• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% kopinya diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tingkat konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei LPEM UI tahun 1989 adalah sebesar 500 gram/kapita/tahun. Dewasa ini kalangan pengusaha kopi memperkirakan tingkat konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai 800 gram/kapita/tahun. Dengan demikian dalam kurun waktu 20 tahun peningkatan konsumsi kopi telah mencapai 300 gram/kapita/tahun (Budiman, 2012).

Terdapat kecenderungan masyarakat mengonsumsi kopi, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Untuk di luar Indonesia terutama di Benua Eropa dan Amerika, masyarakat sangat menyukai cita rasa kopi Arabika. Rata-rata peningkatan konsumsi kopi di Benua Asia sebesar 5-8% setiap tahun. Sementara itu, di Benua Eropa dan Amerika naik melebihi 8% setiap tahun. Di dalam negeri sendiri permintaan kopi mencapai 140.000 ton pada tahun 2003. Dalam lima tahun terakhir harga perdagangan kopi lokal di Indonesia rata-rata meningkat 15-30%. Bahkan untuk jenis Kopi Arabika, harga jualnya pada tahun 2006-2007 meningkat 60% (AAK, 2009).

Keberhasilan agribisnis kopi membutuhkan dukungan semua pihak yang terkait dalam proses produksi kopi, pengolahan, dan pemasaran komoditas kopi. Upaya

(2)

meningkatkan produktivitas dan mutu kopi terus dilakukan sehingga daya saing kopi Indonesia dapat bersaing di pasar dunia (Rahardjo, 2012).

Awalnya jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah arabika, lalu liberika dan terakhir kopi jenis robusta. Kopi jenis arabika sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 1.000-2.000 meter diatas permukaan laut. Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan kopi akan semakin baik. Sekitar 90% hasil produksi kopi di Indonesia berasal dari perkebunan kopi rakyat. Beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan hasil produksi perkebunan kopi rakyat diantaranya faktor kebiasaan petani, faktor ekonomi, dan faktor keamanan lingkungan. Belum adanya pemetaan sentra penghasil kopi yang menggambarkan karakteristik dari masing-masing daerah dan kurangnya penyuluhan (edukasi)

dalam mengatasi hama penyakit tanaman kopi yang menjadi salah satu penyebab produksi kopi hasil perkebunan rakyat belum banyak

diekspor (Panggabean, 2011).

Menurut Najiyati dan Danarti (2004) dituliskan umumnya tanaman kopi rakyat sudah berumur cukup tua sehingga tidak produktif lagi. Penerapan teknologi pun masih sederhana. Sehingga produksi dan mutunya rendah. Untuk mengatasi hal ini maka langkah yang perlu ditempuh oleh petani adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan varietas Kopi Arabika unggul pada lahan yang sesuai 2. Mengganti tanaman tua dengan tanaman muda varietas unggul yang

(3)

3. Menerapkan teknik budidaya yang benar, baik sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, maupun pengaturan naungan

4. Menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahan, pengeringan maupun sortasi

Dalam Budiman (2012) terdapat persyaratan kondisi iklim dan tanah optimal untuk Kopi Robusta dan Kopi Arabika seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Persyaratan Kondisi Iklim dan Tanah Optimal untuk Kopi Robusta dan Kopi Arabika

Syarat Tumbuh Kopi Robusta Kopi Arabika

Iklim

Tinggi Tempat (m dpl) 300-600 700-1400

Suhu Udara Harian (oC) 24-30 15-24

Curah Hujan Rata-rata (mm/th) 1500-3000 2000-4000

Jumlah Bulan Kering (bl/th) 1-3 1-3

Tanah Derajat Kemasaman (pH) 5,5-6,5 5,3-6,0 Kandungan B.O (%) >3 >3 Kedalaman Efektif (cm) >100 >100 Kemiringan Maksimum (%) 40 40 Sumber: Hulupi (1998)

Menurut Statistik Daerah Kecamatan Dolok Pardamean (2014) tertulis bahwa letak Kecamatan Dolok Pardamean di atas permukaan laut berada di atas 751 meter, dimana persentase pada ketinggian 751-1.000 meter sebesar 10,23%, ketinggian 1.001-1.250 meter sebesar 86,87%, ketinggian 1.251-1.400 meter sebesar 2,20% dan ketinggian >1.501 meter sebesar 0,70%.

