkannya Peraturan Menteri; Rekomendasi Kebijakan untuk Rancangan Undang-undang, dan rekomendasi lainnya.

3. Meningkatnya penerapan, pengembangan, dan penggunaan Kekayaan Intelektual Terkait dengan hasil penelitian dan pengembangan (litbang), teknologi litbang memerlukan perlindungan hukum yang memadai untuk mendapatkan kepastian perlindungan atas hak kekayaan intelektual pada saat diterapkan di industri. Yang sering menjadi hambatan untuk memperoleh pengakuan atas HKI antara lain disebabkan belum cukup pemahaman tentang paten drafting dan pengurusan paten di lingkungan para peneliti dan perekayasa.

Pencapaian peningkatan inovasi di para peneliti dan perekayasa serta masyarakat industri masih rendah karena kesadaran industri, lembaga Litbang dan Perguruan Tinggi di dalam negeri belum mengetahui dan menyadari tentang konsep HKI yang sebenarnya memiliki nilai ekonomi bagi para penemu dibidang teknologi (paten). Disamping itu, masih banyaknya pelanggaran HKI berupa pelanggaran hak cipta dan pemalsuan hasil karya para peneliti mengakibatkan keinginan para inventor untuk mempatenkan hasil karyanya sangat rendah.

(21)

Bab I Pendahuluan 12

Tabel I-5 Capaian Sasaran Strategis Memfasilitasi Penerapan, Pengembangan, dan Penggunaan Kekayaan Intelektual Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan 2010 2011 2012 2013 2014

T R T R T R T R T R Meningkatnya penerapan, pengembangan dan penggunaan Kekayaan intelektual

Fasilitasi perlindungan HKI Jumlah 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5

Persentase pengaduan pelanggaran HKI yang dapat ditangani

Persentase 60,00 60,00 65,00 65,00 70,00 66,67 75,00 75,00 80,00 70,00

Hasil litbang yang dipatenkan

Jumlah 5 4 5 0 5 3 5 0 5 5

Adapun indikator kinerja yang terkait dengan memfasilitasi penerapan, pengembangan, dan penggunaan kekayaan intelektual antara lain :

a. Indikator Kinerja 3.1 : Fasilitasi perlindungan HKI

Realisasi Hasil Litbang yang didaftarkan pada tahun 2011-2014 sesuai target yang ditetapkan BPKIMI yaitu dari 5 (lima) hasil litbang setiap tahunnya. Bentuk bimbingan dan penerapan HKI pada litbang Balai Besar dan Baristand Industri dilakukan melalui fasilitasi untuk pendaftaran paten kepada Balai Besar dan Baristand.

Hanya tahun 2010 yang realisasi tidak optimal, yaitu 4 (empat) hasil litbang yang telah mengajukan permohonan Paten dari 5 (lima) yang ditargetkan.

Kendala yang dialami untuk meningkatkan pendaftaran paten adalah masih terbatas pengetahuan dan informasi mengenai pentingnya perlindungan produk HKI di Balai Besar dan Baristand Industri, minimnya pengetahuan inventor terhadap penulisan deskripsi aplikasi paten oleh karena itu dengan diadakannya Pelatihan Patent Drafting diharapkan pengetahuan para peneliti mengenai penulisan deskripsi paten meningkat. Untuk Tahun Anggaran 2011-2014, BPKIMI tetap akan memfasilitasi 5(lima) hasil litbang yang berpotensi untuk diajukan menjadi permohonan paten.

b. Indikator Kinerja 3.2 : Persentase Pengaduan Pelanggaran HKI yang Dapat Ditangani TA. 2010-2011 dan 2013 realisasi mencapai target, namun pada TA.2012 dan 2014 persentase pengaduan pelanggaran HKI yang dapat ditangani tidak mencapai target. Kegiatan ini meliputi terfasilitasinya proses penerapan, pengembangan, dan penggunaan kekayaan intelektual dengan indikator persentase pengaduan pelanggaran HKI yang tertangani berdasarkan pengumpulan data dari Biro Hukum dan Kerjasama maupun Direktorat Teknis yang berkaitan langsung dengan industri binaannya.

