the
acitya
report
Edisi Perdana | September 2016
2
September 25, 2016
Oke, jadi ceritanya aku baru baca papernya Thomas R. Dyckman dan Stephen A. Zeff, yang kebetulan keduanya pernah menjabat sebagai presiden American
Accounting Association. Paper seru ini berjudul “Accounting
Research: Past, Present, and Future.”
Dalam paper ini, Dyckman dan Zeff menceritakan masa
sebelum paper empiris yaitu sekitar tahun 1960-an. Saat itu, kebanyakan riset akuntansi merupakan riset normatif,
3
September 25, 2016
berdebat soal bagaimana seharusnya praktik akuntansi itu. Sebagian besar peneliti dan pengarang akuntan hanya bergelar sarjana (S1) dan
master (S2), namun nyaris seluruhnya memiliki gelar CPA. Dunia akademik
akuntansi saat itu begitu
kerennya sampai-sampai buku teks akuntansi (standar
kuliah) dianggap sebagai salah satu referensi autoritatif
GAAP! Wow!
Bandingkan dengan zaman sekarang. Jangankan praktisi, mahasiswa akuntansi aja jarang baca buku teksnya sendiri.
Ini adalah masa di mana jurnal akuntansi dibaca dan
didiskusikan secara luas, baik oleh akademisi maupun
praktisi. Bahkan, nggak kalah dengan akademisi, praktisi juga menulis artikel normatif di jurnal-jurnal akuntansi. Di
bidang-bidang tertentu malah diskusinya panas dan seru! Wah!
Ada lho masa seperti itu.
Kenapa ya nggak terjadi lagi di zaman sekarang? Apalagi di Indonesia. Apakah kita sudah kekurangan bahan diskusi akuntansi?
Enggak juga lho sebenernya. Di masa perekonomian yang berganti lebih cepat daripada
“…practitioners wrote normative articles in
the journals and read what others wrote in
the journals. It was a time of a widespread
and, in some quarters and on some topics,
an electric dialogue.”
4
September 25, 2016
RI ganti presiden ini, banyak banget yang bisa kita
diskusikan. Ada perubahan besar dalam kunci-kunci diskusi di masa intangibles, knowledge economy,
perekonomian digital, dan sekarang sharing economy ini. Zaman knowledge economy, misalnya, ide itu segalanya.
Nggak kurang-kurang kita lihat kompetisi ide dan
sejenisnya. Sekarang? Ide itu receh, katanya.Semua orang tau persis dan bisa meniru idenya Gojek tapi apa iya bisa mewujudkannya? Dampaknya ke akuntansi? Banyak banget. Mestinya.
Kita bisa diskusi, misalnya, apakah perlu memasukkan ukuran usaha digital (digital effort) perusahaan. Ambil contoh Nutrimart deh. Mereka ini online shop-nya Nutrifood, produsen merek-merek kelas menengah seperti Nutrisari, HiLo, Tropicana Slim, WRP, dan sebagainya. Mengingat Nutrimart ini dikembangkan
dengan serius, coba liat promo dan diskonnya, perlu nggak mereka masuk khusus dalam laporan keuangan?
Kalau aspek keuangan seperti pendapatan dan laba segmen sih jelas ya. Gimana kalau usaha digitalnya itu sendiri? Perlu nggak kita mengukur metrik dasar usaha digital
5
September 25, 2016
seperti “traffic
generation,” tepatnya seperti click through rate atau cost per click? Atau mungkin metrik yang lebih dekat ke pendapatan (revenue) seperti ROI untuk kampanye digital yang dilakukan atau mungkin kos untuk mengakuisisi
pelanggan (digital)? Mungkin
ini bisa kita masukkan dalam catatan keuangan?
Kalau untuk metriknya sendiri sih sebenernya sudah banyak diskusinya tapi *bukan* di diskusi akuntansi. Ya itu dia masalahnya. Kenapa enggak kita coba diskusikan aja?
Yuk kita ramaikan diskusinya.
BEBERAPA METRIK PEMASARAN DIGITAL
#1 Total Visit
Metrik ini memberi ide umum seberapa baik pemasaran digital yang dilakukan dalam menghasilkan trafik.
#2 New Sessions
Perusahaan perlu situs yang menarik, yang sanggup mendorong pembelian berulang. Selain itu, metric ini juga mengukur keefektifan pemasaran digital. #3 Channel-Specific Traffic
Ukuran ini mengindikasi channel mana yang memiliki kinerja lebih baik.
#4 Lead to Close Ratio
Pemasaran tidak akan berarti tanpa adanya penjualan. Bila close rate-nya rendah, ini bisa berarti strategi pemasaran dan penjualan yang tidak efisien.
#5 Customer Retention Rate
Sangat berguna, khususnya bagi bisnis yang menggunakan model langganan,
e-commerce, dan sebagian besar bisnis konvensional dapat mengukur retensi pelanggan untuk membeli lagi. Tingkat retensi yang rendah bisa berarti produk atau layanan yang tidak sticky atau kurangnya program outreach. #6 Customer Value
Ini merupakan metric yang sulit dihitung. Namun demikian, perusahaan perlu memperkirakannya untuk menentukan untung-tidaknya suatu investasi. #7 Projected ROI
ROI yang positif berarti usaha pemasaran berhasil. Sementara itu, bila negative ini berarti perusahaan perlu memperbaiki usaha pemasaran digitalnya.
