S K R I P S I
ANALISA PENGARUH KEPUASAN DAN MOTIVASI KERJA
TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI
PADA PG. WATOETOELIS KRIAN
SIDOARJO
Yang diajukan
MIRA LISTYAWARDHANI 0312010512 / FE / EM
telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 21 Mei 2010
Pembimbing : Tim Penguji :
Ketua
Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, MM Dra. Ec. Hj. Nur Mahmudah, MS
Sekretaris
Dra. Ec. Malicha
Anggota
Pandji Soegiono, SE, MM
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisa Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja
Karyawan Bagian Produksi PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya” dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat
penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan
Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.
Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan
selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh. Soedarto, MT, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa
Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
UPN “Veteran” Jawa Timur, dan Dosen Pembimbing yang telah
mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing penulisan
ini.
3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Program Studi Manajemen
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Manajemen yang telah memberikan ilmu yang
sangat bernilai. Sehingga ucapan terima kasihpun dirasa belum cukup untuk
menghargai jasa Bapak dan Ibu. Namun teriring do’a semoga apa yang sudah
diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan berkah dari sang Ilahi.
5. Yang terhormat Bapak dan Ibu, sembah sujud serta ucapan terima kasih atas
semua do’a, restu, dukungan, nasehat yang diberikan kepada penulis.
Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua
pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata
penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Maret 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 9
2.2. Landasan Teori ... 10
2.2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia ... 10
2.2.2. Kecenderungan / Trend Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia ... 12
2.2.3. Kepuasan Kerja... 14
2.2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja... ... 16
2.2.3.2. Akibat Tidak Terpenuhinya Kepuasan Kerja... ... 18
2.2.5. Kinerja ... 27
2.2.5.1. Penilaian Kinerja ... 32
2.2.5.2. Beberapa Faktor Penyebab Biasnya Penilaian Kinerja . 33 2.2.6. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan .. 34
2.2.7. Pengaruh antara Motivasi dengan Kinerja... 35
2.3. Kerangka Konseptual ... 38
2.4. Hipotesis... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 40
3.1.1. Definisi Operasional ... 40
3.1.2. Pengukuran Variabel... 42
3.2. Teknik Penentuan Sampel... 42
3.3. Teknik Pengumpulan Data... 43
3.3.1. Jenis Data... 43
3.3.2. Sumber Data ... 44
3.3.3. Pengumpulan Data... 44
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 44
3.4.1. Uji Reliabilitas dan Validitas... 44
3.4.2. Uji Outlier Univariat dan Multivariat ... 45
3.4.2.1. Uji Outlier Univariat ... 45
3.4.2.2. Uji Outlier Multivariat ... 46
3.4.3. Uji Normalitas Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Diskripsi Obyek Penelitian ... 52
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 52
4.1.2. Struktur Organisasi ... 54
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 61
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 61
4.2.2. Deskripsi Kepuasan Kerja(X1)... 62
4.2.3. Deskripsi Motivasi(X2) ... 64
4.2.4. Deskripsi Kinerja Karyawan(Y)... 65
4.3. Analisis Data ... 66
4.3.1. Uji Outliers Multivariate... 66
4.3.2. Uji Reliabilitas... 68
4.3.3. Uji Validitas ... 69
4.3.4. Uji Construct Reliability dan Variance Extracted... 70
4.3.5. Uji Normalitas ... 71
4.3.6. Analisis Model One – Step Approach to SEM... 72
4.3.7. Uji Kausalitas ... 75
4.4. Pembahasan... 76
4.4.1. Pengujian Hipotesis Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan ... 76
4.4.2. Pengujian Hipotesis Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 80
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Produksi PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo Tahun 2005 sampai Tahun 2009... 5
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 61
Tabel 4.3. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kepuasan Kerja
(X1) ... 62
Tabel 4.4. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Motivasi (X2) ... 63
Tabel 4.5. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kinerja Karyawan (Y) ... 64
Tabel 4.6. Residuals Statistics... 66
Tabel 4.7. Pengujian Reliability Consistency Internal... 67
Tabel 4.8 Standardize Faktor Loading dan Construct dengan
Confirmatory Factor Analysis... 68
Tabel 4.9 Construct Reliability dan Variance Extracted... 69
Tabel 4.10. Assessment Of Normality... 71
Tabel 4.11. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step
Approach – Base Model... 72
Tabel 4.12. Variabel yang Dimodifikasi Dalam Model... 73
Tabel 4.13. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step
Approach – Modifikasi... 74
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Respon Karyawan Terhadap Ketidakpuasan ... 17
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual ... 37
Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara X (Persero)
Surabaya ... 54
Gambar 4.2. Model Pengukuran & Struktural Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan, Model: One Step Approach –
Base Model... 72
Gambar 4.3. Model Pengukuran & Struktural Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan, Model: One Step Approach –
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Data Tanggapan Responden Terhadap Kepuasan Kerja (X1),
Motivasi Kerja (X2), Dan Kinerja Karyawan (Y)
ANALISA PENGARUH KEPUASAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI
PADA PG. WATOETOELIS KRIAN SIDOARJO
Oleh :
Mira Listyawardhani
Abstraksi
Penelitian ini dilakukan pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo. Selama 5 tahun terakhir dari tahun 2005 – 2009 cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang terjadi pada bagian Produksi PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepuasan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Adapun jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 110 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah SEM diagram yang akan mempermudah untuk melihat pengaruh kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan yang akan diuji.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo, dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk
bekerja lebih efisien dan efektif. Persaingan yang semakin ketat menyebabkan
perusahaan dituntut untuk mampu menigkatkan daya saing dalam rangka menjaga
kelangsungan hidup perusahaan. Untuk memperoleh kontribusi yang optimal,
perusahaan harus dapat memperlakukan sumber daya manusia sebagai layaknya
faktor produksi lainya yang dimiliki perusahaan. Oleh karenanya wajib dilindungi
dan dipelihara sehingga mampu memberikan kontribusi bagi perusahaan.
Sumber daya manusia merupakan harta yang paling penting bagi suatu
organisasi (Rachman, 1999). Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian serius
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai baik jangka panjang meupun jangka
pendek. Salah satu sasaran penting dicapai oleh perusahaan dalam rangka
mengembangkan sumber daya manusia adalah menciptakan kepuasan kerja
karyawan sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan dalam organisasi,
sehingga karyawan dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan jabatan dan posisi
mereka. Karyawan yang baik diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan
komitmen mereka terhadap perusahaan secara keseluruhan. (Puspita, 2007; 212)
Tingkat kepuasan kerja karyawan akan tercermin pada perasaan karyawan
terhadap pekerjaannya, yang diwujudkan dalam bentuk sikap positif terhadap
Karyawan tipe ini tidak lagi memandang bahwa pekerjaan sebagai beban tugas
dan paksaan melainkan memandang pekerjaan adalah suatu kesenangan dan
keharusan untuk kesejahteraan bersama. Oleh karena itu kepuasan kerja menjadi
hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan sumber daya
manusia.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Handoko (1994) bahwa kepuasan kerja
adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan
mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Dan Martoyo (1987)
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan terjadi
atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan
dengan tingkat nilai balas tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh
karyawan perusahaan yang bersangkutan. (Puspita, 2007; 212).
