• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Skripsi yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik AULIA RAHMAN NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Skripsi yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik AULIA RAHMAN NIM :"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TIMBULNYA PENGOTORAN ALAT PENUKAR KALOR PADA KETEL UAP

SKRIPSI

Skripsi yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

AULIA RAHMAN NIM : 130401036

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi yang diambil, yaitu “KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BIOMASSA JENIS TANDAN, CANGKANG DAN SERAT KELAPA SAWIT SERTA PENGARUH TIMBULNYA PENGOTORAN ALAT PENUKAR KALOR PADA KETEL UAP”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, motivasi, pengetahuan, dan lain-lain dalam menyelasaikan skripsi ini. Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dalam pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur, serta bimbingan dan arahan dari Bapak Dr. Eng Taufiq Bin Nur ST, M. Eng.Sc sebagai Dosen Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua dan keluarga yang selalu menjadi inspirasi yang tanpa henti memberikan dukungan dalam segala bentuk yang tak mungkin penulis dapat membalasnya.

2. Bapak Dr. Eng Taufiq Bin Nur ST, M. Eng.Sc sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang banyak memberikan arahan, bimbingan, motivasi, nasehat, dan pelajaran yang sangat berharga selama proses penyelesaian Skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. M. Sabri, M.T selaku Ketua Departemen Teknik Mesin dan Bapak Terang UHSG Manik, S.T., M.T selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin.

4. Seluruh Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin USU yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi selesai,

(9)

dan seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Mesin USU, juga kepada staf Fakultas Teknik.

5. Bapak Pimpinan dan Staff PTPN IV Kebun Adolina yang telah membantu dalam penyediaan sampel.

6. Teman satu tim Abdillah Reza Santoso yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dan membantu dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin stambuk 2013, yang banyak memberikan motivasi kepada penulis dalam menyusun Skripsi ini.

8. Segala pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang mungkin tidak dapat disebut satu persatu.

Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam Skripsi ini sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan Skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya. Amin Ya Rabbal Alamin

Medan, Juli 2018 Penulis,

AULIA RAHMAN NIM. 130401036

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL...vi

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ...ix

ABSTRAK ...x

ABSTRACT ...xi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...3

1.3 Tujuan Penelitian ...3

1.4 Batasan Masalah ...4

1.5 Manfaat Penelitian ...4

1.6 Sistematika Penulisan ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1 Ketel Uap (Boiler) ...6

2.1.1 Prinsip Ketel Uap ...6

2.1.2 Klasifikasi Ketel Uap ...8

2.1.3 Desain dan Aplikasi Ketel Uap ...10

2.1.4 Material Pipa Ketel Uap ...12

2.2 Biomassa Sebagai Bahan Bakar Ketel uap ...14

2.2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)...15

(11)

2.2.2 Cangkang Kelapa Sawit ...16

2.2.3 Serat Kelapa Sawit ...17

2.2.4 Analisa Kandungan Bahan Bakar ...18

2.2.5 Analisa Nilai Kalor Bahan bakar ...20

2.3 Pembakaran Biomassa ...22

2.3.1 Teori Pembakaran dan Proses Pembakaran ...23

2.3.2 Udara Berlebih (Excess Air) ...27

2.3.3 Senyawa Kimia Hasil Pembakaran Biomassa ...29

2.4 Analisis Berbasis Perangkat Lunak ...32

2.4.1 Aspen Plus® ...32

2.4.2 Simulasi pada Aspen Plus® ...33

2.4.3 Model Matematika proses Simulasi ...34

2.5 Deposit ...36

2.5.1 Fouling ...36

2.5.2 Slagging ...37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...38

3.1 Tempat dan Waktu ...38

3.1.1 Tempat Penelitian ...38

3.1.2 Waktu Penelitian ...38

3.2 Identifikasi Penilitian ...38

3.3 Skema Penelitian ...39

3.4 Variabel Penelitian ...42

3.5 Persiapan Bahan Uji ...43

(12)

3.5.1 Pengeringan Sampel ...43

3.6 Spesifikasi Bahan Bakar ...43

3.7 Pengujian Nilai Kalor ...44

3.8 Skenario Simulasi ...50

BAB IV HASIL DAN ANALISIS ...51

4.1 Karakteristik Bahan Bakar ...51

4.1.1 Nilai Proximate dan Nilai Ultimate pada bahan bakar ...51

4.1.2 Nilai Kalor Bahan Bakar ...53

4.2 Model Simulasi Pembakaran dengan Aspen Plus ...53

4.3 Validasi Model Simulasi ...54

4.4 Analisa Kebutuhan Udara ...55

4.5 Analisa Hasil Simulasi ...57

4.5.1 Hasil Simulasi Pembakaran Biomassa ...57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...63

5.1 Kesimpulan ...63

5.2 Saran ...65

DAFTAR PUSTAKA ...66 LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kondisi berat sampel ...43

Tabel 3.2 Simulasi Skenario ...50

Tabel 4.1 Hasil pengujian Komposisi bahan bakar Biomassa ...51

Tabel 4.2 Nilai Kalor bahan bakar ...53

Tabel 4.3 Model Tipe Simulasi Aspen Plus ...54

Tabel 4.4 Validasi Sistem Model ...55

Tabel 4.5 Kebutuhan udara Pembakaran ...56

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ketel Uap...7

Gambar 2.2 Ketel uap pipa api ...10

Gambar 2.3 Tandan kosong Kelapa Sawit ...15

Gambar 2.4 Cangkang Kelapa Sawit ...17

Gambar 2.5 Serat kelapa sawit ...18

Gambar 2.6 Bom kalorimeter ...22

Gambar 2.7 Aspen Plus® ...33

Gambar 2.8 Contoh Hasil Simulasi Aspen Plus...34

Gambar 2.9 Fouling ...35

Gambar 2.10 Slagging ...35

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengujian ...41

Gambar 3.2 Penimbangan sampel bahan bakar ...44

Gambar 3.3 Kawat pada tangkai penyala ...45

Gambar 3.4 Pengisian oksigen ...45

Gambar 3.5 Bom yang telah dimasukkan pada kalorimeter ...46

Gambar 3.6 Mencatat air pendingin ...46

Gambar 3.7 Temperatur air pendingin ...47

Gambar 3.8 Pressure gauge oksigen ...48

Gambar 3.9 Berat sampel ...48

Gambar 3.10 Pemasangan cotton pemantik pada vessel ...49

Gambar 3.11 Pemasangan vessel pada bom kalorimeter ...49

Gambar 4.1 Simulasi Siklus Pembakaran ...50

(15)

Gambar 4.2 Grafik Temperatur -vs- Kandungan KO2 ...57

Gambar 4.3 Grafik Temperatur -vs- Kandungan KO2 ...58

Gambar 4.4 Grafik Temperatur -vs- Kandungan KO2 ...59

Gambar 4.5 Grafik Temperatur -vs- Kandungan KO2 ...60

Gambar 4.6 Grafik Temperatur -vs- Kandungan KO2 ...60

Gambar 4.7 Grafik Temperatur -vs- Kandungan KO2 ...61

Gambar 4.8 Grafik Temperatur -vs- Kandungan KO2 ...62

(16)

Notasi dan Simbol

T Temperatur oC

LHV Nilai kalor bawah

HHV Nilai kalor atas

VM Volatile matter

FC Fixed carbon

C karbon

K kalium

N Nitrogen

S Sulfur

H Hidrogen

O Oksigen

Ash Abu

Kode

BLWR Blower

BURNER Ruang Bakar

DKMPR Dekomposer

(17)

ABSTRAK

Kebutuhan energi dunia yang terus meningkat setiap tahunnya. Tetapi penggunaan energi fosil masih sangat dominan dibanding dengan penggunaan energi terbarukan. Ketersediaan batubara indonesia yang sangat terbatas menunjukkan bahwa suatu saat akan habis dikarenakan penggunaan yang masih sangat besar sebagai bahan bakar ketel uap, diperlukan proses konversi energi terbarukan dengan memanfaatkan potensi lokal sebagai pengganti bahan bakar fosil. Bahan bakar biomassa ialah salah satu potensi besar yang kegunaanya sebagai energi terbarukan masih belum diperhatikan bahkan masih banyak terbuang begitu saja menjadi limbah seperti Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang ketersediaannya begitu melimpah. Selain itu terdapat bahan bakar biomassa lainnya yang telah lebih dahulu digunakan sebagai bahan bakar ketel uap yaitu cangkang kelapa sawit dan serat kelapa sawit. Tetapi penggunaan TKKS sebagai bahan bakar ketel menimbulkan masalah baru yaitu terbentuknya deposit pada pipa-pipa ketel uap. Selanjutnya bahan bakar biomassa dianalisa dan didapat komposisinya seperti nilai kalor, nilai proksimat dan ultimat serta faktor penyebab munculnya deposit pada ketel uap dari hasil pembakaran bahan bakar biomassa yang disimulasikan lewat perangkat lunak Aspen Plus® V.9.0.

