• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN KLARIFIKASI NILAI MASYARAKAT PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA BAGI ORANG TUA DENGAN ANAK USIA 3-6 TAHUN Pengarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN KLARIFIKASI NILAI MASYARAKAT PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA BAGI ORANG TUA DENGAN ANAK USIA 3-6 TAHUN Pengarah"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(2)

MODEL PEMBELAJARAN KLARIFIKASI NILAI

MASYARAKAT PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA

BAGI ORANG TUA DENGAN ANAK USIA 3-6 TAHUN

Pengarah

Ir.Djajeng Baskoro,M.Pd

Penanggung Jawab

Dadan Supriatna.M.Pd

Tim Penyususn Model

Ketua

Drs Uus Darus Sodli

Anggota

H.Moch.Syamsuddin, S.Pd

Reni Anggraeni Sadiah, S.Psi

Dra. Letty Suharti

Yedi.Kusmayadi, S.Pd

Kontributor

TK Gagas Ceria Kotamadya Bandung

Yayasan Guna Bakti Cicalengka Kab. Bandung

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL,DAN INFORMAL (PP-PAUDNI) REGiONAL I BANDUNG

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(3)

ABSTRAK

Model Pembelajaran Klarifikasi Nilai

Masyarakat Program Pendidikan Keluarga

Bagi Orang tua dengan Anak Usia 3-6 Tahun

Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai dan membantu para orangtua untuk mengenali pola perilaku pribadi masing-masing dan menguasai kemampuan mendengarkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan nilai yang disepakati.

Para orang tua akan memunculkan pengalamannya untuk dianalisis bersama orang tua lainnya dalam kumpulan mereka. Pengalaman tersebut mengandung perilaku dan nilai–nilai yang hidup dalam bergaul di masyarakat, baik nilai yang positif maupun negatif. Nilai-nilai tersebut hendaknya juga ditanamkan dalam keluarga, termasuk pada anak usia dini atau saat anak memasuki pendidikan awal, karena pada usia ini anak merupakan masa terpenting bagi pengembangan intelegensi permanen di diri anak.

Kondisi pola pengasuhan dan pendidikan tentang budi pekerti saat ini dirasakan mengalami penurunan bahkan ketidakjelasan. Permasalahan yang ditemukan pula saat ini adalah adanya perbedaan pola dan isi pendidikan antara sekolah (satuan pendidikan), rumah (keluarga), dan masyarakat (lingkungan). Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman dari orang tua

maupun pendidik tentang bagaimana menanamkan dan

mengembangkan nilai-nilai budi pekerti yang baik pada anak sejak usia dini.

Tujuan Model Pembelajaran Klarifikasi Nilai Masyarakat ini adalah sebagai panduan atau acuan bagi pendidik PAUD dan orang tua dalam mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai budi pekerti yang baik pada anak melalui pembiasaan perilaku kehidupan sehari-hari. Adapun sasaran pengguna model adalah pendidik PAUD, Pengelola PAUD, Orangtua yang memiliki anak 3 – 6 tahun, Pembina/Penilik/Pengawas PAUD dan satuan pendidikan PAUD lainnya,

Dalam model ini (kasus ujicoba) nilai yang akan dibelajarkan, dibatasi pada nilai sebagai berikut; K (Kreatif), A. (Amanah), M

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(4)

Model ini telah diujicobakan pada 2 lokasi ujicoba yaitu di Kelompok TK. Gagas Ceria Jalan Malabar Kota Bandung dan kelompok di Yayasan Guna Bakti Cicalengka Kabupaten Bandung. Model ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi pengguna di lapangan untuk melakukan kegiatan pembelajaran di Kelompok PAUD yang memiliki karakteristik sasaran relatif sama serta pengguna lain dengan menyesuaikan pada karakteristik sasarannya.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(5)

KATA PENGANTAR

Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan

pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses

menilai dan membantu para orangtua untuk menguasai kemampuan

mendengarkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan nilai

yang disepakati dan tumbuh disekelililing pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Dalam model ini, nilai yang akan dibelajarkan dibatasi pada nilai

sebagai berikut; K (Kreatif), A. (Amanah), M (Mandiri), P (Percaya

diri),I (Inovatif), UN (Unggul). Pendekatan ini bertujuan

menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan

orangtua untuk mengidentifikasi serta menstimulasi tumbuh kembang

anak pada pendidikan karakter unggul.

PP-PAUDNI Regional I Jayagiri pada Tahun Anggaran 2015

mencoba menyusun Model Pembelajaran Klarifikasi Nilai Masyarakat

Program Pendidikan Keluarga Bagi Orangtua dengan Anak 3 – 6

Tahun. Model ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan untuk

menjadi sebuah model yang laik uji dan layak terap, untuk itu kritik,

saran, serta masukan-masukan konstruktif sangat kami harapkan

demi perbaikan model selanjutnya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu terlaksananya penyusunan model ini. Semoga apa

yang telah kita lakukan dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Amin.

Lembang, Oktober 2015 Kepala,

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……….. i Daftar Isi……… ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... B. Tujuan dan Mafaat... C. Pengguna... D. Ruang Lingkup...

1 6 7 7

BAB II KONSEP DASAR

A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)... B. Pendidikan Keluarga... C. Klarifikasi Nilai Masyarakat... D. Konsep Tripusat dalam Pendidikan... E. Teknik Parenting... F. Komunikasi Timbal Balik...

9 10 17 21 23 26

BAB III IMPLEMENTASI MODEL

A. Prasyarat Penggunaan Model... B. Batasan Pembelajaran Klarifikasi Nilai Masyarakat (KLANIMA)... C. Komponen Model... 1. Tujuan... 2. Sasaran... 3. Fasilitator... 4. Bahan/Materi (nilai-nilai KAMPIUN)... 5. Strategi dan Cara Pembelajaran... 6. Tempat Kegiatan... 7. Evaluasi...

28

29 29 29 29 29 31 32 45 45

BAB IV PELUANG dan TANTANGAN

A. Peluang... B. Tantangan...

47 48

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... B. Rekomendasi...

51 52

DAFTAR PUSTAKA

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003,

tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sepaham dengan maksud pendidikan menurut

undang-undang di atas, muncul penafsiran bahwa suasana dan proses

pembelajaran tidak hanya terjadi di sekolah atau satuan

pendidikan, tetapi juga terjadi di dalam keluarga dan lingkungan

atau masyarakat.

Atas penafsiran inilah kemudian dikenal istilah Tripusat atau

Tricentrum pendidikan,

yaitu bahwa pendidikan

anak bangsa berpusat di

keluarga, satuan

pendidikan (Satdik atau

sekolah), dan lingkungan

(masyarakat).

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003,

tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sepaham dengan maksud pendidikan menurut

undang-undang di atas, muncul penafsiran bahwa suasana dan proses

pembelajaran tidak hanya terjadi di sekolah atau satuan

pendidikan, tetapi juga terjadi di dalam keluarga dan lingkungan

atau masyarakat.

Atas penafsiran inilah kemudian dikenal istilah Tripusat atau

Tricentrum pendidikan,

yaitu bahwa pendidikan

anak bangsa berpusat di

keluarga, satuan

pendidikan (Satdik atau

sekolah), dan lingkungan

(masyarakat).

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(8)

Kondisi saat ini, bermunculan sekolah-sekolah yang

memfasilitasi pendidikan anak. Selain sekolah negeri yang terus

bertambah seiring pertambahan jumlah penduduk, juga sekolah

swasta dengan berbagai penawaran program full day bahkan

ada boarding school (siswa tinggal di lingkungan sekolah). Sebuah

pertanyaan yang muncul adalah yang manakah wahana utama

pendidikan anak? Rumah atau sekolah ?

Permasalahan yang ditemukan pula saat ini adalah adanya

perbedaan pola dan isi pendidikan antara sekolah (satuan

pendidikan), rumah (keluarga), dan masyarakat (lingkungan). Di

sekolah anak belajar tentang bahasa sopan, di rumah kedua

orang tuanya saling mencaci maki. Di sekolah anak belajar

mandiri memakai sepatu sendiri, di rumah orang tua sengaja

memasangkan sepatu setiap berangkat sekolah, dan sebagainya.

