- --
- -
---
-
-_._-Pikiran
Rakyat
o
Selasa
0
Rabu
0
Kamis
0
Jumat
4
5
6
7
(J)
9
10
11
20
21
22
23
24
25
26
o
Mar OApr
OMei
8Jun
OJul
0
Ags
o
Sabtu
12
13
27
28
OSep
OOkt
o
Minggu
14
15
16
29
30
31
ONov
'ODes
Dialel~til~a
-Ideologi
Oleh SUWANDI SUMARTIAS
Dalarn tataran modem, ideolo-gi memiliki makna negatif at;m jelek (perioratit) sebagai teorl-sasi atau spekulasi dogmatik, khayalan kosong, dan tidak re-alistis. Ideologi juga memiliki makna positif (melioratit) seba-gai setiap sistem gagasan yang mempelajari keyakinan-keya-kinan dan hal-hal yang filosofis dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya.
Dalam ranah implemimtatif, berbagai macam ideologi Oibe-ral klasik, neolibeOibe-ralisme, mar-xis, sosialis, atau Pancasila seka-. lipu~) mengalanri dekonstruksi
,
dan interpretasi yang beragam sesuai pengalaman dan kesa-daran serta nilai-nilai yang di-yakini individu sebagai sesuatu yang benar. Demikianjug~ ide-ologi suatu negara, yang dipan-dang terbaik oleh para elitenya, belum tentu akan sarna dimak-nai oleh rakyatnya. Kenyataan-nya' suatu ideologi tentu akan sangat tergantung dari sejauh-mana ideologi mampu menja-wab berbagai kepentingan praktis para penganutnya.Contoh ekstrem, banyak Prak,sis ideologi orang meragukan kemarnpuan Ideologi sebagai wacana, ha- neoliberalisme sebagai kelanjut-kikatnya merupakan kesatuan an modemisme untuk menja-gagasan, keyakinan, dan pemi- wab sistem ekonomi Indonesia. kiran yang terus ada menyeja- Begitu juga halnya dengan so-rah dan tak pernah hilang. Se- siaIisme, padahal keduanya ber-baliknya, dalam tataran prak- tujuan sarna yang substantif sis, ideologi (politik atau ekono- yakni menyejahterakan rakyat mi) telah mengalami berbagai dengan cara yang berbeda. De-interpretasi
..
dan pengertian.-
__~__::I._
mikianjuga kehadiranPancasi-M
ENCERMATI wa-cana ten tang neoli-beralisme dan proke-rakyatan di antara para cawa-pres merupakan kelja yang te-ram~t sia-sia dan akan menye-rap energi besar yang tak solu-tif, apalagi dalam ranah praksis ideologi Pancasila, yang sema-kin hari semasema-kin pudar dan atau ditinggalkan penganutnya. Menurut Jean Jacques Rousse-au (1957), bukankah suatu ide-ologi merupakan kontrak sosial dan konstriIksi manusia seba-gai subjek dalam konteks ruang dan waktu se,suai kepentingan dan kebutuhannya. Saya seba-gai warga sebuah negara bebas dan karenanya menjadi bagian dari pemerintahan yang sedang berkuasa. Namun, pada prak-tiknya kebebasan selalu berada pada belenggu orang lain yang menganggap dirinya penguasa atau tuan yang dianggap lebih tinggi dari dirinya. Dalarn kon-teks kekuasaan, ideologi tentu-nya hatentu-nyalah satu kumpulan kesepakatan bersama yang sa-ngat temporal dan din.amis.Kliping
Hum as
Unpad
2009
la dengan segala indikator dan met ode sosialisasi, penataran yang begitu masif pada rezim penguasa terdahulu, ternyata tak memiliki relevansi dengan berkurangnya perilaku KKN yang membuat negeri ini telje-bak dalam lingkaran keterpu-rukan dalarn berbagai dimensi. Sungguh suatu dialektika ideo-logi yang sulit dipahami dengan logika dan nurani yang umum.
