• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYIMPANAN ENERGI KIMIA. Dr. Sci. Muhammd Zakir, S.Si., M.Si. Muhammad Muzakir, S.Si.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENYIMPANAN ENERGI KIMIA. Dr. Sci. Muhammd Zakir, S.Si., M.Si. Muhammad Muzakir, S.Si."

Copied!
284
0
0

Teks penuh

(1)

PENYIMPANAN ENERGI KIMIA

Dr. Sci. Muhammd Zakir, S.Si., M.Si.

Muhammad Muzakir, S.Si.

(2)

PENYIMPANAN ENERGI KIMIA

Dr. Sci. MUHAMMAD ZAKIR, S.Si., M.Si.

MUHAMMAD MUZAKIR, S.Si

(3)
(4)

Halaman Hak Cipta

(5)

PRAKATA

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Halaman Judul Prakata

Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran

Daftar Simbol dan Singkatan

BAB I Penyimpanan Energi Kimia 1.1 Pendahulua

1.2 Karakteristik Penyimpanan Energi Kimia 1.3 Jenis Teknologi Sistem Penyimpanan 1.3.1 Penyimpanan Energi Termal 1.3.1.1 Sensibel Heat Storage (SHS) 1.3.1.2 Latent Heat Storage (LHS)

1.3.1.3 Thermochemical Heat Storage (THS) 1.3.2 Penyimpanan Energi Mekanik

1.3.2.1 Penyimpanan Energi Roda Gaya

1.3.2.2 Penyimpanan Energi Udara Bertekanan 1.3.2.3 Penyimpanan Energi Tenaga Pompa Air 1.3.3 Penyimpanan Energi Kimia

1.3.4 Penyimpanan Energi Elektrokimia 1.3.5 Penyimpanan Energi Listrik 1.3.5.1 Kapasitor dan Superkapasitor

1.3.5.2 Penyimpanan Energi Mekanik Superkonduktor 1.4 Tinjauan Ekonomi Sitem Penyimpanan Energi 1.4.1 Biaya Teknologi Penyimpanan

1.4.2 Manfaat Teknologi Penyimpanan 1.4.3 Rasio Manfaat/ Biaya

1.4.4 Konsumen

BAB II Dasar Penyimpanan Energi Kimia 2.1 Prinsip Dasar Sel Elektrokimia 2.1.1 Reaksi Oksidasi Reduksi 2.1.2 Sel Elektrokimia

2.1.2.1 Anoda dan Katoda 2.1.2.2 Tipe Sel Elektrokimia 2.1.2.3 Notasi Sel

2.1.3 Potensial Sel dan Potensial Elektroda Standar 2.2 Kaakteristik Sel Elektrokimia

2.2.1 Aspek Termodinamika

2.2.1.1 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Potensial Sel

(7)

2.2.1.2 Pengaruh Temperatur Terhadap Potensial Sel 2.2.1.3 Pengaruh Tekanan Terhadap Potensial Sel 2.2.2 Aspek Kinetik

2.3 Karakterisasi Elektrokimia Material Aktif 2.3.1 Tipe Elektroda

2.3.1.1 Elektroda Kerja 2.3.1.2 Elektroda Referensi 2.3.1.3 Elektroda Counter

2.3.2 Karakteristik Elektrokimia Material Elektroda BAB III Baterai

3.1 Pendahuluan 3.2 Baterai Primer 3.2.1 Tinjauan Umum

3.2.2 Tipe dan Perbandingan Kinerja dari Baterai Primer 3.3 Baterai Zink-Karbon

3.3.1 Baterai Leclanché 3.3.2 Baterai Zink Klorida 3.4 Sel Primer Zn-MnO2

3.5 Sel Kering Katoda Merkuri Tertutup 3.5.1 Sel Zink-Merkuri Dioksisulfat

3.5.2 Sel Merkuri-Indium-Bismuth dan Merkuri-Kadmium 3.6 Baterai Zink-Udara

3.7 Baterai Primer Lithium

3.7.1 Baterai Primer Lithium Sulfur Dioksida 3.7.2 Baterai Primer Lithium Tionil Klorida

3.7.3 Baterai Primer Lithium Vanadium Pentaoksida 3.7.4 Baterai Primer Lithium Mangan (IV) Oksida 3.7.5 Baterai Primer Lithium Perak (I) Kromat

3.7.6 Baterai Primer Lithium Polikarbon Monofluorida 3.7.7 Baterai Primer Lithium Besi Disulfida

3.7.8 Baterai Primer Lithium Iodin

3.7.9 Baterai Primer Lithium Perak Vanadium Pentaoksida 3.8 Baterai Sekunder

3.8.1 Tinjauan Umum

3.8.2 Tipe dan Perbandingan Kinerja Baterai Sekunder 3.9 Baterai Sekunder Zink

3.10 Baterai Sekunder Asam Timbal 3.11 Baterai Sekunder Nikel

3.11.1 Baterai Nikel Kadmium 3.11.2 Baterai Nikel Metal Hidrida 3.11.3 Baterai Nikel Besi

3.11.4 Baterai Nikel Zink

3.12 Baterai Sekunder Perak Zink

3.13 Baterai Sekunder – Redox Flow Battery

(8)

3.14 Baterai Sekunder Lithium

3.14.1 Baterai Sekunder Lithium Mangan Oksida 3.14.2 Baterai Sekunder Polianilin

3.14.3 Baterai Sekunder Niobium Oksida-Vanadium Oksida 3.14.4 Baterai Sekunder Titanium Oksida-Mangan Oksida 3.14.5 Baterai Lithium Ion

3.15 Baterai Sekunder Natrium

3.15.1 Baterai Natrium (Sel Natrium Cair) 3.15.1.1 Baterai Natrium-Sulfur

3.15.1.2 Baterai ZEBRA

3.15.1.3 Baterai Natrium-Udara

3.15.1.3.1 Baterai Natrium Tidak Berair - Udara 3.15.1.3.2 Baterai Natrium Berair - Udara 3.15.2 Baterai Sekunder Natrium Ion BAB IV Kapasitor

4.1 Pendahuluan

4.2 Kapasitansi Kapasitor 4.3 Material Dielektrik

4.3.1 Tinjauan Umum Dielektrik 4.3.2 Konstanta Dielektrik 4.3.3 Kekuatan Dielektrik 4.3.4 Kerugian Dielektrik

4.3.5 Klasifikasi Material Dielektrik 4.4 Sirkuit Kapasitor

4.5 Energi dalam Kapasitor 4.6 Tipe Kapasitor

4.6.1 Kapasitor Keramik

4.6.2 Kapasitor Tipe Variabel dan Trimmer 4.6.3 Kapasitor Film dan Polimer

4.6.4 Kapasitor Elektrolit 4.7 Kode Warna Kapasitor BAB V Superkapasitor

5.1 Pendahuluan

5.2 Prinsip dan Sifat Superkapasitor 5.3 Kapasitor Elektrokimia Lapisan Ganda

5.3.1 Lapisan Ganda Listrik Pada Permukaan Elektroda dan Elektrolit

5.3.2 Kapasitansi dari Material Berpori

5.3.3 Densitas Energi dan Densitas Daya EDLC 5.3.4 Rangkaian EDLC

5.4 Pseudokapasitor

5.5 Asimetri dan Simetri Hibrida Superkapasitor 5.6 Komponen dan Material Superkapasitor 5.6.1 Elektroda Superkapasitor

(9)

5.6.1.1 Syarat Material Elektroda 5.6.1.2 Konduktivitas Elektroda

5.6.1.3 Luas Permukaan dan Struktur Pori Material 5.6.1.4 Elektroda EDLC

5.6.1.5 Elektroda Pseudokapasitor

5.6.1.5.1 Elektroda Pseudokapasitor dengan Garam Anorganik Logam Transisi

5.6.1.5.2 Elektroda Pseudokapasitor dengan Logam Transisi Nitrida

5.6.1.5.3 Elektroda Pseudokapasitor dengan Polimer Penghantar Elektron

5.6.1.5.4 Elektroda Pseudokapasitor dengan Monomer Organik 5.6.2 Elektrolit dalam Superkapasitor

5.6.2.1 Elektrolit Berair 5.6.2.2 Elektrolit Organik 5.6.2.3 Elektrolit Cair Ionik

5.6.2.4 Elektrolit Padat- dan Kuasi Padat 5.6.2.5 Elektrolit Aktif Redoks

5.6.3 Bahan Pengikat 5.6.4 Agen Konduktif 5.6.5 Separator 5.6.6 Pengumpul Arus 5.6.7 Penyegel

BAB VI Fuel Cell

6.1 Pendahuluan

6.2 Desain dan Prinsip Kerja Sel Bahan Bakar 6.2.1 Prinsip Kerja Sel Bahan Bakar

6.2.2 Desain Umum Sel 6.3 Jenis – jenis Sel Bahan Bakar

6.3.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) 6.3.1.1 Prinsip Kerja PEMFC

6.3.1.2 Struktur Elektroda dari PEMFC 6.3.1.3 Sistem Manajemen Air pada PEMFC

6.3.1.4 Sistem Interkoneksi Antar Sel PEMFC – Pelat Bipolar 6.3.1.5 Pengembangan Pelat Bipolar PEMFC

6.3.1.6 Pengaruh Komposisi Reaktan dalam Sistem PEMFC 6.3.2 Direct Metanol Liquid Fuel Cell (DMFC)

6.3.2.1 Reaksi Elektroda dan Katalisis 6.3.2.1.1 Reaksi Keseluruhan DMFC

6.3.2.1.2 Reaksi Anoda dalam Alkalin-DMFC 6.3.2.1.3 Reaksi Anoda dalam PEM-DMFC 6.3.2.1.4 Katalis Anoda

6.3.2.1.5 Reaksi Katoda

6.3.2.2 Elektrolit dan Crossover Bahan Bakar DMFC

(10)