Begitu pula ketika anak bermasyarakat, apa yang ia peroleh di

sekolah atau rumah berbeda dengan apa yang ia temukan di

masyarakat. Salah satu hasilnya dari kondisi tersebut adalah

terhambatnya pembentukan berbagai nilai dan perilaku dalam

diri anak.

Sebahagian besar pengelola dan pendidik sekolah saat ini

mengeluhkan adanya sebagian (besar) orang tua yang

menyerahkan tanggung jawab pendidikan anaknya ke sekolah

(Satdik), dan berkecenderungan berharap agar anaknya menjadi

anak yang cerdas, berprestasi dan juga berkarakter unggul. Akan

tetapi dengan adanya pelepasan tanggung jawab pendidikan

serta dan ketidaksamaan pola penanaman nilai dan serta

perilaku antara Satdik dengan keluarga (orangtua), maka dapat

dipastikan penanaman karakter unggul terhadap anak menjadi

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(9)

sulit. Bila penanaman karakter ini diumpamakan mendorong

sebuah pesawat ulang alik ke orbitnya, maka orang tua dan

pendidik (dan tenaga kependidikan Satdik) adalah bagian dari

roket pendorong pesawat. Bayangkan bila yang berfungsi hanya

satu roket, maka pesawat tidak akan pernah bisa terdorong ke

orbit. Bayangkan pula bila arah roket berbeda, ada yang ke atas,

ada yang ke kanan, maka pesawat tersebut juga bergerak tidak

lurus menuju yang seharusnya, tapi bisa ke arah mana saja,

sehingga sulit mencapai orbit yang merupakan posisi dimana nilai

dan perilaku tertanam sehingga sang anak berperilaku baik

dengan kesadarannya sendiri.

Anak memasuki

masa golden age pada usia

0 – 6 tahun, dimana pada

saat itu ia mengalami

pertumbuhan yang pesat

dalam berbagai aspek.

Salah satu yang pesat

berkembang dalam

rentang usia tersebut

adalah saraf otak yang

berpengaruh pada kecerdasan anak, juga pembentukan dasar

karakter yang akan terbawa sampai anak menjadi dewasa. Oleh

karena itu, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) merupakan suatu

kebutuhan yang penting dalam membentuk generasi penerus

yang berkualitas.

Pendidikan anak usia dini usia 0-3 tahun, saat ini sebagian

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(10)

umumnya sebagian orang tua sudah menyekolahkan anaknya di

berbagai lembaga PAUD, antara lain Taman Kanak-kanak,

Raudhatul Athfal, Taman Pendidikan Quran, Kelompok Bermain,

dan sebagainya. Hal ini berarti pendidikan anak dilaksanakan di

dua tempat, yaitu di sekolah dan (semestinya juga) di dalam

keluarga.

Dari berbagai literatur yang berkenaan dengan produk

kebijakan dan program yang bertujuan menjembatani

pendidikan yang terjadi di sekolah dengan pendidikan di

keluarga dan lingkungan, menyiratkan kesimpulan bahwa

tumbuh kembang optimal dan karakter unggul peserta didik

sangat terdukung oleh keterlibatan orang tuanya. Hal ini

diperkuat oleh hasil studi eksplorasi dalam rangka

pengembangan pembelajaran dan bahan ajar program

pendidikan keluarga (2015) yang menyatakan jalinan komunikasi

antara satuan pendidikan (khususnya PAUD) dengan orang tua

telah terjadi namun frekuensi dan konten serta konteksnya belum

terkelola secara efektif.

Beranjak dari hal tersebut, maka penulis memandang perlu

untuk menemukan suatu model pembelajaran bagi para orang

tua dari peserta didik berusia 3-6 tahun, agar mereka mau

melaksanakan pendidikan di rumah dan dalam keluarga secara

sinergis, sinkron, dan saling mendukung. Konsekuensi logis dari

kegiatan pendidikan adalah materi belajar. Oleh sebab itu,

pengembangan model pembelajaran tersebut sekaligus

mengembangkan juga materi-materi belajarnya. Baik model

pembelajaran maupun materi belajarnya diarahkan untuk

membantu para orang tua mensinergikan pendidikan yang

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(11)

dilakukan di rumah (keluarga), di sekolah, maupun di

lingkungan, sehingga mendukung tumbuh kembang optimal dan

karakter unggul bagi anak usia 3-6 tahun.

Berbagai model pembelajaran dapat dilakukan untuk

mengajak dan membelajarkan para orang tua di dalam suatu

komunitas tentang cara melaksanakan pendidikan keluarga.

Model pembelajaran ini juga mempertimbangkan latar belakang

orang tua, baik itu ekonomi, sosial, budaya, agama, sifat, dan

kepribadian orang tua. Walaupun latar belakang orang tua yang

berbeda-beda, semua memiliki kemampuan untuk bisa

mentransferkan berbagai nilai yang berlaku di masyarakat

kepada anak-anaknya. Nilai – nilai tersebut merupakan

kesepakatan seluruh unsur keluarga, dan pada gilirannya melalui

kebiasaan anjangsono antarkeluarga nilai – nilai tersebut menjadi

nilai bersama secara komunitas, bahkan selanjutnya menjadi nilai

suatu masyarakat. Kebiasaan anjangsono dan mengobrol

antarkeluarga tentang nilai – nilai kehidupan yang bisa jadi

berujung kesepakatan atau ketidaksepakatan setelah melalui

proses klarifikasi antarmereka. Proses klarifikasi melalui

anjangsono dan obrolan inilah penulis sebut sebagai kegiatan

potensial yang dapat direvitalisasi menjadi kegiatan

pembelajaran (utamanya tentang nilai) di masyarakat atau di

lingkungan keluarga atau beberapa keluarga yang bergabung

untuk itu. Muatan atau materi pembelajaran diutamakan

tentang nilai, karena fenomena yang ada saat ini

mengindikasikan semakin lunturnya penghayatan dan

implementasi tentang nilai – nilai kehidupan yang unggul, baik di

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(12)

Proses transformasi nilai melalui diskusi (obrolan) dalam

keluarga serta anjangsono dan obrolan klarifikatif antarkeluarga

penulis angkat menjadi Pembelajaran Klarifikasi Nilai

Masyarakat.

Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan

pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau

proses menilai dan membantu para orangtua untuk mengenali

pola perilaku pribadi masing-masing dan menguasai kemampuan

mendengarkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan

nilai yang disepakati.

Para orang tua akan memunculkan pengalamannya untuk

dianalisis bersama orang tua lainnya dalam kumpulan mereka.

Pengalaman tersebut mengandung perilaku dan nilai–nilai yang

hidup dalam masyarakat, baik nilai yang positif maupun negatif.

Bermula dari nilai inilah kemudian didiskusikan dan diklarifikasi

tingkat penerimaan, penolakan, dan penerapannya bagi

perkembangan prestasi dan karakter unggul anak–anaknya.

B. Tujuan dan Manfaat

Penyusunan model pembelajaran klarifikasi nilai

masyarakat program pendidikan keluarga bagi orang tua

dengan anak usia 3-6 tahun ini bertujuan untuk memberikan

acuan kepada pengelola, pendidik, dan unsur pembina PAUD di

lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota dalam

melaksanakan program pendidikan keluarga sebagai wahana

pembelajaran orang tua untuk melaksanakan klarifikasi nilai

masyarakat dan membentuk sinergi orang tua (keluarga) dengan

satuan pendidikan dalam mendidik anak-anaknya.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(13)

Manfaat model pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat

program pendidikan keluarga bagi orang tua dengan anak usia

3-6 tahun ini adalah terbentuknya sinergi orang tua (keluarga)

dengan satuan pendidikan dalam menstimulasi tumbuh kembang

optimal, prestasi dan karakter unggul anak usia 3-6 tahun.

