• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa yang seharusnya menjadi teladan bagi kaum muda lainnya dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa yang seharusnya menjadi teladan bagi kaum muda lainnya dan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Saat ini kehadiran mahasiswa di kampus sering menjadi polemik. Peran mahasiswa yang seharusnya menjadi teladan bagi kaum muda lainnya dan masyarakat pada umumnya seakan tercoreng. Perilaku moral yang kurang baik yang ditunjukkan mahasiswa perlu menjadi perhatian utama bagi orangtua dan civitas akademika kampus. Tak jarang mahasiswa menjadi sumber konflik dengan aksi demonstrasi dan tawuran yang meresahkan warga masyarakat (Noe, 2012). Konflik internal dan penyimpangan perilaku etis juga kerap terjadi pada mahasiswa. Penyimpangan perilaku yang sering dilakukan mahasiswa sering tampak di media seperti gank motor, penyalahgunaan obat-obatan, merokok, seks bebas, dan lainnya ((Monks, Knoers, & Hadinoto, 2001).

Lembaga pengawas kepolisian Indonesia, Indonesian Police Watch mencatat, di Jakarta diperkirakan 60 orang tewas berkaitan aksi geng motor setiap tahunnya. Di tahun 2006, tercatat 37,3% anak-anak sejak usia 13 tahun di Indonesia sudah merokok. Bahkan 3 dari 10 pelajar SMP di Indonesia (30,9%) mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Data di Bogor selama 4 tahun terakhir menunjukkan bahwa ada 88 kasus tawuran pelajar yang menewaskan 10 pelajar dari 93 korban. 70 % pelajar di 12 kota besar pernah mendapatkan tawaran narkoba dari temannya sendiri. 20% dari 4 juta pengguna narkoba di seluruh Indonesia adalah pemuda. Survei tahun 2005 dari Sabang hingga Merauke, 40%–

(2)

2

45% remaja antara 14–24 tahun menyatakan secara terbuka bahwa mereka telah berhubungan seks pranikah (Hafidz, 2012).

Di Universitas Sumatera Utara sendiri telah tercatat beberapa kasus penyimpangan yang berujung pada kriminalitas pada mahasiswanya pada akhir tahun 2012. Di antaranya adalah tawuran mahasiswa yang terjadi antara mahasiswa Fakultas Teknik dengan mahasiswa Fakultas Pertanian pada saat berlangsungnya ujian tengah semester yang ditenggarai aksi saling ejek antar fakultas. Peristiwa ini bahkan menjadi topik terhangat di media-media nasional (Alawiah, 2011). Selain itu, bentrok juga sempat terjadi saat pertandingan sepakbola antar Fakultas Ilmu Sosial Politik dengan Fakultas pertanian di stadion mini USU (Broven, 2013).

Peristiwa lainnya pada tahun 2011 juga sempat terjadi aksi demonstrasi organisasi mahasiswa HMI di depan pintu masuk kampus USU. Aksi bakar ban hingga bentrok dengan aparat keamanan kampus dilakukan untuk menuntut penurunan iuran SPP dan DKA mahasiswa USU (Uma, 2011). Peristiwa yang memalukan juga terjadi pada mahasiswa USU lainnya. Sebanyak 3 orang mahasiswi aktif, tertangkap basah melakukan sex bebas di salah satu hotel di kota medan dengan pasangannya (Tanjung, 2011). Hal tersebut hanyalah sebagian penyimpangan yang dilakukan oleh para mahasiswa yang tercatat di media.

Mahasiswa umumnya amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Hal ini disebabkan karena sebagian besar mahasiswa khususnya mahasiswa baru, masuk ke dalam kategori remaja akhir yang berusia sekitar 18 - 21 tahun (Monks dkk, 2001). Mereka mudah sekali berubah-ubah karena proses pencarian jati diri mereka. Selain itu, mahasiswa juga cenderung mencari sosok panutan yang sesuai

(3)

3

dengan diri mereka. Mereka mudah terpengaruh oleh gaya hidup umum di sekitarnya karena kondisi kejiwaan yang labil. Mereka juga cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau memikirkan dampak negatifnya (Bagong, dalam Irsyad, 2012).

