• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PERUBAHAN SEGMEN JALUR KERETA API BANGIL-SURABAYA SEBAGAI DAMPAK LUAPAN LUMPUR DI PORONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PERUBAHAN SEGMEN JALUR KERETA API BANGIL-SURABAYA SEBAGAI DAMPAK LUAPAN LUMPUR DI PORONG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PERUBAHAN SEGMEN JALUR KERETA API

BANGIL-SURABAYA SEBAGAI DAMPAK LUAPAN LUMPUR DI

PORONG

Rofi Budi Hamduwibawa1, Wahju Herijanto2, dan Catur Arif Prastyanto2.

1 Mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Sipil, Program Studi Manajemen dan Rekayasa Transportasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp.08124990200, email: yiying78@gmail.com

2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp.031-5941490, email: herijanto@ce.its.ac.id, catur_ap@ce.its.ac.id.

A B S T R A K

Kelangsungan pelayanan perjalanan kereta api Bangil – Surabaya mendapatkan hambatan dengan munculnya sumber lumpur (mud volcano) di Porong, Sidoarjo. Perlahan namun pasti genangan lumpur semakin mendekati tubuh jalan rel. Selain itu ancaman penurunan tanah (land subsidence) sampai pada radius 2,5 km dari pusat semburan akan mengancam infrastruktur jalan rel. Sehingga perlu untuk memindahkannya (relokasi) ke sebelah barat kota Porong. Terdapat dua rencana relokasi, yakni relokasi pita merah (Rute Bersama) dan relokasi pita biru.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kelayakan pembangunan relokasi rel antara Bangil-Surabaya. Beberapa kondisi pilihan dijadikan alternatifnya, dengan benefit diambil dari parameter jumlah pengguna dan lama waktu perjalanan, sedangkan cost diambil dari parameter panjang rute. Perbandingan kondisi saat ini tanpa relokasi dibandingkan dengan kondisi dengan relokasi. Kondisi saat ini diperlakukan dengan anggapan bahwa jalan rel dan jalan raya Porong telah terendam, sehingga kereta api harus memutar lewat Kertosono dan mobil penumpang harus melalui Krian/Prambon. Perbandingan terakhir adalah membandingkannya dengan biaya eksternal transportasi. Perbandingan keuntungan biaya (Benefit Cost Ratio, BCR) menggunakan i 15 persen dan n 25 tahun. Data mengenai biaya investasi lokomotif dan gerbong (meliputi penyusutan, operasional, dan perawatan), panjang rute, dan jumlah penumpang diperoleh dari database PT. KA Persero.

Berdasar BCR kedua rencana relokasi jalan rel KA di daerah Porong dinyatakan layak (BCR≥1) berdasar perbandingannya terhadap pilihan do-nothing dengan nilai 4,01 dan 1,23. Pada perbandingannya terhadap biaya eksternal kereta api hanya rencana pita merah (Rute Bersama) yang dinyatakan layak (BCR≥1) dengan perbandingan 4,32, sedangkan rencana pita biru dinyatakan tidak layak (BCR<1) dengan nilai 0,84.

Kata kunci: panjang rute, jumlah pengguna, lama waktu perjalanan, analisa ekonomi, biaya eksternal transportasi.

(2)

Latar Belakang

Jalur jalan rel kereta api antara Surabaya dan Banyuwangi dibangun untuk meningkatkan perekonomian di Jawa Timur. Perjalanan ini dibangkitkan oleh adanya keinginan pemenuhan kebutuhan ekonomi bagi masyarakat di Banyuwangi, Jember, dan Malang. Perjalanan ini juga ditarik oleh kedudukan Surabaya sebagai pusat kegiatan nasional, dimana di kota ini terdapat pelabuhan internasional. Untuk melayaninya PT KAI sebagai operator sekaligus regulator kereta api menyediakan kurang lebih 20 (dua puluh) rangkaian kereta, terdiri dari kereta penumpang dan barang.

