4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet 2.1.1 Botani
Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut :
Divisi :Spermatophyta
Subdivisi :Angiospermae
Kelas :Dicotyledonae
Ordo :Euphorbiales
Family :Euphorbiaceae
Genus :Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis MuellArg.
2.1.2 Morfologi
a. Akar
Akar tanaman karet adalah akar tunggang, akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Pertumbuhan perakaran dari pohon karet yang berasal dari biji maupun dari okulasi akan menghasilkan ujung perakaran yang kuat dan pertumbuhan akar lateral yang meningkat. Sistem perakaran yang terbentuk dari 1 pohon karet adalah sekitar 15% dari total berat kering 1 pohon dewasa. Penelitian perakaran pada tanaman yang berumur sekitar 3 tahun mempunyai akar tunggang sepanjang 1,5 m dan akar samping 6-9 m. Pada umur 7-8 tahun panjang akar tunggang sekitar 24 m dan akar samping lebih dari 9m.
Secara normal akar samping akan menyebar sejauh percabangan,akar samping akan tumbuh secara horizontal pada kedalaman sekitar 30 cm dibawah permukaan tanah. Akar samping mempunyai lapisan gabus,
5
diameter akar sekitar 1 mm dengan warna kuning- kecoklatan. Hasil penelitian akar pencari makan (feeder) pada pohon berumur 1-22 tahun menunjukkan tanaman yang berumur 3 tahun perakarannya akan terkonsentrasi sekitar pohon (Ali, 2007).
b.
BatangTanaman karet berupa pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter dengan diameter batang cukup besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus ke atas dengan percabangan di bagian atas. Di batang inilah terkandung getah yang lebih terkenal dengan nama lateks (Setiawan dan Andoko, 2008).
c.
DaunDaun karet berwarna hijau, apabila akan rontok berubah menjadi warna kuning atau merah, biasanya daun karet mempunyai jadwal kerontokan daun pada musim kemarau yang disebut dengan musim “Trek”. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm, panjang tangkai anak daun antara 3-10 cm.
Dan pada ujungnya terdapat kelenjar biasanya terdapat 3 anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptes memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul, daun/pucuk yang pertama keluar adalah daun trifoliate, laminae menggantung paralel arah ke bawah terhadap petiole dengan warna ke merah - merahan, dengan bertambahnya waktu, daun akan berubah menjadi hijau dengan membentuk sudut daun yang makin meningkat terhadap petiole (Ali,2007).
d.
BungaKaret termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan betina dalam satu pohon, terdapat dalam malai payung yang jarang.
Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng dan di ujungnya terdapat lima taju
6
yang sempit. Bunga betina berambut vilt dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan jantannya dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang merupakan organ kelamin betina dalam posisi duduk berjumlah tiga buah. Organ kelamin jantan berbentuk tiang yang merupakan gabungan dari 10 benang sari. Kepala sari terbagi menjadi dua ruangan, yang satu letaknya lebih tinggi daripada yang lainnya (Setiawan dan Andoko, 2008).
e.
BijiTanaman karet dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji) dan vegetatif (okulasi). Biji yang akan dipakai untuk bibit, terutama untuk penyediaan batang bagian bawah harus sungguh-sungguh baik (Setyamidjaja, 1993).
2.2 Syarat Tumbuh 2.2.1 Iklim
Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim sebagai berikut: suhu rata-rata harian 280 C (dengan kisaran 25-350 C) dan curah hujan tahunan rata-rata antara 2.500-4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150 hari per tahun. Pada daerah yang sering turun hujan pada pagi hari akan mempengaruhi kegiatan penyadapan. Daerah yang sering mengalami hujan pada pagi hari produksinya akan berkurang. Keadaan daerah di Indonesia yang cocok untuk pertanaman karet adalah daerah- daerah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah (Budiman, 2012).
