Kuliah58
PASAL 33 UUD 1945: (2)Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; (3) Bumi, air, dan kekeayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
UU No.19/2003 tentang BUMN Pasal 1 poin 1;
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Pasal 2 ayat (1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :
a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
b.mengejar keuntungan;
c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d.menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
e. turut aktif memberikanbimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Pasal 2 ayat (2): Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau
kesusilaan.
2 / 21
Pada 2019: 114 perusahaan (100 persero dan 14 perum); 16 persero telah go public.
Ada 341 anak perusahaan dan 317 cucu perusahaan; DATA ANAK DAN CUCU (2018)
3 / 21
4 / 21
STATUS HUKUM DAN AUDIT BPK
• BUMN diaudit BPK, terutama audit kinerja dan dengan tujuan tertentu (audit kepatuhan), untuk audit keuangan dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik.
• Tidak semua 114 BUMN diaudit BPK, namun berdasar prioritas tertentu sesuai dengan Kebijakan Pemeriksaan BPK.
• BUMN Tbk (yang sudah go public) biasanya tak diaudit BPK
• Anak dan cucu BUMN memang TIDAK TERMASUK BUMN
• Namun termasuk ranah keuangan negara sehingga prinsipnya dapat diperiksa oleh BPK jika diperlukan. Contoh: kasus Petral
5 / 21
Era awal Kemerdekaan dan Orde Lama
• Keberadaan perusahaan negara di Indonesia dimulai oleh Vereenigde Oost- Indische Compagnie (VOC).
• VOC dibentuk dan dimiliki oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1602.
Wilayah operasional VOC yang utama adalah apa yang nantinya menjadi wilayah negara Indonesia.
• Pada masa awal kemerdekaan, sektor korporasi di Indonesia masih kecil dan didominasi oleh perseroan–perseroan yang dimiliki asing atau yang
kepemilikannya terpusat.
• Pemerintah waktu itu memperoleh beberapa perusahaan melalui nasionalisasi dan juga mendirikan banyak perseroan baru yang berstatus BUMN.
6 / 21
ERA ORDE LAMA
• Nasionalisme secara besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah timbul karena
hubungan memanas antara Indonesia dan Belanda sejak penyerahan kedaulatan RI pada tahun 1949 dalam ajang Konferensi Meja Bundar (KMB).
• Pemerintah menasionalisasi beberapa perusahaan Belanda dalam bidang infrastruktur vital, seperti KLM dinasionalisasi menjadi Garuda Indonesia Airways, Batavie Verkeers Mij dan Deli Spoorweg Mij dinasionalisasi menjadi Djawatan Kertea Api (DKA)
• Nasionalisasi bank terpenting yang telah eksis sejak masa kolonial, Java Bank menjadi Bank Indonesia pada tahun 1951. Perusahaan-perusaahaan penambangan timah dan pembangkit listrik juga berhasil dinasionalisasi pada tahun 1953. (Habir, 1989:226)
• Nasionalisasi Sektor telekomunikasi. Perusahan Post, Telegraph en Telephone Dienst/PPT menjadi Jawatan Pos, Telegraph, dan Telepon. Tahun 1961 diubah menjadi Perusahaan Negara Pos Giro dan Telekomunikasi. Tahun 1965 PN Postel dipecah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro), dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN
Telekomunikasi). Tahun 1974 PN Telekomunikasi disesuaikan menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel)
7 / 21
ERA ORDE BARU
• Perusahaan Negara sempat dianggap tulang punggung perekonomian.
Dominasinya secara berangsung-angsur dikurangi selama era soeharto
• Pada tahun 1968 tercatat terdapat 644 perusahaan milik Negara. Dilaporkan bahwa tidak ada satupun yang memiliki dana simpanan perusahaan dan setoran dana ke APBN (Dana Pembangunan Umum)
• Dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk Badan Usaha Negara. BUMN dipisahkan berdasarkan fungsi dan
peran sosial ekonomisnya, yakni Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan Terbatas
• Perubahan bentuk perusahaan menjadi perusahaan persero yang bertugas mencari laba (profit-oriented), mengalami peningkatan tajam dari 1 perusahaan persero
pada masa Kabinet Ampera menjadi sekitar 71 perusahaan persero hingga tahun 1993
8 / 21
ERA ORDE BARU: Lanjutan
• Pemerintahan soeharto memberi banyak hak monopoli dan subsidi pada BUMN.
