• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TIYAITIKI TERHADAP POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN IKAN SIGANUS (FAMILI SIGANIDAE) DI PERAIRAN TABLASUPA, JAYAPURA, PAPUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TIYAITIKI TERHADAP POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN IKAN SIGANUS (FAMILI SIGANIDAE) DI PERAIRAN TABLASUPA, JAYAPURA, PAPUA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TIYAITIKI TERHADAP POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN

IKAN SIGANUS (FAMILI SIGANIDAE) DI PERAIRAN TABLASUPA, JAYAPURA,

PAPUA

The Effect of Tiyaitiki Toward Population and Diversity of Rabbitfish (Family

Siganidae) in Tablasupa Coastal Area, Jayapura, Papua

John D. Kalor dan Kristhopolus K. Rumbiak

Diterima: 9 Februari 2016; Disetujui: 28 Maret 2016

ABSTRACT

This study was conducted to examine the effect of the traditional conservation system "Tiyaitiki" toward populations and diversity of rabbit fish (family Siganidae) in Tablasupa Coastal Area, Jayapura Regency. By hypothesis Tiyaitiki system is very effective in enhancing the functioning of ecosystems, populations, and species diversity of rabbitfish. Using the method of VES and transect lines, spacious observation area is 81,000 m2. The data were analyzed using diversity index Shannon-Wiener (H '), Index Evenness (E), Index dominance Simpson (D) and Population Density (PD). The result showed Tablasupa Coastal area has 10 rabbit fish species and 873 individuals. The level of diversity is categorized as moderate or 1.7 and the population is more likely to be uniform, as well as population density tend to be moderate. The increasing number of rabbitfish species and populations affected by the increase of live coral cover and increased density of seagrass by the system Tiyaitiki in Tablasupa Coast. Tiyaitiki traditional conservation system capable of triggering an increase in the ecological function of seagrass and coral reefs, which significantly affected the growth of population and the diversity of fish species in the waters Rabbitfish family Siganidae in Tablasupa Coastal area.

Keywords: Rabbit fish, Tablasupa, Tiyaitiki, Jayapura

PENDAHULUAN

Wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di Papua memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan melimpah di Indonesia dan dunia (Kalor, 2015). Keanekaragaman hayati laut dan pesisir di Papua sangat melimpah, dan memiliki berbagai potensi ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, teknologi, dan seni. Potensi-potensi tersebut telah diketahui, digunakana, dan dilestarikan dengan kearifan lokal masyarakat pesisir Papua sejak dulu dan terus dipertahankan sampai saat ini.

Masyarakat Kampung Tablasupa merupakan komunitas nelayan tradisional yang hidup dan menetap di pesisir Teluk Tanah Merah Jayapura. Masyarakat ini memiliki relasi yang sangat kuat dan intim dengan alam, masyarakat Tablasupa meyakini bahwa alam merupakan seorang ibu yang memberikan makan, melindungi, dan membesarkan mereka. Dari relasi ini menghadirkan berbagai kearifan lokal untuk pengelolahan, pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam menurut aturan dan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat Tablasupa dan masyarakat Teluk Tanah Merah.

Masyarakat Tablasupa mengunakan sistim Tiyaitiki (Tiaitiki) dalam pengelolaan sumber daya alam laut (LMMA, 2005; Sorontow, 2005; Yarisetou, 2009). Tiyaitiki merupakan suatu sistim tradisional dalam perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam laut di Teluk Tanah Merah (Sorontow, 2005; Yarisetou, 2009; Sujarta dkk, 2011). Sistim ini bermanfaat untuk mengatur,

Korespondensi:

Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, FMIPA Universitas Cenderawasih, Jayapura.

(2)

membatasi, dan bahkan melarang eksploitasi sumber daya alam laut dalam kurun waktu tertentu (Sorontow, 2005). Sistim Tiyaitiki mulai diterapkan untuk perlindungan ikan samandar atau baronang family Siganidae sejak tahun 2005 oleh masyarakat Desa Tablasupa (LMMA, 2005). Perlindungan ikan ini sangat penting dilakukan karena populasinya berkurang secara drastis di perairan Tablasupa. Sehingga digunakan sistem Tiyaitiki untuk melindungi jenis juga habitat dan ekosistemnya di wilayah perairan Tablasupa tersebut.

