• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK USIA 0 3 TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK USIA 0 3 TAHUN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK USIA 0 – 3 TAHUN

MATEMATICS LEARNING FOR 0 – 3 YEARS OLD CHILDREN

Christine Wulandari dan Sawitri Komarayanti FKIP, Universitas Muhammadiyah Jember

E-mail: christine.wulandari@unmuhjember.ac.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan model pembelajaran matematika pada anak usia 0–3 tahun. (2) mengetahui respon orang tua terhadap pembelajaran matematika pada anak usia 0 – 3 tahun. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ini di Posyandu Jeruk 01 Dusun Semboro Lor, Desa Semboro, Kec Semboro, Kabupaten Jember. Teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, dokumentasi dan metode tes. Analis data meliputi tahapan reduksi data, (b) penyajian data, dan (c) penarikan kesimpulan serta verifikasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) pembelajaran matematika pada anak usia 0–3 tahun dapat dilakukan pada rutinitas orang tua dengan anaknya, dengan bermain dan bernyanyi. Dengan demikian pembelajaran tidak terkesan memaksa anak untuk belajar matematika. Belajar dengan permainan akan menanamkan konsep matematika dalam jangka waktu yang panjang sehingga dapat digunakan atau diingat samapi anak duduk di bangku sekolah. (2) orang tua sangat tertarik dengan pembelajaran matematika pada anak usia 0–3 tahun. Orang tua baru menyadari bahwa rutinitas yang dilakukan dengan anaknya merupakan pembelajaran yang menanamkan konsep matematika.

Kata-kata kunci : pembelajaran matematika, anak usia 0–3 tahun, orang tua ABSTRACT

The purpose of this study was (1) describe the mathematical model of learning in children aged 0-3 years. (2) study the response of parents to the learning of mathematics in children aged 0-3 years. This research method using the approach taken in this study is a qualitative approach. The location of this research in IHC Orange 01 Hamlet Semboro Lor, Semboro Village, District Semboro, Jember. Data collection techniques with interview, documentation and test methods. Data analyst covering the stages of data reduction, (b) the presentation of the data, and (c) conclusion and verification.

The results showed that (1) the learning of mathematics in children aged 0-3 years can be done in a routine of parents with children, playing and singing. Thus, learning does not seem to force children to learn math. Learning the game will embed math concepts in a long period of time so that it can be used or remembered till the child attending school. (2) parents are very interested in learning mathematics in children aged 0-3 years. New parents realize that the routine is done with his son is learning embed math concepts. Keywords: learning mathematics, children aged 0-3 years, parents

(2)

PENDAHULUAN

Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem pendidikan diseluruh dunia. Pentingnya pembelajaran matematika tidak lepas dari peranannya dalam segala jenis kehidupan. Banyaknya persoalan dalam kehidupan yang memerlukan kemampuan matematika, misalnya kemampuan mengukur yang mengarah pada geometri dan kemampuan menghitung yang mengarah pada aritmatika. Aritmatika dangeometri merupakan pondasi atau dasar dari matematika (Depdiknas, 2004)

Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit, menyeramkan dan membebani, sehingga banyak orang yang tidak menyukai matematika. Pada dasarnya matematika mempunyai peluang yang sangat besar untuk dipahami, karena sejak bayi manusi sudah bergelimangan benda-benda geometri (Kahfi, 2004). Anak-anak sudah mengenal bentuk-bentuk geometri melalui benda-benda yang berada dilingkungannya, misalnya bola, kotak, roda dan sebagainya.

Matematika merupakan mata pelajaran yang sering membuat takut anak. Anak sering kali merasa kesulitan dalam belajar matematika. Kesulitan tersebut disebabkan karena anak sering menghafal konsep matematika, padahal konsep matematika tidak perlu di hafal tetapi harus dipahani oleh anak. Sulitnya menghitung hingga menghafal tak jarang membuat anak menyerah dan benci matematika karena tak bisa. Belajar matematika bisa dilakukan sambil bermain bersama ibu sehingga anak akan senang dengan pelajaran matematika.

