• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pertumbuhan Janin Terhambat

1. Definisi dan Epidemiologi

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil, atau lingkar perut kurang atau sama dengan 5 persentil atau FL/AC > 24. Hal tersebut dapat disebabkan oleh karena berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom, faktor lingkungan atau infeksi. Penentuan PJT juga dapat secara USG yaitu biometri tidak berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005)

Wathen et al. mengartikan PJT sebagai berat badan lahir di bawah persentil tepat (nilai 2 S.D. di bawah rata-rata nasional pada sebagian usia kehamilan). Pengertian ini seringkali dikombinasikan dengan Kecil Masa Kehamilan (KMK) dan tidak hanya termasuk janin dengan PJT karena insufisiensi plasenta, tetapi juga janin dengan potensi genetik pertumbuhan yang rendah tetapi sehat tanpa malnutrisi atau hipoksia (Wallner, 2007).

Batasan yang diajukan oleh Lubchenco (1963) adalah setiap bayi yang berat badan lahirnya sama dengan atau lebih rendah dari persentil ke-10 untuk masa kehamilan pada Denver Intrauterine Growth Curves adalah bayi KMK.

Ini dapat terjadi pada bayi yang prematur, matur, ataupun postmatur (Sakala, 2005).

Sampai saat ini masalah PJT masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Sekitar 2-10% dari kehamilan, berhubungan dengan PJT, dan 20% dari janin lahir mati mengalami hambatan

6 commit to user

(2)

pertumbuhan. Insiden PJT bervariasi di tiap-tiap Negara, kejadian PJT berkisar 4-8% pada Negara maju dan 6-30% pada Negara berkembang, di india kejadian PJT berkisar antara 25-30%, Insiden PJT di Indonesia pada tahun 2004-2005 sekitar 4,4% (Pasaribu, 2008).

2. Klasifikasi

Pertumbuhan Janin Terhambat dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006) :

a. Tipe Simetris

Gambaran pertumbuhan janin berupa pengurangan ukuran organ-organ janin yang sifatnya menyeluruh, ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan pertumbuhan janin terjadi sebelum umur kehamilan 20 minggu, sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi (Hariadi, 2004).

Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada awal kehamilan, saat hiperplasia (biasanya karena kelainan kromosom atau infeksi), akan menyebabkan PJT simetris. Jumlah sel berkurang dan secara permanen akan menghambat pertumbuhan janin dan prognosisnya jelek. Penampilan klinis proporsinya tampak normal karena berat dan panjangnya sama-sama tergangnggu, sehingga ponderal indeksnya normal

b. Tipe Asimetris

Gangguan pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, ukuran badannya tidak proporsional, sering disebabkan oleh insufisiensi plasenta.

Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada saat kehamilan lanjut, saat hipertrofi (biasanya gangguan fungsi plasenta, misalnya commit to user

(3)

preeklamsia), akan menyebabkan ukuran selnya berkurang dan menyebabkan PJT yang asimetris yang prognosisnya lebih baik. Lingkaran perutnya kecil, skeletal dan kepala normal, ponderal indeksnya abnormal cenderung meningkat (Fortner, 2007).

c. Tipe intermediate

Janin pada awalnya simetris tetapi kemudian menjadi asimetris pada akhir kehamilan, hal ini disebabkan adanya pengurangan jumlah dan ukuran sel akibat malnutrisi pada fase hiperplasi dan hipertropi.

Beberapa peneliti lebih menyukai klasifikasi etiologi janin kecil dan membagi mereka dalam kelompok sebagai berikut (Rompas,2008):

1. Intrinsik, yaitu terganggunya pertumbuhan karena kondisi janin, seperti infeksi intrauterin atau kelainan kromosom.

2. Ekstrinsik, yaitu gagalnya pertumbuhan karena pengaruh luar janin seperti keadaan plasenta atau penyakit ibu.

3. Kombinasi, pada janin ini terdapat baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang berhubungan dengan gagalnya pertumbuhan.

4. Idiopatik, yaitu penyebab kegagalan pertumbuhan janin tidak diketahui.

3. Faktor Risiko

Kecurigaan PJT ditegakkan berdasarkan pengamatan faktor risiko dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dengan umur kehamilannya, kurang akuratnya pemeriksaan klinis dalam meramalkan kejadian PJT pada umumnya disebabkan oleh (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006) :

1. Kesalahan dalam menentukan umur kehamilan.

2. Kesalahan dalam cara pengukuran tinggi fundus uteri. commit to user

(4)

3. Adanya fenomena trimester terakhir, yaitu janin tersangka PJT pada kehamilan 28-34 minggu, kemudian menunjukkan pertumbuhan yang cepat pada kehamilan 36-39 minggu

Faktor risiko Pertumbuhan Janin Terhambat antara lain (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).:

1. Lingkungan Sosioekonomi rendah 2. Riwayat PJT dalam keluarga 3. Riwayat obstetri yang buruk

4. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan rendah 5. Komplikasi obstetrik dalam kehamilan

6. Komplikasi medik dalam kehamilan

Faktor-faktor risiko yang terdeteksi sebelum kehamilan (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006):

1. Riwayat PJT sebelumnya

2. Riwayat penyakit kronis (penyakit paru/jantung kronis/kurang gizi) 3. Riwayat APS (Antiphospholipid syndrome)

Dua golongan antibody antifosfolipid telah dikaitkan dengan pertumbuhan janin terhambat, yaitu antibody kardiolipin dan antikoagulan lupus. Hasil kehamilan pada wanita dengan antibody ini seringkali buruk, dan mungkin juga menimbulkan preeklampsia awitan dini dan kematian janin trimester kedua atau ketiga. Mekanisme patofosiologis pada janin disebabkan oleh agregasi trombosit pada ibu dan thrombosis plasenta. Antibodi ini juga dapat dicurigai pada wanita yang mengalami kematian janin trimester

commit to user

(5)

kedua berulang atau pertumbuhan janin terhambat awitan dini, khususnya jika disertai oleh penyakit hipertensi berat.