Setelah lebih dari satu dekade maka penggunaan sistim Tiyaitiki perlu ditelaah kembali untuk melihat pengaruhnya terhadap keanekaragaman dan populasi ikan Siganus di perairan tersebut. Survei pertama dilakukan oleh Heipon (2008) menemukan 4 Jenis ikan Baronang dengan populasi yang sangat terbatas di Perairan Tablasupa. LMMA melaporkan bahwa populasi ikan ini terus semakin baik dan bertambah dalam jumlah dan jenisnya, Lalu berdasarkan hasil survei yang kami lakukan dengan menggunakan metode VES (Visual Ecounter Survei), kami menemukan lebih dari 4 jenis ikan baronang yang berasosiasi dengan ekosistem lamun dan terumbu karang di perairan Tablasupa. Jika demikian maka hipotesisnya penerapan sistim Tiyaitiki di perairan Tablasupa sangat berpengaruh pada peningkatan fungsi ekosistem, populasi dan keanekaragaman jenis ikan baronang di kawasan tersebut. Maka tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh sistim konservasi tradisional Tiyaitiki terhadap keanekaragaman dan populasi ikan baronang (famili Siganidae) di Perairan Tablasupa Teluk Tanah Merah Kabupaten Jayapura, Papua. Kajian ini menjadi acuan dan memberikan nilai tambah untuk mengevaluasi penerapan konservasi tradisional menggunakan sistim Tiyaitiki di kawasan tersebut, serta untuk menyediakan data fundamental dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan konservasi ikan baronang famili Siganidae secara berkelanjutan di Perairan Tablasupa.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Perairan Yongsu Bo Pesisir Kampung Tablasupa Distrik Depapre Kabupaten Jayapura, terletak pada kordinat 02025’397” LS dan 1400 22’203” BT. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Mei 2009. Lokasi ini merupakan kawasan konservasi tradisional “Tiyaitiki” terhadap ikan baronang dan habitatnya.

(3)

81000 m2. Untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan representatif tentang populasi dan keanekaragaman ikan baronang yang berasal ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Maka dibuat transek tepat berada pada kedua ekosistem tersebut. Untuk mendapatkan data pada lokasi Tiyaitiki Penuh maka dibuat 3 transek, yaitu transek 1 (T1), transek 2 (T2), dan transek 3 (T3). Juga dibuat 2 transek di lokasi dengan Tiyaitiki terbatas, yaitu transek 4 (T4) dan transek 5 (T5). Pengamatan dilakukan dengan cara berenang menggunakan snorkeling perlahan-lahan menyusuri garis transek. Observer pertama berada di bagian kiri dan kedua berada di bagian kanan (Gambar 1). Dua orang tersebut mengamati dan menghitung jumlah ikan baronang yang teramati dalam area transek.

Gambar 2. Transek pengamatan dengan metode VES (Rumbiak, 2014)

Untuk menghitung keanekaragaman jenis ikan baronang maka digunakan indeks keanaekaragaman Shanon Wiener (H’), H’ = -∑( pi Lon pi ), Pi = ni/N (Khouw, 2009). Jika H’ < 1 = Keanekaragman rendah, 1 < H’< 3 = sedang, H’ > 3 = tinggi (Fachrul, 2006; Khouw, 2009). Untuk menghitung kepadatan populasi digunakan rumus

, kepadatan

relative

(Fachrul, 2006). Untuk menghitung

keseragaman digunakan Indeks Eveness

, dimana Hmax=ln S (S=jumlah jenis yang

ditemukan), semakin kecil nilai E maka semakin kecil keseragaman suatu populasi dan sebaliknya semakin besar nilai E maka populasi semakin seragam (Fachrul, 2006). Untuk menghitung Dominansi maka di Indeks Dominansi Simpson (D), , jika nilai D = 1 maka terdapat Jenis tertentu yang mendominasi. Dimana ni: Jumlah individu jenis ke-i, N: Jumlah Seluruh Individu/ Transek, Lon: Logaritma natural (Fachrul, 2006; Khouw, 2009).