Pada umumnya, pengaduan pelanggaran HKI banyak terdapat pada Industri besar dimana produk mereka diduplikasi dan diproduksi oleh industri- industri kecil tanpa ijin, dengan harapan melalui produk palsu yang dijual tersebut dapat meningkatkan pendapatan.

(22)

Bab I Pendahuluan 13

Kendala yang dialami untuk dapat merealisasikan indikator ini adalah Kemenperin dalam hal ini hanya bertindak sebagai fasilitasi/advokasi sedangkan kewenangan berada pada instansi lain, seperti: Ditjen HKI, Pengadilan, Polri. Sedangkan, koordinasi penyelesaian permasalahan dengan pihak terkait mengalami banyak hambatan mengingat banyak kasus yang terjadi di seluruh sektor yang harus diselesaikan.

c. Indikator Kinerja 3.3 : Hasil litbang yang dipatenkan

Salah satu indikator dalam mengukur daya saing suatu bangsa menurut World

Competitiveness Report (WCG) adalah inovasi. Dalam bidang inovasi menurut WCG, pada

tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-36 dari 134 negara. Berdasarkan data tahun 2010 dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM, menunjukkan share inventor dalam negeri untuk jumlah aplikasi hak kekayaan intelektual dalam bidang teknologi, hanya 13,5% (untuk paten) dan 26% (untuk desain industri), sedangkan secara Negara menurut World Intellectual Property Organization (WIPO) tahun 2010, share Indonesia dalam jumlah paten di dunia hanya sebesar 0,01%, kalah dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 0,22% atau bahkan China yang mencapai 7,28%.

Sudah selayaknya lembaga litbang dan pendidikan di lingkungan Kementerian Perindustrian melalui para peneliti/inventor berkontribusi besar dan nyata melalui aplikasi teknologi yang dapat memberi solusi pada permasalahan bangsa dan masyarakat. Namun, kenyataannya sebagian dari riset yang selama ini dilakukan pada umumnya belum berorientasikan paten. Hampir semuanya hanya berujung kepada laporan penelitian tanpa adanya tindak lanjut. Padahal penemuan produk yang sifatnya potensial akan dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh industri sehingga dapat diserap oleh pasar.

Kendala Tahun 2010-2014 karena kewenangan penetapan paten adalah Kemenhunkam dan proses penetapan paten butuh waktu panjang; pengusulan paten/investor kurang memahami ketentuan usulan paten; beberapa usulan paten tidak memenuhi kualifikasi yang ditetapkan.

Menyikapi kondisi tersebut, maka diperlukan strategi dalam mempercepat inovasi di dalam negeri, salah satunya dengan memanfaatkan data informasi paten dari dalam maupun luar negeri sebagai basis penelusuran data dalam memodifikasi dan mengembangkan invensi-invensi baru oleh para peneliti atau inventor dalam negeri.

Tindak lanjut untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan diadakannya Pelatihan Patent Drafting yang diharapkan pengetahuan para peneliti mengenai penulisan deskripsi paten meningkat.

(23)

Bab I Pendahuluan 14

4. Meningkatnya Peran Standardisasi

Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, memelihara, memberlakukan, dan mengawasi standar bidang industri yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Hingga saat ini, SNI bidang industri memiliki SNI terbanyak dari seluruh SNI secara nasional. Perumusan SNI dilakukan oleh Komite Teknis/Sub Komite Teknis di lingkungan Kementerian Perindustrian yang mencakup berbagai produk/komoditi. Setiap tahun Komite Teknis/Sub Komite Teknis membuat Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) yang disesuaikan dengan kebutuhan industri maupun kebutuhan pasar.

Untuk kepentingan keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan dan tumbuhan; pelestarian fungsi lingkungan hidup; persaingan usaha yang sehat; peningkatan daya saing; dan/atau peningkatan efisiensi dan kinerja industri, maka pemerintah dapat memberlakukan SNI secara wajib.