Hubungan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan seperti yang
dinyatakan oleh Robbins (1998: 24) yang menyatakan bahwa disadari atau tidak
seseorang dalam bekerja akan selalu dipengaruhi oleh perasaannya, yang perasaan
ini dapat mempengaruhi sikap maupun tingkah lakunya dalam bekerja. Setiap
orang akan selalu menginginkan keadaan sedapat mungkin bisa memberikan
kepuasan bagi dirinya. Dengan sendirinya ia akan dapat bekerja dengan lebih
bergairah dan lebih bersemangat, serta dapat mencurahkan segenap kemampuan
atau perhatiannya pada pekerjaan, sehingga secara tidak langsung kinerjanya juga
Kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung kepada motivasi kerja
para karyawan. Motivasi sendiri berkaitan dengan arah dari perilaku individu yang
menyangkut perilaku yang dipilih seseorang bila terdapat beberapa alternatif,
kekuatan perilaku seseorang setelah melakukan pemilihan alternatif, dan
ketetapan perilaku tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Robbins (1998)
bahwa motivasi merupakankesediaan untukberusaha semaksimal mungkin untuk
mencapai tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan individu.
Hubungan motivasi dengan kinerja karyawan seperti yang dinyatakan oleh
(Hariandja, 2002 : 346) bahwa tanpa mengabaikan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang, motivasi merupakan suatu hal yang penting
dalam menentukan kinerja. Dalam hal ini, dijelaskan bahwa kinerja dipengaruhi
oleh tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan
dan tingkat usaha ini berhubungan dengan konsep motivasi.
Keefektifan kinerja karyawan merupakan masalah yang harus dihadapi
oleh perusahaan, dimana organisasi arus lentur dan efisien supaya dapat
berkembang dengan pesat. Bagi organisasi kinerja yang efektif berarti output yang
ada harus dipertahankan meskipun jumlah pekerjaannya sedikit ataupun
produktifitasnya melaksankan tugas dan tanggung jawab yang diberikan
Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyuningsih (2004) bahwa kinerja
karyawan adalah hasil proses penyelesaian suatu pekerjaan. Kinerja bukanlah
sekedar ketrampilan kerja atau jumlah barang yang dihasilkan dalam jumlah
tetrentu tetapi juag ketepatan bekerja. Kinerja juga dapat diartikan sebagai
keampuan seseorang dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat
untuk melakukan pekerjaan tersebut, dan adanya kejelasan peran dan motivasi
pekerjaan yang baik. (Puspita, 2007; 217).
Karyawan akan bekerja secara optimal apabila dengan bekerja mereka
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya perusahaan harus benar-benar
memperhatikan tingkat kebutuhan karyawannya. Kinerja yang tinggi dapat
tercipta apabila karyawan merasa senang dan nyaman dalam bekerja. Dengan
demikian karyawan mendapatkan apa yang diperolehnya dan dengan kinerjanya
yang tinggi tersebut perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang diinginkan.
Fenomena yang terjadi pada saat ini adalah kinerja PT. Perkebunan
Nusantara X (Persero) Surabaya yang cenderung terus mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil observasi pendahuluan yang telah dilakukan pada
PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya, peneliti menemukan suatu
keadaan dimana kinerja karyawan, yang dilihat dari hasil produksi per tahun,
Adapun data PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo terhadap hasil produksi
selama 5 tahun terakhir, mulai dari tahun 2005 - 2009 adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1.
Data Produksi PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo Tahun 2005 sampai Tahun 2009
Periode (Tahun)
Hasil Produksi (Ton)
2005 1288,363
2006 1586,272
2007 1605,545
2008 1418,363
2009 1196,818 Sumber : PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo, tahun 2010
Dari tabel 1.1, dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2009 data
produksi PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo cenderung mengalami penurunan. Hal
ini menunjukkan adanya masalah yang terjadi pada bagian Produksi PG.
Watoetoelis Krian Sidoarjo.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian dan
kajian yang lebih mendalam tentang pengaruh kepuasan kerja, motivasi, dan
kinerja karyawan. Selanjutnya dijadikan sebagai penelitian dengan judul “Analisa
pengaruh kepuasan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan bagian produksi
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di depan,
maka rumusan masalah yang dapat diangkat adalah :
1. Apakah variabel kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan
bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo?
2. Apakah variabel motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan bagian
produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas dapat
dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh variabel kepuasan kerja terhadap kinerja
karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo.
2. Untuk mengetahui pengaruh variabel motivasi kerja terhadap kinerja
karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian dan penyusunan skripsi ini diharapkan mampu memberikan
masukan dan pengetahuan yang bermanfaat baik bagi penulis, perusahaan maupun
7
Bagi Perusahaan
Memberikan informasi bagi perusahaan yang diamati yaitu dapat
mengetahui seberapa besar kepuasan kerja karyawan dan motivasi kerja terhadap
organisasi, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai dasar dalam meningkatkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang releven dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Dyah Aruning Puspita (JABM, 2007) dengan judul
“Pengaruh Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi Dan Motivasi Terhadap
Kinerja Karyawan”.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepuasan kerja,
komitmen organisasi dan motivasi terhadap kinerja karyawan Instalasi farmasi
RSUD Dr. Soebandi Jember baik secara simultan maupun secara parsial.
Sampe dalam penelitian ini adalah karyawan Instalasi farmasi RSUD
Dr. Soebandi Jember yang berjumlah 44 orang. Untuk mengui kehandalan dan
kevalidan dari jawaban responden maka digunakan uji validitas dan uji reliabilitas
serta dilakukan uji asumsi klasik. Sedangkan untuk menguji hipotesis penelitian
digunakan analisis regresi linear berganda.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara
simultan antara kepuasan kerja, komitmen organisasi dan motivasi terhadap
kinerja karyawan Instalasi farmasi RSUD Dr. Soebandi Jember, dan terdapat
pengaruh secara parsial antara kepuasan kerja, komitmen organisasi dan motivasi
terhadap kinerja karyawan Instalasi farmasi RSUD Dr. Soebandi Jember, serta
variabel motivasi memberikan pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Keberadaan manajemen sumber daya manusia dipandang sebagai suatu
gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang
potensial untuk dikembangkan, dan peranannya yang begitu vital dan paling
menentukan dibandingkan dengan unsur-unsur sumber daya lainnya. Menurut
Gomes (1997:2) secara sederhana pengertian manajemen sumber daya manusia
adalah mengelola sumber daya manusia. Dari keseluruhan sumber daya yang
tersedia dalam suatu organisasi, baik organisasi publik maupun swasta, sumber
daya manusialah yang paling penting dan sangat menentukan. Sumber daya
manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan,
keinginan, kemampuan, ketrampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya.
Semua potensi sumber daya manusia tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya
organisasi dalam pencapaian tujuannya. Betapa pun majunya teknologi,
berkembangnya informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, namun jika
tanpa sumber daya manusia maka akan sulit bagi organisasi untuk mencapai
tujuannya.
Manajemen sumber daya manusia sebenarnya merupakan suatu gerakan
pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang
potensial, yang perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu
memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan bagi pengembangan
dirinya. Manajemen sumber daya manusia dianggap sebagai suatu gerakan yang
daya manusia dalam suatu organisasi, adanya tantangan-tantangan yang semakin
besar dalam pengelolaan sumber daya manusia, serta terjadinya pertumbuhan ilmu
pengetahuan dan profesionalisme di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia.
Tugas manajemen sumber daya manusia berkisar pada upaya mengelola
unsur manusia dengan segala potensi yang dimilikinya seefektif mungkin
sehingga dapat diperoleh sumber daya manusia yang puas (satisfied) dan
memuaskan (satisfactory) bagi organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia
merupakan bagian dari manajemen umumnya yang memfokuskan diri pada unsur
sumber daya manusia.
