• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN GANTI KERUGIAN TERHADAP PELEPASAN HAK GUNA USAHA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL MEDAN-BINJAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENETAPAN GANTI KERUGIAN TERHADAP PELEPASAN HAK GUNA USAHA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL MEDAN-BINJAI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN GANTI KERUGIAN TERHADAP PELEPASAN HAK GUNA USAHA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II

UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL MEDAN-BINJAI

MUHAMMAD RIZKI SYAHPUTRA

ABSTRACT

In order to increase road service, the road organizer needs to improve road network system by improving road condition and constructing toll roads.

The Medan-Binjai toll road which has been planned by the government passes plantation area of PTPN (PT Perkebunan Nusantara) II. Therefore, it is necessary to coordinate with the party concerned about land clearing and about compensation on the land and asset of PTPN II which have the impact of the toll road construction. The research problems were as follows: how about the implementation of the renunciation of rights of the leasehold land of PTPN II for the Medan-Binjai toll road construction, how about the compensation of the land acquisition for the Medan-Binjai toll road construction, and how about legal protection for PTPN II in the renunciation of rights for the Medan-Binjai toll road construction.

Keywords: Transfer of Title, Land Acquisition, Toll Road Construction

I. Pendahuluan

Pembangunan yang dilakukan Pemerintah dewasa ini antara lain pemenuhan kebutuhan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembentukan peraturan perundang-undangan diperlukan pendekatan yang mencerminkan pola pikir yang proaktif yang dilandasi sikap kritis dan obyektif, guna mewujudkan cita-cita yang luhur bangsa Indonesia, maka diperlukan komitmen politik yang sungguh-sungguh untuk memberikan dasar dan arah yang adil dalam pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.

Secara formal, kewenangan Pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kemudian ditunaskan secara kokoh dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Selanjutnya merambah ke

(2)

berbagai peraturan organik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Presiden, dan Peraturan yang diterbitkan oleh pimpinan instansi teknis di bidang pertanahan.

Melalui hak menguasai dari Negara inilah, maka Negara selaku badan penguasa akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis yang beraspek publik.1

Ketentuan di dalam Undang-Undang Pokok Agraria sendiri memberikan landasan hukum bagi pengambilan tanah hak, hal mana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 yaitu untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti rugi yang layak menurut cara yang diatur dengan Undang- Undang.

Pengaturan hukum tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan segala peraturan terkait dengannya di Indonesia mengalami proses perkembangan.

Sampai saat ini dapat ditemukan beberapa peraturan yang mengatur mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu antara lain UUPA No.5/1960, Undang-undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya, yang kemudian dilanjutkan dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No. 15 Tahun 1975, kemudian dicabut dan diganti dengan Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, kemudian digantikan dengan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan terakhir digantikan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

1 Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), (Yogyakarta: Citra Media), 2007, hlm. 5.

(3)

Setelah melewati perjalanan waktu yang cukup panjang, akhirnya pada tanggal 14 Januari 2012, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur secara khusus tentang pengadaan tanah, yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Pemerintah berharap dengan diterbitkannya Undang-Undang tersebut akan menjadi payung hukum yang kuat guna memperlancar pelaksanaan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum.

Proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah merupakan suatu proyek yang terlebih dahulu direncanakan dalam penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum dan sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota.

Pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, menurut peraturan perundang-undangan harus dibantu dengan Panitia Pengadaan Tanah. Panitia pengadaan Tanah dibentuk untuk membuat dan menyusun pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan dengan melakukan berbagai kegiatan pendahuluan dalam pelepasan/penyerahan hak atas tanah.2

Secara normatif, pengadaan tanah itu berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Sehubungan dengan itu, pengadaan tanah menyangkut dua sisi dimensi harus ditempatkan secara seimbang, yaitu kepentingan masyarakat dan kepentingan pemerintah.3

Tanah dan pembangunan merupakan dua entitas yang tidak dapat dipisahkan. Secara sederhana dikatakan bahwa tidak ada pembangunan tanpa tanah. Pembangunan selalu membutuhkan tapak untuk perwujudan proyek- proyek, baik yang dijalankan oleh instansi dan perusahaan milik pemerintah sendiri, maupun perusahaan milik swasta. Hubungan pembangunan dan tanah bukan hanya melingkupi aspek ekonomi namun juga politik. Sebagai alas hidup manusia, tanah dengan sendiri menempatkan posisi yang vital, atas pertimbangan

2 Abdurrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, (Bandung: Citra Aditya Bakti), 1994, hlm. 79.

3 Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan : Regulasi, Kompensasi Penegakan Hukum, (Jakarta: Pustaka Margareta), 2011, hlm. 131.