Sampai saat ini telah diberlakukan 98(sembilan puluh delapan)SNI bidang industri secara wajib yang meliputi komoditi agro, makanan, minuman, kimia, logam, tekstil dan aneka, permesinan, alat transportasi darat, elektronika. Dalam rangka menindaklanjuti kerjasama perdagangan secara internasional (WTO) maka Indonesia juga harus mengikuti aturan yang berlaku terkait bidang standardisasi misalnya seperti melakukan notifikasi jika Indonesia akan memberlakukan SNI secara wajib sesuai dengan mekanisme Technical

Barriers to Trade (TBT) – WTO. Selain itu, dalam kerjasama regional seperti ASEAN, standar

juga telah menjadi perhatian utama dengan dibentuknya ASEAN Consultative Committee on

Standards and Quality (ACCSQ). Dari data yang ada dengan diberlakukannya SNI secara

wajib, dapat dilihat dampak secara ekonomi di mana terjadi penurunan nilai impor terhadap produk yang SNI-nya diberlakukan secara wajib.

Dalam pelaksanaan regulasi teknis, banyak negara melakukan tehnik-tehnik yang secara tidak langsung mempersulit pelaku usaha untuk memasukkan produknya ke negara tersebut. Sebagai contoh, Uni Eropa dengan notified body, setiap produk yang tertuang dalam regulasi teknis di Uni Eropa harus dilakukan pengujian dan sertifikasi di lembaga yang terdaftar dalam notified body tersebut. Hal serupa dilakukan pula di US, Jepang, China, India dan negara lainnya.

Mengingat standar saat ini digunakan sebagai barrier didalam mekanisme perdagangan, maka untuk mengatasi keberagaman skema sertifikasi, ditetapkanlah ISO 17067:2013 (Conformity Assesment – Fundamentals of Product Certification and Guidelines for

Product Certification Scheme) mengenai skema sertifikasi yang memperkenankan regulator

untuk menyusun skema sertifikasi terkait dengan standar yang ditetapkan menjadi regulasi teknis.

(24)

Bab I Pendahuluan 15

Dalam pelaksanaan penerapan SNI/ST secara wajib bidang industri, Menteri Perindustrian menunjuk LPK (LSPro dan Laboratorium Uji) yang diperkenankan untuk memproses SPPT SNI/ST yang tentunya telah dilakukan evaluasi baik secara administrasi maupun kompetensi oleh BPPI cq. BPKIMI sesuai prosedur kerja yang telah ditetapkan melalui Peraturan Ka. BPPI Nomor 422 Tahun 2010 tentang Penunjukan, Pengawasan, dan Pelaporan Kinerja Lembaga Penilaian Kesesuaian. Skema sertifikasi yang nantinya telah dirumuskan oleh regulator menjadi bagian dari penilaian kelayakan penunjukan LPK.

Tabel I-6 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Standisasi Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator

Kinerja Utama Satuan

2010 2011 2012 2013 2014 T R T R T R T R T R Meningkatnya Peran Standisasi Rancangan SNI yang Diusulkan Jumlah 100 96 100 134 100 106 150 92 100 132 Permen SNI wajib Jumlah 5 2 5 7 5 43 5 34 5 32

a. Indikator Kinerja 4.1 : Rancangan SNI yang Diusulkan

Selama TA. 2010-2014 jumlah RSNI yang ditargetkan adalah 500 RSNI dan yang dapat terealisasi sebesar 560(lima ratus enanm puluh) RSNI. Pada tahun 2014 telah disusun 132 (seratus tiga puluh dua) RSNI untuk kelompok industri : permesinan; karet; selang karet; pulp; kertas; kendaraan bermotor; tekstil; metoda uji; makanan; baja; lampu pijar; sel dan baterai sekunder; peralatan listrik. Setiap tahun pada umumnya realisasi melebihi target, kecuali pada TA. 2010 dan 2013.

Adapun kendala-kendala yang sering dihadapi adalah proses perumusan SNI dilakukan oleh Panitia Teknis yang ada di Direktorat, dalam proses tersebut sering terjadi rapat teknis/rapat konsensus yang menumpuk di akhir tahun, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam pengalokasian sumber daya manusia dan waktu untuk penyelenggaraan rapat teknis/rapat konsensus yang efektif. Selain itu rendahnya pastisipasi anggota Panitia Teknis (PT)/Sub Panitia Teknis (SPT) sehingga tidak memenuhi kuorum yaitu 2/3 dari jumlah semua anggota, hal ini dapat menyebabkan tidak tercapainya konsensus sehingga rapat konsensus harus diulang kembali.

b. Indikator Kinerja 4.2 : Permen SNI wajib

Hingga tahun 2014 Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Permenperin untuk penetapan 98(sembilan puluh delapan) SNI wajib. Indikator Permen SNI wajib yang dihasilkan dalam hal ini adalah Peraturan Menteri Perindustrian tentang Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) dalam rangka pemberlakuan dan pengawasan SNI secara wajib. Ketika suatu SNI diberlakukan secara wajib, maka diperlukan LPK yang terdiri dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan

(25)

Bab I Pendahuluan 16

Laboratorium uji yang cukup dan mampu untuk melakukan kegiatan penilaian kesesuaian terhadap SNI tersebut.