(4)

Tabel 2.2 Kecepatan Angin, Kelembaban Udara, dan Curah Hujan/Hari Kabupaten Simalungun Tahun 2011-2013

No Uraian 2011 2012 2013 1 Rata-rata Kecepatan Angin (m/dtk) 0,27 0,25 0,21 2 Rata-rata Kelembaban Udara (%) 85 84 85

3 Rata-rata Hari Hujan (hari/bulan)

15 14 15

4 Rata-rata Curah Hujan 223 229 314

5 Rata-rata Suhu Udara (oC)

25,0 25,2 25,2

Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Dolok Pardamean 2014

Menurut Panggabean (2011) kualitas kopi yang baik hanya dapat diperoleh dari buah yang telah masak dan melalui pengolahan yang tepat. Buah kopi yang baru dipanen harus segera diolah. Pasalnya, buah kopi mudah rusak dan menyebabkan perubahan cita rasa pada seduhan kopi. Secara umum, urutan proses pengolahan kopi sebagai berikut:

1. Pemetikan buah

2. Penerimaan di pabrik atau gudang 3. Sortasi buah

4. Pengeringan buah

5. Pengupasan kulit buah (pulping) 6. Pengeringan biji

7. Pengupasan kulit tanduk (hulling) 8. Pengeringan akhir

9. Sortasi biji (grading) 10. Pengemasan

11. Penyimpanan

(5)

Menurut Budiman (2012) terdapat perbedaan ciri-ciri antara kopi jenis arabika dan robsuta. Berikut ciri-ciri Kopi Arabika:

a. Aromanya wangi sedap mirip percampuran bunga dan buah. Hidup di daerah sejuk dan dingin

b. Memiliki rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta c. Memiliki bodi atau rasa kental saat diserap di mulut

d. Rasa kopi arabika lebih mild atau halus e. Kopi arabika juga terkenal pahit

Ciri-ciri Kopi Robusta:

a. Memiliki rasa yang lebih seperti cokelat b. Bau yang dihasilkan khas dan manis

c. Warnanya bervariasi sesuai dengan cara pengolahan d. Memiliki tekstur yang lebih kasar dari arabika

Dalam penentuan harga maka kelas mutu adalah salah satu faktor yang mempengaruhi harga. Semakin sedikit jumlah biji kopi yang cacat maka harganya pun semakin tinggi dan sebaliknya, semakin banyak cacat kopi maka harganya semakin rendah (Saragih, 2007).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Faktor Produksi

Yang termasuk faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Diberbagai literatur, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah sarana produksi, input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi sangat

(6)

menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk dan pestisida adalah faktor produksi yang terpenting (Soekartawi, 1994).

Menurut Mubyarto (1995) fungsi produksi akan berfungsi ketika terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi (output). Dalam sektor pertanian terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi (output) yaitu sebagai berikut:

1. Pengaruh luas lahan terhadap produksi pertanian

Lahan sebagai salah satu faktor yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan.

2. Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi pertanian

Tenaga kerja merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga sendiri yang terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, istri, dan anak-anak petani. Tenaga kerja dari dalam keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang.

3. Pengaruh penggunaan pupuk terhadap produksi pertanian

Pemberian dosis pupuk yang tepat akan menghasilkan produk berkualitas. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Pupuk

(7)

organik berasal dari penguraian bagian-bagian atau sisa tanaman binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, atau pupuk kompos. Sementara itu pupuk anorganik adalah pupuk yang sudah mengalami proses di pabrik misalnya urea, TSP, dan KCL.

4. Pengaruh obat-obatan terhadap produksi pertanian

Obat-obatan dapat menguntungkan usahatani namun di sisi lain pestisida dapat merugikan petani. Penggunaan obat-obatan bertujuan untuk mencegah serangan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan turunnya produksi dan kualitas buah.

5. Pengaruh bibit terhadap produksi pertanian

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, sehingga semakin unggul bibit maka semakin baik produksi yang akan dicapai.

2.2.2 Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan da mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2006).

Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk

(8)

tujuan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan atau input (Soekartawi, 1995).

2.2.3 Pendapatan

Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang rendah dengan mengatur biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simanjuntak, 2004).

Menurut Suratiyah (2006) untuk menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani dapat digunakan tiga macam pendekatan yaitu pendekatan nominal (nominal approach), pendekatan nilai yang akan datang (future value approach), dan pendekatan nilai sekarang (present value approach).

1) Pendekatan nominal

Dalam penelitian ini, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan nominal. Pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut waktu (time value of money) tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam satu periode proses produksi. Formula menghitung pendapatan nominal adalah sebagai berikut:

(9)

Penerimaan – Biaya Total : Pendapatan

Penerimaan : Py.Y

Py : Harga produksi (Rp/kg)

Y : Jumlah produksi (kg)

Biaya Total : Biaya Tetap + Biaya Variabel

(TC) : (FC) + (VC)

2) Pendekatan future value

Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran dalam proses produksi dibawa ke nanti pada saat panen atau saat akhir proses produksi. 3) Pendekatan present value

Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran dan penerimaan dalam proses produksi dibawa ke saat awal atau sekarang saat dimulainya proses produksi.

