• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan sejak lahir sampai pada masa peralihan, dari masa kanak-kanak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan sejak lahir sampai pada masa peralihan, dari masa kanak-kanak"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Remaja adalah tahapan kehidupan yang dilalui oleh setiap manusia dalam proses perkembangan sejak lahir sampai pada masa peralihan, dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (BKKBN, 1999). Perkembangan emosi pada masa remaja ditandai dengan sifat emosional yang meledak-ledak dan sulit untuk dikendalikan. Hal ini disebabkan adanya konflik peran yang sedang dialami remaja. Jika seseorang remaja tidak berhasil mengatasi situasi ini, maka remaja akan terperangkap masuk dalam hal negatif, salah satu diantaranya perilaku seks bebas atau penyalahgunaan narkoba (Efendi, 2000).

Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan dimasa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain : minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, seks bebas dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS (Rauf, 2008).

Masa remaja adalah masa transisi dari anak ke dewasa yang pada masa ini individu mengalami perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis.

(2)

Perubahan yang terjadi pada saat remaja diantaranya timbulnya proses perkembangan dan pematangan dari alat serta fungsi reproduksi (Munawaroh, 2001).

Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi penting khususnya bagi remaja, agar remaja mengetahui fungsi-fungsi reproduksi secara benar dan sehat serta bertanggung jawab (Munawaroh, 2001). Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami risiko seks bebas serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya (Yuliadi, 2010).

Remaja Indonesia mencakup 37% dari penduduk, tetapi informasi berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang ditujukan pada mereka dan yang mereka miliki sangat sedikit. Masyarakat masih menganggap tabu segala sesuatu yang berhubungan dengan seks, antara lain pembicaraan, pemberian informasi dan pendidikan seks. Oleh karena itu remaja mencari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya membahasnya dengan teman sebayanya, bisa saja penjelasan yang kurang lengkap dari orang tua, membaca buku-buku tentang seks, atau mengadakan percobaan dengan masturbasi, bercumbu, atau bersanggama (Sarwanto, 2004).

Menurut Masri dalam Yahdilah (2008), direktur BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), hasil survey terakhir di 33 provinsi di Indonesia tahun 2008 menunjukkan adanya peningkatan jumlah remaja yang mengaku berhubungan seks diluar nikah yaitu 63%. Padahal di tahun 2005-2006 di kota-kota besar mulai

(3)

Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Makassar, masih berkisar 47,54%.

Laporan dari jurnal kependudukan dan pembangunan dalam tahun 2005 menunjukkan tentang penelitian terhadap 164 orang terdiri atas 139 subjek laki-laki dan 29 subjek wanita pada siswa-siswi kelas III SMA di kota Surakarta dengan hasil 43,17% subjek laki-laki kadang-kadang melakukan onani, 36% subjek wanita tidak pernah melakukan masturbasi, 41,73% subjek laki-laki melakukan hubungan seks pada usia 15-17 tahun dan 60% subjek wanita pada usia 15 tahun, 42,45% laki-laki melakukan hubungan seks pada usia 18-19 tahun dan 28% subjek wanita. Terdapat 2,88% subjek laki-laki dan 11,5% subjek wanita melakukan hubungan seks pada usia 12-14 tahun. Sebagian besar alasan subjek laki-laki adalah bukti rasa cinta sebanyak 47,73%. Sedangkan 44% subjek wanita melakukanan hubungan seks pertama kali didasari keinginan untuk mencoba (Kasturi, 2005).

Menurut Paniani dalam Syarif (2008) Ketua Jaringan Epidemologi Nasional (JEN), beberapa kalangan remaja sudah masuk dalam sosialisasi kesehatan reproduksi dari BKKBN, tetapi belum menjangkau keseluruhan. Padahal potensi terjadinya seks bebas di kalangan remaja sengat besar. Hal ini diungkapkan dalam Temu Nasional Kesehatan Seksual Remaja di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Menurut Purnawan dalam Yuliadi (2010), ada beberapa faktor yang mendorong remaja melakukan seks bebas yaitu dari faktor internal dan eksternal.

(4)

Faktor internal diantaranya adalah tingkat perkembangan seksual, pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan motivasi. Sedangkan factor eksternal adalah keluarga, pergaulan dan media massa.

SMA Negeri 1 Singkil merupakan sekolah menengah berstandar nasional yang terletak di Nangro Aceh . Letak SMA Negeri 1 Singkil yang strategis dengan pusat kota, sehingga lingkungan pergaulan pada siswa lebih heterogen. Pengetahuan kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1 Singkil didapatkan dari penyuluhan yang dilakukan oleh BKKBN setiap satu tahun sekali. Sekarang penyuluhan tersebut di dapatkan dari pemerintah kota melalui Puskesmas bidang PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) dan frekuensinya maksimal satu tahun sekali. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya sikap mendukung terhadap seks bebas. Bertolak dari permasalahan di atas perlu dilakukan penelitian yang mengarah pada pengkajian lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang ”Hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja di SMA Negeri 1 Singkil”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja di SMA Negeri 1 Singkil.

(5)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja di SMA Negeri 1 Singkil.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk melihat hubungan lingkungan pergaulan dengan sikap seks bebas pada remaja di SMA Negeri 1 Singkil

2. Untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja di SMA Negeri 1 Singkil

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Sekolah SMA Negeri 1 Singkil

Sebagai bahan masukan bagi sekolah bahwa lingkungan pergaulan dan kesehatan reproduksi bagi remaja sangatlah penting. Sehingga diperlukan upaya preventif kepada remaja agar sikap mendukung seks bebas tidak terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan hasil penelitian pada sekolah, dan memberikan masukan untuk menambahakan materi kesehatan reproduksi pada kurikulum sekolah

(6)

2. Bagi orang tua siswa

Untuk meningkatkan pengetahuan tentang lingkungan pergaulan dan kesehatan reproduksi sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku yang lebih bertanggung jawab

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan untuk memperkokoh teori atau ilmu pengetahuan tentang hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja

Menurut definisi yang dirumuskan WHO, remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan saat individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri (Fatimah, 2006).

