• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaitan Pangan dan Gizi dan Kependudukan (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kaitan Pangan dan Gizi dan Kependudukan (1)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Kaitan Pangan dan Gizi dan Kependudukan

2 Maret 2013 · by yosephvera · in Kesehatan, Kesehatan Masyarakat. ·

Kaitan Pangan dan Gizi dan Kependudukan

Masalah Kependudukan

Pertumbuhan penduduk menjadi persoalan yang harus diantisipasi dengan kerja keras oleh Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk di negeri ini tampaknya sudah berada pada kondisi “Lampu Kuning”. Hal tersebut bisa terlihat pada tabel perkembangan jumlah penduduk Indonesia tahun 1600 – 2010 lalu. Ledakan tersebut sudah mulai terasa sejak awal abad 19 di mana jumlah penduduk mengalami pertumbuhan dua kali lipat, dari 18,3 juta menjadi 40,2 juta. Kian pesat pada awal abad 20, di mana dalam seratus tahun jumlah penduduk Indonesia

meningkat drastis lima kali lipat, menjadi 205,8. Yang menakjubkan dalam periode 2000 – 2010 angkanya berlipat menjadi 237,8 juta atau 32 juta dalam satu dasawarsa. Bila di rata-rata

pertumbuhan pertahunnya menyentuh angka 3,2 juta per tahun atau sekitar 10.000 bayi lahir per hari. Jika tidak ada perubahan bermakna, maka dengan pertumbuhan 1,49 % per tahun

diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 45 sampai 50 tahun mendatang akan mencapai 474 juta jiwa.

Lonjakan jumlah penduduk

Keberhasilan Program KB Nasional yang dilaksanakan beberapa tahun terakhir selalu menjadi pertanyaan. Hal ini dipicu oleh hasil Sensus Penduduk 2010 yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan penduduk Indonesia 237,8 juta, telah melampaui proyeksi penduduk pada tahun 2010 sebesar 234,1 juta. Padahal peserta KB pada tahun 2007-2009 mengalami peningkatan.

(2)

Desentralisasi pemerintahan yang terjadi saat ini menyulitkan program KB. Banyak kota atau kabupaten tidak membentuk kelembagaan yang menangani program KB. Data menunjukkan, dari 471 kabupaten/kota di Indonesia, hanya 65 persen diantaranya yang telah memiliki badan yang mengurusi KB.

Terjadi kecenderungan baru yang mengejutkan bahwa kelompok keluarga yang sangat mapan justru cenderung menginginkan anak lebih banyak. Meskipun, secara umum, tingkat fertilitas tinggi masih didominasi kelompok masyarakat kurang mampu. Ini bisa terjadi sebab bagi kelompok ini anak masih dianggap sebagai aset dan komoditas.

Akses warga terhadap alat kontrasepsi juga perlu dipermudah dan dipermurah. Kemudahan akses itu khususnya bagi mereka yang tidak mampu, tinggal di daerah terpencil, dan wilayah

perbatasan.

Masalah Ketahanan Pangan

Krisis energi dan pangan pada 2005-2008 yang membuat harga komoditas pangan dan energi bergejolak tajam dalam kurun yang sangat cepat, membuat masyarakat terancam

kesejahteraanya. Dunia telah memprediksi bahwa akibat perubahan iklim dan ledakan penduduk akan menyebabkan terjadi kelangkaan pangan, air, dan energi yang luar biasa menjelang tahun 2030.

Saat ini secara nasional, Indeks Ketahanan Pangan berada pada peringkat “Cukup Tangguh”, dan secara kewilayahan, masih bervariasi dari peringkat “Rawan” hingga “Sangat Tangguh”. Kondisi ini masih tergolong baik namun

tentu berbeda bila di kemudian hari faktor kependudukan dan ketahanan pangan tidak terselesaikan dengan baik.

Pada 2030 menurut Glick (2010) diperkirakan akan terjadi kenaikan permintaan pangan dunia sebesar 50%. Hal ini seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia yang diperkirakan menyentuh angka 9 miliar jiwa pada tahun yang sama. Dari sebaran menunjukkan, negara berkembang menjadi penyumbang terbanyak pertumbuhan penduduk, dibanding negara transisi dan negara maju. Hal ini memicu peningkatan kebutuhan pangan di negara bersangkutan. Padahal jumlah lahan yang tersedia tidak melulu ada di negara berkembang. Bahkan, ironisnya, stok pangan lebih banyak berada di negara maju yang berhasil dengan program-program intensifikasi pangannya.

Tak hanya faktor peningkatan penduduk saja, melainkan juga kondisi perubahan iklim dunia yang mendorong banyak negara mengatur ulang kebijakan ekspor pangan dari negaranya. Contohnya adalah negara pengekspor beras seperti Vietnam dan Thailand sudah memberikan peringatan pengurangan jumlah ekspor karena persediaan beras mereka

(3)

Teori Kependudukan Malthus

Thomas Robert Malthus mengatakan dalam sebuah bukunya yang berjudul Essay on the Principle of Population, 1798, bahwa apabila manusia tidak membatasi proses reproduksi, manusia akan dengan cepat memenuhi permukaan bumi, sementara manusia itu membutuhkan bahan makanan untuk hidupnya agar tetap survive. Pada kenyataannya pertumbuhan makanan lebih lambat (deret hitung) dari pada pertumbuhan penduduk yang bertambah secara

eksponensial (deret ukur), artinya jika laju pertumbuhan penduduk tidak dibatasi kata Malthus maka diramalkan akan banyak penduduk yang kekurangan bahan pangan, dikarenakan

ketidakseimbangan antara pertumbuhan makanan dengan pertumbuhan penduduk.

