• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Abad 19 merupakan permulaan abad modern. Disamping beragamnya peristiwa sejarah yang terjadi di berbagai belahan dunia, peristiwa di Mesir pun menjadi salah satu fokus perhatian dunia karena pada waktu itu rakyat Mesir mengalami perubahan dalam beberapa aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam hal ideologi negaranya. Paham sekuler menjadi perhatian saat itu.

Sekularisme bisa diartikan sebagai suatu faham yang sifatnya mengajak manusia untuk mengalihkan perhatiannya dari yang bersifat keagamaan atau kerohanian menuju ke fokus yang bersifat duniawi atau kebendaan.

Beberapa abad, sekulerisme berkembang dan masuk menelusup keseluruh sendi-sendi pemerintahan serta kehidupan masyarakat Mesir. Namun eksistensi suatu paham atau ideologi tidak akan mampu bertahan apalagi berkembang tanpa cara-cara atau langkah yang ditempuh guna memperkenalkannya kepada umat manusia. Sistem pendidikan ternyata menjadi salah satu metode yang ditempuh tokoh-tokoh sekularis dalam usahanya memperkenalkan paham yang mulanya dibawa oleh para tokoh Barat tersebut. Melalui cara inilah tokoh-tokoh sekuler seperti Muhammad Ali menerapkan sistem pendidikan sekuler dan mencoba merubah sistem pendidikan yang ada di Mesir - dahulu hanya fokus pada tataran keagamaan tanpa menerapkan metode pendidikan yang akan berimplikasi bagi berkembangnya sebuah masyarakat.

Sebagai langkah awal, Muhammad Ali membentuk kementerian pendidikan, kemudian ia mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan mempercayakan pengawasannya kepada orang Barat.1 Lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan saat itu diantaranya ialah sekolah militer (1815), sekolah teknik (1816), sekolah kedokteran (1827), sekolah apoteker (1829),

1 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.

133

(2)

sekolah pertambangan (1834), dan sekolah-sekolah lainnya. Tenaga pengajarnya didatangkan dari Eropa dengan menggunakan metode modern.2 Selain itu ia juga mengirimkan pelajar Mesir ke Italia, Perancis, Inggris, dan Austria.3 Dari usaha- usahanya itu muncul pemikir-pemikir sekuler, salah satunya adalah Al-Tahtawi.

Rifa’ah Badawi Rafi’ al- Tahtawi atau yang lebih dikenal sebagai al- Tahtawi sangat berperan dalam penerjemahan buku-buku Perancis ke dalam bahasa Arab. Setelah menyelesaikan sekolahnya di al-Azhar, ia dikirim Muhammad Ali sebagai imam dari pelajar-pelajar yang dikirimnya untuk belajar ke Perancis.4 Di Paris, ia belajar Bahasa Perancis, dalam waktu singkat ia dapat menguasainya. Banyak buku-buku Perancis yang telah ia terjemahkan.

Menurutnya, pembaca-pembaca Arab perlu mengetahui ilmu-ilmu pengetahuan Barat karena ilmu-ilmu tersebut telah membawa kemajuan di Barat. Dengan demikian ketika Islam berusaha untuk maju maka perlu mengadopsi ilmu Barat.5

Tokoh lain yang sejalan dengannya ialah Taha Husain. Ia berpendapat bahwa kemajuan Barat diperoleh ketika mereka sanggup melepaskan peradaban dari ikatan agama, dengan demikian Islam lebih mudah membawa peradaban Barat modern ke dunia Islam. Dengan mengambil peradaban Barat, umat Islam akan dapat menuju kemajuan dan kehidupan modern.6 Selain Al-Tahtawi dan Taha Husain masih banyak tokoh-tokoh lain yang berpaham sekuler.