6
September 25, 2016
ACARA
Hai teman-teman,
Ada kuliah umum bagus nih tanggal 27 September 2016 di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Kuliah umum ini membahas soal pengembangan sistem akuntansi dan pengauditan di Jepang dengan pembicara Profesor Tomomi Takada dari Kobe University. Kenapa bagus?
Dalam kuliah akuntansi umumnya, kita diajari sistem akuntansi sebagai given. Laba itu ya begini dan audit itu begitu. Jarang kita diajak membahas, misalnya, mengapa audit laporan keuangan di Indonesia tidak sekaligus mencakup audit kecurangan?
Nah, dengan belajar sistem akuntansi lain, dalam kasus ini Jepang, kita bisa melihat bahwa ada model akuntansi lain di luar yang kita pelajari. Kita juga bisa melihat mengapa model akuntansi ini
berbeda bentuknya. Kemudian kita juga jadi bisa menilai model mana yang lebih baik atau lebih sesuai dengan kondisi dan lingkungan yang ada. Pengalaman semacam ini akan membuat kita paham bahwa akuntansi itu tidak given. Ada berbagai macam model akuntansi dan, sebagai seorang akuntan, kita boleh memilih hal atau aspek yang paling menguntungkan bagi pengguna laporan keuangan yang kita susun.
7
September 25, 2016
CARA-CARA
MANIPULASI LABA
“Too many corporate managers, auditors, and analysts are participants in a game of nods and winks. In the zeal to satisfy consensus earnings estimates and project a smooth earnings path, wishful thinking may be winning the day over faithful
representation.” (Arthur Levitt 1999)
Manipulasi laba merupakan salah satu topik akuntansi yang paling banyak dipelajari dan diteliti. Hal ini terjadi karena peran laba yang luar biasa penting dalam laporan
keuangan, juga karena topik ini relatif abstrak sehingga pro-kontra terjadi di segala sisi. Mulai dengan perdebatan level konseptual hingga ke level paling teknis. Perdebatan
8
September 25, 2016
level konseptual bisa kita lihat dari hal yang mendasar sekali, kenyataan bahwa angka laba, secara teknis, merupakan hasil “manipulasian.” Sebab angka laba, yang didasarkan pada konsep akrual,
ditentukan oleh para akuntan sendiri. Berbeda dengan, katakanlah, nilai pasar, yang pada kondisi paling idealnya memiliki nilai yang objektif. Misalnya, nilai pasar
perusahaan publik yang sudah jelas tidak bisa diutak-atik lagi. Sementara itu, perdebatan
di level teknis yang umum dijumpai adalah terkait model deteksi yang digunakan,
apakah model tersebut cukup baik atau bahkan cukup
mampu memprediksi nilai manipulasi laba yang terjadi. Namun demikian, sebenarnya apa sih manipulasi laba itu? Healy dan Wahlen dalam papernya “A Review of Earnings Management
Literature and Its Implications” mendefinisi manipulasi laba sebagai hal yang
“occurs when managers use judgment in financial
reporting and in structuring transactions to alter
financial reports to either mislead some
stakeholders about the underlying economic
performance of the company or to influence
contractual outcomes that depend on reported
accounting numbers.”
Menurut Healy dan Wahlen, manipulasi laba terjadi ketika manager mengubah laporan keuangan untuk mengelirukan atau mempengaruhi
pemangku kepentingan. Perubahan laporan keuangan
itu sendiri bisa dilakukan dengan 2 cara, bisa melalui pertimbangan (judgment) seperti keputusan bahwa suatu aset perlu dihapus (write-off) ataupun melalui penstrukturan transaksi,
9
September 25, 2016
misalnya dengan
meningkatkan penjualan di akhir tahun.
Sementara itu Baruch Lev dalam papernya “Corporate Earnings: Facts and Fiction” menyebut bahwa
“[M]anipulated earnings can be defined as those
that provide a poor or deceptive guide to future
earnings and cash flows due to intentional
intervention by management.”
Ada dua poin penting dalam definisi manipulasi laba. Pertama adalah faktor niat yaitu pengubahan hasil
keuangan haruslah ditujukan untuk menyesatkan atau mengelirukan (mislead) investor.
Faktor niat menjadi penting karena pengubahan hasil
keuangan dapat juga ditujukan untuk memberi informasi yang lebih berguna bagi investor. Dalam paper “Earnings Management and Earnings Quality”, Kin Lo menyebut bahwa faktor niat ini penting terkait dengan desain
penelitian yang digunakan untuk mendeteksi manipulasi laba. Adanya niat
mengimplikasi adanya motif
tertentu bagi manager untuk memanipulasi laba. Oleh karena itu, motif harus masuk dalam desain penelitian
manipulasi laba.
