• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. anak mulai dari saat konsepsi sampai dewasa. Masa remaja atau adolescence adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. anak mulai dari saat konsepsi sampai dewasa. Masa remaja atau adolescence adalah"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia dalam perkembangannya melewati beberapa fase, salah satunya adalah masa remaja. Masa remaja merupakan bagian dari siklus tumbuh kembang anak mulai dari saat konsepsi sampai dewasa. Masa remaja atau adolescence adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi ditandai dengan percepata perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. Perubahan ini dapat mempengaruhi sikap dan perilaku remaja, serta menimbulkan persoalan dan permasalahan remaja (Nancy, 2002)..

Remaja merupakan tahapan kehidupan yang dilalui oleh setiap manusia dalam proses perkembangan sejak lahir sampai pada masa peralihan, dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (BKKBN, 1999). Perkembangan emosi pada masa remaja ditandai dengan sifat emosional yang meledak-ledak dan sulit untuk dikendalikan. Hal ini disebabkan adanya konflik peran yang sedang dialami remaja. Jika seseorang remaja tidak berhasil mengatasi situasi ini, maka remaja akan terperangkap masuk dalam hal negatif, salah satu diantaranya perilaku seks bebas atau penyalahgunaan narkoba (Efendi, 2000).

Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan dimasa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan

(2)

masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain : minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, seks bebas dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS (Rauf, 2008).

Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi penting khususnya bagi remaja, agar remaja mengetahui fungsi-fungsi reproduksi secara benar dan sehat serta bertanggung jawab (Munawaroh, 2001). Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami berpacaran sehat (Yuliadi, 2010).

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses produksi (Depkes RI). Rentang usia remaja 10-19 tahun. Remaja dalam rentang usia tersebut mengalami berbagai perubahan badan, perubahan status sosial, perubahan penampilan, perubahan sikap, perubahan seks dan perubahan dalam organ-organ reproduksi secara khusus ditandai oleh menstruasi (haid) yang pertama disebut dengan menarche. Remaja putri perlu menjaga kebersihan alat reproduksi pada saat menstruasi agar terhindar dari penyakit infeksi yang dapat merugikan dirinya sendiri atau orang lain.

Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia perlu mendapat perhatian yang cukup karena masalah kesehatan reproduksi remaja seperti juga masalah kesehatan lainnya tidak semata-mata menjadi urusan kalangan medis. Masalah kesehatan reproduksi tidak hanya sebatas proses kehamilan dan melahirkan sehingga

(3)

termasuk masalah kaum remaja. Remaja perlu mengenal tubuh dan organ reproduksi, perubahan fisik dan psikologis, agar dapat melindungi diri dari risiko yang mengancam kesehatan dan keselamatan fungsi organ reproduksi. Pelayanan kesehatan remaja relatif langka atau kurang mendapat perhatian, karena akses dan bahan informasi masih rendah, terutama berkaitan dengan kesehatan reproduksi juga yang bersifat preventif dan promotif. Untuk mencapai reproduksi yang sehat perlu diidentifikasi pemahaman tentang aspek-aspek yang berpengaruh terhadap alat-alat reproduksi.

Menjaga kesehatan organ reproduksi pada wanita diawali dengan menjaga kebersihan organ kewanitaan. Untuk menjaga kebersihan vagina, yang perlu dilakukan diantaranya adalah membasuh secara teratur bagian vulva (bibir vagina) secara hati-hati menggunakan air bersih, Yang harus diperhatikan lagi adalah membersihkan bekas keringat yang ada disekitar bibir vagina (Nasria, 2002). Dan untuk menampung darah menstruasi, pembalut perlu diganti sekitar 4-5 kali dalam sehari untuk menghindari masuknya bakteri tersebut ke dalam vagina (Manuaba, 2002). Dikarenakan pada saat haid, pembuluh darah dalam rahim sangat mudah terkena infeksi, karena itu kebersihan vagina harus dijaga karena kuman mudah sekali masuk dan dapat menimbulkan penyakit pada saluran reproduksi. Gejala seperti pruritus vulva, iritasi, inflamasi, sekresi vaginal, dan rasa perih, biasanya diakibatkan oleh salah satu organisme berikut: Candida albican, Trichomonas vaginalis, dan

(4)

Gardnerella vaginalis. Sekitar 25% dari kasus yang ada disebabkan oleh Candida albican, Trichomonas vaginalis, dan sisanya oleh G. Vaginalis (Qomariah, 2001).

Penelitian Mirna Ayu (2009) menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduksi dengan p-value 0.021, dan ada hubungan antara sikap remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduksi dengan p-value 0,007.

Hasil penelitian yang dilakukan Dai‟yah di SMU Negeri 2 Medan tahun 2004 tentang perawatan organ reproduksi bagian luar dari 58 responden yang memiliki kategori baik 15 orang (25,86%), cukup 39 orang (67,24%) dan kategori kurang 4 orang (6,8%), penelitian yang dilakukan oleh Ikke Handayani di SLTP Jakarta Timur tahun 2003 yang mendapatkan hasil sebagian besar siswi SLTP di sana memiliki pengetahuan kurang terhadap Kebersihan Organ genitalia sebanyak (93,4%). Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 2 Semarang pada tahun 2008, didapatkan bahwa 48 (96%) siswi mengalami keputihan dan yang tidak sekitar 23 (47,9%) di akibatkan kurangnya pengetahuan tentang merawat organ genetalia eksterna (Rabita, 2010). Ketiga penelitian tersebut telah membuktikan bahwa pengetahuan yang rendah berhubungan dengan perilaku higine yang kuang baik.