Tidak bisa dipungkiri bahwa munculnya tokoh-tokoh seperti yang telah disebutkan di atas merupakan implikasi dari pendirian lembaga-lembaga pendidikan sekuler, serta usaha-usaha yang dilakukan Muhammad Ali untuk menjadikan Mesir sebagai bangsa yang maju. Kesemuanya itu tidak terlepas dari adanya kontak dengan Barat yang mampu membuka mata umat Islam akan

2 Soraya Rasyid, Sejarah Islam Abad Modern, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm.

20

3 Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI-Press, 1997), hlm. 98

4 Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm. 36

5 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:

PT Bulan Bintang, 1996), hlm. 35-36

6 Ibid, hlm. 78

(3)

ketertinggalannya. Kontak tersebut terjadi ketika Napoleon melakukan ekspedisi ke Mesir.

Pendaratan Napoleon di Alexandria pada tanggal 2 Juni 1798 serta jatuhnya kota tersebut ternyata menjadi awal sekulerisasi di Mesir. Sembilan hari setelah kedatangannya, Rasyid, suatu kota yang terletak di sebelah Timur Alexandria, jatuh pula. Pada tanggal 21 Juli tentara Napoleon sampai di daerah Piramid di dekat Kairo. Pertempuran terjadi di tempat itu dan Kaum Mamluk yang tidak mampu membendung kekuatan Napoleon, lari ke Kairo. Tetapi di sini mereka tidak mendapatkan sokongan dari rakyat Mesir, akhirnya mereka lari lagi ke Mesir sebelah selatan. Dalam jangka waktu tidak sampai tiga minggu, Napoleon telah dapat menguasai Mesir. Begitu mudahnya pasukan Napoleon menguasai Mesir melukiskan betapa kuatnya pasukan yang dibawa Napoleon, di sisi lain kekuatan Mesir tidak lebih maju jika dibandingkan Perancis.7

Tidak hanya sampai di situ, Napoleon berusaha menguasai daerah-daerah lainnya di Timur, namun usaha itu tidak berhasil. Sementara itu perkembangan politik di Perancis menghendaki kehadirannya di Paris. Pada tanggal 18 Agustus 1799, ia meninggalkan Mesir dan kembali ke tanah airnya. Ekspedisi yang dibawanya ia tinggalkan di bawah pimpinan Jendral Kleber.

Pada masa selanjutnya, beberapa peristiwa seperti penghancuran armada Perancis di Teluk Abi Qair (1799), tertahannya ekspedisi yang gagal di Akka (1799), dan kekalahan pada Pertempuran Iskandariyah (1801), menggagalkan ambisi Napoleon untuk menguasai dunia Timur dan kemudian berusaha mengevakuasi pasukan Perancis dari Mesir.8

Meskipun Napoleon telah mengevakuasi pasukannya, invasi Perancis dan pendudukan atas tanah kuno Mesir membawa perubahan besar terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Cara berpikir dan cara hidup yang berbeda datang bersamaan dengan rasa sakit yang harus dialami akibat sebuah pertemuan lintas budaya yang begitu intens.9

7Ibid., hlm. 29

8 Philip K. Hitti, History of the Arabs, Terjemahan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005), hlm. 924

9 Jeffrey Charles Burke, The Role of the 'Ulama during the French Rule of Egypt: 1798- 1801, Tesis, (Montreal: McGill University, 1992), hlm. 41

(4)

Bagaimanapun kedatangan Napoleon di Mesir pada tahun 1798 merupakan momentum penting dari perkembangan Islam. Kedatangannya tidak hanya membuka mata kaum muslim akan apa yang dicapai oleh peradaban Barat di bidang sains dan teknologi, tetapi juga menjadi awal berdirinya sekolah-sekolah sekuler yang menjadi salah satu media sekulerisasi Mesir pada masa selanjutnya.

Untuk itu penulis akan mengambil skripsi dengan judul “SEKULERISASI PENDIDIKAN DI MESIR: Studi Kasus Pendidikan Sekuler di Mesir Pasca Kedatangan Napoleon Bonaparte Abad 19”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pendidikan di Mesir sebelum Napoleon datang?