C. Pengguna

Model pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat program

pendidikan keluarga bagi orang tua yang memiliki anak usia 3-6

tahun ini diharapkan digunakan oleh beberapa pihak sebagai

berikut:

1. Pengelola PAUD;

2. Pendidik PAUD;

3. Orang tua;

4. Pembina/penilik/pengawas PAUD.

D. Ruang Lingkup

Lingkup penulisan model pembelajaran klarifikasi nilai

masyarakat program pendidikan keluarga bagi orang tua

dengan anak usia 3-6 tahun terdiri dari lima bab, dengan

sistematika penyusunan sebagai berikut:

1. Bab I, Pendahuluan, berisi uraian tentang: latar belakang,

tujuan, sasaran pengguna, ruang lingkup model;

2. Bab II, Konsep Dasar, memaparkan tentang: konsep PAUD,

konsep pendidikan keluarga, konsep tripusat dalam

pendidikan, teori komunikasi timbal balik;konsep terpusat

dalam pendidikan Klarifikasi Nilai Masyarakat

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(14)

3. Bab III, Operasionalisasi Model, berisi uraian tentang: Prasyarat

Penggunaan Model, batasan pembelajaran, tujuan

pembelajaran, kurikulum pembelajaran, peserta

pembelajaran, fasilitator dan narasumber (pendidik), strategi

dan metode pembelajaran, tempat dan sarana pembelajaran,

waktu dan biaya, hasil pembelajaran;

4. Bab IV, Peluang dan Tantangan, menguraikan tentang:

peluang dan tantangan dari model;

5. Bab V, Penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan

rekomendasi.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(15)

BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

1. Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan Anak Usia Dini atau disingkat PAUD adalah

suatu upaya pembinaan terhadap anak sejak lahir sampai

dengan usia enam tahun,

yang dilakukan melalui

pemberian rangsangan

pendidikan untuk

membantu pertumbuhan

dan perkembangan jasmani

dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

PAUD bertujuan untuk membentuk anak yang berkualitas,

dan memiliki dasar karakter unggul di masa dewasa.

PAUD diselenggarakan atas prinsip-prinsip sebagai

berikut:

a. Berorientasi pada kebutuhan anak.

b. Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain.

c. Merangsang munculnya kreativitas dan inovasi.

d. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar.

e. Mengembangkan kecakapan hidup anak.

f. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang

ada di lingkungan sekitar.

BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

1. Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan Anak Usia Dini atau disingkat PAUD adalah

suatu upaya pembinaan terhadap anak sejak lahir sampai

dengan usia enam tahun,

yang dilakukan melalui

pemberian rangsangan

pendidikan untuk

membantu pertumbuhan

dan perkembangan jasmani

dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

PAUD bertujuan untuk membentuk anak yang berkualitas,

dan memiliki dasar karakter unggul di masa dewasa.

PAUD diselenggarakan atas prinsip-prinsip sebagai

berikut:

a. Berorientasi pada kebutuhan anak.

b. Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain.

c. Merangsang munculnya kreativitas dan inovasi.

d. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar.

e. Mengembangkan kecakapan hidup anak.

f. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang

ada di lingkungan sekitar.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(16)

g. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang dengan

mengacu pada prinsip-prinsip perkembangan anak.

h. Rangsangan pendidikan bersifat menyeluruh yang

mencakup semua aspek perkembangan berbagai aspek

perkembangan/ kecerdasannya.

i. Memperhatikan berbagai kearifan lokal dalam

menanamkan berbagai nilai dan perilaku, memperhatikan

berbagai kearifan lokal dalam menanamkan berbagai nilai

dan perilaku, yaitu gagasan-gagasan setempat yang

bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang

tertanam dan diakui oleh masyarakatnya (M. Echols).

Gagasan-gagasan tersebut sudah ada dalam masyarakat

sejak zaman nenek moyang dan diturunkan dari generasi ke

generasi. Contoh kearifan lokal yang berhubungan dengan

pendidikan anak usia dini adalah berbagai permainan anak

di daerahnya yang memiliki manfaat dalam penanaman

berbagai nilai dan perilaku.

B. Pendidikan Keluarga

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan

lingkungan budaya pertama dan

utama dalam rangka

menanamkan berbagai nilai dan

norma serta mengembangkan

berbagai perilaku yang dianggap

penting bagi kehidupan pribadi,

keluarga dan masyarakat.

Pendidikan dalam keluarga yang

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(17)

terlaksana dengan baik, akan menghasilkan kehidupan yang

harmonis dalam keluarga.

Nick dan De Frain (1987) mengemukakan beberapa hal tentang pegangan menuju hubungan keluarga yang sehat dan

bahagia, yaitu:

1. Terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga

2. Tersedianya waktu untuk bersama keluarga

3. Interaksi segitiga antara ayah, ibu, dan anak

4. Saling menghargai dalam interaksi ayah, ibu, dan anak

5. Keluarga menjadi prioritas utama dalam setiap situasi dan

kondisi

Keluarga mempunyai 8 fungsi yaitu:

1. Fungsi Keagamaan

Orang tua menjadi contoh panutan bagi anak-anaknya dalam

beribadah termasuk sikap dan perilaku sehari-hari sesuai

dengan norma agama.

2. Fungsi Sosial Budaya

Orang tua menjadi contoh perilaku sosial budaya dengan cara

bertutur kata, bersikap, dan bertindak sesuai dengan budaya

timur agar anak-anak bisa melestarikan dan mengembangkan

budaya dengan rasa bangga.

3. Fungsi Cinta Kasih

Orang tua mempuyai kewajiban memberikan cinta kasih,

orang tua mempuyai kewajiban memberikan cinta kasih

kepada anak-anak, anggota keluarga lain sehingga keluarga

menjadi wadah utama menanamkan cinta kasih dalam

kehidupan anak.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(18)

4. Fungsi Perlindungan

Orang tua selalu berusaha menumbuhkan rasa aman, nyaman

dan kehangatan bagi seluruh anggota keluarganya sehingga

anak-anak merasa nyaman berada di rumah.

5. Fungsi Reproduksi

Orang tua sepakat untuk mengatur jumlah anak serta jarak

kelahiran dan menjaga anak-anaknya terutama yang sudah

remaja untuk menjaga kesehatan reproduksinya, salah satunya

dengan menghindari sex kehamilan sebelum menikah.

6. Fungsi Sosial dan Pendidikan

Orang tua mampu mendorong anak-anaknya untuk

bersosialisasi dengan lingkungannya serta mengenyam

memperoleh pendidikan untuk masa depannya.

7. Fungsi Ekonomi

Orang tua bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

8. Fungsi Lingkungan

Orang tua selalu mengajarkan kepada anak-anak untuk

menjaga dan memelihara lingkungan keharmonisan keluarga

dan lingkungan sekitar.

Pendidikan keluarga adalah usaha sadar yang dilakukan

orang tua, karena mereka

pada umumnya merasa

terpanggil (secara naluriah)

untuk membimbing dan

mengarahkan,

pengetahuan nilai dan

4. Fungsi Perlindungan

Orang tua selalu berusaha menumbuhkan rasa aman, nyaman

dan kehangatan bagi seluruh anggota keluarganya sehingga

anak-anak merasa nyaman berada di rumah.

5. Fungsi Reproduksi

Orang tua sepakat untuk mengatur jumlah anak serta jarak

kelahiran dan menjaga anak-anaknya terutama yang sudah

remaja untuk menjaga kesehatan reproduksinya, salah satunya

dengan menghindari sex kehamilan sebelum menikah.

6. Fungsi Sosial dan Pendidikan

Orang tua mampu mendorong anak-anaknya untuk

bersosialisasi dengan lingkungannya serta mengenyam

memperoleh pendidikan untuk masa depannya.

7. Fungsi Ekonomi

Orang tua bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

8. Fungsi Lingkungan

Orang tua selalu mengajarkan kepada anak-anak untuk

menjaga dan memelihara lingkungan keharmonisan keluarga

dan lingkungan sekitar.

Pendidikan keluarga adalah usaha sadar yang dilakukan

orang tua, karena mereka

pada umumnya merasa

terpanggil (secara naluriah)

untuk membimbing dan

mengarahkan,

pengetahuan nilai dan

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(19)

ketrampilan bagi putra-putri mereka sehingga mampu

menghadapi tantangan hidup di masa datang.