Lingkup manajemen sumber daya manusia meliputi semua aktivitas yang
berhubungan dengan sumber daya manusia dalam organisasi. Menurut Gomes
(1997:4) aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan dengan manajemen sumber
daya manusia ini secara umum mencakup :
a. Rancangan Organisasi.
b. Staffing.
c. Sistem Reward, tunjangan-tunjangan.
d. Manajemen Performansi.
e. Pengembangan Pekerja dan Organisasi.
f. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat.
Keterlibatan pekerja dalam kegiatan-kegiatan seperti itu dirasakan sangat
penting. Para manajer harus berusaha mengintegrasikan kepentingan dari para
2.2.2. Kecenderungan / Trend Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia terus berkembang sejalan dengan
kemajuan dan tantangan jaman. Suatu perkembangan yang patut diperhatikan
dalam Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ditemukannya
kecenderungan-kecenderungan baru yang akan berdampak sangat positif terhadap perkembangan
dan efektivitas organisasi. Menurut Gomes (1997:13) telah ditemukan
kecenderungan / trend di dalam organisasi, yakni :
a. Meningkatnya bobot fungsi sumber daya manusia.
Banyak organisasi yang memikirkan secara menyeluruh tentang para
pekerjanya. Ada kecenderungan yang pasti ke arah pemikiran dan
perencanaan bagi efektivitas pemakaian sumber daya manusia. Hal ini
menempatkan fungsi sumber daya manusia menjadi perhatian utama
(mainstream).
b. Meningkatnya pengembangan manajemen.
Kebanyakan organisasi yang menyadari bahwa jika mereka ingin lebih efektif
berhubungan dengan sumber daya manusianya, maka para manajer akan diberi
beban tugas yang lebih banyak, dan untuk itu mereka perlu dididik dan
dikembangkan untuk melaksanakan pekerjaan. Hal ini didorong oleh
tekanan-tekanan persaingan yang dirasakan. Kecepatan perubahan yang begitu cepat
menuntut para manajer selalu memperbaharui dan terlatih pada basis-basis
yang teratur. Hal ini menuntut adanya pendidikan bagi mereka mengenai
bagaimana menjalankan tugas-tugas itu semua dengan baik. Organisasi /
untuk mempertahankan budaya dan nilai organisasi / perusahaan, termasuk di
dalamnya gaya dan falsafah manajemen.
c. Integrasi program sumber daya manusia.
Berbagai bagian dari sistem sumber daya manusia sedang diintegrasikan ke
dalam suatu gestalt sumber daya manusia juga diintegrasikan ke dalam sistem
manajemen dan perencanaan organisasi. Informasi yang berasal dari sistem
manajemen performansi akan menjadi dasar penilaian performansi dan
pengembangan program pendidikan organisasi. Karena arus data dan berbagai
aspek dari program sumber daya manusia itu menjadi begitu terkait. Mereka
saling bertukar gagasan, pemikiran, dan informasi secara rutin, serta bekerja
sama demi hasil yang terbaik bagi organisasi dan para pekerjanya.
d. Meningkatnya perhatian terhadap sikap-sikap pekerja.
Meningkatnya tingkat pendidikan, perubahan kebutuhan dan nilai-nilai dari
para pekerja, persepsi dan harapan-harapan baru mereka mengenai kerjanya
hanya merupakan alasan mengapa organisasi-organisasi perlu lebih dekat pada
para pegawainya dan melibatkan lebih banyak mereka. Organisasi-organisasi
juga menyadari untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para pekerja,
memotivasi dan mengkomunikasi secara lebih efektif.
e. Meningkatnya perhatian terhadap kultur dan nilai organisasi.
Banyak organisasi yang merumuskan nilai-nilai mereka dan
mengembangkannya berdasarkan sejarah dan tradisi mereka sendiri. Karena
organisasi-organisasi bergerak lebih cepat dari struktur unit fungsional dan
baik untuk membantu organisasi-organisasi itu agar dapat bekerja sama secara
lebih lancar. Mereka membangun berdasarkan sejarah dan tradisi mereka,
mengidentifikasikan kelebihan-kelebihannya yang membuat mereka unik dan
berbeda. Para ahli sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat
penting untuk dimainkan dalam semua hal.
2.2.3. Kepuasan Kerja
Salah satu sasaran pentingnya dalam pengelolaan sumber daya manusia
dalam suatu perusahaan adalah terciptanya kepuasan karyawan yang lebih lanjut
akan meningkatkan prestasi kerja. Dengan kepuasan kerja tersebut pencapaian
tujuan perusahaan akan lebih baik dan akurat.
Handoko (1994) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para
karyawan memandang pekerjaan mereka. Didukung oleh Martoyo (1987) yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan terjadi
atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan
dengan tingkat nilai balas tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh
karyawan perusahaan yang bersangkutan. (Puspita, 2007; 212)
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan bentuk sikap karyawan terhadap
pekerjaannya pada perusahaan tempat bekerja, yang diperoleh berdasarkan
persepsinya. Davis dan Newstrom (1993:105) menyatakan, kepuasan kerja
sebagai serangkaian perasaan menyenangkan atau tidaknya (favorable or
mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap seseorang secara umum terhadap
pekerjaannya.
Kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan pada umumnya tercermin
dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang
dihadapi ataupun ditugaskan kepadanya di lingkungan kerjanya. Sebaliknya
apabila kepuasan kerja tidak tercapai maka akan berakibat buruk pada perusahaan.
Akibat buruk itu berupa kemalasan, kemangkiran, mogok kerja, pergantian tenaga
kerja dan akibat buruk yang merugikan lainnya.
Pendapat Tiffin dalam As’ad (2002:104) menytakan bahwa kepuasan kerja
berhubungan erat dengan sikap dari pekerja terhadap pekerjaannya sendiri, situasi
kerja, kerjasama antar pimpinan dengan sesama pekerja”.
Riggio (1996:219) menyatakan, “Job satisfaction consist of the feelings and
attitude one has about one’s job. All aspects of particular job, good and bad, positive
and negative, are likely to contribute to the development of feelings of satisfaction”.
Artinya kepuasan kerja terdiri dari perasaan dan sikap seseorang mengenai pekerjaan
tersebut. Meliputi semua aspek dari suatu pekerjaan tertentu baik dan buruk, positif
dan negatif, dikontribusikan pada pengembangan dari perasaan puas.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat kita simpulkan
bahwa kepuasan kerja adalah perasaan positif atau menyenangkan yang timbul
dari diri seorang karyawan terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Bagi
seorang karyawan kepuasan kerja timbul bila keuntungan yang dirasakan dari
pekerjaan yang dilakukan olehnya dianggap cukup memadai bila dibandingkan
2.2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Mangkunegara (2000:120) menyebutkan dua faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja yaitu :
a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian,
emosi, cara berfikir, persepsi, dan sikap kerja.
b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat
(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan
promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja
Menurut Robbins (1996:152) mengindikasikan faktor-faktor penting
kepuasan kerja meliputi :
a. Pekerjaan Yang Menantang (mentally challenging work)
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan yang memberi mereka kesempatan
menggunakan keterampilan dan kemampuan dan menawarkan beragam tugas,
kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mengerjakan pekerjaan
mereka. Karakteristik seperti ini membuat kerja secara mental menantang.
b. Pemberian Upah Yang Adil (equitable rewards)
Karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
dipersepsikan adil, tidak membingungkan dan sesuai dengan harapan.
c. Kondisi Kerja Yang Mendukung (supportive working conditions)
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk keamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas – tugasnya dengan baik. Karyawan
d. Rekan Kerja Yang Mendukung (supportive colleagues)
Rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat meningkatkan kepuasan dalam
bekerja.