Menurut ciri perkembangannya masa remaja dibagi tiga tahap yaitu masa remaja awal 10-12 tahun, masa remaja tengah 13-15 tahun dan masa remaja akhir 16-19 tahun. Ciri-ciri perkembangan remaja perlu dipahami, agar penanganan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya dapat dilakukan lebih baik (Depkes RI, 2001).

Ciri khas remaja awal lebih dekat dengan teman sebayanya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak. Ciri khas tahap remaja tengah, yaitu mencari identitas diri, timbul keinginan berkencan mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks. Ciri khas taraf akhir, yaitu pengungkapan kebebasan diri, lebih sensitif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berfikir abstrak (Depkes RI, 2001).

(8)

Perubahan psikis yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan keinginan untuk menyendiri, keengganan untuk bekerja, merasa bosan, kegelisahan yang menguasai diri, emosional, kurang percaya diri, mengkhayal dan berfantasi, mengalami rasa malu yang berlebihan, keinginan untuk mencoba hal yang belum diketahui, keinginan untuk menjelajah dan suka akan aktivitas kelompok (Fatimah, 2006).

Perubahan kelamin primer dimulai dengan berfungsinya organ-organ genetalia yang ada. Perubahan ini terjadi pada laki-laki ditandai dengan mulai keluarnya mani (sperma) saat mimpi basah. Sedangkan pada wanita ditandai dengan

menarche atau haid pertama kali (Soetjiningsih, 2004) Perubahan organ kelamin

sekunder pada laki-laki ditandai dengan perubahan suara, bidang bahu melebar sering mimpi basah, tumbuh rambut pada organ tertentu (dada dan sekitar kemaluan), perubahan penis jika ada rangsangan (Soetjiningsih, 2004).

Perubahan organ sekunder pada wanita antara lain suara lebih bagus, kulit muka dan badan halus, bidang bahu mengecil, bidang pinggul melebar, payudara membesar, tumbuh rambut di sekitar ketiak dan kemaluan, alat kelamin membesar dan mulai berfungsi (Soetjiningsih, 2004). Berbagai perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan kadar gonadotropin yatau Folikel stimulating hormon (FSH) dan

Leuteanezing hormone (LH) yang akan mematangkan sel leidig dan mengeluarkan

(9)

pubertas pada anak laki-laki kadar hormon testosteron meingkat melebihi 20 ng/dl, yang sebelumnya selama anak-anak lebih kecil dari 10 ng/dl (Soetjiningsih, 2004).

2.2. Lingkungan Pergaulan

2.2.1. Pengertian Lingkungan Pergaulan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita dan mempengaruhi perkembangan manusia, seperti : iklim, alam sekitar, situasi ekonomi, perumahan, makanan, pakaian, manusia lain dan lain-lain.

Menurut Zoer’aini (2003), lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme, Ngalim (2004), menyatakan lingkungan sosial adalah semua orang/manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial tersebut ada yang kita terima secara langsung dan tidak langsung. Pergaulan adalah kontak langsung antara satu individu dengan individu lain (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001).

Lingkungan pergaulan adalah tempat berkembanganya perilaku terhadap kebiasaan yang ada di lingkungan. Lingkungan pergaulan yang kurang baik akan berpengaruh pada perkembangan jiwa seseorang. Hal-hal yang tidak baik yang diterimanya dalam interaksi menjadi hal yang biasa baginya. Lingkungan dan pergaulan yang tidak baik dapat mempengaruhi seseorang untuk melanggar norma-norma yang ada di dalam masyarakat (Yunita,2009).

(10)

2.2.2. Macam-macam Lingkungan Pergaulan

Masa remaja memang masa yang penuh dengan bergaul. Remaja biasanya lebih suka dengan pergaulan yang bebas dengan teman sebaya, karena teman sebaya dapat dijadikan teman akrab dan teman curhat (curahan hati). Walaupun orang tua dapat dijadikan teman untuk bicara, tetapi remaja lebih suka bercerita dan bergaul dengan teman-temannya, sehingga para remaja harus lebih berhati-hati dalam memilih teman (Putera, 2008).

Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (2001) pergaulan dapat dibedakan dalam berbagai dasar :

1. Menurut siapa yang terlibat dalam pergaulan itu, maka pergaulan dapat dibedakan menjadi :

a. Pergaulan anak dengan anak

b. Pergaulan anak dengan orang dewasa

c. Pergaulan orang dewasa dengan orang dewasa

2. Dipandang dari bidangnya, maka pergaulan dapat dibedakan a. Pergaulan yang bersifat ekonomis

b. Pergaulan yang bersifat seni

c. Pergaulan yang bersifat paedagogis

3. Ditinjau dari pergaulan itu, dapat digunakan rentangan-rentangan untuk membedakan meliputi :

(11)

a. Pergaulan ekonomis dan tidak ekonomis b. Pergaulan seni dan bukan seni

c. Pergaulan paedagogis dan tidak paedagogis 2.2.3. Aspek Lingkungan Pergaulan Remaja

Aspek lingkungan pergaulan remaja menurut Hadi (2005) yaitu meliputi : 1. Lingkungan keluarga

Dalam keadaan normal, maka lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya, saudaranya, atau mungkin kerabat dekat yang tinggal serumah. Lingkungan keluarga merupakan miniatur dari masyarakat dan kehidupannya, sehingga pola keluarga akan member pandangan anak terhadap hidup di masyarakat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam lingkungan keluarga adalah status sosial ekonomi, suasana keluarga, pola asuh orang tua dan dukungan keluarga (Hadi, 2005).

2. Lingkungan sekolah

Sekolah merupakan tempat dimana anak melakukan kegiatan belajar secara terarah dan terprogram dengan baik. Pergaulan sekolah berarti segala kegiatan antara guru dengan siswa yang meliputi : kegiatan pembelajaran, interaksi sosial, serta komunikasi sosial antara warga sekolah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pergaulan sekolah adalah lingkungan dimana guru dan siswa melakukan aktivitas belajar mengajar serta interaksi sosial dan komunikasi personal antar warga sekolah (Hadi, 2005).