(4)

karakternya yang unik sebagai benda yang tak tergantikan, tidak dapat dipindahkan dan tidak dapat direproduksi.4

Berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum tersebut di atas, maka pada saat ini pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan infrastruktur jalan termasuk salah satunya adalah membangun jalan tol. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015–2019, Pemerintah telah mencanangkan pembangunan jalan tol sepanjang 1000 km yang akan dilakukan selama lima tahun ke depan. Penambahan jalan tol 1000 km tersebut terdiri atas Trans Sumatera, Trans Jawa, Tol Samarinda- Balikpapan dan Tol Manado-Bitung. Sementara untuk Provinsi Sumatera Utara yang menjadi target pembangunan jalan Tol salah satunya adalah Jalan Tol Medan-Binjai sepanjang + 16,6 Km. Pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai yang merupakan rangkaian dari rencana pemerintah untuk membangun Tol Trans Sumatera.

Khusus untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai hampir 70 persen lahan yang digunakan adalah dalam status Hak Guna Usaha milik PT. Perkebunan Nusantara II yang melintasi beberapa areal kebun milik perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan musyawarah antara pihak pemilik tanah dengan pihak yang memerlukan tanah terkait dalam pembebasan lahan maupun terhadap penilaian ganti kerugian lahan dan asset milik PT. Perkebunan Nusantara II yang akan dibebaskan terkait pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol tersebut.

Oleh karena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Medan Binjai yang mana lahan yang dibutuhkan pada saat ini dikuasai oleh PT. Perkebunan Nusantara II dengan diberikannya status tanah Hak Guna Usaha, maka dalam pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dikuasai oleh pemerintah atau dikuasai/dimiliki Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah harus didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER/02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap dan aturan-aturan terkait lainnya.

4 Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, (Yogyakarta: Total Media), 2009, hlm. 270.

(5)

Perumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses pelepasan hak guna usaha PT. Perkebunan Nusantara II untuk pembangunan jalan Tol Medan-Binjai?

2. Bagaimana penetapan ganti kerugian hak guna usaha PT. Perkebunan Nusantara II untuk pengadaan tanah pembangunan jalan Tol Medan- Binjai?

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini ialah :

1. Untuk mengetahui proses pelepasan hak guna usaha PT. Perkebunan Nusantara II untuk pembangunan jalan Tol Medan-Binjai.

2. penetapan ganti kerugian hak guna usaha PT. Perkebunan Nusantara II untuk pengadaan tanah pembangunan jalan Tol Medan-Binjai.

II. Metode Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan cara wawancara secara mendalam (deep interview) dilakukan secara langsung kepada responden dan narasumber. Sedangkan data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan, yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, berupa berbagai peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah.5

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet.

Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil

5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup), 2005, hlm. 141.

(6)

penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data.

Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan, dipergunakan alat pengumpulan data sebagai berikut:

a. Studi Dokumen.

Untuk memperoleh data sekunder perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori dan dokumen- dokumen kontrak perjanjian kerjasama yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

b. Pedoman Wawancara

Untuk memperoleh data primer, maka akan dilakukan wawancara dengan pihak terkait langsung dalam kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol Medan Binjai yaitu pada Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II.

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pembangunan ruas Jalan Tol Medan-Binjai diperkirakan sepanjang + 16,6 kilometer dengan lebar jalan 120 meter. Untuk jumlah lahan yang dibutuhkan dalam pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai tidaklah sedikit. Oleh karena itu, sudah pasti dibutuhkan tanah baik dari milik pemerintah maupun dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pembangunannya. Khusus untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai hampir 70 persen lahan yang digunakan adalah dalam status Hak Guna Usaha milik PT. Perkebunan Nusantara II yang melintasi beberapa areal kebun.

Sebagai langkah awal dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, pihak yang memerlukan tanah dalam hal ini PT. Hutama Karya yang dipercaya oleh pemerintah untuk pengerjaannya, terlebih dahulu membuat perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum haruslah didasarkan atas rencana tata ruang wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka

(7)

Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.