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konservasi Tradisional “Tiyaitiki” Kampung Tablasupa Teluk Tanah Merah

Tiyaitiki adalah suatu sistim larangan eksploitasi hasil laut pada kawasan tertentu dalam kurun waktu tertentu pula (Sorontow, 2005; Yarisetou, 2009). Sistim ini merupakan salah satu kearifan tradisional masyarakat suku Tepra Teluk Tanah Merah Jayapura dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya hayati laut (Sorontow, 2005; Yarisetou, 2009). Suku Tepra ini terbagi menjadi tiga, Kampung Tablasupa, Kampung Tablanusu, dan Kampung Depapre (Sorontow, 2005). Pada mulanya Tiyaitiki dilakukan untuk menghormati kepala suku yang meninggal dan untuk menyongsong acara adat tertentu (Sorontow, 2005). Namun dewasa ini Tiyaitiki sudah dikembangkan untuk perlindungan jenis biota laut dan ekosistemnya.

Kawasan Tiyaitiki ditetapkan melalui suatu kesepakatan bersama oleh semua masyarakat kemudian disahkan oleh kepala suku. Seorang kepala suku berhak dan berwewenang penuh dalam menutup dan membuka kawasan Tiyaitiki (Sorontow, 2005). Jangka waktu Tiyaitiki bersifat relatif dan ditentukan melalui kesepakatan bersama sesuai dengan peruntukannya, sehingga waktu Tiyaitiki dapat menjadi 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun atau permanen. Masyarakat Tablasupa mulai melakukan Tiyaitiki terhadap ikan baronang, habitatnya dan ekosistemnya sejak tahun 2005. Sejak itulah maka dilakukan pelarangan penangkapan ikan baronang dan perlindungan ekosistem lamun dan terumbu karang di kawasan Yongsu Bo tersebut. Menurut LMMA (2005) kondisi populasi ikan baronang masih sangat terbatas dan sedikit jumlah individunya pada saat dilakukan Tiyaitiki, hasil monitoring hanya ditemukan 285 individu dan sayangnya jumlah Jenis tidak diketahui, LMMA juga melaporkan kondisi tutupan karang hidup termasuk dalam katagori rendah.

Kondisi Ekologi Ikan Baronang di Perairan Tablasupa

Tablasupa memiliki tipe ekosistem dan habitat yang cukup lengkap untuk tempat memijah, bertumbuh, mencari makanan, beristirahat dan berlindung bagi ikan baronang famili Siganidae. Ekosistem penunjang kawasan pesisir yang terdapat dikawasan ini, terdiri dari ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, dan ekosistem mangrove. Umumnya pada fase pemijahan ikan ini ditemukan di ekosistem terumbu karang dan lamun, pada fase pembesaran ikan baronang ditemukan di ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang (Latuconsina, et al., 2012).

Tabel 1 Jenis dan Kepadatan Lamun di Perairan Yongsu Bo No Nama Jenis Jumlah Individu

(Ni)

Kepadatan Lamun

(D= Individu/m2) Skala Kerapatan

1 Halodule uninervis 389 38,9 Jarang

2 Cymodocea serulata 895 89,5 Jarang

3 Syringodium isoetifolium 329 32,9 Jarang 4 Enhalus acoroides 2283 228,3 Agak rapat

(5)

Karakteristik ekosistem lamun di perairan Yongsu Bo setelah ditetapkan menjadi kawasan Tiyaitiki, ekosistem ini didominasi oleh E. acoroides dengan skala 228,3 atau agak rapat, sedangkan kondisi kerapatan ekosistem pada umumnya dikatagorikan rapat (Dait, 2015). Lamun jenis E. acoroides mampu beradaptasi dengan semua jenis substrat, memiliki daun lebar, dan sangat disukai oleh ikan baronang (Chiston, dkk 2012). Kondisi ekosistem lamun di Yongsu Bo, telah bertransformasi menjadi rumah dan tempat mencari makan yang ideal bagi populasi dan keanekaragaman ikan baronang.