Kurangnya pengetahuan remaja putri dan informasi yang tepat tentang kesehatan organ reproduksi kemungkinan dapat menimbulkan kurangnya memperhatikan kesehatan organ reproduksinya. Oleh karena itu perlu adanya pemberian informasi yang lengkap pada remaja putri untuk meningkatkan

(5)

pengetahuan dan sikap mereka akan pentingnya menjaga kebersihan diri terutama organ reproduksi termasuk resiko bila tidak dijaga (Departemen Kesehatan RI, 2003). hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat merupakan sekolah menengah atas yang berazaskan keagamaan yang terletak di Kabupaten Langkat. Pengetahuan dan sikap kesehatan reproduksi di Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat beraneka ragam dan siswa banyak kurang melakukan perilaku kesehatan resproduksi. Dan berdasarkan wawancara kepada 5 orang kelas, misalnya sering ciuman dan ada terjadi kekerasan antar pasangan. Siswa yang berpacaran tidak sehat banyak terkait karena siswa kurang mengetahui berpacaran sehat

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang ” Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putrid di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat.

(6)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk melihat pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

2. Untuk melihat sikap kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

3. Untuk melihat hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

Sebagai bahan masukan bagi sekolah bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap berpacaran sehat sangatlah penting. Sehingga diperlukan upaya preventif kepada remaja agar sikap mendukung pacaran tidak sehat tidak terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan hasil penelitian pada sekolah, dan memberikan masukan untuk menambahakan materi kesehatan reproduksi pada kurikulum sekolah

(7)

2. Bagi orang tua siswa

Untuk meningkatkan pengetahuan anak tentang kesehatan reproduksi sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku yang lebih bertanggung jawab

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan untuk memperkokoh teori atau ilmu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap berpacaran sehat pada remaja.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengetahuan 2.1.1. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.

(9)

2.1.2. Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan

c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan

2.1.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat

(10)

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek

2.2. Sikap

2.2.1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak langsung dapat

(11)

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

2.2.2. Tingkatan Sikap 1. Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005).

2.2.3. Komponen Pokok Sikap

Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (Affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang

(12)

dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2005).

2.2.4. Interaksi Komponen-Komponen Sikap

Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapan dengan satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan sikap yang beragam. Dan apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive, affective, conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain, yaitu dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi antara komponen-komponen sikap pada diri seseorang. 2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, sebagaimana yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:

(13)

1. Pengalaman pribadi

Hal-hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang memberik kesan kuat merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar, 2005).

2. Pengaruh lingkungan sosial

Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang yang berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk bergabung dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting (Azwar, 2005). 3. Pengaruh kebudayaan

Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar (Azwar, 2005).

4. Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang disampaikan memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar, 2005). Media audiovisual secara psikis dapat menggelorakan dorongan seksual (Sakti dan Kusuma, 2006).

5. Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama

Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara

(14)

sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar, 2005).

6. Jenis kelamin

Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi dan hormonal berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh. Kadar hormon testosteron laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi wanita lebih sensitif terhadap hormon testosteron (Sakti dan Kusuma, 2006).

7. Pengetahuan

Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003).

8. Faktor emosi dalam individu (Azwar, 2005). 2.2.6. Ciri-ciri Sikap

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari.

2. Sikap dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek.

4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan suatu hal.

(15)

2.2.7. Sifat Sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005). 1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan obyek tertentu.

2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

2.2.8. Cara Pengukuran Sikap.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).

2.3. Perilaku

Menurut Notoatmodjo perilaku terbuka (overt behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus baik dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.Respon terhadap stimulus tersebut sudah dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain (Notoadmodjo, 2007).

Skinner yang dikutip oleh Notoatmodjo , merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

(16)

1. Perilaku tertutup Respon terhadap stimulus dalam bentuk terselubung. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka Respon terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.3.1. Bentuk Perilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

1. Perilaku tertutup

Respon terhadap stimulus dalam bentuk terselubung. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran 49 dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain (Notoadmodjo, 2007).

2. Perilaku terbuka

Respon terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain

(17)

2.3.2 . Determinan Perilaku

Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus. Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari ssetiap orang. Faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan prilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Faktor Internal yaitu karakteristik orang bersangkutan yang bersifat given atau

bawaan misalnya: kecerdasan , tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi factor yang dominan yang mewarnai prilaku seseorang (Notoadmodjo, 2007).

3.3.3. Proses Terjadinya prilaku

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi prilaku baru (berprilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu: a. Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.

b. Interest (tertarik), individu mulai tertarik kepada stimulus

c. Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.Pada tahap ini subjek memiliki sikap yang lebih baik.

d. Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,sikap dan kesadarannya terhadap stimulus (Notoadmodjo, 2007).

(18)

Apabila penerimaan prilaku baru atau adopsi prilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan , kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting) . Perubahan perilaku seeorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya. Setiap orang memiliki persepsi berbeda, meskipun objeknya sama. Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak agar tercapai tujuan tertentu. Hasil dari dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk prilaku (Notoadmodjo, 2007).

Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani. Sedang keadaan jasmani merupakan hasil keturunaan (bawaan). Dalam proses pencapaian kedewasaan pada manusia semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan emosi akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan. Oleh karena itu, perilaku yang timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan (Notoadmodjo, 2007).

Faktor yang memegang peranan di dalam pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu factor intern, berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh dari luar.Faktor ekstern meliputi: objek, orang, kelompok dan hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Kedua factor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungan, bila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.

