(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
MODEL PEMBELAJARAN KLARIFIKASI NILAI
MASYARAKAT PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA
BAGI ORANG TUA DENGAN ANAK USIA 3-6 TAHUN
Pengarah
Ir.Djajeng Baskoro,M.Pd
Penanggung Jawab
Dadan Supriatna.M.Pd
Tim Penyususn Model
Ketua
Drs Uus Darus Sodli
Anggota
H.Moch.Syamsuddin, S.Pd
Reni Anggraeni Sadiah, S.Psi
Dra. Letty Suharti
Yedi.Kusmayadi, S.Pd
Kontributor
TK Gagas Ceria Kotamadya Bandung
Yayasan Guna Bakti Cicalengka Kab. Bandung
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL,DAN INFORMAL (PP-PAUDNI) REGiONAL I BANDUNG(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
ABSTRAK
Model Pembelajaran Klarifikasi Nilai
Masyarakat Program Pendidikan Keluarga
Bagi Orang tua dengan Anak Usia 3-6 Tahun
Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai dan membantu para orangtua untuk mengenali pola perilaku pribadi masing-masing dan menguasai kemampuan mendengarkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan nilai yang disepakati.
Para orang tua akan memunculkan pengalamannya untuk dianalisis bersama orang tua lainnya dalam kumpulan mereka. Pengalaman tersebut mengandung perilaku dan nilai–nilai yang hidup dalam bergaul di masyarakat, baik nilai yang positif maupun negatif. Nilai-nilai tersebut hendaknya juga ditanamkan dalam keluarga, termasuk pada anak usia dini atau saat anak memasuki pendidikan awal, karena pada usia ini anak merupakan masa terpenting bagi pengembangan intelegensi permanen di diri anak.
Kondisi pola pengasuhan dan pendidikan tentang budi pekerti saat ini dirasakan mengalami penurunan bahkan ketidakjelasan. Permasalahan yang ditemukan pula saat ini adalah adanya perbedaan pola dan isi pendidikan antara sekolah (satuan pendidikan), rumah (keluarga), dan masyarakat (lingkungan). Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman dari orang tua
maupun pendidik tentang bagaimana menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai budi pekerti yang baik pada anak sejak usia dini.
Tujuan Model Pembelajaran Klarifikasi Nilai Masyarakat ini adalah sebagai panduan atau acuan bagi pendidik PAUD dan orang tua dalam mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai budi pekerti yang baik pada anak melalui pembiasaan perilaku kehidupan sehari-hari. Adapun sasaran pengguna model adalah pendidik PAUD, Pengelola PAUD, Orangtua yang memiliki anak 3 – 6 tahun, Pembina/Penilik/Pengawas PAUD dan satuan pendidikan PAUD lainnya,
Dalam model ini (kasus ujicoba) nilai yang akan dibelajarkan, dibatasi pada nilai sebagai berikut; K (Kreatif), A. (Amanah), M
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
Model ini telah diujicobakan pada 2 lokasi ujicoba yaitu di Kelompok TK. Gagas Ceria Jalan Malabar Kota Bandung dan kelompok di Yayasan Guna Bakti Cicalengka Kabupaten Bandung. Model ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi pengguna di lapangan untuk melakukan kegiatan pembelajaran di Kelompok PAUD yang memiliki karakteristik sasaran relatif sama serta pengguna lain dengan menyesuaikan pada karakteristik sasarannya.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
KATA PENGANTAR
Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan
pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses
menilai dan membantu para orangtua untuk menguasai kemampuan
mendengarkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan nilai
yang disepakati dan tumbuh disekelililing pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Dalam model ini, nilai yang akan dibelajarkan dibatasi pada nilai
sebagai berikut; K (Kreatif), A. (Amanah), M (Mandiri), P (Percaya
diri),I (Inovatif), UN (Unggul). Pendekatan ini bertujuan
menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan
orangtua untuk mengidentifikasi serta menstimulasi tumbuh kembang
anak pada pendidikan karakter unggul.
PP-PAUDNI Regional I Jayagiri pada Tahun Anggaran 2015
mencoba menyusun Model Pembelajaran Klarifikasi Nilai Masyarakat
Program Pendidikan Keluarga Bagi Orangtua dengan Anak 3 – 6
Tahun. Model ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan untuk
menjadi sebuah model yang laik uji dan layak terap, untuk itu kritik,
saran, serta masukan-masukan konstruktif sangat kami harapkan
demi perbaikan model selanjutnya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu terlaksananya penyusunan model ini. Semoga apa
yang telah kita lakukan dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Amin.
Lembang, Oktober 2015 Kepala,
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……….. i Daftar Isi……… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang... B. Tujuan dan Mafaat... C. Pengguna... D. Ruang Lingkup...
1 6 7 7
BAB II KONSEP DASAR
A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)... B. Pendidikan Keluarga... C. Klarifikasi Nilai Masyarakat... D. Konsep Tripusat dalam Pendidikan... E. Teknik Parenting... F. Komunikasi Timbal Balik...
9 10 17 21 23 26
BAB III IMPLEMENTASI MODEL
A. Prasyarat Penggunaan Model... B. Batasan Pembelajaran Klarifikasi Nilai Masyarakat (KLANIMA)... C. Komponen Model... 1. Tujuan... 2. Sasaran... 3. Fasilitator... 4. Bahan/Materi (nilai-nilai KAMPIUN)... 5. Strategi dan Cara Pembelajaran... 6. Tempat Kegiatan... 7. Evaluasi...
28
29 29 29 29 29 31 32 45 45
BAB IV PELUANG dan TANTANGAN
A. Peluang... B. Tantangan...
47 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... B. Rekomendasi...
51 52
DAFTAR PUSTAKA
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003,
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sepaham dengan maksud pendidikan menurut
undang-undang di atas, muncul penafsiran bahwa suasana dan proses
pembelajaran tidak hanya terjadi di sekolah atau satuan
pendidikan, tetapi juga terjadi di dalam keluarga dan lingkungan
atau masyarakat.
Atas penafsiran inilah kemudian dikenal istilah Tripusat atau
Tricentrum pendidikan,
yaitu bahwa pendidikan
anak bangsa berpusat di
keluarga, satuan
pendidikan (Satdik atau
sekolah), dan lingkungan
(masyarakat).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003,
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sepaham dengan maksud pendidikan menurut
undang-undang di atas, muncul penafsiran bahwa suasana dan proses
pembelajaran tidak hanya terjadi di sekolah atau satuan
pendidikan, tetapi juga terjadi di dalam keluarga dan lingkungan
atau masyarakat.
Atas penafsiran inilah kemudian dikenal istilah Tripusat atau
Tricentrum pendidikan,
yaitu bahwa pendidikan
anak bangsa berpusat di
keluarga, satuan
pendidikan (Satdik atau
sekolah), dan lingkungan
(masyarakat).
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
Kondisi saat ini, bermunculan sekolah-sekolah yang
memfasilitasi pendidikan anak. Selain sekolah negeri yang terus
bertambah seiring pertambahan jumlah penduduk, juga sekolah
swasta dengan berbagai penawaran program full day bahkan
ada boarding school (siswa tinggal di lingkungan sekolah). Sebuah
pertanyaan yang muncul adalah yang manakah wahana utama
pendidikan anak? Rumah atau sekolah ?
Permasalahan yang ditemukan pula saat ini adalah adanya
perbedaan pola dan isi pendidikan antara sekolah (satuan
pendidikan), rumah (keluarga), dan masyarakat (lingkungan). Di
sekolah anak belajar tentang bahasa sopan, di rumah kedua
orang tuanya saling mencaci maki. Di sekolah anak belajar
mandiri memakai sepatu sendiri, di rumah orang tua sengaja
memasangkan sepatu setiap berangkat sekolah, dan sebagainya.