Menurut Hanuebi (2016) kondisi tutupan karang hidup di Yongsu Bo atau kawasan Tiyaitiki kini semakin lebih baik jika dibandingkan dengan kawasan Non-Tiyaitiki. Hanuebi (2016) juga memastikan telah terjadi peningkatan presentase tutupan karang hidup di kawasan tersebut (tabel 2). Sesuai laporan LMMA (2005) tutupan karang hidup di Perairan Yongsu Bo dikatagorikan kurang atau berkisar antara 11-30%, tetapi setelah Tiyaitiki maka terjadi peningkatan tutupan karang hidup menjadi 32,5% yang dikatagorikan sedang. Semakin membaiknya kondisi ekosistem terumbu karang tersebut telah memberikan kontribusi nyata pada populasi dan keanekaragaman ikan baronang di Perairan Tablasupa.

Tabel 2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Yongsu Bo

Komponen Ekosistem Terumbu Karang Presentase (%) Karang hidup (Life Coral/ LC) 32,5 Karang Lunak (Soft Coral/ SC) 6,5

Sponge (SP) 1

Algae (Halopila sp) 0,5

Karang Mati (Dead Coral/DC) 0 Karang Mati Beralga (Dead Coral Algae/ DCA) 6

Pasir (Sand/ S) 9,5

Patahan Karang (Rubble? R) 41,5

Batu (Rock/ RC) 2,5

Keterangan: Sumber data Hanuebi (2016)

Perpaduan antara keanekaragaman ekosistem, habitat dan organisme yang hidup di perairan Tablasupa telah menghadirkan keserasihan alami, keseimbangan ekologi, dan biologi yang spesifik dan eksklusif. Secara ekologis keanekaragaman habitat dan ekosistem perairan sangat menentukan tingkat keanekaragaman jenis ikan dan organisme lainnya di perairan tersebut (Badrudin et al., 2003). Juga berpengaruh untuk menentukan tingkat keanekaragaman ikan baronang, pola asosiasi, migrasi, reproduksi, dan serta pertumbuhannya di Perairan Tablasupa.

Analisis Keanekaragaman Ikan Baronang di Kawasan Tiyaitiki Perairan Tablasupa Teluk Tanah Merah

Penelitian ini telah mengidentifikasi 10 jenis dari 873 individu ikan baronang, dari populasi ini terindikasi ada jenis-jenis tertentu yang mendominasi populasinya di Perairan Yongsu Bo. Dominansi dipengaruhi oleh jumlah individu suatu jenis yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jenis lainnya di suatu ekosistem. Data dalam tabel 3 menunjukan Siganus spinus, S. funccesces dan S. canaliculatus memiliki jumlah individu lebih banyak dari 7 jenis lainnya, dan menjadi tiga jenis dominan di lokasi Tiyaitiki Perairan Tablasupa.

(6)

Tabel 3. Keanekaragaman Ikan Baronang Famili Siganidae di Perairan Tablasupa PT Nama jnis T1 T2 T3 T4 T5 N H KP KR 10 Siganus spinus 66 73 45 29 26 239 0.35 0.24 12.78 20 Siganus fuscesces 23 77 59 39 30 228 0.35 0.23 12.19 30 Siganus canaliculatus 35 76 59 32 22 224 0.35 0.22 11.98 40 Siganus guttatus 4 1 2 2 2 11 0.06 0.01 0.59 50 Siganus lineatus 1 7 5 3 2 18 0.08 0.02 0.96 60 Siganus doliatus 10 10 14 11 3 48 0.16 0.05 2.57 70 Siganus vulpinus 24 6 27 12 10 79 0.22 0.08 4.22 80 Siganus vermiculatus 6 3 2 3 2 16 0.07 0.02 0.86 90 Siganus corallines 1 1 1 1 1 5 0.03 0.01 0.27 100 Siganus punctatus 1 1 1 1 1 5 0.03 0.01 0.27 Total 171 255 215 133 99 873 1.70 0.87 46.68 N (Total individu) 873

D (Indeks Dominansi) 1 (Ada jenis bersifat dominan dalam populasi) H (Indeks Keanekaragaman) 1.70 (Tingkat keanekaragaman sedang)

E (Indeks Keseragaman) 0.74 (Populasi lebih cenderung bersifat seragam ) Keterangan. PT: Panjang Transek, TI: Transek 1, TII: Transek 2: TII: Transek 3, TIV: Transek 4, TV: Transek 5

Dominasi suatu jenis ikan baronang juga sangat dipengaruhi oleh perilaku sosial, jenis ikan baronang yang berperilaku berkelompok dengan jumlah individu sedang dan besar, cenderung menjadi jenis dominan. Ketiga jenis dominan tersebut diketahui memiliki perilaku sosial berkelompok, dan cenderung bermigrasi dalam kelompok sedang dan besar. Sedangkan 7 jenis lainnya, juga memiliki perilaku sosial berkelompok tetapi hanya terdiri dari 5-10 individu, dan ada pula yang hidup soliter atau berpasangan misalnya Siganus corallines dan S. punctatus.