(19)

2.3.4. Perilaku Kesehatan

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum: 1974 dalam Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya yang ditunjukan kepada faktor ini sangat strategis.

2.3.4. Ruang Lingkup Perilaku

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit

Perilaku ini adalah bagaimana manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit atau sakit tersebut (Notoatmojo, 2007). Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni :

1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour). Misalnya makan makanan yang bergizi dan olah raga.

2. Perilaku pencegahan penyakit (health preevention behaviour) adalah respons untuk mmelakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

(20)

3. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behaviour), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (Puskesmas, mantri, dokter praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).

4. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya). b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan. c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour)

Perilaku terhadap makanan diartikan sebagai respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur

(21)

yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.

d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behaviour)

Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku pencarian kesehatan (health seeking behaviour) adalah perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (Puskesmas, mantri, dokter praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2007).

2.4. Kesehatan Reproduksi 2.4.1. Pengertian

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Fatimah, 2006). 2.4.2. Alat Reproduksi

(22)

Alat reproduksi wanita terdiri dari bagian luar (dapat dilihat karena di permukaan tubuh) dan bagian dalam (tidak terlihat karena di dalam panggul). Alat reproduksi wanita bagian luar terdiri dari :

b. Bibir kemaluan/labia mayora c. Bibir dalam kemaluan/labia minora d. Kelentit/clitoris dan

e. Vulva.

Sedangkan alat reproduksi wanita bagian dalam terdiri atas a. Vagina

b. Leher rahim/cervik c. Rahim/uterus

d. Saluran telur/tuba falopii

e. Dua buah indung telur/ ovarium. 2. Alat reproduksi laki-laki

Sedangkan alat reproduksi laki-laki terdiri dari penis dan kantung zakar, urethtra, kelenjar prostat dan saluran vas deference (Depkes RI dan WHO, 2003).

2.4.3. Fisiologi Alat Reproduksi.

Fungsi alat reproduksi menurut Manuaba (2009): 1. Alat reproduksi wanita

(23)

Labiya mayora berbentuk lonjong menjurus ke bawah dan bersatu di bagian bawah. Fungsi labia mayora untuk menutupi lubang vagina.

b. Labia minora

Labia minora merupakan lipatan kecil di bagian dalam labia mayora. Labia ini analog dari kulit skrotum pria.

c. Klitoris

Merupakan bagain yang erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan sangat sensitif.

d. Himen (Selaput dara)

Merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina. Pada umumnya himen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi. Pada hubungan seks pertama himen akan robek dan mengeluarkan darah. e. Vagina

Merupakan saluran yang menghubungkan rahim dengan dunia luar. f. Rahim

Bentuk rahim seperti buah pir dengan berat sekitar 30 gram. Rahim merupakan tempat berkembangnya janin.

g. Tuba fallopii

Merupakan saluran lurus, yang ujungnya berbentuk seperti rumbai-rumbai. Disini tempat terjadinya pembuahan sperma dan ovum.

(24)

Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai dampak pengatur proses menstruasi. Ovarium mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan. Pada saat telur dikeluarkan wanita mengalami masa subur.

2. Alat reproduksi laki-laki a. Penis

Penis merupakan jaringan erektil yang berfungsi untuk deposit sperma dalam hubungan seksual sehingga dapat ditampung dalam liang senggama.

b. Testis

Testis disebut juga buah zakar. Testis berada di luar yang dibungkus dengan skrotum yang longgar. Testis merupakan alat penting yang untuk membentuk hormon pria yaitu testosteron dan membentuk spermatozoa. Spermatozoa yang telah dibentuk disimpan pada saluran testis. Spermatozoa tidak tahan panas dan tidak tahan suhu dingan. Kulit skrotum yang lingggar berguna untuk mengatur suhu sehingga panasnya relatif tetap.

c. Epididimis

Epididimis merupakan saluran dengan panjang 45-50 cm, tempat bertumbuh dan berkembangnya spermatozoa, sehingga siap untuk melakukan pembuahan d. Kelenjar prostat

Kelenjar prostat merupakan pembentuk cairan yang akan bersama-sama keluar saat ejakulasi dalam hubungan seksual.

(25)

e. Vas deferens

Vas deferens merupakan kelanjutan dari saluran epididimis yang dapat diraba dari luar.

2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

Menurut Harahap (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi adalah :

1. Faktor sosial ekonomi

Kemiskinan, tingkat pengetahuan yang rendah, ketidaktahuan tentang kesehatan reproduksi dan lokasi tempat tinggal yang terpencil.

2. Faktor budaya dan lingkungan

Informasi tentang kesehatan reproduksi yang diperoleh. 3. Faktor Psikologis

Remaja dengan kondisi Broken home (keretakan pada orang tua, depresi karena ketidak seimbangan hormon dan lain-lain).

4. Faktor Biologis

Cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit seksual, dan lain- lain.

2.4.5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada remaja menurut Depkes dan WHO (2003) antara lain :

(26)

2. Tanda-tanda kematangan alat-alat reproduksi wanita. Seperti membesarnya payudara, tekstur kulit yang halus, dan bentuk tubuh menjadi indah

3. Haid/ menstruasi hal-hal lain yang perlu diperhatikan saat haid. Seperti haid pertama (menarche), lamanya menstruasi, siklus menstruasi, keluhan menstruasi dan jumlah darah yang dikeluarkan

4. Ereksi

Ereksi merupakan membesarnya ukuran penis karena vaskularisasi daerah penis yang disebabkan adanya rangsangan

5. Onani

Onani adalah aktivitas menyentuh/ meraba bagian tubuh dengan tujuan untuk merangsang secara seksual dirinya sendiri (Manuaba, 2009).