Pada dasarnya matematika dapat diajarkan kepada anak sejak anak usia dini bahkan usia bayi. Bersamaan mulai berfungsinya mata seorang bayi yang normal, proses pengajaran matematika sesungguhnya sedang berlangsung, karena apa yang dilihatnya jelas berkaitan dengan batasan-batasan benda yang akhirnya pada pengukuran dan satuan.

Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, sosial, moral. Menurut Tim (MKPBM. 2004) bahwa hakikat anak usia dini adalah (1) anak bersifat unik, (2) anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan, (3) anak bersifat aktif dan enerjik, (4) anak tersebut egosentris, (5) anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banak hal, (6) anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang, (7) anak umumnya kaya akan fantasi, (8) anak masih sudah frustasi, (9) anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak, (10) anak memiliki daya perhatian yang pendek, (11) masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial, (12) anak semakin menunjukkan minat terhadap teman. Usia dini merupakan masa emas, masa ketika anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak paling peka dan potensial untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Hal ini dapat kita lihat dari anak sering bertanya tentang apa yang mereka lihat. Apabila pertanyaan anak belum terjawab, maka mereka akan terus bertanya sampai anak mengetahui maksudnya. Di samping itu, setiap anak memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berasal dari faktor genetik atau bisa juga dari faktor lingkungan. Faktor genetik misalnya dalam hal kecerdasan anak, sedangkan faktor lingkungan bisa dalam hal gaya belajar anak.

Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Perkembangan setiap anak tidak sama karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda. Oleh karena itu orang tua harus memahami perkembangan anak sehingga tidak salah dalam mengarahkan anak dalam

(3)

memahami matematika. Makanan yang bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Sehingga orang tua harus selalu menstimulus anak agar anak selalu termotifasi dalam belajar. Apabila anak diberikan stimulasi secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas perkembangannya dengan baik.

Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung senang bermain pada saat yang bersamaan, ingin menang sendiri dansering mengubah aturan main untuk kepentingan diri sendiri. Dengandemikian, dibutuhkan upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Potensi anak yang sangat penting untuk dikembangkan. Potensi-potensi tersebut meliputi kognitif, bahasa, sosio emosional, kemampuan fisik.

Pada anak-anak usia di bawah tiga tahun, konsep matematika ditemukan setiap hari melalui pengalaman bermainnya. Bermain bukan asal bersenang-senang, tapi juga harus ada manfaat yang didapat. Ibarat pepatah sambil menyelam minum air, sambil bermain mengasah kecerdasan otak. Banyak cara untuk menstimulasi anak usia 0-3 tahun, salah satunya dengan cara bermain. Karena pada usia tersebut merupakan masa emas pertumbuhan otak, di mana stimulasi, perkembangan kognisi, sosial dan emosi anak mencapai tahap optimal. Apa fungsi bermain, sehingga dikatakan penting untuk anak. (Lestari, 2011)

Menurut Landreth (dalam Rizal, 2009) bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, suatu media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, keterampilan komunikasi, perkembangan emosi, keterampilan sosial, keterampilan pengambilan keputusan, dan perkembangan kognitif pada anak-anak. Sedangkan permainan adalah semua media yang dipakai oleh anak untuk melakukan kegiatan bermainnya.

Dalam memilih permainan untuk anak, orangtua perlu mempertimbangkan faktor usia, karena ini berkaitan dengan tahapan perkembangannya (Rizal, 2009). Untuk itu, perhatikan mainan yang akan dimainkan cocok untuk usia berapa. Kecuali untuk permainan tradisional, maka orangtua yang menentukan apakah cocok bila dimainkan oleh anak (sesuaikan dengan perkembangan anak, baik itu perkembangan sosial, motorik, kognisi ataupun bahasa).Kegiatan bermain merupakan sarana belajar bagi anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan dan mengambil kesimpulan terhadap sesuatu yang dipelajarinya.