Begitu pula ketika anak bermasyarakat, apa yang ia peroleh di
sekolah atau rumah berbeda dengan apa yang ia temukan di
masyarakat. Salah satu hasilnya dari kondisi tersebut adalah
terhambatnya pembentukan berbagai nilai dan perilaku dalam
diri anak.
Sebahagian besar pengelola dan pendidik sekolah saat ini
mengeluhkan adanya sebagian (besar) orang tua yang
menyerahkan tanggung jawab pendidikan anaknya ke sekolah
(Satdik), dan berkecenderungan berharap agar anaknya menjadi
anak yang cerdas, berprestasi dan juga berkarakter unggul. Akan
tetapi dengan adanya pelepasan tanggung jawab pendidikan
serta dan ketidaksamaan pola penanaman nilai dan serta
perilaku antara Satdik dengan keluarga (orangtua), maka dapat
dipastikan penanaman karakter unggul terhadap anak menjadi
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
sulit. Bila penanaman karakter ini diumpamakan mendorong
sebuah pesawat ulang alik ke orbitnya, maka orang tua dan
pendidik (dan tenaga kependidikan Satdik) adalah bagian dari
roket pendorong pesawat. Bayangkan bila yang berfungsi hanya
satu roket, maka pesawat tidak akan pernah bisa terdorong ke
orbit. Bayangkan pula bila arah roket berbeda, ada yang ke atas,
ada yang ke kanan, maka pesawat tersebut juga bergerak tidak
lurus menuju yang seharusnya, tapi bisa ke arah mana saja,
sehingga sulit mencapai orbit yang merupakan posisi dimana nilai
dan perilaku tertanam sehingga sang anak berperilaku baik
dengan kesadarannya sendiri.
Anak memasuki
masa golden age pada usia
0 – 6 tahun, dimana pada
saat itu ia mengalami
pertumbuhan yang pesat
dalam berbagai aspek.
Salah satu yang pesat
berkembang dalam
rentang usia tersebut
adalah saraf otak yang
berpengaruh pada kecerdasan anak, juga pembentukan dasar
karakter yang akan terbawa sampai anak menjadi dewasa. Oleh
karena itu, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) merupakan suatu
kebutuhan yang penting dalam membentuk generasi penerus
yang berkualitas.
Pendidikan anak usia dini usia 0-3 tahun, saat ini sebagian
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
umumnya sebagian orang tua sudah menyekolahkan anaknya di
berbagai lembaga PAUD, antara lain Taman Kanak-kanak,
Raudhatul Athfal, Taman Pendidikan Quran, Kelompok Bermain,
dan sebagainya. Hal ini berarti pendidikan anak dilaksanakan di
dua tempat, yaitu di sekolah dan (semestinya juga) di dalam
keluarga.
Dari berbagai literatur yang berkenaan dengan produk
kebijakan dan program yang bertujuan menjembatani
pendidikan yang terjadi di sekolah dengan pendidikan di
keluarga dan lingkungan, menyiratkan kesimpulan bahwa
tumbuh kembang optimal dan karakter unggul peserta didik
sangat terdukung oleh keterlibatan orang tuanya. Hal ini
diperkuat oleh hasil studi eksplorasi dalam rangka
pengembangan pembelajaran dan bahan ajar program
pendidikan keluarga (2015) yang menyatakan jalinan komunikasi
antara satuan pendidikan (khususnya PAUD) dengan orang tua
telah terjadi namun frekuensi dan konten serta konteksnya belum
terkelola secara efektif.
Beranjak dari hal tersebut, maka penulis memandang perlu
untuk menemukan suatu model pembelajaran bagi para orang
tua dari peserta didik berusia 3-6 tahun, agar mereka mau
melaksanakan pendidikan di rumah dan dalam keluarga secara
sinergis, sinkron, dan saling mendukung. Konsekuensi logis dari
kegiatan pendidikan adalah materi belajar. Oleh sebab itu,
pengembangan model pembelajaran tersebut sekaligus
mengembangkan juga materi-materi belajarnya. Baik model
pembelajaran maupun materi belajarnya diarahkan untuk
membantu para orang tua mensinergikan pendidikan yang
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
dilakukan di rumah (keluarga), di sekolah, maupun di
lingkungan, sehingga mendukung tumbuh kembang optimal dan
karakter unggul bagi anak usia 3-6 tahun.
Berbagai model pembelajaran dapat dilakukan untuk
mengajak dan membelajarkan para orang tua di dalam suatu
komunitas tentang cara melaksanakan pendidikan keluarga.
Model pembelajaran ini juga mempertimbangkan latar belakang
orang tua, baik itu ekonomi, sosial, budaya, agama, sifat, dan
kepribadian orang tua. Walaupun latar belakang orang tua yang
berbeda-beda, semua memiliki kemampuan untuk bisa
mentransferkan berbagai nilai yang berlaku di masyarakat
kepada anak-anaknya. Nilai – nilai tersebut merupakan
kesepakatan seluruh unsur keluarga, dan pada gilirannya melalui
kebiasaan anjangsono antarkeluarga nilai – nilai tersebut menjadi
nilai bersama secara komunitas, bahkan selanjutnya menjadi nilai
suatu masyarakat. Kebiasaan anjangsono dan mengobrol
antarkeluarga tentang nilai – nilai kehidupan yang bisa jadi
berujung kesepakatan atau ketidaksepakatan setelah melalui
proses klarifikasi antarmereka. Proses klarifikasi melalui
anjangsono dan obrolan inilah penulis sebut sebagai kegiatan
potensial yang dapat direvitalisasi menjadi kegiatan
pembelajaran (utamanya tentang nilai) di masyarakat atau di
lingkungan keluarga atau beberapa keluarga yang bergabung
untuk itu. Muatan atau materi pembelajaran diutamakan
tentang nilai, karena fenomena yang ada saat ini
mengindikasikan semakin lunturnya penghayatan dan
implementasi tentang nilai – nilai kehidupan yang unggul, baik di
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
Proses transformasi nilai melalui diskusi (obrolan) dalam
keluarga serta anjangsono dan obrolan klarifikatif antarkeluarga
penulis angkat menjadi Pembelajaran Klarifikasi Nilai
Masyarakat.
Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan
pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau
proses menilai dan membantu para orangtua untuk mengenali
pola perilaku pribadi masing-masing dan menguasai kemampuan
mendengarkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan
nilai yang disepakati.
Para orang tua akan memunculkan pengalamannya untuk
dianalisis bersama orang tua lainnya dalam kumpulan mereka.
Pengalaman tersebut mengandung perilaku dan nilai–nilai yang
hidup dalam masyarakat, baik nilai yang positif maupun negatif.
Bermula dari nilai inilah kemudian didiskusikan dan diklarifikasi
tingkat penerimaan, penolakan, dan penerapannya bagi
perkembangan prestasi dan karakter unggul anak–anaknya.
B. Tujuan dan Manfaat
Penyusunan model pembelajaran klarifikasi nilai
masyarakat program pendidikan keluarga bagi orang tua
dengan anak usia 3-6 tahun ini bertujuan untuk memberikan
acuan kepada pengelola, pendidik, dan unsur pembina PAUD di
lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota dalam
melaksanakan program pendidikan keluarga sebagai wahana
pembelajaran orang tua untuk melaksanakan klarifikasi nilai
masyarakat dan membentuk sinergi orang tua (keluarga) dengan
satuan pendidikan dalam mendidik anak-anaknya.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
Manfaat model pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat
program pendidikan keluarga bagi orang tua dengan anak usia
3-6 tahun ini adalah terbentuknya sinergi orang tua (keluarga)
dengan satuan pendidikan dalam menstimulasi tumbuh kembang
optimal, prestasi dan karakter unggul anak usia 3-6 tahun.
