commit to user
10 BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Landasan Teori
Teori – teori yang terkait dalam penelitian ini akan dijelaskan pada bagian berikut ini :
1. Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional menganalisis dasar terjadinya suatu perdagangan internasional serta keuntungan yang akan diperoleh dalam melakukan kegiatan tersebut. Dalam teori perdagangan internasional terdapat kebijakan perdagangan internasional yaitu alasan dan pengaruh pembatasan perdagangan dan proteksi pada setiap negara (Salvatore, 2007).
Perdagangan internasional bisa terjadi apabila terdapat 2 alasan, yaitu dua negara atau lebih berbeda dalam hal sumber daya alam (Krugman dan Obstfeld, 2000). Suatu negara lebih memilih untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki untuk memproduksi suatu barang dengan harga yang lebih murah untuk dapat di ekspor ke negara lain dengan harga jual yang lebih mahal dari pada melakukan impor dari negara lain. Alasan lainnya adalah jika suatu negara mampu memproduksi berbagai macam barang dalam jumlah yang besar, maka keuntungan yang diperoleh dari produksi tersebut akan lebih besar dan efisien daripada memproduksi dalam jumlah terbatas.
commit to user
Perdagangan internasional telah mengalami perkembangan pemikiran dari waktu ke waktu. Terdapat beberapa teori oleh para ahli ekonom terkenal yang saling mengkritisi dan memberikan masukan yang dianggapnya lebih baik sesuai dengan kondisi yang ada. Teori – teori tersebut akan dijabarkan berikut ini (Ball dkk, 2004) :
a. Pandangan Merkantilisme
Para penganut merkantilisme berpendapat satu-satunya jalan untuk membuat suatu negara kaya dan kuat adalah dengan melakukan ekspor sebanyak mungkin dan menekan sedikit mungkin untuk melakukan impor. Surplusnya ekspor, akan dirubah untuk menghasilkan logam mulia khusunya emas dan perak. Semakin berlimpahnya emas dan perak mengindikasikan bahwa negara tersebut adalah negara yang kuat dan kaya. Sesuai dengan tujuan kaum merkantilisme untuk mendapatkan kekuasaan yang besar dan kekuatan negara, dapat dikatakan semakin banyak logam mulia yang dimiliki dan kekuasaan, maka negara akan mampu mempertahankan angkatan senjata yang lebih besar dan lebih baik untuk menaklukan berbagai koloni dan dapat melakukan konsolidasi kekuatan di negara mereka.
b. Teori Klasik
Adam Smith mengawali pemikirannya dengan kebenaran yang sederhana bahwa dua negara akan melakukan perdagangan dengan suka rela apabila kedua negara tersebut memperoleh keuntungan.
Tidak seperti kaum merkantilisme dengan mengorbankan salah satu
commit to user
negara untuk merugi dan menyarankan adanya pengendalian dari pemerintah secara ketat, Adam smith percaya bahwa semua negara akan memperoleh keuntungan dan berpendapat mengenai invisible hand yaitu suatu negara dalam kebijakannya harus meminimalkan adanya intervensi pemerintah pada perekonomian.
Adam Smith mengemukakan mengenai keunggulan absolut (absolute advantage) yaitu jika suatu negara memiliki spesialisasi pada produknya sehingga memilih untuk memproduksi sebuah komoditi dengan biaya yang rendah dan mengekspor ke negara lain.
Negera lain yang tidak memiliki spesialisai dalam memproduksi suatu komoditas dan dianggap kurang efisien maka negara tersebut memilih untuk melakukan impor. Kedua negara dapat sama – sama memperoleh keuntungan apabila keduanya melakukakan spesialisai pada suatu produk yang memiliki keunggulan mutlak dan menukarkan dengan komoditi lainnya.
Tabel 2.1 merupakan contoh Ilustrasi yang menunjukkan mengenai keunggulan mutlak (absolute advantage). Tabel 2.1 menunjukkan bahwa Indonesia lebih efisien dalam mempoduksi mebel. Untuk satu unit sepeda motor di Indonesia sama dengan empat unit mebel. Hal tersebut menandakan bahwa Indonesia memiliki keunggulan dalam memproduksi Mebel. Sedangkan untuk negara jepang, satu unit mebel sama dengan 2 unit sepeda motor.
commit to user Tabel 2.1
Contoh Keunggulan Mutlak
Hari kerja per satuan output Indonesia Jepang
Mebel (Unit/Hari) 100 30
Sepeda Motor (unit/hari) 25 60
Berdasarkan penjabaran dari Tabel 2.1, sebaiknya Indonesia melakukan spesialisasi untuk produk mebel dan Jepang melakukan spesialisasi untuk produk sepeda motor maka kedua negara tersebut akan sama-sama mendapatkan keuntungan.
Pada Tahun 1817 David Ricardo menerbitkan sebuah buku berjudul Principles of Political Economy and Taxation. Buku tersebut merupakan penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif dan mengkritik mengenai teori yang dikemukakan oleh Adam Smith.
Menurut Ricardo, walaupun negara kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi komoditas yang sama, akan tetapi kedua negara tersebut masih bisa mendapatkan keuntungan dengan melakukan spesialisasi dalam memproduksi suatu barang dengan harga yang murah dan mengkspornya, dan melakukan impor ketika negara tersebut kurang efisien (Salvatore, 2007).