Jika kondisi tantangan pekerjaan sedang, pemberian imbalan dan promosi
dipersepsikan adil, kondisi fisik organisasi tidak berbahaya dan nyaman, serta
adanya rekan kerja yang ramah dan mendukung, maka akan tercipta kepuasan
kerja.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingginya kepuasan kerja akan
menimbulkan kesehatan mental dan fisik yang baik, memudahkan karyawan
untuk belajar tentang pekerjaan yang baru, dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
cepat, rendahnya tingkat kecelakaan dan rendahnya catatan yang berkenaan
dengan keluhan-keluhan tentang organisasi.
Blum (dalam As’ad, 2002:114) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
a. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan.
b. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat,
kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik,
dan hubungan kemasyarakatan.
c. Faktor utama dalam pekerjaaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman
kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan
terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan di dalam
menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang
Menurut Puspita (2007: 218) bahwa kepuasan kerja diukur dengan
menggunakan 6 indikator, antara lain:
1. Pengupahan
2. Hubungan dengan pihak lain
3. Supervisi / pengawasan
4. Iklim organisasi
5. Penghargaan dari pimpinan
6. Rasa kekeluargaan
2.2.3.2. Akibat Tidak Terpenuhinya Kepuasan Kerja
Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dalam berbagai cara. Misalnya
mengeluh, tidak patuh dan mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerja
mereka.
Aktif
EXIT SUARA
Destruktif Konstruktif
PENGABAIAN KESETIAAN
Pasif
Sumber : Robbins.1996. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Prenhallindo, hal 185
Gambar 2.1
Indikasi menurunnya kepuasan kerja perlu diketahui sedini mungkin agar
dapat dicari jalan untuk pencegahannya dan penyelesaikan sebelum hal tersebut
hal tersebut berlarut-larut. Bila terlihat beberapa gejala-gejala seperti karyawan
bekerja tanpa semangat, absensi yang meningkat merupakan suatu gejala dari
menurunnya kepuasan kerja karyawan.
Gambar diatas menggambarkan empat respon yang berbeda satu sama lain
sepanjang dua dimensi, yaitu konstruksif/destruktif dan aktif/pasif. Respon
terhadap ketidakpuasan dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Exit (keluar) ialah perilaku yang diarahkan ke arah meninggalkan organisasi
mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
b. Voice (suara) ialah perilaku aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki
kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan
atasan dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
c. Loyalty (kesetiaan) ialah perilaku yang pasif tapi optimis menunggu kondisi
membaik, mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik ke luar
dan mempercayai organisasi serta manajemennya untuk “melakukan hal yang
tepat”.
d. Neglect (pengabaian) ialah secara pasif membiarkan kondisi memburuk,
termasuk kemangkiran atau datang secara kronis, upaya yang dikurangi dan
tingkat kekeliruan yang meningkat.
Menurut Robbins (1996:185), “Perilaku keluar dan pengabaian meliputi
variabel-variabel kinerja yaitu produktifitas, kemangkiran dan keluarnya
dan kesetiaan, perilaku-perilaku konstruktif yang memungkinkan
individu-individu mentolerir situasi yang tidak menyenangkan atau menghidupkan kembali
kondisi kerja yang memuaskan. Model itu membantu kita untuk memahami
situasi, seperti yang kadang-kadang dijumpai di sekitar pekerja (serikat buruh)
dimana kepuasan kerja yang rendah dibarengi dengan tingkat keluarnya karyawan
yang rendah. Anggota serikat buruh sering mengungkapkan ketidakpuasan lewat
prosedur keluhan atau lewat perundingan kontrak yang formal. Mekanisme suara
ini memungkinkan anggota serikat buruh untuk melanjutkan pekerjaan mereka
sementara meyakinkan diri bahwa mereka sedang bertindak memperbaiki situasi.
2.2.4. Motivasi
Menurut Robbins (1998:168), motivasi merupakan kesediaan untuk
berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan individu. Motivasi itu
sendiri berkaitan dengan arah dari perilaku individu yang menyangkut perilaku
yang dipilih seseorang bila terdapat beberapa alternatif, kekuatan perilaku
seseorang setelah melakukan pemilihan alternatif, dan ketetapan perilaku tersebut.
Secara sederhana motivasi adalah dorongan dari dalam yang mampu
menggerakkan seseorang dari kondisi sikap yang pasif dan tidak tertarik akan
suatu hal hingga melakukan suatu tindakan yang dinamis. Motivasi ditentukan
oleh kebutuhan-kebutuhan yang terdapat pada diri seseorang dan tujuan-tujuan
dalam lingkungan yang berusaha dicapai. Dan karyawan yang termotivasi
dan cenderung lebih produktif dibanding karyawan yang tidak dimotivasi atau
karyawan yang apatetik.
Menurut Flippo (1994; 177) bahwa motivasi adalah suatu keterampilan
dalam memadukan kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi, sehingga
keinginan karyawan dipuaskan bersamaan dengan tercapainya sasaran organisasi.
Menurut Chandra (2001; 30), motivasi adalah dorongan dalam diri seseorang
untuk menunjukkan perilaku yang diarahkan kepada tujuan tertentu. Menurut teori
motivasi prestasi atau achievement motivation theory yang dikemukakan oleh
David Mc. Celland dalam buku Nguyen (2003), faktor-faktor motivasi kerja
karyawan pada suatu organisasi meliputi: kebutuhan akan prestasi, kebutuhan
akan afiliasi, dan kebutuhan akan kekuasaan, dimana pemenuhan kebutuhan para
karyawan tersebut akan menimbulkan motivasi kerja yang tinggi, yang pada
akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap kinerja dan kepuasan kerja
karyawan yang tinggi pula. (Endang Purnomowati, 2006; 339)
Gibson, Ivancevich, dan Donelly (1997:97) menyatakan bahwa motivasi
berhubungan dengan (1) arah perilaku, (2) kekuatan reaksi (misal usaha) setelah
karyawan memilih untuk melakukan seperangkat tindakan, dan (3) ketetapan
perilaku atau seberapa lama seseorang terus-menerus berperilaku dalam sikap
tertentu.
Steers (1991:189) menyatakan bahwa motivasi adalah kekuatan atau
penyebab seseorang untuk bertindak, motivasi mengarahkan perilaku seseorang
menuju pencapaian tujuan tertentu, dan memberi dukungan atas usaha dalam
Menurut Steers (1991:189) bahwa motivasi dipengaruhi tiga faktor antara
lain :
1. Faktor individual, faktor ini didasarkan bahwa setiap orang mempunyai
kualitas yang unik dan berbeda dalam kecerdasan, kemampuan, sikap, dan
kebutuhan. Pengaruh internal datang dari individu dalam bentuk
kebutuhan-kebutuhan dasar, kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan mental, karakteristik, pemicu perilaku,
dan sikap. Kekuatan internal ini mempengaruhi pikirannya, yang selanjutnya
akan mengarahkan perilaku orang tersebut. Pengaruh eksternal akan
menyebabkan perubahan atas perilaku seseorang, karena adanya kekuatan
yang ada di dalam individu yang dipengaruhi oleh faktor extern yang
dikendalikan oleh manajer.
2. Faktor pekerjaan, meliputi pola pekerjaan, besar tantangan yang terdapat pada
pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutin akan terasa membosankan
dan tidak menyengkan bagi beberapa karyawan, lain dengan pekerjaan yang
cukup menantang, dapat dinikmati oleh yang mengerjakannya, dan bisa
dibanggakan.
