PENERAPAN METODE MULTISTAGE RANDOM SAMPLING PADA ANALISIS QUICK COUNT
(STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Matematika
Program Studi Matematika Konsentrasi Statistika
Oleh Shinta Silvia NIM 1100182
DEPARTEMENPENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Oleh Shinta Silvia
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Matematika pada
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Shinta Silvia 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
SHINTA SILVIA
PENERAPAN METODE MULTISTAGE RANDOM SAMPLING PADA ANALISIS QUICK COUNT
(STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013)
disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing I
Fitriani Agustina, M.Si NIP : 198108142005012001
Pembimbing II
Drs. Nar Herrhyanto, M.Pd NIP : 196106181987031001
Mengetahui,
Plt. Ketua Departemen Pendidikan Matematika
PENERAPAN METODE MULTISTAGE RANDOM SAMPLING PADA ANALISIS QUICK COUNT
(STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013)
ABSTRAK
Pada jaman sekarang, banyak negara-negara di dunia yang menganut paham demokrasi untuk pemerintahannya. Indonesia merupakan salah satu negara menganut paham demokrasi. Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan salah satu wujud demokrasi yang nyata dan dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, jujur, adil dan rahasia sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Perhitungan suara pada Pemilu akan memakan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit sehingga muncul suatu alternatif perhitungan cepat pada Pemilu yaitu Quick Count. Quick
Count merupakan prediksi hasil perhitungan suara Pemilu berdasarkan fakta yang
dilakukan langsung dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) terpilih. Salah satu metode Quick Count adalah metode multistage random sampling yang merupakan pengembangan dari sampling acak klaster yang memiliki banyak tahapan dalam proses pengambilan sampel. Misalnya metode multistage random sampling yang digunakan terdiri atas 4 tahapan sampling dalam proses pengambilan sampel. Berdasarkan penelitian, analisis Quick Count dalam Pemilu Gubernur Jawa Barat 2013 dengan menggunakan metode multistage random sampling terbukti akurat karena berhasil memprediksi urutan pemenang dengan benar dan memiliki tingkat presisi yang tinggi dengan rata- rata kekeliruan sebesar 1,76 % yang masih pada kisaran 1%.
APPLICATION OF MULTISTAGE RANDOM SAMPLING METHOD FOR QUICK COUNT ANALYSIS
(CASE STUDY OF GENERAL ELECTION OF WEST JAVA GOVERNOR 2013)
ABSTRACT
Nowadays, many countries in the world used democracy in their goverment. Indonesia is one of the country who used democracy. General Elections or Pemilu is one of real democracy and executed directly, general, free, honest, fair and confidential as a realization of sovereign people. Counting on the elections will take time, effort and cost a bit therefore there is an alternative quick calculation on elections namely Quick Count. Quick Quick Count is the prediction of the results of calculations based on the fact that held directly from polling stations (TPS) was selected. One of Quick Count method is Multistage Random Sampling method that development from random cluster sampling which have many stage in sampling process. Example, Multistage Random Sampling method who have four stage sampling in sampling process. Based on the research, Quick Count analysis in the General Election of Governor of West Java 2013 by using multistage random sampling method proved accurate for successfully predicting the whining sequence correctly and have a high degree of precision with the average of error only 1,76% which still approximated in 1%.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ……….. i
ABSTRAK ………... ii
KATA PENGANTAR …….………... iv
UCAPAN TERIMAKASIH ………. v
DAFTAR ISI ………. vi
DAFTAR TABEL ………. viii
DAFTAR LAMPIRAN ……… ix
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
1.1 Latar Belakang Masalah………..………... 1
1.2 Rumusan Masalah ………... 4
1.3 Tujuan Penulisan ………... 4
1.4 Batasan Masalah ……….... 4
1.5 Manfaat Penulisan ………. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 6
2.1 Pengertian Pemilihan Umum ……… 6
2.2 Pemilihan Umum di Indonesia ………. 7
2.3 Pengertian Pilkada ...………... 10
2.4 Quick Count ...……….. 11
2.5 Populasi ...……….. 13
2.6 Sampel ...………….……….. 14
2.7 Metode Sampling ..……… 16
2.7.1 Non Probability Sampling ...……… 17
2.7.2 Probability Sampling ...……… 19
BAB III MULTISTAGE RANDOM SAMPLING ……… 23
3.1 Pengertian Multistage Random Sampling ....……… 23
3.2 Total Populasi ...………...….... 24
3.4 Variansi Penaksir Total Populasi ...….. 29
3.5 Penaksir dari ( ̂) ...……….. 37
BAB IV STUDI KASUS ……… 50
4.1 Gambaran Umum Data ……… 50
4.2 Pengambilan Sampel ...………...….……… 50
4.3 Penaksir Total Populasi ………. 70
4.4 Penaksir Varians dari Penaksir Total Populasi …..……… 73
4.5 Akurasi dan Presisi ……….... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 77
5.1 Kesimpulan ……… 77
5.2 Saran ……… 77
DAFTAR PUSTAKA ……… 78
LAMPIRAN ……….. 79
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Kerangka Sampel ………...…… 51
Tabel 4.2 Daftar Secondary Sampling Unit (SSU) …….……… 52
Tabel 4.3 Daftar Third Sampling Unit (TSU) …...……….… 53
Tabel 4.4 Daftar Kelompok Utama …...…...……….…… 55
Tabel 4.5 Total Suara dengan Metode Multistage Sampling …….…… 73
Tabel 4.6 Akurasi hasil Perhitungan Suara …....…...…… 75
Tabel 4.7 Presisi hasil Perhitungan Suara …...……… 76
Tabel L1.1 Daftar Fourth Sampling Units (FSU) …...…..……… 80
Tabel L2.1 Data Sampel Kabupaten Bogor ………..……… 85
Tabel L2.2 Data Sampel Kabupaten Bandung ………...………… 86
Tabel L2.3 Data Sampel Kabupaten Indramayu ………..….… 88
Tabel L2.4 Data Sampel Kabupaten Bekasi …...………..… 89
Tabel L2.5 Data Sampel Kabupaten Karawang …...……….. 90
Tabel L2.6 Data Sampel Kabupaten Bandung Barat ……….… 91
Tabel L2.7 Data Sampel Kota Bogor …...………..… 93
Tabel L2.8 Data Sampel Kota Sukabumi …...………..… 94
Tabel L2.9 Data Sampel Kota Cirebon ……...…………..………… 95
Tabel L2.10 Data Sampel Kota Bekasi ……...…………..……… 97
Tabel L2.11 Data Sampel Kota Depok …...……… 98
Tabel L2.12 Data Sampel Kota Cimahi ...………..…… 99
Tabel L2.13 Data Sampel Kota Tasikmalaya ...……….. 100
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Daftar Fourth Sampling Units (FSU) ...