Menurut Milafaila (2011) Permainan matematika di berikan secara bertahap diawali dengan menghitung benda-benda atau pengalaman peristiwa kongkrit yang dialami melalui pengamatan terhadap alam sekitar.Dengan demikian anak tidak terasa bahwa konsep matematika sudah tertanam dipikiran mereka. Pengetahuan dan keterampilan pada permainan matematika diberikan secara bertahap menurut tingkat kesukaranya, misalya dari kongkrit ke ringkasan, mudah ke sukar, dana dari sederhana ke yang lebih kompleks. Permainan matematika akan berhasil jika anak-anak diberi kesempatan berpartispasi dan dirangsang untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri. Untuk itu orang tua harus memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan eksperimen dengan cara anak sendiri

(4)

sehingga konsep matematika akan tertanam di pikiran anak dan konsep tersebut tidak mudah hilang dari ingatan anak.

Permainan matematika membutuhkan suasana menyenangkan dan memberikan rasa aman serta kebebasan bagi anak. Untuk itu diperlukan alat peraga/ media yang sesuai dengan tujuan, menarik, dan bervariasi, mudah digunakan dan tidak membahayakan. Media yang digunakan tidak harus mahal. Orang tua bisa menggunkan media yang ada disekitar kehidupan anak sehingga anak bisa langsung menerapkan matematika dalam keidupan anak. Bahasa yang digunakan didalam pengenalan konsep berhitung seyogyanya bahasa yang sederhana dan jika memungkinkan mengambil contoh yang terdapat di lingkungan sekitar anak. Dalam permainan matematika anak dapat di kelompokkan sesuai tahap penguasaan berhitung yaitu tahap konsep, masa transisi dan lambang.Dalam mengevaluasi hasil perkembangan anak harus dimulai dari awal sampai akhir kegiatan (Milafaila, 2004)

Oleh karena itu, keputusan orang tua untuk mengajari matematika kepada anak di rumah dengan mengaplikasikannya di beberapa kegiatan bermain bisa menjadi solusinya. Terlebih, dalam mengajarkan matematika kepada anak balita masih pada taraf pengenalan saja dan bersifat sederhana.Hal yang perlu diperhatikan ketika bermain dan belajar matematika bersama anak adalah bahwa matematika itu tak melulu soal angka, matematika bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan tak perlu dipisahkan dalam aktivitas anak saat bermain.

Adityasari (2013) menyebutkan beberapa contoh permainan yang bisa dilakukan oleh ibu bersama anak dengan menyisipkan konsep matematika di dalamnya. Terdapat 20 contoh permainan yang bisa dilakukan dengan mengusung pembelajaran matematika, yakni bermain dengan mainan edukatif matematika, bermain dengan games matematika di komputer, bermain dengan balok kayu, bermain dengan dadu, bermain dengan kartu remi dan domino, bermain dengan boneka, bermain dengan mainan masak-masakan, bermain dengan mainan mobil-mobilan, miniatur binatang, tentara, dan pesawat mainan, menggunakan stik es krim, bermain play dough atau lilin mainan, menggunakan kancing warna-warni, berkreasi dengan kertas dan kardus bekas, bermain dengan kertas mainan, bermain kain felt, bermain dengan stiker, bermain bola, bermain lego, bermain tangram, bermain musik, dan bernyanyi.

Namun kenyataan di lapangan banyak orang tua berasumsi selama ini matematika cenderung diajarkan pada anak usia sekolah. Ibu tidak sadar bahwa saat sang bayi menyusu, mandi, bermain, dan banyak kegiatan lainnya yang dilakukan oleh bayinya berkaitan dengan matematika. Sehingga apa yang dilakukan mereka itu seakan-akan tidak berkaitan dengan matematika. Akibatnya ibu tidak serius, dalam artian bila ada kesempatan saja. Jarang sekali orang tua yang mendampingi anaknya dalam bermain. Orang tua sering kali membiarkan anaknya bermain sendiri sehingga anak tidak memahami makna dalam setiap permainan yang mereka lakukan. Padahal dalam setiap permainan terkandung konsep matamatika yang dapat menambah pengetahuan anak jika orang tua mampu mengarahkan anaknya dengan baik.