Kata kunci: Biomassa, Ketel Uap, Aspen Plus, Proksimat, Ultimate

(18)

ABSTRACT

The global energy still increases every year. However, the using of fossil energy is more dominant compared to renewable energy. The availability of Indonesian coal indicates that one day will be exhausted because the use of fossil fuels is still very large for boiler fuels hence from the steps taken to find renewable fuels that can be used on the boiler. Needs a renewable energy conversion process by utilizing local potential as a substitute of fossil fuels. Biomass fuel is the one of greatest potentials whose utility as renewable energy is still unnoticed and is still wasted so much as waste like empty fruit bunch whose availability is so abundant. In addition, there are other biomass fuels that have been previously used as a fuel boiler that is the shell of palm oil and palm fiber. But the use of empty fruit bunch as a boiler fuel leaves a problem that is the formation of the deposit in the boiler pipeline. And then, the biomass fuel that has been described is analyzed and the composition is obtained such as calorific value, proximate and ultimate value and factors the cause of the deposit in the boiler of biomass fuel that is simulated through Aspen Plus® V.9.0 software.

Keywords: Biomass, Boiler, Aspen Plus, Proximate, Ultimate

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak luput dalam penggunaan bahan bakar. Bahan bakar adalah suatu materi yang dapat dikonversi menjadi energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan transportasi, industri pabrik, industri rumah tangga, dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan zaman saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap harinya kebutuhan akan bahan bakar semakin meningkat [1].

Sekarang ini pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan industri akan terus berkembang, dengan demikian kebutuhan akan bahan bakar juga semakin meningkat, semakin meningkatnya kebutuhan bahan bakar maka ketersediaan akan sumber bahan bakar dari fosil, misalnya minyak bumi akan semakin menipis. Oleh karena itu diperlukan adanya bahan bakar dari sumber energi alternatif lain yang dapat diperbaharui (renewable) untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak bumi yang berbasis fosil [1].

Energi alternatif sangat dibutuhkan sebagai pengganti sumber energi utama yang tidak dapat diperbaruhi dan semakin sedikit jumlah ketersediaanya. Salah satu sumber energi alternatif yang dapat dimanfaatkan dari lingkungan sekitar yang mudah didapat dengan biaya yang terjangkau adalah dengan memanfaatkan biomassa sebagai bahan utama pembuatan suatu energi alternatif. Biomassa merupakan sumber energi yang berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui sehingga berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. Biomassa yang dijadikan sebagai bahan bakar alternatif bersifat ramah lingkungan, mudah diperoleh, lebih ekonomis dan dapat digunakan oleh masyarakat luas. Bahan pembuatannya juga dapat diperoleh dari limbah pertanian ataupun dari limbah rumah tangga. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia [1].

Budidaya terbesar kelapa sawit ini terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman budidaya

(20)

penghasil minyak nabati berupa Crude Plam Oil (CPO). Dalam proses pengolahan kelapa sawit selain menghasilkan CPO juga menghasilkan limbah yang masih belum dimanfaatkan secara optimal. Diketahui bahwa 1ton kelapa sawit mampu menghasilkan limbah padat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 230 kg, limbah cangkang (Shell) sebanyak 65 kg, wet decanter solid (lumpur sawit) 40 kg, serabut (Fiber) 130 kg serta limbah cair sebanyak 50 kg. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah terbesar yaitu sekitar 126.317,54 ton/tahun. Namun pemanfaatannya masih belum maksimal, karena umumnya limbah ini hanya dibakar dan sebagian dihamparkan pada lahan kosong sebagai mulsa/pupuk di kawasan sekitar pabrik.

Dari permasalahan tersebut maka dilakukan pemanfaatan limbah biomassa berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS), cangkang dan fiber sebagai komponen utama untuk bahan bakar ketel uap. Meskipun demikian penggunaan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan bakar ketel uap memunculkan masalah pada ketel uap itu sendiri, permasalahan yang paling umum dijumpai pada ketel uap tersebut yaitu akan munculnya deposit (slagging dan fouling) pada sisi dinding ketel uap yang akan mengurangi efektivitas ketel uap. Fenomena ini terjadi akibat munculnya Kalium yang berasal dari penggunaan biomassa tersebut sebagai bahan bakar ketel uap.

Akibat dari fenomena munculnya potassium tersebut terdapat beberapa masalah yang berdampak keefektifan ketel uap diantaranya seperti tersumbatnya pipa serta kerusakan pipa akibat terlepasnya clinker. Keseluruhan masalah yang timbul tadi sering pula disebut dengan clinker trouble. Fenomena ini biasanya disebut slagging atau fouling yaitu menempelnya abu yang dipengaruhi suhu peleburannya (ash fusion temperature) dan unsur-nsur dalam abu. Selain kedua faktor tadi evaluasi terhadap masalah ini juga dapat diketahui melalui perhitungan rasio terhadap beberapa unsur tertentu dalam abu. Penilaian terhadap slagging dan fouling ini perlu dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai faktor, karena terkadang hasilnya tidak akurat apabila hanya berdasarkan dari satu aspek saja. Terdapat banyak faktor yang terlibat pada penilaian tersebut, pada penelitian ini akan dijelaskan metode evaluasi yang umum dilakukan yaitu analisa kadar kalium terbentuk pada saat proses pembakaran terjadi.

(21)

Slagging adalah fenomena menempelnya partikel abu dari proses pembakaran biomassa baik yang berbentuk padat maupun leburan, yang terjadi pada permukaan dinding penghantar panas yang terletak di zona gas pembakaran suhu tinggi (high temperature combustion gas zone), sebagai akibat dari proses pembakaran biomassa tersebut,yang dalam hal ini adalah cangkang sawit, fiber press dan TKKS. Terkait hal ini, persoalan penting yang perlu mendapat perhatian terutama adalah dinding penghantar panas konveksi pada bagian outlet dari tungku (furnace), bila suhu gasnya melebihi temperatur melunak abu (ash softening temperature). Saat ini penggunaan biomassa khususnya sawit telah banyak diterapkan pada ketel uap pabrik pengolah kelapa sawit,tetapi masih banyak juga ditemukan masalah slagging dan fouling [3].

1.2 Perumusan Masalah

Dalam studi ini akan dikembangkan analisis unsur-unsur pengerakan(slagging) yang biasanya terjadi pada pipa boiler di daerah furnace, dengan sumber panas dari pembakaran biomassa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan juga akan dikaji pada saat bagaimana mulai munculnya Kalium yang menyebabkan terbentuknya slagging tersebut

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan nilai komposisi dalam bentuk proximate analysis bahan bakar biomassa jenis TKKS,cangkang dan serat sawit

2. Mendapatkan nilai komposisi dalam bentuk ultimate analysis bahan bakar biomassa jenis TKKS,cangkang dan serat sawit

3. Mendapatkan nilai kalor bahan bakar biomassa jenis TKKS,cangkang dan serat sawit yang dijadikan acuan sampel

4. Mengetahui pengaruh komposisi penggunaan biomassa jenis TKKS,cangkang dan serat sawit terhadap pembentukan pottasium

5. Mengetahui pengaruh kenaikan dan penurunan temperatur terhadap pembentukan pottasium.

(22)

1.4 Batasan Masalah

Dalam melaksanakan penelitian ini,analisis bahan bakar dan slagging dibatasi pada beberapa kondisi,diantaranya:

1. Simulasi dilakukan dengan perangkat lunak Aspen Plus V.10®

2. Temperatur pembakaran diatur antara 700℃ s/d 900℃

3. Tekanan pada blower dikondisikan berkisar pada 1,1 bar

4. Excess Air (kelebihan udara) untuk proses simulasi pembakaran dikondisikan 20% s/d 30%

5. Pengujian yang dilakukan pada biomassa terdiri dari nilai kalor, proximate analysis dan ultimate analysis.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari:

a) Aspek keilmuan atau akademis

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas tentang slagging dan fouling yang kemudian mampu memberikan gagasan dalam inovasi penggunaan biomassa pada ketel uap.

b) Aspek praktik atau implementasi

Penulis memfokuskan penelitian pada biomassa, variasi temperature yang diharapkan dapat diaplikasikan pada peningkatan efisiensi ketel uap,serta mengurangi pengerakan yang terjadi pada pipa boiler.