(12)

3. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang berada di sekitar individu yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan remaja. Remaja yang tinggal bersama orang tua maupun di Kos-kosan tidak lepas dari interaksi dengan lingkungan masyarakat.

Lingkungan masyarakat yang mempengaruhi remaja : a. Pola kehidupan masyarakat

b. Teman bergaul

c. Media massa (Hadi,2005).

2.3. Pengetahuan 2.3.1. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

(13)

Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.

2.3.2. Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan

c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan

2.3.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

(14)

telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

(15)

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek

2.4. Kesehatan Reproduksi 2.4.1. Pengertian

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Fatimah, 2006). 2.4.2. Alat Reproduksi

1. Alat reproduksi wanita

Alat reproduksi wanita terdiri dari bagian luar (dapat dilihat karena di permukaan tubuh) dan bagian dalam (tidak terlihat karena di dalam panggul). Alat reproduksi wanita bagian luar terdiri dari :

a. Bibir kemaluan/labia mayora b. Bibir dalam kemaluan/labia minora c. Kelentit/clitoris dan

d. Vulva.

Sedangkan alat reproduksi wanita bagian dalam terdiri atas a. Vagina

(16)

b. Leher rahim/cervik c. Rahim/uterus

d. Saluran telur/tuba falopii

e. Dua buah indung telur/ ovarium. 2. Alat reproduksi laki-laki

Sedangkan alat reproduksi laki-laki terdiri dari penis dan kantung zakar, urethtra, kelenjar prostat dan saluran vas deference (Depkes RI dan WHO, 2003).

2.4.3. Fisiologi Alat Reproduksi.

Fungsi alat reproduksi menurut Manuaba (2009): 1. Alat reproduksi wanita

a. Labia mayora

Labiya mayora berbentuk lonjong menjurus ke bawah dan bersatu di bagian bawah. Fungsi labia mayora untuk menutupi lubang vagina.

b. Labia minora

Labia minora merupakan lipatan kecil di bagian dalam labia mayora. Labia ini analog dari kulit skrotum pria.

c. Klitoris

Merupakan bagain yang erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan sangat sensitif.

(17)

d. Himen (Selaput dara)

Merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina. Pada umumnya himen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi. Pada hubungan seks pertama himen akan robek dan mengeluarkan darah. e. Vagina

Merupakan saluran yang menghubungkan rahim dengan dunia luar. f. Rahim

Bentuk rahim seperti buah pir dengan berat sekitar 30 gram. Rahim merupakan tempat berkembangnya janin.

g. Tuba fallopii

Merupakan saluran lurus, yang ujungnya berbentuk seperti rumbai-rumbai. Disini tempat terjadinya pembuahan sperma dan ovum.

h. Ovarium

Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai dampak pengatur proses menstruasi. Ovarium mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan. Pada saat telur dikeluarkan wanita mengalami masa subur.

2. Alat reproduksi laki-laki a. Penis

Penis merupakan jaringan erektil yang berfungsi untuk deposit sperma dalam hubungan seksual sehingga dapat ditampung dalam liang senggama.

(18)

b. Testis

Testis disebut juga buah zakar. Testis berada di luar yang dibungkus dengan skrotum yang longgar. Testis merupakan alat penting yang untuk membentuk hormon pria yaitu testosteron dan membentuk spermatozoa. Spermatozoa yang telah dibentuk disimpan pada saluran testis. Spermatozoa tidak tahan panas dan tidak tahan suhu dingan. Kulit skrotum yang lingggar berguna untuk mengatur suhu sehingga panasnya relatif tetap.

c. Epididimis

Epididimis merupakan saluran dengan panjang 45-50 cm, tempat bertumbuh dan berkembangnya spermatozoa, sehingga siap untuk melakukan pembuahan d. Kelenjar prostat

Kelenjar prostat merupakan pembentuk cairan yang akan bersama-sama keluar saat ejakulasi dalam hubungan seksual.

e. Vas deferens

Vas deferens merupakan kelanjutan dari saluran epididimis yang dapat diraba dari luar.

2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

Menurut Harahap (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi adalah :

(19)

1. Faktor sosial ekonomi

Kemiskinan, tingkat pengetahuan yang rendah, ketidaktahuan tentang kesehatan reproduksi dan lokasi tempat tinggal yang terpencil.

2. Faktor budaya dan lingkungan

Informasi tentang kesehatan reproduksi yang diperoleh. 3. Faktor Psikologis

Remaja dengan kondisi Broken home (keretakan pada orang tua, depresi karena ketidak seimbangan hormon dan lain-lain).

4. Faktor Biologis

Cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit seksual, dan lain- lain.

2.4.5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada remaja menurut Depkes dan WHO (2003) antara lain :

1. Selaput dara/ hymen

2. Tanda-tanda kematangan alat- alat reproduksi wanita. Seperti membesarnya payudara, tekstur kulit yang halus, dan bentuk tubuh menjadi indah

3. Haid/ menstruasi hal-hal lain yang perlu diperhatikan saat haid. Seperti haid pertama (menarche), lamanya menstruasi, siklus menstruasi, keluhan menstruasi dan jumlah darah yang dikeluarkan

(20)

Ereksi merupakan membesarnya ukuran penis karena vaskularisasi daerah penis yang disebabkan adanya rangsangan

5. Onani

Onani adalah aktivitas menyentuh/ meraba bagian tubuh dengan tujuan untuk merangsang secara seksual dirinya sendiri (Manuaba, 2009)

6. Mimpi basah

Mimpi basah (emisi noktural) adalah pengeluaran cairan semen pada laki-laki saat tidur. Mimpi basah biasa dialami oleh remaja laki-laki, sekaligus menandakan bahwa telah memasuki masa pubertas (Manuaba, 2009).

7. Bahaya kehamilan di luar nikah

Dampak paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja (Syarif, 2008).