Dengan diadakan penelitian ini diharapkan orang tua mengetahui cara-cara atau metode-metode pembelajaran apada anak usia 0 – 3 tahun serta otang tua bahwa pembelajaran matematika dapat dilakukan pada usia dini bahkan mulai anak baru lahir.

(5)

Orang tua dapat menerapkan pembelajaran matematika kepada anaknya melalui kegiatan sehari-hari terutama pada saat bermain. Orang tua akan selalu mendampingi anaknya saat bermain dan akan selalu enstimulus anak dalam beberapa permainan, serta membiarkan anak menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan cara atau metode anak sendiri. Dalam mendampingi bermain anak diharapkan orang tua mampu mengarahkan anak jika permainan yang dilakukan keluar dari konsep yang sebenarnya. Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan orang tua dapat menanamkan konsep matematika pada anak sedini mungkin sehingga pemikiran matematika yang sulit dan menyeramkan bisa hilang dari pikiran anak jika anak sudah duduk di bangku sekolah.

Pembelajaran matematika pada anak usia 0 – 3 tahun dapat dilakukan dengan mengenalkan konsep angka. Mengembangkan konsep angka pada anak usia bawah tiga tahun, yaitu :

1. Pada bayi (0-8 bulan)

Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka pada bayi usia 0 -8 bulan, yaitu :

a. Sambil memakaikan kaos kaki pada bayi, tersenyum pada bayi dan mengucapkan “Nah ini satu kaos kaki untuk kaki kiri, dan satu lagi untuk kaki kanan. Dua kaos kaki untuk dua kaki”.

b. Saat akan menyuapkan biskuit yang dihaluskan, sambil tersenyum ke bayi kita ucapkan” Sekarang waktunya makan biskluit ya”. Dan ketika bayi terlihat senang, maka kita bisa ucapkan “Kamu mau tambah biskuitnya. Kamu pasti lapar ya.”

2. Pada bayi (8-12 bulan)

Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka pada bayi usia 8 - 12 bulan, yaitu :

a. Sediakan wadah-wadah mainan dan letakan masing-masing penutup didekatnya. Ajaklah bayi untuk meletakan tutup pada setiap wadah mainan

b. Letakan 2 buah mainan dihadapan bayi. Ajaklah bayi untuk memilih mainan yang akan dimainkan dan meraih mainan tersebut.

c. Beri contoh gagasan pada bayi untuk memberikan tanda “minta lagi” bila ingin meminta tambah biskuit lagi setelah menghabiskan biskuitnya.

3. Pada anak usia (12 - 24 bulan)

Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka pada anak usia 12 - 24 bulan, yaitu :

a. Ajaklah anak bernyanyi lagu satu satu, balonku, dll, yang mengandung angka sambil bergerak mengikuti irama.

b. Ajaklah anak untuk membantu memasukan setiap kuas lukis ke masing-masing wadah cat.

c. Mintalah anak untuk memasukan bola plastik ke keranjang, kemudian ajaklah anak untuk menghitung bersama-sama jumlah bola yang ada di keranjang.

d. Berikan gagasan agar anak boleh meminta lagi playdough bila bungkahan playdough yang diberikan masih kurang

4. Pada anak usia 24-36 bulan :

Beberapa contoh kegiatan mengenalkan konsep angka yang bisa dilakukan orang tua pada anak usia 24 - 36 bulan, yaitu :

(6)

a. Siapkan beberapa buah mainan mobil-mobilan dan balok asesoris. Ajaklah anak untuk menyusun barisan antrian mobil. Berikan gagasan untuk meletakan batasan pada setiap mobil dengan menggunakan balok asesoris.

b. Ajukan anak dengan pertanyaan seperti, “ Berapa umurmu sekarang?” Ketika anak menjawab ” dua” maka tunjukan dengan dua jari sambil mengucapkan “dua”. c. Ajaklah anak untuk bersama-sama bermain menumpuk beberapa balok atau

kardus. Ketika selesai, tanyakan pada anak, “bangunan siapa yang lebih tinggi”. Biarkan anak berkata “punyaku yang lebih tinggi”. Kemudian mintalah anak untuk menghitung balok atau kardus yang sudah ditumpuknya (Lestari, 2011).