1.6 Sistematika Penulisan

Agar penyusunan skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka skripsi ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu:

Bab 1 Pendahuluan

Berisi latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(23)

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini membahas teori-teori serta rumus-rumus yang digunakan untuk menunjang penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini akan menjelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam proses pengolahan data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini akan berisi tentang pelaksanaan penelitian yang dilakukan mencakup hasil pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan pembahasan data berdasarkan hasil yang diperoleh dan teori yang ada.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini akan berisi kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini dan saran mengenai topik dari Tugas Akhir ini. Pada akhir penulisan ini akan dilampirkan daftar pustaka yang digunakan sebagai referensi penunjang dan lampiran yang berisi data-data penunjang dalam proses pengolahan data.

Daftar Pustaka Lampiran

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketel Uap (Boiler)

Boiler merupakan unit yang berfungsi untuk mengubah energi thermis menjadi kerja. Boiler atau ketel uap adalah suatu alat berbentuk bejana tertutup yang digunakan untuk memanaskan air hingga menghasilkan steam(uap). Steam diperoleh dengan memanaskan bejana yang berisi air dengan bahan bakar. Di dalam dapur(furnace) terjadi hantaran kalor (heat transfer) dari hasil pembakaran bahan bakar terhadap bidang pemanas (heating surface) [28]. Bejana bertekanan pada boiler umumnya menggunakan bahan baja dengan spesifikasi tertentu yang telah ditentukan dalam standard ASME (The ASME Code Boilers), terutama untuk penggunaan boiler pada industri-industri besar. Sistem ketel uap terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk ketel uap secara otomatis sesuai dengan kebutuhan steam. Berbagai kran disediakan untuk keperluan perawatan dan perbaikan. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam ketel uap. Steam dialihkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur menggunakan kran dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada sistem. Air yang disuplai ke ketel uap untuk dirubah menjadi steam disebut air umpan. Panas yang diberikan kepada fluida di dalam boiler berasal dari proses pembakaran dengan berbagai macam jenis bahan bakar yang dapat digunakan, seperti kayu, batubara, solar/minyak bumi, gas dan biomassa seperti tandan kosong kelapa sawit.

2.1.1 Prinsip Ketel Uap

Ketel uap adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialihkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu

(25)

kemudian digunakan untuk mengalihkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi steam, volumenya akan meningkat sekitar 1.600 kali. Sistem ketel uap terdiri dari: sistem air umpan, sistem uap dan sistem bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk ketel uap secara otomatis sesuai dengan kebutuhan steam. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam ketel uap. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan uap diatur menggunakan katup(valve) dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Gambar 2.1 menunjukkan salah satu model ketel uap yang ada, beserta dengan bagian-bagiannya.

Gambar 2.1 Ketel Uap [28]

(26)

Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada sistem. Air yang disuplai ke ketel uap untuk diubah menjadi uap disebut air umpan. Dua sumber air umpan adalah kondensat atau steam yang mengembun yang kembali dari proses dan make uap water (air baku yang sudah diolah) yang harus diumpankan dari luar ruang ketel uap dan plant proses. Untuk mendapatkan efisiensi ketel uap yang lebih tinggi digunakan ekonomiser untuk memanaskan awal air umpan menggunakan limbah panas pada gas buang. Bahan baku yang digunakan untuk membuat steam adalah air bersih. Air yang telah diproses dialirkan menggunakan pompa ke deaerator tank hingga pada level yang sudah ditentukan. Pemanasan dalam deaerator adalah dengan menggunakan uap sisa yang berasal dari hasil pemutaran turbin. Dalam hal ini terdapat beberapa tahap sirkulasi steam untuk pemanasan awal deaerator.

2.1.2 Klasifikasi Ketel Uap

Ketel uap pada dasarnya terdiri dari drum yang tertutup pada ujung pangkalnya dan dalam perkembangannya dilengkapi dengan pipa api maupun pipa air. Banyak orang mengklasifikasikan ketel uap tergantung kepada sudut pandang masing-masing.

Ketel uap diklasifikasikan dalam beberapa kelas, yaitu:

1. Berdasarkan pemakaiannya, ketel dapat diklasifikasikan sebagai:

a. Ketel Stasioner (stationary boiler) atau ketel tetap. Yang termasuk stasioner ialah ketel-ketel yang di dudukkan diatas pondasi tetap, seperti boiler untuk pembangkit tenaga, untuk industri dan lain-lain yang sepertinya

b. Ketel Mobil (mobile boiler), ketel pindah atau portable boiler. Yang termasuk ketel mobil, ialah ketel yang dipasang pada pondasi yang berpindah-pindah, seperti boiler lokomotif, serta ketel kapal (marine boiler).

(27)

2. Berdasarkan letak dapur (furnace position), ketel uap diklasifikasikan sebagai:

a. Ketel dengan pembakaran di dalam (internally fired steam boiler).

Dalam hal ini dapur berada (pembakaran terjadi) di bagian dalam ketel. Kebanyakan ketel pipa api memakai sistem ini.

b. Ketel dengan pembakaran di luar (outernally fired steam boiler), dalam hal ini dapur berada (pembakaran terjadi) dibagian luar ketel, kebanyakan ketel pipa air memakai sistem ini.

3. Menurut bentuk dan letak pipa, ketel uap diklasifikasikan sebagai:

a. Ketel dengan pipa lurus, bengkok dan berlekak-lekuk (straight, bent and sinous tubuler heating surface).

b. Ketel dengan pipa miring datar dan miring tegak (horizontal, inclined or vertical tubuler surface).

4. Tergantung kepada sumber panasnya (heat source) untuk pembuatan uap, ketel uap dapat diklasifikasikan sebagai:

a. Ketel uap dengan bahan bakar alami.

b. Ketel uap dengan bahan bakar buatan.

c. Ketel uap dengan dapur listrik.

d. Ketel uap dengan energi nuklir.

5. Menurut sistem peredaran air ketel (water circulation), ketel uap diklasifikasikan sebagai:

a. Ketel dengan peredaran alam (natural circulation steam boiler), yaitu peredaran air dalam ketel terjadi secara alami, yaitu air yang ringan naik sedangkan air yang berat turun, sehingga terjadilah aliran konveksi alami.

Umumnya ketel beroperasi secara aliran alami, seperti ketel Lancarshire, Babcock, dan Wilcox [28].

b. Ketel dengan peredaran paksa (forced circulation steam boiler), yaitu aliran paksa diperoleh adalah dari sebuah pompa sentrifugal yang digerakkan dengan electric motor. Sistem aliran paksa dipakai pada ketel- ketel yang bertekanan tinggi seperti La-Mont Boiler, Benson Boiler, dan Velcan Boiler [28].

(28)

2.1.3 Desain dan Aplikasi Ketel Uap

Ketel uap mempunyai 2 desain utama yaitu ketel pipa api dan ketel pipa air.

Pada ketel pipa api, fluida yang mengalir dalam pipa adalah gas nyala (hasil pembakaran). Pada ketel pipa air, fluida yang mengalir dalam pipa adalah air, energi panas dipindahkan dari luar pipa ke air ketel. Dan selanjutnya akan di jelaskan dibawah ini.

1. Ketel Uap Pipa Api

Pada sistem ketel pipa api ini, air bertekanan tinggi ditempatkan pada sisi luar pipa api, seperti pada Gambar 2.2, karena pada dasarnya setiap pipa mempunyai kekuatan dua kali lipat terhadap tekanan internal dibandingkan dengan terhadap tekanan eksternal, maka sistem ini terbatas hanya untuk tekanan uap yang relatif rendah. Diameter drum makasimum adalah 8 kaki dan tekanan uap maksimum terbatas sekitar 17 atm, meskipun kebanyakan sistem ini biasanya bekerja pada tekanan sekitar 10 atm. Jenis ketel pipa api yang terkenal diantaranya ialah Ketel Scotch [28]. Pada ketel uap pipa api, fluida yang mengalir adalah fluida bertemperatur tinggi sebagai akibat penyerapan kalor (hasil pembakaran).

Gambar 2.2 Ketel Uap Pipa Api [28]

(29)

Nyala api dan gas panas yang dihasilkan melalui dinding pipa dari gas panas ke air di sekeliling pipa tersebut. Contoh ketel uap jenis pipa api adalah ketel vertikal sederhana, ketel cochran, ketel lanchasire, ketel cornish, ketel scotch marine, ketel lokomotif, dan ketel velcon. Keterbatasan dari boiler pipa api adalah tekanan uap tidak dapat dibuat terlampau tinggi karena ketebalan pada drum [5].