2. Apa dampak kedatangan Napoleon terhadap sistem pendidikan di Mesir?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian sejatinya merupakan pengungkapan rumusan sasaran pokok yang akan dikerjakan serta garis besar hasil yang hendak dicapai. Tujuan penelitian juga berhubungan secara fungsional dengan perumusan masalah yang dibuat secara spesifik, terbatas dan dapat diuji dengan hasil penelitian.10 Dengan demikian terdapat keterkaitan antara sasaran penelitian dan rumusan masalah dalam suatu penelitian.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan di Mesir sebelum kedatangan Napoleon

2. Untuk mengetahui dampak kedatangan Napoleon terhadap sistem pendidikan di Mesir

10 IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Pedoman Penulisan Proposal / Skripsi, (Cirebon: IAIN Sejati Press, 2014), hlm. 16

(5)

Adapun Manfaat dari Penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini adalah untuk sebuah pengembangan pengetahuan tentang suatu pemikiran dan suatu peristiwa.

2. Secara praktis, penelitian ini adalah untuk kegunaannya di masyarakat, baik masyarakat kampus maupun masyarakat luas.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penulis menyadari sudah banyak tulisan-tulisan yang membahas tentang sekulerisasi Mesir, namun dalam penelitian kali ini penulis lebih memfokuskan kepada pendidikan sekuler di Mesir pasca kedatangan Napoleon Bonaparte yang terjadi pada abad 19. Dimana pada awal abad tersebut banyak berdiri sekolah- sekolah sekuler, terutama pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasha (1805- 1848 M).

E. Kerangka Pemikiran

Pada abad 19, Mesir tengah berkembang dari masyarakat Islam menjadi masyarakat sekuler.11 Secara etimologis, istilah sekuler berasal dari bahasa latin saeculum yang mempunyai makna ganda, yakni “ruang” dan “waktu”. Istilah ruang merujuk pada pengertian “dunia” atau “duniawi”, sedangkan waktu merujuk pada pengertian sekarang atau kini. Kata sekuler berkembang menjadi sebuah istilah yang diartikan sebagai sesuatu yang bersifat duniawi atau kebendaan, bukan bersifat keagamaan atau kerohanian.12 Dari kata sekuler muncul istilah sekulerisasi yang antara lain mengandung arti “proses melepaskan diri dari ikatan keagamaan.” Sekulerisasi dapat juga diartikan sebagai pemisahan antara

11 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (jilid 2), Terjemahan oleh Ghufron A.

Mas’adi dari A History of Islamic Societies, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1999), hlm. 101

12 http://sakalamento.blogspot.com/2009/10/sekularisme.html?m=1, (diunduh tanggal 29 Oktober 2014, pukul 19.14 WIB)

(6)

urusan kenegaraan dengan urusan keagamaan atau pemisahan antara urusan duniawi dan ukhrawi (akhirat).13

Konsep sekulerisasi didasarkan pada asumsi umum bahwa dengan berkembangnya modernisasi dan perkembangan politik, maka agama akan kehilangan daya tarik dan pengaruhnya atas manusia modern. Pada dasarnya suatu masyarakat yang melakukan modernisasi akan mengalami differensiasi dalam struktur politik dan pemerintahan, yakni perubahan nilai-nilai ke arah ekualitas di antara para warga masyarakat dalam hal partisipasi politik dan kesempatan ekonomi serta mengalami peningkatan kapasitas untuk menggerakkan perubahan sosial dan ekonomi. Dengan kata lain, negara yang melakukan modernisasi mau tidak mau akan mengalami sekulerisasi dengan sendirinya. Modernisasi dan sekulerisasi bagaikan dua sisi dari satu mata uang yang sama.14