8. Penyakit menular seksual (PMS)

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual. Penularan tersebut dapat terjadi pada perilaku seks bebas (seks pra-nikah, berganti-ganti pasangan atau dengan penjaja seks, serta hubungan seksual berisiko). Jenis PMS diantaranya adalah gonorrhea, sifilis (raja singa), herpes

genetalis, trikomoniasis vaginalis, klamidia, dan sebagainya. Adapun cara

pencegahannya adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, bagi remaja yang sudah menikah harus saling setia. Wanita perlu

(21)

diketahui bahwa risiko tertular PMS lebih besar dari laki- laki, sebab bentuk alat reproduksinya lebih rentan (Depkes RI dan WHO, 2003).

Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja sebagai dasar penentuan sikap dan perilaku kesehatan reproduksi yang positif. Pengetahuan yang tepat, benar dan terarah akan membantu siswa memiliki sikap dan perilaku positif (Rauf, 2008).

2.5. Sikap

2.5.1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

2.5.2. Tingkatan Sikap 1. Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua.

(22)

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005).

2.5.3. Komponen Pokok Sikap

Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (Affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2005).

2.5.4. Interaksi Komponen-Komponen Sikap

Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapan dengan satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan sikap yang beragam. Dan apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive,

affective, conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi

(23)

sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain, yaitu dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi antara komponen-komponen sikap pada diri seseorang. 2.5.5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, sebagaimana yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:

1. Pengalaman pribadi

Hal-hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang memberik kesan kuat merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar, 2005).

2. Pengaruh lingkungan sosial

Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang yang berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk bergabung dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting (Azwar, 2005). 3. Pengaruh kebudayaan

Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar (Azwar, 2005).

(24)

4. Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang disampaikan memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar, 2005). Media audiovisual secara psikis dapat menggelorakan dorongan seksual (Sakti dan Kusuma, 2006).

5. Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama

Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar, 2005).

6. Jenis kelamin

Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi dan hormonal berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh. Kadar hormon testosteron laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi wanita lebih sensitif terhadap hormon testosteron (Sakti dan Kusuma, 2006).

7. Pengetahuan

Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003).

(25)

2.5.6. Ciri-ciri Sikap

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari.

2. Sikap dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek.

4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan suatu hal.

5. Sikap mempunyai segi-Segi motivasi dan segi-segi perasaan (Azwar, 2005). 2.5.7. Sifat Sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005). 1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan obyek tertentu.

2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

2.5.8. Cara Pengukuran Sikap.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).

(26)

2.6. Seks Bebas 2.6.1. Pengertian

Seks Bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki dan wanita tanpa adanya ikatan pernikahan (Sundari, 2008). Menurut Wijayanto dalam Alfiyatun (2005), fenomena pergaulan bebas, khususnya yang berkaitan dengan istilah

premarrietal intercouse (hubungan seks pranikah) pada lazimnya merupakan sesuatu

yang sudah sangat lazim, terjadi ditengah-tengah konstruksi masyarakat Indonesia. Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius (Rauf, 2008).

Menurut Dian dalam Rauf (2008), di Jakarta dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980-an, menjadi 20 % pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9%.

Dari sisi kesehatan, seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan

(27)

untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks bebas juga dapat meningkatkan risiko kanker mulut rahim.

Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat (Rauf, 2008).

2.6.2. Pengaruh Buruk Akibat Terjadinya Seks Bebas Bagi Remaja 1. Bagi remaja

a. Remaja pria menjadi tidak perjaka dan remaja wanita menjadi tidak perawan. b. Menambah risiko tertularnya penyakit menular seksual.

c. Remaja putri terancam kehamilan yang tidak diinginkan, pengguguran kandungan yang tidak aman, infeksi organ reproduksi, anemia, kemandulan dan kematian karena perdarahan atau keracunan kehamilan.

d. Trauma kejiwaan (depresi, rendah diri, rasa berdosa, hilang harapan masa depan).

e. Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan kesempatan kerja.

f. Melahirkan bayi yang tidak sehat. 2. Bagi keluarga

a. Menimbulkan aib keluarga.

(28)

c. Pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan akibat tekanan masyarakat di lingkungannya (ejekan).

3. Bagi masyarakat

a. Meningkatkan remaja putus sekolah sehingga kualitas masyarakat menurun. b. Meningkatkan angka kematian ibu dan bayi.

c. Menambah beban ekonomi masyarakat, sehingga derajat kesejahteraan masyarakat menurun (Depkes RI , 2001).

Menurut para ahli, hubungan seksual yang pertama dialami remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu waktu atau saat mengalami pubertas, control sosial yang kurang tepat, frekuensi pertemuan dengan pacar, hubungan antar mereka makin romantis, kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak memasuki masa remaja dengan baik, kurangnya kontrol dari orang tua, status ekonomi, korban pelecehan seksual dan tekanan dari teman sebaya. Penggunaan obat-obat terlarang, dan alkohol, kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batas yang boleh dan yang tidak boleh, adanya kebutuhan badaniah, adanya keinginan menunjukkan rasa cinta pada pacarnya, penerimaan aktivitas seksual pacarnya, sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisik, terjadi peningkatan kadar hormon reproduksi/ seksual (Soetjinigsih, 2004).

(29)

2.7. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

2.8. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan lingkungan pergaulan dengan sikap seks bebas pada remaja di SMA Negeri 1 Singkil

2. Ada hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja di SMA Negeri 1 Singkil

Sikap Seks Bebas

Tingkat Pengetahuan Lingkungan Pergaulan

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik, penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan

cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan lingkungan

pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja di SMA Negeri 1 Singkil.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Singkil. Alasan memilih lokasi ini karena siswa/siswi SMA Negeri 1 Singkil ada yang melakukan seks bebas.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni sampai Juli 2015 yaitu mulai melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisis data dan penyusunan laporan akhir.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMA Negeri 1 Singkil kelas XI yang berjumlah 106 orang.

(31)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai sampel berjumlah 106 orang (total sampling).

3.3.3. Kriteria Sampel a. Kriteria Inklusi

1. Responden yang pernah pacaran atau sedang pacaran saat ini 2. Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

1. Responden yang belum pernah pacaran atau tidak sedang pacaran saat ini 2. Tidak bersedia menjadi responden

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

a. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari SMA Negeri 1 Singkil.