C. Pengguna
Model pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat program
pendidikan keluarga bagi orang tua yang memiliki anak usia 3-6
tahun ini diharapkan digunakan oleh beberapa pihak sebagai
berikut:
1. Pengelola PAUD;
2. Pendidik PAUD;
3. Orang tua;
4. Pembina/penilik/pengawas PAUD.
D. Ruang Lingkup
Lingkup penulisan model pembelajaran klarifikasi nilai
masyarakat program pendidikan keluarga bagi orang tua
dengan anak usia 3-6 tahun terdiri dari lima bab, dengan
sistematika penyusunan sebagai berikut:
1. Bab I, Pendahuluan, berisi uraian tentang: latar belakang,
tujuan, sasaran pengguna, ruang lingkup model;
2. Bab II, Konsep Dasar, memaparkan tentang: konsep PAUD,
konsep pendidikan keluarga, konsep tripusat dalam
pendidikan, teori komunikasi timbal balik;konsep terpusat
dalam pendidikan Klarifikasi Nilai Masyarakat
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
3. Bab III, Operasionalisasi Model, berisi uraian tentang: Prasyarat
Penggunaan Model, batasan pembelajaran, tujuan
pembelajaran, kurikulum pembelajaran, peserta
pembelajaran, fasilitator dan narasumber (pendidik), strategi
dan metode pembelajaran, tempat dan sarana pembelajaran,
waktu dan biaya, hasil pembelajaran;
4. Bab IV, Peluang dan Tantangan, menguraikan tentang:
peluang dan tantangan dari model;
5. Bab V, Penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan
rekomendasi.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
1. Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini atau disingkat PAUD adalah
suatu upaya pembinaan terhadap anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun,
yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan
pendidikan untuk
membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
PAUD bertujuan untuk membentuk anak yang berkualitas,
dan memiliki dasar karakter unggul di masa dewasa.
PAUD diselenggarakan atas prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Berorientasi pada kebutuhan anak.
b. Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain.
c. Merangsang munculnya kreativitas dan inovasi.
d. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar.
e. Mengembangkan kecakapan hidup anak.
f. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang
ada di lingkungan sekitar.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
1. Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini atau disingkat PAUD adalah
suatu upaya pembinaan terhadap anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun,
yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan
pendidikan untuk
membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
PAUD bertujuan untuk membentuk anak yang berkualitas,
dan memiliki dasar karakter unggul di masa dewasa.
PAUD diselenggarakan atas prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Berorientasi pada kebutuhan anak.
b. Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain.
c. Merangsang munculnya kreativitas dan inovasi.
d. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar.
e. Mengembangkan kecakapan hidup anak.
f. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang
ada di lingkungan sekitar.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
g. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang dengan
mengacu pada prinsip-prinsip perkembangan anak.
h. Rangsangan pendidikan bersifat menyeluruh yang
mencakup semua aspek perkembangan berbagai aspek
perkembangan/ kecerdasannya.
i. Memperhatikan berbagai kearifan lokal dalam
menanamkan berbagai nilai dan perilaku, memperhatikan
berbagai kearifan lokal dalam menanamkan berbagai nilai
dan perilaku, yaitu gagasan-gagasan setempat yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diakui oleh masyarakatnya (M. Echols).
Gagasan-gagasan tersebut sudah ada dalam masyarakat
sejak zaman nenek moyang dan diturunkan dari generasi ke
generasi. Contoh kearifan lokal yang berhubungan dengan
pendidikan anak usia dini adalah berbagai permainan anak
di daerahnya yang memiliki manfaat dalam penanaman
berbagai nilai dan perilaku.
B. Pendidikan Keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan
lingkungan budaya pertama dan
utama dalam rangka
menanamkan berbagai nilai dan
norma serta mengembangkan
berbagai perilaku yang dianggap
penting bagi kehidupan pribadi,
keluarga dan masyarakat.
Pendidikan dalam keluarga yang
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
terlaksana dengan baik, akan menghasilkan kehidupan yang
harmonis dalam keluarga.
Nick dan De Frain (1987) mengemukakan beberapa hal tentang pegangan menuju hubungan keluarga yang sehat dan
bahagia, yaitu:
1. Terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga
2. Tersedianya waktu untuk bersama keluarga
3. Interaksi segitiga antara ayah, ibu, dan anak
4. Saling menghargai dalam interaksi ayah, ibu, dan anak
5. Keluarga menjadi prioritas utama dalam setiap situasi dan
kondisi
Keluarga mempunyai 8 fungsi yaitu:
1. Fungsi Keagamaan
Orang tua menjadi contoh panutan bagi anak-anaknya dalam
beribadah termasuk sikap dan perilaku sehari-hari sesuai
dengan norma agama.
2. Fungsi Sosial Budaya
Orang tua menjadi contoh perilaku sosial budaya dengan cara
bertutur kata, bersikap, dan bertindak sesuai dengan budaya
timur agar anak-anak bisa melestarikan dan mengembangkan
budaya dengan rasa bangga.
3. Fungsi Cinta Kasih
Orang tua mempuyai kewajiban memberikan cinta kasih,
orang tua mempuyai kewajiban memberikan cinta kasih
kepada anak-anak, anggota keluarga lain sehingga keluarga
menjadi wadah utama menanamkan cinta kasih dalam
kehidupan anak.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
4. Fungsi Perlindungan
Orang tua selalu berusaha menumbuhkan rasa aman, nyaman
dan kehangatan bagi seluruh anggota keluarganya sehingga
anak-anak merasa nyaman berada di rumah.
5. Fungsi Reproduksi
Orang tua sepakat untuk mengatur jumlah anak serta jarak
kelahiran dan menjaga anak-anaknya terutama yang sudah
remaja untuk menjaga kesehatan reproduksinya, salah satunya
dengan menghindari sex kehamilan sebelum menikah.
6. Fungsi Sosial dan Pendidikan
Orang tua mampu mendorong anak-anaknya untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya serta mengenyam
memperoleh pendidikan untuk masa depannya.
7. Fungsi Ekonomi
Orang tua bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
8. Fungsi Lingkungan
Orang tua selalu mengajarkan kepada anak-anak untuk
menjaga dan memelihara lingkungan keharmonisan keluarga
dan lingkungan sekitar.
Pendidikan keluarga adalah usaha sadar yang dilakukan
orang tua, karena mereka
pada umumnya merasa
terpanggil (secara naluriah)
untuk membimbing dan
mengarahkan,
pengetahuan nilai dan
4. Fungsi Perlindungan
Orang tua selalu berusaha menumbuhkan rasa aman, nyaman
dan kehangatan bagi seluruh anggota keluarganya sehingga
anak-anak merasa nyaman berada di rumah.
5. Fungsi Reproduksi
Orang tua sepakat untuk mengatur jumlah anak serta jarak
kelahiran dan menjaga anak-anaknya terutama yang sudah
remaja untuk menjaga kesehatan reproduksinya, salah satunya
dengan menghindari sex kehamilan sebelum menikah.
6. Fungsi Sosial dan Pendidikan
Orang tua mampu mendorong anak-anaknya untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya serta mengenyam
memperoleh pendidikan untuk masa depannya.
7. Fungsi Ekonomi
Orang tua bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
8. Fungsi Lingkungan
Orang tua selalu mengajarkan kepada anak-anak untuk
menjaga dan memelihara lingkungan keharmonisan keluarga
dan lingkungan sekitar.
Pendidikan keluarga adalah usaha sadar yang dilakukan
orang tua, karena mereka
pada umumnya merasa
terpanggil (secara naluriah)
untuk membimbing dan
mengarahkan,
pengetahuan nilai dan
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
ketrampilan bagi putra-putri mereka sehingga mampu
menghadapi tantangan hidup di masa datang.