Dalam perjalanannya, kelangsungan pelayanan perjalanan dengan kereta api mendapatkan hambatan dengan munculnya sumber lumpur (mud volcano) di Porong, Sidoarjo. Sejak sekitar Mei 2006, semburan lumpur telah dikeluarkan ribuan meter kubik hingga saat ini. Menurut survey ilmiah yang dilakukan oleh Geological Society of America’s February, semburan lumpur yang dikeluarkan adalah sebesar 7.000 hingga 150.000 meter kubik setiap hari hingga bertahun-tahun lamanya. Aktivitas ini mengakibatkan beberapa segmen jalan tol di dekat lokasi semburan terbenam. Perlahan namun pasti genangan lumpur semakin mendekati tubuh jalan rel.

Pemerintah melalui badan khususnya (sekarang bernama BPLS/Badan Penanganan Lumpur Sidoarjo) telah berupaya menghambat laju genangan lumpur dengan membuat tanggul penahan dari tanah. Upaya ini untuk menyelamatkan akses langsung yang menghubungkan pusat kegiatan nasional di Surabaya dengan Malang dan daerah tapal kuda (daerah Jember dan Banyuwangi).

Masalah tidak berhenti sampai di sini, karena genangan lumpur yang dibendung ini menyebabkan penurunan tanah di daerah sekitar pusat semburan. Tanah di bawah tubuh jalan rel juga ikut menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan tanah ini menyebabkan kereta harus berjalan dengan kecepatan 5 km/jam. Pada musim penghujan terkadang perjalanan kereta harus tertunda atau dibatalkan, karena lumpur yang bercampur air meluber bahkan menjebol tanggul dan menggenangi jalan rel. Sesuai aturan yang dikeluarkan oleh PJKA, tubuh jalan rel harus berada minimal 120 cm di atas permukaan air tanah. Namun dikarenakan tidak adanya alternatif jalur rel yang lain, maka kereta diperbolehkan berjalan dalam kondisi khusus. Kesemuanya berhubungan dengan masalah teknis yang berhubungan dengan keselamatan perjalanan kereta api.

Masalah non teknis juga mempengaruhi pelayanan perjalanan kereta api. Penduduk di sekitar lokasi semburan lumpur sering melakukan demonstrasi menuntut pembayaran ganti untung atas properti mereka yang terendam lumpur. Pada saat mereka berdemo, perjalanan kereta api juga terpaksa harus dihentikan.

Di atas semua itu, pemerintah membangun prasarana jalan rel dengan relokasi segmen jalur yang menghindari daerah terdampak semburan lumpur. Relokasi jalan rel ini bertujuan memperlancar perjalanan dari Malang, dan Jember menuju Surabaya dan sebaliknya. Agar pembangunan ini bisa layak untuk diteruskan, diperlukan sebuah sudut pandang dalam bidang ekonomi sebagai titik tolaknya. Melalui penelitian ini akan dilihat seberapa besar rasio keuntungan-biaya yang terjadi melalui perubahan yang dilakukan pada beberapa atau keseluruhan parameter. Parameter dimaksud adalah perubahan panjang rute, lama waktu perjalanan, dan jumlah pengguna. Pengguna adalah penumpang dan barang (seperti pupuk dan bbm). Tidak semua penelitian kelayakan ekonomi akan menghasilkan rasio yang dikehendaki. Untuk itulah penelitian seperti ini dilakukan, yang berguna untuk melihat seberapa besar subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.

(3)

Kondisi sebaliknya yang juga mungkin terjadi adalah relokasi jalan rel batal dilakukan atau ditunda. Hal ini mengakibatkan perjalanan antara Surabaya – Malang/Jember menjadi benar-benar terancam dalam kenyataan. Bila pengguna layanan kereta api sangat sensitif terhadap perubahan biaya, maka akan banyak penggunanya yang beralih menggunakan layanan moda jalan raya. Terputusnya jalur kereta api Bangil-Surabaya mengakibatkan layanan kereta api antara Surabaya – Malang harus memutar melalui Blitar-Tulungagung-Kediri-Kertosono-Jombang-Mojokerto, dan layanan kereta api Surabaya – Jember harus memutar lebih jauh setelah berputar balik di Bangil menuju Malang- Blitar-Tulungagung-Kediri-Kertosono-Jombang-Mojokerto. Semua layanan kereta api Jember-Surabaya akan menambah panjang rute perjalanannya, sedangkan semua layanan kereta api dari Malang-Surabaya lewat Bangil akan terhapus. Perpindahan pengguna moda jalan rel menjadi pengguna moda jalan raya akan menyumbangkan penambahan volume yang memadati kapasitas jalan Bangil – Surabaya. Tambahan waktu yang ditimbulkan akibat peningkatan nilai derajat kejenuhan akan menjadi pertimbangan dalam penentuan rasio keuntungan-biaya antara pembangunan relokasi dengan pilihan do-nothing.