2. Ketel Uap Pipa Air

Pada ketel jenis ini, air ketel mengalir di dalam pipa-pipa, sedangkan pemanasan air itu dilakukan oleh gas-gas asap yang beredar di sekitar pipa-pipa itu.

Ketel ini biasanya dapat bekerja dengan tekanan-tekanan uap yang tinggi, yang ditinjau dari sudut ekonomi yang sangat menguntungkan. Jadi tekanan uap yang tinggi itu juga hanya dapat diperoleh sampai dengan tekanan 100 bar dengan pemakaian ketel pipa air karena ketel-ketel ini terutama tersusun dari bejana-bejana air dan bejana-bejana uap yang berbentuk silinder [28]. Sebagai kesimpulan, keuntungan ketel pipa air adalah:

a. Sanggup bekerja dengan tekanan tinggi.

b. Berat ketel yang relatif ringan dibandingkan dengan kapasitas ketel.

c. Kapasitas yang besar.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja ketel uap adalah sebagai berikut:

1. Faktor laju udara bersih yang disuplai melalui air heater.

Ketel uap harus dioperasikan dengan laju aliran udara lebih dari kebutuhan teoritis yang dihitung berdasarkan analisa gas asap. Tetapi udara berlebih yang terlalu banyak juga akan mengakibatkan terjadinya losses karena pengambilan panas sendiri oleh udara berlebih untuk dibawa bersama gas buang, untuk itulah dilakukan analisa gas asap untuk menentukan kebutuhan udara aktual.

2. Temperatur udara pembakaran juga merupakan faktor yang mempengaruhi efisiensi ketel uap. Temperatur udara pembakaran dapat dinaikkan dengan memanfaatkan temperatur gas buang (flue gas) yang tinggi dengan menggunakan alat pemanas udara (air heater)

3. Fouling merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kerja ketel uap.

Fouling adalah terjadinya deposit atau kerak pada permukaan perpindahan panas

(30)

yang terjadi pada ketel uap sehingga efisiensi ketel uapnya akan menurun dan temperatur gas buangnya akan semakin tinggi.

4. Faktor burner, fungsi dari burner ini adalah untuk mencampur bahan bakar dan udara dengan proporsi yang sesuai untuk terjadinnya penyalaan api dan untuk menjaga kondisi pembakaran yang terus menerus berlangsung baik. Burner yang tidak diatur dengan baik akan meningkatkan kebutuhan udara berlebih dan memboroskan pemakaian bahan bakar sehingga efisiensi ketel uap akan turun.

5. Blowdown juga berpengaruh terhadap efisiensi ketel uap. Endapan yang terjadi di dinding tube pada sisi air dapat mengurangi efisiensi ketel uap dan bahkan kerak dapat merusak tube karena over heating. Endapan-endapan tersebut disebabkan oleh tingginya konsentrasi suspended solids dan dissolved solids, hal ini juga dapat menyebabkan terbentuknya busa(foam) sehingga menyebabkan carry over. Oleh karena itu konsentrasi solids harus tetap dijaga pada kondisi tertentu. Proses blowdown adalah proses dimana air dibuang keluar dan segera digantikan oleh air umpan ketel uap. Pada proses blowdown ini air yang dikeluarkan dalam keadaan temperatur tinggi, maka hal ini merupakan pembuangan panas yang mengakibatkan penurunan efisiensi.

2.1.4 Material Pipa Ketel Uap

Reliability atau sifat kehandalan dari suatu konstruksi merupakan salah satu

faktor penentu dari upaya meningkatkan productivity (produktifitas), dimana umur pakai (life time) material menjadi hal yang utama. Umur pakai material umumnya ditentukan oleh beberapa sifat mekanik material tersebut diantaranya: nilai kekerasan, kekuatan tarik, ketahanan terhadap beban kejut (impact), ketahanan terhadap serangan korosi dan juga kemampuan untuk dioperasikan pada temperatur tinggi. Konstruksi boiler pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) khususnya pada bagian superheater merupakan salah satu contoh konstruksi yang mensyaratkan kebutuhan material yang memiliki sifat mekanis yang relatif normal pada kondisi temperatur dan tekanan tinggi.

Penggunaan baja CSEF (Creep-Strength Enhanced Ferritic) contohnya Grade 91 dan 92 selain dipakai sebagai material tube superheater dan reheater juga dipakai

(31)

sebagai material header dan pipa. Kandungan Cr yang lebih tinggi membuat ketahanan creep jenis baja ini dua kali lebih tinggi dibanding 2¼ Cr-Mo. Hal ini juga menyebabkan ketahanan terhadap oksidasi pada sisi steam (steam-side oxidation) dan korosi pada sisi api (fire-side corrosion) meningkat. P91 telah digunakan untuk header dan pipa pada boiler USC dengan temperatur lebih dari 600OC. P92 yang dikembangkan dari P91ini adalah allowable stress nya lebih tinggi dan dapat digunakan untuk temperatur uap sampai 620OC. Lebih dari 620OC, baja 9% Cr ketahanan terhadap oksidasinya terbatas, sehingga baja 12% Cr dan baja tahan karat austenitic digunakan untuk aplikasi pada temperatur lebih dari 620OC.

Teknologi boiler supercritical (SC) dan ultra-supercritical (USC) telah digunakan pada beberapa dekade terakhir. Teknologi ini memiliki beberapa keunggulan dibanding tipe boiler subcritical. Supercritical adalah temperatur dan tekanananya lebih besar dari critical point maka tidak ada perbedaan fasa antara fasa air dan fasa uap (vapour) pada kondisi (state) tersebut. USC boiler beroperasi pada tekanan dan temperatur yang lebih tinggi dibanding subcritical boiler. In berdampak pada pemilihan material pressurized part boiler, yaitu tube, pipa, dan header. USC boiler menggunakan material dengan grade yang lebih tinggi dibanding subcritical boiler.

Dasar dari pemilihan material pada USC boiler adalah ketahan akan creep yang tinggi, mampu las yang baik, tahan terhadap fracture, toughness, konduktivitas panas yang baik, koefisien ekspansi termal yang rendah, ketahanan terhadap kelelahan panas (thermal fatigue), ketahanan korosi dan erosi, ketahanan terhadap oksidasi dan efektifitas harga yang baik [16].

Berdasarkan temperatur dan tekanan uap keluaran boiler, boiler dibedakan [16]:

Boiler konvensional subcritical, tekanan dan temperatur uap sekitar 16-17 Mpa dan 547 oC, efisiensi 38%.

Boiler supercritical, tekanan dan temperatur uap sekitar 22-24 Mpa dan 560 oC, efisiensi 45%.

Boiler ultra-supercritical, tekanan dan temperature uap lebih besar 26 MPa dan 700 oC, efisiensi mendekati 50%.

(32)

Beberapa jenis baja yang dipakai pada USC boiler adalah:

Ferritic steel, tahan sampai temperatur 565OC

Ferritic-martensitic steel, tahan sampai temperatur 620OC

Austenitic steel, tahan sampai temperatur 665OC

High nickel alloy, tahan sampai 700OC

Beberapa pertimbangan dalam mendesain Superheater dan Reheater

Temperatur superheater (SH) dan reheater (RH) 700OC sampai 760O

Tube superheater dan reheater harus memiliki properties: ketahanan creep yang tinggi (>100 MPa atau 14,5 ksi untuk 100.000 jam), ketahanan thermal fatigue yang tinggi, mampu-las yang baik, ketahanan terhadap fire-side corrosion & erosion, dan tahan terhadap steam-side oxidation

2.2 Biomassa Sebagai Bahan Bakar Ketel Uap

Biomassa merupakan bahan biologis yang berasal dari organisme atau makhluk hidup baik hewan maupun tumbuhan. Dalam berbagai situasi, biomassa juga didefinisikan sebagai bahan-bahan organik berumur relatif muda yang berasal dari tumbuhan atau hewan, baik yang terbentuk dari hasil produksinya, sisa metabolismenya, ataupun limbah yang di hasilkannya.

Biomassa dapat di peroleh dari berbagai bidang industri budidaya, baik pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, maupun perikanan. Biomassa umumnya mempunyai kadar volatile relatif tinggi, dengan kadar karbon rendah dan kadar abu lebih rendah dibandingkan batubara. Namun dengan penanganan yang tepat penggunaan biomassa dapat dijadikan sebagai sumber energi berkelanjutan untuk menggantikan energi fosil. Di Indonesia sendiri biomassa masih memiliki nilai ekonomis rendah karena penggunaanya masih secara tradisional.