6. Mimpi basah

Mimpi basah (emisi noktural) adalah pengeluaran cairan semen pada laki-laki saat tidur. Mimpi basah biasa dialami oleh remaja laki-laki, sekaligus menandakan bahwa telah memasuki masa pubertas.

7. Bahaya kehamilan di luar nikah

Dampak paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja (Syarif, 2008).

(27)

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual. Penularan tersebut dapat terjadi pada perilaku seks bebas (seks pra-nikah, berganti-ganti pasangan atau dengan penjaja seks, serta hubungan seksual berisiko). Jenis PMS diantaranya adalah gonorrhea, sifilis (raja singa), herpes genetalis, trikomoniasis vaginalis, klamidia, dan sebagainya. Adapun cara pencegahannya adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, bagi remaja yang sudah menikah harus saling setia. Wanita perlu diketahui bahwa risiko tertular PMS lebih besar dari laki- laki, sebab bentuk alat reproduksinya lebih rentan (Depkes RI dan WHO, 2003).

Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja sebagai dasar penentuan sikap dan perilaku kesehatan reproduksi yang positif. Pengetahuan yang tepat, benar dan terarah akan membantu siswa memiliki sikap dan perilaku positif (Rauf, 2008).

2.5. Remaja

Menurut definisi yang dirumuskan WHO, remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan saat individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri (Fatimah, 2006).

(28)

Menurut ciri perkembangannya masa remaja dibagi tiga tahap yaitu masa remaja awal 10-12 tahun, masa remaja tengah 13-15 tahun dan masa remaja akhir 16-19 tahun. Ciri-ciri perkembangan remaja perlu dipahami, agar penanganan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya dapat dilakukan lebih baik (Depkes RI, 2001).

Ciri khas remaja awal lebih dekat dengan teman sebayanya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak. Ciri khas tahap remaja tengah, yaitu mencari identitas diri, timbul keinginan berkencan mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks. Ciri khas taraf akhir, yaitu pengungkapan kebebasan diri, lebih sensitif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berfikir abstrak (Depkes RI, 2001).

Perubahan psikis yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan keinginan untuk menyendiri, keengganan untuk bekerja, merasa bosan, kegelisahan yang menguasai diri, emosional, kurang percaya diri, mengkhayal dan berfantasi, mengalami rasa malu yang berlebihan, keinginan untuk mencoba hal yang belum diketahui, keinginan untuk menjelajah dan suka akan aktivitas kelompok (Fatimah, 2006).

Perubahan kelamin primer dimulai dengan berfungsinya organ-organ genetalia yang ada. Perubahan ini terjadi pada laki-laki ditandai dengan mulai keluarnya mani (sperma) saat mimpi basah. Sedangkan pada wanita ditandai dengan

(29)

menarche atau haid pertama kali (Soetjiningsih, 2004) Perubahan organ kelamin sekunder pada laki-laki ditandai dengan perubahan suara, bidang bahu melebar sering mimpi basah, tumbuh rambut pada organ tertentu (dada dan sekitar kemaluan), perubahan penis jika ada rangsangan (Soetjiningsih, 2004).

Perubahan organ sekunder pada wanita antara lain suara lebih bagus, kulit muka dan badan halus, bidang bahu mengecil, bidang pinggul melebar, payudara membesar, tumbuh rambut di sekitar ketiak dan kemaluan, alat kelamin membesar dan mulai berfungsi (Soetjiningsih, 2004). Berbagai perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan kadar gonadotropin yatau Folikel stimulating hormon (FSH) dan Leuteanezing hormone (LH) yang akan mematangkan sel leidig dan mengeluarkan hormon testosterone serta hormon estrogen pada wanita sebelum menstruasi. Selama pubertas pada anak laki-laki kadar hormon testosteron meingkat melebihi 20 ng/dl, yang sebelumnya selama anak-anak lebih kecil dari 10 ng/dl (Soetjiningsih, 2004).

(30)

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

2.7. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat.

2. Ada hubungan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat.

Perilaku Kespro Pengetahuan

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik, penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni sampai Juli 2015 yaitu mulai melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisis data dan penyusunan laporan akhir.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat yang berjumlah 85 orang.

(32)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai sampel berjumlah 85 orang (total sampling).

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

a. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independent

1. Pengetahuan adalah tingkatan kemampuan kognitif sampel memahami tentang kesehatan reproduksi. Seperti, pertumbuhan dan perkembangan, anatomi dan fisiologi alat reproduksi, kehamilan, pengetahuan seksual dan penyakit menular seksual.

Kategori Tingkat Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk

(33)

dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1 )” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 4-7 1. Buruk, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-3

2. Sikap adalah suatu reaksi atau tanggapan siswi terhadap kesehatan reproduksi. Kategori Sikap berpacaran sehat :

0. Positif 1. Negatif

Pengukuran variabel dikap disusun 7 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1 )” dan ” tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Positif, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 4-7 1. Negatif, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-3 3.5.2. Variabel Dependent

Perilaku kesehatan reproduksi adalah segala tingkah laku remaja putri tentang pelaksanaan kesehatan reproduksi.

Kategori Tingkat Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk

Pengukuran variabel tingkat perilaku kesehatan disusun 7 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1 )” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

(34)

0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 4-7 1. Buruk, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-3

3.6. Metode Pengukuran

Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Cara dan

Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur Variabel Bebas Pengetahuan Wawancara (kuesioner) Ordinal 0. Baik 1. Tidak baik Sikap Wawancara (kuesioner) Ordinal 0. Positif 1. Negatif Variabel Terikat

Perilaku Kespro Wawancara (kuesioner)

Ordinal 0. Baik 1. Tidak sehat

3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat

Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran variabel independen pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel dependen yaitu perilaku kesehatan reproduksi

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.