2.2.2 Curah Hujan
Daerah yang cocok untuk pertanaman karet yaitu pada zona antara 150 LS dan 150 LU. Kesimpulan tersebut berdasarkan data produksi dari beberapa perkebunan karet dan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman karet sangat
7
sesuai ditanam di wilayah bercurah hujan 1.600-2.500 mm/tahun. Iklim tersebut didukung dengan 2-4 bulan kering atau merata sepanjang bulan.
Hasil penelitian lain mengungkapkan bahwa kebutuhan air bagi tanaman karet setara evaporasi yang diukur dengan panci klas A adalah 3-5 mm per hari.
Artinya curah hujan sebesar 100-150 mm, telah mencukupi kebutuhan air tanaman karet selama satu bulan. Pertimbangan lainnya, sebuah penelitian menyebutkan bahwa tanaman karet cukup baik dikembangkan di wilayah yang memiliki bulan basah bercurah hujan >100 mm/bulan dan bulan kering dengan curah hujan <60 mm/bulan. Curah hujan tersebut didukung 80-110 hari hujan/tahun (Siagian, 2015).
2.2.3 Kelembapan
Karet termasuk tanaman dataran rendah yaitu bisa tumbuh baik di dataran dengan ketinggian 0-400 meter dari permukaan laut (dpl). Di ketinggian tersebut suhu harian 25-300C. Jika dalam jangka waktu yang cukup panjang suhu rata-rata kurang dari 200C, tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya karet. Suhu yang lebih dari 300C juga mengakibatkan karet tidak bisa tumbuh dengan baik (Setiawan dan Andoko, 2008).
2.2.4 Tanah
Karet mempunyai sifat menyesuaiakan diri yang sangat besar dan dapat tumbuh baik dalam berbagai kondisi tanah yang sering bagi tanaman lain kurang cocok. Dapatlah dipahami bahwa tanah-tanah subur dicadangkan untuk kopi,tebu dan sebagainya. Ini bukan berarti bahwa karet tidak membutuhkan tanah subur untuk pertumbuhannya (Budiman, 2012).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah baik pada tanah- tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tu, alluvial dan bahkan tanah gambut. Tanah-tanah vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang
8
cukup baik terutama dari segi struktur,tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi, dan drainasenya. Akan tetapi sifat-sifat kimianya umumnya sudah kurang baik karena kandungan haranya relative rendah. Tanah-tanah alluvial umumnya cukup subur tetapi sifat fisisnya terutama drainase dan aerasinya kurang baik. Pembuatan saluran-saluran drainase akan menolong memperbaiki keadaan tanah ini (Budiman, 2012).
2.3 Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)
Bulk Density adalah sifat fisik tanah yang penting dibutuhkan untuk memperkirakan karakteristik air tanah dan digunakan sebagai parameter untuk kebutuhan air tanah dan digunakan sebagai parameter untuk kebutuhan air dan transportasi nutrisi. Evaluasi bulk density yang dibutuhkan untuk mendapatkan perkirakan yang tepat dari bahan organik tanah. Faktor seperti kedalaman, kandungan bahan organik atau pemadatan memiliki pengaruh pada nilai-nilai bulk density. Secara keseluruhan, perbedaan dalam jumlah besar nilai bulk density antara tanah disebabkan adanya perbedaan nilai particle density. Variasi dalam nilai bulk density dikaitkan dengan faktor-faktor struktur lainnya seperti bahan organik. Data tekstur tanah digunakan untuk memperkirakan nilai bulk density (Martin et al., 2016).
Bulk density merupakan parameter yang paling penting yang digunakan untuk menghitung penyimpanan karbon organik tanah. Sebagai dasar sifat fisik tanah, bulk density tidak hanya mempengaruhi ketersediaan soil moisture dan nutrisi, tetapi juga secara tidak langsung mencerminkan kualitas tanah dan produktivitas. Bulk density adalah parameter kunci untuk menghitung penyimpanan karbon organik tanah tetapi juga salah satu sumber penting dalam memperkirakan penyimpanan karbon organik pada skala besar (Xu et al., 2016).