Mengenalkan konsep hubungan Geometri dan ruang pada anak usia bawah 3 tahun adalah dengan

1. Pada bayi (0-8 bulan)

Beberapa contoh kegiatan mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang yang bisa dilakukan orang tua pada bayi usia 0 – 8 bulan, yaitu :

a. Letakan sebuah botol susu di hadapan bayi. Biarkan bayi memegang botol tersebut dan merasakan bentuk botol dengan kedua tangannya.

b. Selimuti bayi. Biarkan bayi memegang dan merasakan keseluruhan bentuk dan permukaan selimut.

c. Biarkan bayi merangkak atau merayap sepanjang tepi meja untuk merasakan bentuk meja.

2. Pada bayi (8 – 12 bulan)

Beberapa contoh kegiatan mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang yang bisa dilakukan orang tua pada bayi usia 8 – 12 bulan, yaitu :

a. Ajak anak merangkak kedalam terowongan. Biarkan anak merasakan berada di ruang tertutup tetapi masih bisa memandang dan menjangkau luar dengan kedua tanggannya.

b. Ajak anak untuk melempar bola plastik ke dalam keranjang.

3. Pada anak usia (12 – 24 bulan)

Beberapa contoh kegiatan mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang yang bisa dilakukan orang tua pada bayi usia 12 – 24 bulan, yaitu :

a. Sediakan boneka dan kotak yang ukurannya lebih kecil dari boneka tersebut. Berikan gagasan agar anak mau mencoba memasukan boneka ke kotak. Setelah anak mengerti bahwa kota terlalu kecil maka ambil kotak lain yang lebih besar, birakan anak memasukan boneka ke kotak tersebut.

b. Sediakan kotak yang permukaannya terdapat beberapa lubang berbentuk segitiga, persegi, lingkaran, segiempat. Biarkan anak memasukan keping segitiga, persegi, lingkaran dan segiempat ke kotak tersebut.

4. Pada anak usia(24-36 bulan)

Beberapa contoh kegiatan mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang yang bisa dilakukan orang tua pada bayi usia 24 -36 bulan, yaitu :

a. Ajak anak bermain meniup busa sabun di luar. Amati apa yang diucapkan anak. (Misalnya:” Lihat ada banyak bola !”

(7)

b. Ajak anak untuk mengenal nama-nama benda di sekitar, misal: “Lihat, piring ini seperti apa bentuknya”. Biarkan anak yang menjawab (Lestari, 2011)

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mendeskripsikan model pembelajaran matematika pada anak usia 0 – 3 tahun. (2) Untuk mengetahui respon orang tua terhadap pembelajaran matematika pada anak usia 0 – 3 tahun.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena (1) peneliti bertindak sebagai instrumen utama, karena disamping sebagai pengumpul data dan penganalisis data, peneliti juga terlibat langsung dalam proses penelitian, (2) mempunyai latar alami (natural setting), data yang diteliti dan dihasilkan akan dipaparkan sesuai dengan yang terjadi dilapangan, (3) hasil penelitian bersifat deskriptif, karena data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka melainkan berupa kata-kata dan kalimat, (4) lebih mementingkan proses dari pada hasil, (5) adanya batas masalah yang ditemukan dalam fokus penelitian, dan (6) analisis data cenderung bersifat induktif.

Lokasi penelitian ini di Posyandu Jeruk 01 Dusun Semboro Lor, Desa Semboro, Kec Semboro, Kabupaten Jember. Pendekatan kualitatif merupakan prosudur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa aktivitas dan respon anak usia 0 – 3 tahun saat diberi konsep matematika serta respon orang tua terhadap pembelajaran matematika pada anak usia 0- 3 tahun.

Teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, dokumentasi dan metode tes. Moleong (2004) menyatakan bahwa proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan model alir (flow model) (Milles dan Hubermen, 2004) yang meliputi tahap: (a) reduksi data, (b) penyajian data, dan (c) penarikan kesimpulan serta verifikasi

Keabsahan data merupakan hal yang terpenting dalam penelitian. Untuk mengecek keabsahan data digunakan (a) triangulasi, (b) ketekunan pengamatan, dan (c) pemeriksaan sejawat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembelajaran Matematika pada Anak Usia 0 – 3 Tahun 1. Pada bayi (0-8 bulan)

Kegiatan yang bisa dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka adalah: a. Lihatkan angka dan ucapkan dengan pelan

b. Saat melihat binatang atau suatu hal yang dapat dihitung. Hitunglah bersama anak. Kegiatan mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang yang bisa dilakukan orang tua adalah:

a. Biarkan bayi memegang botol tersebut dan merasakan bentuk botol dengan kedua tangannya.

(8)

c. Biarkan bayi merangkak atau merayap sepanjang tepi meja untuk merasakan bentuk meja.

2. Pada bayi (8-12 bulan)

Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka adalah:

a. Sediakan benda yang mempunyai tutup. Ajak anak untuk membuka dan arahkan bayi untuk menutup kembali.

b. Letakan 2 buah mainan dihadapan bayi. Ajaklah bayi untuk memilih mainan yang akan dimainkan dan meraih mainan tersebut.

c. Tambahlah mainan atau makanan anak.

Beberapa contoh kegiatan mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang yang bisa dilakukan orang tua adalah:

a. Biarkan anak mengambil mainan yang ada dibawah meja tau di kolong dipan. Biarkan anak merasakan berada di ruang tertutup tetapi masih bisa memandang dan menjangkau luar dengan kedua tanggannya.

b. Ajak anak untuk melempar bola plastik ke dalam keranjang.

3. Pada anak usia (12 - 24 bulan)

Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka adalah:

a. Ajaklah anak bernyanyi lagu satu satu, balonku, dll, yang mengandung angka sambil bergerak mengikuti irama.

b. Ajaklah anak untuk membantu membereskan mainan jika sudah selesai bermain. c. Mintalah anak untuk memasukan bola plastik ke keranjang, sambil menghitung

jumlah bola.

Beberapa contoh kegiatan mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang yang bisa dilakukan orang tua adalah:

a. Berilah anak wadah kecil dan mintalah anak untuk mengisi wadah-wadah tersebut dengan air.

b. Sediakan boneka dan kotak yang ukurannya lebih kecil dari boneka tersebut. Berikan gagasan agar anak mau mencoba memasukan boneka ke kotak. Setelah anak mengerti bahwa kota terlalu kecil maka ambil kotak lain yang lebih besar, birakan anak memasukan boneka ke kotak tersebut.

c. Sediakan kotak yang permukaannya terdapat beberapa lubang berbentuk segitiga, persegi, lingkaran, segiempat. Biarkan anak memasukan keping segitiga, persegi, lingkaran dan segiempat ke kotak tersebut.

4. Pada anak usia 24-36 bulan :

Beberapa contoh kegiatan mengenalkan konsep angka yang bisa dilakukan orang tua adalah:

a. Siapkan beberapa buah mainan mobil-mobilan dan balok asesoris. Ajaklah anak untuk menyusun barisan antrian mobil.

b. Ajukan anak dengan pertanyaan seperti, “ berapa jumlah tangan mu?” Ketika anak menjawab ” dua” maka tunjukan dengan dua jari sambil mengucapkan “dua”. c. Ajaklah anak untuk bersama-sama bermain menyususn kotak susu. Ketika selesai,

(9)

“punyaku yang lebih tinggi”. Kemudian mintalah anak untuk menghitung kotak susu yang sudah ditumpuknya.