6.3.3 Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) 6.3.3.1 Prinsip Sel MCFC

6.3.3.2 Elektrolit MCFC 6.3.3.3 Elektroda MCFC 6.3.3.4 Pelat Bipolar MCFC

6.3.3.5 Susunan Stack, Saluran dan Penyegelan MCFC 6.3.3.6 Kinerja Sel MCFC

6.3.3.7 Pengaruh Temperatur dan Tekanan dalam MCFC 6.3.4 Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)

6.3.4.1 Prinsip Kerja SOFC 6.3.4.2 Elektroda SOFC 6.3.4.3 Elektrolit SOFC

6.3.4.4 Sistem Penyegelan SOFC

6.3.4.5 Pengaruh Temperatur dan Tekanan dalam SOFC 6.3.5 Phosporic Acid Fuel Cell (PAFC)

6.3.5.1 Prinsip Kerja PAFC 6.3.5.2 Elektrolit PAFC

6.3.5.3 Elektroda dan Penggunaan Katalis dalam PAFC 6.5.3.4 Pengaruh Temperatur dan Tekanan dalam PAFX 6.5.3.5 Pengaruh Bahan Bakar dan Oksidan

6.5.3.6 Pengaruh Karbon Monoksida dan Sulfur 6.3.6 Alkaline Fuel Cell (AFC)

6.3.6.1 Elektrolit AFC 6.3.6.2 Elektroda AFC

6.3.6.3 Manajemen Tekanan dan Temperatur dalam AFC 6.3.6.4 Sistem Interkoneksi Antar Sel AFC – Pelat Bipolar 6.3.6.5 Pengaruh Karbon Dioksida dalam Sistem AFC 6.4 Aplikasi Teknologi Sel Bahan Bakar

BAB VII Material Elektroda Berbasis Karbon untuk Penyimpanan Energi Kimia 7.1 Pendahuluan

7.2 Elektrokimia dan Nanomaterial 7.3 Sifat Material Elektroda

7.4 Material Berbasis Karbon untuk Penyimpanan Energi Kimia 7.4.1 Grafit

7.4.1.1 Tinjauan Umum

7.4.1.2 Sintesis Grafit dan Grafit Oksida

7.4.1.3 Aplikasi Grafit dalam Penyimpanan Energi Kimia 7.4.2 Graphene

7.4.2.1 Tinjauan Umum

7.4.2.2 Sintesis Graphene, GO, reduce GO, dan GQD

7.4.2.3 Aplikasi Graphene dalam Penyimpanan Energi Kimia 7.4.3 Carbon Nanotube

7.4.3.1 Tinjauan Umum 7.4.3.2 Sintesis CNT

(11)

7.4.3.3 Aplikasi CNT dalam Penyimpanan Energi Kimia 7.4.4 Fullerene

7.4.4.1 Tinjauan Umum 7.4.4.2 Sintesis Fullerene

7.4.4.3 Aplikasi Fullerene dalam Penyimpanan Energi Kimia 7.4.5 Karbon Aktif

7.4.5.1 Tinjauan Umum 7.4.5.2 Sintesis Karbon Aktif

7.4.5.2.1 Pembuatan Karbon Aktif dengan Metode Aktivasi Fisika 7.4.5.2.2 Pembuatan Karbon Aktif dengan Metode Aktivasi Kimia 7.4.5.2.2.1 Aktivator Basa

7.4.5.2.2.2 Aktivator Asam 7.4.5.2.2.3 Aktivator Garam

7.4.5.2.3 Pembuatan Karbon Aktif dengan Metode Fisikokimia 7.4.5.2.4 Efek Temperatur dan Durasi Aktivasi serta Waktu

Impregnasi

7.4.5.2.5 Efek Agen Pengaktivasi 7.4.5.2.6 Efek Rasio Agen Pengativasi 7.4.5.3 Karakterisasi Umum Karon Aktif 7.4.5.3.1 Penentuan Rendamen Karbon Aktif 7.4.5.3.2 Penentuan Kadar Air

7.4.5.3.3 Penentuan Kadar Abu 7.4.5.3.4 Analisis Unsur

7.4.5.3.5 Penentuan Gugus Fungsional 7.4.5.3.6 Karakterisasi Morfologi

7.4.5.3.7 Luas Permukaan Spesifik dan Distribusi Pori 7.4.5.3.8 Daya Adsorpsi Iodin

7.4.5.4 Aplikasi Karbon Aktif dalam Penyimpanan Energi Kimia 7.4.6 Karbon Nanokomposit

7.4.6.1 Tinjauan Umum

7.4.6.2 Sintesis dan Aplikasi Karbon Nanokomposit 7.4.6.2.1 Nanokomposit Karbon-karbon

7.4.6.2.2 Nanokomposit Logam Bebas - Karbon

7.4.6.2.3 Nanokomposit Garam atau Oksida Logam - Karbon 7.4.6.2.4 Nanokomposit Logam Oksida – Polimer - Karbon 7.4.6.2.5 Nanokomposit Heteroatom - Karbon

7.4.6.2.6 Nanokomposit Polimer - Karbon DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Penyimpanan Energi dengan Skema Behind the Meter (kiri) dan Front of the Meter (kanan)

Gambar 1.2 Struktur dalam Roda Gaya

Gambar 1.3 Skema Penyimpanan Listrik Tenaga Udara Terkompresi Gambar 1.4 Skema fasilitas penyimpanan energi pompa air

Gambar 1.5 Sistem Penyimpanan Hidrogen dan Fuel Cell Gambar 1.6 Skema Operasi Sistem Penyimpanan Baterai Gambar 1.7 Skema Sistem SMES

Gambar 1.8 Biaya modal sacara teoritis dari teknologi penyimpanan energi Gambar 1.9 Grafik radar penyimpanan energi untuk energi massal dan layanan

tambahan

Gambar 1.10 Grafik radar penyimpanan energi untuk transmisi & distribusi dan integrasi terbarukan

Gambar 1.11 Grafik radar penyimpanan energi untuk konsumen Gambar 2.1 Sel Galvani

Gambar 2.2 Pengukuran potensial elektroda untuk elektroda Ag. Jika aktivitas ion perak di kompartemen sebelah kanan adalah 1.00, potensial sel adalah potensial elektroda standar dari setengah reaksi Ag+/Ag Gambar 2.3 Potensial elektroda standar untuk Cd2+ + 2e ⇄ Cd

Gambar 2.4 Skema sistem tiga elektroda (kiri) dan dua elektroda (kanan)

Gambar 2.5 (a) siklik voltammetry dari sampel karbon aktif teraktivasi KOH pada scanrate 1 mV/s sampai 100 mV/s, (b) kurva GCD pada variasi arus dalam larutan KOH 6M, (c) plot Nyquist setelah penerapan gelombang sinus pada amplitudo 0.005 V pada rentang frekuensi dari 0.1 Hz sampai 0.1 GHz, dan (d) stabilitas siklus mencapai 6000 siklus dari sampel karbon aktif teraktivasi KOH

Gambar 3.1 Diagram sel atau baterai yang menyalakan perangkat. Jika baterai diisi ulang, beban diganti dengan sumber energi yang memaksakan tegangan balik yang lebih besar dari tegangan baterai dan aliran elektron dibalik

Gambar 3.2 Baterai primer. (a) Skema baterai Leclanché, (b) Skema baterai Alkaline MnO2 tipe silinder dan (c) koin (d) baterai Zn-Udara (e) baterai LiFeS2 dan (f) baterai Merkuri-Zink.

Gambar 3.3 Baterai LiMnO2 tipe Silinder dan Koin

Gambar 3.4 Skema representasi proses dan aliran elektrolit dalam stratifikasi elektrolit, a) pengosonan dan b) pengisian

Gambar 3.5 Baterai sekunder. (a) baterai Nikel-Kadmium (b) baterai NiMH dan (c) baterai Silver-Zinc

Gambar 3.6 Skema operasi LIB

Gambar 3.7 Mobilitas Li-ion dalam bidang 1D, 2D, dan 3D. (A) Olivin, LiFePO4 (•

Li) diantara PO4 tetrahedron dan FeO6 oktahedron, (B) struktur

(13)

berlapis, LiCoO2 (• Li) dengan Kobalt tetrahedron, dan (C) Struktur spinel, LiMn2O4 (• Li) dengan mangan octahedron

Gambar 3.8 Skema diagram baterai natrium: a) Sel Na-ion, b) Sel Na – Elektrolit berair, c) Sel Na – S, d) Sel Na – NiCl2, e) Sel Na tidak berair – udara dan f) Sel Natrium berair – udara

Gambar 3.9 Baterai temperature tinggi: (a) sistem NaNiCl2 dan (b) sistem NaS Gambar 3.10 Sifat elektrokimia berbagai baterai Na-Udara

Gambar 4.1 Skema kapasitor

Gambar 4.2 Sirkuit elektrik untuk kapasitor tunggal yang dihubungkan secara (a) seri dan (b) parallel

Gambar 4.3 Kapasitor keramik dengan kode digit Gambar 4.4 Kapasitor cakram keramik

Gambar 4.5 Tanda kapasitor tipe variable dan trimmer Gambar 4.6 Kapasitor film

Gambar 4.7 Kapasitor elektrolit tantalum Gambar 4.8 Kapasitor elektrolitik

Gambar 4.9 Kode pada kapasitor

Gambar 5.1 Skema charge-discharge pada superkapasitor: (a) EDLC, (b) Pseudokapasitor (PC) dan (c) Hybrid Superkapasitor (HSC)

Gambar 5.2 Model lapisan ganda listrik pada elektroda dan larutan elektrolit. (a) Lapisan Helmholtz, dimana d didefinisikan sebagai ketebalan lapisan.