Selama lima tahun terakhir, jumlah Permen yang ditargetkan sebanyak 25 (dua puluh lima) Permen dan dapat direalisasikan realisasi sebesar 118(seratus delapan belas) Permen. Pada tahun 2010, jumlah Permen yang dihasilkan tidak mencapai target karena terdapat 58(lima puluh delapan) produk industri yang SNI-nya diberlakukan secara wajib disatukan menjadi 1 Permen Penunjukan LPK yaitu Permenperin nomor 109/M-IND/PER/10/2010 tentang Penunjukan LPK dalam rangka Pemberlakuan dan Pengawasan SNI atas 58(lima puluh delapan) produk industri secara wajib. Pada tahun berikutnya, terjadi perubahan indikator, Permen yang dihasilkan merupakan representasi dari setiap SNI produk industri secara wajib.

5. Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau

Dalam beberapa dekade terakhir, aktivitas produksi di Indonesia kurang memperhatikan efektivitas penggunaan Sumber Daya alam(SDA) sehingga terjadi degradasi kualitas lingkungan sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak efisien dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri. Apalagi dengan kondisi semakin terbatasnya sumber daya alam terutama SDA yang tidak terbarukan, krisis energi dan menurunnya daya dukung lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka tuntutan untuk mendukung beralihnya sektor industri nasional dari Business as Usual (BAU) menjadi industri yang berwawasan lingkungan telah menjadi isu penting dan mutlak untuk segera dilaksanakan guna tercapainya efisiensi produksi serta menghasilkan produk yang ramah lingkungan, yaitu melalui pengembangan industri hijau.

Terkait hal tersebut, saat ini Kementerian Perindustrian sedang berupaya mengembangkan industri hijau. Salah satu bentuk keseriusan tersebut adalah dengan menetapkan industri hijau sebagai salah satu tujuan pembangunan industri sebagaimana telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Industri Hijau saat ini telah menjadi icon yang harus dipahami dan dilaksanakan industri nasional. Industri Hijau dapat didefinisikan sebagai industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Secara umum Industri Hijau memiliki karakteristik sebagai berikut : menggunakan bahan kimia yang ramah lingkungan menerapkan Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery pada proses produksi; menggunakan intensitas energi yang rendah, menggunakan intensitas air yang

(26)

Bab I Pendahuluan 17

rendah, menggunakan SDM yang kompeten, melakukan minimisasi limbah dan, menggunakan teknologi rendah karbon.

Capaian Sasaran Strategis kegiatan meningkatkan Pengembangan Industri Hijau, dapat dilihat pada table berikut :

Tabel I-7 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Utama Satuan 2010 2011 2012 2013 2014 T R T R T R T R T R Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau Kebijakan yang mendukung pengembangan industri hijau Jumlah 1 1 1 1 1 5 2 4 5 9 Industri yang menerapkan industri hijau Jumlah 68 68 68 35 35 53 53 74 60 113

a. Indikator Kinerja 5.1 : Kebijakan yang mendukung pengembangan industri hijau Transformasi industri nasional menuju Industri Hijau haruslah ditunjang dengan pembangunan infrastruktur yang memadai dan juga pemberian fasilitas pendukungnya. Beberapa infrastruktur dan fasilitas yang dibutuhkan antara lain: Standar Industri Hijau, pedoman terkait industri hijau, insentif, sumber daya manusia, dan sistem informasi. Sejak tahun 2011, Kemenperin telah menyusun 5 (lima) draft Standar Industri Hijau yaitu untuk komoditi Ubin Keramik Berglazir, Tekstil (untuk proses Printing, Dying dan Finishing), Peleburan Billet Baja, Pulp, dan Semen. Pada tahun 2014, Kemenperin telah menyusun draft awal Standar Industri Hijau untuk komoditi baterai kering, Lampu Hemat nergi (LHE) dan Susu Bubuk. Untuk mensertifikasi pemenuhan terhadap Standar Industri Hijau, perlu dibentuk Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH). Sebagai kelengkapan perangkat LSIH, Kementerian Perindustrian telah menyusun Pedoman Umum Pembentukan LSIH, Standar Kompetensi Auditor Industri Hijau, dan Standard Operation Procedure (SOP) Sertifikasi Industri Hijau.