Tujuan Pendidikan Keluarga adalah:
1. Memberikan pengalaman pertama masa anak-anak
Pengalaman pertama
merupakan faktor penting
dalam perkembangan pribadi
anak. Dalam keluarga tentu
interaksi pertama yang dialami
seorang anak adalah interaksi
dengan ibunya. Interaksi inilah
menjadi pengalaman
(pembelajaran) pertama, utama, dan penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Memberikan kebutuhan emosional anak
Pendidikan keluarga memenuhi kebutuhan emosional
terutama kebutuhan rasa kasih sayang anak. Kebutuhan akan
rasa kasih sayang merupakan kebutuhan dasar anak. Anak
memerlukan penerimaan dari orang-orang terdekat dalam
hidupnya dan itu adalah keluarga. Terpenuhinya kebutuhan
emosional anak pada waktu kecil, membentuk kepribadian
anak dengan rasa empati yang penting bagi anak dalam
membentuk hubungan sosial di tahapan kehidupan
selanjutnya.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
3. Menanamkan dasar pendidikan moril
Anak belajar untuk membedakan berbagai perilaku, mana
yang benar dan mana
yang salah. Anak juga
belajar untuk
melakukan hal yang
benar. Di sisi lain anak
juga belajar menerima
perbedaan, bahwa
penilaian setiap orang bisa berbeda-beda. Anak belajar saling
menghargai perbedaan dan membangun kerja sama dalam
kehidupan.
4. Memberikan dasar pendidikan sosial
Dalam kehidupan keluarga, anak-anak pun belajar tentang
saling tolong antar keluarga, misalnya menjenguk dan
menyumbang untuk saudaranya yang sakit, berbagi tanggung
jawab dalam merawat rumah, bersama-sama menjaga
ketertiban keluarga, dan sebagainya. Hal-hal tersebut
memberikan dasar terutama memupuk berkembangnya
kesadaran sosial pada anak.
Keluarga terdiri dari ayah, ibu, anak, dan komponen
pengasuhan lain. Setiap
anggota memiliki peran
yang berbeda. Peran
dalam keluarga
menggambarkan watak
dan sifat dalam kegiatan
yang berhubungan baik
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
secara individu maupun sosial dalam situasi dan posisi tertentu.
Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan
perilaku keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peran anggota keluarga masing-masing adalah
sebagai berikut:
1. Peran ayah
a. Kepala keluarga
b. Suami untuk istrinya
c. Ayah untuk anaknya
d. Pencari nafkah utama
e. Pendidik
f. Pelindung
g. Anggota dari kelompok sosialnya
h. Anggota masyarakat dan lingkungan
2. Peran Ibu
a. Istri untuk suaminya
b. Ibu untuk anaknya
c. Pengurus rumah tangga (penanggung jawab utama)
d. Pengasuh dan pendidik
e. Anggota dari kelompok sosial
f. Anggota masyarakat dan lingkungan
g. Pencari nafkah (ibu bekerja)
3. Peran Anak
Anak melaksanakan peran sebagai murid yang sedang belajar
bertahap sesuai tingkat perkembangannya, baik fisik, mental,
sosial, dan spritual sampai ia mampu mengambil peran sebagai
orang tua dan anggota masyarakat serta lingkungan.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
4. Peran komponen pengasuhan lain (kakek, nenek, bibi, uwa,
pengasuh)
a. Keluarga bagi ayah, ibu, dan anak
b. Pengasuh dan pendidik
c. Anggota dari kelompok sosial
d. Anggota masyarakat dan lingkungan
e. Pencari nafkah bila ayah dan ibu tidak ada
Tumbuh kembang optimal anak memerlukan 3 komponen,
yaitu:
1. ASUH (fisik-biologis)
Makan yang bergizi, pemukiman yang layak/rumah yang
sehat, pakaian yang layak/bersih, perawatan kesehatan
teratur, imunisasi, menjaga kebersihan diri
2. ASIH (kasih sayang)
Kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya dan anggota
keluarga lainnya.
3. ASAH (stimulasi/rangsangan)
Stimulasi (rangsangan) yang bertujuan mengoptimalkan
perkembangan anak seperti kecerdasan, keterampilan,
kemandirian, budi pekerti, sopan santun, moral-etika,
kreatifitas, produktifitas, dsb.
Anak yang tidak mendapat lingkungan baik untuk
merangsang pertumbuhan otak, misalnya: jarang disentuh, jarang
diajak bermain, jarang diajak berkomunikasi, maka
perkembangan otaknya lebih kecil 20-30% dari ukuran normal
seusianya.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
Benjamin S. Bloom, dalam stabllity and change in human
characteristic menemukan bahwa perkembangan otak pada
seseorang sebagai berikut:
1. 50% kemampuan belajar seseorang ditentukan dalam 4 tahun
pertamanya.
2. 30% dikembangkan dalam 4 tahun berikutnya; dan
3. 20% sisanya dikembangkan dalam 10 tahun berikutnyanya.
Melihat data tersebut jelaslah mengapa usia dini disebut masa
emas (Golden Age). Pemberian komponen asuh, asah, dan asih
merupakan hal yang penting untuk mendukung tumbuh
kembang optimal anak di rentang usia tersebut.
Hasil penelitian di Bailor College of Medicine menyatakan
bahwa lingkungan memberi peran yang sangat besar dalam
pembentukan sikap, kepribadian, dan pengembangan
kemampuan anak secara optimal. Intinya lngkungan berperan
sebagai penyedia tiga kebutuhan dasar anak untuk tumbuh
kembang yang optimal, yaitu asuh, asah dan asih.
C. Klarifikasi Nilai Masyarakat
Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan
pendekatan mengajar dengan
menggunakan pertanyaan
atau proses menilai (valuing
process) dan membantu para
orangtua untuk menguasai
kemampuan mendengarkan,
menganalisis, menyimpulkan
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
nilai yang tumbuh disekelililing pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Dalam model ini (kasus ujicoba) nilai yang akan
dibelajarkan, dibatasi pada nilai sebagai berikut;
1. K (Kreatif)
2. A. (Amanah)
3. M (Mandiri)
4. P (Percaya diri)
5. I (Inovatif)
6. UN (Unggul)
Nilai–nilai tersebut di atas disingkat menjadi akronim
KAMPIUN. Nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dan
diwujudkan dalam perilaku. Berikut ini uraian perilaku yang
merupakan target pelaksanaan pengasuhan anak dan juga tolak
ukur penilaian keberhasilan teknik parenting yang dilaksanakan
orang tua :
No Nilai Perilaku
1 Kreatif - Memiliki banyak ide/ gagasan
- Memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan banyak mengajukan pertanyaan
- Senang membuat sesuatu dari bahan yang ada disekitarnya
- Senang dengan hal-hal baru dan
menantang
- Tidak pernah merasa bosan
2 Amanah - Menepati janji dan terbiasa berkata jujur
- Bisa menyimpan dan menjaga rahasia - Menyampaikan pesan yang dititipkan
padanya
- Melakukan tugas yang diberikan
guru/orang tua/orang lain
- Mengerti mana barang miliknya sendiri dan mana milik orang lain
3 Mandiri - Memakai sepatu sendiri
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
No Nilai Perilaku - Makan sendiri
- Memakai baju sendiri - Ke toilet dan cebok sendiri - Mandi sendiri
4 Percaya
diri
- Berani menyatakan pendapatnya
- Berani bertanya dan menjawab dan menjawab pertanyaan
- Bangga dengan dirinya
- Berani melakukan sesuatu tanpa bantuan - Berani mencoba hal yang baru
- Mau melakukan tantangan dan tidak mudah menyerah
- Berani mempertahankan apa yang
dipahami
- Ingin tampil menjadi juara - Bangga terhadap hasil karya
5 Inovatif - Mengerjakan tugas dengan prinsip terbaik
6 Unggul - Melaksanakan tugas dengan sempurna
tahapannya - Disiplin waktu
Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran
dan mengembangkan kemampuan orangtua untuk
mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai yang lain.