Menurut Todaro dan Smith (2006), prinsip keunggulan komparatif menegaskan bahwa suatu negara akan melakukasn spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor dengan harga yang relatif murah dalam kondisi persaingan.
commit to user
Berikut ini merupakan ilustrasi dari keunggulan komparatif yang ditunjukkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2
Contoh Keunggulan Komparatif
Hari kerja per satuan output Indonesia Australia
Beras (Karung/Hari) 800 200
Kedelai (karung/hari) 500 400
Berdasarkan Tabel 2.2 diketahui bahwa Indonesia untuk memproduksi 1 karung kedelai sama dengan 1,6 unit karung beras.
Sedangkan untuk Australia dalam memproduksi 1 karung beras sama dengan 2 karung kedelai. Penjabaran tersebut menunjukkan bahwa Indonesia lebih unggul untuk kedua produk dibandingkan Australia. Keunggulan tertinggi pada produk beras. Sedangkan Australia lemah akan kedua produk tersebut, akan tetapi kerugian terkecil pada produk kedelai. Oleh karena itu Indonesia sebaiknya berspesialisai dengan produk berasnya, dan Australia berpsesialisasi pada produk Kedelai.
c. Teori Neoklasik
Ketika teori klasik bertumpu pada nilai tenaga kerja atau biaya produksi, neoklasik lebih menekankan pada kepuasan marginal (marginal utility). Hal tersebut dilakukan dengan tujuan meningkatkan oportunity cost dengan spesialisasi terhadap dua faktor produksi.
Gossen merupakan ahli ekonom yang terkenal dengan pandangan neoklasiknya yang tertuang pada hukum Gossen I dan
commit to user
Hossen II. Hukum Gossen I menjelaskan hubungan antara banyaknya barang yang dikonsumsi dengan tingkat kepuasan yang didapatkan. Sedangkan Hukum Gossen II merupakan pengalokasian pendapatan seseorang untuk berbagai macam barang yang dibutuhkan.
d. Teori Modern
Tahun 1919 Eli Hecksher menerbitkan artikel dengan judul The Effect of Foreign Trade on the Distribution of Income. Kemudian Bertil Ohlin dengan menyimak artikel dari guru besarnya dikembangkan menjadi sebuah buku yang berjudul Interregional An International Trade pada Tahun 1933 merupakan awal mula teori modern. Eli Hecksher dan Bertil Ohlin yang dikenal dengan teori Hecksher-Ohlin (H-O) pada abad ke-20 memodifikasi pemikiran John Stuart Mill dan David Ricardo yang mengemukakan bahwa Perdagangan internasional terjadi karena pengaruh perbedaan pasokan faktor produksi dalam opportunity cost produk suatu negara dengan negara lain.
Teori H-O menekankan bahwa apabila suatu negara memiliki faktor produksi yang melimpah di negaranya dengan harga yang relatif murah maka negara tersebut akan melakukan ekspor, dan melakukan impor apabila kekurangan faktor produksi dinegaranya dengan harga yang relatif mahal. Pertukaran tersebut terjadi karena factor endowment yaitu menonjolkan perbedaan dari banyaknya faktor produk dari suatu negara dengan negara lain.
commit to user 2. Intra Industry Trade
Intra industry trade merupakan perdagangan dalam industri dimana antarnegara memiliki sumber daya yang sama (Krugman dan Obstfeld, 2003). Intra industry trade dapat terjadi apabila memiliki faktor supllies relatif sama, sumber daya yang sama, diferensiasi poduk, perbedaan distribusi pendapatan, skala ekonomi dinamis, serta tingkat perdagangan intra industri. Intra industry trade menghasilkan keuntungan yang besar dari perdagangan internasional karena memperbolehkan negara-negara mendapatkan keuntungan dari pasar yang besar.
Intra industri tidak menggambarkan teori david ricardo berupa keunggulan komparatif. Meskipun antar negara memiliki kesamaan dalam hampir seluruh capital-labor ratio, perusahaan akan melanjutkan untuk memproduksi barang yang berbeda (diferensiasi produk) dan permintaan konsumen untuk produk dari luar negeri akan menimbulkan intra industry trade. Berikut ini merupakan formula dari intra industry trade:
Formula tersebut menjelaskan mengenai intra industry trade, dimana formula |exports-imports| merupakan nilai absolut pada keseimbangan perdagangan. Jika ekspor sebesar Rp 50.000.000,00 lebih besar dari pada impor maka pembilang pada pecahan formula tersebut adalah 50.000.000, tatapi apabila ekspor nya lebih kecil dibandingkan impor pembilangnya juga 50.000.000.
commit to user
Pada kasus ini, I selalu sama dengan nol. Jika ekspor dan impor industri suatu negara sama, maka I=1. Oleh karena itulah dalam intra industry trade tidak menggambarkan keunggulan komparatif, karena pada keunggulan komparatif diperkirakan suatu negara memilih antara melakukan ekspor atau melakukan impor dalam spesialisasi produk yang paling efisien.
Intra industry trade memiliki sisi baik dan sisi buruk dalam perdagangan internasional. Sisi baiknya adalah pada beberapa keadaan perdagangan relatif mudah untuk melakukannya dan relatif mudah untuk mendukung kebijakannya. Sedangkan untuk sisi buruknya adalah perdagangan antara negara yang sangat berbeda atau skala ekonomi dan diferensiasi produk dianggap tidak penting akan menyisakan masalah kebijakan.
3. Kebijakan Perdagangan Intenasional
Menurut Kreinin (2002) kebijakan perdagangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Tariff
Tarif merupakan pajak yang dikenakan pada komoditas impor ketika melewati perbatasan internasional atau memasuki suatu negara.Tarif dibedakan menjadi 3 yaitu :
1) Ad Valorem tariff
Merupakan pajak yang dikenakan berdasarkan presentasi tetap atas nilai suatu komoditas. Misalnya impor sepeda motor akan dikenakan pajak sebesar 5 % atas harga sepeda motor.
commit to user 2) Spesific tariff
Merupakan pajak yang dikenakan berdasarkan jumlah uang yang tetap per unit dari komoditi fisik yang diimpor.