Profit keseluruhan yang dihasilkan bukanlah profit yang dihasilkan secara operasional oleh PT KAI saja, melainkan juga kontribusinya atas pengurangan biaya eksternal transportasi. Pengaruh eksternal itu antara lain kemacetan, kecelakaan, polusi udara, kebisingan dan pengaruh ke perubahan iklim. Melalui penelitian ini akan terbuka sebuah wacana baru bagi pemerintah dalam menentukan angkutan masal yang mampu mengontrol biaya eksternal transportasi, seperti angkutan kereta api. Sehingga ke depannya pemerintah bisa mengeluarkan regulasi yang menitikberatkan pembangunan kereta api sebagai sarana transportasi angkutan masal.

Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini ingin diketahui kelayakan rencana relokasi jalur rel di daerah Porong terhadap kondisi-kondisi berikut ini:

1. Rasio keuntungan-biaya antara relokasi jalur rel dengan pilihan tanpa melakukan apapun

2. Kelayakan pembangunan relokasi terhadap biaya eksternal transportasi.

Dasar Teori

1. Metode Pemilihan Keuntungan Bersih

Untuk suatu proyek transportasi utama dan investasi-investasi lainnya yang berjangka panjang, perhitungan biaya-biaya dan keuntungan-keuntungan harus meliputi periode umur dari rencana atau proyek itu, supaya evaluasi dapat menjadi lengkap. Biaya-biaya dan keuntungan-keuntungan dalam tahun-tahun di masa mendatang akan diubah ke nilai ekivalennya pada saat ini, yaitu nilai saat ini, dengan mempergunakan tingkat potongan. Potongan ini adalah sama dengan bunga berganda tetapi jelas bekerja dalam arah yang berlawanan, dimana ia memberikan nilai ekivalen saat ini untuk keuntungan-keuntungan atau biaya-biaya di masa depan, sesuai dengan rumus berikut:

PV = n i) 1 ( 1 + FVn

(4)

FVn = nilai mendatang (future value), n tahun kemudian i = suku bunga tiap periode bunga

Semua nilai-nilai sekarang ini dijumlahkan untuk mendapatkan nilai sekarang total dari keuntungan bersih untuk setiap alternatif tertentu.

2. Rasio Keuntungan Biaya

Teknik rasio keuntungan-biaya yang bertambah adalah sama dengan metode harga sekarang (present worth method), dan ia menghasilkan pemilihan proyek terbaik yang sama. Hasil dari metode ini menjawab pertanyaan, untuk setiap alternatif: apakah tingkat di mana kita mendapatkan keuntungan akan lebih besar daripada tingkat di mana kita mengeluarkan uang? Setiap alternatif dianalisa relatif terhadap alternatif lainnya.

Yang pertama, proyek-proyek diberi label sesuai dengan bertambahnya biaya, yaitu proyek 1, 2, ..., j, ..., M biaya-biaya C1, C2, ..., Cj, ..., CM; dan

keuntungan-keuntungan B1, B2, ..., Bj, ..., BM; dimana Cj =

= j N n 0 n i) 1 ( 1 + Cj,n Bj =

= j N n 0 n i) 1 ( 1 + Bj,n

Kemudian tambahan rasio keuntungan-biaya untuk setiap pasang yang berurutan dari proyek dihitung untuk menentukan apakah ia lebih besar atau sama dengan satu. Proyek yang pertama biasanya adalah alternatif "do nothing", yang sudah barang tentu akan merupakan proyek yang termurah. Apabila rasio yang pertama adalah lebih besar atau sama dengan satu, maka proyek 2 mempunyai keuntungan yang paling tidak sama dengan biayanya, dan ia dianggap dapat diterima. Alternatif ini menjadi dasar untuk perbandingan rasio berikutnya dengan satu, dan seterusnya. Apabila rasio kurang dari satu, proyek di mana keuntungan tambahan dari biayanya dibandingkan dengan satu, akan dianggap tidak dapat diterima, dan rasio dihitung untuk proyek yang termahal berikutnya dengan mempergunakan dasar yang sama (proyek termahal yang masih dapat diterima sampai tahap analisa tersebut). 3. Model Biaya Satuan