Selain merumuskan kebijakan pendukung dan pedoman-pedoman teknis, Kementerian Perindustrian juga mendukung upaya peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia di Sektor Industri melalui kegiatan-kegiatan penambahan kapasitas antara lain seperti Pelatihan tentang Energy Management System ISO 50001 dan

National Expert untuk Industri Pulp & Kertas, Tekstil, Kimia, dan Makanan & Minuman

dan Bimbingan Teknis Pengurangan emisi GRK di Sektor Industri.

Untuk lebih merangsang perusahaan industri dalam menerapkan prinsip Industri Hijau, Kementerian Perindustrian juga telah menyusun rekomendasi kebijakan terkait pemberian insentif baik fiskal maupun nonfiskal. Kebijakan pemberian insentif tersebut bersifat multistakeholder dan melibatkan Bank Indonesia,

(27)

Bab I Pendahuluan 18

Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian PPN/Bappenas dan stakeholder terkait lainnya.

Pada Indikator ini realisasi Kebijakan yang mendukung pengembangan industri hijau, antara lain:

1) Standard Industri Hijau (SIH)

SIH merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan dan penerapan industri hijau. SIH memuat spesifikasi teknis dan manajemen pengusahaan, seperti efisiensi dan efektivitas penggunaan bahan baku, bahan penolong, energi dan air; optimasi kinerja proses produksi; produk yang ramah lingkungan, dan lain-lain. SIH disusun dan dirumuskan menurut kelompok/komoditi industri.

2) Lembaga Sertifikasi Industri Hijau

Untuk mendukung penerapan SIH, akan dibentuk LSIH yang bertugas melakukan pemeriksaan dan penilaian pemenuhan SIH oleh industri. LSIH adalah suatu lembaga penyelenggara penilai standar industri hijau yang dibentuk oleh Kementerian Perindustrian yang memiliki organisasi dan pengelolaan secara mandiri untuk melaksanakan penilaian dan sertifikasi industri hijau. LSIH merupakan lembaga yang terakreditasi yang ditunjuk oleh Menteri untuk melakukan sertifikasi industri hijau.

3) Insentif Industri Hijau

Pemerintah perlu memberikan insentif sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pelaku industri dalam upayanya menerapkan industri hijau, sehingga perlu dilakukan identifikasi kebutuhan insentif yang sesuai dengan karakteristik masing-masing industri, sehingga dapat dirumuskan kebutuhan insentif yang tepat. Amanat atau ruang bagi pemerintah untuk memberikan insentif bagi pengembangan industri hijau telah dijabarkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. UU ini menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintahan Daerah memberikan fasilitas yang diperlukan dalam pembangunan dan pengembangan industri diantaranya industri yang: (1) menjaga kelestarian lingkungan hidup; dan (2) mewujudkan industri hijau.

b. Indikator Kinerja 5.2 : Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau Penghargaan industri hijau merupakan salah satu bentuk insentif nonfiskal dan sarana awal dalam rangka sosialisasi prinsip-prinsip industri hijau. Aspek-aspek penilaian yang digunakan dalam Penghargaan Industri Hijau merupakan adopsi dari ruang lingkup Standar Industri Hijau yang diatur secara legal dan telah dicantumkan

(28)

Bab I Pendahuluan 19

pula dalam Undang-undang nomor 3 tentang Perindustrian Pasal 79 ayat (2). Standar Industri Hijau paling sedikit memuat ketentuan mengenai bahan baku, bahan penolong, dan energi; proses produksi; produk; manajemen pengusahaan; dan pengelolaan limbah.