Lampiran 2 Data Sampel Perolehan Suara Pemilu Gubernur Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 untuk Metode Multistage Sampling...……...……
80
85
Lampiran 3 Perhitungan Penaksir Total Populasi dan Penaksir
Variansnya Sampel dengan Metode Sampling
Berkelompok ……….……...……… 102
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang ini, negara-negara di dunia banyak yang menganut
paham demokrasi pada sistem pemerintahannya. Demokrasi adalah paham yang
dianut oleh negara hukum yang mempunyai prinsip berkerdaulatan kepada rakyat.
Indonesia merupakan negara hukum dan menganut paham demokrasi. Makna dari
berkedaulatan kepada rakyat yaitu rakyat ikut serta dalam proses pengambilan
keputusan kenegaraan, baik secara langsung maupun melalui perwakilan. Begitu
juga dengan hal kepemimpinan, proses kepemimpinan pada negara demokrasi
dilakukan secara periodik. Pemilihan umum atau lebih dikenal dengan istilah
Pemilu merupakan suatu proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan
politik, seperti presiden, kepala daerah, serta wakil rakyat di berbagai tingkat
pemerintahan, bahkan pemilihan kepala desa menggunakan konsep pemilu.
(Wikipedia). Pemilihan umum merupakan sarana penting untuk memilih
wakil-wakil rakyat yang akan mewakil-wakili mereka dalam proses pembuatan kebijakan
negara. Andrew Reynolds menyatakan bahwa pemilihan umum adalah metode
yang di dalamnya suara-suara yang diperoleh diterjemahkan menjadi kursi-kursi
yang dimenangkan dalam parlemen oleh partai-partai dan para kandidat.
(Setabasri, 2009).
Pemilu di Indonesia telah diadakan sebanyak 11 kali, yaitu semenjak tahun
1955 sampai dengan tahun 2014. Pemilu di Indonesia dilaksanakan setiap 5 tahun
sekali. Pada awalnya Pemilu ditujukan untuk memilih anggota lembaga
perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden yang semula dilakukan oleh Majelis Perwakilan
Rakyat (MPR), disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga Pilpres
Undang-2
Undang Nomor 22 Tahun 2007, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah (Pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari Pemilu.
Proses pelaksanaan Pemilu di Indonesia masih sering dijumpai kekurangan
seperti pada tahap perhitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU) maupun oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang
membutuhkan waktu cukup lama, terlebih apabila ditinjau dari segi letak
geografis yaitu terdapat wilayah-wilayah yang sulit dijangkau untuk memperoleh
informasi, sehingga hasil Pemilu tidak dapat segera diumumkan kepada publik.
Selain itu, perlu pengawasan hasil Pemilu. Untuk menghindari terjadi kecurangan
diperlukan suatu alat kontrol yaitu berupa data pembanding terhadap hasil
perhitungan manual dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Komisi
Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mulailah
bermunculan lembaga-lembaga survei yang melakukan perhitungan secara cepat
atau yang disebut Quick Count.
Menurut Wikipedia bahwa Quick count adalah sebuah metode verifikasi
hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil
pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel yang dipilih
secara acak. Quick count dilakukan dengan metode-metode penelitian yang benar,
sahih, beretika, terbuka untuk diperiksa akuntabilitasnya, dan netral dalam
pengertian mengedepankan kebenaran nilai-nilai ilmiah. Quick Count telah
diterapkan pada beberapa Pemilu di Indonesia. Masyarakat dapat mengetahui
dengan cepat perkiraan pemenang Pemilu hanya dalam hitungan jam. Sementara
Komisi Pemilihan Umum (KPU) membutuhkan waktu hampir sebulan untuk
menetapkan hasil resmi Pemilu. Hasil akhir resmi Pemilu dari Komisi Pemilihan
Umum (KPU) tidak jauh berbeda dengan hasil Pemilu dengan menggunakan
metode hitung cepat atau Quick Count.
Oleh karena itu, secara tidak langsung Quick Count merupakan bagian dari
kontrol terhadap Pemilu dan bagian dari upaya untuk menegakkan demokrasi
dengan mendorong berlangsungnya Pemilu yang jujur dan adil. Pada analisis
Quick Count digunakan metode sampling. Terdapat dua metode dalam
Sampling probabilitas yaitu teknik sampling yang memberikan peluang atau
kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Oleh karena itu, umumnya sampling probabilitas ini lebih banyak
digunakan daripada sampling non probabilitas. Pada umumnya, sampling
probabilitas terdiri dari beberapa metode, yaitu simple random sampling, stratified
random sampling, cluster sampling, dan multistage random sampling. Pada
analisis Quick Count, metode yang dapat memprediksi urutan pemenang Pemilu
dengan akurat dan menghasilkan presisi yang kecil dikatakan metode yang baik.
Quick Count sangat dipengaruhi oleh pemilihan sampel yang dilakukan
dengan metode sampling tertentu. Pada populasi yang heterogen dan berukuran
besar agar diperoleh sampel yang representatif, maka proses penarikan sampelnya
dapat dilakukan dalam beberapa tahap dengan alurnya yaitu pada tiap tahapan
yang dilakukan adalah pemilihan gugus-gugus (cluster-cluster) sampai tahap
dimana diperoleh gugus (cluster) yang homogen. Apabila telah diperoleh gugus
(cluster) yang homogen, pada tahap selanjutnya yang dilakukan yaitu penarikan
unit sampling dari tiap gugus (cluster) yang homogen tersebut sehingga diperoleh
sampel. Proses penarikan sampel dengan beberapa tahap seperti yang telah
dikemukakan di atas dinamakan multistage random sampling.
Pada kasus dimana populasi berukuran besar, maka sampling berkelompok
(cluster sampling) dapat lebih meminimalisir waktu, tenaga dan biaya penelitian.
Hal ini karena pada penarikan sampel dengan metode ini tidak langsung ke
seluruh unit sampling, tetapi terlebih dahulu melalui cluster dimana setiap cluster
memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Metode multistage
random sampling merupakan bentuk kompleks dari cluster sampling. pada
metode cluster sampling, cluster yang telah dibentuk dari populasi disebut dengan
primary sampling unit (psu) atau unit sampling utama. Selanjutnya, cluster yang
dibentuk dari sub populasi disebut dengan secondary unit sampling (ssu). Pada
metode multistage sampling dapat dilanjutkan membuat cluster lainnya sampai
tahap yang diinginkan. Metode pengambilan sampel ini pun dapat menghasilkan
penaksir yang tak bias bagi rata-rata populasi, mempunyai presisi yang tinggi jika
4
Oleh karena itu, peneli tertarik untuk membahas mengenai “Penerapan
Metode Multistage Random Sampling pada Analisis Quick Count (Studi Kasus
Pemilu Gubernur Jawa Barat 2013)”. Metode multistage random sampling yang
digunakan dalam skripsi ini dibatasi untuk 4 tahap dengan dugaan hasil dari
metode yang digunakan ini memiliki presisi yang lebih tinggi pada hasil
perolehan suara jika dibandingkan dengan Real Count.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan pada sebelum-nya,
maka rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana keakuratan hasil Quick Count dengan menggunakan metode
multistage random sampling bila dibandingkan dengan hasil resmi Pemilu?