(b) Lapisan Gouy-Chapman (c) Lapisan Stern-Grahame. Potensi listrik, φ, berkurang ketika transisi dari elektroda ke elektrolit massal yang tak terbatas jauh dari permukaan elektroda, φs. Bidang Stern menandai jarak pendekatan terdekat dari ion ke permukaan bermuatan. Perhatikan tidak adanya muatan / ion di lapisan Stern Gambar 5.3 Elektroda superkapasitor lapisan ganda

Gambar 5.4 Klasifikasi elektrolit untuk superkapasitor

Gambar 6.1 Skema sel bahan bakar membran penukar proton

Gambar 6.2 Reaksi dan aliran muatan pada sel bahan bakar elektrolit

Gambar 6.3 Reaksi elektroda dan aliran muatan pada sel bahan bakar elektrolit basa

Gambar 6.4 Skema koneksi tiga sel secara seri

Gambar 6.5 Sel tunggal, dengan pelat ujung untuk mengumpulkan arus dari semua elektroda dan juga mengalirkan gas ke dalam elektroda Gambar 6.6 Dua pelat bipolar dengan desain sederhana. Saluran horizontal di sisi

satu dan saluran vertical di sisi lainnya

Gambar 6.7 Tiga sel tunggal ditumpuk dan dihubungkan dengan pelat bipolar Gambar 6.8 Konstruksi rakitan anoda/elektrolit/katoda dengan penyegel tepi Gambar 6.9 Tumpukan sel dengan sistem saluran pipa eksternal, dimana

tumpukan sel telah dilengkapi dengan penyegel Gambar 6.10 Sistem pipa eksternal yang sesai dengan tumpukan sel

Gambar 6.11 Sistem saluran dalam. Pelat bipolar yang lebih kompleks memungkinkan gas reaktan untuk disalurkan ke eletroda

(14)

Gambar 6.12 Reaksi anoda dan katoda untuk MCFC menggunakan bahan bakar hidrogen

Gambar 6.13 Reaksi anoda dan katoda untuk MCFC menggunakan bahan bakar karbon monoksida

Gambar 6.14 Reaksi anoda dan katoda pada SOFC ketika menggunakan bahan baka hidrogen dan karbon monoksida

Gambar 6.15 Skema tumpukan sel AFC Gambar 7.1 Skema klasifikasi tipe material

Gambar 7.2 Skema Jalur ‘Top-down’ dan ‘Bottom-up’ dalam pembuatan material nanostruktur

Gambar 7.3 Nanomaterial dengan berbagai morfologi. (a) SEM dari MWNT, (b) AFM dan profil tinggi material menunjukkan serpihan dengan ketinggian 0.5 nm, (c) SEM dari Co-GEM (Graphite Encapsulated Metal) Nanopartikel, (d) Transmission electron micrograph dari nanopartikel hematite, (e) fotokonduksi nanotube dan (f) SEM dari HUCRG (Hummers - Chemical reduce graphene)

Gambar 7.4 Morfologi dari alotrop karbon

Gambar 7.5 Pusat dari semua bentuk material berbasis-karbon. Graphene adalah material 2D untuk semua material karbon dengan berbagai dimensi, jika dibungkus menjadi buckyballs 0D, digulung menjadi nanotube 1D atau ditumpuk menjadi grafit 3D

Gambar 7.6 Metode sisntesis material graphene. (a) Pengelupasan mekanik dan (b) kimia, (c) mekanisme pertumbuhan graphene pada permukaan C dari SiC, (d) penumbuhan graphene dari SiC, Struktur kristal 6H-SiC dan ilustrasi graphene pada permukaannya. Karbon (biru) dan silicon (merah). Pada permukaan Si- (0001), beberapa lapisan graphene (Few-layer Graphene) tumbuh, dan pada permukaan C (0001), lapisan multi-layer graphene (Multi-layer Graphene) tumbuh, (e) Mekanisme CVD pertumbuhan graphene pada substrat Cu, (f) Skema prosedur untuk metode Tour dan dibandingkan dengan Hummers dan modifikasinya, dan (g) preparasi GO

Gambar 7.7 Hasil penelitian sintesis graphene oksida. (a) sintesis GO dengan dengan metode Hummers termodifikasi dengan bahan oksidator, K2FeO4, (b) lembar GO sintesis (kiri) dan GO hasil hydrothermal (kanan), (c) Hasil AFM dari GO sintesis, (d) hasil FESEM GO hasil Hydrothermal, (e) Thermo Gravimetric Analysis, (f) FTIR dan Raman Spectroscopy dari GO sintesis (g) absorbansi dari GO sintesis, dan (h) XPS sampel GO sintesis

Gambar 7.8 Pola difraksi sinar-X. (a) grafit, GO, dan rGO; (b) tampilan GO yang diperbesar; (c) tampilan rGO yang diperbeesar

Gambar 7.9 Spektra FTIR-ATR GO dan rGO

Gambar 7.10 (a) Representasi dari struktur single-walled carbon nanotube (SWNT) and (b) multiwalled carbon nanotube (MWNT)

Gambar 7.11 Pemodelan kimia kuantum dari empat tahap kritis pembentukan

(15)

fullerene dari serpihan graphene kecil. a-d, Hilangnya atom karbon di tepinya (a→b), pembentukan segilima (b→c), lengkungan serpihan (c→d), pembentukan ikatan baru, mengarah ke ritsleting tepi serpihan (d→e). e, pandangan atas dan samping dari struktur menengah berbentuk mangkuk. Energi stabilisasi dari struktur antara dan resultan fullerene C60 (f), relatif terhadap serpihan bebas graphene yang bebas cacat yang diperlihatkan dalam a, disajikan secara gambar dan grafik. b′, d′-f′, Pandangan atas serpihan graphene (b′), intermediet graphene melengkung (d′, e′) dan molekul C60 fullerene (f′) yang diadsorpsi pada substrat graphene yang mendasari dan gambar TEM yang disimulasikan sesuai untuk setiap struktur, menunjukkan bagaimana mereka akan muncul dalam percobaan TEM

Gambar 7.12 Skema representasi dari struktur lignoselulosa dalam biomassa Gambar 7.13 Hasil SEM dari pori-pori karbon aktif

Gambar 7.14 (a) FTIR sampel karbon aktif. (b) SEM sampel karbon aktif. (c) isoterm adsorpsi-desorpsi N2 pada 77 K.(d) distribusi ukuran pori. (e) Karakteristik fisik sampel hasil adsorpsi N2 pada 77 K. (f) karakteristik permukaan asam dan basa dari karbon aktif sekam padi

Gambar 7.15 (a) Kurva CV untuk sampel karbon aktif sekam padi pada berbagai scan rate. (b) Kurva CV dari sampel HRN-800 pada berbagai scan rate. (c) Kurva galvanostatic charge/discharge dari sampel HRN-800 pada berbagai scan rate

Gambar 7.16 Spektra FTIR (kiri) dan spectra Raman (kanan)

Gambar 7.17 Spektra XPS NAC (A) survei NAC-800 dan spektra XPS N1s NAC-600 (B), NAC-700 (C) NAC-800 (D)

Gambar 7.18 Isoterm adsorpsi nitrogen (kiri) dan distribusi ukuran pori (kanan) untuk karbon aktif kulit singkong termodifikasi

Gambar 7.19 Klasifikasi komposit berbasis karbon dan aplikasinya

Gambar 7.20 Morfologi CNT/GNF. (a,b) SEM perbesaran rendah, (c) SEM perbesaran tinggi, dan (d) TEM komposit CNT/GCF

Gambar 7.21 Sifat elektrokimia superkapasitor berbasis CNT/GNF dan CNT pada elektrolit KOH 6 M. Kurva CV (a) CNT/GNF dan (b) CNT dibawah variasi scan rate, (c) kapasitansi spesifik CNT/GNF dan CNT yang dihitung pada bebagai variasi densitas arus, (d) perhitungan EIS superkapasitor berbasis CNT/GNF dan CNT

Gambar 7.22 (a) TEM pembesaran rendah dari nanokomposit Sn/graphene, menunjukkan distribusi homogen nanopartikel Sn pada graphene nanosheets. Inset adalah pola SAED. (b) TEM perbesaran tinggi dari nanokomposit Sn/graphene, yang mana ukuran partikel rata-rata Sn dapat diukur. (c) HRTEM dari nanokomposit Sn/graphene, menunjukkan bahwa nanopartikel Sn dikelilingi oleh strip bergelombang nanosheets graphene. (d) Kisi yang diperlihatkan dari gambar HRTEM Sn/graphene. Inset berisi gambar kisi nanopartikel

(16)

Sn. (e) FESEM dari nanokomposit Sn/graphene. Inset adalah gambar FESEM pembesaran tinggi, di mana partikel nano Sn terlihat jelas. (f) Voltammogram siklik dari elektroda Sn/graphene. (g) Profil charge/discharge elektroda Sn/graphene dalam sel lithium-ion. (h) Kapasitas penyimpanan balik reversibel vs siklus untuk elektroda nanokomposit Sn/graphene, elektroda graphene, dan elektroda Sn.