Contohnya: dikenakan beban 150 dollar untuk setiap mobil yang diimpor.
3) Compund tariff
Tarif yang dikenakan dari gabungan ad valorem tariff dan spesific tariff.
b. Non Tariff Barriers
Non Tariff Barriers adalah kebijakan perdagangan internasional selain bea masuk.
1) Import Quota
Membatasi jumlah produk yang masuk dalam suatu negara.
Biasanya kuota umum di negara berkembang dan kuota pertanian di negara maju.
2) Voluntary Export Restraints
Kesepakatan antara negara pengimpor dan pengekspor komoditas tertentu. Dimana negara pertama membatasi ekspor untuk negara kedua. Karena dengan membatasi supply maka akan meningkatkan harga di negara pengimpor.
3) International Commodity Aggreements
Kesepakatan antara negara produksi dan konsumsi suatu komoditas untuk menstabilkan harga komoditas dunia atau sebaliknya mengintervensi kekuatan pasar.
commit to user 4) Internasional Cartels
Kelompok perusahaan yang begerak pada bidang yang sama (hanya produsen), terletak di negara yang berbeda, atau sekelompok pemerintah yang menyetujui untuk membatasi komoditas perdagangan.
5) Local Cointent Requirement
Kebijakan dalam menentukan porsi minimal nilai produk yang harus diproduksi di dalam negeri. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi faktor produksi domestik dan produsen lokal.
6) Border Tax Adjustment
Merupakan pajak pada komoditas impor, rabat pada ekspor, dengan pajak perantara domestik.
7) Dumping
Menjual suatu komoditas di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan di dalam negeri.
8) Export Subsidies
Kebijakan pemerintah memberikan sumbangan atau bantuan untuk perusahaan di dalam negeri untuk setiap unit dari produk yang di ekspor.
4. Teori Integrasi Ekonomi Internasional
Integrasi ekonomi merupakan proses penyelarasan kebijakan ekonomi pada sejumlah negara dalam batas yang ditentukan untuk mencapai manfaat dari tujuan ekonomi yang ada. Integrasi ekonomi terjadi ketika dalam kawasan geografis yang sama terdapat sekelompok
commit to user
negara bergabung dengan membuat kebijakan untuk menguntungkan kelompok tersebut (Todaro dan Smith, 2006). Sedangkan menurut Ballasa (1961) dimaksudkan suatu kondisi yang tidak ada diskriminasi antar pelaku ekonomi.
Menurut Salvatore (2007), ada enam tingkatan integrasi ekonomi.
Enam tingkatan integrasi ekonomi adalah sebagai berikut:
a. Preferential Trade Arrangements
Bentuk integrasi dimana anggota menyepakati penurunan hambatan perdagangan dan membedakan pemberlakuannya dengan negara yang bukan anggota.
Contoh: Commonwealth Preference Scheme b. Free Trade Area
Bentuk integrasi dimana penghapusan sepenuhnya semua hambatan dalam perdagangan baik non tarif dan tarif diantara anggota. Akan tetapi masing masing anggota memiliki hak untuk memberlakukan kebijakan sendiri untuk negara diluar anggota.
Contoh: ACFTA, IJEPA, AFTA c. Customs Union
Mewajibkan untuk semua anggota meniadakan hambatan dalam perdagangan dan menyelaraskan kebijakan mereka terhadap negara yang bukan anggota.
Contoh: Zollverein
commit to user d. Common Market
Tidak hanya membebaskan perdagangan barang, akan tetapi juga membebaskan arus – arus faktor produksi seperti modal dan tenaga kerja.
Contoh: Uni Eropa e. Ekonomic Union
Mensejajarkan kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal pada masing – masing anggota.
Contoh: Benelux (Belgia, Belanda, dan Luxemburg) f. Free Economic Zones
Wilayah minoritas yang menjadi bagian pada suatu negara yang dibebaskan dari pajak dengan tujuan untuk memicu investasi dan penanaman modal.
Contoh: Pulau Batam-Pen
Dalam integrasi perdagangan terdapa dua konsep yang dikemukakan oleh Jacob Viner yaitu kreasi perdagangan (trade creation) dan diversi perdagangan (trade divertion).
Kreasi perdagangan sendiri bersumber dari pembentukan custom union. Jika sebagian produksi dalam negeri suatu negara yang merupakan anggota dari custom union atau negara luar bukan anggota digantikan oleh impor yang harganya lebih murah dari negara anggota lainnya maka akan terjadi kreasi perdagangan (Salvatore, 2007). Maka dapat dikatakan apabila trade creation lebih kuat maka kesejahteraan akan meningkat. Konsep trade creation ditunjukkan pada tabel 2.3.
commit to user
Misalkan ada tiga negara yaitu A, B, dan C dengan masing masing menghasilkan barang X dengan biaya rata-rata yang tetap. Dalam perdagangan bebas maka negara C dengan harga yang paling murah akan mengekspor ke negara A dan negara B. Ketika negara A mengenakan tarif maka negara A akan menghasilkan produk X sendiri dikarenakan biaya lebih murah. Seperti pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Contoh Trade Creation Negara Biaya rata-rata
(Rp)
Negara A mengenakan bea masuk 100% (Rp)
Negara A membebaskan tarif terhadap negara B, tidak untuk negara C (Rp)
A 500 500 500
B 400 800 400
C 300 600 600
Jika negara A dan negara B membentuk customs union dan saling menghapuskan bea masuk, maka biayanya menjadi 500, 400, dan 600.