Penelitian ini menemukan jumlah individu ikan baronang lebih banyak di Transek I, II, dan III dibandingkan dari transek IV dan V (tabel 1). Ketiga transek ini terletak pada ekosistem lamun, dengan jenis subsrat yang lebih beragam, yaitu karang berbatu, lumpur berpasir, pasir, dan pasir berlumpur. Sedangkan kondisi tersebut tidak dijumpai pada transek IV dan V sehingga berpengaruh pada jumlah individu dan jenis yang berasosiasi dengan lokasi tersebut. Kami menemukan ada 5 jenis ikan baronang yang berasosiasi dengan ekosistem lamun, yaitu Siganus spinus, S. fuscescens, S. canaliculatus, S. guttatus, dan S. lineatus. Sedangkan Dait (2015) menyebutkan ada 6 jenis ikan baronang di ekosistem lamun yaitu Siganus spinus, S. fuscescens, S. puellus, S. guttatus, S. doliatus, dan S. punctatus. Jika diakumulasikan maka terdapat 8 jenis ikan baronang yang hidup dan berasosiasi dengan ekosistem lamun. Ada 3 jenis yang paling bersifat dominan yaitu Siganus spinus, S. fuscescens, dan S. Canaliculatus, hal ini sesuai dengan hasil perhitungan indeks dominansi (tabel 3).

Cukup mengherankan karena hanya dalam ekosistem lamun seluas 50500m2 ditemukan 8 jenis ikan baronang, hal ini dapat menjadi bukti bahwa ekosistemen lamun merupakan ekosistem utama yang ideal bagi populasi ikan baronang. Ambo-rappe (2010) menjelaskan kompleksitas ekosistem

(7)

Lima ikan baronang yang ditemukan pada transek IV dan V adalah, Siganus doliatus, S. vulpinus, S. vermikulatus, S. coralinus dan S. pucntatus, jenis-jenis ini hidup pada daerah terumbu karang dengan kedalaman berkisar antara 1-10 meter. Ekosistem lamun dan terumbu karang merupakan lingkungan yang sangat sesuai untuk ikan baronang family Siganidae (Ambo-rappe, et al., 2013). Pada saat pasang air laut, maka ikan baronang akan bermigrasi dari ekosistem terumbu karang ke ekosistem lamun untuk mencari makan. Kemudian disaat air laut surut maka ikan baronang akan bermigrasi kembali ke ekosistem terumbu karang. Sebab ikan baronang famili Siganidae dikatagorikan berperilaku migrasi secara oceanodromous atau berimigrasi dari suatu zona laut ke zona laut lainnya. Perilaku asosiasi, migrasi, dan kemampuan adaptasi jenis ikan baronang berpengaruh terhadap dinamika populasi, kehadiran dan ketidak hadiran jenis, dan penyebaran dari suatu jenis, serta dominansi jenis dalam suatu ekosistem. Kami menemukan jenis-jenis ikan baronang famili Siganidae lebih banyak hidup di ekosistem lamun dan terumbu karang.

Menurut hasil perhitungan indeks Shannon-Wienner tingkat keanekaragaman ikan baronang di perairan Tablasupa dikatagorikan sedang atau 1,7 dan populasinya lebih cenderung bersifat seragam dan kepadatan populasi cenderung sedang (tabel 3). Akan tetapi 53% dari total 19 jenis ikan baronang di Indonesia (Fishbase, 2004) dan 31% dari 32 jenis ikan baronang di Dunia (Kuiter and Debelius, 2006) ditemukan di perairan Tablasupa. Sistim konservasi Tiyaitiki telah berhasil meningkatkan keanekaragaman dan populasi ikan baronang di Perairan Tablasupa, dari yang semula 4 jenis (Heipon, 2008), menjadi 10 jenis ikan baronang yang hidup di perairan Tablasupa. Peningkatan populasi dan jumlah jenis ikan ini di perairan Tablasupa dipengaruhi oleh perubahan kondisi ekologis ekosistem yang dipicu dengan adanya sistim konservasi tradisional Tiyaitiki.