Selain itu biomassa cukup ramah terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan biomassa dianggap sebagai karbon netral, yang berarti biomassa mengambil karbon dari atmosfer pada saat tanaman tumbuh, dan mengembalikannya ke udara ketika dibakar. Karena itulah, setidaknya menurut teori, terjadi siklus karbon tertutup tanpa peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer [19].

(33)

2.2.1 Tandan Kelapa Sawit

Pabrik pengolahan minyak kelapa sawit memberikan kontribusi limbah yang beragam yaitu dari limbah cair, gas dan padat. Salah satu limbah padat hasil pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit adalah berupa tandang kosong kelapa sawit. Limbah padat tandan kosong kelapa sawit, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3, merupakan limbah yang dihasilkan setelah proses tandan buah segar yang telah di strerilisasi masuk kedalam tahapan tresher sehingga brondolan terlepas dari tandannya, setelah itu brondolan diproses lebih lanjut untuk dijadikan minyak sawit dan inti sawit sedangkan tandan kosong kelapa sawit di buang menjadi limbah padat pengolahan minyak kelapa sawit.

Gambar 2.3 Tandan Kosong Kelapa Sawit [2]

Tandan kosong kelapa sawit jumlahnya sangatlah melimpah dikarenakan pabrik pengolahan kelapa sawit yang terdapat di Indonesia memiliki jumlah yang sangat banyak, menurut survey yang dilakukan limbah tandan kosong kelapa sawit saat ini mencapai 20 juta ton, sehingga dapat terjadi penumpukan limbah padat tandan kosong kelapa sawit, saat ini limbah tersebut belum memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga hanya dijadikan tumpukan limbah disekitar pabrik, yang membahayakan apabila limbah padat tersebut dibuang disekitar perairan yang kedepanya akan menimbulkan pendangkalan di sekitar daerah perairan. Sebenarnya limbah tandan kosong kelapa sawit merupakan produk sampingan dari pabrik

(34)

pengolahan kelapa sawit yang dapat digunkan menjadi berbagai macam bahan sesuai dengan fungsinya, tetapi saat ini pengolahan limbah tersebut masih sangat minim, biasanya limbah tandan kosong kelapa sawit disekitar pabrik hanya disebar pada daerah perkebunan untuk menjadi pupuk atau dibakar, apabila penumpukan limbah ini hanya dibakar maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang baru karena pembakaranya akan mengakibatkan pencemaran udara.

Ada berbagai teknik penanganan dari limbah tandan kosong kelapa sawit, yang pertama adalah limbah tandan kosong kelapa sawit dapat dijadikan sebagai pupuk kompos untuk perkebunan, sebenarnya kebanyakan perkebunan yang memiliki pabrik pengolahan limbah kelapa sawit telah melakukan pengolahan limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi pupuk diperkebunan kelapa sawit tetapi prosesnya masih sangat sederhana yaitu hanya menyebarkan limbah tersebut disekitar areal pabrik. Teknik penanganan tandan kosong kelapa sawit yang berikutnya ialah menjadikannya sebagai bahan bakar ketel cara ini ialah suatu terobosan yang sangat tepat dalam penanganan limbah tandan kosong kelapa sawit yang begitu melimpah dan lebih memberikan dampak ekonomi yang bagus kepada perusahaan dikarenakan bisa menghemat anggaran pembelian bahan bakar. Tetapi dalam penggunaannya sebagai bahan bakar tandan kosong kelapa sawit menemukan beberapa masalah yang sangat serius yakni ditemukannya fouling dan slagging pada ruang bakar ketel, hal ini di sebabkan oleh kadar potassium yang cukup tinggi pada kandungan tandan kosong kelapa sawit [6].

2.2.2 Cangkang Kelapa Sawit

Cangkang Sawit atau cangkang kelapa sawit (Palm Kernel Shell) sering juga disebut tempurung sawit adalah bagian keras yang terdapat pada buah kelapa sawit yang berfungsi melindungi isi atau kernel dari buah sawit tersebut. Gambar 2.4 menunjukkan contoh cangkang sawit yang mana hampir sama dengan tempurung kelapa yang sering kita jumpai sehari-hari.

Indonesia adalah salah satu negara penghasil sawit terbesar di dunia. Penyebaran sawit hampir di seluruh penjuru tanah air. Masyarakat petani secara bertahap mulai berpindah ke tanaman sawit. Perkembangan sawit yang pesat dengan sendirinya berdampak juga pada perkembangan cangkang sawit. Semakin banyak pengolan

(35)

sawit, maka semakin banyak pula cangkang sawit yang di hasilkan. Karena cangkang sawit merupakan bagian dari buah sawit. Bagi industri pengolahan sawit sendiri, cangkang sawit merupakan nilai tambah bagi mereka. Karena cangkang sawit yang merupakan limbah industri, bisa mereka manfaatkan untuk kebutuhan sumber energi mereka. Dulunya mungkin mereka harus memasok batu bara dari pihak lain untuk bahan bakar, sekarang bisa memanfaatkan limbah mereka sendiri sehingganya biaya produksi bisa ditekan. Selain itu cangkang sawit juga memiliki nilai ekonomis, karena cangkang sawit juga bisa dijual dengan harga yang cukup bagus, sehingga income/pendapatan perusahaan juga bertambah [7].

Gambar 2.4 Cangkang Sawit [2]

2.2.3 Serat Kelapa Sawit

Serabut adalah bahan bakar padat yang bebentuk seperti rambut, seperti pada Gambar 2.5, apabila telah mengalami proses pengolahan akan terlihat berwarna coklat muda, serabut ini terdapat dibagian kedua dari buah kelapa sawit setelah kulit buah kelapa sawit. Kandungan silika pada abu serabut sawit ini adalah sebesar 59,1%. Sintesis silika dari limbah serabut ini dilakukan untuk memperbaiki sifat dan mensubtitusi silika yang berasal dari alam. Kandugan silika yang tinggi pada abu hasil pembakaran menjadi alasan utama penggunaannya menggantikan sumber silika lain yang berasal dari alam. Di dalam serabut dan daging buah sawitlah minyak CPO terkandung [7].

(36)

Gambar 2.5 Serat Kelapa Sawit [2]

Panas yang dihasilkan serabut jumlahnya lebih kecil dari yang dihasilkan oleh cangkang, oleh karena itu perbandingan lebih besar serabut dari pada cangkang. Disamping serabut lebih cepat habis menjadi abu apabila dibakar, pemakaian serabut yang berlebihan akan berdampak buruk pada proses pembakaran karena dapat menghambat proses perambatan panas pada pipa water wall, akibat abu hasil pembakaran beterbangan dalam ruang dapur dan menutupi pipa water wall. Dan juga mempersulit pembuangan dari pintu ekspansion door (Pintu keluar untuk abu dan arang) akibat terjadinya penumpukan yang berlebihan. Limbah padat Pabrik Kelapa Sawit berupa abu dari Cangkang mengandung banyak silika [6].

2.2.4 Analisa Kandungan Bahan Bakar

Secara kimia bahan bakar jenis ini diklasifikasikan ke dalam bahan bakar padat yang memiliki unsur kimia antara lain zat arang atau karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), belerang (S), abu dan air, yang semuanya itu terikat dalam satu persenyawaan kimia, analisa kandungan bahan bakar ini juga sering disebut sebagai karakteristik bahan bakar yang biasa dinamakan Analisa proksimat dan Analisa ultimat [29].

(37)

1. Proximate Analisis

Proximate Analysis merupakan metode yang digunakan untuk menganalisa kandungan kimia biomassa dengan tidak menguraikan kandungan nutrien secara rinci, namun berupa nilai perkiraan. Metode ini dikembangkan oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment Station di Jerman pada tahun 1865.

Pada proses penganalisaan dengan metode analisis ada beberapa parameter yang biasa digunakan antara lain:

a. Fixed Carbon

Fixed carbon adalah bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah bahan yang mudah menguap didestilasi. Kandungan utamanya adalah karbon.

Selain mengandung karbon, fixed carbon juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai panas biomassa. Pada penelitian ini nilai fixed carbon dihitung dengan pengurangan antara volatile matter, ash dan moisture. Seperti pada persamaan (2.1) berikut ini:

FC = 100 – (moisture + ash + volatile matter) ………..………(2.1) b. Volatile Matter

Volatile Matter adalah analisa yang digunakan untuk menganalisa kandungan bahan yang menguap. Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari kandungan bahan bakar bentuk gas didalam batubara. Bahan yang mudah menguap akan berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam memudahkan penyalaan batubara.

c. Kadar Abu

Abu merupakan kandungan biomassa yang tidak dapat terbakar. Kadar abu pada biomassa akan berpengaruh pada kapasitas pembakaran, efisiensi pembakaran, dan dapat mengakibatkan penyumbatan.