2. Bagaimana tingkat presisi yang diperoleh dari hasil Quick Count dengan
menggunakan metode multistage random sampling bila dibandingkan dengan
hasil resmi Pemilu?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui keakuratan hasil Quick Count dengan menggunakan
metode multistage random sampling bila dibandingkan dengan hasil
resmi Pemilu.
2. Mengetahui tingkat presisi hasil Quick Count dengan menggunakan
metode multistage random sampling bila dibandingkan dengan hasil
resmi Pemilu.
1.4 Batasan Masalah
Pada skripsi ini hanya akan digunakan metode multistage random
sampling untuk menganalisis Quick Count (Studi Kasus Pemilu Gubernur Jawa
1.5 Manfaat Penulisan
Manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan mengenai metode multistage random sampling dalam
menganalisis hasil Quick Count.
2. Manfaat Praktis
Memahami penerapan metode multistage random sampling dalam bidang
pendidikan, khususnya teknik pengambilan sampel. Selain itu juga, dapat
memberikan informasi strategis bagi program studi atau departemen sehingga
dapat meningkatkan upaya untuk mendorong dan mempercepat kelulusan
BAB III
METODE MULTISTAGE RANDOM SAMPLING
3.1 Pengertian Multistage Random Sampling
Multistage random sampling merupakan pengembangan dari simple
cluster sampling. Pada simple cluster sampling, letak keacakan tidak dilakukan
langsung pada unit sampling, namum dilakukan pada gugus (cluster) dimana unit
sampling tersebut berada. Proses penarikan sampel dengan menggunakan metode
simple cluster sampling terdiri dari dua tahap. Tahap pertama yaitu tahap
pemilihan cluster dari unit sampling dan tahap kedua yaitu tahap penarikan unit
sampling dari cluster yang telah ditentukan pada tahap pertama. Apabila
populasinya heterogen dan berukuran besar, maka penarikan sampel dengan
menggunakan metode simple cluster sampling sampling akan menghasilkan
sampel yang kurang representatif. Hal ini karena, apabila populasinya heterogen
dan berukuran besar, sekalipun penarikan sampel dilakukan dalam dua tahap.
Namun karena keheterogenannya akan mengakibatkan pada tahap pertama pun
akan tetap menghasilkan cluster yang heterogen. Oleh karena itu, untuk populasi
yang heterogen dan berukuran besar akan tepat apabila proses penarikan
sampelnya dilakukan dalam beberapa tahap, sehingga dapat menghasilkan
gugus-gugus (cluster-cluster) yang lebih homogen dibandingkan dengan gugus-gugus-gugus-gugus
(cluster-cluster) yang dihasilkan pada simple cluster sampling. Pada populasi
yang heterogen dan berukuran besar agar diperoleh sampel yang representatif,
maka proses penarikan sampelnya dapat dilakukan dalam beberapa tahap dengan
alurnya yaitu pada tiap tahapan yang dilakukan adalah pemilihan gugus-gugus
(cluster-cluster) sampai tahap dimana diperoleh gugus (cluster) yang homogen.
Apabila telah diperoleh gugus (cluster) yang homogen, pada tahap selanjutnya
yang dilakukan yaitu penarikan unit sampling dari tiap gugus (cluster) yang
homogen tersebut sehingga diperoleh sampel. Proses penarikan sampel dengan
beberapa tahap seperti yang telah dikemukakan di atas dinamakan multistage
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa multistage random sampling
merupakan pengembangan dari simple cluster sampling, karena itu pada proses
penurunan rumus merupakan pengembangan dari rumus-rumus pada simple cluster
sampling. Pada skripsi ini pembahasan mengenai multistage random sampling ini
dibatasi untuk 4 tahap.
3.2 Total Populasi
Secara umum pada simple random sampling, total populasi merupakan
hasil kali antara banyaknya data populasi dengan rata-rata populasi ̅ dan
dinyatakan dengan perumusan berikut :
̅
Penaksir total populasi dan penaksir rata-rata berdasarkan pengertian
umum ada dalam metode simple random sampling. Misalkan
adalah populasi yang berukuran dan adalah sampel yang
berukuran . Rata-rata populasi ( ̅ dan rata-rata sampel ( ̅ didefinisikan sebagai
berikut:
̅ ∑
̅ ∑
Rata–rata sampel merupakan penaksir tak bias dari rata–rata populasi, dan
dinyatakan sebagai berikut:
̅̂ ̅
Pembuktian :
̅
[ ]
̅ ̅
̅ ̅
Berdasarkan persamaan di atas, dapat diperoleh informasi bahwa total populasi
merupakan penaksir tak bias untuk total populasi, dinyatakan sebagai berikut:
25
Pembuktian :
( ̂) ̅ [ ̅ ] ̅ ( ̂)
Simple cluster sampling terdiri dari dua tahap yaitu pemilihan m kelompok dari M
usu dan yang kedua yaitu pemilihan ni (i = 1, 2, ..., m) dari Ni usk. Total populasi
didefinisikan sebagai berikut:
∑
Three-stage cluster sampling terdiri dari tiga tahap yaitu pemilihan kelompok
dari psu, kedua yaitu pemilihan (i = 1, 2, ..., ) dari ssu dan ketiga yaitu
pemilihan (j = 1, 2, ..., ) dari tsu. Total populasi didefinisikan sebagai
berikut:
∑ ∑
Four-stage cluster sampling terdiri dari empat tahap yaitu pemilihan kelompok
dari psu, kedua yaitu pemilihan (i = 1, 2, ..., ) dari ssu, ketiga yaitu
pemilihan (j = 1, 2, ..., ) dari tsu dan Keempat yaitu pemilihan (j =
1, 2, ..., ) dari fsu. Total populasi didefinisikan sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
Sehingga untuk multistage random sampling yang memiliki n tahap, maka total
populasinya didefinisikan sebangai berikut :
∑ ∑
dimana,
total populasi kelompok
3.3 Penaksir Total Populasi
Pemilihan unit-unit sampling pada simple cluster sampling terdiri dari dua
tahap. Pertama yaitu pemilihan m kelompok dari M psu dan yang kedua yaitu
pemilihan ni (i = 1, 2, ..., m) dari Ni ssu. Dengan kata lain, proses penaksiran
jumlah total populasi dilakukan dalam dua langkah. Langkah pertama, menaksir
total kelompok m yang dinotasikan dengan ̂ dan langkah kedua dengan
menggunakan hasil dari langkah pertama untuk menaksir total dari kelompok M
yang dinotasikan dengan ̂.