Model biaya satuan berbeda dengan model biaya statistik pada teknologi yang secara eksplisit ikut dipertimbangkan pada model biaya satuan ini. Secara spesifik langkah pertama ialah membuat suatu hubungan antara beberapa sumber yang akan dipergunakan dan jenis kapasitas transportasi dan pelayanan yang akan diberikan. Model seperti ini akan dikembangkan dengan dasar hubungan-hubungan yang di-kembangkan untuk lintas transit cepat tunggal. Jenis-jenis tambahan lainnya yang dibutuhkan ialah hubungan atau harga dari berbagai faktor produksi, seperti biaya per kendaraan, biaya untuk penyediaan sepur sepanjang 1 mil, dan sebagainya.

Pendekatan dasar dari metode biaya satuan ialah mengembangkan hubungan-hubungan yang memungkinkan perkiraan dari jumlah dan jenis seluruh faktor. Kemudian biaya dari setiap faktor tadi diperkirakan. Hubungan dalam perkiraan biaya ini dapat dipakaikan untuk memperkirakan biaya jalan bebas hambatan per mil dalam suatu daerah metropolitan tertentu, yang dapat dikalikan dengan panjang dari jalan bebas hambatan tadi (dalam mil), dengan ikut memperhitungkan jumlah jalur, kemiringan, dan sebagainya, sehingga biaya total untuk jalan hubung di daerah itu

(5)

dapat diketahui. Biaya ini kemudian ditambah dengan biaya dari faktor-faktor lainnya untuk mendapatkan biaya total.

Keuntungan dari pendekatan lewat biaya satuan ini terutama disebabkan oleh karena ia memungkinkan kita untuk meneliti perubahan-perubahan yang terjadi dalam teknologi dan juga memeriksa komponen-komponen biaya tertentu. Oleh karena hubungan-hubungan teknologi ini secara eksplisit ikut diperhitungkan, maka setiap perubahan dalam teknologi akan dapat diketahui dan diselesaikan, selama harga dari jenis-jenis barang yang dimodifikasi tadi dapat diperkirakan atau ditentukan. Juga sangat mudah dengan jenis model biaya seperti ini memperkirakan biaya marginal, biaya variabel, dan sebagainya, oleh karena ini hanya merupakan penggabungan dari beberapa biaya untuk faktor-faktor produksi tertentu yang dipergunakan.

4. Biaya Operasional Dan Perawatan

Uraian paling umum dari biaya operasional rel transit terdiri atas lima katagori utama berikut:

y Transportasi: upah semua personel dimasukkan dalam operasional, seperti masinis, penyelia, pegawai stasiun, dan pengatur perjalanan kereta api.

y Perawatan jalur permanen: semua biaya personel dan material yang dibutuhkan untuk memelihara jalur permanen, termasuk sepur, power supply, sinyal, dan seterusnya.

y Perawatan kendaraan: pengeluaran untuk personel dan material yang dibutuhkan untuk perawatan, perbaikan, pengetesan, dan pembersihan kendaraan. Di beberapa negara prosedur perawatan diatur dengan hukum.

y Daya: biaya rekening listrik, yang tergantung kebanyakan pada konsumsi, meskipun di beberapa negara rata-rata terbayar per kWH tergantung pada konsumsi puncak. y Umum dan administratif: biaya operasional tak langsung, seperti manajemen, aspek

legal, akunting, asuransi, kesejahteraan karyawan, perawatan gedung dan daerah, dan biaya lain-lain.

Perbandingan Keuntungan Biaya (Benefit Cost Ratio, BCR)

Analisa BCR menggunakan lama waktu (n) 25 tahun dan suku bunga (i) 15 persen

1. Pilihan Relokasi

Rencana relokasi jalur kereta api terdiri dari dua alternatif masukan, yakni relokasi pita merah (Rute Bersama) dan relokasi pita biru. Pada Gambar 1 kedua rencana jalur relokasi ini ditunjukkan berdasarkan warnanya. Hasil perhitungan masing-masing rencana relokasi ini ditabelkan pada Tabel 1 dan 2.