Untuk menjadi mahasiswa yang baik, maka hendaknya mahasiswa dapat menjadi pribadi yang mandiri dan mampu menyeimbangkan potensi intelektual, emosional, moralitas, dan spiritual. Mahasiswa yang mandiri akan menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam mengambil keputusan, menjalankan keputusan, mampu menjalankan tugas-tugas, memiliki rasa percaya diri, mampu mengatasi masalah, memiliki inisiatif, memiliki kontrol diri yang tinggi, mengarahkan tingkah lakunya menuju kesempurnaan, serta memiliki sifat eksploratif. Sebaliknya, mahasiswa yang tidak mandiri akan menunjukkan kurangnya kemampuan dalam mengambil keputusan, kurangnya kemampuan dalam mengerjakan tugas rutin, kurang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi, kurang memiliki inisiatif, kurang memiliki kepercayaan diri, kurang mampu mengarahkan tingkah lakunya pada kesempurnaan, kurang memperoleh kepuasan dari usahanya, serta kurang memiliki sifat eksploratif (Afiatin, dalam Patriana 2007).

Tingkah laku yang ditampilkan individu sangat berkaitan erat dengan konsep dirinya (Ulfah, 2007). Konsep diri berpengaruh besar terhadap tingkah laku seseorang. Sebab pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri (Agustiani, 2006).

Konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui pengalaman dan interprestasi seseorang

(4)

4

terhadap dirinya sendiri (Shavelson, Hubner, & Stanton, 1976). Proses pembentukan konsep diri memakan waktu yang tidak singkat. Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Bahkan ketika lahir, seseorang tidak memiliki konsep diri, tidak memiliki pengetahuan tentang diri, dan tidak memiliki pengharapan tertentu terhadap diri mereka. Dengan demikian, konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak usia dini hingga dewasa. Lingkungan, pola asuh, dan pengalaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk (Dianingtyas, 2012).

Soetjiningsih (2004) mengatakan bahwasanya proses pembentukan konsep diri merupakan proses yang panjang dan kompleks. Pembentukan konsep diri membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, saat ini dan yang akan datang dari kehidupan individu. Hal ini akan membentuk kerangka berfikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan.

Calhoun & Acocella (1990) menyatakan bahwasanya konsep diri individu secara umum dibagi atas dua, yakni konsep diri positif dan negatif. Individu yang memiliki konsep diri yang negatif akan memiliki penilaian negatif terhadap dirinya sehingga merasa bahwa dirinya tidak cukup berharga dibandingkan orang lain dan memiliki kecenderungan untuk bertindak secara negatif. Sedangkan Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan memiliki penilaian yang positif terhadap dirinya sehingga dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya dan memiliki kecenderungan untuk bertindak terhadap hal-hal yang positif.

(5)

5

Conger (dalam Monks dkk, 2001) menyatakan bahwa perkembangan konsep diri yang negatif pada individu dipengaruhi sifat-sifat negatif seperti sifat memberontak, mendendam, curiga, dan implusif. Rais (dalam Gunarsa, 1983) juga menguatkan bahwasanya individu yang didefinisikan sebagai pribadi yang bermasalah biasanya mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan pribadi yang tidak bermasalah.

Stuart dan Sudeen (1998) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu: faktor-faktor perkembangan individu, significant other (orang yang terpenting atau yang terdekat), self perception (persepsi diri sendiri). Pendapat lain dari Hurlock (1999) lebih terperinci menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu: kondisi jasmani, cacat jasmani, kondisi fisik, produksi kelenjar tubuh, pakaian, nama dan panggilan, kecerdasan, tingkat aspirasi, emosi, pola kebudayaan, sekolah, status sosial, dan keluarga.

Bagong (dalam Irsyad, 2012) mengatakan bahwasanya perlu dilakukan upaya-upaya yang intensif untuk membentuk identitas yang positif bagi mahasiswa. Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwasanya ada 3 faktor utama yang dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Faktor yang paling dominan mempengaruhi konsep diri mahasiswa adalah kehadiran orang yang berpengaruh (significant other). Kehadiran orang yang berpengaruh menjadi begitu penting bagi mahasiswa sebab mereka masih mencari sosok panutan hidupnya.

Mahasiswa yang berada dalam kelompok usia remaja akhir pada tahap perkembangan memiliki tugas perkembangan untuk melakukan pencarian jati diri.

(6)

6

Para remaja tidak lagi menjadikan orangtua sebagai acuan dalam pencarian identitas dirinya. mereka para remaja mencari tokoh panutan di luar orangtuanya. Kelompok yang paling berpengaruh bagi remaja adalah teman sebaya (Papalia, 2007). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwasanya teman sebaya merupakan significant other yang paling berpengaruh pada diri remaja.