4. Hipoksia maternal.

Jika terpapar oleh lingkungan yang hipoksia secara kronis, beberapa janin mengalami penurunan berat badan yang signifikan, misalnya janin dari ibu yang tinggal di dataran tinggi biasanya mempunyai berat badan lebih rendah daripada janin yang dilahirkan ibu yang tinggal di dataran rendah.

5. Indeks Massa Tubuh rendah

Faktor risiko yang terdeteksi selama kehamilan (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006) :

1. Perdarahan pervaginam 2. Kelainan plasenta

Menggunakan sebuah analisa plot Bland-Altman, pengukuran aksis panjang, aksis pendek dan keliling plasenta yang diperoleh secara manual dan digital menunjukkan korelasi tertutup (r=0.70, 0.70 dan 0.83, respektif). Skor z berat lahir berkorelasi signifikan dengan skor z berat plasenta (r=0.59, p<0.001) dan skor z keliling plasenta digital (r=0.40, p<0.001). Rasio berat lahir : berat plasenta adalah 7.20, rasio berat lahir : keliling plasenta 64.57 g/cm, didapat hasil berat lahir berkorelasi kuat dengan batasan berat plasenta dan keliling plasenta.

3. Partus prematurus 4. Kehamilan ganda

Hambatan pertumbuhan dilaporkan terjadi pada 10-50% bayi kembar commit to user

(6)

5. Kurangnya pertambahan berat badan selama kehamilan (< 7 kg).

Wanita yang bertubuh kecil biasanya mempunyai bayi yang lebih kecil.

Jika seorang wanita memulai kehamilan dengan berat badan kurang dari 50 kg, risiko melahirkan bayi kecil untuk masa kehamilan meningkat sekurang-kurangnya dua kali lipat (Brodsky, 2004).

4. Etiologi a. Maternal

1. Tekanan darah tinggi 2. Malnutrisi dan anemia 3. Infeksi

Infeksi virus, bakteri, dan protozoa dianggap menjadi penyebab 5%

kasus pertumbuhan janin terhambat. Yang paling terkenal adalah infeksi yang disebabkan oleh rubella dan sitomegalovirus. Kedua virus ini memiliki mekanisme yang berbeda dalam mengganggu pertumbuhan janin. Sitomegalovirus dikaitkan dengan sitolisis langsung dan menghancurkan sel-sel fungsional. Sedangkan infeksi rubella menyebabkan insufisiensi vaskuler dengan merusak endothelium pembuluh darah kecil. Laju pembelahan sel juga menurun pada infeksi rubella congenital. Listeriosis, tuberculosis, dan sifilis juga telah dilaporkan menyebabkan hambatan pertumbuhan janin. Toksoplasmosis adalah infeksi protozoa yang paling sering menimbulkan gangguan pertumbuhan janin. (Chan, 2006)

commit to user

(7)

4. Perokok, Pecandu alkohol dan obat tertentu

Merokok dapat menyebabkan PJT. Penurunan pertumbuhan janin antara 150-400 gram. Mengunyah tembakau saat hamil dan perokok pasif juga dapat menyebabkan penurunan berat badan janin. Mekanismenya karena kombinasi antara penurunan aliran darah melalui villi, efek karbon monoksida, dan tiosianat pada janin, serta penurunan prostasiklin. Efek alkohol sinergis dengan merokok. Terdapat satu dari 76 bayi dengan sindroma alkohol janin, 91% terjadi PJT. Efek alkohol pada janin lebih berat pada peminum berat. Pemakaian kronis heroin, morfin, kokain, dan zat-zat adiktif lainnya sering berhubungan dengan retardasi pertumbuhan janin. Mekanismenya tidak jelas, tetapi berhubungan dengan efek langsung obat pada janin dan malnutrisi penggunanya (Chan, 2006).

b. Uterus dan Plasenta

1. Penurunan aliran darah di uterus dan plasenta

2. Plasenta abruption, plasenta praevia, infark plasenta (kematian sel pada plasenta).

3. Infeksi di jaringan ikat sekitar uterus

c. Janin

1. Janin kembar

2. Penyakit infeksi (Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat menyebabkan PJT. Rubela dan cytomegalovirus (CMV) adalah infeksi yang sering menyebabkan PJT). commit to user

(8)

3. Kelainan kromosom (Kelainan kromosom seperti trisomi atau triploidi dan kelainan jantung bawaan yang berat sering berkaitan dengan PJT.

Trisomi 18 berkaitan dengan PJT simetris serta polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT . Trisomi 16 adalah trisomi yang paling sering ditemukan pada abortus spontan. Bercak trisomi di plasenta yang disebut dengan mosaikisme plasenta, menyebabkan insufisiensi plasenta yang menyebabkan gangguan pertumbuhan janin. Pada kehamilan ini, kelainan kromosom terbatas hanya pada plasenta (Hariadi, 2004).

Plasenta janin dengan trisomi autosomal mempunyai jumlah arteri kecil berotot yang lebih sedikit di batang vili tersiernya. Jadi, baik insufisiensi plasenta maupun pertumbuhan dan diferensiasi sel abnormal primer berperan menyebabkan hambatan pertumbuhan janin dengan derajat signifikan dan sering disertai dengan kelainan kariotipe.