Dalam dunia Islam pernah ada “sekulerisasi” versi lain, yakni ketika kekuasaan dibagi menjadi dua kawasan. Kawasan pertama dikuasai sepenuhnya oleh para penguasa negara, dimana seluruh aturan permainan di kawasan ini dibuat berdasarkan “firman” (peraturan-peraturan politik) yang lepas dari tuntunan wahyu. Sedangkan kawasan kedua dikuasai oleh para ulama yang ingin mengeluarkan “fatwa” (fatwa-fatwa keagamaan dalam arti sempit). Akibat pemilahan seperti ini timbul tradisi bahwa sang sultan atau penguasa berhak mengeluarkan putusan-putusan politik sesuai dengan wawasan pribadi dan kepentingannya. Pada gilirannya, khilafat, mamlakat, sultanat dan amirat dalam sejarah Islam tidak lagi mencerminkan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam di bidang politik – pemerintahan.15

Sama halnya ketika Muhammad Ali berkuasa di Mesir. Sadar atau tidak pemerintahannya didasarkan pada konsep-konsep sekuler yang kemudian tersebar luas melalaui lembaga pendidikan yang ia dirikan.

Lembaga pendidikan adalah suatu badan yang berusaha mengelola dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial, kebudayaan, keagamaan, penelitian keterampilan dan keahlian, yakni dalam hal pendidikan intelektual, spiritual, serta

13 Ibid

14Amien Rais, Kata Pengantar, dalam Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah- Masalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1995), hlm. xvi

15Ibid, hlm. xxiii - xxiv

(7)

keahlian atau keterampilan. Sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-prasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan pendidikan.16

Salah satu fungsi lembaga pendidikan ialah sebagai transmisi nilai atau ideologi.17 Hal itulah yang kemudian dimanfaatkan Muhammad Ali untuk memperkuat kekuasaannya. Ia sadar bahwa yang menjadi dasar kekuasaan adalah kestabilan militer yang kuat, dan bermaksud membentuk angkatan darat yang modern. Ia ingin mengubah negara secara keseluruhan, dan semuanya itu hanya bisa diwujudkan dalam kerangka kerja ekonomi, masyarakat, dan pemerintahan yang modern. Untuk itu, ia memusatkan perhatian pada pendidikan dengan jalan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang belum pernah ada sebelumnya dengan metode-metode Barat. Dari sekolah sekolah-tersebut ia mulai memasukkan nilai-nilai sekuler yang menurutnya dapat memperkuat kekuasaan serta menjadikan Mesir lebih maju.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini tentunya tidak terlepas dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam kaitannya dengan tinjauan pustaka yang berkenaan langsung dengan kajian ini, penulis menemukan beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan, diantaranya adalah sebagai berikut.

The Role of the 'Ulama during the French Rule of Egypt: 1798-1801 (Jeffrey Charles Burke: 1992). Ini merupakan tesis yang ditulis oleh mahasiswa McGill University. Tesis ini mencoba mengungkap tentang peran yang dilakukan ulama Mesir pada saat pendudukan Perancis. Awalnya membahas posisi sosial ulama pada awal abad ke-18 kemudian di akhir pembahasannya berisi tentang penentangan ulama terhadap Napoleon Bonaparte.

16 http://kangmahfudz.blog.com/2013/11/21/fungsi-dan-peran-lembaga-pendidikan/, (diunduh tanggal 29 Oktober 2014, pukul 19.03 WIB)

17Ibid

(8)

Muhammad Ali Pasha dan al-Azhar: Kajian tentang Pengaruh Pembaharuan di Mesir terhadap Modernisasi Pendidikan al-Azhar (Yuli Emma Handayani: 2011). Merupakan skripsi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di dalamnya membahas tentang perkembangan al-Azhar sejak masa berdirinya, sampai berlangsungnya modernisasi yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasha. Dibahas pula tentang tokoh-tokoh pembaharu pendidikan yang mengubah sistem pendidikan di al-Azhar pada masa itu.