Cara yang dapat dimanfaatkan dalam pendekatan klarifikasi
nilai masyarakat, antara lain; bermain peran, simulasi, analisis
mendalam tentang nilai sendiri, aktifitas yang mengembangkan
sensitifitas kegiatan orangtua dalam melakukan stimulasi tumbuh
kembang anak yang focus pada pendidikan karakter unggul.
Selanjutnya setelah klarifikasi nilai masyarakat
dilaksanakan, adalah pembentukan nilai dan perilaku tersebut
kepada anak. Langkah-langkah pembentukan perilaku pada
anak adalah pemberian pemahaman, pelatihan, dan pembiasaan
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
contoh gambaran praktek langkah-langkah menanamkan
perilaku mandiri :
Pemberian
Pemahaman Pelatihan Pembiasaan
Terangkan definisi
perilaku mandiri
yang akan diajarkan secara detil dengan menjawab 4 w 1 h;
what/apa: apa itu
mandiri, apa saja
yang harus
dilakukan anak
dengan mandiri.
Siapkan media
ilustrasi (gambar)
agar anak 3-6
tahun lebih
mengerti.
why/mengapa:
mengapa anak
perlu mandiri, apa manfaat
melakukannya, apa akibat bila tidak mandiri.
when/kapan:
Kapan
mengerjakan
sesuatu dengan
mandiri, kapan
bisa meminta
tolong.
where/di mana:
Lengkapi dengan keterangan
tempat perilaku
mandiri tersebut dilaksanakan
who/siapa:
lengkapi siapa
Buat daftar
perilaku mandiri
yang akan
ditanamkan kepada anak.
Pilih satu atau
dua perilaku
mandiri yang
akan dilatihkan.
Siapkan diri untuk
bisa membimbing
saat pelatihan,
misalnya saat
anak akan
memakai sepatu
sendiri pastikan
kita siapkan
waktu,
bahan-bahan, kata
motivasi, dan
apresiasinya.
Motivasi anak
untuk melakukan latihannya,
contoh: “Nak, ayo pakai sepatunya
sendiri, bunda
sedang
berpakaian juga, setelah selesai kita berangkat .”
Biarkan anak
melakukan
sendiri, kita cukup mengamati. Bila
ada kesulitan,
coba biarkan
Ulang kembali setting latihan berulang-ulang minimal
sampai 21
hari. Selama pembiasaan, pemberian pemahaman tentang pentingnya kemandirian tetap dilaksanaka
n untuk
terus
menguatkan motivasi
dalam diri
anak.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
Pemberian
Pemahaman Pelatihan Pembiasaan
yang harus
mandiri, dan siapa yang bisa dimintai tolong
how/bagaimana:
langkah-langkah melakukan
berbagai kegiatan
secara mandiri,
contoh:
bagaimana cara memasang sepatu sendiri?
Terangkan setiap
komponen
beberapa kali
sampai anak
cukup mengerti di
waktu yang
berbeda-beda dengan
menggunakan media pendukung
Buat sebuah
kesepakatan
kapan waktu
untuk memulai
melakukan
perilaku tersebut.
anak
menyelesaikan sendiri dulu. Buat
alasan misalnya
kita sedang
mengerjakan yang lain. Contoh
kata-katanya :
“Dicoba dulu ya, Nak! Bunda masih
belum selesai
mandi.”
Apresiasi usaha
anak baik bila berhasil ataupun tidak.
“Wah, Ade hebat
sudah bisa
memakai sepatu sendiri.”
D. Konsep Tripusat dalam Pendidikan
Istilah tripusat pendidikan pertama kali diperkenalkan oleh
Ki Hajar Dewantoro, yang menyatakan bahwa tripusat
pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan
satu kesatuan sinergis yang bertanggung jawab terhadap proses
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
Mengapa tripusat pendidikan dianggap penting dalam
mendidik anak? Jawabannya adalah karena pendidikan ini perlu
adanya kerjasama dari ketiga komponen di atas sehingga
mempermudah proses pendidikan peserta didik. Keluarga sebagai
tempat pendidikan pertama, berperan mempersiapkan peserta
didik untuk mampu beradaptasi di sekolah. Selanjutnya, setelah
berada di sekolah, pendidik sebagai orang tua kedua mempunyai
tugas untuk mendidik peserta didik menjadi manusia yang
berintelektual dan berkarakter agar mampu bermanfaat dan
diakui oleh masyarakat.
Walaupun sudah terjalin kerjasama, namun terkadang
masih ditemui perbedaan antara pihak sekolah dengan orang
tua. Hal ini terjadi jika ada masalah pada peserta didik yang
tidak hanya berhubungan dengan nilai namun juga kehidupan
sosialnya. Apabila ada peserta didik yang membuat masalah,
sebagian orang tua menganggap sekolah yang tidak berhasil
mendidik. Di lain pihak, sekolah juga menuduh orang tua yang
tidak memberikan perhatian ke anaknya sehingga anak tersebut
bermasalah.
Saling menyalahkan antara pihak orang tua dan sekolah
merupakan hambatan yang perlu dihilangkan dalam proses
mencari solusi. Kondisi masyarakat yang masih belum peduli
dalam pengontrolan aktivitas peserta didik di luar sekolah dan
rumah, perlu langkah khusus untuk membuka wawasan. Semua
pihak baik orang tua, sekolah, dan masyarakat, diarahkan untuk
bekerja sama melaksanakan langkah-langkah perbaikan.
Kerjasama ketiga komponen di atas akan memberikan
dorongan yang saling menguatkan. Pembentukan karakter akan
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
lebih mudah untuk membentuk generasi masa depan yang dapat
memajukan bangsa.
E. Teknik Parenting
Pembentukan karakter dengan pengembangan
pendidikan keluarga ini memerlukan teknik parenting sebagai
langkah aplikatif yang dapat dilaksanakan oleh orang tua.
Teknik parenting dapat kita ketahui dari berbagai literatur dan
juga informasi dari para praktisi. Akan tetapi, ada beberapa
kendala dalam penginformasian teknik parenting ini kepada
para orang tua: masih terbatasnya praktisi parenting, teknik
parenting perlu sederhana dan aplikatif, kondisi internal orangtua
Berdasarkan kondisi di atas, yang sangat diperlukan saat
ini adalah adanya praktisi parenting atau SDM yang memahami
parenting di satuan pendidikan dan masyarakat.
Zulaehah Hidayati mengemukakan bahwa pengasuhan
dan pendidikan anak sesuai tahapannya dan untuk terciptanya
prilaku menjadi karakter perlu dilakukan secara terus menerus,
berulang, dan melibatkan 3 kegiatan utama berikut :
1. Pembentukanbonding (ikatan orang tua dan anak)
2. Pemberian pemahaman dengan komunikasi efektif
3. Pelatihan dan pembiasaan
Selanjutnya kegiatan utama tersebut diurai dalam “Teknik
PARENTING“ yang terdiri dari 8 kegiatan sebagai berikut :
1. P (Pengasuhan anak yang benar)
Kegiatan ini menuntut dan menuntun orangtua memiliki
kesiapan dan keterbukaan untuk melaksanakan teknik
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
2. A (Anak adalah Anugerah)
Kegiatan ini melanjutkan point 1 yang menuntun orangtua,
memulai, memahami tahapan
perkembangan anak, perbedaan
jenis kecerdasan, perbedaan cara
belajar, kebutuhan dan
keinginan anak. Dengan
memahami hal-hal tersebut
orangtua akan mampu
membimbing anak secara tepat.
3. R (Redam amarah)
Orangtua berusaha keras untuk tidak memarahi anak, karena
kemarahan itu paling tidak berakibat memancing perlawanan
dari anak, menumbuhan rasa
permusuhan dari anak,
mengakibatkan munculnya
rasa tidak percara diri, dan
membuat anak merasa tidak
dicintai.Kemarahan perlu
diganti dengan teguran yang
menyenangkan, agar anak merasa dicintai dan membentuk
bonding (ikatan kasih sayang ) antara orangtua dan anak.