(35)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pondok Pesantren Modern Babussalam terletak di Tanjung Pura Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara dan berdiri pada tahun 1990.

Saat ini Pondok Pesantren Modern Babussalam adalah Akredisi B dan memiliki ruang laboratorium yang lengkap dan fasilitas yang memadai. Luas areal seluruhnya 4.229 m2 dan luas bangunan 721 m2.

Visi dan Misi sekolah/yayasan Pondok Pesantren Modern Babussalam adalah sebagai berikut :

a. Visi

Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendidik para siswa untuk menghasilkan sumber daya manusia yang terampil serta menguasai ilmu pengetahuan menuju era globalisasi yang bertaqwa TYME.

b. Misi

Mewuzudkan siswa yang menguasai ilmu pengetahuan dan berbudi luhur sesuai dengan iman dan taqwa selaku umat beragama ditengah-tengah masyarakat.

4.2. Analisis Univariat

Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi.

(36)

4.2.1. Pengetahuan Remaja Putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

Untuk melihat pengetahuan remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dapat dilihat pada Tabel 4.1 :

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

No Pengetahuan f %

1 Baik 50 58,8

2 Tidak Baik 35 41,2

Jumlah 85 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengetahuan remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat mayoritas dengan baik sebanyak 50 orang (58,8%) dan minoritas tidak baik sebanyak 35 orang (41,2%).

4.2.2. Sikap Remaja Putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

Untuk melihat sikap remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dapat dilihat pada Tabel 4.2 :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

No Sikap f %

1 Positif 53 62,4

2 Negatif 32 41,2

Jumlah 85 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat mayoritas

(37)

dengan bersikap positif sebanyak 53 orang (62,4%) dan minoritas bersikap negatif sebanyak 32 orang (41,2%).

4.2.3. Perilaku Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

Untuk melihat perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dapat dilihat pada Tabel 4.3 :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Perilaku Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

No Perilaku f %

1 Baik 49 57,6

2 Tidak baik 36 42,4

Jumlah 85 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa perilaku kesehatan pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat mayoritas dengan berperilaku baik sebanyak 49 orang (57,6%) dan minoritas berperilaku tidak baik sebanyak 36 orang (42,4%).

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.

(38)

Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dapat dilihat dibawah ini : 4.3.1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi pada

Remaja Putri di Kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

Untuk melihat hubungan pengetahuan dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dapat dilihat pada Tabel 4.4 :

Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di Kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

No Pengetahuan

Perilaku Kesehatan Repoduksi

Total

P value Baik Tidak Baik

n % n % n %

1 Baik 37 74,0 13 26,0 50 100 0,001

2 Tidak Baik 12 34,3 23 65,7 35 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan reoproduksi putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 50 orang (74,0%) dengan pengetahuan baik terdapat berperilaku kesehatan reproduksi baik dan berperilaku kesehatan reproduksi tidak baik sebanyak 13 orang (26,0%). Sedangkan diantara pengetahuan tidak baik ada 12 dari 35 orang (34,3%) terdapat berperilaku kesehatan reproduksi baik dan berperilaku kesehatan reproduksi tidak baik sebanyak 23 orang (65,7%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,001 maka dapat disimpulkan ada hubungan proporsi hubungan antara

(39)

pengetahuan dengan perilaku kesehatan reoproduksi putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat (ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan reoproduksi putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat).

4.3.2. Hubungan Sikap dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di Kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

Untuk melihat hubungan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dapat dilihat pada Tabel 4.5 :

Tabel 4.5. Hubungan Sikap dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di Kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

No Sikap

Perilaku Kesehatan Repoduksi

Total

P value Baik Tidak Baik

n % n % n %

1 Positif 37 69,8 16 30,2 53 100 0,003

2 Negatif 12 37,5 20 62,5 32 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara sikap dengan perilaku kesehatan reoproduksi putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 53 orang (69,8%) dengan sikap positif terdapat berperilaku kesehatan reproduksi baik dan berperilaku kesehatan reproduksi tidak baik sebanyak 16 orang (30,2%). Sedangkan diantara sikap negatif ada 12 dari 32 orang (37,5%) terdapat berperilaku kesehatan reproduksi baik dan berperilaku kesehatan reproduksi tidak baik sebanyak 20 orang (62,5%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,003 maka

(40)

dapat disimpulkan ada hubungan proporsi hubungan antara sikap dengan perilaku kesehatan reoproduksi putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat (ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku kesehatan reoproduksi putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat).

(41)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di Kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

Hasil penelitian tentang variabel pengetahuan remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dengan berpengetahuan baik terdapat berperilaku kesehatan reproduksi baik dengan persentase sebesar 74,0%. Uji statistik menunjukkan variabel pengetahuan nilai p < 0,05 berhubungan dengan perilaku kesehatan reproduksi. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi pengetahuan remaja putri akan meningkat perilaku kesehatan reproduksi. Pada penelitian ini perlu pelaksanaan penyuluhan kepada remaja putri bahwa perlu berperilaku kesehatan reproduksi.

Pada penelitian ini remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat sebenarnya lebih banyak yang sudah berpengetahuan baik tentang kesehatan reproduksi. Siswa yang berpengetahuan baik mungkin rajin mencari informasi-informasi yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

Hal ini sesuai dengan penelitian Mirna Ayu (2009) menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduksi dengan p-value 0.021. Artinya semakin tinggi pengetahuan remaja putri tentang

(42)

kesehatan reproduksi maka akan semakin tinggi atau meningkat perilaku kesehatan reproduksi.