Kepemimpinan kolektif Eksistensi negarawan sejati-nya memiliki berbagai kelebih-an ykelebih-ang pkelebih-antas dkelebih-an layak diper-taruhkan dalam sebuah kom-petisi dan kepentingan yang kolektif dan lingkupnya yang arnat luas. Indonesia sebagai kesatuan dari berbagai kondisi SDM dan SDA yang teramat kompleks, bukanlah realitas so-sial final yang mudah dibaca dalam lembaran kertas, namun sebagai entitas sosial yang per-lu dikaji ulang secara kritis dan dinamis terus-menerus. Men-cermati simpul-simpul kekuat-an dkekuat-an kekuasakekuat-an ykekuat-ang berada di lingkaran elite hanya akan membutakan penglihatan dan penghayatan realitas sesung-guhnya yang terjadi pada ma-yoritas rakyat. Jika masih dite-mukan kemiskinan, kelaparan, gizi buruR, drop outSD, SMP, dan pengangguran, rakyat de-ngan mudah merasakan apa-kah masih dibutuhkan pemim-pin atau tidak. Demikian juga jika masih ditemukan berbagai pelanggaran norma-norma so-sial, moral, dan hukum positif dalarn masyar!lkat.
Kepemimpinan koIektif yang dilahirkan melalui demokrasi sejatinya melahirkan pemim-pin yang memiliki komitmen pada nasib rakyat pemilihnya. Namun, karena SDM rakyat yang niasih. berkutat dengan segala keterbatasannya sehing-ga potensial untuk diiming-imingi dengan materi ala ka-darnya (kaus parpol, transport bensin, dan lain-lain.), substan-si demokrasubstan-si berganti dengan demonstrasi dan tawuran, ter-masuk praktik koalisi dan kon-tIik ideologi yang telah membi-ngungkan dan sulit dipahami.
Dalam situasi negara, elite, dan rakyat seperti itu, siapa pun
pemimpin, ideologi macam apa L..,.
_~_
pun, tak akan mampu menarik i>emimpinan kolektif yang be~ perhatian rakyat, kecuali ber-~~11ar-benar ditunggu dan dicin-lomba pada tataran substantif tai mayoritas rakyat. Pemimpin perubahan dan dinamika mayo- yang sungguh memiliki kemau-ritas rakyaMengurangi berbagai an dan komitmen politik untuk pelanggaran, penyelewengan bi- bangkit bersama dari keterpu-rokrasi di tingkat elite kekuasa- rukan, kemiskinan, pengang-an, tentunya dinilai sebagian guran, pelanggaran hukum, orang tidak akan populer. Na- moral dan sosial, mumpuni la-mun, akan sama halnya, jika di- hir batin, dan tahan godaan-go-biarkan, sama dengan menyim- daan yang artifisial. Semoga pan born waktu. Kepemimpin- Pilpres 2009 bukan sekadar an kolektif yang dibutuhkan permainan politik dan pang-adalah kepemimpinan yang be- gung sandiwara belaka yang di-nar-benar memiliki komitmen mainkan elite politik negeri ini. pada perubahan, pembenahan Martin Luther King
mengung-birokrasi, membersihkan peja-
kapkan,
"We areasstrong
as
bat bermasalah demi kepen- the weakest of thepeople," (kj-tingan perubahan nasib rakyat ta tidak akan menjadi bangsa banyak. Paling tidak, rakyat me- yang kuat dan besar kalau ma-rasakan kehadiran seorang yoritas masyarakatnya masih pimpinan dan dibutuhkan da- lemah dan miskin).*** lam kehidupannya.Melalui Pilpres 2009, pintu perubahan semestinya menjadi komitmen awal melahirkan ke-
--
--...
Penulis, pengajar mata
ku-liah
Komunikasi Politik
di