(i) proses sintesis nanokomposit Sn/Graphene

Gambar 7.23 Data hasil penelitian. (a) Pola XRD dari graphene, graphite oxide, dan komposit graphene/MnO2. Perhatikan bahwa tiga sampel komposit direpresentasikan sebagai graphene/MnO2 – A (5 menit), graphene/MnO2-B (10 menit), dan graphene/MnO2 – C (15 menit).

Inset menunjukkan pola XRD halus untuk tiga sampel dengan waktu reaksi microwave yang berbeda (5, 10, dan 15 menit), (b) Spektroskopi impedansi superkapasitor berdasarkan pada komposit graphene / MnO2 dengan waktu reaksi microwave berbeda. Semua kurva yang ditampilkan di sini diukur dalam rentang frekuensi 100 kHz hingga 0.01 Hz. Z ′ adalah impedansi nyata dan Z ″ adalah impedansi imajiner. Insets menunjukkan skala yang diperbesar untuk gambar spektroskopi impedansi, (c) Kurva CV dari elektroda komposit graphene / MnO2. Kurva diukur pada tingkat pemindaian yang berbeda dari 5, 10, 20, 50, dan 100 mV/s (dari dalam ke luar).

Dari (a) hingga (c), waktu reaksi microwave masing-masing adalah 5, 10, dan 15 menit, (d) Kurva charge / discharge Galvanostatic dari superkapasitor berdasarkan pada elektroda komposit graphene/MnO2 dengan waktu reaksi gelombang mikro yang berbeda. (a) 5 mnt, (b) 10 mnt, dan (c) 15 mnt. Untuk setiap sampel, kurva diukur pada arus pengisian 2 dan 3 mA, masing-masing, (e) Kinerja siklus superkapasitor berdasarkan pada komposit graphene/MnO2. Retensi kapasitansi sekitar 75%, 83%, dan 93%

setelah 3.000 siklus pengisian dan pemakaian pada kerapatan arus 2 mA untuk waktu reaksi microwave (a) 5 menit , (b) 10 menit, dan (c) 15 menit, masing-masing

Gambar 7.24 Voltammogram siklik dari (a) MnO2 / MWNT, (b) PEDOT (5% berat) / MnO2 / MWNT, (c) PEDOT (12% berat) / MnO2 / MWNT, (d) PEDOT (35% berat) / MnO2 / MWNT, (e) elektroda komposit PEDOT / MWNT, dan (f) Kapasitansi spesifik dari sampel

Gambar 7.25 (a) Gambar STEM dari lembaran graphene yang terdoping N. (b) pemetaan elemen C- dari bagian (a). (c) pemetaan elemen N- dari bagian (a). (d) gambar STEM dari lembaran graphene terdoping B.

(e) pemetaan elemen C- dalam bagian (d). (f) pemetaan elemen B- dari bagian (d). (g) spektrum XPS N1 dari graphene yang terdoping N.

Inset: struktur skematis dari kondisi pengikatan N dalam kisi graphene yang menunjukkan pyridinic N (N1) dan pyrrolic N (N2), ditunjukkan oleh cincin bertitik magenta. (h) Spektrum XPS B1 dari

(17)

graphene terdoping B. Inset: struktur skematis dari kondisi pengikatan B dalam kisi graphene yang menunjukkan BC3 (B1) dan BC2O (B2), ditunjukkan oleh cincin bertitik magenta.

Gambar 7.26 Reaksi antara urea (sumber doping N) dengan gugus fungsional permukaan karbon dan transformasi termal

Gambar 7.27 Fungsionalisasi Hetero-atom P- saat Hydrothermal

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Karakteristik Umum Sistem Penyimpanan Energi Tabel 1.2 Aplikasi Fasilitas Penyimpanan Energi Roda Gaya Tabel 1.3 Perbandingan beberapa teknologi CAES

Tabel 1.4 Proyek CAES dari berbagai wilayah beserta karakteristik Tabel 1.5 Fasilitas PHES yang telah dibangun di beberapa Negara Tabel 3.1 Tinjauan beberapa LIB komersial dengan karakteristiknya Tabel 3.2 Tinjauan sistem LCO

Tabel 3.3 Tinjauan sistem LMO Tabel 3.4 Tinjauan sistem LFP

Tabel 3.5 Sifat elektrokimia berbagai baterai Na-Udara Tabel 4.1 Konstanta dielektrik material kapasitor Tabel 4.2 Kode huruf kapasitor elektrolitik Tabel 4.3 Kode warna kapasitor

Tabel 4.4 Kode warna tegangan kapasitor Tabel 4.5 Kode huruf untuk toleransi kapasitor

Tabel 5.1 Karakteristik sifat superkapasitor hibrida simetri dan asimetri Tabel 5.2 Karakteristik Polimer yang digunakan dalam Superkapasitor Tabel 5.3 Karakteristik ion pada elektrolit berair

Tabel 5.4 Elektrolit Berair pada Superkapasitor Tabel 5.5 Elektrolit Organik pada Superkapasitor Tabel 5.6 Elektrolit Cair Ionik pada Superkapasitor

Tabel 5.7 Elektrolit Padat dan Kuasi-padat pada Superkapasitor Tabel 5.8 Elektrolit Aktif Redoks pada Superkapasitor

Tabel 6.1 Perbandingan teknologi sel bahan bakar

Tabel 6.2 Perbandingan densitas energi untuk methanol dan teknologi penyimpanan hidrogen

Tabel 7.1 Aplikasi material heirarki berstruktur pori dalam bidang katalis, pemisahan, energi dan ilmu hayati

Tabel 7.2 Perbandingan kinerja jenis elektroda berbasis karbon untuk superkapasitor

Tabel 7.3 Material elektroda graphene untuk baterai

Tabel 7.4 Material elektroda graphene untuk superkapasitor Tabel 7.5 Perbandingan metode sintesis CNT

Tabel 7.6 Material elektroda CNT untuk baterai

Tabel 7.7 Material elektroda CNT untuk superkapasitor

Tabel 7.8 Pengaruh waktu impregnasi, temperatur dan durasi aktivasi terhadap karbon aktif

Tabel 7.9 Rendamen karbon aktif biji zaitun (Olive stones)

Tabel 7.10 Analisis unsur karbon aktif kulit jeruk dengan metode XRF Tabel 7.11 Analisis unsur karbon aktif dengan EDS

(19)

Tabel 7.12 Analisis unsur karbon aktif terdoping nitrogen dengan Elemental analyer

Tabel 7.13 Karakterisasi NAC dengan BET, Elemental analyzer dan XPS Tabel 7.14 Data titrasi Boehm sampel karbon

Tabel 7.15 Karakteristik pori dari karbon aktif kulit singkong sebelum dan sesudah modifikasi

Tabel 7.16 Material elektroda karbon aktif untuk baterai

Tabel 7.17 Material elektroda karbon aktif untuk superkapasitor

Tabel 7.18 Material elektroda nanokomposit karbon-karbon untuk baterai

Tabel 7.19 Material elektroda nanokomposit karbon-karbon untuk superkapasitor

Tabel 7.20 Material elektroda nanokomposit karbon-logam untuk baterai

Tabel 7.21 Material elektroda nanokomposit karbon-logam untuk superkapasitor Tabel 7.22 Material elektroda nanokomposit karbon-logam oksida untuk baterai Tabel 7.23 Material elektroda nanokomposit karbon-oksida logam atau garam

untuk superkapasitor

Tabel 7.24 Material elektroda nanokomposit karbon-heteroatom untuk baterai Tabel 7.25 Material elektroda nanokomposit karbon-heteroatom untuk

superkapasitor

Tabel 7.26 Material elektroda nanokomposit karbon-polimer untuk baterai Tabel 7.27 Material elektroda nanokomposit karbon-polimer untuk

superkapasitor

(20)

BAB I

SISTEM PENYIMPANAN ENERGI

1.1 Pendahuluan

Di zaman modern ini, kita dihadapkan oleh berbagai tantangan global, salah satunya adalah bagaimana kita mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan sekaligus mengurangi penggunaan bahan bakar fosil untuk melindungi lingkungan. Berbagai upaya sedang dilakukan, terutama dalam dua aspek yaitu mengurangi konsumsi energi dengan meningkatkan efisiensi energi dan mengeksplorasi sumber energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan. Angin, matahari, dan sumber energi alternatif lainnya sedang dieksplorasi dan dikembangkan dengan cepat. Memproduksi listrik yang terbarukan umumnya dikaitkan dengan tenaga angin dan matahari. Meskipun sumber daya ini bersih dan sumber energi terbarukan, mereka juga bisa tidak dapat diandalkan karena mereka tidak menghasilkan daya apa pun ketika hari gelap atau angin berhenti bertiup (Wang et al., 2013; Fontecave, 2015; Li et al., 2015; Xu et al., 2012; Liu et al., 2015).

Teknologi penyimpanan memiliki potensi besar untuk memperlancar pasokan listrik dari sumber-sumber ini dan memastikan bahwa pasokan pembangkit sesuai dengan permintaan.