Lebih rincinya Malthus melukiskan suatu kecenderungan universal bahwa jumlah populasi pada suatu negara akan meningkat sangat cepat pada deret ukur atau tingkat geometrik setiap 30 atau 40 tahun, kecuali hal itu diredam oleh bencana kelaparaan. Pada waktu yang bersamaan, karena faktor produksi yang jumlahnya tetap maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung atau tingkat aritmatik. Bahkan karena lahan yang dimiliki anggota masyarakat semakin lama semakin sempit, maka akan menurunkan total produksi pangan.

Malthusian Trap

Besarnya permintaan pangan ditentukan oleh pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pendapatan (dan nilai tukar pendapatan terhadap pangan). Sedangkan besarnya penawaran pangan menunjukkan produksi pangan itu sendiri. Besarnya penawaran pangan harus minimal sama dengan besarnya permintaan pangan, jika penawaran tidak mampu menyamai permintaan maka Malthusian Trap (Jebakan Thomas Malthus) bisa terjadi. Malthusian Trap adalah kondisi kekurangan pangan bahkan dapat memicu kepunahan manusia. Untuk mencegah hal ini maka peningkatan produksi pangan harus terus diupayakan (melalui pengembangan teknologi pangan dan pertanian), apapun kondisi internal dan eksternal lain yang terjadi. (Bustanul Arifin, 2011)

Dampak lingkungan yang akan dialami apabila terjadinya ledakan penduduk adalah makin berkurangnya lahan produksi pertanian atau dengan kata lain terkonversinya lahan pertanian yang ada menjadi permukiman penduduk sehingga menurunnya produksi pangan. Hal ini karena makin banyaknya penduduk pada suatu wilayah maka permintaan akan lahan akan semakin meningkat karena lahan atau ruang tidak bertambah sedangkan yang bertambah adalah kegiatan penduduk yang mendiaminya. Teori Malthus menghendaki produksi pangan melebihi dari pertumbuhan penduduk agar tidak terjadi kerawanan pangan. Sehingga berdasarkan pada teori ini dapat diprediksikan bahwa suatu saat Indonesia akan mengalami kerawanana pangan. Lahan pertanian di Indonesia akan hilang, karena adanya perkembangan yang pesat pada pembukaan dan penggunaan lahan untuk pemukiman penduduk yang bertumbuh pesat.

Namun tidak selamanya teori Malthus benar, karena ada beberapa hal yang menjadi kelemahan dari teori ini, Malthus menekankan terbatasnya persediaan tanah, akan tetapi dia tidak

mempertimbangkan meningkatnya metode-metode teknologi pertanian sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian menurut deret ukur. Selain itu Malthus juga tidak

(4)

Alternatif Pemecahan Masalah

Regulasi Pangan

Pemerintah perlu menjamin ketersediaan dan aksesbilitas beras dengan kualitas yang baik dan harga terjangkau sepanjang musim dan sepanjang tahun.

Peningkatan produksi dan produktivitas merupakan suatu kewajiban semua pihak terkait. Langkah penyebaran verietas unggul, akurasi waktu penyediaan pupuk dan sarana produksi, pembiayaan pertanian, bimbingan teknis dan taktis kepada petani, dll wajib terus dilaksanakan.

Sebagaimana diketahui bahwa kebutuhan pangan penduduk tidak terbatas pada “jumlah“ yang harus di penuhi, tetapi juga mencakup “mutu”, dengan kata lain selain jumlahnya memadai, kandungan gizinya pun harus dapat memenuhi kebutuhan.

Investasi bidang pangan

Menyingkapi permasalahan ketidakseimbangan kecepatan pertumbuhan penduduk dibandingkan dengan kecepatan produktivitas pangan nasional, maka Indonesia masih memiliki peluang untuk memanfaatkan lahan yang masih luas, terutama di wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Tak sekadar intensifikasi (mengintensifkan lahan yang sudah ada), kita masih bisa bicara banyak tentang ekstensifikasi (menambah lahan pertanian baru). Investasi dari pemerintah maupun swasta masih sangat diperlukan karena potensi kewilayahan yang luas. Perencanaan yang matang dengan sistem budidaya yang terarah, menjadi kunci agar tidak menimbulkan banyak masalah di kemudian hari.

Referensi

Dokumen terkait

Sarjana yang mengkaji sejarah Kerajaan Melayu Johor-Riau-Lingga ini sudah pasti mengetahui dan sering mengenali beberapa tempat di sepanjang tebing Sungai Johor, seperti Johor

Aktiviti penghasilan tembikar tradisional di negeri Pahang bermula di Kampung Pasir Durian yang berada di tebing Sungai Tembeling.yang merupakan salah satu sungai yang

Menanamkan kecintaan terhadap prilaku hidup bersih dan lingkungan sejak dini, melalui pendekatan agama sangat diapresiasi oleh lembaga pendidikan terutama Sekolah

Tidak kalah pentingnya promosi juga diperlukan dalam bentuk komunikasi yang digunakan untuk menginformasikan (to inform), membujuk (to persuade) atau mengingatkan

Yang mana pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan hukum yang berlaku dan mengambil

Dari data diatas dapat di jelaskan bahwa anak autis setelah melakukan senam otak (brain gym), konsentrasi belajarnya adalah menunjukkan bahwa dari 25 responden di

Lamtoro : tumbuhan yang memiliki biji pipih; disebut juga petai cina, mlanding (Jawa). Limbah : sisa proses produksi; bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak

Pengujian hipotesa dalam penelitian ini melalui tahapan analisis regresi berganda, yang menyatakan bahwa variabel pelayanan prima secara simultan mempengaruhi kepuasan konsumen