Terdapat tiga ekosistem utama penunjang kawasan pesisir, yang membentuk zona ekosistem ideal bagi suatu kawasan pesisir. Dimulai dari darat ke laut, ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang. Ketiga ekositem tersebut saling berinteraksi, ada lima katagori interaksi yang bersifat kompleks, terikat, dan mutualisme antara tiga ekosistem tersebut, yaitu interaksi fisik, bahan oganik terlarut, bahan organik partikel, migrasi jenis, dan dampak manusia. Melalui sistem konservasi tradisional Tiyaitiki, maka interaksi dampak negatif manusia dapat ditekan sampai mencapai angka nol, kondisi ini akan meningkat empat katagori interaksi lainnya sampai mencapai titik maksimum.

Menurunnya aktifitas penangkapan ikan dan transportasi di lokasi Tiyaitiki menyebabkan pertumbuhan lamun menjadi maksimal, struktur komonitas menjadi lebih kompleks, dan kerapatan vegetasi lebih tinggi. Kondisi ini meningkatkan arus migrasi ikan baronang untuk mencari makan, memijah, bertumbuh, dan berlindung. Artinya sistim Tiyaitiki telah meningkatkan fungsi ekologis dari ekososistem lamun dan terumbu karang, yang meningkatkan interakasi ekologis dan biologi dari tiga ekosistem utama dikawasan tersebut.

KESIMPULAN

Ditemukan 10 jenis dari 873 individu ikan baronang, 5 jenis hidup pada ekosistem lamun dan 5 jenis hidup pada terumbu karang. Perairan Tablasupa memiliki tingkat keanekaragaman sedang, 3 jenis ikan diantaranya bersifat dominan yaitu Siganus spinus, S. fuscescens, dan S. Canaliculatus, dan populasinya lebih cenderung bersifat seragam. Meningkatnya jumlah jenis ikan dan populasi baronang distimulasi oleh semakin membaikknya tutupan karang hidup di ekosistem terumbu karang dan meningkatnya kerapatan lamun di ekosistem lamun oleh adanya sistim Tiyaitiki di Perairan Tablasupa tersebut. Sistim konservasi tradisional Tiyaitiki mampu memicu peningkatan fungsi ekologis ekosistem lamun dan terumbu karang, yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan populasi dan keanekaragaman jenis ikan baronang famili Siganidae yang berasosiasi dengan ekosistem tersebut di Perairan Tablasupa.

Ucapan Terima kasih

Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada LMMA Indonesia atas kebaikannya dan bantunnya selama penelitian di kawasan Tiyaitiki di Perairan Tablasupa. Kami Juga

(8)

mengucapkan terimakasih kepada pemerintah Desa dan masyarakat Tablasupa, atas kebaikan, kerjasama, dan keramah-tamahan yang telah diberikan kepada kami.

Daftar Pustaka

Gosari, B. A. J. dan A. Haris. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan Spermonde. Jurnal IlmuKelautan dan Perikanan Torani. 22. 3: 156-162.

Allen, G., R. Steene, P. Humann, and N. Deloach. 2003. Fish Indetification Tropical Pasific. Star standard industries Pte Ltd. Singapore.

Ambo-rappe, R. 2010. Struktur komunitas ikan pada padang lamun yang berbeda di Pulau Barrang Lompo, Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2.2:62-73.

Ambo-rappe, R., Budimawan, dan A. Fahyra. 2013. Preferensi makanan dan daya ramban ikan Siganus canaliculatus pada berbagai jenis lamun. Universitas Hassanudin, Makassar, (http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/6345 diakses 22 September 2015)

Christon, O.S., Djunaedi, dan N. P. Purba. 2012. Pengaruh tinggi pasang surut terhadap pertumbuhan dan biomassa daun lamun Enhalus acoroides di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3.3:287-294.