Penyimpanan energi membawa dampak positif dari segi responsnya yang cepat, sebagian besar teknologi penyimpanan dapat mulai melepaskan daya ke jaringan dengan sangat cepat, sementara sumber bahan bakar fosil cenderung membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukannya. Respons cepat ini penting untuk memastikan stabilitas jaringan ketika terjadi peningkatan permintaan yang tidak terduga atau ketika energi angin dan matahari tidak tersedia (Union of Concerned Scientists, 2015; Denholm et al., 2010)

Teknologi penyimpanan energi mampu menyerap dan menyimpan energi, dan melepaskannya sesuai permintaan. Dengan cara ini, teknologi penyimpanan energi dapat menjadi bagian integral dari sistem tenaga modern. Memang, teknologi tersebut dapat menjadi penghubung utama dalam sistem pasokan listrik masa depan, dengan menjembatani kesenjangan ruang dan waktu yang sering terjadi antara pasokan listrik dan permintaan listrik:

karena pasokan listrik jarang ditemukan di tempat mereka digunakan, kesenjangan ruang

(21)

antara pembangkitan dan penggunaan itu biasa. Juga, karena beberapa teknologi pembangkit listrik hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu, kesenjangan waktu antara memasok listrik dan permintaannya mungkin ada (Oertzen, 2017).

1.2 Karakteristik Sistem Penyimpanan Energi

Teknologi penyimpanan energi mengacu pada proses mengubah energi dari satu bentuk (terutama energi listrik) ke bentuk yang dapat disimpan dan menyimpannya dalam berbagai media kemudian energi yang tersimpan dapat diubah kembali menjadi energi listrik bila diperlukan. Teknologi penyimpanan energi dapat memiliki beberapa proposisi nilai yang menarik untuk operasi jaringan daya dan penyeimbangan daya, seperti (1) membantu dalam memenuhi tingginya kebutuhan beban listrik, (2) menyediakan manajemen energi yang bervariasi waktu, (3) mengurangi intermiten (ketidakstabilan) dari pembangkit listrik sumber terbarukan, (4) meningkatkan kualitas / keandalan daya, (5) memenuhi kebutuhan muatan listrik jarak jauh dan kendaraan, (6) mendukung terwujudnya smart grid, (7) membantu dengan manajemen terdistribusi / pembangkit listrik siaga, dan (8) mengurangi impor energi listrik selama periode permintaan listrik tinggi (Muñoz et al., 2016).

Meskipun potensi manfaat dari instalasi penyimpanan energi untuk operasi sistem tenaga telah diakui, beberapa tantangan signifikan dalam penyebaran sistem penyimpanan energi harus diperhitungkan, terutama dalam hal: (1) cara memilih teknologi penyimpanan energi yang cocok untuk disesuaikan dengan persyaratan aplikasi sistem tenaga, (2) cara mengevaluasi nilai data dari fasilitas penyimpanan energi secara akurat, dengan mempertimbangkan manfaat teknis dan ekonomi, dan (3) cara menurunkan biaya ke tingkat yang dapat diterima untuk penyebaran, terutama untuk teknologi yang baru berkembang (Muñoz et al., 2016).

Sistem kelistrikan akan selalau berubah, mulai dari cara kita menghasilkan daya hingga cara kita mendistribusikan dan menggunakannya. Semua sistem energi yang diikat dengan grid terletak " front-of-the-meter" atau " behind-the-meter", dan karena semakin banyak pelanggan listrik mengendalikan produksi dan penggunaannya, penting untuk memahami perbedaan mendasar antara kedua posisi ini pada jaringan listrik yang lebih besar (Marsh, 2019). Ada dua kemungkinan penempatan penyimpanan energi di gedung: behind-the-meter (BTM) dan front-

(22)

of-the-meter (FTM) seperti gambar 1.1. Penentuan posisi menentukan bagaimana energi digunakan, dan bagaimana penggunaannya dikuantifikasi. Penyimpanan BTM terhubung langsung ke infrastruktur listrik gedung, sedangkan penyimpanan FTM hanya terhubung ke jaringan listrik, dan bukan ke infrastruktur listrik gedung. Sebagian besar instalasi komersial, terutama yang dipasang untuk memanfaatkan pengurangan biaya permintaan, adalah sistem BTM. Dalam kedua kasus tersebut, sistem penyimpanan energi baterai biasanya bersifat dua arah, untuk memungkinkan sistem beralih di antara kasus penggunaan dan memungkinkan aliran listrik multi-arah (A Better City, 2018).

Gambar 1.1 Penyimpanan Energi dengan Skema Behind the Meter (kiri) dan Front of the Meter (kanan) (A Better City, 2018).

Konsep dasar dari Power Purchase Agreement (PPA) adalah sama dalam semua kasus:

klien membeli output listrik dari sistem fotovoltaik dengan harga yang terjangkau, sementara penyedia sistem bertanggung jawab untuk pembiayaan, operasi dan pemeliharaan.

Kesepakatan ini menarik bagi kedua belah pihak. Klien mendapatkan listrik berbiaya rendah tanpa harus melakukan pembayaran modal di muka, dan penyedia mendapatkan aliran pendapatan yang dijamin sementara PPA berlangsung. Namun, ada banyak cara di mana model bisnis PPA dapat digunakan, bahkan jika konsep dasarnya adalah sama. Tergantung pada kebutuhan dan kondisi masing-masing klien, jalur fotovoltaik surya dapat menggunakan metode BTM atau FTM (Quin, 2018).

(23)

Solar PPA Behind the Meter

Sistem PV secara BTM tidak melibatkan penjual daya listrik dan jaringan tetapi listrik disuplai langsung dari penyedia PPA ke klien, tanpa melakukan perjalanan melalui saluran listrik yang dimiliki oleh pihak ketiga. Ketika sistem panel surya ditempatkan secara BTM, umumnya dipasang dekat dengan titik penggunaan, paling umum di atap gedung. Namun, mungkin ada pengecualian untuk ini - jika klien PPA memiliki ekstensi tanah yang luas, mungkin ada jarak yang lebih jauh antara situs terbaik untuk fotovoltaik dan titik penggunaan (Quin, 2018).

Dalam jenis PPA komersial yang paling umum, klien menggunakan sistem fotovoltaik untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka sendiri. Untuk membuat proyek menarik secara finansial, harga kilowatt-jam ditetapkan di bawah tarif yang biasanya dibayarkan oleh klien.

Sehubungan dengan tagihan listrik, ada dua kemungkinan: (1) Penyewa memiliki meteran listrik sendiri dan ditagih langsung oleh penyedia listrik dan (2) Ada meteran listrik utama untuk bangunan, dan sub-meteran untuk penyewa. Penyedia listrik menagih pemilik properti, yang pada gilirannya menagih penyewa mereka (Quin, 2018).

Solar PPA Front of the Meter

Instalasi tenaga surya ini menggunakan infrastruktur jaringan yang ada, yang berarti mereka melibatkan perusahaan utilitas listrik. Seperti pada kasus sebelumnya, ada dua kemungkinan: (1) Listrik dijual ke konsumen pribadi melalui jaringan dan (2) Listrik dijual langsung ke perusahaan listrik, dan kemudian menjualnya kembali kepada klien mereka (Quin, 2018).

Solar PPA secara FTM dapat menjadi daya tarik bagi perusahaan yang tidak memiliki ruang yang memadai untuk menggunakan fotovoltaik di properti mereka. Pertimbangan bangunan bertingkat tinggi, misalnya yang memiliki area atap kecil dibandingkan dengan total area indoornya. Beberapa properti memiliki area atap yang luas, tetapi fotovoltaik tidak dapat digunakan di tempat itu karena fitur arsitektur. Sydney Opera House adalah contoh yang sangat bagus. Dalam beberapa kasus, Solar PPA dinegosiasikan langsung dengan pengecer listrik, yang tidak jauh berbeda dari penjualan ke bisnis pribadi. Dalam hal ini, tidak ada biaya jaringan, karena klien Solar PPA dan pemilik jaringan adalah sama (Quin, 2018).

(24)

1.3 Jenis Teknologi Sistem Penyimpanan

Sistem penyimpanan energi menyediakan beragam pendekatan teknologi untuk mengelola catu daya untuk menciptakan infrastruktur energi yang lebih tangguh dan hemat biaya. Ada banyak manfaat untuk memilih penyimpanan energi, tergantung pada aplikasi dan jenis teknologi yang dipilih untuk memenuhi persyaratan aplikasi itu. Tabel 1.1 diawah ini menjelaskan karakteristik utama dan parameter operasional dari teknologi penyimpanan energi yang tersedia di seluruh dunia.

