BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk
kedalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan
khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan
hambatan yang dimilki, anak berkebutuhan khusus memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks
bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan
bahasa isyarat.
Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa
jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus.
Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta
dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya
ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan
tinggi secara khusus belum tersedia.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pengamatan awal di SDLB
Sukoharjo yang memperlihatkan kesenjangan antara teori dengan keadaaan di
lapangan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
fenomena, seperti: (1) guru menjelaskan pelajaran secara klasikal mengenai
topik menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan kalimat sederhana
dan hal – hal yang berkaitan dengan topik pembahasan tersebut; (2) guru
mengandalkan metode ceramah saja serta minimnya penggunaan alat peraga
yang bisa mendukung tujuan pembelajaran tersebut; (3) guru jarang sekali
memberikan penguatan pada siswa ketika kegiatan pembelajaran berlangsung;
(4) kondisi anak yang tidak semuanya mampu bercerita dengan baik dan
kemampuan anak yang berbeda - beda. Jadi permasalahan utama dalam
penelitian ini adalah tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa di sekolah luar biasa mempunyai tujuan agar
siswa terampil berbahasa, baik secara lisan maupun secara tulis. Namun
kenyataan di lapangan khususnya yang berkaitan dengan siswa menunjukkan
lain.
Dalam situasi yang tidak formal, siswa dengan lancarnya
berbicara/berceritera, namun apabila dihadapkan pada situasi formal
kelas seringkali lamban. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhi. Faktor dari diri siswa sendiri (minat baca) yang kurang, akan
berpengaruh terhadap minimnya penguasaan kosa katanya, atau kesulitan
berpikir abstrak. Sedangkan salah satu faktor dari luar yang mempengaruhi
keberanian anak untuk berbicara/bercerita adalah penggunaan metode atau
model pembelajaran yang kurang tepat.
Pada umumnya siswa dengan kategori tunagrahita ringan kurang dapat
berpikir secara abstrak. Mereka berpikir atas dasar pengalaman konkrit yang
dilihat atau dialami. Dalam menerima pelajaran siswa perlu bantuan
tindakan-tindakan nyata untuk menolong pengembangan kemampuan intelektual. Dalam
memahami sesuatu maka siswa perlu diberi materi pelajaran secara konkrit.
Sehingga siswa akan memperoleh penghayatan yang lebih benar, misalnya
siswa lebih memahami sikap dan perilaku tokoh dalam ceritera. Penggunaan
model pembelajaran yang bervariatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya dalam berbicara (berceritera) dapat menggunakan model picture and
picture yang kontekstual dalam mengatasi permasalahan tersebut di atas.
Konsep konstektual maksudnya adalah siswa dalam belajar tidak
berada di awan tetapi berada di bumi yang selalu menyatu dengan kehidupan
sehari-hari. Konsep pembelajaran yang menghubungkan mata pelajaran dengan
situasi dunia nyata, sehingga siswa betul-betul belajar dalam pengetahuan yang
nyata.
Pengalaman konkrit merupakan suatu kebutuhan yang harus diberikan
kekurangan dalam berpikir abstrak. Oleh karena itu, untuk menanamkan
pengetahuan siswa tunagrahita ringan tentang pengalaman konkrit di
sekelilingnya, maka guru harus berusaha untuk memberikan pengalaman
konkrit yang beraneka ragam dan mengarahkan keterbatasan lingkup dan corak
pengalaman siswa tunagrahita tersebut.
Di samping itu bahwa secara empiris hasil pembelajaran
berbicara/berceritera jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil
pembelajaran menyimak, membaca dan menulis. Hal ini didasarkan dari nilai
ulangan berbicara (berceritera) siswa kelas IV menunjukan bahwa sekitar 50 %
siswa belum dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di kelas, penulis perlu
meningkatkan kemampuan bercerita dengan melakukan penelitian yang
berjudul “Peningkatan Kemampuan Bercerita Melalui Pembelajaran
Picture and Picture pada Siswa Tunagrahita Ringan Kelas IV SDLB Sukoharjo Margorejo Pati Tahun Pelajaran 2013/2014”.
2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tepat dengan apa yang diharapkan, peneliti
membatasi pokok permasalahan :
1. Mata pelajaran yang diteliti adalah Bercerita di SD kelas IV Semester 2
dalam pokok bahasan Bercerita.
2. Metode pembelajaran Picture and Picture.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini diajukan rumusan
masalah sebagai berikut:
“Apakah dengan melalui pembelajaran picture and picture dapat
meningkatkan kemampuan bercerita pada siswa tunagrahita ringan kelas VI
SDLB Sukoharjo Margorejo Pati tahun pelajaran 2013/2014 ?”
4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Untuk meningkatkan kemampuan bercerita melalui pembelajaran
picture and picture pada siswa kelas IV SDLB Sukoharjo Kecamatan
Margorejo Kabupaten Pati.”
5. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
Mendapatkan bukti bahwa pembelajaran picture and picture
dapat meningkatkan kemampuan menceriterakan isi dongeng.
b. Manfaat Praktis
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Dapat memperoleh pengalaman langsung dalam penerapan
2. Bagi siswa
Pembelajaran picture and picture ini dapat menumbuhkan minat
berceritera siswa, sehingga kemampuan berceritera siswa dapat
meningkat.
3. Bagi Guru
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui efektivitas model
pembelajaran picture and picture constektual dalam pelajaran berbicara
dan dapat dijadikan tolok ukur untuk mengadakan perbaikan-perbaikan
dalam pembelajaran selanjutnya.
4. Bagi Sekolah
Sebagai salah satu sumber inspirasi guna menentukan kebijakan dalam
mengembangkan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas serta