Beberapa contoh kegiatan mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang yang bisa dilakukan orang tua adalah:

a. Ajak anak bermain meniup busa sabun di luar. Amati apa yang diucapkan anak. b. Ajak anak untuk mengenal nama-nama benda di sekitar, misal: bola, jam yang

berbentuk lingkaran, atap rumah berbentuk segi tiga, keramik yang berbentuk persegi dll.

Hasil Observasi

1. Pada bayi (0-8 bulan)

Dari hasil observasi diperoleh data sebagai berikut

a. Anak senanga melihat angka karena warnanya yang beragam.

b. Ada anak yang menangis karena kaget suara ibu yang keras saat memperdengarkan angka.

c. Anak sangat senang bermain bentuk-bentuk geometri seperti bola, kotak, botol dl.

2. Pada bayi (8-12 bulan)

a. Anak senang bermain membuak dan menutup.

b. Saat diberi dua mainan yang berbunyi, anak lebih memilh mainan yang suaranya lebih keras untuk dimainkan.

c. Anak terlihat senang saat mainannya ditambah dan kebingungan saat mainannya diambil.

d. Anak menangis saat mengambil mainan dibawah kursi karena tidak bias keluar lagi.

e. Anak senang mamasukkan bola kedalam keranjang sambil menghitung bola.

3. Pada anak usia (12 - 24 bulan)

a. Anak bernyanyi dengan suara lantang dan menunjuk jarinya saat bernyanyi yang mengandung angka.

b. Anak enggan membereskan mainan dan berkeinginan main lagi.

c. Anak senang mamasukkan bola kedalam keranjang sambil menghitung bola.

d. Saat memasukkan air kedalam wadah, banyai air yang tumpah dan anak sangat menikmati permainannya.

e. Anak merasa jengkel saat kesulitan memasukan keping segitiga, persegi, lingkaran dan segiempat ke kotak yang permukaannya terdapat beberapa lubang berbentuk segitiga, persegi, lingkaran, segiempat.

4. Pada anak usia 24-36 bulan :

a. Anak menyusun mobil-mobilan dengan bentuk yang saman lalu menghitungnya. b. Anak menghitung jari tangannya.

c. Anak senang meniup busa sabun dan berkata balonnya banyak ya ma ... d. Anak bilang jam itu lingkaran ya ma…

e. Lantai ini kotak ya ma…

(10)

Dari hasil wawancara dengan orang tua yang memiliki anak usia 0 – 3 tahun, mereka merasa senang dengan diakannya penelitian ini karena selama ini orang tua tidak pernah mendampingi anaknya dalam bermain karena tidak tahu bahwa pembelajaran matematika dapat dilakukan pada anak mulai usia 0 tahun. Dengan diadakan penelitian ini, orang tua dapat mengetahui bagai mana cara mengajarkan matematika dan menanamkan konsep matematika kepada anaknya yang baru berusia 0 – 3 tahun dan berusaha menerapkan pembelajaran

Setelah mengikuti penelitian ini, orang tua sadar pentingnya pembelajaran matematika sejak anak usia 0 tahun karena dampaknya akan dirasakan oleh anak setelah mereka duduk dibangku sekolah. Oleh karena itu orang tua selalu mendampingi anaknya dalam bermain dan sedikit menanamkan konsep matematika kepada anak melalui permainan agar tidak terkesan memaksa anak untuk belajar matematika.

Pembahasan

Pembelajaran matematika pada anak usia 0 – 3 tahun dapat dilakukan dengan (1) mengenalkan konsep angka, (2) mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang.

Untuk mengenalkan konsep angka pada anak usia 0 -3 tahun dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: membilang, mencocokkan dan membandingkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lestari yan g menyatakan bahwa mengenalkan konsep angka pada anak usia dibawah 3 tahun dapat dilakukan dengan (1) membilang, yaitu menyebutkan bilangan berdasarkan urutan, (2) mencocokan setiap angka dengan benda yang sedang dihitung, (3) membandingkan antara kelompok benda satu dengan kelompok benda yang lain untuk mengetahui jumlah benda yang lebih banyak, lebih sedikit, atau sama.