Kedua alternatif, dikarenakan panjang jalurnya tidak sama dan juga melalui luasan lahan dan hunian yang luasannya tidak sama, menghasilkan perkiraan biaya konstruksi yang tidak sama pula. Relokasi pita merah diperkirakan menghabiskan biaya konstruksi 600 milyar rupiah, sedangkan relokasi pita biru menghabiskan biaya konstruksi 1,6 trilyun rupiah.

Dari Tabel 1 dan 2 didapatkan bahwa kedua rencana relokasi mempunyai nilai BCR yang positif sehingga bisa dilanjutkan dengan proses membandingkannya terhadap pilihan do-nothing

(6)

Gambar 1. Rencana relokasi jalur rel kereta api (Sumber: SP2LP Gubernur Jatim No.188/333/KPTS/013/2008 Tanggal 22 Agustus 2008)

(7)

Tabel 2. Rincian benefit dan cost rencana relokasi pita biru

2. Pilihan Do-Nothing

Dari hasil perhitungan yang ditabelkan pada Tabel 3, didapatkan bahwa nilai BCR pilihan do-nothing adalah negatif, sehingga secara teori pilihan ini tidak layak untuk dibandingkan dengan pilihan relokasi. Namun, untuk menjawab tujuan diadakannya penelitian ini, maka pilihan do-nothing tetap diperbandingkan dengan pilihan relokasi.

Pada penelitian ini kondisi jalur rel di Porong sudah dianggap tenggelam oleh lumpur pada tahun 2008. Segala perkembangan situasi tidak diperhatikan, dengan anggapan karena merupakan masalah yang sangat penting sehingga harus dicarikan solusi segera. Dalam hal ini, proses pembangunannya pun dilakukan pada tahun 2008, seperti yang tercantum pada kolom cost Tabel 3.

3. Pilihan Biaya Eksternal

BCR yang dihasilkan juga negatif, sama dengan pilihan do-nothing, sehingga secara teori pilihan ini tidak layak untuk dibandingkan dengan pilihan relokasi seperti ditunjukkan dalam Tabel 4. Namun, untuk menjawab tujuan diadakannya penelitian ini, maka pilihan ini tetap diperbandingkan dengan pilihan relokasi.

Porsi jumlah pengguna yang beralih menggunakan moda jalan raya ditetapkan berdasarkan alasan keekonomisan, jarak tempuh, lama waktu perjalanan dan strata sosial bagi penumpang, sedang bagi angkutan BBM alasannya keekonomisan dan kapasitas angkut. Perpindahan penumpang mengakibatkan benefit dari sektor pemasukan tiket berkurang. Namun, biaya operasional dan perawatan yang terjadi merupakan biaya gabungan antara kereta api dan mobil penumpang. Rute yang dipakai oleh calon penumpang dengan mobil penumpang adalah Waru-Gempol melewati Krian/Prambon, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

(8)

Tabel 3. Rincian benefit dan cost pilihan do-nothing

(9)

Gambar 2. Rute alternati dengan mobil penumpang

Hasil Analisa Perbandingan Antar Pilihan

Kesimpulan yang bisa diperoleh setelah melakukan analisa rasio keuntungan biaya untuk umur hidup proyek 25 tahun terhadap kedua pilihan ditambah sensitifitas eksternaliti dengan menggunakan bunga (interest) 15 persen adalah

1. Rasio keuntungan biaya untuk pilihan relokasi terhadap pilihan do-nothing adalah lebih dari satu untuk selama umur hidup proyek. Bisa dinyatakan bahwa pilihan relokasi layak diteruskan terhadap pilihan do-nothing. Di sini terdapat dua buah perbandingan, yakni perbandingan dengan relokasi pita merah senilai 600 milyar rupiah dan relokasi pita biru senilai 1,6 trilyun rupiah. Sehingga besaran perbandingan untuk masing-masingnya adalah:

a. Terhadap relokasi senilai 600 milyar rupiah sesuai dengan SP2LP Gubernur Jatim No.188/284/KPTS/013/2007 Tanggal 30 Juli 2007, perbandingan yang terjadi adalah positif dan lebih dari satu

b. Terhadap relokasi senilai 1,6 trilyun rupiah sesuai dengan SP2LP Gubernur Jatim No. 188/333/KPTS/013/2008 Tanggal 22 Agustus 2008, perbandingan yang terjadi adalah positif dan lebih dari satu

Selengkapnya besaran nilai perbandingan ini ditabelkan dalam Tabel 5.