The Napoleonic Egyptian Scientific Expedition and the Nineteenth Century Survey Museum (Erin A Peters, 2009). Ini merupakan tesis yang ditulis oleh mahasiswa Seton Hall University. Tesis ini membahas tentang ekspedisi ilmiah Napoleon ke Mesir yang berkaitan dengan barang-barang koleksi museum yang ada di Inggris pada abad ke-19. Sedikit banyaknya, tesis ini telah memberikan gambaran bagaimana Napoleon datang ke Mesir dengan para sarjana yang dibawanya, untuk memepelajari lebih dalam tentang Mesir dengan jalan mendirikan Institute d’ Egypte sebagai salah satu prasarananya. Ini merupakan bahan yang diperlukan penulis untuk menulis bab III.

Some Aspect of Induced Development in Egypt under Muhammad Ali Pasha and Khedive Ismail (Derek James Overton,1971). Tesis mahasiswa University of British Columbia. Tesis ini membahas tentang Mesir ketika berada di bawah kekuasaan Muhammad Ali Pasha (1805-1848), dan Khedive Ismail (1863-1879), terutama terkait banyaknya masalah yang dihadapi sehingga menjadi penghalangan reformasi terlaksana dengan baik. Salah satu bahasannya ialah mengenai pendidikan pada masa Muhammad Ali Pasha yang penulis butuhkan sebagai bahan penulisan bab IV.

G. Metode Penelitian

Dalam hal ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah. Metode penelitian ini bertumpu pada 4 tahapan penelitian, yakni pengumpulan sumber (heuristik), verifikasi (kritik sejarah), interpretasi dan historiografi.18

18 Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 54

(9)

1. Heuristik (pengumpulan sumber)

Heuristik yaitu tahapan awal dalam penelitian, untuk menemukan dan menghimpun sumber informasi yang diperlukan, jejak masa lampau atau bisa dikatakan sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data- data, atau materi sejarah dan evidensi sejarah.19 Dalam pelaksanaannya prosedur yang harus ditempuh adalah berusaha mendapatkan sumber yang memiliki kredibilitas (kesahihan) tinggi.20 Dengan menggunakan studi pustaka (study literature), disini penulis berusaha mencari dan mengumpulkan sumber- sumber data tertulis yang terdapat di dalam perpustakaan dan dosen-dosen terkait yang memiliki buku-buku terkait masalah Islam kawasan, terutama yang berkaitan dengan sejarah Sekulerisasi Pendidikan di Mesir: Studi Kasus Pendidikan Sekuler di Mesir pasca Kedatangan Napoleon Bonaparte Abad 19.

Dalam tahap ini penulis mengumpulkan beberapa sumber yang berkenaan dengan penelitian. Sumber-sumber tersebut berupa buku-buku yang didapatkan dari perpustakaan-perpustakaan yang ada di Kota Cirebon.

Diantaranya ialah Perpustakaan IAIN Syekh Nurjati, Perpustakaan 400, dan Perpustakaan Sumber. Selain dari beberapa perpustakan di Kota Cirebon, penulis juga mencari buku-buku di beberapa perpustakaan yang ada di Jakarta, diantaranya ialah Perpustakaan UIN Syarif hidayatullah Jakarta, dan Perpustakan Nasional Republik Indonesia yang ada di Salemba. Beberapa sumber didapat dari dosen-dosen Jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dan sebagian lainnya penulis dapatkan dari searching internet. Langkah selanjutnya dilakukan klasifikasi pengelompokan dari sumber-sumber yang telah diperoleh.

2. Verifikasi

Tahapan kritik atau bisa dikatakan juga tahapan analisa yaitu tahapan dimana setelah data-data yang sudah terkumpul, maka diadakan penyeleksian terhadap data-data tersebut dan diperoleh data yang otentik kredibel. Kritik sumber sejarah (historical criticism) ini merupakan suatu metode untuk menilai

19 Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 67.