9
Berat tanah disebut sebagai bulk density tanah, yang merupakan ukuran yang dari berat (massa) dari tanah per satuan volume daerah tanah, biasanya diberikan secara oven kering pada suhu 105-1100C dan dinyatakan dalam g/cm³. Variasi dalam bulk density disebabkan oleh proporsi relatif dan berat jenis partikel organik dan anorganik padat dan porositas tanah. Sebagian besar tanah mineral memiliki kepadatan massa antara 1,0 dan 2,0 g/cm³. Pengukuran kepadatan harus diketahui untuk menentukan sifat-sifat tanah yang luas (kuantitatif) untuk seluruh profil tanah dan lebih sesuai dengan kondisi lokal (Hossain et al., 2015).
Bulk density yaitu bobot padatan (padat kering konstan) dibagi total volume (padatan dan pori), bulk density mungkin lebih kecil dari 1 gr/cm³ pada tanah dengan kandungan bahan organik tinggi, bulk density sangat bervariasi antar horizon tergantung pada tipe dan derajat agregasi, tekstur dan bahan organik tanah. Bulk density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah (Kurnia et al., 2006).
Bandi (2014) telah melakukan kajian mengenai pengaruh lama penggenangan terhadap kualitas air dan sifat fisik tanah andosol serta pertumbuhan tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) dimana nilai kerapatan massa tanah yakni 0,59 g/cm³ dan nilai kerapatan partikel tanah yakni 1,58 g/cm³, karena adanya pengayakan dan penggerusan tanah sebelum pemantapan tanah serta kandungan bahan organik yang tinggi.
Bulk density menunjukkan berat tanah kering per satuan volume tanah (termasuk pori-pori tanah). Bulk density biasanya dinyatakan dalam satuan g/cc. Bulk density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total (total porosity) tanah dengan dasar bahwa kerapatan zarah (particle density) tanah = 2,65 g/cc.
Bulk density
Particle density x 100 = % bahan padat tanah
10
% total porosity = 100 % - % bahan padat tanah.
Bulk density dapat digunakan untuk menghitung berat tanah lapisan oleh per hektar. Bila bulk density 1,1 g/cc maka berat tanah 20 cm lapisan oleh setiap hektar adalah:
= 100 m x 100 m x 20 cm x 1,1 g/cc
= 100.000.000 cm2 x 20 cm x 1,1 g/cc
= 200.000.000 cc x 1,1 g/cc = 2.200.000.000 g
= 2.200.000kg (Hardjowigeno,1993).
Metode penentuan bulk density yang paling sering dilakukan adalah dengan ring sample atau dengan metode clod (gumpalan). Pada metode cloud, gumpalan tanah dicelupkan ke dalam cairan plastik kemudian ditimbang biasa (di udara) dan di dalam ait untuk mengetahui berat dan volume dari clod tersebut (Hardjowigeno, 1993).
Guna menentukan bulk density adalah untuk:
(1) Deteksi adanya lapisan padas dan tingkat perkembangannya. Makin berkembang makin tinggi bulk density.
(2) Menentukan adanya kandungan abu volkan dan batu apung yang cukup tinggi. Tanah dengan kandungan abu volkan/batu apung yang tinggi mempunyai bulk density kurang dari 0,85 g/cc.
(3) Menunjukan tingkat pelapukan batuan. Bulk density turun dari 2,65 menjadi kurang dari 2, dengan meningkatnya pelapukan karena terbentuknya pori-pori tanah.
(4) Evaluasi terhadap kemungkinan akar menembus tanah. Pada tanah-tanah dengan bulk density tinggi akar tanaman tidak dapat menembus lapisan tanah tersebut.
(5) Evaluasi perubahan volume tanah karena proses pembentukan tanah, akibat penambahan dan pencucian dari horison-horison tertentu.