Tujuan Pendidikan Keluarga adalah:

1. Memberikan pengalaman pertama masa anak-anak

Pengalaman pertama

merupakan faktor penting

dalam perkembangan pribadi

anak. Dalam keluarga tentu

interaksi pertama yang dialami

seorang anak adalah interaksi

dengan ibunya. Interaksi inilah

menjadi pengalaman

(pembelajaran) pertama, utama, dan penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak.

2. Memberikan kebutuhan emosional anak

Pendidikan keluarga memenuhi kebutuhan emosional

terutama kebutuhan rasa kasih sayang anak. Kebutuhan akan

rasa kasih sayang merupakan kebutuhan dasar anak. Anak

memerlukan penerimaan dari orang-orang terdekat dalam

hidupnya dan itu adalah keluarga. Terpenuhinya kebutuhan

emosional anak pada waktu kecil, membentuk kepribadian

anak dengan rasa empati yang penting bagi anak dalam

membentuk hubungan sosial di tahapan kehidupan

selanjutnya.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(20)

3. Menanamkan dasar pendidikan moril

Anak belajar untuk membedakan berbagai perilaku, mana

yang benar dan mana

yang salah. Anak juga

belajar untuk

melakukan hal yang

benar. Di sisi lain anak

juga belajar menerima

perbedaan, bahwa

penilaian setiap orang bisa berbeda-beda. Anak belajar saling

menghargai perbedaan dan membangun kerja sama dalam

kehidupan.

4. Memberikan dasar pendidikan sosial

Dalam kehidupan keluarga, anak-anak pun belajar tentang

saling tolong antar keluarga, misalnya menjenguk dan

menyumbang untuk saudaranya yang sakit, berbagi tanggung

jawab dalam merawat rumah, bersama-sama menjaga

ketertiban keluarga, dan sebagainya. Hal-hal tersebut

memberikan dasar terutama memupuk berkembangnya

kesadaran sosial pada anak.

Keluarga terdiri dari ayah, ibu, anak, dan komponen

pengasuhan lain. Setiap

anggota memiliki peran

yang berbeda. Peran

dalam keluarga

menggambarkan watak

dan sifat dalam kegiatan

yang berhubungan baik

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(21)

secara individu maupun sosial dalam situasi dan posisi tertentu.

Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan

perilaku keluarga, kelompok dan masyarakat.

Berbagai peran anggota keluarga masing-masing adalah

sebagai berikut:

1. Peran ayah

a. Kepala keluarga

b. Suami untuk istrinya

c. Ayah untuk anaknya

d. Pencari nafkah utama

e. Pendidik

f. Pelindung

g. Anggota dari kelompok sosialnya

h. Anggota masyarakat dan lingkungan

2. Peran Ibu

a. Istri untuk suaminya

b. Ibu untuk anaknya

c. Pengurus rumah tangga (penanggung jawab utama)

d. Pengasuh dan pendidik

e. Anggota dari kelompok sosial

f. Anggota masyarakat dan lingkungan

g. Pencari nafkah (ibu bekerja)

3. Peran Anak

Anak melaksanakan peran sebagai murid yang sedang belajar

bertahap sesuai tingkat perkembangannya, baik fisik, mental,

sosial, dan spritual sampai ia mampu mengambil peran sebagai

orang tua dan anggota masyarakat serta lingkungan.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(22)

4. Peran komponen pengasuhan lain (kakek, nenek, bibi, uwa,

pengasuh)

a. Keluarga bagi ayah, ibu, dan anak

b. Pengasuh dan pendidik

c. Anggota dari kelompok sosial

d. Anggota masyarakat dan lingkungan

e. Pencari nafkah bila ayah dan ibu tidak ada

Tumbuh kembang optimal anak memerlukan 3 komponen,

yaitu:

1. ASUH (fisik-biologis)

Makan yang bergizi, pemukiman yang layak/rumah yang

sehat, pakaian yang layak/bersih, perawatan kesehatan

teratur, imunisasi, menjaga kebersihan diri

2. ASIH (kasih sayang)

Kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya dan anggota

keluarga lainnya.

3. ASAH (stimulasi/rangsangan)

Stimulasi (rangsangan) yang bertujuan mengoptimalkan

perkembangan anak seperti kecerdasan, keterampilan,

kemandirian, budi pekerti, sopan santun, moral-etika,

kreatifitas, produktifitas, dsb.

Anak yang tidak mendapat lingkungan baik untuk

merangsang pertumbuhan otak, misalnya: jarang disentuh, jarang

diajak bermain, jarang diajak berkomunikasi, maka

perkembangan otaknya lebih kecil 20-30% dari ukuran normal

seusianya.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(23)

Benjamin S. Bloom, dalam stabllity and change in human

characteristic menemukan bahwa perkembangan otak pada

seseorang sebagai berikut:

1. 50% kemampuan belajar seseorang ditentukan dalam 4 tahun

pertamanya.

2. 30% dikembangkan dalam 4 tahun berikutnya; dan

3. 20% sisanya dikembangkan dalam 10 tahun berikutnyanya.

Melihat data tersebut jelaslah mengapa usia dini disebut masa

emas (Golden Age). Pemberian komponen asuh, asah, dan asih

merupakan hal yang penting untuk mendukung tumbuh

kembang optimal anak di rentang usia tersebut.

Hasil penelitian di Bailor College of Medicine menyatakan

bahwa lingkungan memberi peran yang sangat besar dalam

pembentukan sikap, kepribadian, dan pengembangan

kemampuan anak secara optimal. Intinya lngkungan berperan

sebagai penyedia tiga kebutuhan dasar anak untuk tumbuh

kembang yang optimal, yaitu asuh, asah dan asih.

C. Klarifikasi Nilai Masyarakat

Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan

pendekatan mengajar dengan

menggunakan pertanyaan

atau proses menilai (valuing

process) dan membantu para

orangtua untuk menguasai

kemampuan mendengarkan,

menganalisis, menyimpulkan

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(24)

nilai yang tumbuh disekelililing pertumbuhan dan perkembangan

anak.

Dalam model ini (kasus ujicoba) nilai yang akan

dibelajarkan, dibatasi pada nilai sebagai berikut;

1. K (Kreatif)

2. A. (Amanah)

3. M (Mandiri)

4. P (Percaya diri)

5. I (Inovatif)

6. UN (Unggul)

Nilai–nilai tersebut di atas disingkat menjadi akronim

KAMPIUN. Nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dan

diwujudkan dalam perilaku. Berikut ini uraian perilaku yang

merupakan target pelaksanaan pengasuhan anak dan juga tolak

ukur penilaian keberhasilan teknik parenting yang dilaksanakan

orang tua :

No Nilai Perilaku

1 Kreatif - Memiliki banyak ide/ gagasan

- Memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan banyak mengajukan pertanyaan

- Senang membuat sesuatu dari bahan yang ada disekitarnya

- Senang dengan hal-hal baru dan

menantang

- Tidak pernah merasa bosan

2 Amanah - Menepati janji dan terbiasa berkata jujur

- Bisa menyimpan dan menjaga rahasia - Menyampaikan pesan yang dititipkan

padanya

- Melakukan tugas yang diberikan

guru/orang tua/orang lain

- Mengerti mana barang miliknya sendiri dan mana milik orang lain

3 Mandiri - Memakai sepatu sendiri

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(25)

No Nilai Perilaku - Makan sendiri

- Memakai baju sendiri - Ke toilet dan cebok sendiri - Mandi sendiri

4 Percaya

diri

- Berani menyatakan pendapatnya

- Berani bertanya dan menjawab dan menjawab pertanyaan

- Bangga dengan dirinya

- Berani melakukan sesuatu tanpa bantuan - Berani mencoba hal yang baru

- Mau melakukan tantangan dan tidak mudah menyerah

- Berani mempertahankan apa yang

dipahami

- Ingin tampil menjadi juara - Bangga terhadap hasil karya

5 Inovatif - Mengerjakan tugas dengan prinsip terbaik

6 Unggul - Melaksanakan tugas dengan sempurna

tahapannya - Disiplin waktu

Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran

dan mengembangkan kemampuan orangtua untuk

mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai yang lain.