Total populasi dinotasikan dengan X dan didefinisikan dengan
∑ . Sedangkan penaksir total populasi dinotasikan dengan ̂ dan didefinisikan sebagai berikut
̂ ̂
∑ ̂
∑ ̅
∑ ∑
∑ ∑ (3.1)
Pemilihan unit-unit sampling pada three-stage cluster sampling terdiri dari
tiga tahap. Pertama yaitu pemilihan kelompok dari psu. Kedua yaitu pemilihan
(i = 1, 2, ..., ) dari ssu. Ketiga yaitu pemilihan (j = 1, 2, ..., ) dari
tsu. Dengan kata lain, proses penaksiran jumlah total populasi dilakukan dalam
tiga langkah. Langkah pertama, menaksir total kelompok yang dinotasikan
dengan ̂. Langkah kedua dengan menggunakan hasil dari langkah pertama untuk
menaksir total kelompok yang dinotasikan dengan ̂. Langkah ketiga dengan
menggunakan hasil dari langkah kedua untuk menaksir total dari kelompok L
yang dinotasikan dengan ̂.
Total populasi dinotasikan dengan X dan didefinisikan dengan ∑ ∑
. Sedangkan penaksir total populasi dinotasikan dengan ̂ dan
27
̂ ̂
∑ ̂
∑ ̅̂
∑ ∑ ̂
∑ ∑ ̂
∑ ∑ ̅
∑ ∑ ∑
∑ ∑
∑
(3.2)
Pemilihan unit-unit sampling pada four-stage cluster sampling terdiri dari
empat tahap. Pertama yaitu pemilihan kelompok dari psu. Kedua yaitu
pemilihan (i = 1, 2, ..., ) dari ssu. Ketiga yaitu pemilihan (j = 1, 2, ..., )
dari tsu. Keempat yaitu pemilihan (j = 1, 2, ..., ) dari fsu. Dengan
kata lain, proses penaksiran jumlah total populasi dilakukan dalam empat langkah.
Langkah pertama, menaksir total kelompok yang dinotasikan dengan ̂ .
Langkah kedua dengan menggunakan hasil dari langkah pertama untuk menaksir
total kelompok yang dinotasikan dengan ̂. Langkah ketiga dengan
menggunakan hasil dari langkah kedua untuk menaksir total kelompok yang
dinotasikan dengan ̂. Langkah keempat dengan menggunakan hasil dari langkah
ketiga untuk menaksir total dari kelompok T yang dinotasikan dengan ̂.
Total populasi dinotasikan dengan X dan didefinisikan dengan
∑ ∑ ∑ . Sedangkan penaksir total populasi dinotasikan dengan ̂ dan
didefinisikan sebagai berikut
̂ ̂
∑ ̂
∑ ∑ ̂ ∑ ∑ ̂ ∑ ∑ ̅̂ ∑ ∑ ∑ ̂ ∑ ∑ ∑ ̂ ∑ ∑ ∑ ̅ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
dimana ̂ merupakan notasi dari penaksir jumlah total populasi dari
masing-masing kelompok, ̅ merupakan notasi dari rata-rata kelompok utama,
merupakan notasi dari jumlah elemen-elemen dalam kelompok utama,
merupakan notasi dari jumlah elemen-elemen dalam kelompok utama,
merupakan notasi dari jumlah elemen-elemen dalam kelompok utama dan
merupakan notasi dari elemen-elemen di kelompok utama.
Dari perumusan penaksir total populasi simple cluster sampling,
three-stage cluster sampling dan four-three-stage cluster sampling dapat dilihat suatu pola
untuk membuat rumusan penaksir total populasi untuk multistage random
sampling, yaitu :
̂ ∑ ∑
Keterangan :
̂ penaksir total populasi kelompok
29
banyak tahap
elemen-elemen di kelompok utama
3.4 Varians Penaksir Total Populasi
Setelah taksiran dari total populasi diperoleh, selanjutnya yaitu
menghitung variansi dari ̂ untuk menilai presisinya. Secara umum terdapat dua
komponen dari variansi yaitu, variansi yang disebabkan oleh penarikan sampel
dari primary sampling unit (psu) disebut variansi diantara psu dan variansi yang
disebabkan oleh sampel acak yang dipilih dari psu disebut juga variansi dalam
psu. Pada simple cluster sampling, variansi diantara psu disebut variansi yang
diperoleh dari pemilihan m kelompok. Sedangkan variansi dalam psu merupakan
variansi yang diperoleh dari pemilihan dari psu ke-i. Sehingga dapat ditulis
variansi dari ̂ sebagai berikut :
V( ̂) = (varians diantara psu) + (varians di dalam psu)
atau secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
( ̂) ∑
(3.4)
Pembuktian :
Berdasarkan definisi, variansi dari ̂ ∑ ̂ adalah
( ̂) ( ̂ ) (3.5)
Perhatikan bahwa ( ̂ ) dapat dirubah secara aljabar sebagai berikut :
( ̂ ) ∑ ̂
∑ ̂ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ̂ ∑
∑ ̂ ∑
∑ ∑ ∑( ̂ )
∑ ∑ ∑( ̂ )
∑ ( ̂ ) ∑ ( ̂ )( ̂ )
= A + B + C + D
Kemudian menentukan nilai ekspektasi dari ( ̂ ) dengan (psu) konstan.
Karena itulah mengapa pada penentuan nilai ekspektasi melibatkan ssu yang
dinotasikan dengan .
( ̂ )
Penentuan
∑ ∑
Penentuan
∑ ∑( ̂ )
∑ ∑ ( ̂ )
karena ̂ adalah statistik yang diperoleh dari sampling acak pada ssu.
Bagaimanapun, telah diketahui bahwa ( ̂) dan diketahui dari teori
statistika bahwa:
∑ ∑
Karena itu,
∑ ( ̂ ) ∑ ( ̂ )
Sehingga diperoleh .
Penentuan
Untuk, sama dengan penentuan diperoleh
31
Penentuan
[ ∑ ( ̂ ) ] ∑ ( ̂ )
∑ ( ̂ )
Dengan menggunakan sampling acak sederhana, diperoleh
( ̂ )
∑ ( ̅)
yang mana merupakan varians untuk ketika sampling acak sederhana
digunakan.