2.2.4 Kelayakan Finansial

Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang pengusaha sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan didalamnya adalah dari segi cash flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Hasil finansial sering juga disebut “private returns”. Beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam analisis finansial ialah waktu didapatkannya returns sebelum pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan proyek kehabisan modal. Aspek finansial mencakup pembiayaan proyek pembangunan yang akan atau yang

(10)

sedang dilaksanakan dan relevansinya dengan manfaat yang akan diperoleh (Soekartawi, 1995).

Fokus dari suatu analisis adalah menentukan apakah dan sampai berapa jumlah proyek tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar jikadibanding dengan biaya dan investasi kepada pemilik (owner) proyek tersebut. Discounting rate (tingkat diskonto) merupakan suatu teknik perhitungan untuk dapat menurunkan manfaat (benefit) yang diperoleh investor di masa sekarang ataupun nilai biaya dan investasi pada masa yang akan datang. Dalam rangka mengevaluasi proyek tersebut apakah ditolak atau disetujui. Semua pengorbanan rupiah untuk suatu proyek merupakan biaya pada saat sekarang dan diharapkan mendapatkan manfaat untuk masa yang akan datang (Musa, 2012).

Analisis finansial didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan data harga yang sebenarnya ditemukan di lapangan (real price). Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan dapat melihat apa yang terjadi pada proyek dalam keadaan apa adanya. Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan juga dapat segera melakukan penyesuaian (adjustment), bilamana proyek tersebut berjalan menyimpang dari rencana semula dan tanpa halangan maka dapat dilihat seberapa besar manfaat proyek. Dalam analisis finansial, nilai suatu uang sebagai alat pembayaran adalah berbeda pada waktu yang berlainan, maka dalam penilaian suatu proyek sering dipakai cara-cara yang menggunakan prosedur diskonto mengingat bahwa satu rupiah yang dibayar diterima hari ini akan lebih tinggi nilainya daripada satu rupiah yang dibayar atau diterima di masa mendatang (Soekartawi, 1995).

(11)

Menurut Soekartawi (2002), umumnya terdapat beberapa kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, antara lain:

Net Present Value (NPV)

NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (Present Value) dari selisih antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV menunjukkan kelebihan benefit (manfaat) dibandingkan dengan cost (biaya). Apabila evaluasi suatu proyek telah dinyatakan “Go” maka nilai NPV ≥ 0. Bila NPV = 0,berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost of capital, dan apabila NPV < 0, maka proyek tersebut “No go” atau ditolak. Artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek.

Internal Rate of Return (IRR)

IRR ialah alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil. Pada dasarnyaIRR memperlihatkan bahwa present value (PV) benefit akan sama dengan present value (PV) cost. Dengan kata lain, IRR tersebut menunjukkan NPV = 0. Dengan mencoba beberapa nilai dari DF (discount factor) untuk mendapatkan nilai penjumlahan PV sama dengan nol.

Benefit/Cost Ratio

B/C Ratio menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Cara ini banyak dipakai karena dengan menghitung B/C Ratio maka akan diketahui secara cepat berapa besarnya manfaat proyek yang dilaksanakan.

(12)

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Berdasarkan Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) Bank Indonesia 2016 diketahui bahwa rata-rata suku bunga deposito dari keseluruhan bank pemerintah adalah sebesar 7,5%.

2.2.5 Analisis Sensitivitas

Menurut Gitingger dan Hans (1993), analisis sensitivitas adalah menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apa yang akan terjadi pada proyek tersebut bila ada sesuatu yang tidak sejalan dengan rencana. Hal ini dibutuhkan dalam analisis proyek, biasanya didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang, proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan utama yaitu:

a. Perubahan harga jual produk b. Keterlambatan pelaksanaan proyek c. Kenaikan biaya

d. Perubahan volume produksi

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karo (2009) yang berjudul Analisis Usahatani Kopi di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo menunjukkan bahwa usahatani kopi di daerah penelitian secara finansial layak untuk diusahakan

(13)

dan dikembangkan. Hal tersebut dilihat dari nilai NPV > 0 yaitu sebesar 8.386.247,8, nilai IRR > i (15%) yaitu sebesar 16,95% sedangkan nilai Net B/C > 1 yaitu sebesar 30,80. Dengan rata-rata pendapatan per petani adalah

sebesar Rp 11.536.269,54 atau Rp 15.642.088,95 per hektar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kristi (2014) yang berjudul Analisis