(32)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independent

1. Lingkungan pergaulan adalah kondisi di luar individu yang dapat mempengaruhi sampel. Seperti kondisi keluarga, suasana keluarga, pola asuh, suasana sekolah, media, kondisi lingkungan masyarakat dan teman sebaya

Kategori Lingkungan Pergaulan : 0. Baik 1. Tidak Baik

Pengukuran variabel lingkungan pergaulan disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 2 ) dan ”tidak (bobot nilai 1)” dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu 9-16 1. Tidak baik, jika responden memperoleh skor ≤ 50% yaitu 0-8

2. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah tingkatan kemampuan kognitif sampel memahami tentang kesehatan reproduksi. Seperti, pertumbuhan dan perkembangan, anatomi dan fisiologi alat reproduksi, kehamilan, pengetahuan seksual dan penyakit menular seksual.

Kategori Tingkat Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk

Pengukuran variabel tingkat pengetahuan disusun 3 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 2 )” dan ”tidak (bobot nilai 1)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

(33)

0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 3 1. Buruk, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-2 3.5.2. Variabel Dependent

1. Sikap seks bebas adalah sikap seks bebas yang di tunjukkan pada remaja. Seperti, sikap terhadap konsep berpacaran, sikap terhadap seksual, sikap terhadap seks bebas

Kategori Sikap seks bebas :

0. Positif : jika responden tidak setuju melakukan hubungan seks bebas 1. Negatif : jika responden setuju melakukan hubungan seks bebas

3.6. Metode Pengukuran

Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Cara dan

Alat Ukur

Skala Ukur

Hasil Ukur Variabel Bebas

1. Lingkungan Pergaulan Wawancara (kuesioner)

Ordinal 0. Baik 1. Tidak baik 2. Tingkat Pengetahuan Wawancara

(kuesioner)

Ordinal 0. Baik 1. Buruk Variabel Terikat

Sikap seks bebas Wawancara (kuesioner)

Ordinal 0. Positif 1. Negatif

3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat

Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran

(34)

variabel independen lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan) dan variabel dependen yaitu perilaku sikap seks bebas.

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja di SMA Negeri 1 Singkil dengan menggunakan statistik uji

(35)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMA Negeri 1 Singkil terletak di Jl. Kutilang Propinsi Nangro Aceh Selatan dan berdiri pada tahun 1982.

Saat ini SMA Negeri 1 Singkil adalah Akredisi A dan memiliki ruang laboratorium yang lengkap dan fasilitas yang memadai. Luas areal seluruhnya 4.119 m2 dan luas bangunan 892 m2.

Visi dan Misi sekolah/yayasan SMA Negeri 1 Singkil adalah sebagai berikut : a. Visi

Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendidik para siswa untuk menghasilkan sumber daya manusia yang terampil serta menguasai ilmu pengetahuan menuju era globalisasi.

b. Misi

Mewuzudkan siswa yang menguasai ilmu pengetahuan dan berbudi luhur sesuai dengan iman dan taqwa selaku umat beragama ditengah tengah masyarakat.

4.2. Analisis Univariat

Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: lingkungan pergaulan, tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap seks bebas.

(36)

4.2.1. Lingkungan Pergaulan

Untuk melihat lingkungan pergaulan pada siswa SMA Negeri 1 Singkil dapat dilihat pada Tabel 4.1 :

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Lingkungan Pergaulan pada Siswa SMA Negeri 1 Singkil

No Lingkungan Pergaulan f %

1 Baik 62 58,5

2 Tidak Baik 44 41,5

Jumlah 106 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa lingkungan pergaulan mayoritas mendukung sebanyak 62 orang (58,5%) dan minoritas tidak mendukung sebanyak 44 orang (41,5%).

4.2.2. Tingkat Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi

Untuk melihat tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi SMA Negeri 1 Singkil dapat dilihat pada Tabel 4.2 :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA Negeri 1 Singkil

No Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi f %

1 Baik 42 39,6

2 Buruk 64 60,4

Jumlah 106 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi siswa mayoritas dengan buruk sebanyak 64 orang (60,4%) dan minoritas baik sebanyak 42 orang (39,6%).

(37)

4.2.3. Sikap Seks Bebas

Untuk melihat sikap seks bebas pada siswa SMA Negeri 1 Singkil dapat dilihat pada Tabel 4.3 :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Sikap Seks Bebas pada Siswa SMA Negeri 1 Singkil

No Sikap Seks Bebas f %

1 Positif 70 66,0

2 Negatif 36 34,0

Jumlah 106 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap seks bebas pada siswa SMA Negeri 1 Singkil mayoritas bersikap positif sebanyak 70 orang (66,0%) dan minoritas bersikap negatif sebanyak 36 orang (34,0%).

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas SMA Negeri 1 Singkil.

Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas SMA Negeri 1 Singkil dapat dilihat pada Tabel 4.4 :

(38)

Tabel 4.4. Hubungan Lingkungan Pergaulan dan Tingkat Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas di SMA Negeri 1 Singkil

No Variabel

Sikap Seks Bebas

Total P value Positif Negatif n % n % n % 1 Lingkungan Baik 60 96,8 2 3,2 62 100 0,000 Tidak Baik 10 22,7 34 77,3 44 100 2 Pengetahuan Baik 39 92,9 3 7,1 42 100 0,000 Buruk 31 48,4 33 51,6 64 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hasil analisis bivariat antara variabel lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas SMA Negeri 1 Singkil adalah sebagai berikut :

a. Hasil analisis hubungan antara lingkungan pergaulan dengan sikap seks bebas diperoleh bahwa ada sebanyak 60 dari 62 orang (96,8%) dengan lingkungan pergaulan baik terdapat bersikap positif seks bebas. Sedangkan diantara lingkungan tidak baik ada 10 dari 44 orang (22,7%) terdapat bersikap negative terhadap seks bebas. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan proporsi sikap seks bebas antara lingkungan pergaulan baik dengan lingkungan pergaulan tidak baik (ada hubungan yang signifikan antara lingkungan pergaulan dengan sikap seks bebas SMA Negeri 1 Singkil).

b. Hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan seks bebas siswa SMA Negeri 1 Singkil diperoleh bahwa ada sebanyak 39 dari 42 orang (92,9%) dengan pengetahuan baik terdapat bersikap positif terhadap

(39)

sekes bebas. Sedangkan diantara tingkat pengetahuan buruk ada 31 dari 64 orang (48,4%) terdapat bersikap negative terhadap seks bebas. Hasil uji statistik chi

square menunjukkan bahwa nilai p < 0,000 maka dapat disimpulkan ada

hubungan proporsi sikap seks bebas antara tingkat pengetahuan baik dengan tingkat pengetahuan buruk (ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan sikap seks bebas siswa SMA Negeri 1 Singkil).