• Sebagian Pengamat menilainya menjadi pemicu ketergantungan BUMN terhadap pemerintah. BUMN sering kali memproduksi dengan biaya yang relatif lebih tinggi.
Efisiensi BUMN menjadi berkurang dan kinerjanya justru memburuk.
• Beberapa penyebab rendahnya kinerja BUMN pada masa orde baru antara lain:
1) Struktur organisasi dan keberadaannya yang tidak menguntungkan.
2) Kecenderungan BUMN dijadikan sapi perahan bagi petingginya.
3) lingkungan bisnis BUMN tidak memungkingkan bagi tumbuhnya semangat berkompetisi dan mengembangkan kemampuan.
Buruknya kinerja BUMN mendorong munculnya ide privatisasi paska orde baru.
Dalam hal ini, Sebagian arahnya justru bertentangan dengan amanat UUD 1945
9 / 21
ERA MENTERI TANRI ABENG
Tanri abeng sebagai menteri BUMN pertama pasca reformasi dilaporkan akan menjalankan tiga tahapan, yaitu:
1) Restrukturisasi atau peningkatan posisi kompetitif perusahaan melalui perjalanan fokus bisnis, perbaikan skala usaha, dan penciptaan core competence;
2) Profitisasi, yaitu peningkatan secara agresif efisiensi perusahaan sehingga mencapai profitabilitas dan nilai perusahaan yang optimum;
3) Privatisasi, peningkatan penyebaran kepemilikan kepada masyarakat umum dan swasta asing maupun domestik untuk akses pendanaan, pasar, teknologi, serta kapabilitas untuk bersaing di tingkat dunia
Konsep restrukturisasi Tanri Abeng disebut akan membentuk holding BUMN, dari sekitar 150-an BUMN menjadi 10-12 holding. BUMN holding tersebut
diproyeksikannya menjadi raksasa-raksasa ekonomi kelas menengah dunia, dengan salah satu indikatornya masuk dalam jajaran Fortune 500. Tanri dikatakan sempat menyusun blue book restrukturiasasi BUMN per sektor secara rinci.
HASILnya plus minus dari laporan itu; dan menjadi perdebatan hingga kini.
10 / 21
Beberapa peristiwa kementerian BUMN
• Pemerintahan baru hasil pemilu 1999 menunjuk Laksamana sukardi sebagai Menteri BUMN. Dalam kurun waktu 2 tahun, terjadi pergantian kekuasaan: dari Laksamana (PDI-P) ke Rozy Munir (PKB) dan kemudian kementerian dibubarkan diganti oleh Dirjen BUMN, yang dijabat oleh Nyoman Tjager. Pada tahun 2001, Laksamana Sukardi kembali menjadi Menteri BUMN, era Megawati.
• Laksamana menyebut konsep restrukturisasi kemudian privatisasi. Pada masa ini dikenal publik model fast track privatisation. Pada eranya ditetapkan UU
No.19/2003 tentang BUMN. Undang-undang ilebih tegas memisahkan regulator (departemen teknis) dengan operator (Kementerian BUMN)
• Ada pandangan bahwa privatisasi BUMN pada masa reformasi sejatinya muncul karena desakan berbagai pihak terutama IMF.
11 / 21
Lanjutan peristiwa kementerian BUMN
• Selanjutnya, ketika kembali terjadi pergantian Presiden RI, di bawah kabinet yang disebut Kabinet Gotong Royong, Bapak Laksamana Sukardi kembali
menjadi Menteri BUMN. Kala itu, kembali dipisahkan antara pembinaan BUMN dengan penanaman modal. Bapak Laksamana Sukardi menjadi Menteri BUMN dari tahun 2001 hingga 2004.
• Pada era Susilo Bambang Yudhoyono yang terpilih menjadi Presiden di tahun 2004, terjadi pergantian Menteri yang menanggani BUMN ini. Sugiharto
(2004-2006), Sofyan A. Djalil (2006-2009), Mustafa Abubakar (2009-2011), Dahlan Iskan (2011-2014).
• Mulai ada basis data BUMN sejak 2005; ada aturan yang lebih ketat tentang pelaksanaan UU BUMN dan pencegahan intervensi nonkorporasi, perhitungan yang lebih ekonomis dalam penugasan kepada BUMN;
12 / 21
PAJAK, Bagian Laba, PNBP
• Setoran laba BUMN pada 2019 sebesar Rp80 triliun
• Setoran pajak BUMN cenderung meningkat tiap tahun sebelumnya. Pada tahun 2019, jumlah pajak yang disetorkan (PPh, PPN, dan pajak lainnya) mencapai Rp 230 triliun.