(Hardjowigeno, 1993).
11
2.4 Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)
Kerapatan partikel tanah (Particle Density) adalah kajian dari tanah yang penting untuk menghitung porositas tanah dan angka pori. Banyak studi yang mengasumsikan nilai konstan, biasanya 2,65 Mg/m³ untuk ditanami pada tanah mineral. Sebuah data dengan 79 sampel tanah dari 16 lokasi di Denmark menunjukkan bahwa nilai particle density tanah liat adalah sekitar 2,86 Mg/m³, sedangkan partikel pasir dan lumpur bisa diperkirakan 2,65 Mg/m³. Regresi linier berganda menunjukkan bahwa kombinasi dari tanah liat dan bahan organik tanah bisa menjelaskan hampir 92% dari variasi particle density yang diukur. Nilai particle density sebenarnya bervariasi di seluruh jenis tanah dan wilayah geografis. Particle density menurun dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah. Nilai particle density menurun untuk tanah dengan meningkatkan kandungan pasir (Schjonning etal., 2016).
Ukuran agregat tanah di lapangan masih bisa mencapai beberapa sentimeter, yang jauh lebih besar dari agregat tanah yang disiapkan di Laboratorium sebelum rekonstruksi sampel. Di laboratorium tanah diuji alami biasanya udara kering, digiling dan diayak menjadi beberapa milimeter (Wang et al., 2016).
Jika particle density suatu lahan rendah, maka tanah tersebut kurang baik untuk dijadikan media tanam, sebaliknya jika nilai particle density tinggi, maka baik untuk dijadikan suatu media tanam bagi produktivitas tanaman.
Bahan organik memiliki berat yang lebih kecil dari berat benda padat tanah mineral yang lain dalam volume yang sama, jumlah bahan organik dalam tanah jelas mempengaruhi kerapatan butir. Akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari sub soil (Hardjowigeno, 1992).
Faktor –faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar, air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik dan topografi. Kandungan bahan
12
organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah.
Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai particle densitynya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang lain. Sehingga jumlah bahan organik dalam tanah mempengaruhi kerapatan butir. Dengan adanya bahan organik, menyebabkan nilai particle densitynya semakin kecil (Hanafiah, 2005).
2.5 Tekstur Tanah
Batasan tekstur tanah sebagai ukuran yang menyusun tanah. Pada pakar edapologi hanya membatasi perhatian pada jarah-jarah dengan ukuran <
0,002 mm (pisahan lempung), 0,002-0,05 mm (pisahan debu) dan 0,05-0,2 mm (pisahan pasir). Berdasarkan ini maka tekstur tanah diberi batasan sebagai perbandingan nisbi pisahan-pisahan tanah didalam suatu volume massa tanah. Pada kasus khusus, pemerian terhadap jarah-jarah berukuran lebih besar dari pisahan pasir dan lebih kecil dari pisahan lempung juga dilakukan (Poerwowidodo, 1991).
Secara skemtis klasifikasi tanah dapat dilihat melalui klasifikasi segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Diagram Segitiga Tekstur Tanah Menurut USDA (Foth, 1951).
13
Tekstur tanah sangat mempengaruhi kemampuan tanah dalam memegang air. Tanah bertekstur liat memiliki kemampuan yang lebih besar dalam memegang air dari pada bertekstur pasir hal ini terkait dengan luas permukaan adsorbtifnya. Semakin halus teksturnya akan semakin besar kapasitas menyimpan airnya (Haridjaja et al., 2013).
Di laboratorium, tekstur tanah umumnya ditetapkan melalui dua metode, yaitu metode pipet (kurang teliti) atau metode hydrometer “Bouyoucos”
(lebih teliti) yang keduanya didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuhnya partikel-partikel tanah didalam air dengan asumsi bahwa kecepatan jatuhnya partikel yang berkerapatan (density) sama dalam suatu larutan akan meningkat secara linear apabila radius partikel bertambah secara kuadratik.