Langkah selanjutnya, untuk memperoleh tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 telah menginstruksikan kepada instansi yang memerlukan tanah terlebih dahulu menyusun dokumen perencanaan pengadaan tanah.

Untuk dokumen perencanaan pengadaan tanah ditetapkan oleh pimpinan PT. Hutama Karya yang memerlukan tanah atau pejabat yang ditunjuk dan selanjutnya terhadap dokumen perencanaan pengadaan tanah tersebut disampaikan kepada Gubernur Provinsi Sumtera Utara yang berwenang untuk itu berdasarkan kedudukan tanah berada.6

Setelah menerima dokumen perencanaan pengadaan tanah dari PT.Hutama Karya sebagai pihak yang memerlukan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, maka selanjutnya Gubernur akan melaksanakan tahapan kegiatan persiapan pengadaan tanah dengan membentuk tim persiapan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.

Tim persiapan melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan kepada masyarakat pada lokasi rencana pembangunan. Pemberitahuan rencana pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak dokumen perencanaan pengadaan tanah diterima secara resmi oleh Gubernur.

Tahap kedua adalah persiapan pengadaan tanah, dimana dalam tahap ini PT. Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah bersama pemerintah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan dokumen perencanaan pengadaan tanah sebagaimana diajukan oleh pihak yang memerlukan tanah melaksanakan kegiatan- kegiatan, berupa: pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan dan konsultasi publik rencana pembangunan.

Untuk pemberitahuan rencana pembangunan tersebut, maka PT. Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah bersama dengan pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan menyampaikan rencana tersebut kepada masyarakat

6 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

(8)

termasuk juga kepada pihak PT. Perkebunan Nusantara II selaku pemegang hak guna usaha, dimana lahannya masuk dalam rencana lokasi untuk rencana pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai.7

Tugas tim persiapan pengadaan tanah selanjutnya akan melakukan pendataan awal lokasi rencana pembangunan, dimana tim persiapakan akan melakukan kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Untuk kegiatan pendataan awal dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan.

Keterlibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana pembangunan. Selanjutnya atas kesepakatan yang dicapai akan dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan. Atas dasar kesepakatan tersebut maka pihak yang memerlukan tanah dalam hal ini PT. Hutama Karya dapat mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada Gubernur Provinsi Sumtera Utara.

Kemudian atas permohonan penetapan lokasi yang diajukan oleh PT. Hutama Karya, maka Gubernur akan menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14 (empatbelas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan penetapan lokasi.

Selanjutnya Gubernur Provinsi Sumatera bersama-sama dengan PT.

Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah akan mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Pengumuman tersebut dilakukan untuk pemberitahuan kepada masyarakat maupun kepada pihak PT.

Perkebunan Nusantara II yang memiliki hak atas tanah bahwa di lokasi tersebut akan dilaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum.8

Atas asar pemberitahuan dari PT. Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai tersebut, maka pihak PT. Perkebunan Nusantara II akan mengambil tindakan dengan diadakan rapat

7 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

8 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

(9)

Direksi untuk membahas asset perkebunan yang terkena dampak dari pembangunan jalan tol tersebut.9

Dalam rapat yang diadakan tersebut diambil keputusan bahwa pada intinya Direksi PT. Perkebunan Nusantara II tidak keberatan untuk melepaskan sebagian asset guna pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, akan tetapi untuk perbuatan pelepasan/pemindahtanganan asset milik perseroan Direksi harus terlebih dahulu mengajukan permohonan tertulis kepada Komisaris/Dewan Pengawas. Dimana dalam perbuatan Direksi untuk melakukan pemindahtanganan asset Badan Usaha Milik Negara hanya dapat dilakukan terlebih dahulu dengan memperoleh persetujuan dari RUPS/ Menteri BUMN.10

Ketentuan mengenai tindakan Direksi PT. Perkebunan Nusantara II yang harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari RUPS/Menteri BUMN dalam melepaskan sebagian assetnya untuk kepentingan pembangunan Jalan Tol Medan- Binjai, sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara.

Selanjutnya berdasarkan adanya permohonan dari Direksi tersebut, maka ditindaklanjuti dengan diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) oleh seluruh pemegang saham. Dimana dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut menghasilkan suatu keputusan sebagaimana yang dituangkan dalam Surat Keputusan Pemegang Saham PT. Perkebunan Nusantara II No.