Selanjutnya mensubstitusikan hasil dari penentuan dengan
penentuan diperoleh:
( ̂ ) ∑ ∑
pada ( ̂ ) tidak dianggap konstan dan ( ̂ ) menjadi variabel
acak. Permasalahan selanjutnya terletak pada ekspektasi dari variabel acak
tersebut yang diperlihatkan sebagai berikut:
( ̂ ) ∑ ∑ (3.6)
Misalkan bagian II pada ruas kanan dari persamaan (3.17) ditulis sebagai berikut:
( ) ∑
dimana
Sebagaimana yang ditunjukkan di atas, adalah variabel acak
dengan nilai yang mungkin dimana masing-masing memiliki probabilitas ,
karena masing-masing psu dipilih menggunakan sampling acak sederhana, maka:
( ) ∑ ( ) ∑
∑ ∑
∑ (3.7)
Seperti yang telah ditunjukkan di atas, persamaan (3.18) adalah variansi karena
merupakan variansi dalam psu ke . Selanjutnya untuk bagian I ruas kanan dari
persamaan (3.17), diperoleh:
[ ∑ ]
dimana
∑
dapat dipertimbangkan sebagai estimasi dari berdasarkan pada sampling acak
dari psu. Kemudian, dengan menggunakan perumusan pada metode sampling
acak sederhana, diperoleh:
∑ ∑ ̅
∑
(3.8)
Berdasarkan persamaan (3.6), persamaan (3.7), dan persamaan (3.8), diperoleh
varians dari ̂ adalah :
( ̂) ∑
33
Pada three-stage cluster sampling, varians dari ̂ diperoleh dari
penggabungan dua varians simple cluster sampling yang prosesnya sebanyak dua
tahap. Berikut penjelasan dengan skema :
Kasus 2 tahap :
psu———ssu
dan berdasarkan skema di atas, ̂ menjadi
V( ̂) = (varians diantara psu) + (varians di dalam psu)
Varians dari ̂ telah diperoleh di atas yaitu :
( ̂) ∑
Kasus 3 tahap :
psu—————ssu (kasus kesatu)
ssu—————tsu (kasus kedua)
dimana ada kasus 2 tahap diantara psu dan ssu, dan kasus 2-stage lainnya antara
ssu dan tsu.
Varians dari ̂ pada kasus 2 tahap:
(1) ( ̂) ∑
Dimana,
∑ ̅
∑ ( ̅)
Ketika mensubstitusikan varians ke dalam psu dan ssu pada kasus 3-stage, akan
didapatkan
(2) ∑ ̅ ̅
dimana
∑ ( ̿)
Selanjutnya, substitusikan varians 2 tahap ke ssu dan tsu dari kasus 3-stage. Maka:
(3) ̅
̅ ̅ ∑ dimana ∑ ( ̿ )
̂ untuk kasus 3-stage bisa didapatkan dengan menggabungkan persamaan (2) dan (3)
(4) ( ̂) ∑ ̅
̅ ̅ ̅ ̅ ∑
Karena ssu pada kasus kedua dapat dimasukkan kedalam persamaan ssu pada
kasus kesatu sehingga,
( ̂) ∑ ̅ ̅ ̅ ∑ ∑ ̅ ̅ ∑ ̅ ∑
Sehingga pada four-stage cluster sampling, varians dari ̂ diperoleh dari
penggabungan tiga varians simple cluster sampling yang prosesnya sebanyak dua
tahap. Berikut penjelasan dengan skema :
psu—————ssu (kasus kesatu)
ssu—————tsu (kasus kedua)
tsu—————fsu (kasus ketiga)
dimana ada kasus 2 tahap diantara psu dan ssu, kasus 2 tahap antara ssu dan tsu,
dan kasus 2 tahap antara tsu dan fsu.
Varians dari ̂ pada kasus 2 tahap:
35
dimana
∑ ̅
∑ ( ̅)
Ketika mensubstitusikan varians ke dalam psu dan ssu pada kasus 4-stage, akan
dipereloh : ∑ ̅ ̅ Dimana, ∑ ̅ ∑ ( ̿)
Ketika mensubstistusikan varians ke dalam ssu dan tsu dari kasus 4-stage, maka
diperoleh : ̅ ̅ ̅ ∑ Dimana, ∑ ( ̿ )
Selanjutnya, substitusikan varians 2 tahap ke dalam tsu dan fsu dari kasus 4-stage,
sehingga diperoleh :
∑
Dimana,
∑ ( ̿ )
̂ untuk kasus 4 tahap bisa diperoleh dengan menggabungkan terlebih dahulu persamaan (2) dan (3), baru setelah itu digabungkan dengan persamaan (1).
Penggabungan persamaan (2) dan (3) :
Karena tsu pada kasus ketiga dapat dimasukkan kedalam persamaan tsu pada
kasus kedua, sehingga diperoleh :
̅ ̅ ̅ ∑ ( ∑ ) ̅ ̅ ̅ ∑ ̅ ∑ ∑
̂ untuk kasus 4 tahap dipereloh dengan menggabungkan (1) dan (4), sehingga : ( ̂) ∑ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ∑ ̅ ∑ ∑
Karena ssu pada kasus keempat dapat dimasukkan kedalam persamaan ssu pada
kasus pertama, sehingga diperoleh :
( ̂) ∑ ̅ ̅ ̅ ∑ ̅ ∑ ∑ ( ̂) ∑ ̅ ̅ ∑ ̅ ∑ ∑ ̅ ∑ ∑
Persamaan (5) dapat dibagi kedalam 4 komponen dengan asumsi bahwa T
merupakan jumlah populasi yang sangat besar namun dapat dihitung dan ,
yaitu : ( ̂) ̅ ̅ ̅
Misalkan, ̅, ̅, akan didapatkan ̅ ̅ ̅ sebagai total
ukuran sampel. Selanjutnya, jika nilai tetap, nilai , ̅ dan ̅ akan meningkat
seiring dengan nilai yang makin kecil. Apabila nilai , ̅ dan ̅ semakin besar,
maka nilai ,
̅ dan
37
memilih psu, ssu, tsu dan rsu sama, sehingga bisa untuk mengecilkan ukuran
( ̂) dengan cara memilih psu dibandingkan ssu, tsu dan fsu.
Dilihat dari rumusan varians dari ̂ pada simple cluster sampling, three-stage
cluster sampling, dapat dilihat suatu pola untuk memperoleh varians dari
multistage random sampling, yaitu :
( ̂)
Dimana,
( ̂) varians dari ̂
banyak tahap
3.5 Penaksir dari ( ̂)
Pada populasi yang heterogen dan berukuran besar, sulit untuk menentukan
( ̂) secara langsung, sehingga untuk penentuannya dapat dilakukan dengan
menggunakan penaksirnya. Penaksir dari ( ̂) dinotasikan dengan ̂( ̂). Secara
umum, seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa ( ̂) dibentuk dari dua
komponen varians, varians diantara psu dan varians dalam psu . Oleh
karena itu, penaksir ( ̂) pada simple cluster sampling dapat diperoleh dengan
menggunakan penaksir-penaksir dari dan . Berdasarkan penjelasan di atas,
maka penaksir ̂ dirumuskan sebagai berikut:
̂( ̂ ) ∑
dimana
∑ ̂ ̅̂
∑ ̅
̂ ̅ merupakan penaksir total dari kelompok ke-i, ̅
merupakan rata-rata sampel dari subsampel , dan ̅̂ ∑ ̂ merupakan
Seperti telah diketahui bahwa merupakan varians dari dalam
kelompok utama dari psu ke-i. Karena adalah sampel acak dari dan ̅
adalah rata-rata sampel dari , maka dapat diketahui bahwa adalah penaksir
tak bias dari dan dinyatakan sebagai berikut:
Varians antar psu (kelompok) dinotasikan dengan , namun untuk ternyata
bukan merupakan penaksir tak bias dari . Hal ini dapat dilihat pada pembahasan
dibawah ini.