Dait, I. 2015. Keanekaragaman dan kepadatan Lamaun serta distribusi dan kelimpahan ikan samandar (Siganidae) di kawasan Tiyaitiki Perairan Yongsu Bo Tablasupa, Depapre, Kabupaten Jayapura. Skripsi Program Studi Ilmu Kelautam, Jurusan Biologi. Fakultas MIPA Universitar Cenderawasih. Jayapura.

Fachrul, M.F. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta

Faisal, L. O., R. S. Patadjai, dan Yusnaini. 2013. Pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) dan ikan Baronang (Siganus guttatus) yang dibudidayakan bersama di Keramba Tancap. J. Mina Laut Indonesia, 1.1:104-111.

Fishbase. 2004. Family Siganidae Rabbitfishes. Version of 2004-Nov-22. (http://www.fishbase.org/summary/FamilySummary.php?id=413&lang=english. diakses 14 July 2015)

Heipon, E. 2008. Pengaruh konservasi tradisional terhadap kehadiran dan keanekaragaman Ikan Baronang Famili Siganidae di Kampung Tablasupa Distrik Depapre Kabupaten Jayapura. Skripsi. Program Studi Biologi, Jurusan Biologi. Fakultas MIPA Universitar Cenderawasih. Jayapura.

Hanuebi, V. 2016. Status kondisi terumbu karang di perairan Pantai Yongsu Bo dan Harlem Kampung Tablasupa, Kabupaten Jayapura. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautam, Jurusan Biologi. Fakultas MIPA Universitar Cenderawasih Jayapura.

Kalor, J. D. 2015. Permasalahan pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan di Perairan Pesisir Utara Provinsi Papua. WWF Indonesia. Proseding simposium nasional pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan VI. Bali. Hlm.:1091-1098.

Kuiter, R. H. and H. Debelius. 2006. World Atlas of Marine Fishes. Unterwasserarchiv. Frankfurt, Germany.

Khouw, A. S. 2009. Metode dan analisis kuantitatif dalam bioekologi Laut. Pusat pembelajaran dan pengembangan pesisir dan laut (P4L). Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), DKP. Jakarta.

Latuconsina, M. N. Nessa dan R. Ambo Rappe. 2012. Komposisi jenis dan struktur komunitas ikan padang lamun di Perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4.1:34-46

Gambar

Gambar 2. Transek pengamatan dengan metode VES (Rumbiak, 2014)
Tabel 1 Jenis dan Kepadatan Lamun di Perairan Yongsu Bo
Tabel 2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Yongsu Bo
Tabel 3. Keanekaragaman Ikan Baronang Famili Siganidae di Perairan Tablasupa  PT  Nama jnis  T1  T2  T3  T4  T5  N H KP  KR  10  Siganus spinus  66  73  45  29  26  239  0.35  0.24  12.78  20  Siganus fuscesces  23  77  59  39  30  228  0.35  0.23  12.19

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mendapatkan data mengenai konsentrasi albumin serum awal perawatan dan hubungannya dengan perbaikan klinis infeksi ulkus kaki diabetik dan

per buah dan bobot total buah per tanaman yang tertinggi serta memiliki panjang buah yang lebih panjang, diameter buah yang lebih besar dan daging buah yang lebih tebal

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengamati proses densifikasi MZT2 dengan penambahan 2wt%, 4wt%, dan 6wt% V2O5, menghitung densitas MZT2

Intersepsi rata-rata pohon Pinus yang berumur 7 tahun sebesar 87.23 mm (41.15%) dari jumlah curah hujan sedangkan pada pohon Mahoni sebesar 15.5 mm (7.31%) dari jumlah curah

Lebah kelulut yang paling banyak ditemukan pada Zona Pemanfaatan Hutan Desa Menua Sadap Kecamatan Embaloh Hulu Kabupaten Kapuas Hulu ialah lebah kelulut jenis

Upaya yang dilakukan oleh CEO Suargo fm dalam menangani masalah ini adalah mengharuskan setiap penyiar untuk membuat materi pada setiap program terlebih dahulu dengan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Penambahan Egg White Powder terhadap Kualitas Gel Surimi pada Beberapa Jenis Ikan Air Laut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

halal itu telah jelas dan perkara yang haram itu telah jelas dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang masih samar yang tidak diketahui oleh sebagian besar orang,