824/MBU/12/2014 dan No. 300/SKPTS/07/2014, tanggal 30 Desember 2014, dimana dalam keputusannya menyetujui tindakakan Direksi PT. Perkebunan Nusantara II untuk melakukan tindakan pengalihan sebagian asset kepada PT.

Hutama Karya untuk digunakan pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai.11

Setelah mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut, kemudian Direksi PT. Perkebunan Nusantara II menyikapinya dengan mengadakan rapat internal perusahaan dengan agenda membentuk Tim

9 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

10 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

11 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

(10)

Pelepasan Asset, yang terdiri dari beberapa bidang yang terkait asset perusahaan.

Tim Pelepasan Asset yang dibentuk bertugas untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan pelepasan asset milik perusahaan, termasuk kajian dari sisi ekonomi dan hukum.12

Selain itu, tugas Tim Pelepasan Asset yang dibentuk akan melakukan melakukan inventarisasi asset perusahaan berupa objek tanah, jenis tanaman, melakukan sosialisasi kepada karyawan yang rumah terkena dampak pembangunan jalan tol, penilaian ganti kerugian dan melakukan musyawarah berkaitan dengan penetapan ganti kerugian dengan pihak PT. Hutama Karya dan tugas-tugas lain yang dianggap perlu berkaitan dengan pelesapan asset.13

Tahap ketiga, setelah tidak adanya keberatan dari pemegang hak atas tanah yaitu PT. Perkebunan Nusantara II berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), maka dilanjutkan dengan pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah oleh PT. Hutama Karya kepada Lembaga Pertanahan yaitu Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara berdasarkan berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum.

Pelaksanaan pengadaan tanah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Sumatera Utara selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.

Sedangkan susunan keanggotaan pelaksanaan Pengadaan Tanah akan ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.

Soedhargo Soimin menyatakan bahwa: “Panitia ini bukan merupakan panitia yang sifatnya tetap, ia hanya merupakan panitia yang bersifat khusus artinya kalau pembebasan tanah itu sudah selesai, panitia itu hanya untuk pembebasan tanah tertentu saja”.14

Setelah Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara menerima pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah dari PT. Hutama Karya yang memerlukan tanah, selanjutnya Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

12 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

13 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

14 Soedhargo Soimin, Status Hak Dan Pembabasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika), 1994, hlm. 34.

(11)

Provinsi Sumatera Utara akan meneliti dan mempertimbangkan apakah pelaksanaan Pengadaan Tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah.

Kemudian Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah akan melakukan penyiapan pelaksanaan pengadaan tanah yang akan dituangkan dalam rencana kerja paling kurang dan juga akan membentuk Satuan Tugas Pelaksana Pengadaan Tanah yang membidangi inventarisasi dan identifikasi.

Pelaksana Pengadaan Tanah bersama Satuan Tugas melakukan pemberitahuan kepada pihak yang berhak yaitu PT. Perkebunan Nusantara II selaku pemegang hak atas tanah, yang disampaikan secara langsung dengan surat pemberitahuan. Setelah adanya pemberitahuan dilaksanakan, Satuan Tugas akan melakukan inventarisasi dan identifikasi dengan melakukan pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah.

Pada saat melaksanakan kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah yang dilakukan oleh Satuan Tugas dilapangan, akan melibatkan Tim Pelepasan Asset yang dibentuk oleh PT. Perkebunan Nusantara II. Keterlibatan Tim Pelepasan Asset dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan dianggap diperlukan untuk menunjuk letak lokasi tanah dan mengetahui mengenai data-data rumah karyawan yang akan dilepas terkait pembangunan jalan tol.15

Oleh karena dari hasil inventarisasi dan identifikasi yang telah diumumkan tidak ada keberatan dari pihak PT. Perkebunan Nusantara II, maka atas dasar tidak ada keberadaan tersebut akan menjadi dasar Satuan Tugas untuk penentuan terhadap pihak yang berhak dalam pemberian ganti kerugian.

Setelah seluruh rangkaian kegiatan inventarisasi dan identifikasi atas asset milik PT. Perkebunan Nusantara II selesai dilakukan, maka dilanjutkan dengan pelepasan hak objek pengadaan tanah yang dilakukan dihadapan Kepala Kantor Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara dan dilaksanakan bersamaan pada saat pemberian ganti kerugian.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER/02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan

Pemindahtanganan Aktiva Tetap, menjelaskan bahwa terhadap pelepasan hak atas

15 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

(12)

tanah yang dikuasai oleh BUMN merupakan tindakan penghapusbukuan dan pemindahtanganan aktiva tetap BUMN dari pembukuan/Neraca BUMN. Dimana dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa: “Pemindahbukuan dapat dilakukan melalui:

penjualan, tukar menukar, ganti rugi, aktiva tetap dijadikan penyerta modal”.