4. E (Empati mendengarkan)
Orangtua didorong untuk membuka komunikasi yang nyaman
dengan anak. Orangtua mendengarkan secara benar dan
bersikap antusias saat anak-anaknya bertanya atau bercerita.
Dengan demikian anak merasa diterima, dihargai, disayangi
sehingga tumbuh ikatan kasih sayang orangtua - anak.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
5. N (Notifikasi pembicaraan dan tindakan)
Orangtua perlu memilih kata dan atau prilaku yang tepat dan
dimengerti oleh anak. Orangtua mempengaruhi/membimbing
anak dengan cara
menentukan setting kegiatan
dan memilih media yang bisa
mendukung anak untuk
melakukan perilaku baru,
menerapkan nilai, atau
mematuhi arahan orangtua.
Orangtua harus mampu memilih ganjaran dan penghargaan
yang tepat bagi anak yang mendorong terbentuknya perilaku
tanpa membuat anak ketagihan.
6. T (Tanamkan energi positif)
Memberikan energi positif dalam setiap kesempatan,berupa
kata apresiatif dan positif dengan menghindari
kata-kata negatif dan memojokkan. Hal itu akan memotivasi anak
untuk melakukan tindakan lagi.
7. I (Istiqamah)
Orangtua melaksanakan hal-hal diatas (R,E,N,T) secara
istiqomah, konsisten, terus menerus sehingga anak terbiasa
melakukan tindakan positif
8. NG (MeNGadakan time out)
Orangtua mengarahkan dan membimbing anak yang sedang
marah agar dapat mengendalikan kemarahan atau prilaku
buruk.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
Melaksanakan sebuah proses klarifikasi nilai
masyarakat kemudian menanamkannya kepada anak
memerlukan teknik PARENTING. Pada awal proses ini akan
dimulai, orang tua perlu melaksanakan langkah P, orang tua
benar-benar melepaskan paradigma pengasuhan yang tidak
tepat, dan menggunakan cara yang benar. Selanjutnya para
orang tua memahami A, termasuk berbagai perilaku yang
akan ditanamkan melalui sebuah proses klarifikasi nilai
masyarakat, proses pembelajaran, pelatihan, serta
pembiasaan. Selanjutnya langkah R dan E perlu dilaksanakan
di keseharian terlebih dahulu agar anak merasa dekat dengan
orang tuanya. Bila anak sudah merasa dekat maka proses
pemberian pemahaman, pelatihan, dan pembiasaan akan
berjalan dengan lebih baik karena anak lebih kooperatif, lebih
mau menuruti arahan orang tuanya dibanding anak yang
merasa bermusuhan dengan orang tuanya.
Pemberian pemahaman, pelatihan, dan pembiasaan
dengan uraian langkah yang sudah dibahas sebelumnya
merupakan bagian dari langkah N, T dan I. Langkah NG
merupakan langkah yang diperlukan bila selama proses ada
emosi berlebihan yang perlu ditangani.
F. Komunikasi Timbal Balik
Komunikasi merupakan kunci sukses pelaksanaan
pendidikan keluarga. Satuan pendidikan dengan orang tua perlu
mengadakan berbagai media komunikasi yang memfasilitasi
para orang tua untuk dapat bertanya tentang berbagai hal
terkait parenting, dan satuan pendidikan juga dapat
berkoordinasi tentang pendidikan putra-putrinya. Komunikasi
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
tersebut perlu terus didorong terutama dalam membahas
perkembangan anak dan
penanaman berbagai perilaku.
Keselarasan dalam penanaman
perilaku membantu untuk
memaksimalkan hasil.
Komunikasi dapat
dilakukan dengan bentuk
sebagai berikut:
1. Secara langsung (tatap muka)
a. Pertemuan antara pendidik dengan orang tua (individual)
b. Pertemuan program lembaga yang melibatkan orang tua
(program parenting, outbond, bimbingan konseling)
2. Secara tidak langsung:
a. Melalui telepon
b. Surat
c. Buku penghubung antara sekolah dengan orang tua murid
d. Melalui media online (blog, website, facebook).
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
BAB III
IMPLEMENTASI MODEL
A. Prasyarat Penggunaan Model
Model pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat program
pendidikan keluarga bagi orang tua dengan anak usia 3-6 tahun
ini akan efektif diterapkan jika kelompok sasarannya memiliki ciri
sebagai berikut:
1. Antara pengelola satuan pendidikan dan komunitas orang tua
peserta didik berkomitmen untuk bekerjasama sesuai peran
masing–masing dalam mendidik anak/peserta didik agar
memperoleh prestasi dan karakter unggul;
2. Pengelola dan pendidik bersepakat mendidik anak/peserta
didik dengan selalu menerapkan berkomunikasi timbal balik
kepada para orang tua peserta didik;
3. Para orang tua peserta didik bersepakat mendidik
anak/peserta didik dengan selalu menerapkan berkomunikasi
timbal balik kepada pengelola dan pendidik satuan
pendidikan.
4. Komunitas orang tua memiliki program rutin untuk bertukar
pikiran dan pengalaman dalam rangka peningkatan
kemampuan para orang tua dalam mendukung tumbuh
kembang optimal, berkarakter dan prestasi unggul pada anak.
5. Satuan pendidikan memahami teknik parenting dan memiliki
pendidik dan tenaga kependidikan yang dapat membantu
penyampaian materi, membimbing dan memotivasi para
orang tua yang memerlukan.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
B. Batasan Pembelajaran Klarifikasi Nilai Masyarakat
(KLANIMA)
Pembelajaran klanima adalah suatu proses menciptakan
suasana dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan kelompok
sasaran dengan menggunakan proses klarifikasi terhadap nilai
yang berasal dan berlaku pada suatu masyarakat. Nilai tersebut
mengandung persepsi, pemahaman, dan pengalaman hidup di
masyarakat. Bermula dari nilai inilah kemudian didiskusikan dan
diklarifikasi tingkat penerimaan, penolakan, dan penerapannya
pada penanaman karakter unggul anak–anaknya.
C. Komponen Model
1. Tujuan
Para orang tua peserta didik satuan pendidikan memperoleh
peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam
bekerjasama dengan orang tua lain dan/atau pengelola
dan/atau pendidik dalam mendidik anaknya agar memiliki
karakter dan prestasi unggul.
2. Sasaran
Kriteria peserta didik adalah para orangtua (termasuk orang
dewasa yang mengasuh) yang memiliki anak 3 – 6 tahun, dan
sanggup mengikuti pembelajaran hingga selesai program.
3. Fasilitator
a. Syarat
Agar proses pembelajaran berjalan dengan baik maka
diperlukan fasilitator/ pendidik yang memiliki syarat sebagai
berikut:
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
1) Memiliki rentang usia 22 – 45 tahun.
2) Terampil dalam berkomunikasi dan bekerjasama.
3) Pendidikan minimum SMA / setara
4) Memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam
pendidikan keluarga dan teknik parenting yang sudah
tersertifikasi oleh lembaga parenting
5) Sehat jasmani dan rohani.
6) Kreatif dan inovatif.
7) Disiplin, bertanggungjawab, dan suka bekerja keras.
8) Loyalitas dan berdedikasi tinggi.
9) Sabar, ulet, rajin, dan tidak mudah putus asa.