Dalam sebuah seri penelitian yang melibatkan 458 janin tanpa anomali struktural pada pemeriksaan sonografi, Snijders dkk., (1993) menemukan abnormalitas kariotipe sebanyak 20%. Bila ada gangguan pertumbuhan dan anomali janin, prevalensi kelainan kromosom akan lebih besar lagi, meskipun kegagalan pertumbuhan pascalahir menonjol pada anak dengan trisomi 21, gangguan pertumbuhan janin umumnya ringan. Bahkan rerata berat lahir bayi tersebut adalah 2900 gram.

Namun janin dengan trisomi 18 hampir selalu mengalami gangguan yang signifikan (Harper, 2005).

commit to user

(9)

5. Skrining

Pada populasi umum skrining dilakukan dengan cara mengukur Tinggi Fundus Uteri (TFU), yang dilakukan secara rutin pada waktu ANC sejak umur kehamilan 20 minggu sampai aterm. Jika ada perbedaan sama atau lebih dari 3 cm dengan kurva standar, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Pada kehamilan yang berisiko terjadi PJT, pemeriksaan USG dilakukan pertama kali pada kehamilan trimester I untuk konfirmasi hari pertama haid yang terakhir. Kemudian pada pertengahan trimester II (18-20 minggu) untuk mencari kelainan bawaan dan kehamilan kembar. Pemeriksaan USG diulang pada umur kehamilan 28-32 minggu untuk deteksi gangguan pertumbuhan dan fisiologi brain sparing effect serta pemeriksaan Doppler velocimetry yang abnormal (Harper, 2005).

6. Kriteria

Suspek PJT jika terdapat satu atau lebih tanda-tanda PJT dibawah ini (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006) :

1. TFU 3 cm atau lebih di bawah normal

2. pertambahan berat badan < 5 kg pada umur kehamilan 24 minggu atau < 8 kg pada umur kehamilan 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30)

3. estimasi berat badan < 10 persentil

4. Head Circumference / Abdominal Circumference (HC/AC) > 1 5. Amniotic Fluid Index (AFI) 5 cm atau kurang

6. Plasenta grade 3 sebelum umur kehamilan 34 minggu 7. Gerakan janin berkurang

commit to user

(10)

7. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis PJT dimulai dengan pemeriksaan sederhana dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih rumit. Pemeriksa harus waspada pada ibu hamil dengan risiko tinggi yang dapat mengarah pada suspek PJT. Pemeriksaan tersebut meliputi :

a. Berat badan.

Penambahan berat badan ibu merupakan indeks yang tidak sensitif untuk membedakan PJT dengan bayi kecil tetapi sehat.

b. Tinggi Fundus Uteri (TFU)

Akurasinya untuk mendeteksi janin KMK terbatas, sensitivitas 56-86%, spesifitas 80-93%. Tidak dapat membedakan antara PJT dengan bayi kecil tetapi sehat. Prediksi PJT diketahui jika hasil pengukuran di bawah garis 10 persentil dari kurva normal. Pemeriksaan TFU dengan pita harus dilakukan dengan kandung kemih kosong. Kekeliruan hasil pengukuran juga bisa terjadi pada kehamilan ganda, hidramnion, letak lintang, turunnya kepala dalan jalan lahir, hamil dengan mioma uteri, obesitas, di samping kurang tepat meletakkan pita.

c. Diameter Biparietal

Sensitifitas dan spesifisitas pengukuran Biparietal Diameter (BPD) serial terlalu rendah sebagai metode primer untuk mengevaluasi janin kecil karena kepala adalah organ terakhir yang terpengaruh oleh malnutrisi janin.

commit to user

(11)

d. Estimasi berat janin dan lingkar perut

Tingkat pertumbuhan lingkar perut/Abdominal Circumference (AC). tidak terpengaruh usia gestasi. Bila tingkat pertumbuhan < 1 cm dalam 2 minggu menunjukkan PJT.

e. Rasio lingkar kepala dan perut

Rasio Head/Abdomen (H/A) diperkirakan dari umur kehamilan, sehingga diperlukan data tanggal Hari Pertama Mens Terakhir (HPMT) yang tepat.

Lingkar kepala diukur setinggi thalamus.

f. Rasio Femur-abdomen (F/A ratio).

Rasio F/A tetap konstan setelah kehamilan 20 minggu. Nilai normalnya adalah 22 + 2. Bila kelainan rasio F/A cukup tinggi, harus dicurigai kuat adanya malnutrisi janin. Jika rasio F/A normal, janin mungkin kecil dan sehat atau menderita PJT simetris tetapi tidak mengalami malnutrisi berat.

g. Indeks Timbangan bayi (Fetal Ponderal Index / PI).

PI diukur dengan membagi perkiraan berat janin dengan 3 kali panjang femur. Nilai normalnya adalah 8.325 + 2.5 (2 SD). PI tidak terpengaruh usia gestasi dan memiliki nilai konstan pada pertengahan akhir kehamilan.

h. Volume air ketuban

dengan menentukan indeks cairan amnion (Amniotic Fluid Index / AFI), yaitu dengan teknik 4 kuadran. Disebut oligohidramnion jika AFI kurang dari 10. Oligohidramnion adalah tanda akhir terjadinya malnutrisi janin.

AFI dilakukan setiap minggu atau 2 kali seminggu tergantung berat ringannya PJT.

commit to user

(12)

i. Analisa Doppler (Doppler Velocimetry).

Gelombang Doppler digunakan untuk melihat hambatan aliran darah ke janin yaitu kelainan vaskuler plasenta. (Merz, 2005, Berness, 2004)

Penegakan diagnosis diagnosis PJT apabila didapatkan estimasi berat sama atau kurang dari 10 persentil dan lingkar perut sama atau kurang dari 5 persentil atau FL/AC > 24 atau biometri tidak berkembang setelah 2 minggu (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

8. Dampak Pertumbuhan Janin Terhambat

Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan normal. Morbiditas perinatal adalah prematuritas, oligohidramnion, DJJ yang abnormal, asfiksia intrapartum, skor Apgar yang rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi, hiperbilirubinemia, hipotermia, apnea, kejang dan infeksi. Mortalitas perinatal dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya derajat keparahan PJT, saat terjadinya PJT, umur kehamilan dan penyebab dari PJT. Makin kecil persentil berat badannya makin tinggi angka kematian perinatalnya (Sulchan, 2006).