Khusus untuk pelepasan hak Objek Pengadaan Tanah merupakan milik atau dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara yang akan dipergunakan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, maka Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah wajib untuk membuat Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah sesuai hak yang dilepaskan. Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah tersebut harus dibuat dalam Berita Acara Daftar Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah.

Sejak terjadinya pelepasan objek tanah tersebut maka hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan objek pengadaan tanah terhadap aset Badan Usaha Milik Negara akan menjadi putus. Pemutusan hubungan hukum ini berlaku sejak dilepaskannya hak sesuai dengan peraturan yang mengatur Barang Milik Negara atau paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak ditetapkannya penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum.

Terhadap biaya-biaya yang timbul selama proses pelepasan maupun pada saat pengalihan asset PT. Perkebunan Nusantara II yang akan pergunakan untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, seluruhnya akan ditanggung dan dibayar oleh pihak PT. Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah.16

Setelah seluruh proses pelepasan dan pengalihan asset milik PT.

Perkebunan Nusantara II dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Medan-Binjai selesai dilaksanakan, maka yang menjadi tugas dari Direksi PT. Perkebunan Nusantara II selanjutnya adalah menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan penghapusbukuan dan/atau pemindahtanganan kepada RUPS/Menteri atau Dewan Komisaris/Dewan Pengawas sesuai dengan kewenangan pemberian persetujuan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah selesainya pelaksanaan Penghapusbukuan dan/atau Pemindahtanganan.17

16 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

17 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

(13)

Sedangkan untuk melakukan penilaian ganti kerugian atas pelepasan dan pengalihan asset milik PT. Perkebunan Nusantara II dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Medan-Binjai, maka terlebih dahulu Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah akan menetapkan penilai yang terlebih dahulu telah diseleksi.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 Perkaban No. 5 Tahun 2012, penilai bertugas melakukan penilaian besarnya ganti kerugian bidang per bidang tanah, yang meliputi: tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai.

Menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, disebutkan ganti kerugian adalah: “Penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses Pengadaan Tanah”.

Apabila dicermati makna ganti rugi sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 angka 10 tersebut, bahwa penggantian terhadap kerugian yang dialami pemilik tanah bersifat layak dan adil kepada pihak yang berhak. Terhadap pengganti kerugian yang bersifat layak dan adil, undang-undang pengadaan tanah tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai nilai kerugian yang dianggap layak dan adil bagi pemilik tanah.

Oleh karena itu, dalam melakukan penilaian ganti rugi dalam kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adanya peran yang sangat penting dari penilai dalam melakukan penilaian ganti kerugian. Dimana dalam hal ini penilaian yang dilakukan oleh penilai akan menjadi dasar sebagai nilai ganti kerugian. Atas dasar penilai selanjutnya pelaksana pengadaan tanah akan melaksanakan musyawarah dengan mengundang para pihak yang berhak yaitu pihak pemegang hak atas tanah PT. Perkebunan Nusantara II dan pihak pelaksana pekerjaan PT. Hutama Karya, untuk penetapan ganti kerugian, yang dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai diterima oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.

Maria S.W. Soemardjono mengatakan ganti rugi atas dasar musyawarah mengandung makna: “Bahwa dalam musyawarah tersebut harus diberlakukan asas kesejajaran antara pemerintah dengan pemilik tanah dan harus dihindari adanya

(14)

tekanan-tekanan berupa apa pun dalam pertemuan maupun di luar pertemuan, jika tidak maka kesepakatan yang dicapai adalah kesepakatan dalam keadaan terpaksa dan kesepakatan demikian bukanlah kesepakatan”.18

Sedangkan A.A. Oka. Mahendra memberikan pendapatnya bahwa: “Pada praktek pembebasan tanah/pengadaan tanah, asas musyawarah yang diwajibkan berubah menjadi pengarahan”.19 Dalam pelaksanaan musyawarah dapat berubah menjadi briefing, instruksi maupun pernyataan sepihak dari pihak yang memerlukan tanah tersebut, yang dilakukan oleh Camat dan Kepala Desa.20