Dengan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan sebuah upaya intervensi guna meningkatkan konsep diri remaja melalui teman sebaya. Salah satu program intervensi yang dapat dilakukan melalui peran teman sebaya adalah dengan proses mentoring. Santrock (2007) di dalam bukunya yang berjudul Adolescence mengatakan bahwasanya mentoring merupakan program yang cocok dalam pembentukan karakter dan pendidikan bagi para remaja. Selain hal tersebut, Agustiani (2006) menambahkan cara lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsep diri pada remaja agar menjadi lebih positif adalah dengan meningkatkan nilai-nilai religiusitas remaja. Oleh karena itu, dengan kombinasi antara mentoring dengan penanaman nilai religiusitas diharapkan dapat semakin memperkuat konsep diri remaja menjadi lebih positif, yakni melalui mentoring Agama Islam.

Mentoring merupakan bimbingan yang diberikan melalui demonstrasi, instruksi, tantangan dan dorongan secara teratur selama periode waktu tertentu. Mentoring biasanya dilakukan oleh individu yang lebih tua untuk meningkatkan kompetensi serta karakter individu yang lebih muda. Selama proses ini berlangsung, pementor dan mentee mengembangkan suatu ikatan komitmen bersama. Di samping itu, relasi dari mentee ke pementor juga melibatkan karakter

(7)

7

emosional yang diwarnai oleh sikap hormat, setia, dan identifikasi (Santrock, 2007).

Dalam Islam, kata mentoring lebih dikenal dengan istilah halaqah atau usroh. sebuah istilah yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran Islam. Mentoring dilaksanakan pada kelompok kecil individu yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan kurikulum tertentu. Biasanya kurikulum tersebut berasal dari lembaga yang menaungi kegiatan mentoring tersebut (Satria, 2010).

Mentoring yang dilakukan secara rutin sepekan sekali akan membentuk hubungan yang baik antara sesama anggota kelompok mentoring. Pola pendekatan teman sebaya yang diterapkan menjadi program ini lebih menarik, efektif serta memiliki keunggulan tersendiri (Rusmiyati, 2003). Selain penyampaian materi tentang Islam, sasaran dan fokus materi juga harus disesuaikan dengan kondisi mahasiswa agar nilai-nilai dalam mentoring tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pentingnya kegiatan mentoring ini juga didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwasanya remaja yang bergabung dalam kelompok-kelompok mentoring lebih cenderung memiliki konsep diri yang tinggi dan lebih terdidik. Sebab dalam prosesnya para partisipan yang tergabung didalamnya mempraktikkan keterampilan interpersonal dan membantu individu dalam menjalani peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2007).

Pola teman sebaya yang dibangun dalam proses mentoring memunculkan sebuah harapan bagi peserta mentoring untuk membentuk persahabatan yang kuat

(8)

8

dan berpengaruh dalam hidup. Aspek relasi teman sebaya juga berkaitan dengan keberhasilan akademis seseorang (Hamm, dkk, dalam Santrock, 2007). Sebuah studi longitudinal menemukan bahwa individu yang memiliki setidaknya seorang sahabat, mempengaruhi keberhasilan akademik selama dua tahun (Wentzel & Caldwell, dalam Santrock, 2007).

Mengacu pada penelitian Ridwansyah (2008) yang telah dilakukan sebelumnya untuk melihat pengaruh mentoring pada Siswa SMA yang berjudul ―Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa Melalui Program Mentoring Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) di SMAN Unggulan 57 Jakarta‖ didapatkan hasil bahwa : Sebanyak 56% (14 dari 25 orang) para peserta mentoring menyatakan bahwa motivasi beribadah mereka meningkat setelah mengikuti program mentoring ini, 36% respoden menjawab sangat meningkat. materi mentoring yang diajarkan terdapat hubungan dengan pelajaran di sekolah sebesar 68% (17 orang), sedangkan yang menyatakan sangat berhubungan sebesar 20% (5 orang).

Berdasarkan ketepatan waktu shalat, maka peserta mentoring menunjukkan bahwa 28% (7 orang) menyatakan selalu dan 4% (1 orang) menyatakan sering, 60% (15 orang) menyatakan kadang-kadang, 8% (2 orang) menyatakan jarang. dalam mentoring selalu mengajarkan untuk sopan kepada orang tua, menunjukkan 76% (19 orang) menyatakan selalu dan 8% (2 orang) menyatakan sering, 12% (3 orang) menyatakan kadang-kadang dan 4 % (1 orang) menyatakan tidak pernah.

