• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, yang menyatakan:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, yang menyatakan:"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKNAAN HAK MENGUASAI NEGARA ATAS SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL 1

(Achmad Sodiki) A. Penafsiran Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, yang menyatakan:

 Ayat (2) : “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”;

 Ayat (3) : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”;

Bahwa dalam menemukan pengertian dan/atau maksud dari suatu ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945 tidaklah cukup apabila hanya berpegang pada bunyi teks pasal yang bersangkutan dan hanya dengan menggunakan satu metode interpretasi tertentu. UUD 1945, sebagaimana halnya setiap undang-undang dasar atau konstitusi, adalah sebuah sistem norma dasar yang memberikan landasan konstitusional bagi pencapaian tujuan hidup berbangsa dan bernegara sebagaimana digariskan dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai suatu sistem, UUD 1945 adalah susunan kaidah-kaidah konstitusional yang menjabarkan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945, alinea keempat:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Oleh karena itu, setiap interpretasi terhadap suatu ketentuan dalam Pasal-pasal UUD 1945 harus selalu mengacu kepada tujuan hidup berbangsa dan bernegara sebagaimana yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut;

UUD 1945 sebagai sebuah sistem sebagaimana dimaksud, maka penguasaan oleh negara dalam Pasal 33 UUD 1945 memiliki pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan

1 Webinar Permasalah Pemberian Hak Hak atas Tanah di Perairan Laut , Kemneterian Kelautan dan Perikanan tanggal 30 Maret 2022.

(2)

prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut tercakup pula pengertian pemilikan publik oleh rakyat secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah hukum negara pada hakikatnya adalah milik publik seluruh rakyat secara kolektif yang dimandatkan kepada negara untuk menguasainya guna dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran bersama. Karena itu, Pasal 33 ayat (3) menentukan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Bahwa jika pengertian “dikuasai oleh negara” hanya diartikan sebagai pemilikan dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud tidak mencukupi dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, yang dengan demikian berarti amanat untuk “memajukan kesejahteraan umum” dan “mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dalam Pembukaan UUD 1945 tidak mungkin diwujudkan. Namun demikian, konsepsi kepemilikan perdata itu sendiri harus diakui sebagai salah satu konsekuensi logis penguasaan oleh negara yang mencakup juga pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.

Pengertian “dikuasai oleh negara” juga tidak dapat diartikan hanya sebatas sebagai hak untuk mengatur, karena hal demikian sudah dengan sendirinya melekat dalam fungsi-fungsi negara tanpa harus disebut secara khusus dalam undang-undang dasar. Sekiranya pun Pasal 33 tidak tercantum dalam UUD 1945, sebagaimana lazimnya di banyak negara yang menganut paham ekonomi liberal yang tidak mengatur norma-norma dasar perekonomian dalam konstitusinya, sudah dengan sendirinya negara berwenang melakukan fungsi pengaturan. Karena itu, pengertian

“dikuasai oleh negara” tidak mungkin direduksi menjadi hanya kewenangan negara untuk mengatur perekonomian. Dengan demikian, baik pandangan yang mengartikan penguasaan oleh negara identik dengan pemilikan dalam konsepsi perdata maupun pandangan yang menafsirkan pengertian penguasaan oleh negara itu hanya sebatas kewenangan pengaturan oleh negara, keduanya ditolak oleh Mahkamah.

Berdasarkan uraian tersebut, pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan

“bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-

(3)

besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perijinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie).

Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah. Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan, yang melaluinya Negara, c.q. Pemerintah, mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat.

B. Hak Menguasai Negara atas Ruang Laut di seluruh Indonesia.

Mengapa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 tahun 2010 membatalkan HP3 ? Bahwa pada prisnsipnya menurut Mahkamah Konstitusi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dalam wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil telah terdapat hak hak perseorangan, hak masyarakat hukum adat serta hak masyarakat nelayan tradisional, hak badan usaha atau hak masyarakat lainnya serta berlakunya kearifan lokal yaitu nilai-nilaio luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat, sehingga jika diterbitkan HP-3 maka potesial hilangnya hak hak masyarakat adat / tradisional yang bersifat turun temurun, padahal hak masyarakat tersebut mempunyai karakteristik tertentu , yaitu tidak dapat dihilangkan selama masyarakat adat itu masih ada.

Oleh sebab itu maka harus ada perlindungan , keharmonisan hukum, dan memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan dan keberlanjutan.

Pemberian HP3 juga akan mengalihkan tanggungjawab negara kepada pemilik HP-3., dan akan sulit mengontrol secara efektif baik terhadap pengelolaan wilayah pesisir maupn pulau-pulau kecil, potensial mengancam posisi masyarakat adat.

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mempunyai tujuan akhir dalam pengelolaan sumberdaya alam dsb adalah sebesar besar kemakmuran rakyat, yang jika diberikan HP 3 tidak akan tercapai karena tidak akan bermanfaat bagi rakyat, tidak merata tidak menampung tingkat partisipasi rakyat yang memadai dan tidak akan menghormati terhadap hak-hak rakyat.