9. Komplikasi Pertumbuhan Janin Terhambat

PJT yang tidak segera diberi tindakan penanganan dokter dapat menyebabkan bahaya bagi janin hingga menyebabkan kematian. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya kondisi asupan nutrisi dan oksigenasi yang tidak adekuat pada janin. Jika hambatan tersebut masih bisa di tangani, kehamilan bisa dilanjutkan dengan pantauan dokter, sebaliknya jika sudah tidak bisa ditangani maka dokter akan mengambil tindakan dengan memaksa bayi untuk commit to user

(13)

dilahirkan melalui operasi meski belum pada waktunya (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

Komplikasi PJT dapat terjadi sejak antenatal, intranatal dan setelah janin lahir. Komplikasi tersebut adalah :

Antenatal : gagal nafas dan kematian janin Intranatal : hipoksia dan asidosis

Setelah lahir : a. Langsung:

Asfiksia, hipoglikemi, aspirasi mekonium, Disseminated Intravascular Coagulophaty (DIC), hipotermi, perdarahan pada paru, polisitemia, hiperviskositas sindrom, gangguan gastrointestinal

b. Tidak langsung

Pada PJT simetris keterlambatan perkembangan dimulai sejak dalam kandungan, sedangkan PJT asimetris dimulai sejak bayi lahir yaitu terdapat kegagalan neurologi dan intelektualitas. Prognosis terburuk ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan kromosom (Fortner, 2007)

10. Penatalaksanaan

Non stress test (NST) dapat dilakukan jika terjadi perubahan pola gerak atau gerakan janin yang tidak biasa, saat plasenta dicurigai tidak berfungsi adekuat, dan dalam keadaan risiko tinggi. Tes ini menggunakan kardiotokografi. Gerakan, denyut jantung, dan reaktivitas jantung dari adanya gerakan diukur dalam 20-30 menit. Jika janin tidak bergerak, tidak selalu terdapat masalah, mungkin janin tidur. Tes ini umumnya dapat dilakukan pada commit to user

(14)

usia kehamilan 28 minggu ke atas. Penurunan variabilitas denyut jantung janin, hilangnya reaktivitas, kurangnya akselerasi, dan timbulnya deselerasi variabel, merupakan tanda-tanda lemahnya pertahanan janin dan terminasi perlu segera dilakukan. (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

Contraction Stress Test (CST) dan Biophisic Score (BPS) / Biophysical profile (BPP), dapat digunakan pada NST abnormal. Bila hasilnya fetal compromise maka harus terminasi segera. Pada keadaan dimana tidak terdapat tes pelengkap ini, maka NST cukup untuk memutuskan terminasi kehamilan segera. (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

Penilaian volume air ketuban menggunakan USG secara semikuantitatif dengan skor 4 kuadran atau pengukuran diameter vertikal kantong amnion terbesar. Volume normal tidak menyingkirkan PJT. PJT yang disertai oligohidramnion akan meningkatkan angka kematian perinatal 50 kali lebih tinggi yang dianggap sebagai indikasi terminasi kehamilan pada janin viable.

(Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

commit to user

(15)

Gambar 2.1. Gambaran Status Skor Biofisik dan Keadaan Janin (Dikutip dari:

Manning, 2011)

Kesejahteraan janin dapat dinilai dengan menggunakan skor biofisik.

Pemeriksaan ini menggunakan alat bantu ultrasonografi dan Cardiotofografi (CTG). Skor biofisik memiliki 4 komponen yaitu : gerakan napas janin, gerakan anggota tubuh janin, tonus otot janin, pemeriksaan NST, dan pengukuran AFI. Gerakan janin dinilai dari gerakan satu episode fleksi dan ekstensi anggota gerak atau gerakan tulang belakang. Gerakan napas dinilai dari gerakan dada dalam inspirasi dan ekspirasi atau gambaran mengembang dan menguncup badan janin (rongga dada). Volume cairan amnion atau amniotic fluid

Variabel biofisik normal

Oksigenasi normal

Sinyal output normal

Regulator pusat SSP Oksigenasi abnormal

Hipoksemia Anemia Iskemia Substrat Defisiensi Hipoglikemia

Produk metabolic abnormal Kelebihan ion hidrogen (asidosis)

Akumulasi asam laktat Prostaglandin

Interleukin II Efek supresi dari penggerak ritme SSP

Preparat farmaaktif eksogen

Transquilizer Nikotin Alkohol Narkotik Sinyal output

rendah atau Variabel biofisik abnormal

Abnormal Normal

commit to user

(16)

index secara semikuantitatif adalah dengan mengukur jarak vertikal kantong gestasi ke fetus dikeempat kuadran uterus kemudian dijumlahkan, Umbilicus menjadi tolak ukur pembagi uterus. Jika jumlahnya kurang dari 5 cm, hasilnya merupakan oligohidramnion. Penilaian ini dilakukan dalam 20-30 menit. Skor yang dihasilkan memiliki rentang 0-10. (Manning, 2011).