Tabel 1.1 Karakteristik Umum Sistem Penyimpanan Energi (de la Rubia et al., 2015; World Energy Council, 2019)

Teknologi

Peringkat Daya (mW)

Durasi Penyimpanan

(Jam)

Siklus

Self- discharge

(%)

Densitas Energi (Wh/L)

Densitas Daya (Wh/L)

Efisiensi (%)

Waktu Respon Super

kapasitor 0.01 - 1 milidetik - menit

10.000-

100.000 20 - 40 10 - 20 40.000 -

120.000 80 - 98 10 – 20 milidetik SMES 0.1 - 1 milidetik -

menit 100.000 10 - 15 sekitar 6 1000 -

4000 80 - 95  100 milidetik

PHS 100 -

1000 4 - 12 jam 30 - 60

tahun sekitar 0 0.2 - 2 0.1 - 0.2 70 - 85 det - menit CAES 10 - 1000 2 - 30 jam 20 - 40

tahun sekitar 0 2 - 6 0.2 - 0.6 40 - 75 det - menit Roda gaya

(Flywheels) 0.001 - 1 det - jam 20.000 -

100.000 1.3 - 100 20 - 80 5000 70 - 95 10 - 20 milidetik Baterai

timbal

0.001 - 100

1 menit - 8 jam

6 - 40 tahun

0.1 - 0.3

% 50 -80 90 - 700 80 - 90  detik Baterai

NaS 10 - 100 1 menit - 8 jam

2500 -

4400 0.05 - 20 150 - 300 120 - 160 70 - 90 10 - 20 milidetik Baterai

Li-ion 0.1 - 100 1 menit - 8 jam

1000 -

10.000 0.1 - 0.3 200 - 400 1300 -

10.000 85 - 98 10 – 20 milidetik Baterai Alir 1 -100 2 - 10 jam 12.000 -

14.000 0.2 20 - 70 0.5 - 2 60 - 85 10 – 20 milidetik Hidrogen 0.01 -

1.000

menit - minggu

5 - 30

tahun 0 - 4 600 0.2 - 20 25 - 45 detik - menit SNG 50 - 1.000 jam - minggu 30 tahun dapat

diabaikan 1800 0.2 - 2 25 - 50 detik – menit

Garam cair 1 - 150 jam 30 tahun - 70 - 210 - 80 - 90 menit

Sistem penyimpanan energi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk energi yang disimpan:

(25)

1.3.1 Penyimpanan Energi Termal

Penyimpanan Energi Termal atau Thermal Energy Storage (TES) meliputi ice-based storage systems, hot and chilled water storage, molten salt storage dan rock storage technologies. Dalam sistem ini kelebihan energi panas dikumpulkan untuk digunakan nanti.

Sistem TES terdiri dari

1.3.1.1 Sensible Heat Storage (SHS)

Energi yang tersedia disimpan dalam bentuk kenaikan atau penurunan suhu material, yang dapat digunakan untuk memenuhi permintaan pemanasan atau pendinginan. Beberapa variasi yang ada dari teknologi ini adalah: molten salt storage (umumnya digabungkan dengan Concentrated Solar Power (CSP)), hot and chilled water storage (dirancang untuk melayani rumah tangga atau komunitas). Dalam Khare et al (2013) syarat bahan yang digunakan untuk sistem SHS harus memiliki kapasitas panas spesifik yang tinggi, stabilitas jangka panjang dalam hal siklus termal dan harus kompatibel dengan bahan wadah di mana penyimpanan terjadi.

1.3.1.2 Latent Heat Storage (LHS)

Energi disimpan dalam bahan yang mengalami perubahan fase (transisi antara padat dan cair) atau Phase Change Material (PCM) karena menyimpan dan melepaskan energi (Frigione et al., 2019). Dibandingkan dengan SHS, ada banyak keuntungan dari LHS, seperti kapasitas penyimpanan panas tinggi, sumber panas konstan pada titik perubahan suhu fase, dan perubahan fase reversible proses untuk penggunaan berulang. Pemilihan bahan penyimpanan juga tergantung pada kisaran suhu yang diinginkan, aplikasi unit penyimpanan termal dan ukuran sistem penyimpanan termal (Dinkers et al., 2015; Nomura and Akiyama, 2017; Nomura et al, 2013; Oro et al., 2012). Untuk menyimpan bahan perubahan fasa panas laten yang memadai harus memiliki fusi panas laten tinggi, panas spesifik tinggi, konduktivitas termal tinggi dan perubahan volume kecil selama perubahan fasa, sedikit atau tidak ada sub- pendinginan. Bahan-bahan ini harus stabil secara kimia setelah siklus termal berulang dan harus tidak beracun, tidak korosif, tidak mudah terbakar dan harus tersedia dalam skala besar dengan harga lebih murah (Regin et al., 2012).

(26)

1.3.1.3 Thermochemical Heat Storage (THS)

Sistem penyimpanan panas thermokimia (THS) memiliki keunggulan besar dibandingkan sistem penyimpanan termal lainnya, terutama kepadatan energi yang tinggi dan kehilangan panas yang rendah ketika tertutup rapat (Jarimi et al., 2019). Bahan penyimpanan panas termokimia (THS) memiliki kepadatan penyimpanan hampir 8-10 kali lebih tinggi dari SHS dan volume penyimpanan 2 kali bahan LHS (Aydin et al., 2015). Untuk memilih kandidat yang paling cocok untuk bahan penyimpanan panas termokimia, dapat memperhatikan beberapa faktor utama seperti biaya, kemampuan untuk mempertahankan sejumlah besar siklus pengisian, penyimpanan dan pemakaian, ketersediaan bahan, tidak beracun dan tidak mudah terbakar, korosif, laju reaksi dan kisaran suhu, kepadatan penyimpanan energi dan karakteristik perpindahan panas serta sifat aliran yang baik (Mahlia et al. 2014).

1.3.2 Penyimpanan Energi Mekanik 1.3.2.1 Penyimpanan Energi Roda Gaya

Fungsionalitas sistem roda gaya cukup sederhana dan anda bahkan mungkin telah bermain dengannya ketika Anda masih kecil. Ingat mobil mainan yang terus berjalan setelah memutar roda mereka? Itu didukung oleh roda gaya. Jadi, pada dasarnya roda gaya adalah piringan dengan jumlah massa tertentu yang berputar, menahan energi kinetik (Oberhofer, 2012).

Gambar 1.2 Struktur dalam Roda Gaya (Muñoz et al., 2016).

Sistem penyimpanan energi roda gaya atau Flywheel Energy Storage Systems (FESS) menggunakan input energi listrik yang disimpan dalam bentuk energi kinetik. Energi kinetik

(27)

dapat digambarkan sebagai "energi gerak," dalam hal ini gerakan massa yang berputar, yang disebut rotor. Ketika roda gaya mengambil daya dari grid, rotor berakselerasi ke kecepatan yang sangat tinggi, menyimpan listrik sebagai energi rotasi. Energi listrik yang tersimpan meningkat dengan kuadrat kecepatan massa yang berputar, sehingga bahan yang dapat menahan kecepatan tinggi dan gaya sentrifugal sangat penting. Untuk mengeluarkan energi yang tersimpan, rotor beralih ke mode pembangkitan, melambat, dan berjalan dengan energi inersia, sehingga mengembalikan listrik ke jaringan. Tabel 1.2 mencantumkan beberapa fasilitas FES yang telah dibangun.

Tabel 1.2 Aplikasi Fasilitas Penyimpanan Energi Roda Gaya

Fasilitas Karakteristik Referensi

Active Power Company

Untuk 99% masa operasinya, mesin roda gaya adalah motor. Sekitar 1 kW daya input digunakan untuk menjaga putaran rotor pada 7.700 RPM (584 MPH) yang menyimpan hingga 10,5 MJ energi

Active Power, 2020

Beacon Power Company

Roda gaya memiliki peringkat keluaran daya hingga 160 kW pada 480 V AC dan kemampuan untuk menyediakan penyimpanan energi selama lebih dari 30 menit tergantung pada daya yang disuntikkan ke dalam jaringan. Rotor Beacon berkinerja tinggi berputar hingga 16.000 rpm dengan kemampuan untuk melakukan lebih dari 175.000 siklus. Roda gaya memberikan suplai energi 0,1 MW dan 0,025 MWh dan untuk total pembangkit memberikan 20,0 MW dan 5,0 MWh.

Beacon Power, 2018;

Hazel Spindle LLC, 2012.

Boeing Technology Phantom Works

Berhasil mengintegrasikan FESS ke beberapa lokasi demonstrasi melalui perjanjian kerja sama dengan DOE dan kontrak dengan Sandia National Labs.

Status:

 Tes 1 kWh / 3 kW berhasil

 Upgrade desain rotor 5 kWh selesai

 Sistem 5 kWh / 100 kW saat ini sedang dalam pengujian integrasi

 10 kWh / 3 kW mencapai banyak tujuan desain program

 Upgrade desain rotor I 0 kWh selesai

 Desain awal dimulai untuk sistem 30 kWh / 100 kW

Johnson, 2005.

Piller Power System

Sistem penyimpanan Piller POWERBRIDGE ™ menyediakan konten energi tinggi hingga 60MJ + per unit dengan kerugian rendah. Penyimpan energi ini dapat dikonfigurasi secara tunggal atau paralel dengan berbagai unit Piller UPS untuk memfasilitasi berbagai kombinasi waktu-daya. Unit ini dapat menghasilkan daya di atas 3MW dan memberikan daya listrik 1MW selama lebih dari 60 detik.

Piller Power, 2020

1.3.2.2 Penyimpanan Energi Udara Bertekanan

Dibandingkan dengan teknologi penyimpanan energi lainnya, Compressed Air Energy Storage (CAES) terbukti menjadi jenis penyimpanan energi yang bersih dan berkelanjutan

(28)

dengan fitur unik berkapasitas tinggi dan durasi penyimpanan yang lama. Skala dan biayanya mirip dengan penyimpanan hidroelektrik yang dipompa (PHS), sehingga CAES telah menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir sementara pengembangan lebih lanjut untuk PHS dibatasi oleh ketersediaan lokasi geologi yang sesuai (Wang et al., 2017; APEX CAES, 2019).