Dimana biaya produksi barang impor negara B turun menjadi 400 dan membuat negara A tidak lagi memproduksi barang X namun mengimpor dari negara B yang harganya lebih rendah. Hal ini disebut trade creation karena pembentukan custom unions menyebabkan pergeseran produksi dalam negeri A yang biayanya 500 ke produksi negara B yang lebih murah yaitu 400 sehingga negara A mengimpor barang X dari negara B.
Sedangkan Diversi perdagangan (Trade divertion) terjadi jika produksinya lebih efisien dengan impor yang murah dari negara luar yang bukan anggota custom unions tergusur oleh impor yang lebih mahal dari negara anggota (Salvatore, 2007). Apabila diversi
commit to user
perdagangan lebih besar maka kesejahteraan akan menurun. Untuk ilustrasi yang lebih jelas akan diterangkan pada tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Contoh Trade Divertion Negara Biaya rata-rata
(Rp)
Negara A mengenakan bea masuk 50% (Rp)
Negara A membebaskan tarif terhadap negara B, tidak untuk negara C (Rp)
A 500 500 500
B 400 600 400
C 300 450 450
Biaya produksi barang Z sama dengan barang X sebelumnya namun hanya berbeda pada pemotongan tarif sebesar 50%. Sebelum terjadi custom unions negara A akan mengimpor dari negara C karena harga barang Z paling murah yaitu 300. Namun setelah pembentukan custom unions Negara A mengimpor barang dari negara B karena lebih murah yaitu 400. Pergeseran produksi negara C yang awalnya rendah (300) ke negara yang biaya nya lebih tinggi yaitu B (400) mencerminkan trade divertion yang menyebabkan kesejahteraan menurun karena alokasi sumber daya tidak efisien.
5. Computable General Equilibrium
Menurut Sadoulet and De Janvry (1995), model CGE pada dasarnya adalah model keseimbangan, dimana harga sangat menentukan keputusan agen-agennya. Perubahan yang saling mempengaruhi dalam pasar perlu dilakukan penyeimbangan. Model CGE mensimulasikan kondisi ekonomi atau dampak ekonomi dengan berbagai skenario atau kondisi dengan menganggap uang adalah netral, seperti:
commit to user a. Foreign Shocks
Seperti kenaikan harga impor dari negara yang berpengaruh, atau penurunan harga pada negara pengekspor utama, dan dikuranginya pinjaman luar negeri.
b. Changes in economic policies
Instrumen kebijakan yang seringkali dianalisis adalah pajak dan subsidi, digunakan untuk melihat perubahan komposisi investasi dan pengeluaran pemerintah.
c. Changes in the domestic economic and social structure
Perubahan teknologi pada bidang pertanian maupun manufaktur.
Prinsip atau asumsi dasar yang berlaku dalam CGE dijabarkan sebagai berikut:
a. Agen CGE dan kecenderungannya
Computable General Equilibrium merupakan model dari persamaan yang mewakili keseimbagan semua pasar, dari pasar input hingga pasar output. Agen CGE memiliki peraturan perilaku yang berbeda dengan agen SAM ( Social Accounting Matrix).
Dalam model CGE, produsen memilih tingkat produksi dan pembelian input pada harga dasar dengan mengoptimalkan keuntungan. Untuk rumah tangga konsumen CGE, utility akan dimaksimalkan atas pendapatan dan harga. Sedangkan pada SAM- mutiplier model, produsen dalam menghasilkan apapun harus menggunakan faktor dalam proporsi yang tetap, menghasilkan
commit to user
koefisien yang tetap pada kolom. Pada sisi pengeluaran rumah tangga, konsumen SAM ditentukan oleh constant shares.
b. Market Equilibrium
Semua akun dalam CGE adalah endogen sehingga harus pada kondisi keseimbangan. Beberapa agen akan secara langsung menyeimbangkan anggaran mereka. Produsen akan menjual hasil produksi, rumah tangga dan perusahaan akan membelanjakan pendapatannya, dan tabungan yang tersedia akan menentukan investasinya. Biasanya anggaran pemerintah seimbang dengan membiarkan tabungannya atau defisit jika negatif, akan dihitung sisa nilainya. Dibutuhkan penyesuaian antara penawaran independen dan keputusan permintaan untuk akun lainnya melalui penawaran dan permintaan komoditas pada pasar produk, penawaran dan permintaan faktor di pasar faktor, dan penawaran dan permintaan di pasar devisa luar negeri. Aturan standar pada pasar adalah fleksibilitas harga dan penentuan endogen harga keseimbangan ditetapkan sebagai harga komoditas, harga faktor, dan nilai tukar berturut turut.
c. Macroconstraints
Dalam CGE terdapat empat komponen utama makro ekonomi.
Komponen pertama adalah keseimbangan pembayaran. Dalam banyak kasus, keseimbangan pembayaran dibatasi ketingkat eksternal didefinisikan defisit. Perubahan dalam tingkat pinjaman,
commit to user
dalam kodisi ekspor atau impor akan mempengaruhi seluruh perekonomian melalui perubahan nilai tukar yang nyata.
Yang ke dua adalah keseimbangan tabungan dan investasi, dimana memainkan peran kecil dalam CGE. Kecuali dalam model struktualis dan model bary yang dikembangkan dengan sektor keuangan, tidak ada perilaku investasi dan total investasi yang sama dengan tabungan. Dalam model statis, variasi tingkat investasi setelah perubahan dalam tabungan terdapat beberapa konsekuensi, yaitu hanya mempengaruhi tingkat permintaan. Hal tersebut tidak menunjukan fakta dalam perspektif jangka panjang, investasi merupakan penentu utama dalam pertumbuhan, dan dengan demikian setiap perubahan penting dalam generasi savings, apakah oleh pemerintah atau oleh asing. Konsekuensinya penting bagi perekonomian.
