• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Dirjen Pajak, PER - 70/PJ/2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Peraturan Dirjen Pajak, PER - 70/PJ/2010"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER - 70/PJ/2010 TENTANG

TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum dan pedoman pelaksanaan Pasal 10 ayat (2) huruf b Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;

b. bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum dan pedoman pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2005 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Bumi dan Bangunan;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2005 tentang Tata cara Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PBB adalah Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

2. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan.

(2)

3. Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

4. Wajib Pajak adalah Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang dikenakan kewajiban membayar PBB.

5. Pemeriksaan PBB yang selanjutnya disebut dengan Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif.

6. Pemeriksa PBB yang selanjut disebut dengan Pemeriksa adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.

7. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

8. Laporan Hasil Pemeriksaan PBB yang selanjut disebut dengan LHP PBB adalah Laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.

9. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

10. Surat Perintah Pemeriksaan PBB yang selanjutnya disebut dengan SP2PBB adalah surat perintah untuk melaksanakan Pemeriksaan.

11. Pemeriksaan ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap objek pajak untuk tahun pajak yang telah diperiksa pada Pemeriksaan sebelumnya.

12. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP Pratama adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak yang diperiksa.

Pasal 2

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.

(2) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dapat dilakukan dalam hal:

a. terdapat indikasi Wajib Pajak tidak melaporkan objek pajaknya dengan benar;

b. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB selain permohonan karena keputusan keberatan, putusan banding, putusan Peninjauan Kembali, keputusan pengurangan, atau keputusan lain, yang mengakibatkan kelebihan pembayaran PBB.

(3) Ruang lingkup Pemeriksaan meliputi Pemeriksaan atas satu atau beberapa tahun pajak tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya.

Pasal 3

(1) Pemeriksaan dilakukan pada KPP Pratama oleh tim Pemeriksa.

(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 1 (satu) orang ketua tim dan 1(satu) orang atau lebih anggota tim.

(3) Penugasan tim Pemeriksa ditetapkan dengan SP2PBB yang ditandatangani oleh Kepala KPP Pratama.

(4) Dalam hal terdapat perubahan susunan tim Pemeriksa, Kepala KPP Pratama menerbitkan Surat Tugas Pemeriksaan PBB, tidak perlu memperbaharui SP2PBB.

Pasal 4

(1) Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam bentuk LHP PBB.

(2) Kegiatan Pemeriksaan didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan, sebagai dasar pembuatan LHP PBB.

(3)

(3) LHP PBB digunakan untuk membuat Nota Penghitungan sebagai dasar penerbitan:

a. Surat Ketetapan Pajak, apabila ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak;

b. keputusan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB yang berupa:

1) Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran, apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;

2) Surat Pemberitahuan, apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB yang seharusnya terutang;

3) Surat Ketetapan Pajak, apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.

Pasal 5

(1) Pemeriksaan dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan.

(2) Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan yang dihitung sejak tanggal SP2PBB sampai dengan tanggal LHP PBB.

(3) Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan yang dihitung sejak tanggal SP2PBB sampai dengan tanggal LHP PBB.

(4) Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b diselesaikan dengan memperhatikan jatuh tempo pemberian keputusan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB.

Pasal 6

(1) Dalam melaksanakan Pemeriksaan, tim Pemeriksa wajib:

a. menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan PBB kepada Wajib Pajak;

b. memperlihatkan kartu tanda pengenal pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan SP2PBB kepada Wajib Pajak;

c. memperlihatkan Surat Tugas kepada Wajib Pajak, dalam hal terdapat perubahan susunan tim Pemeriksa;

d. menjelaskan alasan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

(2) Dalam melaksanakan Pemeriksaan, tim Pemeriksa berwenang untuk:

a. memanggil Wajib Pajak datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dan/atau untuk menghadiri Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan di lokasi objek pajak, dengan menggunakan Surat Panggilan;

b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis;

c. melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan;

d. memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan yang ada pada objek pajak yang dilakukan Pemeriksaan;

e. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa;

(3) Dalam Pemeriksaan, Wajib Pajak berkewajiban untuk:

a. memenuhi panggilan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan;

b. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penerimaan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan PBB;

c. memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan yang ada pada objek pajak yang dilakukan Pemeriksaan;

d. memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.

(4) Setiap peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen, atau fotokopinya, kepada Wajib Pajak harus diberikan Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan/atau Dokumen.

(4)

(6) Pengembalian buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam dari Wajib Pajak, paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal LHP PBB.

(7) Dalam hal Wajib Pajak:

a. tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a;

b. tidak memberikan keterangan sebagian atau seluruh yang diminta baik secara lisan dan/atau tertulis;

c. tidak memperlihatkan dan/atau meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen yang dibutuhkan;

d. tidak memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa sebagian atau seluruh tempat atau ruangan yang ada pada objek pajak yang diperiksa;

sehingga tidak terpenuhinya data yang diperlukan, maka tim Pemeriksa tetap melanjutkan proses Pemeriksaan berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 7

(1) KPP Pratama dapat mengajukan usulan untuk melakukan Pemeriksaan ulang kepada Kepala Kantor Wilayah DJP.

(2) Pemeriksaan ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah atau persetujuan Kepala Kantor Wilayah DJP.

(3) Perintah atau persetujuan Kepala Kantor Wilayah DJP untuk melaksanakan Pemeriksaan ulang dapat diberikan:

a. dalam hal terdapat data baru; atau

b. berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah DJP.

Pasal 8

Bentuk formulir:

a. SP2PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;

b. Surat Tugas Pemeriksaan PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;

c. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;

d. Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;

e. LHP PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;

f. Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan/atau Dokumen sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;

g. contoh surat pernyataan bahwa fotokopi buku, catatan, dan/atau dokumen sesuai dengan aslinya sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 9

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

(5)

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Desember 2010 DIREKTUR JENDERAL, ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO NIP 195104281975121002

Referensi

Dokumen terkait

Against the background of developments in human rights education at the international level, including the United Nations (UN) Declaration on Human Rights Education and

Flowchart atau Bagan alir adalah bagan ( chart ) yang menunjukkan alir ( flow ) di dalam program atau prosedur sistem secara logika. Bagan alir ( flowchart ) digunakan terutama

From the types above, Gereffi et all (2001) identifies the characteristics of gov- ernance: (1) coordination within value chains that can take various forms; (2) where there is

In contrast, Roca (2000:145) finds the existence of interdependency among the five ASEAN’s stock markets in the short run, but not significantly related in the long run before

Kemudian dari hasil kuesioner yang telah di sebar (penulis mengambil 70 sampel pejalan kaki) dan diolah menggunakan Aplikasi Statistik, kemudian di dapatkan hasil yaitu untuk

Berdasarkan wawancara dan observasi langsung dengan mitra diperoleh permasalahan yang dihadapi mitra yaitu: Belum adanya kelompok lansia yang dapat menjadi wadah untuk

[r]

[r]