Gambar 1.3 Skema Penyimpanan Listrik Tenaga Udara Terkompresi (APEX CAES, 2019)

Teknologi CAES didasarkan pada prinsip pabrik turbin gas tradisional. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.3, pabrik turbin gas, menggunakan udara dan gas sebagai media kerja, terutama terdiri dari tiga bagian: turbin gas, kompresor dan pembakaran. Gas dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi, yang dibentuk dengan mencampurkan udara tekan dan bahan bakar di ruang bakar, menggerakkan turbin yang pada gilirannya menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. Untuk pabrik CAES, ada dua tahap operasi yang berbeda, yaitu kompresi dan ekspansi. Karena dua tahap tidak berjalan secara bersamaan, ada efisiensi sistem yang lebih tinggi (48-54%) daripada dalam sistem turbin gas tradisional (Wang et al., 2017; Yao et al., 2016).

Tabel 1.3 Perbandingan beberapa teknologi CAES (Vengkataramani et al., 2016)

Teknologi Densitas energi

(Wh/L) Daya (MW) Durasi simpan Durasi (Tahun)

lama

penggunan Siklus Large CAES 2 - 6 110 & 290 Jam - Bulan 20 - 40 1 - 24+ jam 8.000 - 12.000

AA - CAES 2 - 6 110 &290 Jam - Bulan 20 - 40 1 - 24+ jam -

LAES 8 - 24 0.3 & 2.5 - 20 - 40 1 - 24+ jam -

SC - CAES 8 - 24 110 & 290 Jam - Bulan 20 - 40 1 - 24+ jam - Small CAES 2 - 6 0.003 & 3 Jam - Bulan 23+ Hingga jam Uji 30.000 Singkatan : AA-CAES, Advanced Adiabatic Compressed Air Energy Storage; LAES, Liquid Air Energy Storage; SC- CAES, Supercritical Compressed Air Energy Storage.

(29)

Pengembangan teknologi CAES bertujuan untuk mencapai program energi keberlanjutan dan mengurangi emisi, Tabel 1.3 menyajikan perbandingan berbagai teknologi CAES yang saat ini sedang dikembangkan. Beberapa jenis CAES yang telah dikembangkan dapat dilihat pada tabel 1.4 di bawah ini.

Tabel 1.4 Proyek CAES dari berbagai wilayah beserta karakteristik

Proyek &

Lokasi

Densitas energi (MWh)

Densitas daya (MW)

Formasi geologi

Efisiensi (%)

Volume gua (m3)

Maks.

Tekanan (MPa)

Sumber

Huntof,

Jerman 580 290 Gua garam 42 270.000 -

310.000 4.3 – 7.0

IRENA, 2017;

Venkataramani et al, 2016; Wang et al, 2017 Norton,

USA - 270 -

2700 Limestone - 9.600.000 5.5 - 11

Chen et al., 2013;

Succar and Williams, 2008; Linden, 2007.

McIntosh

, USA 2860 110 Gua garam 54 532.000 4.5 – 7.4

IRENA, 2017;

Venkataramani et al, 2016; Wang et al, 2017 Iowa

Energy Park, USA

- 270 Batu pasir

berpori - - 3.6 Chen et al., 2013; IEDA,

2019;

ADELE,

Jerman 360 90 Gua garam 70 -  10 RWE Power, 2010

Matagor

d, USA - 317 Gua garam - - 19.5 APEX Matagorda

Energy Center, 2012 Seneca,

USA - 150 - 270 Gua garam - 150.000 8 - 11 Zuang et al., 2014 PG&E,

USA - 300 Batuan

berpori - - - Medeiros et al., 2018

Datang CAES, Mongolia

- 300 Batu pasir - 900.000 5 - 8 Zuang et al., 2014

1.3.2.3 Penyimpanan Energi Tenaga Pompa Air

Penyimpanan energi tenaga pompa air atau Pumped Hydro Energy Storage (PHES) adalah teknologi yang mapan dan dapat diterima secara komersial untuk penyimpanan listrik skala utilitas dan telah digunakan sejak awal tahun 1890-an. Tenaga air tidak hanya sumber energi terbarukan dan berkelanjutan, tetapi fleksibilitas dan kapasitas penyimpanannya juga memungkinkan untuk meningkatkan stabilitas jaringan dan untuk mendukung penyebaran sumber energi terbarukan berselang lainnya seperti angin dan matahari (Rehman et al., 2015). Fasilitas yang dapat menyimpan energi dalam bentuk air di reservoir atas yang dipompa dari reservoir lain pada ketinggian lebih

(30)

rendah. Selama periode permintaan listrik yang tinggi, daya dihasilkan dengan melepaskan air yang tersimpan melalui turbin dengan cara yang sama seperti stasiun tenaga air konvensional.

Selama periode permintaan rendah (biasanya malam atau akhir pekan ketika biaya listrik juga lebih rendah), reservoir atas diisi ulang dengan menggunakan listrik dari jaringan untuk memompa air kembali ke reservoir atas (ESA, 2020; Breeze, 2018). Teknologi penyimpanan energi ini telah digunakan untuk berbagai aplikasi. Namun ada, masa tunggu beberapa menit setiap kali mode operasi berubah. Penundaan ini membuat mesin tidak bisa dioperasikan.

Dengan demikian, beberapa sumber daya tambahan harus ditetapkan selama periode itu sebagai sumber daya cadangan (Oertzen, 2017; Javed et al., 2020).

Gambar 1.4 Skema fasilitas penyimpanan energi pompa air (Connolly, 2010)

Dua faktor utama yang menentukan berapa banyak energi yang dapat disimpan dan dihasilkan dalam sistem tersebut: a) total volume penyimpanan reservoir atas, dan b) perbedaan ketinggian antara reservoir atas dan bawah. Sistem penyimpanan pompa air memiliki tingkat daya yang bergantung pada tekanan air yang tersedia, yang merupakan fungsi dari perbedaan ketinggian antara reservoir penyimpanan atas dan bawah, laju aliran melalui turbin, dan tingkat daya turbin/ generator. Sistem penyimpanan energi pompa air memiliki masa pakai yang panjang, dan efisiensi siklus berkisar antara 70% dan 85%. Mengenai integrasi energi terbarukan yang terputus-putus ke dalam jaringan, sistem penyimpanan ini sangat sesuai untuk menyimpan / mengirim energi listrik ketika tersedia kelebihan / kekurangan pasokan dari sumber-sumber tersebut (Oertzen, 2017). PHES dengan kemampuan untuk menyimpan ribuan

(31)

megawatt daya, masih merupakan sistem penyimpanan energi paling luas yang digunakan hingga saat ini. Pabrik PHES global disajikan pada tabel 1.5 (Schoppe, 2010).

Tabel 1.5 Fasilitas PHES yang telah dibangun di beberapa Negara

Lokasi Nama Fasilitas Tahun Hydraulic head (m)

Daya (MW)

Lama operasi (jam)

Biaya fasilitas

Australia Tumut 3 1973 - 1690 - -

China Tianhuangping 2001 590 1800 - $ 1080 M

Guangzhu 2000 554 2400 - -

Perancis Grand maison 1987 955 1800 - -

Jerman Markersbach 1981 - 1050 - -

Goldisthal 2002 - 1060 - $ 700 M

Iran Siah Bisheh 1996 - 1140 - -

Italia Plastra edolo 1982 1260 1020 - -

Chiotas 1981 1070 1184 - -

Presenzano 1992 - 1000 - -

Lago delio 1971 - 1040 - -

Jepang Imaichi 1991 524 1050 7.2 -

Okuyoshino 1978 505 1240 - -

Kazunogowa 2001 714 1600 8.2 $ 3200 M

Matanogawa 1999 489 1200 - -

Ohkawachi 1995 411 1280 6 -

Okukiyotsu 1982 470 1040 - -

Okumino 1995 485 1036 - -

Okutataragi 1998 387 1240 - -

Shimogo 1991 387 1040 - -

Shin takesagawa 1981 229 1280 7 -

Shin toyne 1973 203 1150 - -

Tamahara 1986 518 1200 13 -

Luxemburg Vianden 1964 287 1096 - -

Russia Zagorsk 1994 539 1200 - -

Kaishador 1993 - 1600 - -

Dneister 1996 - 2268 - -

Afrika selatan Drakensbergs 1983 473 1200 - -

Taiwan Minhu 1985 310 1008 - $ 866 M

Mingtan 1994 380 1620 - $ 1338 M

UK/ Wales Dinorwig 1984 545 1890 5 $ 310 M

USA/ CA Castaic 1978 350 1566 10 -

USA/ CA Helms 1984 520 1212 - $ 416 M

USA/ MA Northfield Mt 1973 240 1080 10 $ 685 M

USA/ MI Ludington 1973 110 1980 9 $ 327 M

USA/ NY Blenheimgilboa 1973 340 1200 12 $ 212 M

USA/ NY Lewiston-Niagara 1961 - 2880 20 -

USA/ SC Bad creek 1991 370 1065 24 $ 652 M

USA/ TN Racoon Mt 1979 310 1900 21 $ 288 M

USA/ VA Bath Country 1985 380 2700 11 $ 1650 M

(32)

1.3.3 Penyimpanan Energi Kimia

Salah satu penyimpanan energi kimia yang paling populer adalah penyimpanan energi hidrogen. Penyimpanan energi hidrogen ini menawarkan emisi nol ketika digabungkan dengan sumber energi terbarukan atau teknologi rendah karbon. Komponen penting dari sistem penyimpanan hidrogen terdiri dari unit electrolyzer, komponen penyimpanan dan konversi energi. Penggunaan unit elektrolisis air adalah cara yang umum untuk menghasilkan hidrogen yang dapat disimpan dalam wadah bertekanan tinggi dan / atau ditransmisikan dengan saluran pipa untuk digunakan nanti seperti gambar 1.5. Ketika menggunakan hidrogen yang tersimpan untuk pembangkit listrik, sistem sel bahan bakar diadopsi, yang merupakan teknologi utama dalam penyimpanan energi hidrogen (Díaz-González et al., 2012; Naish et al., 2007; Luo et al., 2014).