(38)

d. Kadar Air

Kadar air yang terkandung dalam biomassa akan menurunkan kandungan panas per kg biomassa. Selain itu juga akan meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap.

2. Ultimate Analisis

Analisis Ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur-unsur seperti karbon, hydrogen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pembakaran dan volume serta komposisi gas pembakaran. Nilai hydrogen dan oksigen pada pengujian ini didapatkan melalui persamaan (2.2) dibawah ini

H = 55,3678 – (0,4830Volatille Matter) – (0,5319Fixed Carbon) – (0,5600Ash) O = 100 – (Carbon + Hydrogen + Nitrogen + Potassium + Sulfur + Ash) ….(2.2) 2.2.5 Analisa Nilai Kalor Bahan Bakar

1. Nilai Kalor

Nilai Kalor merupakan jumlah energi yang dilepaskan bahan bakar pada waktu terjadinya oksidasi unsur-unsur kimia yang ada pada bahan bakar tersebut. Atau dengan asumsi lain besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna. Ikut atau tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Nilai Kalor atas dan Nilai Kalor Bawah [24].

1. Nilai Kalor Atas (high heating value)

Nilai kalor atas adalah nilai kalor yang diperoleh dari pembakaran 1 kg bahan bakar dengan memperhitugkan panas kondensasi uap (air yang dihasilkan pada proses pembakaran berada dalam wujud cair)

2. Nilai Kalor Bawah (low heating value)

Nilai kalor atas adalah nilai kalor yang diperoleh dari pembakaran 1 kg bahan bakar dengan memperhitugkan panas kondensasi uap (air yang dihasilkan pada proses pembakaran berada dalam wujud gas/uap)

(39)

2. Metode Penentuan Harga Nilai Kalor

Nilai kalor suatu bahan bakar dapat juga diperoleh menggunakan bom calorimeter menggunakan perelatan di laboratorium, yaitu: Bom kalorimeter oksigen dan bom kalorimeter otomatis. Untuk Bom kalorimeter oksigen nilai HHV dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.3) dibawah ini [24].

HHV = (T2− T1− Tkp) × Cv ………..…………..……(2.3) Sedangkan untuk LHV dapat dihitung dengan persamaan (2.4) dibawah ini

LHV = HHV − 3240 ………..(2.4) Dimana:

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC) T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC) Cv = Panas jenis bom Kalorimeter (73259,6 kJ/kg oC)

Tkp = Kenaikan temperature akibat kawat penyala (0,005 oC)

3. Bom Kalorimeter

Bom Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih).

Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung berisi oksigen yang tercelup dalam medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik dari kawat logam terpasang dalam tabung.

Prinsip kerja dari kalorimeter adalah mengalirkan arus listrik pada kumparan kawat penghantar yang dimasukan ke dalam air. Pada waktu bergerak dalam kawat penghantar (akibat perbedaan potensial) pembawa muatan bertumbukan dengan atom logam dan kehilangan energi. Akibatnya pembawa muatan bertumbukan dengan kecepatan konstan yang sebanding dengan kuat medan listriknya.

Tumbukan oleh pembawa muatan akan menyebabkan logam yang dialiri arus listrik memperoleh energi yaitu energi kalor atau panas. Sekarang ini bom kalorimeter oksigen sudah mulai ditinggalkan penggunaannya, berganti dengan bom kalorimeter otomatis yang lebih mudah penggunaannya. Pada bom kalorimeter otomatis, nilai kalor dari bahan bakar itu sendiri dapat langsung diketahui besarnya melalui monitor yang ada pada bom kalorimeter, tanpa perlu dilakukan perhitungan

(40)

manual. Gambar 2.6 di bawah ini adalah jenis bom kalorimeter oksigen dan bom kalorimeter otomatis

(a) (b)

Gambar 2.6 (a) bom kalorimeter oksigen dan (b) bom kalorimeter otomatis

2.3 Pembakaran Biomassa

Pembakaran merupakan suatu reaksi kimia cepat antara oksigen dan bahan bakar pada suhu tertentu, yang disertai pelepasan kalor. Berdasarkan kondisinya, pembakaran dibagi menjadi tiga, yaitu: pembakaran spontan, pembakaran sempurna dan pembakaran parsial. Sebelum proses pembakaran berlangsung, bahan bakar terlebih dahulu dinaikkan suhunya hingga titik bakarnya tercapai (flash point). Pembakaran biomassa pada umumnya melepaskan sekitar 80% energi dalam bentuk gas dan kemudian sisanya dalam bentuk karbon. Sehingga pada proses pembakaran kebutuhan oksigen perlu dijaga agar menghasilkan pembakaran secara cepat dan mendekati sempurna.

(41)

2.3.1 Teori Pembakaran dan Proses Pembakaran

Pengertian pembakaran secara umum yaitu terjadinya oksidasi cepat dari bahan bakar disertai dengan produksi panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi jika ada pasokan oksigen yang cukup. Dalam setiap bahan bakar, unsur yang mudah terbakar adalah karbon, hidorgen, dan sulfur. Tujuan dari pembakaran yang sempurna adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar.

Hal ini dilakukan dengan pengontrolan “Tiga T” yaitu [20]:

a. T-Temperatur Temperatur yang digunakan dalam pembakaran yang baik harus cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia

b. T-Turbulensi Turbulensi yang tinggi menyebabkan terjadinya pencampuran yang baik antara bahan bakar dan pengoksidasi

c. T-Time (Waktu) Waktu yang cukup agar input panas dapat terserap oleh reaktan sehingga berlangsung proses termokimia.

Proses pembakaran adalah reaksi yang sangat cepat antara bahan bakar dengan oksider untuk menghasilkan produk, dalam hal ini oksider adalah udara. Udara terdiri dari 21% Oksigen dan 79% Nitrogen (basis molal). Persyaratan terjadinya pembakaran sempurna, apabila [11]:

1) Semua Carbon C yang terdapat didalam bahan bakar menjadi CO didalam produk

2) Semua Hidrogen H yang terdapatdalam bahan bakar menjadi H2O didalam produk

3) Semua Sulfur S di dalam bahan bakar menjadi SO2 di dalam produk

Dalam proses pembakaran tidak terlepas dari tahap awal yaitu penyalaan dimana keadaan transisi dari tidak reaktif menjadi reaktif karena dorongan eksternal yang memicu reaksi termokimia diikuti dengan transisi yang cepat sehingga pembakaran dapat berlangsung. Penyalaan terjadi bila panas yang dihasilkan oleh pembakaran lebih besar dari panas yang hilang ke lingkungan. Dalam proses penyalaan ini dapat dipicu oleh energi thermal yang merupakan transfer energi termal ke reaktan oleh konduksi, konveksi, radiasi atau kombinasi dari ketiga macam proses tersebut.

(42)

Pembakaran yang sempurna akan mengasilkan tingkat konsumsi bahan bakar ekonomis dan berkurangnya besar kepekatan asap hitam gas buang karena pada pembakaran sempurna campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya dalam waktu dan kondisi yang tepat. Kualitas bahan bakar perlu diperhatikan sesuai dengan karakteristiknya sehingga homogenitas campuran bahan bakar dengan udara dapat terjadi secara sempurna agar terjadi pembakaran yang sempurna [20].

Berikut ini adalah factor yang mempengaruhi proses pembakaran mendekati sempurna.

1. Bahan Bakar

Bahan bakar pada umumnya merupakan suatu senyawa yang mengandung unsur hidrokarbon. Hampir semua jenis bahan bakar yang beredar di pasaran berasal dari minyak bumi beserta turunannya yang kemudian diolah menjadi berbagai macam dan jenis bahan bakar. Bahan itu sendiri sangat diperlukan dalam proses pembakaran yang terjadi di ruang bakar. Bahan bakar yang digunakan motor bakar harus memenuhi kriteria sifat fisik dan sifat kimia, antara lain [11]:

- nilai bakar bahan bakar itu sendiri - densitas energi yang tinggi

- tidak beracun - stabilitas panas - rendah polusi

Sedangkan sifat alamiah dari bahan bakar itu sendiri:

a. Volatility (Penguapan) adalah kemampuan menguap dari bahan bakar pada temperatur tertentu dalam proses destilasi.

b. Titik nyala adalah temperatur tertentu dimana bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya tanpa bantuan percikan api.

c. Nilai bakar, merupakan jumlah energi yang terkandung dalam bahan bakar.