∑
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
namun , sehingga hal tersebut mengakibatkan tidak dapat ditaksir
berdasarkan sampelnya yaitu . didefinisikan sebagai berikut:
∑ ̂ ̅̂
∑ ̂ ∑ ̂
∑ ̂ ∑ ̂
∑ ̂ ̂ (3.9)
Persamaan (3.9) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:
∑ ̂ ̂
∑ [ ̂ ̂ ̂ ̂ ]
[∑ ̂ ̂ ̂ ]
∑ ̂
̂ (3.10)
Selanjutnya menentukan nilai ekspektasi dari persamaan (3.10), diperoleh:
( ∑ ̂ ) ̂
39
∑ ( ̂ ) ( ̂ )
∑
( ̂ )
( ̂ )
Selanjutnya adalah menentukan ( ̂ ) dan ( ̂ ). Penentuan ( ̂ ) dan
( ̂ ) dapat dilakukan dengan menggunakan perumusan umum dari varians, yaitu:
̅ ̅ ̅ ̅
̅ ̅ ̅ ̅
Dengan menggunakan perumusan umum tersebut di atas, ( ̂ ) dapat
dinyatakan dalam bentuk berikut ini.
̂ ̂
̂ ( ̂ ) ( ̂ )
Pada ekspektasi bersyarat sepanjang j dengan i dianggap konstan, akan
diperoleh
( ̂ ) ( ̂ )
( ̂ ) ( ̂)
Namun ( ̂) tersebut merupakan varians untuk ̂ pada kondisi sampling
acak sederhana ketika i diasumsikan telah ditetapkan dan konstan ketika
diasumsikan nilai i telah ditetapkan. Oleh karena itu,
( ̂ )
Selanjutnya menentukan ( ̂ ) analog dengan ( ̂ ), akan diperoleh:
̂ ̂
̂ ( ̂ ) ̂ (3.11)
Selanjutnya menentukan ekspektasi pada kedua ruas persamaan (3.11) diperoleh
̂ ( ̂ )
( ̂)
Sehingga, pada akhirnya diperoleh bahwa
∑
∑
∑
∑
(3.12)
dengan ∑ .
Selanjutnya dengan mengeluarkan dari kedua ruas pada persamaan (3.12),
akan diperoleh:
∑
(3.13)
Pembahasan selanjutnya yaitu mengenai pembuktian yang akan
menunjukkan bahwa ̂( ̂ ) merupakan penaksir yang tak bias dari V ̂ . Seperti
telah diketahui, bahwa ̂ ̂ harus merupakan penaksir tak bias dari ̂ ,
dengan kata lain harus memenuhi ketentuan berikut:
[ ̂( ̂)] ( ̂) (3.14)
Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa perumusan penaksir
dari ̂ . Pada perumusan sebelumnya, penjumlahan bentuk kedua pada ruas
kanan dijumlahkan sepanjang m bukan sepanjang M. Sebagaimana telah diketahui
bahwa merupakan penaksir tak bias dari , namun bukan merupakan
penaksir tak bias dari . Oleh karena itu, penaksir dari ̂ tidak dapat
diperoleh secara langsung dengan cara mengganti notasi-notasi dari dan
41
dikemukakan bahwa ̂( ̂) merupakan penaksir tak bias untuk ( ̂). Oleh karena
itu, harus dibuktikan bahwa ̂( ̂) ( ̂).
Ekspektasi dari ( ̂) harus dipandang dalam dua tahapan yaitu ekspektasi
yang berkaitan dengan tahapan pertama sampling dan ekspektasi bersyarat yang
berkaitan dengan tahapan kedua sampling, dengan menganggap tahapan pertama
psu konstan.
̂( ̂) ( ) ∑ (3.15)
dengan merupakan ekspektasi bersyarat sepanjang j dan menganggap psu ke-i
konstan.
Untuk mempermudah pembuktian, ruas kanan persamaan (3.15) dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bagian I dan bagian II. Pertama-tama substitusikan
persamaan sebelumnya pada bagian I ruas kanan persamaan (3.15), sehingga
bagian I ruas kanan persamaan (3.15) menjadi:
∑
(3.16)
Selanjutnya menentukan ekspektasi bersyarat dari sepanjang j dengan i
dianggap konstan, dan kemudian ambil ekspektasi sepanjang i dari bagian II ruas
kanan persamaan (3.15). Karena pemilihan ssu berasal dari sampel acak
sederhana, dengan i dianggap konstan, maka ekuivalen dengan penentuan
ekspektasi untuk kasus sampel acak sederhana. Oleh karena itu, diketahui bahwa
, sehingga bagian II ruas kanan dari persamaan (3.15) menjadi :
∑ ∑
∑ ∑ (3.17)
Selanjutnya, dengan mensubstitusikan persamaan (3.16) dan persamaan (3.17)
pada persamaan (3.15), akan diperoleh:
[ ̂( ̂)] ∑ ∑
[ ̂( ̂)] ̂
Hal ini menunjukan bahwa ̂( ̂) adalah penaksir tak bias dari ( ̂).
Sama halnya dengan simple cluster sampling, varians dari three-satge
cluster sampling juga dibentuk dari dua komponen varians, yaitu varians diantara
psu dan varians dalam psu . Oleh karena itu, penaksir ̂ three-stage
cluster sampling dapat diperoleh dengan menggunakan penaksir-penaksir dari ,
dan . Berdasarkan penjelasan di atas, maka penaksir ̂ pada three-stage
sampling dirumuskan sebagai berikut:
̂( ̂) ∑ ̅ ̅ ∑ ̅ ∑ ̅
∑ ̂ ̅̂
∑ ( ̂ ̿)
∑ ( ̅̿ )
dimana,
= merupakan sampel dari kelompok ke-k yang berada pada kelompok ke-j
dan berada dalam kelompok ke-i
̅̿ = ∑ merupakan rata-rata sampel dari
̅
̂ = ∑ = ̅̿ merupakan penaksir tak bias total dari kelompok ke-j
yang berada dalam kelompok ke-i
̂ =
̅ ∑ ̂̅ = ̿̂ merupakan penaksir tak bias total dari kelompok ke-i
̅̂ = ∑ ̂ merupakan rata-rata sampel dari ̂
̿̂ =
̅ ∑ ̂̅ merupakan rata-rata sampel dari ̂
43
Seperti telah diketahui bahwa merupakan varians dari dalam
kelompok utama dari psu ke-i dan merupakan varians dari dalam
kelompok dari psu ke-j yang berada dalam kelompok ke-i. Karena adalah
sampel acak dari dan ̿ adalah rata-rata sampel dari dan adalah sampel
acak dari dan ̅̿ adalah rata- rata sampel dari , maka dapat diketahui
bahwa dan adalah penaksir tak bias dari dan dinyatakan sebagai
berikut:
Varians antar psu (kelompok) dinotasikan dengan , namun untuk ternyata
bukan merupakan penaksir tak bias dari sama halnya pada simple cluster
sampling. Hal ini dapat dilihat pada pembahasan dibawah ini.