Dilakukan terminasi kehamilan bila ditemukan : (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006)

a. Rasio Femur Lenght/Abdominal Circumference biometri ≥ 26, janin termasuk PJT berat

b. Doppler velosimetri arteri atau vena umbilicalis (PI ≥ 1,8) yang disertai Absence of End Diastolic Flow (AEDF)/ Reverse of End Diastolic Flow (REDF)

c. Amnion Fluid Index (AFI) ≤ 4 d. Biophysic score memburuk

e. Deselerasi lambat pada pemeriksaan CTG

Janin dengan hambatan pertumbuhan intra uterin sebaiknya dilahirkan lebih awal di pusat pelayanan perinatal, karena hasil program surveillance janin antepartum belum mencapai tingkat sempurna. Bila semua hasil pemeriksaan janin normal, maka terminasi kehamilan yang optimal dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu. Jika serviks matang dilakukan induksi persalinan.

Pada PJT dengan usia kehamilan masih preterm, umumnya tidak ada suatu tindakan tertentu yang dapat memperbaiki keadaan, pastikan bahwa tidak ada kelainan kongenital yang berat seperti trisomi dan sebagainya untuk commit to user

(17)

menghindari intervensi bedah yang tidak perlu. Bila kelainan kongenital berat tidak ada, ibu hamil dengan PJT berat segera dirawat inap, diet gizi tinggi dan lakukan program surveillance janin. Edukasi untuk menghentikan kebiasaan buruk antara lain ibu perokok, atau pengguna narkoba, serta perbaikan gizi dengan banyak istirahat baring, akan memperbaiki pertumbuhan janin sekaligus mengurangi risiko lahir preterm.

Terminasi kehamilan pada PJT berat preterm lebih menguntungkan daripada membiarkan kehamilan berlangsung lama karena biasanya janin yang demikian sudah cukup matang untuk hidup jika : 1) persalinan dapat berlangsung cepat dan tidak membiarkan risiko gawat bertambah, 2) tersedia monitoring ketat saat persalinan, 3) perawatan intensiv perinatal segera sejak neonatus lahir. (Sulchan, 2006).

Berdasarkan usia kehamilan, pada PJT dapat dilakukan tindakan sebagai berikut (Sulchan, 2006) :

a. Umur kehamilan ≥ 37 minggu: terminasi kehamilan dengan seksio sesaria atau pervaginam bila Bishop Score ≥ 5.

b. Umur kehamilan 32-36 minggu: konservatif selama 10 hari dapat berlangsung lebih dari 50% kasus PJT terutama preeklampsia.

c. Umur kehamilan < 32 minggu: perawatan konservatif tidak menjanjikan, sebagian besar kasus berakhir dengan terminasi

commit to user

(18)

B. Soluble Fms-Like Tyrosine Kinase-1 (sFlt-1)

Soluble Fms-Like Tyrosine Kinase-1 (sFlt-1) adalah protein antiangiogenik endogen yang dihasilkan oleh plasenta dan bekerja dengan menetralisir protein proangiogenik Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Placental Growth Factor (PlGF) . PlGF untuk melalukan fungsinya berikatan dengan Vascular Endothelial Growth Factor Receptor (VEGFR). VEGFR diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu VEGFR1 yang sering disebut sFlt-1, VEGFR2/KDR dan VEGFR3 (Ahmad, 2011).

Produksi Flt-1 melalui sekresi trofoblas secara endogen menghasilkan potongan Flt-1 yang bersifat larut air sehingga disebut dengan soluble Flt-1 (sFlt- 1) yang kemudian dilepaskan ke sirkulasi maternal. sFlt-1 merupakan bentuk Flt-1 yang kehilangan domain sitoplasmik dan transmembran, tetapi masih memiliki domain ligand-binding (Krysiak, 2005).

Pada jaringan tempat pertumbuhan pembuluh darah muncul, efek angiogenik dikontrol oleh keseimbangan antara pemicu dan penghambat angiogenik. Jadi, identifikasi dari agen anti-angiogenik spesifik pada plasenta seperti sFlt-1 dapat bersifat penting untuk mengerti bagaimana pertumbuhan plasenta dan janin (Charnock, 2004).

Soluble Fms-like tyrosine kinase-1 beraksi dengan mengikat reseptor yang didominasi PlGF dan VEGF, sehingga mencegah interaksi PlGF dan VEGF dengan reseptor-reseptor permukaan sel endothelial dan menyebabkan disfungsi endotel.

Selama kehamilan normal terjadi kondisi proangiogenik, yaitu kadar sFlt-1 rendah sampai dengan akhir trimester II dan kadar PlGF tinggi. Peningkatan produksi sFlt-1 oleh plasenta menyebabkan konsentrasi PlGF dan VEGF yang bersirkulasi commit to user

(19)

menjadi rendah karena terikat oleh sFlt-1. Hal ini menyebabkan proses angiogenesis plasenta terganggu (Davidson, 2004).

Penelitian aktivasi gen pada tikus telah menunjukkan bahwa vascular endothelial growth factor (VEGF-A) dan reseptornya memiliki sebuah peran penting pada vaskulogenesis dan angiogenesis. Namun, pengertian mengenai peran VEGF dipersulit dengan adanya fakta bahwa terdapat bentuk larut dari reseptor flt-1 (sFlt-1) yang merupakan antagonis dari VEGF. Reseptor ini pertama kali dijelaskan di sebuah perpustakaan HUVEC cDNA dan berturut-turut pada media yang dikondisikan dari sel-sel ini oleh Kendall dan Thomas tahun 1993 (Charnock, 2004).

Pada penelitian ligand-binding dengan I-VEGF untuk melokalisasi reseptor fungsional pada plasenta didapatkan bahwa ikatan VEGF terbatas pada sel endotel. Tidak terdapat ikatan yang terdeteksi terhadap sel-sel trofoblas.

Penjelasan untuk perbedaan antara hibridisasi in situ dan hasil ikatan ligan adalah trofoblas sebenarnya mengekspresikan bentuk larut dari reseptor, Hal ini dikonfirmasi melalui hibridisasi in situ dengan sebuah penyelidikan spesifik untuk pengkodean mRNA sflt-1. Protein sflt-1 yang tersekresi dapat dideteksi pada serum wanita hamil tetapi tidak dapat dideteksi pada serum wanita tidak hamil, hal serupa didapatkan hasil yang sama pada pengamatan terhadap tikus percobaan (Charnock, 2004).