Pendapatan Usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica) di Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan diperoleh kesimpulan

bahwa usahatani kopi layak untuk diusahakan berdasarkan nilai NPV > 0 yaitu sebesar 6.705.506,31, nilai IRR > i yaitu sebesar 49,3% sedangkan nilai Net B/C >1 yaitu sebesar 40,38. Dengan pendapatan per petani adalah sebesar Rp 12.881.212,20 atau Rp 35.169.213,02 per hektar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2014) yang berjudul Studi

Kelayakan Pengembangan Packing House Komoditi Hortikultura di Desa Siboras Kecamatan Pematang Silimahuta Kabupaten Simalungun diperoleh kesimpulan

bahwa berdasarkan kriteria investasi pengembangan packing house diperoleh nilai NPV pada SOCC 12% sebesar Rp 1.041.912.375,45, EIRR sebesar 29,52 dan Net B/C sebesar 2,40 berarti layak untuk dilaksanakan. Dilihat dari analisis sensitivitas, jika biaya meningkat sebesar 10% dan 20% proyek masih tetap layak dilaksanakan karena masih memiliki kelenturan untuk menanggung peningkatan biaya.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kopi merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki penggemar dari berbagai kalangan sehingga selalu menjadi trend dari masa ke masa. Sampai saat ini kopi dijadikan tokoh utama dalam banyak hal termasuk bisnis. Permintaan dan

(14)

mengembangkan usahatani kopi guna meningkatkan produksi kopi dan memperoleh pendapatan yang maksimal.

Pengelolaan usahatani merupakan kemampuan petani dalam mengorganisir serta mengoordinasikan faktor-faktor produksi yang dimiliki dengan sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan hasil produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan adalah ketika penerimaan melebihi biaya produksi yang dikeluarkan sehingga memberikan keuntungan bagi petani itu sendiri.

Besarnya biaya produksi ditentukan dari penggunaan input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan lahan. Total biaya produksi diperoleh dengan cara mengalikan jumlah penggunaan input produksi dengan harga masing-masing ditambah biaya penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan.

Penerimaan petani adalah banyaknya jumlah produksi dikali dengan harga jual. Selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi adalah pendapatan bersih usahatani kopi yang diterima petani. Dari pendapatan bersih tersebut dapat dianalisis kelayakan usahatani kopi. Usahatani tersebut dikatakan layak apabila menguntungkan dan dikatakan tidak layak apabila usahatani yang dijalankan mengalami kerugian atau pendapatan bersih yang diperoleh lebih kecil dari total biaya produksi yang dikeluarkan untuk menjalankan usahatani tersebut.

Untuk memastikan tingkat kelayakan usahatani, juga dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui tingkat kepekaan usahatani terhadap perubahan yang terjadi, seperti kenaikan biaya produksi maupun penurunan harga jual.

(15)

Berdasarkan uraian diatas dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut. Keterangan: : Menyatakan Hubungan : Menyatakan Pengaruh

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Kopi Produksi Input Produksi Penerimaan Harga Jual Biaya Produksi Pendapatan Kelayakan Usahatani NPV IRR Net B/C Layak Tidak Layak Analisis Sensitivitas

(16)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan landasan teori maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica) dari segi analisis finansial layak untuk diusahakan.

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Kopi Produksi  Input  Produksi Penerimaan Harga Jual Biaya Produksi Pendapatan Kelayakan Usahatani NPV IRR Net B/C Layak Tidak Layak  Analisis  Sensitivitas

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu hasil perolehan nilai tertinggi berikutnya yaitu pengetahuan ibu tentang perawatan payudara pada masa nifas (postnatal breascare) sebanyak 66 responden

Deskripsi Uraian pada awal buku berisi tujuan penulisan, cara belajar yang harus diikuti, mengantarkan peserta didik untuk mengenal dan memahami materi yang akan dipaparkan,

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 212 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN - NET PAJAK PENGHASILAN TERKAIT (1,058). TOTAL LABA

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan hasil rata-rata usia responden di Desa Bumi Rejo Kecamatan Baradatu yang diperoleh dari total 44 populasi orang tua yang memiliki anak

Berdasarkan hasil penelitian promosi jabatan yang ada di Giant Ekstra nangka Pekanbaru tergolong dalam kategori baik, namun begitu kesempatan promosi jabatan yang

Oleh karenanya, penulis beranggapan bahwa penelitian komparatif terhadap metode ta’wi&gt;l al-Ghaza&gt;li&gt; representatif dari sufi sunni yang cenderung amaly dan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah pada periode tahun 1993 sampai tahun 2014 data produk domestik bruto (GDP) yang berasal dari sektor pertanian

TAPM yang berjudul Strategi Pengembangan Usaha Jaring Bobo Mini Purse Seine Di Perairan Maluku Tenggara adalah hasil karya saya sendiri, dan seluruh sumber yang dikutip maupun