Penelitian serupa yaitu penelitian Intisari (2013) tentang gambaran pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada siswa di SMA „X” Bantul diperoleh bahwa dari 114 responden 88 responden (77%) memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi baik, 25 responden (22%) memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi cukup dan 1 responden (1%) memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi kurang dan berdasarkan data tersebut sebagian besar remaja di SMA „X” Bantul mempunyai pengetahuan kesehatan reproduksi baik.

Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja diberikan dengan tujuan agar remaja memiliki informasi yang benar mengenai sistem reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Pengetahuan kesehatan reproduksi yang wajib diketahui oleh para remaja adalah: 1) pengenalan mengenai organ dan fungsi reproduksi (system, proses, alat reproduksi, dan aspek tumbuh kembang remaja; 2) mengapa remaja perlu pendewasaan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginan; 3) penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi; 4) bahaya narkoba, miras pada kesehatan reproduksi; 5) pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual; 6) kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya; 7) mengembangkan kemampuan komunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal

(43)

yang bersifat negatif; 8) hak-hak reproduksi (bebas dari penyakit, mendapatkan pelayanan kesehatan).

Menurut peneliti bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh remaja putri cukup mendukung dengan perilaku kesehatan reproduksi, dengan pengetahuan yang dimiliki oleh remaja putrid maka akan menunjang perilaku kesehatan reproduksi, terbukti bahwa remaja putri yang memiliki pengetahuan baik melakukan berperilaku kesehatan reproduksi baik dengan persentase sebesar 74,0%. Berdasarkan hal tersebut remaja putri perlu mendapat penyuluhan atau informasi-informasi mengenai kesehatan reproduksi sehingga berperilaku kesehatan reproduksi remaja putri semakin meningkat.

5.2. Hubungan Sikap dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di Kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat

Hasil penelitian tentang variabel sikap remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat dengan bersikap positif terdapat berperilaku kesehatan reproduksi baik dengan persentase sebesar 69,8%. Uji statistik menunjukkan variabel sikap nilai p < 0,05 berhubungan dengan perilaku kesehatan reproduksi.

Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi sikap remaja putri akan meningkat perilaku kesehatan reproduksi. Pada penelitian ini perlu pelaksanaan penyuluhan kepada remaja putri bahwa perlu bersikap positif terhadap kesehatan reproduksi.

(44)

Remaja yang sudah bersikap positif, harus dipertahankan sikap positif tersebut agar tercermin pada perilaku yang baik. Sedangkan remaja yang negatif perlu di antisipasi, agar masalah ini tidak berdampak pada tindakan yang akan menjerumuskan mereka pada perilaku yang buruk karena akan merusak kesehatannya sendiri. Oleh karena itu remaja perlu disadarkan akan pentingnya menghargai dan bertanggungjawab terhadap kesehantan reproduksi diri sendiri.

Pada penelitian ini remaja putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat sebenarnya lebih banyak yang sudah bersikap positif tentang kesehatan reproduksi. Siswa yang bersikap positif mungkin menanggapi bahwa berperilaku kesehatan reproduksi penting untuk dilaksanakan untuk menjaga kesehatannya.

Hal ini sesuai dengan penelitian Mirna Ayu (2009) menunjukan bahwa ada hubungan antara sikap remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduksi dengan p-value 0.021. Artinya semakin tinggi sikap positif remaja putri tentang kesehatan reproduksi maka akan semakin tinggi atau meningkat perilaku kesehatan reproduksi.

Penelitian serupa oleh Yunita Sari (2012) bahwa tentang hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku kesehatan reproduksi siswa-siswi SMA Swasta “X” di kota Bandung dengan hasil uji chi-square hubungan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi diketahui nilai p value = 0,003, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi.

(45)

Menurut peneliti bahwa sikap yang dimiliki oleh remaja putri cukup mendukung dengan perilaku kesehatan reproduksi, dengan bersikap positif yang dimiliki oleh remaja putri maka akan menunjang perilaku kesehatan reproduksi, terbukti bahwa remaja putri yang memiliki sikap positif melakukan berperilaku kesehatan reproduksi baik dengan persentase sebesar 69,8%. Berdasarkan hal tersebut remaja putri perlu mendapat penyuluhan atau informasi-informasi mengenai kesehatan reproduksi sehingga berperilaku kesehatan reproduksi remaja putri semakin meningkat.

(46)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan reoproduksi putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat).

2. Ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku kesehatan reoproduksi putri di kelas Aliyah Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat).

6.2. Saran

1. Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat untuk meningkatkan sumber informasi tentang kesehatan reproduksi dan berpacaran sehat kepada siswa.

2. Kepada siswa Pondok Pesantren Modern Babussalam Tanjung Pura Langkat untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan berpacaran sehat.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ira Titisari, 2013, Hubungan Pengetahuan Remaja Usia 17-20 Tahun Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Sikap Berpacaran Sehat Di Kelas Iii Smk 2 Pawyatan Dhaha Kediri, Prodi Kebidanan Kediri.

Nasria. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1 Mojogedang [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2002.

Qomariah,dkk. Infeksi Saluran Reproduksi Pada Wanita. Jakarta : BKKBN; 2001. Rabita. Tingkat pengetahuan remaja putri tentang perawatan alat genitalia eksterna.

(skripsi). Medan; 2010.

Manuaba,IBG. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arca; 2002

Departemen Kesehatan RI. Asuhan kesehatan reproduksi pada remaja.Jakarta:Buletin Departemen Kesehatan RI; 2003

.