(40)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Lingkungan Pergaulan dengan Sikap Seks Bebas di SMA Negeri 1 Singkil

Hasil penelitian tentang variabel kontrol diri ditemukan siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya dengan kontrol diri baik berperilaku baik seks pranikah sebesar 96,8%. Uji statistik menunjukkan variabel kontrol diri berhubungan dengan perilaku seks pranikah siswa SMA SMA Negeri 2 Ketanjo Raya. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik kontrol diri anak maka akan meningkat perilaku baik seks pranikah siswa.

Pada penelitian ini kontrol diri siswa masih kurang dapat kita lihat dari 106 siswa dengan kontrol diri tidak baik sebesar 41,5%. Keadaan ini menunjukkan bahwa siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya lebih meningkatkan kontrol diri terhadap hal-hal negatif yang berhubungan dengan perilaku seks pranikah. Kontrol diri pada siswa adalah harus mampu menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.

Menurut Messina (2003) menyatakan bahwa kontrol diri adalah seperangkat tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan mengubah diri pribadi, keberhasilan menangkal pengrusakan diri (self-destruction), perasaan mampu pada diri sendiri, perasaan mandiri (autonomy) atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasaan dan pikiran rasional,

(41)

serta seperangkat tingkah laku yang berfokus pada tanggung jawab atas diri pribadi. Sedangkan Papalia (2004), menyatakan self control adalah kemampuan individu untuk menahan dorongan-dorongan dan kemampuan individu untuk mengendalikan tingkah lakunya pada saat tidak adanya kontrol dari lingkungan.

Menurut Safarino (1997) mengemukakan bahwa kontrol diri diperlukan untuk mengatur perilaku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan pada saat seseorang berhadapan dengan stimulus-stimulus. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kontrol diri merupakan salah satu faktor dari dalam diri manusia yang sangat penting sehingga dapat terhindar dari perilaku seksual pranikah di kalangan remaja. Kontrol diri yang tinggi sangat dibutuhkan sehingga seorang individu tidak gampang terpengaruh oleh stimulus yang bersifat negatif (Walgito, 2002).

Dalam konsep kontrol diri pada remaja selalu diikuti dengan perilaku yang dikendalikan rasa bersalah, sebab dalam diri seseorang yang mempunyai moral yang matang selalu ada rasa bersalah dan malu. Namun, rasa bersalah berperan lebih penting dari pada rasa malu dalam mengendalikan perlaku apabila pengendalian lahiriah tidak ada. Hanya sedikit remaja yang mampu mencapai tahap perkembangan moral yang demikian sehingga remaja tidak dapat disebut secara tepat orang yang ”matang secara moral” (Susanti, 2002).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Iga Serpianing Aroma (2010) mengenai ” Tingkat Kontrol Diri dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan

(42)

Remaja” di SMK X Kediri yang berjumlah 265 orang oleh Iga Serpianing Aroma (2010), menyebutkan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Semakin tinggi tingkat kontrol diri maka semakin rendah pula kecenderungan perilaku kenakalan remaja, sebaliknya semakin rendah tingkat kontrol diri maka semakin tinggi kecenderungan perilaku kenakalan remajanya. Perilaku kenakalan remaja yang menyimpang terhadap norma antara lain seks pranikah dikalangan remaja dan aborsi oleh remaja wanita dan lain sebagainya.

Penelitian lain mengenai kontrol diri yang dilakukan oleh Dini Susanti, mahasiswa psikologi UIIS Malang tahun 2002, yang memaparkan bahwa dari keseluruhan responden sudah cukup mampu mengontrol diri mereka agar tidak terjerumus pada seks pranikah namun sayangnya mayoritas dari mereka menggunakan cara yang kurang tepat, negatif, tidak sehat dan tidak terarah. Dari mereka hanya 50% yang mampu mengontrol diri terhadap perilaku seks pranikah dengan jalan yang positif, dan 50% dari mereka yang mengatakan bahwa hubungan seks pranikah adalah suatu hal yang wajar dan mereka tidak mampu mengontrol diri untuk melakukan seks pranikah karena mereka didukung oleh pergaulan (Susanti, 2002).

(43)

5.2. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas di SMA Negeri 1 Singkil.

Hasil penelitian tentang variabel gaya hidup ditemukan siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya dengan gaya hidup tidak berisiko berperilaku baik seks pranikah sebesar 92,9%. Uji statistik menunjukkan variabel gaya hidup berhubungan dengan perilaku seks pranikah siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tidak berisiko gaya hidup remaja maka akan meningkat perilaku baik seks pranikah siswa.

Pada penelitian ini gaya hidup siswa masih kurang dapat kita lihat dari 106 siswa dengan gaya hidup berisiko sebesar 60,4%. Keadaan ini menunjukkan bahwa siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya kurang bergaya hidup tidak berisiko terhadap hal-hal negatif yang berhubungan dengan perilaku seks pranikah. Gaya hidup pada siswa adalah harus mampu menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.

Menurut Kotler (2002) dalam Simamora (2009) gaya hiusp adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Gaya hidup remaja pada era globalisasi banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Pengaruh teknologi terutama media masa memberikan kontribusi pada perubahan gaya hidup remaja. Remaja yang memiliki aktivitas dan hobi dalam memanfaatkan media visual seperti menonton video dan film pornografi bisa saja

(44)

tanpa mereka sadari akan mempengaruhi pengetahuan serta sikap dalam bertindak kearah gaya hidup yang berisiko melakukan perilaku seksual pranikah.