Hibridisasi in situ yang menggunakan penyelidikan yang spesifik untuk sflt-1 membuktikan bahwa mRNA sflt-1 terdapat pada trofoblas vili selama kehamilan dan terdapat variabilitas dari intensitas antara plasenta. Analisis oleh uji proteksi RNase dari sampel superfisial dan profundal dari plasenta commit to user

(20)

menunjukkan bahwa rasio dari flt-1: sflt-1 mRNA adalah sama, hal ini menunjukkan bahwa trofoblas vili merupakan sebuah sumber signifikan dari mRNA sflt-1 pada kehamilan. Meningkatnya secara dramatis ukuran plasenta dan kuantitas trofoblas vili selama kehamilan, menunjukkan terdapat sebuah peningkatan dari produksi sflt-1 total. Untuk mengonfirmasi bahwa plasenta mampu menghasilkan sebuah protein dengan karakteristik reseptor VEGF larut, vili trimester pertama dan jaringan plasenta yang diperoleh saat persalinan dikultur pada media bebas serum dan dianalisis supernatant. Hasil dari kromatografi filtrasi gel, cross-linking dan uji ikatan konsisten dengan adanya reseptor larut aktif secara biologis. Western blotting dengan dua antibodi anti-flt-1 mengidentifikasi sebuah protein larut pada supernatant vili yang dapat dimurnikan menggunakan kondisi yang sama seperti yang digunakan untuk sflt-1 rekombinan dan protein ini bersifat imunoreaktif dengan dua antibodi flt-1 dan sebuah berat molekul yang konsisten terhadap sflt-1 (Charnock, 2004).

Tingginya kadar sFlt-1 sering dijumpai dengan kombinasi penurunan aliran darah pada arteri uterina, hal ini didapatkan pada kasus preeklamsia dan PJT yang telah diamati. Literatur tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada wanita Eropa dan Andes yang menyatakan bahwa kadar sFlt-1 dan rasio sFlt-1/P1GF yang tinggi berkontribusi terhadap PJT (Daniela, 2010).

commit to user

(21)

C. Placental Growth Factor (PlGF)

Placental Growth Factor (PlGF) merupakan glikoprotein homodimerik termasuk dalam vamili Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), terdiri dari 132 asam amino dengan berat molekul 50kDa (Lim, 2008). PlGF pertama kali temukan pada plasenta manusia. Serum ini banyak terdapat pada sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas yang diduga berperan dalam pembentukan formasi dari plasenta.

Sebagai tambahan, PlGF dapat juga ditemukan pada sel endotel, natural killer cells, sel tulang sumsum, dan keratinosit (Chen. 2009).

Placental Growth Factor (PlGF) berfungsi sebagai mediator angiogenesis yang penting dalam menginduksi proliferasi, migrasi, dan aktivasi sel endotel.

PlGF diekspresikan pada plasenta, sel endotel vena umbilical, dan cell lines choriocarsinoma (Lim, 2008).

Pada kehamilan normal, konsentrasi serum PlGF meningkat pada usia kehamilan 8-12 minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 29-32 minggu, kemudian menurun pada saat usia kehamilan 33-40 minggu. Kadar PlGF pada wanita dengan risiko PJT lebih rendah daripada wanita hamil normal dimulai pada usia kehamilan 13-16 sampai dengan persalinan (Chen, 2009).

commit to user

(22)

Tabel 2.1. Fungsi dari famili VEGF (Olsson, 2006)

Famili VEGF Fungsi

VEGFA

1. Angiogenesis

· Meningkatkan migrasi dari sel endotel

· Meningkatkan mitosis dari sel endotel

· Meningkatkan aktifitas dari metana monooksigenase.

· Meningkatkan aktifitas αvβ3

· Pembentukan lumen pembuluh darah

· Pembentukan fenestrasi

2. Kemotaktik untuk makrofag dan granulosit 3. Vasodilatasi (tidak langsung melalui

pengeluaran NO)

VEGFB Angiogenesis embrio (khususnya jaringan miocardium)

VEGFC Limfangiogenesis

VEGFD Dibutuhkan untuk perkembangan dari pembuluh limfe disekitar bronkus paru.

PlGF

Vaskulogenesis, dan juga dibutukan untuk angiogenesis selama iskhemi, inflamasi, penyembuhan luka dan kanker

Untuk melakukan fungsi bioaktivitas diatas, famili VEGF diregulasi melalui proses proteolisis. Proses tersebut melalui suatu interaksi spesifik dengan tipe reseptor yang berbeda. Pada manusia, VEGFA, VEGFB, dan PlGF berikatan dengan VEGFR1, yang sering juga disebut sebagai soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) (Olsson, 2006).

commit to user

(23)

Produksi PlGF dalam sel dapat terinduksi ketika sel tidak mendapat cukup oksigen. Ketika sel kekurangan oksigen, sel akan memproduksi Hypoxia-Inducible Factor (HIF), suatu faktor transkripsi. HIF menstimulasi pengeluaran VEGF, disirkulasi VEGF akan berikatan dengan VEGFR di sel endotelial, sehingga mencetuskan jalur tirosin kinase untuk memulai angiogenesis (Barut, 2010;

Andraweera, 2012).

Kadar serum PlGF pada kehamilan dengan PJT secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia kehamilan 33 minggu, tetapi tidak pada usia kehamilan 17 atau 25 minggu (Lam, 2005).