Cara yang dapat dimanfaatkan dalam pendekatan klarifikasi

nilai masyarakat, antara lain; bermain peran, simulasi, analisis

mendalam tentang nilai sendiri, aktifitas yang mengembangkan

sensitifitas kegiatan orangtua dalam melakukan stimulasi tumbuh

kembang anak yang focus pada pendidikan karakter unggul.

Selanjutnya setelah klarifikasi nilai masyarakat

dilaksanakan, adalah pembentukan nilai dan perilaku tersebut

kepada anak. Langkah-langkah pembentukan perilaku pada

anak adalah pemberian pemahaman, pelatihan, dan pembiasaan

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(26)

contoh gambaran praktek langkah-langkah menanamkan

perilaku mandiri :

Pemberian

Pemahaman Pelatihan Pembiasaan

Terangkan definisi

perilaku mandiri

yang akan diajarkan secara detil dengan menjawab 4 w 1 h;

what/apa: apa itu

mandiri, apa saja

yang harus

dilakukan anak

dengan mandiri.

Siapkan media

ilustrasi (gambar)

agar anak 3-6

tahun lebih

mengerti.

why/mengapa:

mengapa anak

perlu mandiri, apa manfaat

melakukannya, apa akibat bila tidak mandiri.

when/kapan:

Kapan

mengerjakan

sesuatu dengan

mandiri, kapan

bisa meminta

tolong.

where/di mana:

Lengkapi dengan keterangan

tempat perilaku

mandiri tersebut dilaksanakan

who/siapa:

lengkapi siapa

 Buat daftar

perilaku mandiri

yang akan

ditanamkan kepada anak.

 Pilih satu atau

dua perilaku

mandiri yang

akan dilatihkan.

 Siapkan diri untuk

bisa membimbing

saat pelatihan,

misalnya saat

anak akan

memakai sepatu

sendiri pastikan

kita siapkan

waktu,

bahan-bahan, kata

motivasi, dan

apresiasinya.

 Motivasi anak

untuk melakukan latihannya,

contoh: “Nak, ayo pakai sepatunya

sendiri, bunda

sedang

berpakaian juga, setelah selesai kita berangkat .”

 Biarkan anak

melakukan

sendiri, kita cukup mengamati. Bila

ada kesulitan,

coba biarkan

 Ulang kembali setting latihan berulang-ulang minimal

sampai 21

hari.  Selama pembiasaan, pemberian pemahaman tentang pentingnya kemandirian tetap dilaksanaka

n untuk

terus

menguatkan motivasi

dalam diri

anak.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(27)

Pemberian

Pemahaman Pelatihan Pembiasaan

yang harus

mandiri, dan siapa yang bisa dimintai tolong

how/bagaimana:

langkah-langkah melakukan

berbagai kegiatan

secara mandiri,

contoh:

bagaimana cara memasang sepatu sendiri?

 Terangkan setiap

komponen

beberapa kali

sampai anak

cukup mengerti di

waktu yang

berbeda-beda dengan

menggunakan media pendukung

 Buat sebuah

kesepakatan

kapan waktu

untuk memulai

melakukan

perilaku tersebut.

anak

menyelesaikan sendiri dulu. Buat

alasan misalnya

kita sedang

mengerjakan yang lain. Contoh

kata-katanya :

“Dicoba dulu ya, Nak! Bunda masih

belum selesai

mandi.”

 Apresiasi usaha

anak baik bila berhasil ataupun tidak.

“Wah, Ade hebat

sudah bisa

memakai sepatu sendiri.”

D. Konsep Tripusat dalam Pendidikan

Istilah tripusat pendidikan pertama kali diperkenalkan oleh

Ki Hajar Dewantoro, yang menyatakan bahwa tripusat

pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan

satu kesatuan sinergis yang bertanggung jawab terhadap proses

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(28)

Mengapa tripusat pendidikan dianggap penting dalam

mendidik anak? Jawabannya adalah karena pendidikan ini perlu

adanya kerjasama dari ketiga komponen di atas sehingga

mempermudah proses pendidikan peserta didik. Keluarga sebagai

tempat pendidikan pertama, berperan mempersiapkan peserta

didik untuk mampu beradaptasi di sekolah. Selanjutnya, setelah

berada di sekolah, pendidik sebagai orang tua kedua mempunyai

tugas untuk mendidik peserta didik menjadi manusia yang

berintelektual dan berkarakter agar mampu bermanfaat dan

diakui oleh masyarakat.

Walaupun sudah terjalin kerjasama, namun terkadang

masih ditemui perbedaan antara pihak sekolah dengan orang

tua. Hal ini terjadi jika ada masalah pada peserta didik yang

tidak hanya berhubungan dengan nilai namun juga kehidupan

sosialnya. Apabila ada peserta didik yang membuat masalah,

sebagian orang tua menganggap sekolah yang tidak berhasil

mendidik. Di lain pihak, sekolah juga menuduh orang tua yang

tidak memberikan perhatian ke anaknya sehingga anak tersebut

bermasalah.

Saling menyalahkan antara pihak orang tua dan sekolah

merupakan hambatan yang perlu dihilangkan dalam proses

mencari solusi. Kondisi masyarakat yang masih belum peduli

dalam pengontrolan aktivitas peserta didik di luar sekolah dan

rumah, perlu langkah khusus untuk membuka wawasan. Semua

pihak baik orang tua, sekolah, dan masyarakat, diarahkan untuk

bekerja sama melaksanakan langkah-langkah perbaikan.

Kerjasama ketiga komponen di atas akan memberikan

dorongan yang saling menguatkan. Pembentukan karakter akan

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(29)

lebih mudah untuk membentuk generasi masa depan yang dapat

memajukan bangsa.

E. Teknik Parenting

Pembentukan karakter dengan pengembangan

pendidikan keluarga ini memerlukan teknik parenting sebagai

langkah aplikatif yang dapat dilaksanakan oleh orang tua.

Teknik parenting dapat kita ketahui dari berbagai literatur dan

juga informasi dari para praktisi. Akan tetapi, ada beberapa

kendala dalam penginformasian teknik parenting ini kepada

para orang tua: masih terbatasnya praktisi parenting, teknik

parenting perlu sederhana dan aplikatif, kondisi internal orangtua

Berdasarkan kondisi di atas, yang sangat diperlukan saat

ini adalah adanya praktisi parenting atau SDM yang memahami

parenting di satuan pendidikan dan masyarakat.

Zulaehah Hidayati mengemukakan bahwa pengasuhan

dan pendidikan anak sesuai tahapannya dan untuk terciptanya

prilaku menjadi karakter perlu dilakukan secara terus menerus,

berulang, dan melibatkan 3 kegiatan utama berikut :

1. Pembentukanbonding (ikatan orang tua dan anak)

2. Pemberian pemahaman dengan komunikasi efektif

3. Pelatihan dan pembiasaan

Selanjutnya kegiatan utama tersebut diurai dalam “Teknik

PARENTING“ yang terdiri dari 8 kegiatan sebagai berikut :

1. P (Pengasuhan anak yang benar)

Kegiatan ini menuntut dan menuntun orangtua memiliki

kesiapan dan keterbukaan untuk melaksanakan teknik

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(30)

2. A (Anak adalah Anugerah)

Kegiatan ini melanjutkan point 1 yang menuntun orangtua,

memulai, memahami tahapan

perkembangan anak, perbedaan

jenis kecerdasan, perbedaan cara

belajar, kebutuhan dan

keinginan anak. Dengan

memahami hal-hal tersebut

orangtua akan mampu

membimbing anak secara tepat.

3. R (Redam amarah)

Orangtua berusaha keras untuk tidak memarahi anak, karena

kemarahan itu paling tidak berakibat memancing perlawanan

dari anak, menumbuhan rasa

permusuhan dari anak,

mengakibatkan munculnya

rasa tidak percara diri, dan

membuat anak merasa tidak

dicintai.Kemarahan perlu

diganti dengan teguran yang

menyenangkan, agar anak merasa dicintai dan membentuk

bonding (ikatan kasih sayang ) antara orangtua dan anak.

4. E (Empati mendengarkan)

Orangtua didorong untuk membuka komunikasi yang nyaman

dengan anak. Orangtua mendengarkan secara benar dan

bersikap antusias saat anak-anaknya bertanya atau bercerita.