2. Rasio keuntungan biaya untuk pilihan relokasi terhadap pilihan eksternalitas tidak semua bernilai positif dan lebih dari satu.

a. Terhadap relokasi senilai 600 milyar rupiah sesuai dengan SP2LP Gubernur Jatim No.188/284/KPTS/013/2007 Tanggal 30 Juli 2007, perbandingan yang terjadi adalah positif dan lebih dari satu

b. Terhadap relokasi senilai 1,6 trilyun rupiah sesuai dengan SP2LP Gubernur Jatim No. 188/333/KPTS/013/2008 Tanggal 22 Agustus 2008, perbandingan yang terjadi adalah positif tetapi kurang dari satu

(10)

Tabel 5. Rekapitulasi Perbandingan Kentungan Biaya Antar Pilihan Relokasi 600 milyar Relokasi 1,6 trlyun Perbandingan

Antara i = 15% n = 25 tahun i = 15% n = 25 tahun

Do-Nothing 4,01 1,23

Eksternalitas 4,32 0,84

.

Kesimpulan

Dari hasil perbandingan antara pilihan relokasi, baik relokasi pita merah atau pita biru, dengan pilihan do-nothing dan pilihan biaya eksternal semua menunjukkan hasil yang baik (BCR≥1), sehingga relokasi bisa segera dilakukan

Daftar Pustaka

• Antara News (2007), Peninggian Rel KA Di Porong Selesai Lima Hari, http://www.antara.co.id

• Antara News (2009), Bank Mandiri Turunkan Suku Bunga Kredit, http://www.antara.co.id

• Bank Indonesia (2009), Laporan Inflasi (Indeks Harga Konsumen), http://www.bi.go.id

• Catur, A.P, Cahya Buana, Wahju Herijanto, Hera Widyastuti, Anak Agung Gde Kartika, dan Istiar (2006), Seminar Nasional Teknik Sipil II, Penentuan Lokasi Trase Jalan Kereta Api Akibat Bencana Lumpur Porong, Sidoarjo, Jawa Timur

• Detik Finance (2009), BCA Patok Suku Bunga Kredit Korporasi di Bawah 11%, http://www.detik.com

• Detik Finance (2009), BNI-Mandiri Pangkas Bunga Kredit, http://www.detik.com • Detik Finance (2009), BTN Targetkan Pertumbuhan Kredit 20% di 2010,

http://www.detik.com

• Detik Finance (2009), Bunga Bank Yang Masih Saja Mencekik, http://www.detik.com

• Direktorat Jenderal Bina Marga (1997), Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Sweroad Bekerja Sama Dengan P.T Bina Karya (Persero)

• Morlok, E.K., (1985), Pengantar Teknik Dan Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga, Jakarta

• Oglesby, Clarkson H. and Hicks, R. Gary, 1999, Highway Engineering, Fourth Edition, John Wiley & Sons, Inc.

• PT. Jasa Marga Persero Tbk. (2009), Volume Lalu Lintas.

• Perusahaan Jawatan Kereta Api (1986), Perencanaan Konstruksi Jalan Rel

(Peraturan Dinas No.10), S.K. Kepala Perusahaan Jawatan Kereta Api Tanggal 2

April 1986 No.KA/JB/18798/SK/86

• Republika Online (2009), BRI Turunkan Suku Bunga Kredit

• Vuchic, V.R., (1981), Urban Public Transportation, Systems And Technology, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey

Gambar

Gambar 1.  Rencana relokasi jalur rel kereta api (Sumber: SP2LP Gubernur Jatim  No.188/333/KPTS/013/2008 Tanggal 22 Agustus 2008)
Tabel 2.  Rincian benefit dan cost rencana relokasi pita biru
Tabel 3.  Rincian benefit dan cost pilihan do-nothing
Gambar 2.  Rute alternati dengan mobil penumpang
+2

Referensi

Dokumen terkait