Gangguan produksi P1GF dan sFlt-1 biasanya dijumpai pada kehamilan yang disertai dengan komplikasi berupa preeklamsia dan PJT, dimana pada kedua kondisi tersebut terjadi reduksi aliran darah uteroplasental (Daniela, 2010).

D. Peranan sFlt-1 dan PlGF pada Pertumbuhan Janin Terhambat

Faktor angiogenik mempunyai peranan penting pada pertumbuhan normal plasenta. Aktivitas dari molekul ini harus diatur secara hati-hati untuk membentuk sebuah sistem vaskular yang berfungsi baik. Pada penelitian yang dilakukan Wenzel Wallner yang dilakukan di University of Erlangen-Nuremberg Jerman tahun 2007 didapatkan bahwa faktor angiogenik dari VEFG berubah pada serum ibu dan janin pada kehamilan dengan PJT, dan didapatkan hubungan signifikan antara kadar faktor pertumbuhan dan parameter klinis yang mengindikasi keparahan pada PJT (Wallner, 2007).

Faktor angiogeniok PlGF dan faktor anti-angiogenik sFlt-1 serta rasio diantara keduanya seringkali digunakan untuk menjelaskan proses angiogenik yang

commit to user

(24)

terjadi selama kehamilan, sebagaimana seringkali terjadi abnormalitas kadar faktor tersebut pada kasus preeklamsia dan PJT (Daniela, 2010).

Konsentrasi PlGF ibu signifikan menurun pada PJT, seperti yang dilaporkan sebelumnya oleh beberapa kelompok lain. Dari penelitian ini didapatkan kadar PlGF pada wanita hamil yang sehat bersifat konsisten seperti kadar yang telah disebutkan sebelumnya. Karena PlGF sebagian besar dihasilkan dari plasenta, berkurangnya ukuran plasenta pada PJT menjelaskan penurunan kadar PlGF pada kelompok ini, tetapi karena PlGF terikat oleh sFlt-1, meningkatnya kadar sFlt-1 pada kelompok PJT dibandingkan dengan kelompok kontrol dapat menjadi penyebab utama dari berkurangnya kadar PlGF (Wallner, 2007).

Penyebab terbanyak PJT adalah iskemia plasenta dengan insufisiensi plasenta yang merupakan hasil dari buruknya perfusi uteroplasenta dan menjadi penanda adanya plasenta hipoksia. Manifestasi klinis dari iskemia plasenta baru akan terlihat pada trimester kedua, akan tetapi proses patologisnya berawal pada trimester pertama. Proses ini membuat neovaskuler yang diaktifkan oleh kemokin pada beberapa situasi patologis seperti iskemia (Rajakumar, 2007; Barut, 2010).

Oksigenasi plasenta diduga berperan penting untuk mengontrol angiogenesis fetoplasenta dan diferensiasi villi. Insufisiensi perfusi uteroplasenta mengawali angiogenesis abnormal yang menghasilkan patofisiologi PJT. Iskemia plasenta merupakan salah satu kondisi patologis yang dapat diinvestigasi hubungannya dengan beberapa mediator angiogenik. Hipoksia kronis menyebabkan terjadinya peningkatan kadar sFlt-1 dan penurunan kadar PlGF melalui aktivasi jalur yang diaktifkan oleh faktor biologis yang timbul akibat hypoxia-inducible factor (Daniela,

2010) commit to user

(25)

Hipoksia menstimulasi secara berlebihan proliferasi villi kapiler dan jaringan ikat melalui faktor proangiogenik seperti PlGF. Vaskulogenesis, angiogenesis dan pseudovaskulogenesis abnormal berhubungan dengan kerusakan plasenta dan PJT.

Angiogenesis tersebut diregulasi oleh status oksigen dan ekspresi dari faktor pertumbuhan, reseptor dan inhibitornya oleh sel endotel vaskuler, perisit dan trofoblas (Wahlqiust, 2006; Nevo, 2008;).

Pada kondisi plasenta dan jaringan khorioalantois hipoksia yang berkepanjangan menyebabkan ekspresi PlGF terus menerus yang harusnya hanya meningkat di awal kehamilan untuk angiogenesis bercabang dan menurun pada akhir trimester dua. Selain itu kondisi plasenta yang hipoksia dan peningkatan ekspresi PlGF yang berlebih meningkatkan kadar sFlt-1 diawal kehamilan yang seharusnya baru meningkat pada akhir trimester dua. Keadaan ini akan menyebabkan angiogenesis yang patologis yang akhirnya membuat perfusi uteroplasenta tidak adekuat, kondisi ini jika berlangsung lama akan menyebabkan PJT. (Wallner, 2007;

Barut, 2010).

Beberapa penelitian yang dilakukan pada explant vilus plasenta manusia, utamanya kultur sel-sel sitotrofoblas menunjukkan bahwa hipoksia dapat memicu peningkatan regulasi ekspresi sFlt-1. Hal ini akan diantisipasi tubuh dengan menekan kadar VEGF (vascular endothelial growth factor) dan P1GF yang terjadi selama kehamilan, yang diperlukan untuk remodelling vaskuler dan angiogenesis (Daniela, 2010).

Peningkatan signifikan kadar sFlt-1 dan penurunan kadar PlGF secara simultan pada darah wanita yang melahirkan bayi PJT menjelaskan hipotesis terkini bahwa kadar sFlt-1 yang tinggi mengikat PlGF, menyebabkan menurunnya kadar commit to user

(26)

PlGF. Dengan menggunakan sebuah rasio sFlt-1/PlGF, didapatkan nilai sFlt-1/PlGF yang signifikan lebih tinggi pada kehamilan dengan penyulit PJT. Hasil ini membenarkan penemuan yang dilakukan oleh Stepan et al., yang mengamati meningkatnya kadar sFlt-1 pada wanita hamil dengan PJT (Wallner, 2007).