Keseimbangan anggaran pemerintah merupakan macroconstraint yang ketiga, tidak seperti model sektoral, konsekuensi anggaran dari semua kebijakan sepenuhnya diperhitungkan dalam CGE. Contohnya liberalisasi perdagangan luar negeri tidak bisa dilaksanakan tanpa menaikkan pajak, mengurangi pengeluaran pemerintah. Setiap kebijakan sektoral pemerintah akan berdampak pada sektor lain.
Pasokan dari faktor utama produksi merupakan fitur terakhir yang terkait makroekonomi. Keseluruhan tingkat produksi
commit to user
ditentukan oleh total tingkat sumber daya produktif dalam perekonomian.
5. Ministerial Conferences WTO
Ministerial conferences dalam WTO merupakan pertemuan anggota WTO yang dihadiri oleh utusan pada setiap negara anggota setingkat menteri, dimana pertemuan ini merupakan pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi ini. Dalam perjalananya, berikut ini merupakan ministerial conferences yang telah dilakukan oleh WTO:
a. KTM 1 di Singapura, 9-13 Desember 1996
Singapura menjadi tempat pertama diadakannya ministerial conferences atau Konferensi Tingkat Menteri (KTM) oleh WTO, dimana dihadiri oleh 120 utusan anggota negara organisasi ini.
Dalam pertemuan ini terdapat usulan isu isu baru, terutama dari negara maju yaitu standar buruh, kebijakan kompetisi, transparansi dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah, perlindungan terhadap investasi, perdagangan produk teknologi informasi, serta fasilitas perdagangan. Isu-isu tersebut dikenal dengan sebutan “isu singapura” disepakati untuk mnjadi kesepakatan terikat (legal binding).
b. KTM 2 di Ganeva, 18-20 Mei 1998
KTM ke-2 di Ganeva masih membahas isu isu yang diusulkan dalam KTM pertama di singapura. Pertemuan tingkat menteri yang kedua ini menghasilkan kesepakatan dalam mendorong
commit to user
perdagangan produk elektronik secara global dengan tidak memaksakan bea masuk pada transmisi elektronik.
c. KTM 3 di Seattle, 30 November-3 Desember 1999
Seattle, Amerika Serikat menjadi tempat pertemuan tingkat menteri yang ke-3. Pada pertemuan ini terjadi perbedaan pendapat yang cukup tajam antara delegasi negara maju dengan negara berkembang. Negara maju dianggap bersikap tidak adil karena meminta negara berkembang untuk membuka pasar produk pertanian sedangkan negara maju tetap tidak mau memotong subsidi pertaniannya. Pada pertemuan ini tidak menghasilkan deklarasi menteri.
d. KTM 4 di Doha, 9-13 November 2001
Pertemuan ke-4 tingkat menteri diadakan di Doha, Qatar yang dihadiri oleh 142 negara. Deklarasi Menteri (Deklarasi Doha) merupakan dokumen utama yang dihasilkan dalam pertemuan ini.
Deklarasi tersebut menandai peluncuran putaran perundingan baru yang membahas mengenai perdagangan jasa, tarif industri, lingkungan, produk pertanian, isu-isu implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), penyeleseian sengketa, dan peraturan WTO. Adanya deklarasi ini dharapkan dapat mencari jalan keluar terjadinya konsesus mencakup singapore issues. Isu tersebut ditunda sampai selesainya KTM ke-5. Doha Development Agenda merupakan sebutan hasil keputusan dari KTM ke-4 ini dengan memuai isu pembangunan dari negara kurang berkembang (LDCs)
commit to user
dan special and differentialtreatment (S&D) dari negara berkembang untuk produk pertanian. Akan tetapi tidak ada usulan tindakan yang nyata atas isu tersebut, oleh karena itu masalah S&D akan ditinjau kembali. Perundingan lebih lanjut akan membahas mengenai bidang pertanian, akses pasar, dan special differential treatment.
e. KTM 5 di Cancun, 10-14 September 2003
Konferensi tingkat menteri ke-5 berlangsung di Cancun, Meksiko. Pada pertemuan ini tidak tercapai kesepakatan secara konsesus terutama pada bidang pertanian dan NAMA (Non Agriculture Market Access). Setelah kegagalan tersebut, pada tanggal 1 Agustus 2004 sidang dewan umum WTO (General Council) berhasil menyepakati tentang program kerja Doha, disebut dengan paket juli. Negara anggota sepakat untuk melanjutkan DDA dengan isu utama yaitu isu pertanian, akses pasar produk non pertanian (NAMA), isu pembangunan dan implementasi, jasa, fasilitas perdagangan dan penanganan isu singapura.
f. KTM 6 di Hong kong, 13-18 Desember 2005
Hongkong menjadi tempat penyelenggaraan KTM WTO ke-6 pada Desember 2005 yang menghasilkan tiga deklarasi menteri yang mencakup tiga pilar pada bidang pertanian yaitu untuk subsidi domestik negara maju pada tahun pertama harus memotong 20%
dari total subsidi domestik, kategori bule box dibatasi 5% untuk
commit to user
tahun pertama, dan negara berkembang tidak diharuskan menurunkan subsidi dengan tujuan membantu petani kecil.