3. Faktor suasana kerja, aspek-aspek yang perlu diperhatikan diantaranya
hubungan dengan rekan dalam kelompok kerja atau organisasi, kondisi kerja,
kebijakan perusahaan, peraturan dan tata tertib, penghargaan, kenaikan
pangkat, dan tanggung jawab. Interaksi dari ketiga faktor ini menghasilkan
Salah satu teori yang paling komprehensif dari teori motivasi yang
digunakan dewasa ini adalah teori harapan (expectancy theory) yang merupakan
bagian dari teori motivasi. Sedangkan teori motivasi itu sendiri berdasarkan
hubungan antara upaya kerja, prestasi kerja dan hasil itu sendiri.
Manajer perlu mengenal motivasi eksternal untuk mendapatkan tanggapan
yang positif dari karyawan. Tanggapan yang positif ini menunjukkan bahwa
karyawan sedang bekerja demi kemajuan dari badan usaha. Manajer dapat
mempergunakan motivasi eksternal yang positif maupun yang negatif. Motivasi
positif memberikan penghargaan pada pelaksanaan kerja yang baik, sedang
motivasi negatif memperlakukan hukuman bila pelaksanaan kerja jelek.
Menurut Gibson, Ivanicevic, dan Donnelly (1991:101), adalah teori proses
motivasi memberikan penjelasan dan analisa tentang bagaimana perilaku
dibangkitkan, diarahkan, dipertahankan, dan dihentikan. Para manajer perlu
mengerti tentang proses motivasi dan bagaimana individual-individual
menentukan pilihan berdasarkan keinginan, penghargaan, dan pencapaian tujuan.
Expectancy theory atau sering disebut dengan teori harapan, yang
dikemukakan oleh Vroom, merupakan salah satu teori proses motivasi yang
berusaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara untuk menguatkan,
mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku tertentu dari seorang
karyawan, agar setiap karyawan bekerja sesuai dengan keinginan manajer. Teori
harapan merupakan proses sebab akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil
terhadap semangat kerja karyawan terkandung pada harapan yang akan diperoleh
di masa depan.
Berdasarkan teori harapan ini, maka individu diperkirakan akan menjadi
pelaksana dengan prestasi yang tinggi bila melihat 3 hal yaitu : jika terdapat suatu
kemungkinan yang besar bahwa usaha-usahanya akan mengarah kepada prestasi
yang baik/tinggi, suatu probabilitas yang tinggi bahwa prestasi tinggi yang
dicapainya akan mengarah kepada hasil-hasil yang menguntungkan, dan bahwa
hasil-hasil tersebut akan mengarah pada keadaan seimbang yang diharapkan. Hal
ini merupakan daya tarik yang efektif bagi karyawan.
Menurut Vroom dalam buku Gibson, Ivancevich, dan Donnelly
(1991:148) bahwa terdapat tiga komponen yang membentuk motivasi berdasarkan
proses yang menentukan pilihan antara beberapa alternatif dari kegiatan sukarela.
Teori ini dikenal sebagai Vroom’s VIE Theory :
1. Expectancy atau harapan adalah kesempatan yang didapat dari terjadinya
perilaku. Secara singkat expectancy berarti kemungkinan atau probabilitas
bahwa dengan melakukan suatu upaya tertentu maka akan dapat mencapai
prestasi kerja diharapkan. Misalnya setiap individu atau karyawan mempunyai
harapan untuk mampu berprestasi. Harapan ini mendorong karyawan untuk
melakukan suatu usaha yang dapat membantunya mencapai prestasi tersebut.
Dalam lingkungan kerja, setiap individu mempunyai suatu harapan pada
prestasi atas usaha yang dilakukannya (effort-performance). Harapan ini
menunjukkan persepsi individu mengenai beratnya mencapai perilaku tertentu,
probabilitas dari tercapainya perilaku tersebut. Misalnya, seorang individu
mungkin mempunyai harapan yang tinggi bahwa jika ia bekerja 24 jam sehari,
maka dapat menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. Sebaliknya orang
itu mungkin akan merasakan bahwa kemungkinan menyelesaikan pekerjaan
pada waktunya hanyalah kira-kira 40 % jika lamanya bekerja tidak sampai
24 jam sehari.
2. Instrumentalitas adalah terjadinya hubungan antara hasil tingkat pertama
(prestasi kerja) dengan hasil tingkat kedua (imbalan dan penghargaan).
Konsep dalam persepsi seseorang tentang hubungan tingkat pertama dan
kedua yang telah ditentukan. Ini menjelaskan kemungkinan terjadinya sasaran
karyawan melalui tercapainya harapan-harapan organisasi, dimana
instrumentalitas akan dinilai tinggi jika karyawan merasa bahwa imbalan yang
diberikan badan usaha atas hasil kerjanya memuaskan, dan sebaliknya
instrumentalitas akan dinilai rendah jika karyawan merasa kurang puas dengan
imbalan yang diterimanya.
Dalam instrumentalitas ini karyawan melakukan penilaian subyektif tentang
kemungkinan bahwa organisasi akan menghargai prestasi yang dihasilkan dan
akan memberikan imbalan kepada karyawan. Ini merupakan persepsi individu
bahwa kemungkinan hasil tingkat pertama akan berhubungan dengan hasil
tingkat kedua. Instrumentalitas adalah kadar keyakinan karyawan bahwa suatu
tindakan mengarah pada terwujudnya hasil tingkat kedua. Untuk memotivasi
karyawan, pihak pimpinan atau para manajer harus mengusahakan
bahwa harapan-harapan pribadi karyawan yang akan dapat tercapai melalui
pencapaian harapan badan usaha.
3. Valensi adalah kekuatan preferensi seseorang atas penghargaan tertentu yang
diberikan, seseorang akan sangat menghargai bonus lembur dan hari libur
yang diberikan bila bonus itu merupakan tujuan karyawan. Valensi berkenaan
dengan preferensi hasil prestasi kerja sebagaimana yang dilihat individu,
menyangkut seberapa besar individu menyukai atau tidak menyukai imbalan
yang diberikan organisasi atau badan usaha. Suatu hasil mempunyai valensi
positif apabila dipilih dan lebih disenangi, dan mempunyai valensi negatif
apabila tidak dipilih. Suatu hasil akan mempunyai valensi nol apabila orang
acuh tak acuh mendapatkannya atau tidak. Konsep valensi berlaku bagi hasil
tingkat pertama dan tingkat kedua. Misalnya seseorang mungkin akan memilih
menjadi seorang karyawan yang tinggi prestasi kerjanya (hasil tingkat
pertama), karena karyawan tersebut berpendapat bahwa ini akan menyebabkan
kenaikan upah (hasil tingkat kedua).
Menurut Puspita (2007:218) bahwa Motivasi diukur dengan menggunakan
5 indikator, antara lain:
1. Kebutuhan pemenuhan sandang
2. Kebutuhan pangan dan papan
3. Kebutuhan keselamatan dan keamanan
4. Kebutuhan sosial
2.2.5. Kinerja
Definisi kinerja dalam model harapan adalah persepsi individu bahwa
upaya yang mereka keluarkan mengarah ke suatu evaluasi yang mendukung dan
evaluasi yang mendukung itu akan menghasilkan imbalan yang mereka hargai.
Mengikuti model harapan dari motivasi, jika harapan yang diharapkan
karyawan untuk dicapai tidak jelas, jika kriteria untuk pengukuran sasaran
tersebut samar-samar, dan jika karyawan itu kekurangan keyakinan diri bahwa
upaya mereka akan mengarah ke penilaian yang memuaskan mengenai kinerja
mereka atau meyakini bahwa akan ada pembayaran yang tidak memuaskan oleh
organisasi bila sasaran kinerja mereka tercapai, kita dapat mengharapkan bahwa
individu-individu akan bekerja cukup jauh dibawah potensial mereka.