∑
Seperti telah diketahui, bahwa ̂ ̂ harus merupakan penaksir tak bias
dari ̂ , dengan kata lain harus memenuhi ketentuan berikut:
[ ̂( ̂)] ( ̂)
Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa perumusan penaksir
dari ̂ . Pada perumusan sebelumnya, penjumlahan bentuk kedua dan ketiga
pada ruas kanan dijumlahkan sepanjang l dan m bukan sepanjang L dan M.
Sebagaimana telah diketahui bahwa merupakan penaksir tak bias dari ,
merupakan penaksir tak bias dari namun bukan merupakan penaksir tak bias
dari . Oleh karena itu, penaksir dari ̂ tidak dapat diperoleh secara langsung
dengan cara mengganti notasi-notasi dari , dan dengan notasi-notasi ,
dan .
Ekspektasi dari ( ̂) harus dipandang dalam tiga tahapan yaitu ekspektasi
yang berkaitan dengan tahapan pertama sampling, ekspektasi bersyarat yang
dengan tahapan ketiga sampling dengan menganggap tahapan pertama psu
konstan.
̂( ̂) ( ) ∑ ̅ ̅ (3.18)
[ [ (∑ ̅ ∑ ̅ )]]
Dengan merupakan ekspektasi bersyarat sepanjang k, merupakan ekspektasi
bersyarat sepanjang j dan menganggap psu ke-i konstan.
Untuk mempermudah pembuktian, ruas kanan persamaan (3.18) dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu bagian I, II dan bagian III. Pertama-tama substitusikan
persamaan sebelumnya pada bagian I ruas kanan persamaan (3.18), sehingga
bagian I ruas kanan persamaan (3.18) menjadi:
∑ (3.19)
Selanjutnya menentukan ekspektasi bersyarat dari sepanjang j dengan i
dianggap konstan, dan kemudian ambil ekspektasi sepanjang i dari bagian II ruas
kanan persamaan (3.37). Karena pemilihan ssu berasal dari sampel acak
sederhana, dengan i dianggap konstan, maka ekuivalen dengan penentuan
ekspektasi untuk kasus sampel acak sederhana. Oleh karena itu, diketahui bahwa
, sehingga bagian II ruas kanan dari persamaan (3.18) menjadi :
∑ ̅ ̅ ∑ ̅ ̅
∑ ̅ ̅ ∑ ̅ ̅ (3.19)
Selanjutnya menentukan ekspektasi bersyarat dari sepanjang k dengan i, j
dianggap konstan, dan kemudian ambil ekspektasi sepanjang i dari bagian III ruas
kanan persamaan (3.18). Karena pemilihan ssu berasal dari sampel acak
sederhana, dengan i dianggap konstan, maka ( ) ekuivalen dengan penentuan
ekspektasi untuk kasus sampel acak sederhana. Oleh karena itu, diketahui bahwa
( ) , sehingga bagian III ruas kanan dari persamaan (3.18) menjadi :
45
Selanjutnya, dengan mensubstitusikan persamaan (3.18) dan persamaan (3.19)
pada persamaan (3.18), akan diperoleh:
[ ̂( ̂)] ∑ ∑ ̅ ̅
∑ ̅ ∑ ̅
∑ ∑ ̅ ∑ ̅
[ ̂( ̂)] ̂
Hal ini menunjukan bahwa ̂( ̂) adalah penaksir tak bias dari ( ̂).
Sama halnya dengan simple cluster sampling dan three-stage cluster
sampling, varians dari four-stage cluster sampling juga dibentuk dari dua
komponen varians, yaitu varians diantara psu dan varians dalam psu .
Oleh karena itu, penaksir ̂ four-stage cluster sampling dapat diperoleh
dengan menggunakan penaksir-penaksir dari , , dan . Berdasarkan
penjelasan di atas, maka penaksir ̂ pada four-stage sampling dirumuskan
sebagai berikut:
̂( ̂) ∑ ̅
̅ ∑ ̅ ∑
̅
∑ ̅ ∑
∑
̅
dimana,
∑ ̂ ̅̂
̅ ∑ ̂ ̅ ̿̂
∑ ̂ ̅̿̂
∑ ( ̿̿ )
banyaknya sampel dari kelompok ke-r pada kelompok ke-k yang
berapada dalam kelompok ke-j yang berada dalam kelompok ke-i
̿̿
∑
merupakan rata-rata sampel dari
̅
̂
∑
̿̿ merupakan penaksir tak bias total dari
kelompok ke-k pada kelompok ke-j yang berada pada kelompok ke-i
̅̿̂ ∑ ̂ merupakan rata-rata sampel dari ̂
̅
̂ ∑ ̂ ̅̿̂ merupakan penaksir tak bias total kelompok ke-j
yang berada pada kelompok ke-i
̿̂ ̅∑ ̂ ̅ merupakan rata-rata sampel dari ̂ ̅
̂ ̅ ∑ ̂ ̅ ̿̂ merupakan penaksir tak bias total dari kelompok ke-i
Seperti telah diketahui bahwa merupakan varians dari dalam
kelompok utama dari psu ke-i, merupakan varians dari dan
merupakan varians dari dalam kelompok dari psu ke-k pada kelompok ke-j
yang berada dalam kelompok ke-i. Karena ̅ adalah sampel acak dari dan ̿
adalah rata-rata sampel dari ̅, adalah sampel acak dari dan ̅̿ adalah
rata-rata sampel dari dan adalah sampel acak dari dan ̿̿ adalah
rata- rata sampel dari , maka dapat diketahui bahwa , dan adalah
penaksir tak bias dari , dan dinyatakan sebagai berikut:
Varians antar psu (kelompok) dinotasikan dengan , namun untuk ternyata
47
sampling dan three-stage cluster sampling. Hal ini dapat dilihat pada pembahasan
dibawah ini.