Untuk subsidi ekspor akan dihapuskan dan secara paralel dilakukan penghapusan elemen subsidi program dan memperketat ketentuannya (State Trading Enterprises) yang mencakup pembayaran bunga dan tingkat suku bunga minimum serta ketentuan premi minimum seperti kredit ekspor atau program asuransi yang mempunyai pembayaran melebihi 180 hari, Tidak harus dihapuskan untuk hak monopoli perusahaan di negara berkembang, untuk menghindari penyalahgunaan sebagai alat untuk mengalihkan kelebihan produksi negara maju maka aturan pemberian bantuan makanan (food aid) diperketat serta memperkuat aturan perlakuan khusus dan berbeda (S&D) untuk negara berkembang.
Sedangkan untuk akses pasar, tiered formula digunakan penurunan tarif karena alasan penyeragaman dan perbedaan dalam struktur tarif, penurunan tarif akan dilakukan terhadap bound rate, special product (SP) dibuat lebih umum dan tidak lagi menjamin jumlah produk yang dikategorikan sebagai produk yang sensitif.
Jumlah produk nya dapat ditentukan untuk negara berkembang.
Pada akhirnya KTM ini tidak dapat dikatakan berhasil sepenuhnya dikarenakan perundingan putaran Doha dihentikan pada Juli 2006.
commit to user
g. KTM 7 di Ganeva, 30 November-2 Desember 2009
Setelah putaran Doha dihentikan, KTM ke-7 WTO dilaksanakan di Ganeva dengan mengambil tema “The WTO, the Multilateral Trading System and the Current Global Economic”.
Mereka me-review aktifitas WTO selama ini termasuk Program kerja Doha dan mendiskusikan mengenai regional trade agreements, Aid for Trade, dan negara negosiasi untuk bergabung dengan WTO serta beberapa topik lainnya. Pada pertemuan ini tidak dirancang untuk melakukan negosisai seperti pada pertemuan sebelumnya, akan tetapi hampir semua menteri menginginkan perundingan putaran doha segera mencapai kesepakatan. Para anggota menyepakati untuk memperpanjang “moratoriums” yaitu perjanjian untuk tidak mengambil tindakan tertentu pada perdagangan elektronik dan intelektual properti dan menyetujui untuk tidak membawa kasus“non-violation”pada proses penyelesaian sengketa WTO, serta menyetujui penyelenggaraan konferensi menteri pada tahun 2011.
h. KTM 8 di Ganeva, 15-17 Desember 2011
Desember tahun 2011 bertempat di Ganeva telah dilaksanakan konferensi tingkat menteri yang ke-8. Dalam KTM tersebut membahas mengenai 3 tema yaitu pentingnya sistem perdagangan multilateral, perdagangan dan pembangunan, serta agenda pembangunan Doha. Keputusan dalam KTM ini antara lain mengenai TRIPs non-violation and situation complaints yaitu
commit to user
anggota tidak akan memulai keluhan seperti yang dibahas pada KTM ke-7 dibawah kesepakatan TRIPS.
Program kerja perdagangan elektronik memutuskan untuk melanjutkan program kerja berdasarkan pedoman yang ada dengan mematuhi prinsip WTO termasuk non-diskriminasi, prediktabilitas, dan transparansi. Program kerja juga memeriksa akses ke perdagangan elektronik melalui perusahaan mikro, kecil, dan menengah termasuk produsen dan suplier. General council diperintahkan untuk menekankan dan menghidupkan kembali pengembangan program kerja terutama persiapan dokumen CTD dan program kerja pada ekonomi lemah. Mengundang TRIPS council dalam memberikan pertimbangan dukungan permintaan dari negara kurang berkembang (LDCs). Bantuan dalam pencapaian kerja negara kurang berkembang (LDCs). Mempersiapkan perlakuan khusus dalam pelayanan dan layanan pemasok negara kurang berkembang (LDCs). Serta Mekanisme ulasan kebijakan perdagangan. Yang nantinya akan dilaporkan progres nya oleh General council pada KTM ke-9.
i. KTM 9 di Bali, 3-6 Desember 2013
Konferensi tingkat menteri yang ke-9 dilangsungkan di Bali, Indonesia. Pada konferensi ini membahas laporan dari general council mengenai progres program kerja yang dibahas pada KTM ke-8. Keinginan para anggota pada KTM ke-7 mengenai penyelesaian doha round terwujud pada KTM ke-9 ini. Pada
commit to user
akhirnya sejak peluncurannya tahun 2001, Doha Development Agenda terjadi kesepakatan. Berikut merupakan kesepakatannya yang sering disebut dengan paket bali:
1) Paket pertanian, dimana antar negara anggota WTO mendapatkan pengurangan biaya perdagangan (impor dan ekspor) dan kepastian bisnis sesama anggota WTO. Anggota WTO menyetujui dalam mengurangi subsidi ekspor termasuk kapas di dalamnya. Dalam upaya menjamin ketersediaan pangan, negara berkembang diberikan keleluasaan untuk memberikan subsidi pertanian lebih dari 10 % dari output nasional dalam jangka waktu 4 tahun. Negara maju akan menghapus batasan impor produk pertanian dari negara berkembang dan tidak lagi membebankan tarif terhadap sejumlah produk pertanian yang melebihi batasan impor, tetapi masih dibolehkan melakukan impor hasil pertanian.
2) Paket negara miskin (Least Developed Countries), negara miskin mendapatkan kemudahan dalam sistem lalu lintas perdagangan, pemberian fasilitas duty free quota free termasuk kapas didalamnya .