Wahyuningsih (2004) menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah hasil
proses penyelesaian suatu pekerjaan. Kinerja bukanlah sekedar ketrampilan kerja
atau jumlah barang yang dihasilkan dalam jumlah tetrentu tetapi juag ketepatan
bekerja. Kinerja juga dapat diartikan sebagai keampuan seseorang dalam
penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan
tersebut, dan adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik. (Puspita,
2007; 217).
Sedangkan menurut Suprihanto (1988;7) "Setiap kegiatan yang dilakukan
karyawan pasti menghasilkan sesuatu tetapi sesuatu sebagai hasil kegiatan
tersebut belum tentu merupakan kinerja yang diharapkan suatu badan usaha untuk
itu badan usaha menetapkan standar kinerja karyawan agar tujuan badan usaha
Menurut Bernardin dan Russel (1993 : 379) kinerja didefinisikan sebagai
berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a
specified job function or activity during a specified time period”. Ini berarti
kinerja merupakan suatu keluaran yang dihasilkan oleh karyawan yang merupakan
hasil dari pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu waktu atau periode tertentu.
Penekanannya adalah pada hasil yang diselesaikan dalam periode waktu tertentu.
Untuk mengukur tingkat kinerja karyawan biasanya menggunakan
performance system yang dikembangkan melalui pengamatan yang dilakukan oleh
atasan dari masing-masing unit kerja dengan beberapa alternatif cara penilaian
maupun dengan cara wawancara langsung dengan karyawan yang bersangkutan.
Informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja tersebut dapat digunakan bagi
penyelia atau manajer untuk mengelola kinerja karyawan, mengetahui apa
penyebab kelemahan maupun keberhasilan dari kinerja karyawan sehingga dapat
dipergunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan target maupun langkah
perbaikan selanjutnya dalam mencapai tujuan badan usaha.
Menurut Bernardin dan Russel (1993 : 379) kinerja didefinisikan sebagai
berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a
specified job function or activity during a specified time period”. Ini berarti
kinerja merupakan suatu keluaran yang dihasilkan oleh karyawan yang merupakan
hasil dari pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu waktu atau periode tertentu.
Penekanannya adalah pada hasil yang diselesaikan dalam periode waktu tertentu.
Untuk mengukur tingkat kinerja karyawan biasanya menggunakan
atasan dari masing-masing unit kerja dengan beberapa alternatif cara penilaian
maupun dengan cara wawancara langsung dengan karyawan yang bersangkutan.
Informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja tersebut dapat digunakan bagi
penyelia atau manajer untuk mengelola kinerja karyawan, mengetahui apa
penyebab kelemahan maupun keberhasilan dari kinerja karyawan sehingga dapat
dipergunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan target maupun langkah
perbaikan selanjutnya dalam mencapai tujuan badan usaha.
Menurut Bernardin dan Russel (1993: 383) dalam mengukur kinerja
karyawan dipergunakan sebuah daftar pertanyaan yang berisikan beberapa
dimensi kriteria tentang hasil kerja. Ada enam dimensi dalam menilai kinerja
karyawan, yaitu :
1. Quality
Merupakan hasil kerja keras karyawan yang sesuai tujuan yang ditetapkan
perusahaan sebelumnya. Jika hasil yang dicapai karyawan tinggi maka kinerja
karyawan dianggap baik oleh pihak perusahaan atau sesuai dengan tujuannya.
2. Quantity
Merupakan hasil kerja keras dari karyawan yang bisa mencapai skala
maksimal yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan. Dengan hasil yang
telah ditetapkan perusahaan tersebut maka kinerja para karyawan sudah baik.
3. Timeliness
Merupakan dimana karyawan dapat bekerja sesuai dengan standar waktu kerja
yang telah ditetapkan perusahaan. Dengan bekerja yang sesuai dengan standar
4. Cost Effectiveness
Merupakan penggunaan sumber daya dari karyawan yang digunakan secara
optimal dan efisien. Dengan penggunaan sumber daya yang efisien dan efektif
maka akan bisa mempengaruhi keefektifan biaya yang dikeluarkan oleh pihak
perusahaan dan menghasilkan keuntungan yang maksimum.
5. Need for Supervision
Merupakan kemampuan karyawan dalam bekerja dengan baik tanpa ada
pengawasan dari pihak perusahaan. Dengan tanpa ada pengawasan dari pihak
perusahaan maka para karyawan akan dapat bekerja dengan baik sehingga
kinerja dari karyawan akan mengalami peningkatan.
6. Interpersonal Impact
Dengan adanya karyawan yang mempunyai rasa harga diri yang tinggi
terhadap pekerjaannya maka karyawan berusaha untuk mencapai hasil terbaik
dalam pekerjaan tersebut. Oleh karena itu dengan rasa harga diri yang tinggi
terhadap pekerjaannya diharapkan para karyawan dapat meningkatkan
kinerjanya dalam bekerja.
Menurut Robbin (1996; 295) ada tiga kriteria dalam melihat kinerja
seseorang yaitu:
1. Hasil tugas individual (Individual task outcomes)
Menilai hasil tugas karyawan dapat dilakukan pada suatu badan usaha yang
sudah menetapkan standar kinerja sesuai dengan jenis pekerjaan, yang dinilai
berdasarkan periode waktu tertentu. Bila karyawan dapat mencapai standar
2. Perilaku (Behavior)
Organisasi terdiri dari banyak karyawan baik bawahan maupun atasan dan
dapat dikatakan sebagai satu kelompok kerja yang mempunyai lingkungan
sendiri, dimana setiap individu saling terlibat dan berkomunikasi, baik secara
formal maupun informal untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
3. Ciri (Traits)
Ciri atau sifat karyawan umumnya berlangsung lama dan tetap sepanjang
waktu, tetapi adanya perubahan dan campur tangan dari pihak luar seperti
pelatihan akan mempengaruhi kinerja dalam berbagai hal.
Menurut Puspita (2007: 218) bahwa Kinerja Karyawan diukur dengan
menggunakan 4 indikator, antara lain:
1. Kualitas kerja
2. Kuantitas kerja
3. Keterampilan dan pengetahuan kerja
4. Pendidikan dan kesempatan berprestasi
Dengan mengidentifikasi aspek-aspek atau dimensi dari kinerja, maka
dapat diketahui efektivitas kinerja suatu pekerjaan yang telah dilakukan seorang
karyawan, sehingga akan lebih mudah bagi badan usaha untuk menentukan
penghargaan yang pantas diberikan kepada karyawan sesuai dengan kinerja yang
telah dicapainya. Hal ini akan dapat mendorong karyawan untuk lebih
mengembangkan diri dalam peran pekerjaannya sesuai dengan tuntutan badan
2.2.5.1. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja menurut Davis (1996 :341) penilaian kinerja merupakan
suatu proses di mana organisasi mengevaluasi hasil kerja yang dilakukan oleh
karyawan. Sehingga penilaian kinerja merupakan mekanisme yang dapat
digunakan untuk memastikan apakah setiap karyawan pada setiap tingkatan telah
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dengan demikian sistem penilaian dapat
digunakan oleh badan usaha terutama Supervisor dan Manajer untuk
mengevaluasi kinerja, sehingga apabila ada hasil kerja menurun dapat diambil
suatu tindakan.