Dengan demikian anak merasa diterima, dihargai, disayangi

sehingga tumbuh ikatan kasih sayang orangtua - anak.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(31)

5. N (Notifikasi pembicaraan dan tindakan)

Orangtua perlu memilih kata dan atau prilaku yang tepat dan

dimengerti oleh anak. Orangtua mempengaruhi/membimbing

anak dengan cara

menentukan setting kegiatan

dan memilih media yang bisa

mendukung anak untuk

melakukan perilaku baru,

menerapkan nilai, atau

mematuhi arahan orangtua.

Orangtua harus mampu memilih ganjaran dan penghargaan

yang tepat bagi anak yang mendorong terbentuknya perilaku

tanpa membuat anak ketagihan.

6. T (Tanamkan energi positif)

Memberikan energi positif dalam setiap kesempatan,berupa

kata apresiatif dan positif dengan menghindari

kata-kata negatif dan memojokkan. Hal itu akan memotivasi anak

untuk melakukan tindakan lagi.

7. I (Istiqamah)

Orangtua melaksanakan hal-hal diatas (R,E,N,T) secara

istiqomah, konsisten, terus menerus sehingga anak terbiasa

melakukan tindakan positif

8. NG (MeNGadakan time out)

Orangtua mengarahkan dan membimbing anak yang sedang

marah agar dapat mengendalikan kemarahan atau prilaku

buruk.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(32)

Melaksanakan sebuah proses klarifikasi nilai

masyarakat kemudian menanamkannya kepada anak

memerlukan teknik PARENTING. Pada awal proses ini akan

dimulai, orang tua perlu melaksanakan langkah P, orang tua

benar-benar melepaskan paradigma pengasuhan yang tidak

tepat, dan menggunakan cara yang benar. Selanjutnya para

orang tua memahami A, termasuk berbagai perilaku yang

akan ditanamkan melalui sebuah proses klarifikasi nilai

masyarakat, proses pembelajaran, pelatihan, serta

pembiasaan. Selanjutnya langkah R dan E perlu dilaksanakan

di keseharian terlebih dahulu agar anak merasa dekat dengan

orang tuanya. Bila anak sudah merasa dekat maka proses

pemberian pemahaman, pelatihan, dan pembiasaan akan

berjalan dengan lebih baik karena anak lebih kooperatif, lebih

mau menuruti arahan orang tuanya dibanding anak yang

merasa bermusuhan dengan orang tuanya.

Pemberian pemahaman, pelatihan, dan pembiasaan

dengan uraian langkah yang sudah dibahas sebelumnya

merupakan bagian dari langkah N, T dan I. Langkah NG

merupakan langkah yang diperlukan bila selama proses ada

emosi berlebihan yang perlu ditangani.

F. Komunikasi Timbal Balik

Komunikasi merupakan kunci sukses pelaksanaan

pendidikan keluarga. Satuan pendidikan dengan orang tua perlu

mengadakan berbagai media komunikasi yang memfasilitasi

para orang tua untuk dapat bertanya tentang berbagai hal

terkait parenting, dan satuan pendidikan juga dapat

berkoordinasi tentang pendidikan putra-putrinya. Komunikasi

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(33)

tersebut perlu terus didorong terutama dalam membahas

perkembangan anak dan

penanaman berbagai perilaku.

Keselarasan dalam penanaman

perilaku membantu untuk

memaksimalkan hasil.

Komunikasi dapat

dilakukan dengan bentuk

sebagai berikut:

1. Secara langsung (tatap muka)

a. Pertemuan antara pendidik dengan orang tua (individual)

b. Pertemuan program lembaga yang melibatkan orang tua

(program parenting, outbond, bimbingan konseling)

2. Secara tidak langsung:

a. Melalui telepon

b. Surat

c. Buku penghubung antara sekolah dengan orang tua murid

d. Melalui media online (blog, website, facebook).

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(34)

BAB III

IMPLEMENTASI MODEL

A. Prasyarat Penggunaan Model

Model pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat program

pendidikan keluarga bagi orang tua dengan anak usia 3-6 tahun

ini akan efektif diterapkan jika kelompok sasarannya memiliki ciri

sebagai berikut:

1. Antara pengelola satuan pendidikan dan komunitas orang tua

peserta didik berkomitmen untuk bekerjasama sesuai peran

masing–masing dalam mendidik anak/peserta didik agar

memperoleh prestasi dan karakter unggul;

2. Pengelola dan pendidik bersepakat mendidik anak/peserta

didik dengan selalu menerapkan berkomunikasi timbal balik

kepada para orang tua peserta didik;

3. Para orang tua peserta didik bersepakat mendidik

anak/peserta didik dengan selalu menerapkan berkomunikasi

timbal balik kepada pengelola dan pendidik satuan

pendidikan.

4. Komunitas orang tua memiliki program rutin untuk bertukar

pikiran dan pengalaman dalam rangka peningkatan

kemampuan para orang tua dalam mendukung tumbuh

kembang optimal, berkarakter dan prestasi unggul pada anak.

5. Satuan pendidikan memahami teknik parenting dan memiliki

pendidik dan tenaga kependidikan yang dapat membantu

penyampaian materi, membimbing dan memotivasi para

orang tua yang memerlukan.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(35)

B. Batasan Pembelajaran Klarifikasi Nilai Masyarakat

(KLANIMA)

Pembelajaran klanima adalah suatu proses menciptakan

suasana dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan kelompok

sasaran dengan menggunakan proses klarifikasi terhadap nilai

yang berasal dan berlaku pada suatu masyarakat. Nilai tersebut

mengandung persepsi, pemahaman, dan pengalaman hidup di

masyarakat. Bermula dari nilai inilah kemudian didiskusikan dan

diklarifikasi tingkat penerimaan, penolakan, dan penerapannya

pada penanaman karakter unggul anak–anaknya.

C. Komponen Model

1. Tujuan

Para orang tua peserta didik satuan pendidikan memperoleh

peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam

bekerjasama dengan orang tua lain dan/atau pengelola

dan/atau pendidik dalam mendidik anaknya agar memiliki

karakter dan prestasi unggul.

2. Sasaran

Kriteria peserta didik adalah para orangtua (termasuk orang

dewasa yang mengasuh) yang memiliki anak 3 – 6 tahun, dan

sanggup mengikuti pembelajaran hingga selesai program.

3. Fasilitator

a. Syarat

Agar proses pembelajaran berjalan dengan baik maka

diperlukan fasilitator/ pendidik yang memiliki syarat sebagai

berikut:

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(36)

1) Memiliki rentang usia 22 – 45 tahun.

2) Terampil dalam berkomunikasi dan bekerjasama.

3) Pendidikan minimum SMA / setara

4) Memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam

pendidikan keluarga dan teknik parenting yang sudah

tersertifikasi oleh lembaga parenting

5) Sehat jasmani dan rohani.

6) Kreatif dan inovatif.

7) Disiplin, bertanggungjawab, dan suka bekerja keras.

8) Loyalitas dan berdedikasi tinggi.

9) Sabar, ulet, rajin, dan tidak mudah putus asa.

10) Bersedia menjadi pendidik/fasilitator

b. Tugas

Kegiatan yang dilakukan fasilitator dalam melaksanakan

pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Menemukan

kebutuhan belajar,

sumber belajar dan

nara sumber;

2) Membantu

menyusun rencana

pembelajaran;

3) Memfasilitasi proses pembelajaran;

4) Memantau proses;

5) Membantu penilaian dan pelaporan;

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(37)

c. Kompetensi

Kompetensi yang harus dimiliki adalah mampu:

1) Menemukan kebutuhan belajar, sumber belajar dan

narasumber;

2) Menguasai langkah-langkah dan menyusun perencanaan

pembelajaran;

3) Menguasai teknik-teknik dalam mengajar atau

menyampaikan materi pembelajaran dan teknik fasilitasi

pembelajaran;

4) Menguasai teknik penilaian dan pelaporan;

5) Menguasai pendidikan orang dewasa (POD) dan

pendekatan pembelajaran andragogi serta teknik

parenting dan aplikasinya;

6) Mampu berkomunikasi, melakukan pendekatan, dan

lobi secara baik dan menguntungkan pendidikan anak

usia dini.