Bearinger, L. H., Sieving, R. F., Ferguson, J., & Sharma, V. Global perspective on the sexual and reproductive health of adolescent: Patterns, prevention, and potensial. Lancet 2007.

Burgess V, Dziegielewski SF, Green CE. Improving Comfort about Sex Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis Intervention. 2005; 5:379-390.

Calhoun, Acocella. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Terjemahan oleh Satmoko. Semarang: IKIP Semarang.

Dariyo, Agoes. 2004. Perkembangan Remaja. Bogor. PT. Ghalia Indonesia.

Daryanto, Tiffany. 2009. Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Indekost di Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Universitas Negeri Malang.

(48)

Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Eisenberg, M. E., Sieving, R. E., Bearinger, L. H., Swain, C., & Resnick, M. D. Parents‟ communication with adolescents about sexual behavior: A missed opportunity for prevention? J Youth Adolescence 2006.

Erwin J., Skripsiadi. 2005. Pendidikan Dasar Seks untuk Anak. Yogyakarta: Curiosita.

Gunarsa, Singgih. 2004. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock. E. B. 1993. Perkembangan Anak: Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

http://tumplung.blogspot.com/2009/02/sungguh-mencengangkan-dan mengerikan. html di akses tanggal 12 April 2010

http://news.okezone.com/read/2009/12/29/340/289247/340/video-mesum-di-tengah-ladang-goyang-blitar. Diakses 24 Maret 2010

Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Remaja. Bandung. PT. Bandar Maju.

Kirby D, Miller BC. Intervention Designed to Promote Parent-Teen Communication about Sexuality. New Direction for Child and Adolescent Development. 2002; 97.

Marcovitz, H. The gallup youth survey. In Mayor issues and trends teens & sex. Stockton, New Jersey 2007: Mason Crest Publisher.

Martino, S. C., Elliott, M.N., Corona, R., Kanouse, D.E. & Schuster, M.A. Beyond the “big talk‟: The roles of breadth and repetition in parent-adolescent communication about sexual. Pediatrics 2008, 121, 612

Mufidah, Lilik. 2008. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Seks Pranikah Siswa SMKN 2 di Kota Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIN Malang.

Notoadmodjo, S. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. 122

(49)

____________ , 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta, Jakarta. Nuranti Alifah, 2, Hubungan antara Komunikasi Orangtua – Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di SMA Kabupaten Purworejo, Tesis, Program Pascasarjana, FK UGM, Yogyakarta.

Papalia, Diane E, Sally Wendkos & Ruth Duskin F. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan): Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Putri F.A, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seks Pranikah Pada Remaja SMA di Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.

Rachman W.A, 2008, Analisis Ketahanan Keluarga dalam Perilaku Seks Pranikah Remaja (Studi Kasus di Kota Ambon), Dosen FKM Universitas Hasanuddin Makassar, Jurnal Ilmiah Sinergi IPTEKS, LP3M Universitas Islam Makassar. Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Safarino. 1997. Biofeedback in Education Entertainment, http://www. interactionivrea. it/thesis.

Safitri Erlina, 2007, Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Remaja, Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Sarwono, Sarlito. W & Ami Siamsidar. 1986. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks, Jakarta: CV Rajawali.

Sarwono. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Setiawati, Dermawan, 2008. Pendidikan Kesehatan. Trans info Media, Jakarta.

Simanjuntak, B & Pasaribu, L.I. 1986. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito.

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius.

Susanti, Dini. 2002. Kontrol Diri dalam Perilaku Seks Pranikah MahasiswaUIIS Malang, Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIIS Malang.

(50)

Tanjung, A.et'al., 2001, Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan Reproduksi Remaja. (online), (http://www/pkbi.or.id diakses 6 Agustus 2006). Uin, 2013, Hubungan antara Komunikasi Orang Tua-Anak Mengenai Seksualitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah, Tesis, UIN, Malang, http://lib.uin-malang.ac.id /files /thesis/fullchapter/06410008.pdf

Walgito, B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Widayanto, Arif. 2005. Studi Perilaku Seks Pra Nikah pada Siswa SMA Katolik Diponegoro Blitar. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UMM Malang

Wiendijarti I, 2011, Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak dalam Pendidikan Seksual Remaja, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional ‟Veteran‟Yogyakarta, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011

(51)

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN SIKAP DENGAN PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA PUTRI DI KELAS ALIYAH PONDOK PESANTREN

MODERN BABUSSALAM TANJUNG PURA LANGKAT A. Indentitas Responden

1. Nomor : ……….

2. Umur : ……….

3. Jenis Kelamin : ………. B. Pengetahuan Kespro

Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping dimana :

Pernyataan Ya Tidak

1. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.

2. Kesehatan reproduksi adalah keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya.

3. Kesehatan reproduksi adalah mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman

4. Salah satu tanda kematangan alat- alat reproduksi wanita adalah membesarnya payudara.

5. Dampak paling menonjol dari kegiatan seks bebas adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan.

6. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual.

7. Penularan PMS terjadi karena seks pra-nikah, berganti-ganti pasangan atau dengan penjaja seks, serta hubungan seksual berisiko.

(52)

C. SIKAP

NO PERNYATAAN Setuju Tidak

Setuju 1. Pembersih/sabun berbahan daun sirih digunakan

dalam waktu lama, akan menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu .

2. Cara membasuh alat kelamin adalah dari arah belakang ke depan

3. Jika pH vagina berubah menjadi basa maka dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme.

4. Pembalut diganti setelah mandi dalam satu hari pada saat menstruasi.

5. Alat kelamin merupakan salah satu organ tubuh yang sensitif dan memerlukan perawatan khusus

6. Orang tua tidak perlu membicarakan hal kebersihan alat reproduksi kepada anaknya karena anak akan tahu dengan sendirinya.

7. Setelah mengganti pembalut yang sudah penuh dan tidak tembus ke celana dalam tidak usah diganti. 8. Mencukur sebagian dari rambut kemaluan untuk

menghindari kelembaban yang berlebihan di daerah vagina

C. PERILAKU

NO PERNYATAAN Setuju Tidak

Setuju 1. Apakah anda menggunakan produk pembersih wanita

seperti daun sirih.

2. Apakah anda mengeringkan organ genitalia luar dengan menggunakan tissue atau handuk kering setelah buang air kecil atau buang air besar

3. Apakah dalam aktivitas sehari-hari anda menggunakan celana dalam yang ketat

4. Apakah anda menggunakan celana dalam selain bahan dari katun

5. Apakah anda merasakan gatal-gatal atau merah di sekitar vagina

(53)

6. Apakah anda menemukan keputihan di celana dalam setiap hari.

7. Apakah anda menggunakan pembalut tipis (pantiliner) setiap hari.

(54)

MASTER DATA No Pengetahuan PTO T P K Sikap STO T S K 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 1 0 1 0 1 0 1 0 3 1 1 1 0 0 0 1 0 1 4 1 2 0 0 1 0 1 0 1 3 1 0 0 1 1 0 1 1 0 4 1 3 1 1 1 1 1 1 0 6 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 0 4 1 1 1 0 1 0 1 5 1 1 0 1 0 1 0 1 0 4 1 5 1 1 0 1 1 1 0 5 1 0 1 0 1 0 1 0 1 4 1 6 0 0 1 1 1 1 1 5 0 1 1 1 1 1 0 1 0 6 0 7 1 1 0 0 1 0 0 3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 7 0 8 1 0 1 0 1 0 1 4 0 0 1 0 1 0 1 0 1 4 1 9 0 1 0 1 0 1 0 3 1 1 0 1 1 1 0 1 0 5 0 10 1 1 1 1 1 0 1 6 0 1 1 0 0 0 1 0 1 4 1 11 1 0 1 0 0 1 0 3 1 1 1 0 1 0 1 0 0 4 1 12 0 1 0 1 1 1 1 5 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 13 1 0 1 1 1 0 1 5 0 1 1 0 0 0 1 0 0 3 1 14 1 1 0 0 0 1 0 3 1 0 1 0 1 1 1 0 1 5 0 15 0 1 0 1 0 1 0 3 1 1 0 1 1 1 0 1 0 5 0 16 1 1 1 1 1 1 1 7 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 17 1 1 0 0 0 1 0 3 1 1 1 1 0 1 1 1 0 6 0 18 0 1 0 1 1 1 0 4 0 1 0 1 1 1 0 1 1 6 0 19 1 0 1 1 1 0 1 5 0 1 1 1 1 0 1 1 1 7 0 20 1 1 1 1 1 1 1 7 0 1 0 1 1 1 0 1 1 6 0 21 1 1 1 0 1 1 1 6 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 22 1 0 1 1 1 0 1 5 0 1 0 1 1 0 0 1 0 4 1 23 1 1 1 1 0 1 1 6 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 0 24 1 0 1 1 1 0 1 5 0 1 0 1 0 1 0 1 1 5 0 25 1 1 1 1 1 1 1 7 0 1 1 0 1 0 1 0 1 5 0 26 1 0 1 1 1 0 1 5 0 1 0 1 1 1 0 1 1 6 0 27 1 1 0 0 0 1 0 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 28 1 0 1 0 1 0 1 4 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 0 29 1 1 0 1 0 0 0 3 1 1 1 0 0 0 1 0 1 4 1 30 1 0 1 1 1 0 1 5 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 31 1 1 1 1 1 1 1 7 0 1 1 0 1 0 1 0 1 5 0 32 0 0 1 0 1 0 1 3 1 1 0 1 0 1 0 1 0 4 1 33 1 1 0 0 0 1 0 3 1 0 1 0 1 0 1 0 0 3 1 34 1 1 1 1 1 1 1 7 0 1 0 1 1 0 0 0 1 4 1

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat – Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis dan Perancangan Aplikasi Pemesanan Iklan

Untuk mengetahui pengaruh Kompetensi, Kompensasi, Iklim Organisasi dan Penempatan Pegawai secara simultan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Kesehatan

The thing to note about config servers is that no configuration can change while a config server is down—you can’t add mongos servers, you can’t migrate data, you can’t add or

Starting from the left, we have a Consumer bundle (represented using a component icon); it is utilizing Blueprint Container to import services from OSGi Service Registry

Telah dilakukan analisa kandungan amonia pada limbah cair inlet dan outlet dari beberapa industri kelapa sawit, untuk mengetahui sejauhmana efektivitas pengolahan limbah tersebut

Pengembangan Program Parent Support Group (PSG) untuk Meningkatkan Kualitas Cara Pengasuhan Orangtua terhadap Anak dengan Gangguan Autisme di SLB X Kota Bandung Universitas

Berdasarkan hasil simulasi, untuk mendapatkan kondisi pembangkit yang optimum di lokasi tersebut diperlukan fraksi campuran ammonia-air sebesar 87% dengan tekanan

Reica pada tanggal 1 Januari 2011, bergerak dalam bidang jual beli gula pasir merek “My Sugar”.. Reica mengambil uang untuk keperluan pribadi