3) Fasilitasi perdagangan dimana adanya pengurangan hambatan perdagangan, dimana negara berkembang dan negara miskin mendapatkan akses bebas kemudahan sistem lalu lintas barang dan jasa untuk meningkatkan perdagangan, serta dalam upaya meningkatkan kapasitas pelayanan dari negara miskin dan
commit to user
berkembang maka negara maju berkomitmen untuk memberikan bantuan baik secara teknis maupun financial.(World Trade Organization, 2014).
B. Penelitian Terdahulu
Berikut beberapa penelitian dalam beberapa jurnal yang terkait dengan tema penelitian :
1. Jurnal “Impacts of the Doha Round on Brazilian, Chinese and Indian agribusiness”, Oleh Matheus Wemerson Gomes Pereira, Erly Cardoso Teixeira, dan Sharon Raszap-Skorbiansky pada tahun 2010.
Matheus dkk memperkirakan dampak dari doha round pada Negara Brasil, China dan India. Pada penelitian ini menggunakan Global Trade Analysis Project (GTAP). Hasilnya adalah Pengurangan subsidi dan tarif berdampak positif terhadap GDP, Kenaikan GDP tertinggi adalah Brasil dan China yaitu dari 0,4 % menjadi 1,4%, Sedangkan India berpengaruh negatif terhadap kenaikan GDP. Untuk Produksi pertanian, brazil mengalami kenaikan dari 1,5% menjadi 8 % namun untuk produksi manufaktur menunjukkan kenaikan yang negatif yaitu dari -1,0%
menjadi -4,0%, dilain sisi Produksi pertanian dan manufaktur pada China dan India menunjukan perubahan yang tidak terlalu besar.Untuk kesejahteraan (walfare) pada ketiga negara tersebut yaitu Brasil, China, dan India berpengaruh positif. Ekspor pertanian pada Brasil merupakan kenaikan tertinggi dibandingkan kedua negara lainnya yaitu mencapai 23%, sedangkan untuk ekspor manufaktur mengalami pertumbuhan yang negatif. Namun kebalikannya untuk China dan India mengalami
commit to user
pertumbuhan yang positif.Brasil, China dan India mengalami kenaikan untuk impor, dan kenaikan impor terbesar adalah negara India.
2. Jurnal “Economic and environmental impacts of trade liberalization:
The case of Indonesia”, oleh Howard Gumilang, Kakali Mukhopadhyay, and Paul J. Thomassin pada tahun 2011.
Dalam penelitian ini, mereka ingin menganalisis mengenai dampak dari AFTA dan IJEPA terhadap perkononomian dan kondisi lingkungan di Indonesia. Pada penelitian ini digunakan Global Trade Analysis Project (GTAP), yang hasilnya adalah Output Indonesia diperkirakan naik sebesar 263% pada tahun 2022 pada administrasi publik dan sektor listrik, Ekspor dan Impor Indonesia tidak terlalu berubah pada periode tersebut.Untuk keadaan lingkungan, Polusi udara di Indonesia akan mengalami peningkatan yang signifikan. AFTA memiliki dampak lebih besar dibandingkan IJEPA, yaitu naik 0,47% dan IJEPA dibawahnya yaitu naik 0,11%. Jika dikombinasikan antara AFTA dan IJEPA perjanjian tersebut mengalami kenaikan untuk output indonesia sebesar 0,54%.
3. Jurnal “The Impact of the Doha Round on the Russian Federation” , oleh Dian popa pada tahun 2012.
Dian popa ingin menganalisis mengenai dampak dari doha round terhadap negara federasi rusia dengan menggunakan Globat Trade Analysis Project (GTAP). Hasil dari penelitian ini menunjukkan dampak dari Doha round pada Federasi Rusia terhadap GDP dan Walfare berpengaruh negatif yaitu GDP dari 0,02% menjadi -0,10% dan Walfare
commit to user
dari -0,02% menjadi -0,19%.Dibelahan dunia lain pun dampak dari doha round termasuk ekspor dan impor di dalamnya cukup kecil.
4. Jurnal “Dampak Liberalisasi Perdagangan Sektor PertanianTerhadap Makro Dan Sektoral Ekonomi Indonesia:Pendekatan Model Ekonomi Keseimbangan Umum”, oleh Kasan pada tahun 2011.
Kasan ingin mengetahui dampak dari liberalisasi perdagangan sektor pertanian terhadap makro ekonomi dan sektoral ekonomi di Indonesia, Penelitian ini menggunakan General Computable Equilibrium pada GTAP. Hasilnya adalah Liberalisasi perdagangan sektor pertanian diprediksi hanya akan berdampak relatif kecil pada peningkatan PDB rill yaitu kurang dari satu persen, baik bagi negara maju maupun negara berkembang.Liberalisasi perdagangan sektor pertanian akan memberikan keuntungan bagi negara maju seperti Amerika Serikat, Rusia, dan EU karena akan meningkatkan output atau produksi sektor pertanian mereka, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan menurunkan PDB deflator atau menurunkan tingkat inflasi di wilayah tersebut. Penurunan tarif pada komoditas pertanian akan memberikan kerugian bagi negara berkembang seperti Indonesia, Pakistan, dan Bangladesh karena meningkatnya PDB deflator atau tingkat inflasi yang relatif tinggi. kebijakan liberalisasi perdagangan sektor pertanian berpotensi untuk meningkatkan laju pertumbuhan impor lebih cepat daripada ekspor. Dengan demikian, bagi Indonesia, isu sentral yang harus dicermati mengenai kinerja perdagangan adalah sejauh mana kekuatan penawaran ekspor Indonesia dapat merespon
commit to user
peluang liberalisasi perdagangan. Terdapat keterkaitan positif antara Liberalisasi perdagangan sektor pertanian dan investasi di China, Philipina, Bangladesh, dan Brazil, sedangkan di negara lainnya termasuk Indonesia hal tersebut tidak terjadi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sektor gandum, minyak dan lemak (dimana CPO tergabung di dalamnya), pertanian lainnya serta padi dan beras adalah sektor yang sangat responsif terhadap kebijakan liberalisasi perdagangan sektor pertanian. Liberalisasi perdagangan sektor pertanian berdampak negatif terhadap output sektor pertanian Indonesia, tetapi menyebabkan peningkatan output di sektor manufaktur. Hal ini diduga karena terjadi realokasi sumber daya input atau faktor produksi dari sektor pertanian ke sektor manufaktur.