4. Bahan/materi (Nilai-nilai Kampiun)

Pembelajaran klanima berisi materi tentang nilai-nilai

yang berasal dan tumbuh di masyarakat dan mengarah pada

pembangunan tumbuh kembang, karakter dan prestasi

unggul anak. Dengan pertimbangan keterbatasan waktu dan

subjektivitas pengembangan, maka dalam model ini dibatasi

pada materi Kreatif, Amanah, Mandiri, Percaya diri, Inovatif

dan Unggul yang terkumpul pada akronim KAMPIUN.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(38)

5. Strategi dan Cara Pembelajaran

Strategi yang digunakan dalam mengelola pembelajaran

klarifikasi nilai masyarakat adalah:

a. Optimalisasi pemanfaatan pengalaman para orang tua

dalam pendidikan penanaman nilai (kampiun) terhadap

anak-anaknya, baik yang dilakukan di keluarga/rumah

maupun yang dilakukan di satuan pendidikan melalui

pendidik bagi keberlangsungan pembelajaran;

b. Pembentukan atau pemanfaatan komunitas orangtua

dalam menyelenggarakan pembelajaran

c. Optimalisasi pemanfaatan lingkungan, keluarga, dan satuan

pendidikan sebagai media/wahana dan sumber/materi

pembelajaran;

d. Penciptaan harmonisasi dan keberlanjutan pendidikan nilai

yang dilakukan di satuan pendidikan dengan pendidikan

nilai yang dilakukan di rumah/keluarga.

Keempat cara utama (strategi) tersebut mendasari

seluruh proses pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat

dengan langkah dan kegiatan sebagai berikut:

5. Strategi dan Cara Pembelajaran

Strategi yang digunakan dalam mengelola pembelajaran

klarifikasi nilai masyarakat adalah:

a. Optimalisasi pemanfaatan pengalaman para orang tua

dalam pendidikan penanaman nilai (kampiun) terhadap

anak-anaknya, baik yang dilakukan di keluarga/rumah

maupun yang dilakukan di satuan pendidikan melalui

pendidik bagi keberlangsungan pembelajaran;

b. Pembentukan atau pemanfaatan komunitas orangtua

dalam menyelenggarakan pembelajaran

c. Optimalisasi pemanfaatan lingkungan, keluarga, dan satuan

pendidikan sebagai media/wahana dan sumber/materi

pembelajaran;

d. Penciptaan harmonisasi dan keberlanjutan pendidikan nilai

yang dilakukan di satuan pendidikan dengan pendidikan

nilai yang dilakukan di rumah/keluarga.

Keempat cara utama (strategi) tersebut mendasari

seluruh proses pembelajaran klarifikasi nilai masyarakat

dengan langkah dan kegiatan sebagai berikut:

(c

) P

P-PA

U

D

&

D

IK

M

AS

(39)

a. Langkah 1 : Membuat kesepakatan inti antara pengelola

satuan pendidikan, fasilitator dan komunitas orangtua.

Mengapa disebut kesepakatan inti?. Karena setelah

terjadi kesepakatan ini, maka akan muncul kesepakatan

– kesepakatan lainnya. Hal inti yang perlu disepakati

oleh pengelola, fasilitator, dan para orangtua adalah

komitmen bersama untuk menyelenggarakan pendidikan

keluarga berbasis satuan pendidikan tempat anak –

anaknya belajar.

1) Tujuan

Pengelola, fasilitator, dan para orangtua mampu

membuat kesepakatan bersama tentang

penyelenggaraan pendidikan keluarga.

2) Siapa yang berperan dan apa peranannya?

Peran utama langkah ini adalah pengelola Satdik. Ia

menginisiasi penyelenggaraan program pendidikan

keluarga, kemudian memengaruhi dan mengajak

pendidik

(fasilitator) dan

para orangtua

berperan dan

berpartisipasi aktif

dalam program itu.

Peranan fasilitator

adalah bersedia menjadi fasilitator, sedangkan para

orangtua bersedia atau tidak bersedia menjadi peserta

didik program tersebut.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(40)

3) Aspek yang perlu disiapkan

Satuan pendidikan perlu menyiapkan calon atau tenaga

fasilitator yang berasal dari para pendidik yang

dimilikinya. Kemudian bersama fasilitator terpilih Satdik

menyiapkan:

a) Pedoman atau panduan penyelenggaraan program

pendidikan keluarga, yang memuat antara lain

tentang filosofi, tujuan, sasaran, kurikulum, kriteria

pendidik/fasilitator, mekanisme perencanaan,

pelaksanaan pembelajaran, pendanaan dan

pemanfaatan dana serta pengendalian (monitoring,

evaluasi, pembinaan) pelaksanaan program

pendidikan keluarga. Pedoman dapat diperoleh dari

pemerintah (Direktorat Pembinaan Pendidikan

Keluarga, Ditjen PAUD dan Dikmas, Kemendikbud)

atau menyusun sendiri.

b) Agenda pertemuan (kesepakatan inti) dan garis besar

(rancangan) program pendidikan keluarga yang akan

dilaksanakan. Agenda mencakup pembukaan,

penjelasan maksud pertemuan, penjelasan apa,

mengapa, dan bagaimana program pendidikan

keluarga, musyawarah (diskusi) kesepakatan

penyelenggaraan program pendidikan keluarga, lain –

lain, dan penutup. Sedangkan rancangan program

minimal memuat nama programnya, yaitu

penyelenggaraan pendidikan keluarga, tujuan, peserta

didik (para orangtua murid), pendidik/fasilitator,

lingkup materi belajar, waktu dan tempat belajar,

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(41)

sarana belajar, langkah – langkah penyelenggaraan

program, jadwal belajar, dan biaya penyelenggaraan.

c) Blanko biodata (data pribadi) peserta didik program

pendidikan keluarga, alat tulis kantor (ATK)

seperlunya, serta makanan dan minuman secukupnya.

Biodata selain memuat identitas diri para orangtua

murid, juga memuat tentang kebutuhan belajar apa

yang dikehendaki, kebisaan apa yang dapat

ditularkan kepada yang lain, dan kesediaan mengikuti

program hingga tuntas.

4) Bagaimana caranya ?

a) Pengelola Satdik berinisiatif membuat pertemuan

antara pengelola satuan pendidikan, fasilitator dengan

para orang tua murid dari satdik tersebut.

b) Pengelola mengundang fasilitator dan para orangtua

murid untuk

musyawarah

membuat

kesepakatan

menyelenggarakan

program pendidikan

keluarga. Sebelum

mengundang resmi

melalui surat, Pengelola perlu menetapkan waktu

yang sesuai dengan kesediaan kebanyakan para

orangtua murid. Undangan bisa juga dituliskan

melalui WhatsApp (W.A), SMS, e-mail, atau

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(42)

lingkungan Rukun Tetangga/Warga (RT/RW). Hal

pokok yang dimuat dalam undangan adalah isi

pertemuan (musyawarah), tempat dan waktu

pertemuan.

c) Pengelola memimpin musyawarah. Musyawarah

tersebut diawali

dengan penjelasan

tentang apa itu

program pendidikan

keluarga?, apa

manfaatnya bagi

anak, orangtua, dan

Satdik?, serta apa

konsekwensi (resiko) nya dalam menyelenggarakan

program tersebut?. Setelah semua orangtua

memahami program tersebut, pengelola memimpin

musyawarah untuk membuat kesepakatan

menyelenggarakan program pendidikan keluarga

berbasis Satdik. Pengelola perlu memotivasi para

orangtua agar program tersebut disepakati oleh

mereka.

d) Pengelola memberikan biodata untuk diisi oleh setiap

orangtua murid sebagai tanda bersepakat dan

bersedia mengikuti penyelenggaraan program

pendidikan keluarga.

e) Pengelola mengumpulkan biodata yang sudah terisi

dan mengecek kebenarannya satu per satu. Jika

waktu dan kesempatannya masih memungkinkan,

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(43)

pengelola dapat melanjutkan kegiatan pada langkah

ke-2 (mengidentifikasi kebutuhan/materi, nara

sumber, dan jadwal pembelajaran). Jika tidak

memungkinkan, maka pertemuan musyawarah dapat

ditutup.