Menurut Cascio (1995:302) penilaian kinerja mempunyai dua tujuan yaitu
meningkatkan job performance masing-masing karyawan dan memberikan
informasi untuk karyawan dan manajer dalam pengambilan keputusan. Sesuai
dengan tujuan dari penilaian kinerja maka sebaiknya penilaian kinerja dilakukan
secara terbuka dan rahasia, maksud dari sifat terbuka yaitu: bahwa karyawan yang
dinilai berhak mengetahui penilaian yang dilakukan oleh atasannya, selain itu
apabila menurut karyawan penilaian yang dilakukan tidak sesuai atau tidak adil,
maka karyawan dapat mengajukan keberatan atas penilaian yang diberikan.
Dalam mengajukan keberatan karyawan harus dapat memberikan fakta-fakta
maupun alasan yang logis. Yang dimaksud dengan rahasia adalah bahwa penilaian
yang dilakukan hanya diketahui oleh penilai, karyawan yang dinilai dan pejabat
badan usaha. Badan usaha yang membutuhkan data tiap karyawan yang akan
2.2.5.2. Beberapa Faktor Penyebab Biasnya Penilaian Kinerja
Dalam memberi penilaian, penilai sering tidak berhasil untuk tidak
melibatkan emosionalnya. Sehingga penilaian menjadi bias. Menurut Handoko
(2001: 140) berbagai bias dalam penilaian kinerja yang umum terjadi adalah :
(1) Hallo effect, (2) Kesalahan kecenderungan terpusat, (3) Bias terlalu lunak, (4)
Prasangka pribadi dan (5) Pengaruh kesan terakhir.
Hallo effect, terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan
mempengaruhi pengukuran prestasi kerja. Masalah ini paling mudah terjadi bila
para penilai harus mengevaluasi teman sendiri.
Kesalahan kecenderungan terpusat, terjadi karena banyak penilai yang
tidak suka menilai para karyawan, sehingga penilaian prestasi kerja cenderung
dibuat rata-rata. Pada formulir penilaian distorsi ini menyebabkan penilai
menghindari penilaian-penilaian yang ekstrim dan menempatkan penilaian pada
atau dekat dengan nilai tengah atau rata-rata.
Bias, terlalu lunak dan terlalu keras, kesalahan terlalu lunak disebabkan
oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam
evaluasi prestasi kerja karyawan. Kesalahan terlalu berat disebabkan
kecenderungan penilai untuk terlalu ketat dalam memberikan nilai baik dalam
evaluasi prestasi kerja. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila
standar-standar penilaian prestasi kerja tidak jelas.
Prasangka pribadi terjadi karena faktor-faktor yang membentuk prasangka
pribadi terhadap seseorang atau kelompok bisa mengubah penilaian. Sebab-sebab
Senioritas, Kesalahan agama dan Status sosial. Sedangkan pengaruh kesan
terakhir, terjadi bila menggunakan ukuran-ukuran prestasi kerja yang subyektif,
penilaian sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan karyawan yang paling akhir.
Kegiatan-kegiatan terakhir baik atau buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.
2.2.6. PengaruhKepuasan Kerja TerhadapKinerja Karyawan
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia, kepuasan akan
merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapainya. Demikian pula halnya
dalam bekerja, setiap orang akan selalu menginginkan keadaan sedapat mungkin
bisa memberikan kepuasan bagi dirinya. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian
besar waktu yang digunakan seseorang di luar waktu tidurnya, dihabiskan dalam
pekerjaannya. Oleh karenanya, wajar dan sangat beralasan bila kepuasan kerja ini
selalu dijadikan tuntutan oleh setiap karyawan dalam bekerja. Walaupun
sesungguhnya, kepuasan kerja itu merupakan hak yang sudah sewajarnya diterima
atau dirasakan oleh setiap orang.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Robbins (1998:24) yang menyatakan
bahwa disadari atau tidak seseorang dalam bekerja akan selalu dipengaruhi oleh
perasaannya, yang perasaan ini dapat mempengaruhi sikap maupun tingkah
lakunya dalam bekerja. Dengan sendirinya ia akan dapat bekerja dengan lebih
bergairah dan lebih bersemangat, serta dapat mencurahkan segenap kemampuan
atau perhatiannya pada pekerjaan, sehingga secara tidak langsung kinerjanya juga
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspita (JABM, 2007)
menunjukkan bahwa kepuasan kerja memberikan pengaruh terhadap kinerja
karyawan Instalasi farmasi RSUD Dr. Soebandi Jember.
Jadi apabila suatu perusahaan ingin meningkatkan efisiensi kerja atau
kinerja para karyawannya, maka sudah selayaknya bila perusahaan memberikan
perhatian yang serius pada masalah kepuasan kerja karyawan ini. Sebab
bagaimanapun juga seseorang tidak akan dapat bekerja dengan baik bila apa yang
dirasakan dalam bekerja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Berdasarkan pendapat para ahli dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang positif
terhadap kinerja karyawan.
2.2.7. Pengaruh antara Motivasi Kerja dengan Kinerja
Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri seseorang ataupun dari luar
yang mamu menggerakkan seseorang utuk bertindak ataupun berperilaku sesuai
dengan dorongan yang ada. Jika hal ini berhasil dilakukan dengan baik akan
memberikan kekuatan yang mengarah pada pencapaian tujuan yang diinginkan.
Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang
kinerja individual. Dengan perkataan lain, motivasi merupakan sebuah determinan
penting bagi kinerja individual. Jelas kiranya bahwa ia bukan satu-satunya
determinan, karena masih ada variabel-variabel lain, yang turut mempengaruhinya
Menurut James (Gibson et. Al dalam bukunya Winardi, 2002: 4)
mengatakan “Apabila kita mempelajari berbagai pandangan dan pendapat tentang
persoalan motivasi, maka dapat ditarik suatu kesimpulan tentang manusia yaitu :
motivasi berkaitan dengan kinerja dan perilaku
Motivasi individu secara langsung mendeterminasi upaya kerja dan kunci
ke arah motivasi yang berhasil adalah kemampuan dari manajemen untuk
menciptakan suatu kerangka kerja, yang secara positif bereaksi terhadap
kebutuhan-kebutuhan.dan tujuan-tujuan individu. Apabila individu mengharapkan
suatu imbalnan-imbalnan instrinsik untuk kinerjanya, maka motivasi akan
terpengaruh secara langsung serta positif.
Lebih lanjut, Winardi mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil perkalian
antara motivasi dengan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan. Pemahaman
rumus sederhana yang dikemukakan memberikan gambaran yang cukup, tentang
bagian penting dari tugas manajer atau atasan, yaitu mengupayakan agar para
karyawan melaksanakan tugas-tugas mereka pada tingkat yang memuaskan.
Pernyataan tersebut diatas juga diungkapkan oleh Robbins (1996 : 233)
bahwa kinerja karyawan adalah fungsi interaksi antara kemampuan karyawan
dengan motivasi. Maksudnya, bila motivasi dilaksanakan secara bersama-sama
dengan kemampuan dari karyawan maka akan mempengaruhi kinerja karyawan.
Dengan adanya motivasi dan kemampuan, karyawan dapat melakukan
tugasnya dengan lebih baik dan dapat merangsang peningkatan rasa
tanggungjawab. Selain itu, motivasi juga mempunyai peranan dalam
Tanpa mengabaikan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang, motivasi merupakan suatu hal yang penting dalam menentukan kinerja.
Dalam hal ini, dijelaskan bahwa kinerja dipengaruhi oleh tingkat usaha yang
dilakukan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan dan tingkat usaha ini
berhubungan dengan konsep motivasi (Hariandja, 2002 : 346)
Menurut Riyadingsih (2002 : 37) karyawan yang memiliki motivasi yang
tinggi merupakan individu yang mampu mempertahankan standart kinerja yang
tinggi dan mempunyai keinginan untuk menyelesaikan tugas yang sulit. Individu
yang memiliki motivasi yang tinggi akan mempunyai sikap positif terhadap
kinerja yang dihasilkan karyawan tersebut
Berdasarkan pendapat para ahli dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang positif terhadap
2.3. Model Konseptual
Gambar 2.2
39
2.4. Hipotesis
Berdasarkan pada perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan
teori, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan bagian
produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo.