5. Jurnal “Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap Perdagangan Internasional Indonesia” , oleh Ibrahim,Meily Ika Permata, danWahyu Ari Wibowo pada tahun 2010.
Penelitian ini ingin mengemukakan dampak dari implementasi ACFTA terhadap perdagangan Internasional di Indonesia dengan menggunakan GTAP dan hasilnya adalah Indonesia mempunyai net trade creation sebesar 2% yang bersumber dari dampak trade creation dari anggota ACFTA 10,3% dan trade diversion dengan mitra dagang ROW sebesar -1,5%, komoditas ekspor internasional (tradable) menunjukkan dampak positif sebesar 0,5%. Komoditas dari Indonesia berpeluang meningkat 2,1% terutama bersumber dari peningkatan ekspor ke Cina, namun demikian ekspor Indonesia menghadapi
commit to user
tantangan baru dengan masuknya barang-barang impor Cina dikawasan ASEAN. Mitra dagang Indonesia dari kawasan ASEAN yang selama ini terjalin berpotensi mengalami penurunan. Dari hasil model GTAP, diperoleh perkiraan ekspor negara ASEAN ke kawasan ASEAN mengalami penurunan 4,9%, termasuk penuruan ekspor indonesia sebesar 4,4%. Penurunan kelompok komoditas utama dari yang semula mempunyai pangsa 33% menjadi 19% terhadap total ekspor Indonesia.
C. Kerangka Pemikiran
Dengan menggunakan database GTAP versi 8dilakukan agregasi untuk sektor dan negara. Data awal dari GTAP adalah 129 region dan dan 57 sektor diagregasikan menjadi 4 region dan 11 sector.
Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (KTM-WTO) ke – 9 di Bali pada tanggal 3 sampai 6 Desember 2013 menghasilkan beberapa keputusan, yang disebut dengan paket Bali. Isi dari keputusan tersebut antara lain:
1. Paket pertanian, dimana antar negara anggota WTO mendapatkan pengurangan biaya perdagangan (impor dan ekspor) dan kepastian bisnis sesama anggota WTO. Anggota WTO menyutujui dalam mengurangi subsidi ekspor termasuk kapas di dalamnya. Dalam upaya menjamin ketersediaan pangan, negara berkembang diberikan keleluasaan untuk memberikan subsidi pertanian lebih dari 10 % dari output nasional, diperbolehkan menaikkan menjadi 15% dalam jangka waktu 4 tahun.
Negara maju akan menghapus batasan impor produk pertanian dari negara berkembang dan tidak lagi membebankan tarif terhadap sejumlah
commit to user
produk pertanian yang melebihi batasan impor, tetapi masih dibolehkan melakukan impor hasil pertanian
2. Paket negara miskin (Least Developed Countries), negara miskin mendapatkan kemudahan dalam sistem lalu lintas perdaagangan, pemberian fasilitas duty free quota free termasuk kapas didalamnya . 3. Fasilitasi perdagangan dimana adanya pengurangan hambatan
perdagangan, dimana negara berkembang dan negara miskin mendapatkan akses bebas kemudahan sistem lalu lintas barang dan jasa untuk meningkatkan perdagangan, serta dalam upaya meningkatkan kapasitas pelayanan dari negara miskin dan berkembang maka negara maju berkomitmen untuk memberikan bantuan baik secara teknis maupun financial (World Trade Organization, 2014).
Dari keputusan Konferensi Tingkat Menteri ke – 9 WTO yang diadakan di Bali tersebut di simpulkan akan ada tiga variabel yang akan diberian shock yaitu tariff, subsidi ekspor, dan domestic support. Sebelumya data awal pada GTAP diagregasikan yaitu untuk negara menjadi Indonesia, G8, LDCs, dan ROW. Sedangkan untuk sektor nya dibagi menjadi 11 sektor pertanian.
Shocks akan dilakukan pada empat skenario. Skenario 1 yaitu penurunan tarif bea masuk, skenario 2 adalah penurunan subsidi ekspor, skenario 3 yaitu penambahan dan pengurangan domestic supports, terakhir adalah skenario 4 berupa penggabungan dari skenario 1, 2, dan 3. Setelah pemberian shockskemudian dilakukan running GTAP untuk mengetahui dampak keputusan tersebut terhadap perekonomian Indonesia yang dilihat
commit to user
dari makroekonomi yaitu, GDP, nilai impor, nilai ekspor, neraca perdagangan, dan walfare. Serta dilihat secara sektoral untuk impor dan ekspor. Pemberian shocks disesuaikan dengan keputusan dari KTM WTO ke-9. Dari pemaparan tersebut dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Skenario 4
Result
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran SHOCKS
Tarif Subsidi Ekspor Domestic support
Running GTAP
GDP Nilai
Impor
Nilai Ekspor
Neraca Perdaganga
n
Welfare Indonesia
G8 LDCs ROW
Agregasi 11 sektor Data Awal GTAP
GTAP Agregation