10) Bersedia menjadi pendidik/fasilitator
b. Tugas
Kegiatan yang dilakukan fasilitator dalam melaksanakan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Menemukan
kebutuhan belajar,
sumber belajar dan
nara sumber;
2) Membantu
menyusun rencana
pembelajaran;
3) Memfasilitasi proses pembelajaran;
4) Memantau proses;
5) Membantu penilaian dan pelaporan;
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
c. Kompetensi
Kompetensi yang harus dimiliki adalah mampu:
1) Menemukan kebutuhan belajar, sumber belajar dan
narasumber;
2) Menguasai langkah-langkah dan menyusun perencanaan
pembelajaran;
3) Menguasai teknik-teknik dalam mengajar atau
menyampaikan materi pembelajaran dan teknik fasilitasi
pembelajaran;
4) Menguasai teknik penilaian dan pelaporan;
5) Menguasai pendidikan orang dewasa (POD) dan
pendekatan pembelajaran andragogi serta teknik
parenting dan aplikasinya;
6) Mampu berkomunikasi, melakukan pendekatan, dan
lobi secara baik dan menguntungkan pendidikan anak
usia dini.
4. Bahan/materi (Nilai-nilai Kampiun)
Pembelajaran klanima berisi materi tentang nilai-nilai
yang berasal dan tumbuh di masyarakat dan mengarah pada
pembangunan tumbuh kembang, karakter dan prestasi
unggul anak. Dengan pertimbangan keterbatasan waktu dan
subjektivitas pengembangan, maka dalam model ini dibatasi
pada materi Kreatif, Amanah, Mandiri, Percaya diri, Inovatif
dan Unggul yang terkumpul pada akronim KAMPIUN.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
5. Strategi dan Cara Pembelajaran
Strategi yang digunakan dalam mengelola pembelajaran
klarifikasi nilai masyarakat adalah:
a. Optimalisasi pemanfaatan pengalaman para orang tua
dalam pendidikan penanaman nilai (kampiun) terhadap
anak-anaknya, baik yang dilakukan di keluarga/rumah
maupun yang dilakukan di satuan pendidikan melalui
pendidik bagi keberlangsungan pembelajaran;
b. Pembentukan atau pemanfaatan komunitas orangtua
dalam menyelenggarakan pembelajaran
c. Optimalisasi pemanfaatan lingkungan, keluarga, dan satuan
pendidikan sebagai media/wahana dan sumber/materi
pembelajaran;
d. Penciptaan harmonisasi dan keberlanjutan pendidikan nilai
yang dilakukan di satuan pendidikan dengan pendidikan
nilai yang dilakukan di rumah/keluarga.
Keempat cara utama (strategi) tersebut mendasari
seluruh proses pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat
dengan langkah dan kegiatan sebagai berikut:
5. Strategi dan Cara Pembelajaran
Strategi yang digunakan dalam mengelola pembelajaran
klarifikasi nilai masyarakat adalah:
a. Optimalisasi pemanfaatan pengalaman para orang tua
dalam pendidikan penanaman nilai (kampiun) terhadap
anak-anaknya, baik yang dilakukan di keluarga/rumah
maupun yang dilakukan di satuan pendidikan melalui
pendidik bagi keberlangsungan pembelajaran;
b. Pembentukan atau pemanfaatan komunitas orangtua
dalam menyelenggarakan pembelajaran
c. Optimalisasi pemanfaatan lingkungan, keluarga, dan satuan
pendidikan sebagai media/wahana dan sumber/materi
pembelajaran;
d. Penciptaan harmonisasi dan keberlanjutan pendidikan nilai
yang dilakukan di satuan pendidikan dengan pendidikan
nilai yang dilakukan di rumah/keluarga.
Keempat cara utama (strategi) tersebut mendasari
seluruh proses pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat
dengan langkah dan kegiatan sebagai berikut:
(c
) P
P-PA
U
D
&
D
IK
M
AS
a. Langkah 1 : Membuat kesepakatan inti antara pengelola
satuan pendidikan, fasilitator dan komunitas orangtua.
Mengapa disebut kesepakatan inti?. Karena setelah
terjadi kesepakatan ini, maka akan muncul kesepakatan
– kesepakatan lainnya. Hal inti yang perlu disepakati
oleh pengelola, fasilitator, dan para orangtua adalah
komitmen bersama untuk menyelenggarakan pendidikan
keluarga berbasis satuan pendidikan tempat anak –
anaknya belajar.
1) Tujuan
Pengelola, fasilitator, dan para orangtua mampu
membuat kesepakatan bersama tentang
penyelenggaraan pendidikan keluarga.
2) Siapa yang berperan dan apa peranannya?
Peran utama langkah ini adalah pengelola Satdik. Ia
menginisiasi penyelenggaraan program pendidikan
keluarga, kemudian memengaruhi dan mengajak
pendidik
(fasilitator) dan
para orangtua
berperan dan
berpartisipasi aktif
dalam program itu.
Peranan fasilitator
adalah bersedia menjadi fasilitator, sedangkan para
orangtua bersedia atau tidak bersedia menjadi peserta
didik program tersebut.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
3) Aspek yang perlu disiapkan
Satuan pendidikan perlu menyiapkan calon atau tenaga
fasilitator yang berasal dari para pendidik yang
dimilikinya. Kemudian bersama fasilitator terpilih Satdik
menyiapkan:
a) Pedoman atau panduan penyelenggaraan program
pendidikan keluarga, yang memuat antara lain
tentang filosofi, tujuan, sasaran, kurikulum, kriteria
pendidik/fasilitator, mekanisme perencanaan,
pelaksanaan pembelajaran, pendanaan dan
pemanfaatan dana serta pengendalian (monitoring,
evaluasi, pembinaan) pelaksanaan program
pendidikan keluarga. Pedoman dapat diperoleh dari
pemerintah (Direktorat Pembinaan Pendidikan
Keluarga, Ditjen PAUD dan Dikmas, Kemendikbud)
atau menyusun sendiri.
b) Agenda pertemuan (kesepakatan inti) dan garis besar
(rancangan) program pendidikan keluarga yang akan
dilaksanakan. Agenda mencakup pembukaan,
penjelasan maksud pertemuan, penjelasan apa,
mengapa, dan bagaimana program pendidikan
keluarga, musyawarah (diskusi) kesepakatan
penyelenggaraan program pendidikan keluarga, lain –
lain, dan penutup. Sedangkan rancangan program
minimal memuat nama programnya, yaitu
penyelenggaraan pendidikan keluarga, tujuan, peserta
didik (para orangtua murid), pendidik/fasilitator,
lingkup materi belajar, waktu dan tempat belajar,
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
sarana belajar, langkah – langkah penyelenggaraan
program, jadwal belajar, dan biaya penyelenggaraan.
c) Blanko biodata (data pribadi) peserta didik program
pendidikan keluarga, alat tulis kantor (ATK)
seperlunya, serta makanan dan minuman secukupnya.
Biodata selain memuat identitas diri para orangtua
murid, juga memuat tentang kebutuhan belajar apa
yang dikehendaki, kebisaan apa yang dapat
ditularkan kepada yang lain, dan kesediaan mengikuti
program hingga tuntas.