2. Diduga motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan bagian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel-variabel yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah :
1. Kepuasan Kerja (X1) adalah serangkaian perasaan menyenangkan atau
tidaknya seseorang yang berkenaan dengan pekerjaannya.
Menurut Puspita (2007; 218) bahwa indikator untuk mengukur Kepuasan
Kerja (X1) meliputi :
X1.1 Pengupahan, yaitu cara dan prosedur pemberian gaji
X1.2 Hubungan dengan pihak lain, yaitu hubungan antara karyawan antar
karyawan dalam bagian
X1.3 Supervisi / pengawasan, yaitu pengawasan yang dilakukan atasan
kepada karyawannya dalam melakukan pekerjaan
X1.4 Iklim organisasi, yaitu kondisi dan suasana dalam perusahaan
X1.5 Penghargaan dari pimpinan, yaitu reward yang diberikan oleh
pimpinan kepada karyawanya yang berprestasi
X1.6 Rasa kekeluargaan, yaitu tingkat kedekatan dan keakraban antar
2. Motivasi (X2) merupakandorongan dalam diri seseorang untuk menunjukkan
perilaku yang diarahkan kepada tujuan tertentu.
Menurut Moeslaw dalam Puspita (2007; 218) bahwa indikator untuk
mengukur Motivasi (X2) meliputi :
X2.1 Kebutuhan pemenuhan sandang
X2.2 Kebutuhan pangan dan papan
X2.3 Kebutuhan keselamatan dan keamanan
X2.4 Kebutuhan sosial
X2.5 Kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri
3. Kinerja Karyawan (Y) adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab
yang diberikan kepadanya
Menurut Puspita (2007; 218) bahwa indikator untuk mengukur Kinerja
Karyawan (Y) meliputi:
Y1 Kualitas kerja, yaitu hasil kerja keras karyawan yang sesuai tujuan yang
ditetapkan perusahaan sebelumnya
Y2 Kuantitas kerja, yaitu hasil kerja keras dari karyawan yang bisa
mencapai skala maksimal yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan
Y3 Keterampilan dan pengetahuan kerja, yaitu tingkat keterampilan dan
penguasaan karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapi.
Y4 Pendidikan dan kesempatan berprestasi, yaitu tingkat pendidikan
3.1.2. Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dengan teknik
pengukuran menggunakan Semantic Differential Scale. Analisis ini dilakukan
dengan meminta responden untuk menyatakan pendapatnya tentang serangkaian
pertanyaan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang
berada dalam rentang dua sisi. Digunakan jenjang 7 dalam penelitian ini
mengikuti pola sebagai berikut :
1 7
Sangat Tidak Sangat Setuju
Setuju
Tanggapan atau pendapat konsumen dinyatakan dengan memberi skor yang
berada dalam rentang nilai 1 sampai dengan 7 pada kotak yang tersedia di
sebelahnya, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 7 nilai tertinggi.
Jawaban dengan nilai antara 1-4 berarti kecenderungan untuk tidak setuju dengan
pernyataan yang diberikan, sedangkan jawaban dengan nilai antara 5-7 berarti
cenderung setuju dengan pernyataan yang diberikan.
3.2. Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi pada
PG. Watoetoelis KrianSidoarjo yang berjumlah 110 orang.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2008:80).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh yaitu teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel
(Sugiyono, 2008:85).
Adapun jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebesar
110 responden. Hal ini dilakukan agar dapat memenuhi persyaratan jumlah
minimal sampel yang dikehendaki oleh alat analisis kuantitatif yang
ditetapkan
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah jenis data primer yaitu
jenis data yang diperoleh dengan memberikan kuisioner secara langsung pada
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diperoleh dari
hasil pengisian kuesioner pada karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis
KrianSidoarjo.
3.3.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan riset lapangan yaitu
kegiatan penelitian dengan tujuan langsung ke obyek penelitian dengan :
a. Kuesioner yaitu cara pengumpulan data dengan jalan memberikan
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang dibagikan kepada para responden. Kuesioner dalam
penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu: variabel motivasi dan kepuasan kerja
ditujukan pada karyawan, sedangkan variabel kinerja karyawan ditujukan pada
pimpinan.
b. Interview yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan
wawancara secara langsung terhadap responden untuk mengetahui pendapat
mereka secara langsung.
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Uji Reliabilitas dan Validitas
Variabel atau dimensi yang diukur melalui indikator-indikator dalam daftar
pertanyaan perlu dilihat reliabilitasnya dan validitasnya, dimana hal ini dijelaskan
a. Uji Validitas
Validitas yang digunakan adalah validitas konstruk (construct validity) yang
merujuk pada sejauh mana uji dapat mengukur apa yang sebenarnya kita ukur.
b. Uji Reliabilitas
Uji ini ditafsirkan dengan menggunakan koefisien alpha cronbach. Jika nilai
alpha cukup tinggi (berkisar 0,50 – 0,60) dapat ditafsirkan suatu hasil
pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih,
dengan kata lain instrumen tersebut dapat diandalkan. (Augusty, 2002 : 193)
3.4.2. Uji Outlier Univariat dan Multivariat
Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik
secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi
kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari
observasi-observasi lainnya (Augusty, 2002 : 52).
3.4.2.1. Uji Outlier Univariat
Deteksi terhadap adanya outlier univariat dapat dilakukan dengan
menentukan ambang batas yang akan dikategorikan sebagai outlier dengan cara
mengkonversi nilai data penelitian ke dalam standar score atau yang biasa disebut
dengan z-score, yang mempunyai rata-rata nol dengan standar deviasi sebesar
satu. Bila nilai-nilai itu telah dinyatakan dalam format yang standar (z-score),
maka perbandingan antar besaran nilai dengan mudah dapat dilakukan. Untuk
Augusty, 2002 : 98). Oleh karena itu apabila ada observasi-observasi yang
memiliki z-score > 3,0 akan dikategorikan sebagai outlier.
3.4.2.2. Uji Outlier Multivariat
Evaluasi terhadap multivariat ouliers perlu dilakukan sebab walaupun data
yang dianalisis menunjukkan tidak ada outlier pada tingkat univariat, tetapi
observasi itu dapat menjadi outliers bila sudah saling dikombinasikan. Jarak
Mahalanobis (the Mahalanobis distance) untuk tiap observasi dapat dihitung dan
menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata-rata semua variabel dalam sebuah
ruang multidimensional. Uji terhadap multivariat dilakukan dengan menggunakan
kriteria Jarak Mahalanobis pada tingkat < 0,001. Jarak Mahalanobis itu dapat
dievaluasi dengan menggunakan nilai 2 pada derajat kebebasan sebesar jumlah
item yang digunakan dalam penelitian. Apabila nilai Jarak Mahalanobisnya lebih
besar dari nilai 2Tabel adalah Outlier Multivariat.
3.4.3. Uji Normalitas Data
Adapun metode yang digunakan untuk mengetahui apakah data tersebut
berdistribusi normal atau tidak adalah menggunakan uji critical ratio dari
Skewness dan Kurtosis dengan ketentuan sebagai berikut :
Kriteria Pengujian :
Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data
mengikuti distribusi normal adalah :
a. Jika nilai critical yang diperoleh melebihi rentang + 2,58 maka distribusi