Selama lima tahun penyelenggaraannya, terjadi peningkatan jumlah peserta yang juga diiringi dengan peningkatan jumlah perusahaan dan jumlah sektor industri yang mendapatkan Penghargaan Industri Hijau. Peningkatan jumlah peserta menunjukkan bahwa sosialisasi yang telah dilakukan di tingkat daerah berjalan dengan baik. Peningkatan jumlah penerima penghargaan juga mengindikasikan bahwa pembinaan yang dilakukan terhadap perusahaan industri telah mampu mentranformasi pola pikir perusahaan industri dari Business as Usual menjadi Industri Hijau.

Adapun permasalahan dan kendala yang dialami dalam meningkatkan Industri yang Menerapkan Industri Hijau, adalah sebagai berikut :

1. Belum tersosialisasi dan dipahaminya konsep Industri Hijau dengan baik oleh semua unit internal di Kementerian Perindustrian ;

2. Masih terbatasnya sosialisasi yang dilakukan terkait penghargaan industri hijau dan penyusunan Standar Industri Hijau;

3. Masih terbatasnya jumlah industri yang ikut dalam penganugerahan industri hijau tahun 2013, terutama untuk industri kecil dan menengah;

4. Beberapa kriteria dan indikator Pedoman Penilaian Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau kurang jelas dan detil, sehingga dapat menyebabkan Tim Teknis multitafsir dalam menterjemahkannya pada saat penilaian;

5. Penerapan Standar Industri Hijau masih menunggu kelengkapan infrastruktur pendukung seperti Lembaga Sertifikasi, Auditor Industri Hijau dan kebijakan terkait lainnya;

6. Terbatasnya anggaran salah satu penyebab lambatnya penyiapan infrastruktur pendukung untuk penerapan Standar Industri Hijau.

I.2

POTENSI DAN PERMASALAHAN

Berikut ini hasil identifikasi potensi dan permasalahan serta tindak lanjut yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan dan memanfaatkan potensi yang ada dalam rangka mewujudkan visi BPKIMI tahun 2015 – 2019:

(29)

Bab I Pendahuluan 20

A. Potensi

1. Kelembagaan

Jika dilihat dari aspek kelembagaan, BPKIMI dapat dikatakan cukup memadai dalam melaksanakan tupoksi dan pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Aspek kelembagaan ini menjadi suatu potensi yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan untuk memperkuat perannya sebagai pusat rujukan kebijakan industri baik secara nasional maupun internasional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No.105/M-IND/PER/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) terdiri atas 5 (lima) unit setingkat eselon II di pusat, 11 (sebelas) Balai Besar dan 11 (sebelas) Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia.

BPKIMI mempunyai peran yang sangat vital dalam upaya pengembangan industri nasional, melalui kebijakan-kebijakan pengembangan industri. Hal ini didukung oleh pusat-pusat yang mencakup semua aspek keindustrian, yaitu :

 Pusat Standardisasi berperan dalam perumusan, penyiapan penerapan, pengembangan, dan kerja sama di bidang standardisasi industri;

 Pusat Pengkajian Kebijakan Dan Iklim Usaha Industri berperan dalam pengkajian dan perumusan kebijakan iklim usaha industri yang mencakup fasilitas (insentif fiskal dan nonfiskal), kebijakan-kebijakan sektor industri, juga aspek perpajakan dan tarif;

 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup berperan dalam pengkajian dan perumusan kebijakan terkait industri hijau dan lingkungan hidup;

 Pusat Pengkajian Teknologi dan HKI yang berperan dalam pengkajian dan perumusan terkait teknologi industri dan hak kekayaan intelektual.

Di samping pusat-pusat tersebut, 11 unit Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) mempunyai peranan yang penting sebagai unit pelayanan teknis dan perwakilan Kementerian Perindustrian di daerah. Beberapa Balai Besar dan Baristand ada yang telah memiliki status Badan Layanan Umum (BLU). Dengan berstatus BLU, Balai-Balai tersebut dapat secara cepat memberikan pelayanan teknis kepada masyarakat dan mengelola aset dan keuangannya secara optimal. Masing-masing unit tersebut memiliki kompetensi masing-masing seperti tercantum pada Tabel 1.8.