Sebelum dilakukan musyawarah dalam menetapkan ganti rugi atas pelepasan asset, terlebih dahulu Direksi PT. Perkebunan Nusantara II membentuk tim penaksir harga yang terdiri dari beberapa divisi perusahaan yang dianggap berkompeten untuk itu. Dimana tugas tim penaksir harga yang dibentuk untuk menilai asset yang akan dilepas dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai. Hasil dari tim penaksir harga yang selanjutnya akan menjadi dasar dalam musyawarah dalam menentukan nilai ganti rugi.21

Pembentukan tim penaksir harga dalam pelaksaanaan pelepasan asset milik PT. Perkebunan Nusantara II telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-02/MBU/2010 Tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara, dimana dalam ketentuan Pasal 28 ayat 1 dinyatakan bahwa: ”Dalam rangka menetapkan harga jual, nilai tukar, dan nilai ganti rugi minimum atas Aktiva Tetap BUMN, RUPS/Menteri atau Dewan Komisaris/Dewan Pengawas sesuai dengan kewenangan pemberian persetujuan, dapat menetapkan agar Direksi membentuk Tim Penaksir Harga atau menggunakan jasa perusahaan penilai”.

Penilaian dalam penetapan besaran ganti rugi akan sangat menentukan terhadap masa depan para pemegang hak atas tanah, hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Adrian Sutedi:

18 Maria S.W. Soemardjono, Dalam Kasus-Kasus Pengadaan Tanah Dalam Putusan Pengadilan. Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta: Mahkamah Agung RI), 1996, hlm. 119.

19 A.A. Oka Mahendra, Menguak Masalah Hukum, Demokrasi Dan Pertanahan, Cet. Ke- 1. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), 1996, hlm. 267.

20 A.P. Parlindungan, Pencabutan Dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Study Perbandingan, Cet. I, (Bandung: Mandar Maju), 1993, hlm. 55.

21 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

(15)

Begitu vitalnya ganti rugi, maka ganti rugi itu minimal harus sama dan senilai dengan hak-hak dan pancaran nilai atas tanah yang akan digusur.

Bila tidak senilai, namanya bukan ganti rugi, tetapi sekadar pemberian pengganti atas tanahnya yang tergusur. Prinsip dan tujuan UUPA harus dimaknai bahwa ditempuhnya prosedur penggusuran tidak berarti akan merendahkan nilai ganti rugi tanah, bangunan dan tanamannya serta benda-benda lain yang melekat pada bangunan dan tanah.22

Musyawarah yang dilakukan penilai dengan melibat pihak yang berhak yaitu PT. Perkebunan Nusantara II yang dalam hal ini diwakilkan kepada Tim Penaksir Harga dan PT. Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah, untuk membicarakan penilaian ganti rugi. Pada musyawarah tersebut Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan penetapan besarnya nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilai. Pada awalnya pihak PT. Perkebunan Nusantara II merasa keberatan atas nilai ganti kerugian yang diajukan tersebut, dimana pihak PT. Perkebunan Nusantara II meminta nilai ganti rugi didasarkan pada harga pasar yang berlaku pada saat ini.

Akan tetapi permintaan PT. Perkebunan Nusantara II tersebut ditolak oleh pihak PT. Hutama Karya, dengan alasan bahwa pengadaan tanah yang dilakukan oleh pihak perusahaan diselenggarakan atas perintah Presiden dan ditujukan untuk kepentingan umum yaitu pembangunan jalan tol. Walaupun sempat terjadi perdebatan yang panjang mengenai penilaian ganti rugi, namun pada akhirnya disepakati nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilai. Penilaian terhadap ganti rugi yang dilakukan oleh penilai adalah berdasarkan Nilai Jual Objek Tanah (NJOP) tahun berjalan. Sedangkan untuk penilaian ganti rugi atas tanaman akan dinilai berdasarkan usia dan hasil tanaman. Sedangkan penilaian terhadap ganti rugi atas rumah karyawan dan kantor perusahaan akan dinilai berdasarkan kondisi fisiknya.23

Selanjutnya setelah terjadi kesepakatan dalam musyawarah dalam penetapan nilai ganti rugi terhadap tanah berikut asset milik PT. Perkebunan Nusantara II yang akan dilepaskan haknya, maka selanjutnya berdasarkan hasil

22 Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, (Jakarta: Sinar Grafika), 2008, hlm. 184.