∑ ̅ ̅
Seperti telah diketahui, bahwa ̂ ̂ harus merupakan penaksir tak bias
dari ̂ , dengan kata lain harus memenuhi ketentuan berikut:
[ ̂( ̂)] ( ̂)
Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa perumusan penaksir
dari ̂ . Pada perumusan sebelumnya, penjumlahan bentuk kedua, ketiga dan
keempat pada ruas kanan dijumlahkan sepanjang l, m dan n bukan sepanjang L, M
dan N. Sebagaimana telah diketahui bahwa merupakan penaksir tak bias dari
, merupakan penaksir tak bias dari , merupakan penaksir tak bias dari
namun bukan merupakan penaksir tak bias dari . Oleh karena itu,
penaksir dari ̂ tidak dapat diperoleh secara langsung dengan cara mengganti
notasi-notasi dari , , dan dengan notasi-notasi , , dan .
Ekspektasi dari ( ̂) harus dipandang dalam empat tahapan yaitu
ekspektasi yang berkaitan dengan tahapan pertama sampling, ekspektasi bersyarat
yang berkaitan dengan tahapan kedua sampling, ekspektasi bersyarat yang
berkaitan dengan tahapan ketiga sampling dan ekspektasi bersyarat yang berkaitan
dengan tahapan keempat sampling dengan menganggap tahapan pertama psu
Dengan merupakan ekspektasi bersyarat sepanjang r, merupakan ekspektasi
bersyarat sepanjang k, merupakan ekspektasi bersyarat sepanjang j dan
menganggap psu ke-i konstan.
Untuk mempermudah pembuktian, ruas kanan persamaan (3.20) dibagi
menjadi empat bagian, yaitu bagian I, II, III dan bagian IV. Pertama-tama
substitusikan persamaan sebelumnya pada bagian I ruas kanan persamaan (3.20),
sehingga bagian I ruas kanan persamaan (3.20) menjadi:
∑ ( ̅) ̅ (3.21)
Selanjutnya menentukan ekspektasi bersyarat dari sepanjang j dengan i
dianggap konstan, dan kemudian ambil ekspektasi sepanjang i dari bagian II ruas
kanan persamaan (3.20). Karena pemilihan ssu berasal dari sampel acak
sederhana, dengan i dianggap konstan, maka ekuivalen dengan penentuan
ekspektasi untuk kasus sampel acak sederhana. Oleh karena itu, diketahui bahwa
, sehingga bagian II ruas kanan dari persamaan (3.20) menjadi :
∑ ( ̅) ̅ ∑ ( ̅) ̅
∑ ( ̅) ̅ ∑ ( ̅) ̅ (3.22)
Selanjutnya menentukan ekspektasi bersyarat dari sepanjang k dengan i, j
dianggap konstan, dan kemudian ambil ekspektasi sepanjang i dari bagian III ruas
kanan persamaan (3.20). Karena pemilihan ssu berasal dari sampel acak
sederhana, dengan i dianggap konstan, maka ( ) ekuivalen dengan penentuan
ekspektasi untuk kasus sampel acak sederhana. Oleh karena itu, diketahui bahwa
( ) , sehingga bagian III ruas kanan dari persamaan (3.20) menjadi :
[ [ (∑ ̅ ∑ ̅ ( ) )]] ∑ ̅ ∑ ( )
Selanjutnya menentukan ekspektasi bersyarat dari sepanjang r dengan i, j,k
dianggap konstan, dan kemudian ambil ekspektasi sepanjang i dari bagian IV ruas
kanan persamaan (3.20). Karena pemilihan ssu berasal dari sampel acak
49
penentuan ekspektasi untuk kasus sampel acak sederhana. Oleh karena itu,
diketahui bahwa ( ) , sehingga bagian IV ruas kanan dari persamaan
(3.20) menjadi :
[ [ [ (∑ ̅ ∑ ∑ ( ) ̅ )]]] ∑ ̅ ∑ ∑ ( )
Selanjutnya, dengan mensubstitusikan persamaan (3.21) dan persamaan (3.22)
pada persamaan (3.20), akan diperoleh:
[ ̂( ̂)] ∑ ( ̅) ̅ ∑ ( ̅) ̅ ∑ ̅ ∑ ( ) ∑ ̅ ∑ ∑ ( ) ∑ ( ̅) ̅ ∑ ̅ ∑ ( ) ∑ ̅ ∑ ∑ ( ) [ ̂( ̂)] ̂
Hal ini menunjukan bahwa ̂( ̂) adalah penaksir tak bias dari ( ̂).
Sebelumnya telah didapat rumusan penaksir ( ̂) dari simple cluster
sampling, three-stage cluster sampling dan four-stage cluster sampling. Untuk
rumusan penaksir ( ̂) dari multistage random sampling dapat dilihat dari
langkah-langkah yang sama dengan simple cluster sampling, three-stage cluster
sampling dan four-stage cluster sampling juga. Varians dari multistage random
sampling juga dibentuk dari dua komponen varians, yaitu varians diantara psu
dan varians dalam psu . Oleh karena itu, penaksir ̂ multistage
random sampling dapat diperoleh dengan menggunakan penaksir-penaksir dari
77 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil Quick Count dengan menggunakan metode multistage sampling jika
dibandingkan dengan hasil resmi Pemilu dari KPU terbukti akurat, karena
berhasil memprediksikan urutan (peringkat) pemenang dengan benar.
2. Hasil Quick Count terbukti memiliki tingkat presisi yang tinggi karena
menghasilkan rata-rata kekeliruan sebesar 1,76% yang masih pada kisaran
1%.
5.2 Saran
Pada penelitian ini, penyusun memberikan saran agar pada penelitian
selanjutnya dalam melakukan analisis quick count dengan menggunakan metode
multistage sampling dapat menggunakan metode sampling bertahap lainnya yang
lebih akurat atau mendekati hasil akhir dari KPU dan juga memiliki presisi yang
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Darwis, Fernita. (2011). Pemilihan Spekulatif Mengungkapkan Fakta Seputar
Pemilu 2009. Bandung : Alfabeta
Demokrawati, FA. (2014). Analisis Quick Count dengan Menggunakan Metode
Stratified Random Sampling (Studi Kasus Pemilu Walikota Bandung 2013).
(Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Eriyanto. (2007). Teknik Sampling Analisis Opini Publik. Yogyakarta : PT LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta
Hasan Mustafa. (2000). Teknik Sampling. Jakarta: Erlangga.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.
Setabasri. (2009). Pemilihan Umum dan Sistem-Sistem Pemilu. [Online]. Tersedia di http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/pemilihan-umum.html. [20 Mei 2015]
Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung : ALFABETA
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : ALFABETA
Supranto. (1992). Teknik Sampling Untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Wikipedia. (2013). Hitung Cepat. [Online]. Tersedia di : http://id.wikipedia. org/wiki/Hitung_cepat. [18 Mei 2015]
Wikipedia. (2013). Pemilihan Umum di Indonesia. [Online]. Tersedia di :
Wikipedia. (2013). Multistage Random Sampling. [Online]. Tersedia di :
http://en.wikipedia.org/wiki/Multistage_sampling. [25 Mei 2015]
Yamane, T. (1967). Elementery Sampling Theory. U.S. America : Prentice Hall.