Pada penelitian lain oleh Romli (2007) dalam skripsinya yang berjudul ―Pelaksanaan mentoring Agama Islam di SMP negeri 1 galur Kulon Progo Yogyakarta‖ ditemukan bahwasanya mentoring selain membawa nilai plus bagi

(9)

9

siswa dalam mempelajari Agama Islam, juga dapat digunakan sebagai modal untuk kesuksesan dalam belajar di kelas. Black, dkk (dalam santrock, 2007) melakukan studi terhadap 959 remaja dalam program big brothers/ big sisters. Dimana setengah dari para remaja menjalani mentoring dalam bentuk diskusi yang luas mengenai sekolah, karir dan kehidupan, begitu pula dalam aktifitas waktu luang bersama para remaja lainnya. Setengah lainnya tidak menjalani mentoring. Kelompok yang ikut mentoring menunjukan peningkatan prestasi di dalam kelas, dan memperbaiki relasi dengan orang tua.

Menurut Jekielek, Kristin, dan Elizabeth (2002) setidaknya ada delapan hal umum tentang manfaat dari pelaksanaan mentoring bagi para pelajar, yakni : menurunnya tingkat absen, meningkatnya partisipasi pelajar, semakin minimnya penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, jarang terlibat perkelahian, tidak suka terlibat dengan kelompok-kelompok yang jahat, sikap yang lebih sopan terhadap orangtua, sikap yang lebih baik di sekolah, dan meningkatnya hubungan dengan orangtua serta dukungan teman sebaya.

La Vonne dan Steve (2002) mengemukakan dalam penelitiannya bahwasanya mentoring yang dilakukan secara efektif dapat meningkatkan motivasi bagi para pelajar untuk menyelesaikan studinya dan mempersiapkan para pelajar untuk meneruskan jenjang karirnya di dunia kerja, meningkatkan potensi dan kepercayaan diri serta membantu untuk memperluas jaringan kekerabatan dengan banyak orang. Darrick & David (2007) dalam jurnalnya yang berjudul ―dampak mentoring terhadap perubahan perilaku para kriminal‖ mengemukakan bahwasanya individu yang mengikuti mentoring menunjukkan peningkatan kesejahteraan secara psikologis, kehidupan yang lebih positif dan mengurangi

(10)

10

kecenderungan untuk melakukan perilaku-perilaku beresiko kembali di dalam hidupnya.

Rebecca (2009) juga menemukan hal yang sama terhadap hasil penelitiannya mengenai mentoring Dalam penelitiannnya terhadap lebih dari 200 orang pelajar di London yang mengikuti mentoring, ia menemukan bahwasanya pelaksanaan mentoring yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama setidaknya akan meningkatkan potensi diri untuk sukses dan berprestasi. Setidaknya secara statistik potensi kesuksesan untuk berhasil bagi seseorang yang mengikuti mentoring naik lebih kurang 10% pada setiap tahunnya.

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwasanya faktor lain yang dapat membentuk konsep diri menjadi positif selain mentoring adalah dengan meningkatkan religiusitas mahasiswa. Kresnawati (dalam Kusuma, 2010) pada penelitiannya terhadap 114 orang pelajar SMA di Jakarta ditemukan bahwasanya ada hubungan positif antara religiusitas dengan kemampuan pemecahan masalah pada remaja. Dari hasil analisis deskriptif diperoleh hasil bahwa pemahaman tingkat agama berbanding lurus dengan kemampuan individu dalam memecahkan masalah. Sebanyak 76 orang (66,7%) berkategori baik dalam memecahkan masalah, dan yang berkategori tidak baik sebanyak 38 orang (33,3%).

Cole (dalam Rahayu, 2008) juga menambahkan bahwasanya agama atau religiusitas dalam diri individu terbukti berperan dalam mengurangi tingkat konflik yang terjadi, terutama konflik yang berkaitan dengan ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Beberapa ahli sepakat bahwa agama sangat potensial untuk mendorong dan mengarahkan hidup manusia pada

(11)

11

perubahan-perubahan ditingkat mikro individual dan makro sosial ke arah yang baik dan benar.