Hal ini sesuai dengan penelitian Fadila (2012) bahwa proporsi gaya hidup berisiko terjadinya perilaku seksual pranikah pada remaja yaitu menonton video porno sebesar 76,2%, terpengaruh dengan bacaan atau tontonan porno sehingga memiliki keinginan untuk mencoba melakukan hubungan seksual sebesar 15,3% dan melakukan perilaku seksual pranikah karena pengaruh dari bacaan atau tontonanan porno sebesar 7,7%. Dan gaya hidup tidak berisiko terjadinya perilaku seksual pranikah yaitu penampilan fisik sebesar 75,5%, pemakaian alat-alat kosmetik sebesar 75,5%, penampilan stylish sebesar 55,9%, senang bersosialisasi sebesar 95,4%, dan mengikuti gaya hidup teman-teman sebesar 16,1%.

(45)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Ada hubungan lingkungan pergaulan dengan sikap seks bebas di SMA Negeri 1 Singkil.

2. Ada hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas di SMA Negeri 1 Singkil.

6.2. Saran

1. Kepada siswa SMA Negeri 1 Singkil untuk meningkatkan kontrol diri dan menjauhi lingkungan pergaulan yang berisiko terhadap seks bebas.

2. Kepada siswa SMA Negeri 1 Singkil untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehingga menurunkan resiko sikap seks bebas.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abm, “30% Mahasiswi Tak Perawan”, Radar Malang, 8 Desember 2009.

Aspy, Cheryl B; Vesely, Sara K; Oman, Roy F; Rodine, Sharon; Marshall, Ladonna; McLeroy, Ken. 2007. Parental Communication and Youth Sexual Behaviour. Journal of Adolescence.

Bearinger, L. H., Sieving, R. F., Ferguson, J., & Sharma, V. Global perspective on the sexual and reproductive health of adolescent: Patterns, prevention, and potensial. Lancet 2007.

Burgess V, Dziegielewski SF, Green CE. Improving Comfort about Sex Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis Intervention. 2005; 5:379-390.

Calhoun, Acocella. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Terjemahan oleh Satmoko. Semarang: IKIP Semarang.

Dariyo, Agoes. 2004. Perkembangan Remaja. Bogor. PT. Ghalia Indonesia.

Daryanto, Tiffany. 2009. Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Indekost di Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Universitas Negeri Malang.

Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Eisenberg, M. E., Sieving, R. E., Bearinger, L. H., Swain, C., & Resnick, M. D. Parents’ communication with adolescents about sexual behavior: A missed opportunity for prevention? J Youth Adolescence 2006.

Erwin J., Skripsiadi. 2005. Pendidikan Dasar Seks untuk Anak. Yogyakarta: Curiosita.

Gunarsa, Singgih. 2004. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

(47)

Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock. E. B. 1993. Perkembangan Anak: Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

http://tumplung.blogspot.com/2009/02/sungguh-mencengangkan-dan mengerikan. html di akses tanggal 12 April 2010

http://news.okezone.com/read/2009/12/29/340/289247/340/video-mesum-di-tengah-ladang-goyang-blitar. Diakses 24 Maret 2010

Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Remaja. Bandung. PT. Bandar Maju.

Kirby D, Miller BC. Intervention Designed to Promote Parent-Teen Communication about Sexuality. New Direction for Child and Adolescent Development. 2002; 97.

Marcovitz, H. The gallup youth survey. In Mayor issues and trends teens & sex. Stockton, New Jersey 2007: Mason Crest Publisher.

Martino, S. C., Elliott, M.N., Corona, R., Kanouse, D.E. & Schuster, M.A. Beyond the “big talk’: The roles of breadth and repetition in parent-adolescent communication about sexual. Pediatrics 2008, 121, 612

Mufidah, Lilik. 2008. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Seks Pranikah Siswa SMKN 2 di Kota Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIN Malang.

Notoadmodjo, S. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. ____________ , 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta, Jakarta. Nuranti Alifah, 2, Hubungan antara Komunikasi Orangtua – Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di SMA Kabupaten Purworejo, Tesis, Program Pascasarjana, FK UGM, Yogyakarta.

Papalia, Diane E, Sally Wendkos & Ruth Duskin F. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan): Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Putri F.A, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seks Pranikah Pada Remaja SMA di Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.

(48)

Rachman W.A, 2008, Analisis Ketahanan Keluarga dalam Perilaku Seks Pranikah Remaja (Studi Kasus di Kota Ambon), Dosen FKM Universitas Hasanuddin Makassar, Jurnal Ilmiah Sinergi IPTEKS, LP3M Universitas Islam Makassar. Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Safarino. 1997. Biofeedback in Education Entertainment, http://www. interactionivrea. it/thesis.

Safitri Erlina, 2007, Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Remaja, Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Sarwono, Sarlito. W & Ami Siamsidar. 1986. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks, Jakarta: CV Rajawali.

Sarwono. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Setiawati, Dermawan, 2008. Pendidikan Kesehatan. Trans info Media, Jakarta.

Simanjuntak, B & Pasaribu, L.I. 1986. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito.

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius.

Susanti, Dini. 2002. Kontrol Diri dalam Perilaku Seks Pranikah MahasiswaUIIS Malang, Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIIS Malang.