Poin penting kedua adalah adanya berbagai macam cara untuk memanipulasi laba. Manipulasi laba tidak hanya melalui pengubahan estimat dalam pengestimasian akrual namun juga bisa melalui cara-cara lain yang tidak terkait dengan pengubahan estimat namun tetap mempengaruhi akrual.
Poin ini penting karena manipulasi laba sering dikaitkan dengan buruknya konsep akrual yang digunakan akuntansi (lihat paper Dechow
10
September 25, 2016
dan Skinner, “Earnings
Management: Reconciling the Views of Accounting
Academics, Practitioners, and Regulators”). Hal ini secara substansi tidaklah benar. Hal ini dapat dilihat bila kas digunakan sebagai ukuran kinerja alih-alih laba, ceteris paribus, maka manager pun akan memanipulasi kas ketika
mereka memiliki insentif untuk itu. Hal ini berdampak pada aspek pembahasan (dalam literatur) manipulasi laba yang kurang tepat bila memasukkan isu penggunaan konsep/basis akrual yang dipilih akuntansi (versus basis kas) ke dalam latar belakang manipulasi laba.
Ada sejumlah cara untuk memanipulasi laba, baik melalui faktor akuntansi
(altering judgment menurut Healy dan Wahlen) maupun faktor real.
#1 MANIPULASI AKUNTANSI
Manipulasi akuntansi merujukpada cara-cara yang tidak memiliki dampak pada aliran kas atau faktor real.
Manipulasi ini dilakukan,
meminjam istilah Baruch Lev, only by the stroke of the pen. Hanya dengan goresan pena. Satu contoh dunia nyata adalah pada kasus WorldCom
Manipulasi
Laba
Akuntansi
Within
GAAP
Methods
selection
Altering
judment
Structuring
transactions
Violates
GAAP
Faktor Real
Nonmiopik
Miopik
11
September 25, 2016
Corp. yang pada periode 2000 dan 2001 mencatat (mengakui) biaya sebesar $7 miliar sebagai pengeluaran modal (aset). “Kekeliruan” pencatatan ini menginflasi laba WorldCom
Corp. dalam jumlah yang sama selama dua periode tersebut tanpa sedikitpun dampak pada dimensi real perusahaan
(seperti aktivitas investasi, manufaktur, pemasaran).
#1a Within GAAP
Cara ini memanipulasi laba dengan menggunakan fleksibilitas yang
diperbolehkan oleh GAAP. Manipulasi laba semacam ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok berikut: Methods selection—memilih metoda alokasi depresiasi, aliran biaya pada sediaan. Cara ini tidak terlalu efektif untuk memanipulasi laba. Alasan pertama adalah manipulasi laba dengan pemilihan metoda dapat dideteksi oleh
pemangku kepentingan
mengingat perubahan metoda akuntansi harus diungkap dalam catatan laporan
keuangan. Sementara alasan
kedua adalah cara ini tidak dapat sering-sering digunakan karena pengubahan metoda yang terlalu sering tentu akan menimbulkan kecurigaan. Altering judgment—mengubah estimasi seperti pada umur ekonomis dan nilai sisa pada aset jangka panjang, perkiraan piutang tak tertagih, asset impairments. Manipulasi laba semacam ini sangat sulit dideteksi oleh investor secara umum.
Structuring transactions— menstruktur kontrak sewa guna usaha (capital atau operating lease), investasi saham/ekuitas (dikonsolidasi atau tidak dikonsolidasi).
12
September 25, 2016
#1b Violates GAAP
Manipulasi laba semacam ini mencakupi pelanggaran secara nyata pada aturan umum yang berlaku seperti
mengakui transaksi fiktif, mempercepat pengakuan pendapatan (backdating).
#2 MANIPULASI FAKTOR REAL
Manipulasi laba melaluiaktivitas real dilakukan melalui perubahan tingkat (level) atau juga timing atas aktivitas investasi atau operasi. Pada pertengahan tahun 2002, misalnya, Securities and Exchange
Commission (SEC) melakukan penyelidikan atas Bristol-Myers Squibb. Penyelidikan
dilakukan untuk menentukan apakah penawaran diskon luar biasa besar yang diberikan Bristol-Myers Squibb kepada pedagang besarnya
(wholesalers) yang
mengakibatkan “tambahan” pendapatan $1 miliar di tahun 2001 merupakan manipulasi laba.
#2a Nonmiopik
Cara nonmiopik adalah cara yang tidak banyak
berpengaruh pada faktor jangka panjang perusahaan. Cara ini antara lain produksi
berlebih (overproduction), menunda penjualan ke periode berikutnya (missal: Desember ke Januari).
#2b Miopik
Cara miopik adalah cara yang sangat mungkin berpengaruh pada faktor jangka panjang perusahaan. Misalnya menunda biaya R&D, pengiklanan, mempercepat penjualan melalui potongan harga besar-besaran (merusak merek). Penundaan biaya R&D, misalnya, dapat berakibat pada penundaan peluncuran produk baru. Hal ini dapat berakibat pada terlambatnya perusahaan memasuki pasar.