23 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

(16)

kesepakatan yang dicapai dalam musyawarah tersebut akan menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak pemegang hak atas tanah. Hasil kesepakatan musyarawah dari kedua belah pihak akan dituangkan dalam berita acara kesepakatan yang ditandatangani oleh Pelaksana Pengadaan Tanah, pihak PT. Perkebunan Nusantara II dan pihak PT. Hutama Karya.24

Berdasarkan kesepakatan yang dicapai antara PT. Perkebunan Nusantara II selaku pemegang hak atas tanah dengan PT. Hutama Karya selaku pelaksana pekerjaan, maka tahapan selanjutnya akan dilaksanakan pemberian ganti kerugian dari pihak yang memerlukan tanah kepada PT. Perkebunan Nusantara II. Untuk bentuk ganti rugi yang diberikan sesuai kesepakatan adalah dalam bentuk uang, dimana terhadap pemberian ganti rugi dalam bentuk uang tersebut dilakukan melalui transfer ke rekening milik PT. Perkebunan Nusantara II yang dibuktikan dengan adanya tanda terimanya.

Alasan pihak PT. Perkebunan Nusantara II untuk memilih ganti kerugian dalam bentuk uang didasarkan pada Surat Keputusan Pemegang Saham PT.

Perkebunan Nusantara II No. 824/MBU/12/2014 dan No. 300/SKPTS/07/2014, tanggal 30 Desember 2014, dimana didalam surat keputusan tersebut para pemegang saham lebih memilih ganti kerugian dalam bentuk uang.25

Tindakan PT. Perkebunan Nusantara II yang memilih ganti kerugian dalam bentuk uang dianggap telah sesuai dengan ketentuan Pasal 75 ayat 1 Perpres No. 71 Tahun 2012 yang menyatakan: “Dalam musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 pelaksana pengadaan tanah mengutamakan pemberian ganti rugi dalam bentuk uang”

Untuk pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang harus diberikan dalam bentuk mata uang rupiah dan akan dilakukan oleh PT. Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah kepada PT. Perkebunan Nusantara II berdasarkan validasi dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, dimana pelaksanaannya dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak atas tanah dan dilakukan paling lama dalam

24 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

25 Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.

(17)

waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan bentuk ganti kerugian oleh pelaksana pengadaan tanah.

Pelepasan hak objek pengadaan tanah akan dilakukan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat dan akan dibuat pelepasan hak sesuai hak yang dilepaskan. Sebelum pelepasan hak dilakukan, pihak PT. Perkebunan Nusantara II akan menyerahkan bukti-bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah.

Terhadap pembayaran ganti kerugian yang dilakukan melalui transfer ke rekening milik PT. Perkebunan Nusantara telah sesuai dengan ketentuan didalam Pasal 31 ayat 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER- 02/MBU/2010 Tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara, yang dinyatakan bahwa: ”Pembayaran atas transaksi pemindahtanganan disetorkan langsung ke kas BUMN dan dilakukan secara tunai/sekaligus pada hari pelaksanaan pemindahtanganan dilakukan”.

Pemberian ganti kerugian kepada pihak PT. Perkebunan Nusantara II selaku pemegang hak atas tanah yang dilepaskan haknya akibat dari pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol dianggap suatu yang layak dan berkeadilan.

Hal ini berkaitan dengan asas keadilan dalam pengadaan tanah dimana PT.

Perkebunan Nusantara II selaku pemegang hak atas tanah yang selama ini mempunyai nilai ekonomis harus diberikan jaminan penggantian/kompensasi yang layak.

Prinsip pemberian ganti rugi harus seimbang dengan nilai tanah.

Keseimbangan tersebut adalah bahwa ganti rugi yang diberikan merupakan imbalan yang layak, atau tidak menjadikan pemegang hak atas tanah yang melepaskan tanahnya mengalami kemunduran sosial atau tingkat ekonominya.26

Oleh karena itu, dengan ditempatkannya asas keadilan dalam pemberian ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah mencerminkan prinsip keadilan, yaitu dengan penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang diusahakan dengan cara seimbang dan dilakukan dengan cara

26 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia), 2004, hlm. 30.

(18)

musyawarah. Perlakuan yang seimbang antara pemilik tanah dan yang membutuhkan tanah adalah merupakan pemenuhan rasa keadilan bagi masing- masing pihak. Dalam hal ini maka, sudah seharusnya pemerintah harus bertindak secara adil dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

IV. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan

1. Dalam pelaksanaan pelepasan tanah hak guna usaha PT. Perkebunan Nusantara II untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai terlebih dahulu dilakukan oleh pihak yang memerlukan tanah dengan membuat perencanaan pengadaan tanah.