Dari segenap permasalahan dan fenomena di atas dapat disimpulkan bahwasanya mahasiswa yang merupakan kelompok individu yang berada dalam usia remaja akhir sedang berada dalam tugas perkembangan pencarian identitas. Dalam proses pencarian jati dirinya tersebut remaja sangat diharapkan dapat membentuk konsep diri yang positif. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah significant other. Sesuai dengan karakteristiknya, remaja lebih mempercayakan teman sebayanya daripada keluarga ataupun orangtua sebagai significant other baginya. Oleh karena itu, maka diperlukan upaya pembentukan konsep diri remaja yang baik melalui peran significant other. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan program pendidikan sebaya dalam proses mentoring. Maka peneliti akan mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul ―Pengaruh mentoring Agama Islam terhadap perubahan konsep diri mahasiswa muslim Universitas Sumatera Utara”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh religiusitas, dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan religiusitas adalah melalui mentoring Agama Islam. Oleh karena itu, peneliti ingin merumuskan penelitian ini dalam pertanyaan penelitian yaitu: ‖ Adakah Pengaruh

(12)

12

pelaksanaan mentoring Agama Islam terhadap perubahan konsep diri mahasiswa muslim Universitas Sumatera Utara?‖.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mngetahui gambaran umum subjek penelitian berdasarkan fakultas, jenis kelamin, hobi, tempat tinggal, asal sekolah,organisasi yang pernah diikuti, prestasi yang pernah diraih dan riwayat pembinaaan subjek.

2. Untuk melihat apakah ada pengaruh pelaksanaan mentoring Agama Islam terhadap perubahan konsep diri akademis, konsep diri problem solving, konsep diri spiritual, konsep diri kejujuran, konsep diri parent-relaion, konsep diri emosional, dan konsep diri umum pada mahasiswa muslim Universitas Sumatera Utara.

3. Untuk melihat besarnya mean hipotetik, mean empirik, standar deviasi, signifikansi, dan effect size dari pengaruh mentoring terhadap konsep diri akademis, konsep diri problem solving, konsep diri spiritual, konsep diri kejujuran, konsep diri parent-relaion, konsep diri emosional, dan konsep diri umum pada mahasiswa muslim Universitas Sumatera Utara.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi pendidikan, khususnya mengenai mentoring dan pengaruhnya

(13)

13

terhadap perubahan konsep diri mahasiswa muslim Universitas Sumatera utara.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya literatur ilmiah dalam bidang Psikologi Pendidikan, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penunjang penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa muslim

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana pengaruh mentoring Agama Islam terhadap perubahan konsep diri mahasiswa muslim.

b. Bagi Lembaga dakwah kampus

Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan rekomendasi dalam melaksanakan kegiatan mentoring Agama Islam kepada mahasiswa muslim terhadap perubahan konsep diri mahasiswa. c. Bagi Dosen Agama Islam

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dan proyeksi terkait dengan metode mentoring Agama Islam yang telah diterapkan saat ini.

E. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

(14)

14 Bab II Landasan Teori

Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti, yaitu mentoring Agama Islam dan perubahan konsep diri mahasiswa muslim .

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, instrumen atau alat ukur yang digunakan, dan prosedur penelitian serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini Terdiri dari analisis data dan pembahasan yang berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan/diskusi. Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini perhitungan Workload untuk mesin pada packaging primer (Groover, 2001). Apakah perusahaan akan menggunakan 1 mesin atau menambah jumlah mesin menjadi 2

Bagaimana persepsi saudara mengenai potensi kemenyan, apakah akan habis?. Apakah sekarang saudara

Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa Pertumbuhan Ekonomi, Pertumbuhan Penduduk, Investasi, Tingkat Upah, dan Inflasi di Indonesia secara bersama - sama memberikan

Pada konfigurasi ini, fungsi firewall akan dilakukan oleh packet filtering router dan bastion host*.Router ini dikonfigurasikan sedemikian sehingga untuk semua arus data

Obsesi, Vol.. Namun saat mereka berada ditempat umum yang membutuhkan banyak interaksi terkadang membuat anak lebih cenderung untuk menutup diri dengan tidak banyak

selalu dan 20 responden (24%) menyatakan sering membuat kisi-kisi tes, sebagian lagi jarang dan tidak pernah; 2) sebanyak 11 responden (13%) menyatakan selalu dan 20

berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pihak auditi/mitra kerja, tanpa penugasan/di luar tugas pokok, dengan sengaja dalam rangka memberikan

Makalah ini bertujuan untuk mengkaji proses koreksi terrain dan contoh penerapannya pada citra Landsat TM; Kemudian artikel tentang “Perbandingan Teknik Orthorektifikasi Citra