• BUMN juga merupakan andalan pemerintah dalam meningkatkan perekonomian nasional melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dalam artian
mengelola SDA. Pada 2019 sekitar Rp135 triliun
• Jika ditotal (dividen, pajak, PNBP), maka BUMN memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara pada 2019 sebesar Rp 435 triliun.
• Kontribusi tidak langsung berupa belanja modal atau investasi yang dikeluarkan atau capital expenditur (CAPEX).
13 / 21
BAGIAN LABA BUMN Tidak terlampau besar di kisaran Rp40 sd Rp45 triliun; Kecuali pada tahun 2019 melonjak (Rp80,73 M);Kontribusi BUMN lebih pada perpajakan
9818 12835
21451 23223
29088
26049 30097 28184 30797.9734025.6
40314.43
37643.7237133.17
43904.2244695.4
80727.5
65000
26135
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020p 2021r
Sumber data: Kementerian Keuangan, diolah
14 / 21
PMN KEPADA BUMN
• Pembiayaan investasi pemerintah terlihat fluktuatif dalam rentan waktu 2012- 2019, tergantung dari besarnya kebutuhan dana untuk mendukung kebijakan Pemerintah di berbagai sektor.
• Pada tahun 2015 dan 2016, pembiayaan investasi meningkat secara signifkan
antara lain disebabkan oleh kebijakan Pemerintah untuk mengalokasikan investasi kepada BUMN, agar BUMN sebagai agen pembangunan diharapkan dapat
berperan aktif dalam mendukung program prioritas nasional (Nawacita).
• Namun pada tahun 2017 pembiayaan investasi turun bila dibandingkan dengan tahun 2016 sesuai dengan arah kebijakan pembiayaan investasi pemerintah untuk mendorong kemandirian BUMN.
• Pendanaan investasi untuk pengembangan BUMN pada tahun 2019 relatif besar yaitu Rp 17,8 triliun.
15 / 21
Investasi (PMN) kepada BUMN tahun 2020 (perpres72) sebesar Rp31,48 triliun; dan sedang diusulkan oleh RAPBN 2021 sebesar Rp37,39 triliun
7.6
2 3
64.5
50.5
6.4 3.6
17.8
0 10 20 30 40 50 60 70
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Investasi (PMN) kepada BUMN (dalam triliun)
16 / 21
2,241
4578
8092
1675
3488
5613
566
1090
2479
0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
KINERJA KEUANGAN BUMN
Aset Utang Ekuitas
17 / 21
65.43%
65.13%
66.99%
68.29%
69.40%
62.00%
63.00%
64.00%
65.00%
66.00%
67.00%
68.00%
69.00%
70.00%
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000
2015 2016 2017 2018 2019
Utang dan Aset BUMN
Aset BUMN Utang BUMN Rasio utang/aset
Sumber data: Kementerian BUMN
18 / 21
3943 4,418
8,162 8,534
15,397
19,782
24,674
30,699 32,623 31,620 33,245
45,558
52,818
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
UTANG LUAR NEGERI BUMN
BUMN Bank BUMN LKBB BUMN non Keuangan TOTAL BUMN
Sumber data: Bank Indonesia, SULNI
19 / 21
3,458 3,022
6,299 7,049
12,283
14,789
20,806
25,034 24,704
22,888 24,505
34,869
41,519
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
UTANG LUAR NEGERI BUMN Nonkeuangan
Sumber data: Bank Indonesia, SULNI
20 / 21
Penyertaan Modal Pemerintah pada BUMN akhir 2019: Rp2.347,05 triliun atau 78,20%
dari Investasi Jangka Panjang. Kenaikan rata-rata: 18,04%. Tahun 2015 naik 101,92%.
Sumber data: LKPP audited berbagai tahun, diolah
10.10%
1.89%
12.70% 14.85% 17.08%
10.68%
101.92%
12.31%
5.01% 7.01% 4.92%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
0 500,000,000,000,000 1,000,000,000,000,000 1,500,000,000,000,000 2,000,000,000,000,000 2,500,000,000,000,000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
PMN pada BUMN Kenaikan Porsi dari Investasi Jangka Panjang
21 / 21