(30)

Bab I Pendahuluan 21

Tabel I-8 Kompetensi Inti Balai Besar

Balai Besar Kompetensi Inti

1. Tekstil (BBT), Bandung Desain Struktur dan Permukaan Tekstil 2. Bahan dan Barang Teknik (B4T),

Bandung

Quality Assurance untuk teknologi pengelasan

bawah air, instrumentasi virtual & material teknik/maju berbasis polimer

3. Logam dan Mesin (BBLM), Bandung

Desain Proses dan Produk engineering (fokus: peralatan energi dan tooling)

4. Keramik (BBK), Bandung Material Engineering for Electric & Structural Ceramic

5. Pulp dan Kertas (BBPK), Bandung Bioengineering untuk pulp dan kertas

6. Industri Agro (BBIA), Bogor Komponen aktif bahan alami komoditas agro 7. Kimia dan Kemasan (BBKK),

Jakarta

Fine Chemical & Degradable Packaging Design

8. Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI), Semarang

Teknologi terapan untuk pengendalian buangan industri

9. Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP), Yogyakarta

Desain bahan dan konstruksi sepatu 10. Kerajinan dan Batik (BBKB),

Yogyakarta

Desain dan bahan baku baru untuk produk-produk kerajinan dan batik

11. Industri Hasil Perkebunan (BBIHP), Makassar

Proses produksi dan teknologi terapan untuk pengolahan kakao

Fokus Baristand Industri yang berada di bawah pembinaan BPKIMI dapat dilihat pada Tabel 1.9.

Tabel I-9 Fokus Baristand Industri

Baristand Fokus

1. Aceh Rempah dan minyak atsiri 2. Medan Mesin dan peralatan pabrik 3. Padang Makanan tradisional 4. Palembang Karet komponen teknis 5. Lampung Tepung industri agro

6. Surabaya Mesin listrik & peralatan listrik

7. Banjarbaru Teknologi pengolahan kayu, rotan, dan bambu 8. Samarinda Hasil perikanan dan perkebunan

9. Pontianak Bahan baku kosmetik alami dan pangan semi basah

10. Manado Teknologi pengolahan palma 11. Ambon Teknologi pengolahan hasil laut

Selain itu, terdapat Lembaga Sertifikasi dan laboratorium yang diakreditasi KAN serta lembaga diklat sebagai lembaga pendukung dalam pengembangan industri nasional. Adanya lembaga-lembaga tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas produk industri dan juga SDM industri.

2. Sumber Daya Manusia (SDM)

Dalam rangka mewujudkan industri yang berdaya saing dan inovatif yang berbasis Riset dan Teknologi, mutlak diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal, berkualitas dan kompeten sebagai aset strategis. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

(31)

Bab I Pendahuluan 22

BPKIMI memiliki 28 unit kerja yang terdiri dari 5 (lima) Unit di Pusat, 11 (sebelas) Balai Besar dan 11 (sebelas) Balai Riset dan Standardisasi dan 1 (satu) Balai Sertifikasi Industri yang tersebar di berbagai propinsi dengan dukungan SDM berjumlah 2.426 orang pegawai, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel I-10 Jumlah SDM BPKIMI

NO UNIT KERJA JUMLAH

I PUSAT

1 Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri 1

2 Sekretariat 60

3 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup 29 4 Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri 28 5 Pusat Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual 31

6 Pusat Standardisasi 38

JUMLAH 187

II BALAI BESAR

1 Balai Besar Kimia dan Kemasan 155

2 Balai Besar Industri Agro 163

3 Balai Besar Bahan dan Barang Teknik 157

4 Balai Besar Keramik 122

5 Balai Besar Logam dan Mesin 146

6 Balai Besar Pulp dan Kertas 109

7 Balai Besar Tekstil 119

8 Balai Besar Kerajinan dan Batik 153

9 Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik 149

10 Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri 118

11 Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 90

JUMLAH 1481

III BARISTAND INDUSTRI

1 Baristand Industri Aceh 62

2 Baristand Industri Medan 101

3 Baristand Industri Padang 54

4 Baristand Industri Palembang 72

5 Baristand Industri Lampung 49

6 Baristand Industri Surabaya 87

7 Baristand Industri Banjarbaru 69

8 Baristand Industri Pontianak 53

9 Baristand Industri Samarinda 52

10 Baristand Industri Manado 72

11 Baristand Industri Ambon 69

JUMLAH 740

1 Balai Sertifikasi Industri 18

TOTAL 2426

Untuk mendukung pelaksanaan litbang yang kreatif dan inovatif memerlukan SDM yang berpendidikan formal minimal strata dua (S-2). Saat ini SDM litbang industri terdiri dari 711 orang (29,3 %) memiliki latar belakang pendidikan SLTA dan hanya sebanyak 380 orang (15,66 %) memiliki tingkat pendidikan formal master atau S-2 dan 32 orang (1,3 %) memiliki tingkat pendidikan formal doktor atau S-3.