2. Temperatur Nyala Api

Temperatur nyala (Flame Temperatures) adalah suhu maksimum nyala bahan bakar yang terjadi apabila tidak ada kebocoran panas ke

(43)

sekelilingnya. Suhu nyala adibatik diperlukan untuk mngetahui berapa besar panas yang yang terjadi ketika bahan bakar tersebut dibakar. Hal ini merupakan salah satu parameter karakteristik termal dari bahan bakar, seperti halnya bahan bakar solar yang dipakai sebagai bahan bakar.

Perhitungan suhu nyala adibatik didasarkan atas persentase massa dari kandungan carbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen di dalam bahan bakar.

Dalam pembakaran, semua kalor yang terkandung di dalam bahan bakar menjadi kalor produk + kalor sensibel. Flame temperatur adalah temperatur dimana suatu zat atau material melepaskan uap yang cukup untuk membentuk campuran dengan udara yang ada sehingga terbakar.

Walaupunbanyak orang yang mengatakan bahwa temperatur nyala tidak dapat di tentukan secara nyata. Karena hal itulah para ahli mecari metode untuk menentukan nilainya secara teori. Temperatur nyala api ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tergantung pada jenis bahan bakar dan oksida yang digunakan. Untuk api konvensional yang digunakan dalam fotometri nyala, temperatur nyala yang lebih tinggi diperoleh dengan oksigen digunakan sebagai oksida bukan udara, karena di dalam udara terdapat nitrogen yang dapat menurunkan suhu nyala api.

Flame temperatur juga bervariasi sesuai dengan rasio masing- masing komponen dalam campuran yang mudah terbakar. jika campuran tidak masuk pembakar dalam komposisi optimal, bahan bakar kelebihan atau oksidan tidak berpartisipasi dalam reaksi dan gas inert seperti komponen berlebih menurunkan suhu nyala api. Temperatur yang di dapat secara adiabatik, dimana tidak ada panas yang masuk dan panas yang keluar pada saat terjadinya pembakaran. Sedangkan, suhu pembakaran disebut dengan flame temperature [11].

3. Kebutuhan Udara Pembakaran

Dalam suatu proses pembakaran bahan bakar dengan oksigen, dibutuhkan oksigen murni untuk proses pembakaran didalam ruang bakar.

Namun hal ini merupakan hal yang tidak efesien karena harga oksigen murni yang sangat mahal, selain itu dapat mengakibatkan suhu lokal yang

(44)

sangat tinggi di dalam ruang bakar sehingga dapat merusak pipa-pipa dan logam pembungkus boiler. Namun hal ini dapat diatasi dengan menggunakan oksigen yang cukup banyak tersedia yaitu udara. Jika mengabaikan kandungan kecil dari gas-gas mulia yang ada di dalam udara seperti neon, xenon, dan sebagainya, maka dapat menganggap udara kering sebagai campuran dari gas nitrogen dan oksigen.

Proporsi oksigen dan nitrogen dapat diatur dalam udara, dalam satuan volume maupun satuan berat. Dalam bentuk persentase, proporsinya adalah [11]:

-Berdasarkan berat:

Oksigen = 23,2 % Nitrogen = 76,8 % -Berdasarkan volume:

Oksigen = 21 % Nitrogen = 79 %

4. Kebutuhan Udara Teoritis

Analisis pembakaran untuk menghitung kebutuhan udara teoritis dapat dilakukan dengan dua cara [11]:

a. Berdasarkan pada satuan berat

Analisis ini digunakan untuk menghitung kebutuhan teoritis pada pembakaran sempurna sejumlah bahan bakar tertentu. Oleh karena itu untuk memperoleh harga kebutuhan oksigen teoritis yang sebenarnya maka dibutuhkan oksigen yang telah dihitung berdasarkan persamaan reaksi pembakaran kemudian dikurangi dengan oksigen yang terkandung dalam bahan bakar.

b. Berdasarkan pada satuan volume

Pada suatu analisis pembakaran selalu diperlukan data-data berat molekul dan berat atom dari unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar.

Apabila dalam suatu analisis bahan bakar dinyatakan dalam persentase berdasar volume, maka suatu perhitungan yang serupa dengan perhitungan

(45)

berdasarkan berat bisa digunakan untuk menentukan volume dari udara teoritis yang dibutuhkan. Untuk menentukan udara teoritis harus memahami hukum avogadro yaitu “gas-gas dengan volume yang sama pada suhu dan tekanan standar (0°C dan tekanan sebesar 1 bar) berisikan molekul dalam jumlah yang sama.

2.3.2 Udara Berlebih (Excess Air)

Energi panas yang dihasilkan dari suatu proses pembakaran senyawa hidrokarbon. Pengelolaan energi yang tepat dan efisien merupakan langkah penting dalam upaya penghematan biaya produksi secara menyeluruh. Pembakaran merupakan reaksi kimia yang bersifat eksotermis dari unsur-unsur yang ada di dalam bahan bakar dengan oksigen serta menghasilkan panas. Proses pembakaran memerlukan udara, namun jumlah udara yang dibutuhkan tidak diberikan dalam jumlah yang tepat secara stoikiometri, namun dilebihkan. Hal ini bertujuan supaya pembakaran berlangsung sempurna. Kelebihan udara ini disebut Excess air (udara yang berlebih) [11].

Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan jumlah panas yang maksimum. Pembakaran dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif dengan reaksi kimia. Jumlah panas yang dihasilkan bahan bakar dinyatakan sebagai nilai kalori pembakaran (Calorific Value). Reaksi kimia terjadi melalui suatu proses oksidasi senyawa-senyawa karbon, hidrogen dan sulfur yang ada dalam bahan bakar. Reaksi ini umumnya menghasilkan nyala api. Terdapat dua istilah pembakaran yang berhubungan dengan udara excess, yaitu [20]:

(1) Neutral combustion, Merupakan pembakaran tanpa excess atau defisit udara dan tanpa bahan bakar yang tidak terbakar,

(2) Oxidizing combustion, Merupakan pembakaran dengan excess udara. Udara yang berlebih bukan merupakan jaminan pembakaran yang sempurna.

Sebagaimana diketahui bahwa pembakaran merupakan reaksi antara bahan bakar dengan oksigen, maka pada proses pembakaran akan menghasilkan berbagai gas senyawa oksida sebagai produknya selain abu pembakaran dan panas [12].

Namun pada kondisi aktualnya pembakaran sempurna tidak mungkin terjadi secara 100%. Hal ini dikarenakan sulitnya mencampurkan bahan bakar dan udara secara

(46)

sempurna pada ruang bakar. Adapun cara yang biasa dilakukan untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna adalah dengan melebihkan jumlah kebutuhan udara aktual dibanding kebutuhan udara teorits (excess air). Jumlah excess air ini bergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan, namun perkiraan yang biasa digunakan adalah sekitar 20% udara berlebih. Konsentrasi oksigen pada gas buang merupakan parameter penting untuk menentukan status proses pembakaran karena dapat menunjukkan kelebihan O2 yang digunakan. Secara kuantitatif udara lebih dapat ditentukan dari:

a. Komposisi gas buang yang meliputi N2, CO2, O2 dan CO b. Pengukuran secara langsung udara yang disuplai

Proses penambahan kebutuhan udara (excess air) ini disatu sisi akan meningkatkan kemungkinan terjadinya pembakaran sempurna karena kebutuhan udara pembakaran yang terpenuhi. Namun disisi lain semakin tinggi excess air akan berdampak kehilangan panas yang semakin besar dikarenakan terbawa oleh gas buang. Selain itu muncul kemungkinan terbentuknya produk-produk gas dan oksida lain bisa terjadi seperti 𝑁𝑂2, 𝑁𝑂3, 𝑁2𝑂, 𝐶𝑂 [18]. Oleh karena itu perlu dilakukan perbandingan excess air yang sesuai agar pembakaran yang terjadi dalam keadaan optimal. Sehingga untuk mendapatkan pembakaran yang mendekati sempurna maka kebutuhan udara untuk pembakaran harus ditentukan secara teoritis. Sehingga untuk mendapatkan pembakaran yang mendekati sempurna maka kebutuhan udara untuk pembakaran harus ditentukan secara teoritis. Adapun secara matematis kebutuhan udara pembakaran fluida kerja ditentukan dengan persamaan (2.5) dibawah ini:

% Udara Berlebih = udara suplai−udara teoritis

udara teoritis × 100% ……… (2.5) Efisiensi pembakaran akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah excess air hingga pada nilai tertentu, yaitu saat nilai kalor yang terbuang pada gas buang lebih besar daripada kalor yang dapat disuplai oleh pembakaran yang optimal. Ilustrasi mengenai efisiensi pembakaran terhadap nilai excess air dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Parameter yang diperluan untuk kualifikasi bahan bakar dan udara didalam sebuah proses pembakaran adalah rasio udara atau bahan bakar, yaitu jumlah udara