5) Keluaran yang dihasilkan

a) Kesiapan diri pengelola Satdik dan fasilitator untuk

melaksanakan program.

b) Komitmen program pendidikan keluarga yang

disepakati bersama untuk dilaksanakan, dengan bukti

kumpulan biodata peserta didik (para orangtua

murid).

c) Agenda pertemuan musyawarah lanjutan untuk

mengidentifikasi kebutuhan/materi, nara sumber, dan

jadwal pembelajaran.

b. Langkah 2: Kerjasama mengidentifikasi materi dan

Jadwal Pembelajaran.

Pengelola bekerjasama dengan fasilitator dan peserta

didik (para orangtua murid) melakukan identifikasi,

yaitu mencari, menemukan dan menentukan materi

serta waktu (jadwal) pembelajaran yang tepat dan

menyenangkan.

1) Siapa yang berperan

a) Pemeran utama langkah ini adalah pengelola

program. Pengelola dapat memanfaatkan tenaga

yang kompeten dalam melakukan identifikasi

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(44)

b) Orang tua dan pendidik berperan selaku

pendukung kegiatan identifikasi. Para orangtua

diharapkan mengemukakan kebutuhan –

kebutuhan belajar yang ingin dipelajari sebanyak

mungkin. Kebutuhan tersebut berkenaan dengan

peningkatan gizi dan kesehatan keluarga, teknik

stimulasi tumbuh kembang anak, perawatan dan

pengasuhan anak usia dini, pendidikan anak agar

menjadi anak berakhlak (karakter) dan berprestasi

unggul, komunikasi dalam keluarga dan

masyarakat (lingkungan), peningkatan

pendapatan keluarga, kerjasama dan

kepemimpinan dalam keluarga, dan sebagainya.

Pendidik berperan memancing dan memotivasi

para orangtua supaya mereka mengemukakan

kebutuhan belajarnya. Setelah terhimpun

kebutuhan – kebutuhan belajar, kemudian

pendidik bersama para orangtua membuat

prioritas materi dan jadwal pembelajaran

disesuaikan waktu yang disepakati bersama.

2) Aspek yang perlu disiapkan

Pengelola perlu menyiapkan tempat dan peralatan

diskusi (pertemuan),

blanko jadwal

pembelajaran,

kertas HVS, papan

tulis (white board)

dan alat tulisnya.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(45)

Akan lebih bagus jika disiapkan juga makanan dan

minuman secukupnya.

3) Bagaimana caranya

a) Setelah terwujud

kesepakatan inti,

pengelola

menjelaskan

maksud dan proses

pelaksanaan

identifikasi.

Selanjutnya

pengelola mengajak semua orangtua murid yang hadir

membuat kepengurusan kelompok pendidikan

keluarga. Unsur kepengurusan minimal adalah ketua,

sekretaris, bendahara, dan pembantu umum.

b) Melalui kepemimpinan pengurus kelompok, pengelola

dan pendidik memfasilitasi para orangtua murid

menyusun daftar prioritas kebutuhan belajar dan jadwal

pembelajaran. Jadi, hakekatnya para orangtua muridlah

yang menyusun jadwal pembelajaran. Contoh jadwal

pembelajaran adalah berikut ini.

No Tanggal

(2015)

Materi Cara

pembelajaran

Fasilitator

1 Juni (6,9,13,16,2 0,23,27)

Pentingnya Pendidikan Keluarga

Seminar Psikolog/nara sumber parenting 2 Juli

(4,7,11,14,21, 25,28)

Menjaga dan meningkatka n nilai, sikap, dan prilaku Kreatif –

 Demo masak

kreatif mengolah makanan + arisan bicara

oUnsur IKABOGA local; oKeluarga

kreatif.

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(46)

3 Agustus (1,4,8,11,15,18 ,22,25,29)

Menjaga dan meningkatka n nilai, sikap, dan prilaku Percaya diri – Inovatif – Unggul.

 Outbond

(game + diskusi)

 Kunjungan ke

para juara.

oUnsur sekolah alam; oPara juara.

4 September (1,5,8,12,15,1 9,22,26,29) Kepemimpina n & Komunikasi dlm keluarga Tanya jawab, sosio drama, diskusi, penugasan. Fasilitator tersertifikasi 5 Oktober (3,6,13,20,2 7,31) Teknik simulasi Tumbang, perawatan dan pengasuhan anak Tanya jawab, sosio drama, diskusi, penugasan. Fasilitator tersertifikasi 6 November (3,7,10,14,17, 21,28) Peningkatan gizi dan kesehatan keluarga Demo masak, arisan bicara, diskusi, penugasan. Dokter puskesmas, Ahli gizi. 7 Desember (1,5,8,12,15) Keterampilan menambah penghasilan keluarga Praktek membuat/me mbuka usaha Pegawai bank, pengusaha UMKM.

c) Keluaran yang dihasilkan

Daftar peserta didik, susunan kepengurusan kelompok,

daftar sumber belajar dan nara sumber, daftar

kebutuhan belajar, dan jadwal pembelajaran.

c. Langkah 3: Pelaksanaan pembelajaran program

pendidikan keluarga dengan model klarifikasi nilai

masyarakat. Urutan kegiatan dalam setiap putaran

pembelajarannya mengikuti urutan kegiatan di bawah

ini. Urutan ini merupakan hal – hal yang perlu dilakukan

oleh peserta didik dengan fasilitasi pendidik (fasilitator).

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(47)

a) Penyusunan dan penyajian topik (materi)

pembelajaran;

Fasilitator menyusun materi pembelajaran sesuai topik

yang disepakati pada langkah 2 di atas. Topik disusun

dengan menguraikan thema materi yang ada.

Misalnya untuk materi berthema stimulasi tumbuh

kembang anak, maka salah satu topiknya bisa

ditetapkan misalnya pengetahuan tentang

memahami dan cara merangsang otak anak.

Fasilitator menuliskan uraian tersebut ke dalam suatu

bahan bacaan (lembar bacaan, 1-3 halaman), power

point penyajian, atau bentuk lainnya. Fasilitator

menyertakan pertanyaan – pertanyaan penggerak

diskusi dalam bahan bacaan untuk memandu dan

“menantang (challenger)” peserta melakukan diskusi.

Contoh pertanyaan penggerak diskusi:

1. Setelah Anda memahami sepintas tentang

anatomi otak anak, coba kita daftar kegiatan –

kegiatan sehari - hari yang positif dan negative

bagi pertumbuhan dan perkembangan otak

anak!

2. Apa yang akan kita lakukan terhadap kegiatan

yang berdampak negative bagi tumbuh-kembang

otak anak?

3. Nilai, dogma, kepercayaan, norma apa saja yang

mendasari terjadinya kegiatan – kegiatan tersebut

(positif maupun negative)?

(c

) P

P-

PA

U

D

&

D

IK

M

AS

J

(48)

Gambar

Gambar skematik tripusat PendidikanGambar skematik tripusat Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1999 mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk bertanggung jawab atas tugas pokok dan fungsi serta kewenangan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubung- an pengetahuan penderita hipertensi dengan pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu (POSBIN- DU) Penyakit Tidak Menular (PTM) di

Struktur Organisasi PDAM Kota Denpasar telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air

Perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah ini adalah suatu perjanjian pendahuluan untuk membantu dalam melakukan perjanjian jual beli hak atas tanah tersebut, namun

Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan konsentrasi perekat kanji (K) dengan perbandingan komposisi bahan cangkang dan tandan kosong kelapa sawit (P) maupun

Penelitian ini bermula dari munculnya nama ‘Kampung Qur’ani’ di Desa Bandar Setia. Sebagai sebuah desa yang heterogen dari aspek etnis dan agama, Bandar Setia yang berada di

Hubungan Dukungan Suami terhadap Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Primipara di Wilayah Kerja.. Puskesmas

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui adanya Hubungan antara Identitas Sosial dengan Perilaku Agresi Suporter Sepak Bola Persib di wilayah Cikarang.. Subjek Penelitian