4) Bagaimana caranya ?
a) Pengelola Satdik berinisiatif membuat pertemuan
antara pengelola satuan pendidikan, fasilitator dengan
para orang tua murid dari satdik tersebut.
b) Pengelola mengundang fasilitator dan para orangtua
murid untuk
musyawarah
membuat
kesepakatan
menyelenggarakan
program pendidikan
keluarga. Sebelum
mengundang resmi
melalui surat, Pengelola perlu menetapkan waktu
yang sesuai dengan kesediaan kebanyakan para
orangtua murid. Undangan bisa juga dituliskan
melalui WhatsApp (W.A), SMS, e-mail, atau
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
lingkungan Rukun Tetangga/Warga (RT/RW). Hal
pokok yang dimuat dalam undangan adalah isi
pertemuan (musyawarah), tempat dan waktu
pertemuan.
c) Pengelola memimpin musyawarah. Musyawarah
tersebut diawali
dengan penjelasan
tentang apa itu
program pendidikan
keluarga?, apa
manfaatnya bagi
anak, orangtua, dan
Satdik?, serta apa
konsekwensi (resiko) nya dalam menyelenggarakan
program tersebut?. Setelah semua orangtua
memahami program tersebut, pengelola memimpin
musyawarah untuk membuat kesepakatan
menyelenggarakan program pendidikan keluarga
berbasis Satdik. Pengelola perlu memotivasi para
orangtua agar program tersebut disepakati oleh
mereka.
d) Pengelola memberikan biodata untuk diisi oleh setiap
orangtua murid sebagai tanda bersepakat dan
bersedia mengikuti penyelenggaraan program
pendidikan keluarga.
e) Pengelola mengumpulkan biodata yang sudah terisi
dan mengecek kebenarannya satu per satu. Jika
waktu dan kesempatannya masih memungkinkan,
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
pengelola dapat melanjutkan kegiatan pada langkah
ke-2 (mengidentifikasi kebutuhan/materi, nara
sumber, dan jadwal pembelajaran). Jika tidak
memungkinkan, maka pertemuan musyawarah dapat
ditutup.
5) Keluaran yang dihasilkan
a) Kesiapan diri pengelola Satdik dan fasilitator untuk
melaksanakan program.
b) Komitmen program pendidikan keluarga yang
disepakati bersama untuk dilaksanakan, dengan bukti
kumpulan biodata peserta didik (para orangtua
murid).
c) Agenda pertemuan musyawarah lanjutan untuk
mengidentifikasi kebutuhan/materi, nara sumber, dan
jadwal pembelajaran.
b. Langkah 2: Kerjasama mengidentifikasi materi dan
Jadwal Pembelajaran.
Pengelola bekerjasama dengan fasilitator dan peserta
didik (para orangtua murid) melakukan identifikasi,
yaitu mencari, menemukan dan menentukan materi
serta waktu (jadwal) pembelajaran yang tepat dan
menyenangkan.
1) Siapa yang berperan
a) Pemeran utama langkah ini adalah pengelola
program. Pengelola dapat memanfaatkan tenaga
yang kompeten dalam melakukan identifikasi
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
b) Orang tua dan pendidik berperan selaku
pendukung kegiatan identifikasi. Para orangtua
diharapkan mengemukakan kebutuhan –
kebutuhan belajar yang ingin dipelajari sebanyak
mungkin. Kebutuhan tersebut berkenaan dengan
peningkatan gizi dan kesehatan keluarga, teknik
stimulasi tumbuh kembang anak, perawatan dan
pengasuhan anak usia dini, pendidikan anak agar
menjadi anak berakhlak (karakter) dan berprestasi
unggul, komunikasi dalam keluarga dan
masyarakat (lingkungan), peningkatan
pendapatan keluarga, kerjasama dan
kepemimpinan dalam keluarga, dan sebagainya.
Pendidik berperan memancing dan memotivasi
para orangtua supaya mereka mengemukakan
kebutuhan belajarnya. Setelah terhimpun
kebutuhan – kebutuhan belajar, kemudian
pendidik bersama para orangtua membuat
prioritas materi dan jadwal pembelajaran
disesuaikan waktu yang disepakati bersama.
2) Aspek yang perlu disiapkan
Pengelola perlu menyiapkan tempat dan peralatan
diskusi (pertemuan),
blanko jadwal
pembelajaran,
kertas HVS, papan
tulis (white board)
dan alat tulisnya.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
Akan lebih bagus jika disiapkan juga makanan dan
minuman secukupnya.
3) Bagaimana caranya
a) Setelah terwujud
kesepakatan inti,
pengelola
menjelaskan
maksud dan proses
pelaksanaan
identifikasi.
Selanjutnya
pengelola mengajak semua orangtua murid yang hadir
membuat kepengurusan kelompok pendidikan
keluarga. Unsur kepengurusan minimal adalah ketua,
sekretaris, bendahara, dan pembantu umum.
b) Melalui kepemimpinan pengurus kelompok, pengelola
dan pendidik memfasilitasi para orangtua murid
menyusun daftar prioritas kebutuhan belajar dan jadwal
pembelajaran. Jadi, hakekatnya para orangtua muridlah
yang menyusun jadwal pembelajaran. Contoh jadwal
pembelajaran adalah berikut ini.
No Tanggal
(2015)
Materi Cara
pembelajaran
Fasilitator
1 Juni (6,9,13,16,2 0,23,27)
Pentingnya Pendidikan Keluarga
Seminar Psikolog/nara sumber parenting 2 Juli
(4,7,11,14,21, 25,28)
Menjaga dan meningkatka n nilai, sikap, dan prilaku Kreatif –
Demo masak
kreatif mengolah makanan + arisan bicara
oUnsur IKABOGA local; oKeluarga
kreatif.
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
3 Agustus (1,4,8,11,15,18 ,22,25,29)
Menjaga dan meningkatka n nilai, sikap, dan prilaku Percaya diri – Inovatif – Unggul.
Outbond
(game + diskusi)
Kunjungan ke
para juara.
oUnsur sekolah alam; oPara juara.
4 September (1,5,8,12,15,1 9,22,26,29) Kepemimpina n & Komunikasi dlm keluarga Tanya jawab, sosio drama, diskusi, penugasan. Fasilitator tersertifikasi 5 Oktober (3,6,13,20,2 7,31) Teknik simulasi Tumbang, perawatan dan pengasuhan anak Tanya jawab, sosio drama, diskusi, penugasan. Fasilitator tersertifikasi 6 November (3,7,10,14,17, 21,28) Peningkatan gizi dan kesehatan keluarga Demo masak, arisan bicara, diskusi, penugasan. Dokter puskesmas, Ahli gizi. 7 Desember (1,5,8,12,15) Keterampilan menambah penghasilan keluarga Praktek membuat/me mbuka usaha Pegawai bank, pengusaha UMKM.
c) Keluaran yang dihasilkan
Daftar peserta didik, susunan kepengurusan kelompok,
daftar sumber belajar dan nara sumber, daftar
kebutuhan belajar, dan jadwal pembelajaran.
c. Langkah 3: Pelaksanaan pembelajaran program
pendidikan keluarga dengan model klarifikasi nilai
masyarakat. Urutan kegiatan dalam setiap putaran
pembelajarannya mengikuti urutan kegiatan di bawah
ini. Urutan ini merupakan hal – hal yang perlu dilakukan
oleh peserta didik dengan fasilitasi pendidik (fasilitator).
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J
a) Penyusunan dan penyajian topik (materi)
pembelajaran;
Fasilitator menyusun materi pembelajaran sesuai topik
yang disepakati pada langkah 2 di atas. Topik disusun
dengan menguraikan thema materi yang ada.
Misalnya untuk materi berthema stimulasi tumbuh
kembang anak, maka salah satu topiknya bisa
ditetapkan misalnya pengetahuan tentang
memahami dan cara merangsang otak anak.
Fasilitator menuliskan uraian tersebut ke dalam suatu
bahan bacaan (lembar bacaan, 1-3 halaman), power
point penyajian, atau bentuk lainnya. Fasilitator
menyertakan pertanyaan – pertanyaan penggerak
diskusi dalam bahan bacaan untuk memandu dan
“menantang (challenger)” peserta melakukan diskusi.
Contoh pertanyaan penggerak diskusi:
1. Setelah Anda memahami sepintas tentang
anatomi otak anak, coba kita daftar kegiatan –
kegiatan sehari - hari yang positif dan negative
bagi pertumbuhan dan perkembangan otak
anak!
2. Apa yang akan kita lakukan terhadap kegiatan
yang berdampak negative bagi tumbuh-kembang
otak anak?
3. Nilai, dogma, kepercayaan, norma apa saja yang
mendasari terjadinya kegiatan – kegiatan tersebut
(positif maupun negative)?
(c
) P
P-
PA
U
D
&
D
IK
M
AS
J