(47)

di dalam sebuah reaksi terhadap jumlah bahan bakar = mol udara/mol bahan bakar atau massa udara (kg)/massa bahan bakar (kg). Secara matematis udara teoritis juga dapat dituliskan seperti persamaan (2.6) dibawah ini:

Udara Teoritis = Massa O2 Pembakaran per kg bahan bakar

0.23 ………(2.6)

Udara Teoritis = {(2,67 × %C) + (8 × %H2) + (%S) + (2,29 × %N2) − (%O2)}

0.23

Keterangan: 0,23 adalah fraksi massa O2 diudara

2.3.3 Senyawa Kimia Hasil Pembakaran Biomassa

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan secara masif energi dari minyak bumi dan batu bara memberikan dampak pemanasan global lewat peningkatan jumlah produksi CO2, sebagai salah satu gas rumah kaca yang sudah kita rasakan imbasnya. Salah satu solusi yang sedang ramai dilakukan adalah dengan perlahan memanfaatkan energi terbarukan (renewable energy), yang tidak akan meningkatkan jumlah CO2 di atmosfer. Jutaan sampah dibuang ke lingkungan setiap harinya. Sebagian besar sampah ditumpuk dalam bentuk landfill di permukaan tanah, dibuang ke sungai atau laut tanpa penanganan terlebih dahulu.

Sampah merupakan masalah yang paling serius terutama untuk daerah perkotaan yang berpenduduk pesat. Gas-gas hasil pembakaran biomassa umumnya mengandung: (1) debu; (2) gas-gas seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), carbon monoksida (CO), asam hydroklorik; (3) dan logam-logam. Semua gas-gas tersebut di atas sangat berbahaya karena dapat berekasi dengan radikal bebas di udara membentuk asam yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam dan penipisan lapisan ozone [21].

Bentuk polusi yang paling banyak diakibatkan oleh pembakaran batubara adalah polusi udara. Polusi udara adalah terkontaminasinya udara oleh bahan berbahaya yang karena jumlah ataupun karakteristiknya, dapat membahayakan kesehatan manusia dan/atau lingkungan sekitar. Selain menghasilkan gas-gas buang yang dapat mencemari udara, akumulasi dari debu-debu hasil pembakaran batubara dapat menempel di pipa-pipa boiler dan membentuk semacam kerak yang

(48)

disebut slag. Berikut ini adalah polutan-polutan pencemar udara, yang dihasilkan oleh pembakaran biomassa [19].

1. Sulfur Dioksida

Biomassa memiliki kandungan sulfur yang rata-rata berada di kisaran 1-4%

tergantung dari jenis biomassa tersebut. Proses pembakaran biomassa menyebabkan sulfur tersebut terbakar dan menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2) dan sebagian kecil menjadi sulfur trioksida (SO3). Secara langsung, sulfur oksida dapat menyebabkan iritasi pada alat pernapasan manusia, mengurangi jarak pandang kita, sekresi muskus berlebihan, sesak napas, dan lebih lanjut dapat menyebabkan kematian. Reaksi sulfur oksida dengan kelembaban ataupun hujan, dapat menimbulkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi tanaman, hewan terutama hewan air, serta sifatnya yang korosif dapat merusak infrastruktur-infrastruktur yang ada.

2. Sulfur Trioksida

Sebagian kecil sulfur dioksida yang terbentuk pada pembakaran biomassa, terkonversi menjadi sulfur trioksida (SO3). Rata-rata SO3 terbentuk sebanyak 1%

dari total gas buang pembakaran. Satu sistem pada boiler yang berfungsi untuk mengontrol gas buang NOx, memiliki efek samping meningkatkan pembentukan SO3 dari 0,5% sampai 2%. SO3 memiliki sifat higroskopis yang sangat agresif.

Higroskopis adalah sebuah sifat untuk menyerap kelembaban dari lingkungan sekitarnya. Senyawa SO3 yang mengenai kayu ataupun bahan katun dapat menyebabkan api seketika itu juga. Kasus ini terjadi karena SO3 mendehidrasikan karbohidrat yang ada pada benda-benda tersebut. Polutan ini juga sangat jelas berbahaya bagi manusia, karena apabila terkena kulit, kulit tersebut akan seketika mengalami luka bakar yang serius. Atas dasar inilah polutan SO3 harus ditangani dengan sangat serius agar tidak mencemari lingkungan sekitar

3. Nitrogen Oksida

Nitrogen Oksida meliputi semua jenis senyawa yang tersusun atas atom nitrogen dan oksigen. Nitrat oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NOx) menjadi penyusun utama dari polutan ini. NO, yang paling banyak jumlahnya, terbentuk pada

(49)

pembakaran bertemperatur tinggi hingga dapat mereaksikan nitrogen yang terkandung pada bahan bakar dan/atau udara, dengan oksigen. Jumlah dari NOx yang terbentuk tergantung atas jumlah dari nitrogen dan oksigen yang tersedia, temperatur pembakaran, intensitas pencampuran, serta waktu reaksinya. Bahaya polutan NOx yang paling besar berasal dari NO2, yang terbentuk dari reaksi NO dengan oksigen. Gas NO2 dapat menyerap sprektum cahaya sehingga dapat mengurangi jarak pandang manusia. Selain itu NOx dapat mengakibatkan hujan asam, gangguan pernapasan manusia, korosi pada material, pembentukan smog dan kerusakan tumbuhan.

4. Karbon Monoksida

Gas yang tidak berwarna dan juga tidak berbau ini terbentuk dari proses pembakaran yang tidak sempurna. Karbon monoksida (CO) dihasilkan dari proses pembakaran batubara di boiler dalam jumlah yang relatif sangat kecil. Bahaya paling besar yang diakibatkan oleh CO adalah pada kesehatan manusia dan juga hewan. Jika gas CO terhirup, ia akan lebih mudah terikat oleh hemoglobin darah daripada oksigen. Hal ini menyebabkan tubuh akan kekurangan gas O2, dan jika jumlah CO terlalu banyak akan dapat menyebabkan penurunan kemampuan motorik tubuh, kondisi psikologis menjadi stress, dan paling parah adalah kematian.

5. Abu (FlyAsh)

Hasil pembakaran batubara di boiler juga menghasilkan partikel-partikel abu dengan ukuran antara 1 hingga 100 μm. Abu tersebut mudah terlihat oleh mata kita, bahkan dapat mengganggu jarak pandang jika tersebar di udara bebas. Selain itu fly ash sangat berbahaya jika sampai terhirup oleh manusia, karena ia dapat melukai bagian-bagian penting sistem pernapasan kita. Fly ash tersusun atas beberapa senyawa padat, diantaranya adalah SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan CaO. Di samping itu, fly ash juga mengandung logam-logam berat dan partikel-partikel lain yang sangat beracun bagi manusia jika berada dalam jumlah yang cukup.

Racun-racun tersebut berasal dari batubara, diantaranya adalah arsenik, berilium,

Gambar

Gambar 2.1 Ketel Uap [28]
Gambar 2.2 Ketel Uap Pipa Api [28]
Gambar 2.3 Tandan Kosong Kelapa Sawit [2]
Gambar 2.4 Cangkang Sawit [2]
+7

Referensi

Dokumen terkait

(a) arah aliran fluida, dan (b) perubahan temperatur fluida pada penukar kalor berlawanan arah ... Penukar kalor pipa konsentrik saluran persegi ... Analogi listrik untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai laju korosi, kekerasan, dan nilai ketangguhan impak yang terjadi pada pegas daun truk (AISI 5160) akibat pengaruh media

Pada Putusan KPPU Nomor 23/KPPU-M/2019, dalam memutuskan nominal sanksi KPPU mempertimbangkan bahwa PT PLN Batubara melakukan akuisisi atas dasar mandat menjalankan

Kemudian dalam perpajakan, fasilitas insentif pajak yang diberikan oleh pemerintaha untuk Wajib Pajak yang terdampak oelh Pandemi Corona Virus Disease 2019 adalah fasilitas

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “UJI

Kata mendistribusikan atau mentransmisikan sehingga dapat diaksesnya dokumen elektronik yeng memiliki muatan yang melanggar kesusilaan ialah perbuatan yang dilarang dan apabila

Dari berbagai permasalahan yang ada di Taman Kanak-Kanak Bungong Seuleupok Banda Aceh pada anak usia 5-6 tahun mengenai perkembangan motorik, maka peneliti

Hasil simulasi total deformasi dari pengujian tekan statik pada sisi miring parking bumper trapesium beronggaberisi concrete dengan sisi miring berbentuk radius……… 42