Gambar 1.5 Sistem Penyimpanan Hidrogen dan Fuel Cell (Luo et al., 2014)

Sel Bahan Bakar Karbonat Cair (MCFC), Sel Bahan Bakar Membran Penukar Proton (PEMFC), Sel Bahan Bakar Metanol Langsung (DMFC), Sel Bahan Bakar Alkali (AFC), Sel Bahan Bakar Oksida Padat (SOFC), Polimer dan Sel Bahan Bakar Asam Fosfat (PAFC) adalah beberapa jenis dari sel bahan bakar (Naish et al., 2007; Mekhilef et al., 2012).

Selain itu, beberapa teknologi sel bahan bakar yang sedang dikembangkan adalah Sel Bahan Bakar Metanol Langsung (DMFC), Sel Bahan Bakar Oksida Padat (SOFC) dan Sel Bahan Bakar Karbonat Cair (MCFC). SOFC dan MCFC diharapkan dapat mencapai efisiensi 60% untuk konversi bahan bakar menjadi listrik dan 85% ketika limbah panas ditangkap dan digunakan dan juga dapat dioperasikan pada suhu yang sangat tinggi (masing-masing sekitar 620oC dan 1000oC) (Naish et al., 2007).

(33)

Selain itu, membawa hidrogen di atas kapal untuk menempuh jarak yang sama dengan kendaraan bertenaga bensin adalah salah satu kelemahan dari teknologi ini. Meskipun bahan bakar cair berkepadatan lebih tinggi seperti gas alam, metanol, LPG, etanol, dan bensin dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan bahan bakar hidrogen menggunakan sel bahan bakar, kenaikan biaya, kebutuhan pemeliharaan, dan peningkatan energi menghalangi gagasan ini. Selain itu, meski tidak sebanyak mesin bertenaga bensin konvensional, kendaraan sel bahan bakar juga akan menghasilkan emisi CO2. Sel Bahan Bakar Karbonat Cair (MCFC), Sel Bahan Bakar Oksida Padat (SOFC), Sel Bahan Bakar Metanol Langsung (DMFC) adalah jenis teknologi yang dapat secara langsung mengubah bahan bakar organik menjadi hydrogen (Naish et al., 2007).

1.3.4 Penyimpanan Energi Elektrokimia

Baterai yang dapat diisi ulang adalah salah satu teknologi sistem penyimpanan energi yang paling banyak digunakan dalam industri dan kehidupan sehari-hari. Gambar 1.6 menunjukkan prinsip operasional yang disederhanakan dari sistem penyimpanan energi baterai yang khas. Sistem ini terdiri dari sejumlah sel elektrokimia yang dihubungkan secara seri atau paralel, yang menghasilkan listrik dengan tegangan yang diinginkan dari reaksi elektrokimia.

Setiap sel berisi dua elektroda (anoda dan katoda) dengan elektrolit. Sebuah sel dapat secara dua arah mengubah energi antara energi listrik dan kimia. Selama pemakaian, reaksi elektrokimia terjadi pada anoda dan katoda secara bersamaan. Ke sirkuit eksternal, elektron disediakan dari anoda dan dikumpulkan di katoda. Selama pengisian, reaksi balik terjadi dan baterai diisi ulang dengan menerapkan tegangan eksternal ke dua elektroda (Luo et al., 2014;

Song et a., 1999; Symons and Waghorne, 2001)

Penyimpanan Elektrokimia mencakup berbagai teknologi baterai yang menggunakan senyawa kimia yang berbeda untuk menyimpan listrik. Masing-masing dari banyak teknologi baterai memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dan digunakan untuk menyimpan dan kemudian melepaskan listrik untuk jangka waktu yang berbeda mulai dari beberapa menit hingga beberapa jam. Ada dua kategori utama baterai: (1) Baterai padat isi ulang (solid rechargeable batteries) di mana energi kimia disimpan dalam elektroda logam padat, dan (2)

(34)

Baterai cair (Flow Batteries) dimana energi kimia disimpan dalam berbagai jenis cairan elektrolit mengalir yang disimpan dalam tangki terpisah dari sel elektrokimia yang sebenarnya.

Gambar 1.6 Skema Operasi Sistem Penyimpanan Baterai (Luo et al., 2014; Muñoz et al., 2016)

1.3.5 Penyimpanan Energi Listrik 1.3.5.1 Kapasitor dan Superkapasitor

Kapasitor terdiri dari setidaknya dua konduktor listrik, seringkali dalam bentuk lembaran logam, yang dipisahkan oleh lapisan isolasi yang terbuat dari plastik, keramik atau kaca. Ketika kapasitor diisi, energi disimpan dalam bahan dielektrik dalam bentuk medan elektrostatik.

Kapasitor sebagian besar digunakan untuk menyimpan sejumlah kecil energi listrik, dan dicirikan oleh kapasitasnya yang terbatas, kepadatan energi yang relatif rendah, dan kehilangan debit yang tinggi. Bila dibandingkan dengan sistem baterai kontemporer lainnya, kepadatan daya mereka lebih tinggi, dan waktu pengisian mereka lebih rendah (Oertzen, 2017).

Superkapasitor adalah jenis dari kapasitor kontemporer, dan termasuk kapasitor double- layer atau ultrakapasitor, yang mengandung dua elektroda konduktor, elektrolit, dan separator berupa membran berpori. Mereka memiliki karakteristik kapasitor tradisional, dan juga baterai elektrokimia, di mana mereka menyimpan energi dalam bentuk muatan statis pada permukaan antara elektrolit, serta antara elektroda konduktor. Superkapasitor memiliki siklus yang tinggi, sering kali > 100.000 siklus, dan efisiensi siklus berkisar 84% - 97%. Di sisi lain, superkapasitor memiliki tingkat debit harian berkisar antara 40% dan 55%, dan biaya modal lebih dari US $ 6.000/kW (Oertzen, 2017).

(35)

1.3.5.2 Penyimpanan Energi Magnetik Superkonduktor

Penyimpanan energi magnetik superkonduktor atau Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) menyimpan energi listrik dalam medan magnet yang dihasilkan oleh arus searah yang bersirkulasi melalui unit koil superkonduktor. Superkonduktivitas dicapai dengan cara pendinginan kriogenik, untuk mencapai suhu di bawah temperatur kritis bahan koil superkonduktor. Biasanya, bahan-bahan seperti merkuri, niobium, vanadium atau titanium mencapai kondisi superkonduktor setelah didinginkan hingga suhu rendah. Setelah keadaan seperti itu tercapai, arus mengalir tanpa hambatan, dan memungkinkan penyimpanan energi listrik. Sistem magnetik superkonduktor dilepaskan menggunakan konverter daya yang sesuai, yang kemudian memungkinkan sistem untuk melepaskan energi listrik yang tersimpan ke dalam sistem arus bolak-balik (Oertzen, 2017). Besarnya energi yang tersimpan ditentukan oleh induktansi diri dari kumparan dan arus yang mengalir melaluinya. Struktur yang disederhanakan dari sistem SMES diilustrasikan pada gambar 1.7 (Chen et al., 2009).

Gambar 1.7 Skema Sistem SMES (Luo et al., 2014)

1.4 Tinjauan Ekonomi Sistem Penyimpanan Energi

Ketika mengevaluasi biaya dan manfaat penyimpanan energi untuk suatu aplikasi, teknologi penyimpanan seringkali sangat mahal dibandingkan dengan alternatifnya. Sebagai contoh, ketika mengimbangi intermiten energi terbarukan seperti matahari dan angin, penyimpanan energi sering dibandingkan dengan turbin pembakaran, yang juga dapat mengimbangi jaringan listrik dari sistem energi terbarukan. Saat ini, PHS dan CAES, keduanya sangat mahal, adalah dua teknologi yang kompetitif dengan turbin pembakaran ketika parameter operasional yang terkait dengan integrasi terbarukan dipertimbangkan. Aplikasi lain memiliki lanskap kompetitif yang serupa di mana teknologi penyimpanan harus mengganti

Gambar

Gambar 1.1 Penyimpanan Energi dengan Skema Behind the Meter (kiri) dan Front of the Meter  (kanan) (A Better City, 2018)
Tabel  1.1  Karakteristik  Umum  Sistem  Penyimpanan  Energi  (de  la  Rubia  et  al.,  2015;  World  Energy Council, 2019)  Teknologi  Peringkat Daya  (mW)  Durasi  Penyimpanan (Jam)  Siklus   Self-discharge (%)  Densitas Energi (Wh/L)  Densitas Daya (Wh/
Tabel 1.4 Proyek CAES dari berbagai wilayah beserta karakteristik
Tabel 1.5 Fasilitas PHES yang telah dibangun di beberapa Negara
+7

Referensi

Dokumen terkait