Sedangkan untuk mengenalkan konsep hubungan geometri dan ruang adalah dengan anak mengenal bentuk-bentuk geometri (segitiga, segi empat, persegi, lingkaran) yang sama dan posisi dirinya dalam suatu ruang. Hal ini dapat orang tua lakukan dengan meminta anak untuk memasukkan benda-benda dalam suatu wadah yang lebih kecil atau yang lebih besar. Selain itu, orang tua juga dapat meminta anak untuk berada dalan suatu ruang yang sempit maupun yang luas untuk merakan kondisi ruangan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Lestari (2011) Anak bisa paham tentang pengertian ruang ketika mereka sadar akan posisi dirinya dihubungkan dengan benda-benda dan penataan di sekelilingnya. Anak belajar tentang lokasi/tempat dan letak/posisi, seperti: di atas, di bawah, pada, di dalam, di luar. Selain itu, anak juga belajar tentang pengertian jarak, seperti: dekat, jauh, dll.

Tahapan diatas dapat dilakukan orang tua melalui rutinitas sehari-hari dengan anaknya. Sehingga pembelajaran tidak terkesan memaksa anak untuk belajar matematika dan konsep matematika yang tertaman dalam memori anak akan dapat dipanggil saat anak duduk dibangku sekolah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

(11)

1. Pembelajaran matematika pada anak usia 0 – 3 tahun dapat dilakukan pada rutinitas orang tua dengan anaknya, dengan bermain dan bernyanyi. Dengan demikian pembelajaran tidak terkesan memaksa anak untuk belajar matematika. Belajar dengan permainan akan menanamkan konsep matematika dalam jangka waktu yang panjang sehingga dapat digunakan atau diingat samapi anak duduk di bangku sekolah.

2. 0rang tua sangat tertarik dengan pembelajaran matematika pada anak usia 0 – 3 tahun. Orang tua baru menyadari bahwa rutinitas yang dilakukan dengan anaknya merupakan pembelajaran yang menanamkan konsep matematika.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada Ditlitabmas atas bantuan dalam penelitian ini melalui Program Penelitian Tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Adityasari, Anggraini. 2013. Main Matematika Yuk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Depdiknas, 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Mata Pelajaran Matematika Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Milafaila, 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Kahfi, M.S. 2004. Geometri Sekolah Dasar dan Pengajarannya: Sutu Pola Berdasarkan

Teori Piaget dan Teori Van Hiele. Jurnal Ilmu Pendidikan. No. 4. 262 – 278.

Malang: IKIP Malang.

Lestari, KW. 2011. Konsep Matematika Untuk Anak Usia Dini. Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. Direktorat Jenderal PAUDI Pendidikan Nasional. Moleong, L. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Miles, M. B. & Hubermen. 2004, A. M. Analisa Data Kualitatif. (terjemahan Tjetjep

Rohendi Rohidi). Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Rizal, M, 2009. Permainan Yang Mencerdaskan.Seminar Smart Parent Conference.24-26 Juli 2009.JHCC.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II untuk diuji dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas

Sedangkan untuk penelitian terhadap risiko bisnis sebagai variabel yang memediasi antara pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan dividen

(7) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Dinas menunjuk Pejabat yang ditunjuk untuk segera mengadakan penelitian atau pemeriksaan terhadap

Variabel penelitian dan pengembangan pada penelitian ini dilambangkan dengan RnD dan merupakan variabel dummy, dimana jika perusahaan memiliki data mengenai biaya

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui adanya Hubungan antara Identitas Sosial dengan Perilaku Agresi Suporter Sepak Bola Persib di wilayah Cikarang.. Subjek Penelitian

Akan tetapi, pada proses dekripsi ini, nilai dari K harus terlebih dahulu diubah menjadi K inverse dengan ketentuan nilai determinan dari matriks kunci tersebut harus bernilai

The research is focused on the development a tool for converting IOTNE into IOTED and apply the tool to obtain EDM in the Indonesian industrial sector based on the 2008

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kausal yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh rasio profitabilitas,