Tanjung, A.et'al., 2001, Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan Reproduksi Remaja. (online), (http://www/pkbi.or.id diakses 6 Agustus 2006). Uin, 2013, Hubungan antara Komunikasi Orang Tua-Anak Mengenai Seksualitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah, Tesis, UIN, Malang, http://lib.uin-malang.ac.id /files /thesis/fullchapter/06410008.pdf

Walgito, B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Widayanto, Arif. 2005. Studi Perilaku Seks Pra Nikah pada Siswa SMA Katolik Diponegoro Blitar. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UMM Malang

(49)

Wiendijarti I, 2011, Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak dalam Pendidikan Seksual Remaja, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional ’Veteran’Yogyakarta, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011

Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN LINGKUNGAN PERGAULAN DAN TINGKAT

PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 SINGKIL

B. Indentitas Responden

1. Nomor : ……….

2. Umur : ……….

(50)

C. Lingkungan Pergaulan

Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping dimana :

Pernyataan Ya Tidak

1. Apakah bimbingan orang tua berpengaruh terhadap pergaulan anda ?

2. Apakah orangtua selalu mengarahkan anda untuk memilih pergaulan yang benar?

3. Apakah orangtua anda berusaha mencegah anda agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas ?

4. Apakah anda sudah berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas?

5. Apakah anda menjauhi teman yang terjerumus dalam pergaulan bebas ?

6. Apakah lingkungan sekitar rumah anda berpengaruh pada pergaulan Anda ?

7. Jika teman anda mengajak untuk mengikuti pergaulan bebas ,apakah Anda akan mengikutinya ?

8. Apakah lingkungan di sekitar sekolah anda berpengaruh terhadap pergaulan anda ?

C. Pengetahuan Kespro

Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping dimana :

Pernyataan Ya Tidak

1. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan

(51)

sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.

2. Kesehatan reproduksi adalah keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya.

3. Kesehatan reproduksi adalah mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman

4. Salah satu tanda kematangan alat- alat reproduksi wanita adalah membesarnya payudara.

5. Dampak paling menonjol dari kegiatan seks bebas adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan.

6. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual.

7. Penularan PMS terjadi karena seks pra-nikah, berganti-ganti pasangan atau dengan penjaja seks, serta hubungan seksual berisiko.

D. Sikap Seks Bebas

Pernyataan Ya Tidak

1. Seks bebas merupakan hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi

2. Terjadinya seks bebas disebabkan oleh beberapa hal salah satunya adalah melalui tontonan film dan gambar porno

3. Dalam berpacaran, ciuman, pelukan, petting (membuka pakaian bagian atas) tidak harus dilakukan

4. Ciuman, pelukan, petting bukan merupakan uangkapan kasih sayang

5. Seks tidak bisa dianggap sebagai suatu trend di kalangan remaja 6. Saat menonton film porno menimbulkan rasa penasaran dan

mau melakukan hubungan seks

7. Dalam berpacaran perlu berpegangan tangan dan ciuman di pipi atau kening

8. Dalam berpacaran tidak perlu berpelukan 9. Dalam berpacaran tidak perlu ciuman di bibir

10. Dalam berpacaran tidak perlu membuka pakaian dan meraba-raba daerah sensitive

(52)

12. Media sosial digunakan bukan untuk mencari hal-hal yang baik saja tapi juga digunakan untuk mencari hal-hal negatif seperti gambar dan film-film porno.

MASTER DATA PENELITIAN

No 1 2 3 4 5 6 7 8 KTOT KK Gaya Hidup 1 2 3 4 5 6 7 8 PTOT PK 1 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 3 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 6 1 5 2 2 1 2 1 2 2 1 13 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 6 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 6 1 7 1 2 2 2 2 2 1 2 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 8 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 9 2 1 2 2 2 2 2 2 15 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 10 2 2 1 2 1 2 1 1 12 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 11 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 6 1 12 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 6 1 13 1 2 1 2 1 2 2 1 12 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 14 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 15 1 2 1 2 1 2 1 1 11 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 16 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 5 1 17 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 18 1 2 1 2 1 2 2 1 12 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 19 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 6 1 20 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 21 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 5 1 22 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 23 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 6 1 24 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 25 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 26 1 2 1 2 1 2 1 1 11 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 27 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 28 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 5 1 29 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 5 1 30 2 2 2 2 2 1 2 2 15 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0

(53)

31 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 6 1 32 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 33 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 5 1 34 1 2 1 2 1 2 1 1 11 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 35 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 36 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 3 1 37 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 6 1 38 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 39 1 2 1 2 1 2 1 1 11 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 40 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 41 2 2 1 2 1 2 1 1 12 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 42 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 5 1 43 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 44 2 2 2 2 1 2 1 1 13 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 45 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 46 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 47 2 2 1 2 1 2 1 1 12 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 48 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 6 1 49 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 5 1 50 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 51 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 52 1 2 1 2 1 2 1 1 11 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 53 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 4 1 54 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 55 2 2 1 2 1 2 1 2 13 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 56 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 5 1 57 2 2 2 2 1 2 2 1 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 58 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 59 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 60 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 5 1 61 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 4 1 62 1 2 1 2 1 2 1 1 11 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 63 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 64 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 6 1 65 2 2 1 2 1 2 2 1 13 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 66 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 6 1 67 2 1 2 2 2 1 2 2 14 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0 68 2 2 1 2 1 2 1 1 12 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Hidayat (2007 ) bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mempengaruhi kepuasan interaksi sosial lansia yaitu kesehatan, daya tarik fisik, tingkat

Bentuk perlindungan hukum bagi pelaku UMKM di Kelurahan Tanggung Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar berupa Paguyuban Pengrajin Bubut Kayu Kelurahan Tanggung

Karena itu knowledge management dibutuhkan sebagai solusi yang dapat mendukung proses dokumentasi yang baik, efektif, dapat digunakan, dan berdampak pada peningkatan kualitas

Meskipun sekolah SMP PGRI 7 memiliki lingkungan buruk dengan banyaknya siswa-siswa yang melanggar peraturan dan prestasi akademik yang rendah, namun masih ada

Universitas Sriwijaya (NPV), internal rate of retrun (IRR), present value ratio (PVR), benefit cost ratio (BCR) dan payback period (PBP) yang dilakukan PT Bumiwarna Agung Perkasa

Pencegahan melalui kuantifikasi resiko untuk mengetahui profil resiko (Risk Profile), menyiapkan modal penyangga (Capital Buffer) dan menetapkan proses dan organisasi

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa network planning adalah salah satu model yang digunakan dalam penyelenggaraan proyek yang produknya adalah informasi mengenai

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga Tugas Akhir dengan judul “Perencanaan Sistem Pewadahan dan Pengumpulan Sampah Di Permukiman