Kemudian atas dasar tersebut akan dilanjutkan dengan persiapan pengadaan tanah oleh PT. Hutama Karya bersama pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Tahap selanjutnya adalah pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah oleh PT.

Hutama Karya kepada Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara dan memberitahukan kepada PT. Perkebunan Nusantara II selaku pemilik tanah mengenai rencana pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol, yang kemudian ditindaklanjuti dengan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan No. 824/MBU/12/2014 dan No. 300/SKPTS/07/2014, tanggal 30 Desember 2014, yana mana dalam surat keputusannya menyetujui tindakan dari Direksi PT. Perkebunan Nusantara II untuk melakukan pelepasan sebagian assetnya yaitu berupa: tanah, tanaman, rumah dinas karyawan dan kantor perusahaan. Kemudian tahap terakhir adalah pelepasan hak objek pengadaan tanah dari PT. Perkebunan Nusantara II kepada PT. Hutama Karya yang dilakukan dihadapan Kepala Kantor Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk penetapan ganti rugi lahan Milik PT. Perkebunan Nusantara II dalam pengadaan tanah pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, terlebih dahulu Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menetapkan penilai yang telah diseleksi sesuai aturan perundang-undangan. Penilaian besarnya ganti kerugian terhadap lahan milik PT. Perkebunan Nusantara II dinilai berdasarkan bidang per bidang tanah berdasarkan hasil dari penilai. Selain penilaian terhadap tanah, penilai juga

(19)

melakukan penilaian terhadap tanaman, rumah dinas karyawan dan kantor perusahaan untuk menetapkan ganti kerugian. Dalam hal ganti kerugian atas lahan milik PT. Perkebunan Nusantara II dinilai oleh penilai berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan. Sedangkan bentuk ganti kerugian yang diterima oleh PT. Perkebunan Nusantara II adalah dalam bentuk uang.

Dimana hal ini didasarkan pada Surat Keputusan Pemegang Saham PT. Perkebunan Nusantara II No. 824/MBU/12/2014 dan No.

300/SKPTS/07/2014, tanggal 30 Desember 2014, yang mana di dalam surat keputusan tersebut para pemegang saham lebih memilih ganti kerugian dalam bentuk uang.

B. Saran

1. Hendaknya dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum terlebih dahulu dilakukan upaya mensosialisasikan aturan perundang- undangan yang berkaitan dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sehingga terdapat suatu persamaan persepsi mengenai pengertian, makna, tujuan dan prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

2. Hendaknya Pemerintah membuat aturan yang secara khusus mengatur mengenai penetapan nilai ganti kerugian dalam pengadaan tanah. Hal dikarenakan didalam undang-undang pengadaan tanah yang ada pada saat ini tidak memberi penjelasan mengenai dasar penetapan nilai ganti kerugian.

Dengan adanya aturan dasar penetapan nilai ganti kerugian maka pemilik hak atas tanah dapat mengetahui dasar-dasar dalam penetapan nilai ganti kerugian.

V. Daftar Pustaka

Abdurrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, (Bandung: Citra Aditya Bakti), 1994.

Bakri, Muhammad, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), (Yogyakarta: Citra Media), 2007.

Erwiningsih, Winahyu, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, (Yogyakarta: Total Media), 2009.

(20)

Limbong, Bernhard, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan : Regulasi, Kompensasi Penegakan Hukum, (Jakarta: Pustaka Margareta), 2011.

Mahendra, A.A. Oka, Menguak Masalah Hukum, Demokrasi Dan Pertanahan, Cet. Ke-1. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), 1996.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup), 2005.

Parlindungan, A.P., Pencabutan Dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Study Perbandingan, Cet. I, (Bandung: Mandar Maju), 1993.

Sitorus, Oloan dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia), 2004.

Soemardjono, Maria S.W., Dalam Kasus-Kasus Pengadaan Tanah Dalam Putusan Pengadilan. Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta: Mahkamah Agung RI), 1996.

Soimin, Soedhargo, Status Hak Dan Pembabasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika), 1994.

Sutedi, Adrian, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, (Jakarta: Sinar Grafika), 2008.

Referensi

Dokumen terkait