Proporsi hasil penetapan masing-masing fraksi tanah ini kemudian dicocokkan dengan proporsi pada segitiga tekstur (gambar 1), misalnya contoh tanah O berkadar pasir 25%, debu 25% dan liat 50%, maka berarti tanah bertekstur liat (Hanafiah, 2005).
Stabilitas dan ukuran distribusi agregat tanah yang sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan, juga mempengaruhi mekanisme penggunaan lahan.
Dalam menyelidiki penafsiran efek dari penggunaan lahan pada agregat tanah dari jenis penggunaan lahan dan sifat-sifat tanah di sampel tanah dan ukuran fraksi agregat tanah. Stabilitas dan ukuran distribusi tanah diukur sebagai diameter berat, persentase agregat air yang stabil dan persentase masing-masing fraksi ukuran. Penggunaan lahan mempengaruhi stabilitas dan ukuran distribusi agregat tanah melalui bahan organik tanah, Fe dan Al oksida. Struktur tanah memiliki pengaruh penting pada lingkungan. Struktur ini sering diukur oleh stabilitas agregat tanah.
Agregasi tanah menopang kesuburan tanah karena mengurangi erosi dan menengahi aerasi tanah serta infiltrasi air dan penyimpanan. Selanjutnya, agregasi tanah melindungi bahan organik tanah dari mineralisasi karena secara fisik mengurangi aksesibilitas senyawa organik untuk mikroorganisme, ekstraseluler enzim lular dan oksigen. Distribusi ukuran
14
serta stabilitas tanah agregat berkolerasi dengan bahan organik tanah dan mineral lempung. Sifat-sifat tanah di setiap fraksi ukuran memainkan peran yang berbeda di stabilitas agregat tanah (Zhao et al., 2016).
2.6 Porositas Tanah
Porositas antar dalam agregat dilihat pada yang tidak terbatas dan mekanisme penyimpanan adsorpsi air tidak dipengaruhi oleh variasi porositas antar agregat dpat dilihat pada porositas yang saling berhubungan dan mekanisme penyimpanan air dipengaruhi oleh perubahan angka pori.
Fungsi distribusi nilai porositas mendefinsikan hubungan antara kepadatan ukuran pori dan ukuran pori., sementara fungsi distribusi pori hisap mendefinisikan hubungan antara kepadatan ukuran pori dan hisap matriks (Zhai and Rahardjo, 2015).
Distribusi ruang pori yang menggambarkan hubungan antara ukuran pori efektif dan hisap tanah berasal untuk menilai kompleksitas media berpori.
Ruang berpori sebagai porsi menjadi dua subsistem yaitu satu berhubungan dengan pori makro atau pori-pori non kapiler, sementara yang lain terdiri dari pori-pori kapiler dibedakan menjadi intra agregat pori-pori didalam agregat (matriks porositas) dan antar agregat pori-pori antara agregat (porositas struktural) (Antinoro et al., 2016).
Tabel 2.6 Kelas Porositas Tanah
Porositas (%) Kelas
100 Sangat porous
60-80 Porous
50-60 Baik
40-50 Kurang baik
30-40 Buruk
< 30 Sangat buruk
(Arsyad, 1989).
Nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60%, sedangkan nilai rasio rongga dari 0,3-0,2. Porositas dipengaruhi oleh ukuran
15
partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60% (Islami dan Utomo, 1995).
Porositas (f) adalah suatu indeks relatif ruang pori di dalam tanh. Nilai porositas secara umum berkisar dari 0,3-0,6 (30-60%). Tanah bertekstur kasar cenderung kurang berpori dari pada tanah bertekstur halus. Pada tanah liat porositas bervariasi tinggi karena tanah liat berganti-ganti mengalami pengembangan, pengerutan, agregasi, dispersi, pemadatan dan pengerakan (Lubis, 2015).