Kadar PlGF vena umbilikalis signifikan turun pada PJT. Seperti serum ibu, penurunan PlGF dapat dijelaskan karena berkurangnya massa plasenta pada PJT seperti pada peningkatan sFlt-1, yang mengikat PlGF dan menyebabkan hal tersebut tidak terdeteksi oleh uji tersebut. Peningkatan paralel dari kadar sFlt-1 ibu dan vena umbikalis serta menurunnya kadar PlGF menunjuk kepada asal plasenta dimana terjadi berkurangnya faktor-faktor angiogenik ini. (Wallner, 2007).

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Wallner pada tahun 2007 menggariwbawahi potensi plasenta untuk melepaskan faktor angiogenik ke sirkulasi ibu seperti pada sirkulasi janin, untuk menjaga plasenta dari ketidakseimbangan angiogenik pada PJT. Produksi berlebih dari sFlt-1 yang berikatan dengan PlGF, menyebabkan penurunan kadar PlGF (Wallner, 2007).

commit to user

(27)

E. Kerangka Konsep

í

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Gangguan implantasi trofoblas

Invasi sel trofoblas tidak adekuat

Hipoksia plasenta

Iskemia plasenta

sFlt #, PlGF $ Angiogenesis patologis

Kegagalan remodeling arteri spiralis

Sirkulasi uteroplasenta tidak adekuat Proses plasentasi

Implantasi trofoblas sempurna

Invasi sel trofoblas adekuat

Oksigenasi plasenta adekuat

Angiogenesis normal

Sirkulasi uteroplasenta adekuat Remodeling Arteri spiralis

(Pseudovaskulogenesis) sFlt dan PlGF

Normal

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT KEHAMILAN NORMAL

Keterangan :

: yang dilakukan pemeriksaan

Faktor Risiko PJT

commit to user

(28)

Penjelasan Kerangka Konsep

Pada proses plasentasi normal, terjadi proses tropoblas yang sempurna, dan sel trofoblas adekuat dalam menginvasi arteri spiralis sehingga oksigenasi plasenta adekuat dan faktor angiogenik yang beredar di sirkulasi maternal seimbang, angiogenesis berlangsung secara normal, hal ini mengakibatkan kadar PlGF yang merupakan faktor angiogenik dan kadar sFlt-1 yang merupakan faktor antiangiogenik normal dan terjadi proses remodeling arteri spiralis (pseudovaskulogenesis). Keadaan ini akan mengakibatkan sirkulasi uteroplasenta yang adekuat dan kehamilan berangsung normal.

Adanya faktor risiko PJT, dapat menyebabkan terjadinya gangguan implantasi tropoblas, hal ini menyebabkan sel trofoblas mengalami malformasi sehingga terjadi inadekuat dalam menginvasi arteri spiralis, sehingga mengakibatkan hipoksia placenta, dan lebih lanjut plasenta mengalami keadaan iskemik. Disfungsi plasenta ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan faktor angiogenik yang beredar di sirkulasi maternal.

Keadaan ini akan menyebabkan angiogenesis yang patologis, yang ditunjukkan dengan adanya kegagalan pemanjangan, percabangan dan dilatasi simpul kapiler arteri spiralis dan kegagalan pembentukan villi terminal aliran darah fetoplasenta, hal ini mengakibatkan kadar PlGF yang merupakan faktor angiogenik menurun sebaliknya kadar sFlt-1 yang merupakan faktor antiangiogenik meningkat. Akibat yang ditimbulkan yaitu terjadinya kegagalan remodeling arteri spiralis, Arteri spiralis yang seharusnya berdinding tebal dan berliku-liku menjadi pembuluh sinusoid lemah, iskhemik, trombosis, dengan pertahanan yang rendah. Keadaan ini akan commit to user

(29)

mengakibatkan sirkulasi uteroplasenta yang tidak adekuat, kondisi ini jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT).

F. Hipotesis

Dari kerangka konsep di atas disusun suatu hipotesis bahwa;

1. Kadar sFlt-1 pada Pertumbuhan Janin Terhambat lebih tinggi bila dibandingkan kadarnya pada kehamilan normal.

2. Kadar PlGF pada Pertumbuhan Janin Terhambat lebih rendah bila dibandingkan kadarnya pada kehamilan normal.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan pada tanaman berumur 56 hari menunjukkan bahwa perlakuan yang sangat efektif (mampu menekan populasi larva LPD) adalah perlakuan A, J, K, dan D disusul oleh

parasitisasi terutama pada lokasi Kecamatan Salibabu diduga karena adanya kegiatan pembakaran gulma ataupun sampah di areal perkebunan kelapa yang secara langsung

Odgovori koje Raguž potom nudi s obzirom na misionarsku krizu, jesu teološki: misionarska se svijest danas može ponovno obnoviti samo ako se oživi vjera u misionarskoga Boga, dakle

Batuk disertai dahak dengan konsistensi kental dan warna dahak kehijauan, tidak berbau.. Pada pemeriksaan pasien ditemukan adanya sekret pada hidung, faring hiperemis,

Apache ini merupakan aplikasi yang banyak digunakan saat ini, selain dapat berjalan di banyak Sistem Operasi seperti windows, linux dan lainnya, Apache

Sistim konservasi tradisional Tiyaitiki mampu memicu peningkatan fungsi ekologis ekosistem lamun dan terumbu karang, yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan

Ekologi pemerintahan merupakan suatu disiplin ilmu / cabang ilmu pemerintahan yang mempelajari adanya suatu proses saling mempengaruhi sebagai akibat adanya hubungan normative

Gambar- gambar yang dilukis ataupun tulisan yang dituangkan pada angkutan becak, agaknya bukan hanya sekedar lukisan atau gambar biasa saja, namun dibaliknya terkandung maksud-maksud