3. Jejaring Kerja

Di bidang litbang, telah dibangun berbagai kerja sama litbang yang melibatkan unsur

Academic, Bussiness, dan Government (ABG). Beberapa di antaranya adalah kerja sama

litbang dengan beberapa perguruan tinggi/institusi litbang baik di lingkungan Kementerian maupun Non-Kementerian

(32)

Bab I Pendahuluan 23

4. Tersedianya infrastruktur teknologi yang beragam di berbagai lembaga litbang dan industri

Secara umum, Infrastruktur teknologi di Indonesia tersebar di berbagai lembaga yang melakukan kegiatan litbang dan berkaitan dengan mutu serta standardisasi produk, yaitu lembaga/institusi litbang Kementerian dan Non Kementerian maupun institusi litbang swasta, perguruan tinggi, serta balitbang daerah. Sebagian besar instrumen penelitian berada di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Infrastruktur litbang di lingkungan Balai Litbang Kementerian Perindustrian meliputi:

1) Sarana dan prasarana laboratorium yang mencakup: laboratorium proses, laboratorium material, laboratorium uji, laboratorium kalibrasi;

2) Sarana dan prasarana perbengkelan dan Rancang Bangun dan Perekayasaan Industri (RBPI);

3) Sarana dan Prasarana difusi alih teknologi, antara lain pilot plant, pusat inovasi, inkubator teknologi; dan

4) Sarana publikasi, antara lain: jurnal dan majalah ilmiah yang terakreditasi

.

5. Ketersediaan SDA yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri

Indonesia adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus dapat dikelola seoptimal mungkin, dengan meningkatkan industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi dan mengurangi ekspor bahan mentah.

Sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di dunia), kakao (produsen terbesar ke-dua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di dunia), nikel (cadangan terbesar ke empat di dunia), dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh di dunia) serta komoditas unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet, dan perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat besar seperti misalnya batubara, panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan transportasi, dan makanan-minuman.

Gambar

Tabel I-1 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri  Tahun  2010 - 2014
Tabel I-3 Perkembangan Impor Produk Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2010 – 2014
Tabel I-4 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Kebijakan Iklim Usaha Tahun 2010 - 2014  Sasaran  Strategis  Indikator Kinerja Utama  Satuan  2010  2011  2012  2013  2014  T  R  T  R  T  R  T  R  T  R  Meningkatnya  efektifitas  kebijakan ikli
Tabel I-6 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Standisasi Tahun 2010 - 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arah kebijakan dari Rencana Strategis tahun 2015 – 2019 merupakan dasar pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan seluruh unit kerja di lingkungan Politeknik

Sejalan dengan visi Kementerian Luar Negeri tahun 2020-2024 yakni “Memimpin Diplomasi yang Aktif dan Efektif untuk Mewujudkan Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri,

Pemerintah kota bukan pemilik tanah negara, karena tidak dapat menunjukkan bukti legal dalam persidangan sehingga warga pemegang surat hijau menurut hukum tidak ada

Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada

Kosakata Islam dapat dilihat dari suasana bulan ramadhan yang terdapat pada gambar Damar Kurung, sedangkan Damar Kurung dikatakan sebagai budaya lokal karena merupakan

Pada bulan Mei hingga Juni 2014 penulis melaksanakan penelitian skripsi di sungai belumai kabupaten Deli Serdang dengan judul “Studi Morfometrik dan Meristik Ikan Lemeduk di

Ketika diaktivasi dalam tanggap pada kedaruratan, pengkaji radiologi akan mengevaluasi bahaya radiologi atau resiko yang berhubungan dengan hilangnya atau penemuan sumber

Retribusi Izin Gangguan adalah Retribusi yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau Badan