C. Hak menguasai Negara dan Pemanfaatan di wilayah pesisir, perariran dan ruang laut melalui mekanisme perizinan.

(4)

Menurut Mahkamah, untuk menghindari pengalihan tanggug jawab penguasaan negara atas pengelolaan atas perairan pesisir dan pulau-pulau kecil kepada pihak swasta , maka negara dapat memberikan hak pengelolaan tersebut melalui mekanisme perizinan. Hal ini tidak akan mengurangi wewenang negara melaksanakan haknya baik yang berupa pengurusan, pengelolaan kebijakan, dan pengawasan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Mekanisme perizinan berupa hak pengelolaan kepada swasta tidak merupakan pemberian hak kebendaan yang mengalihkan penguasaan negara secara penuh kepada swasta dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian wilayah perairan pesisir dan pulau –pulau kecil tetap dapat dikelola secara terintegrasi dan membangun sinergi berbagai perencanaan sektoral, mengatasi tumpang tindih pengelolaan, konflik pemanfatan dan kewenangan serta memberikan kepastian hukum.

Sebagai perbandingan dalam rangka mengelola sumberdaya alam Freeport di Papua, maka kontrak karya diubah menjadi perizinan, dengan pertimbangan jika berupa kontrak maka kedudukan negara sama dengan kedudukan negara, berarti mendowngrade negara sejajar dengan swasta, karena kontrak itu berupa hak perdata sehingga sulit untuk diubah. Lain dengan perizinan negara masih tetap dapat ikut campur tangan jika ternyata pemberian hak pengelolaan itu merugikan negara.

D. Kekuatan Hukum Adat dalam perundang-undangan terhadap Hak Atas Tanah di Perariran Laut.

Bertolak dari pemahaman Bhineka Tunggal Ika, maka sesungguhnya masyarakat hukum adat merupakan unikum-unikum yang harus dilindungi karena konstitusi menjamin kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat dalam kesatuan Negara Republik Indonesia, dan diatur dalam undang-undang.

Putusan MK Nomor 03-PUU-VII- 2010 pada dasarnya juga menekankan perlindungan masyarakat hukum adat tersebut. Dalam perspektif global, masyarakat hukum adat cepat atau lambat, sesuai dengan perkembangan ilmu dan tehnologi akan bersaing dan mempertaruhkan hidup dengan kehidupannya dengan masyarakat lain yang lebih maju.Kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat sekarang dalam posisf defensif dalam menghadapi persaingan yang tidak seimbang dengan masyarakat lain di berbagai bidang terlebih di bidang ekonomi. Mereka masih berpacu dalam pemenuhan kebutuhan dasar ( pendidikan, kesehatan, sandang, pangan dan papan), mereka miskin akses pada kekuasaan dan keadilan, padahal konstitusi menyatakan setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya mendapatkan pendidikan,serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Itulah ipso jure, tetapi secara ipso facto, nampak jurang ketidak adilan sosial masih terasa lebar, maka dalil bahwa semua warga negara kedudukannya sama di muka hukum harus dimaknai dalam situasi dan kondisi dua masyarakat yang berbeda maka perlakuan yang sama, adalah sama tidak adilnya dengan kondisi dan situasi dua masyarakat yang sama diperlakukan berbeda. Hukum dalam hal ini harus menunjukkan keberpihakannya kepada mereka yang kurang beruntung.

(5)

Keberpihakan itu merupakan upaya menutup ketidak adilan sosial dalam masyarakat yang heterogen yang akan memperkuat kesatuan dan persatuan yang sebenarnya. Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak- hak tradisionalnya – dibandingkan dengan hukum undang- undang – sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang undang . Inilah prinsip yang tertera dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi.

E. Rekomendasi.

Negara merupakan organisasi politik yang diamanati oleh bangsa Indonesia sesuai dengan Pasal 33 ayat(3) UUD 1945, oleh karena itu negara dalam melaksanakan haknya “hak menguasai Negara” tidak boleh dikurangi karena dalam rangka mencapai sebesar besar kemakmuran rakyat.

Negara yang rakyatnya plural dalam berbagai dimensi (sosial ekonomi) berada dalam kondisi ketidakadilan sosial terutama bagi masyarakat adat dan lapisan masyarakat lainnya yang serupa, maka diperlukan perlindungan hukum oleh negara, misalnya ketika negara mengeluarkan kebijakan yang berimbas pada kedudukan masyarakat hukum adat. Jangan sampai kebijakan itu menguntungkan satu pihak ( yang kuat dan kaya) tetapi dengan mengorbankan pihak yang lain (yang lemah dan miskin).

Kepustakaan:

Putusan Mahkamah Konstitusi No.002/PUU-I/2003 tentang Privatisasi Minyak dan Gas Bumi.

Putusan Mahkamah Konstitusi No.03/PUU-VII/2010 tentang tentang Hak Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulai Kecil.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan, atau

1) Mempelajari berbagai peraturan perundang-undangan yakni Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelejen Negara, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, Kitab

1) Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa disitu harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana

Dalam kerangka penguasaan negara atas pertambangan mengandung pengertian: negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan mengusahakan segenap sumber daya bahan galian yang

Keenam, untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem presidensiil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas

Penguasaan negara terhadap sumber daya alam diatur dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup

Agar tujuan tersebuat dapat tercapai, setiap koperasi harus mampu menghasilkan Sisa Hasil Usaha (SHU), untuk dapat menghasilkan SHU koperasi harus memiliki produk yang

keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b belum atau tidak mampu mendukung kegiatannya, penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud dapat menggunakan