20 Aminudin Kasdi, Memahami Sejarah. (Surabaya: Unesa University Press, 2008), hlm. 25

(10)

sumber yang dibutuhkan dalam penulisan sejarah.21 Tahap kritik ini dilakukan baik melalui kritik intern maupun kritik ekstern. Dalam pelaksanaannya kritik ekstern ini lebih menitikberatkan terhadap orisinalitas bahan yang dipakai membuat dokumen, sedangkan kritik intern lebih mempertimbangkan kebenaran isi sumber atau dokumen. Dalam tahap kritik sumber dan verifikasi ini penulis berusaha melakukan penelaahan ulang terhadap buku-buku dan sumber-sumber terkait yang dijadikan sumber rujukan dalam penulisan penelitian ini.

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran sejarah dikenal dengan analisis sejarah, dalam arti kata “menguraikan”. Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah. Bersama dengan teori-teori disusunlah fakta itu kedalam satu interpretasi yang menyeluruh. Penafsiran yang dihasilkan berusaha menghubungkan fakta-fakta yang telah diperoleh, sehingga menjadi kronologi sejarah yang logis.22 Dalam tahap ini, dihubungkanlah berbagai fakta-fakta sejarah yang telah ditemukan dari beragam referensi yang ada. Kemudian dilakukan analisis melalui proses perbandingan dengan referensi yang lain terkait fakta sejarah yang diketemukan. Hal tersebut agar dapat menghasilkan tulisan sejarah yang kronologis dan tersusun sesuai dengan penelaahan waktu kejadian peristiwa sejarah tersebut.

4. Historiografi

Historiografi merupakan fase terakhir dalam metode sejarah. Historiografi ini merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil dari penelitian sejarah yang telah dilakukan. Langkah ini menitikberatkan kepada hasil-hasil ketiga tahapan di atas. Dengan mengungkapkan dan memaparkan sumber- sumber sejarah yang diperoleh, maka disajikanlah data tersebut secara tertulis

21Ibid, hlm. 27.

22 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997), hlm. 100

(11)

sebagai kisah atau cerita sejarah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Paul Peyne dan Tosh yang dikutip oleh Helius Sjamsuddin yang mengatakan bahwa menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual dan ini suatu cara utama untuk memahami sejarah.23 Dengan demikian, dari tahap inilah signifikansi semua fakta sejarah yang diuraikan dapat diketahui hubungannya satu sama lain.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mendapat gambaran secara terperinci, maka penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan dengan sub pokok bahasan: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II membahas Kondisi Pendidikan di Mesir Sebelum Napoleon, dengan sub bahasan: Gambaran Umum Pendidikan di Mesir, dan Kondisi Pendidikan di Mesir pada Masa Turki Usmani.

Bab III berisi tentang Konsep Pendidikan Napoleon di Mesir, dengan sub pokok bahasan: Proses Kedatangan Napoleon ke Mesir, Ide-ide Napoleon tentang Pendidikan, dan Reaksi Masyarakat Mesir terhadap Ide Pendidikan Napoleon.

Bab IV membahas tentang Pendidikan di Mesir pasca kedatangan Napoleon, dengan sub bahasan: Kebijakan pemerintah tentang Pendidikan pasca Napoleon, dan Bentuk-Bentuk Pendidikan di Mesir Pasca Napoleon.

Bab V merupakan penutup dengan sub pokok: kesimpulan dan saran.

23 Helius Sjamsuddin. Metodologi Sejarah, op.cit., hlm.156.

Referensi

Dokumen terkait

Atas dasar itu kami panitia berniat membangunan Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah “Al-Mu’awanah” sebagai bahan untuk menjaga merosotnya etika akidah, dan juga

•  HPI adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stesel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan

Pengertian adab menurut bahasa ialah kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, akhlak. Menurut istilah, adab ialah: “suatu ibarat tentang pengetahuan yang dapat menjaga diri

(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,

[r]

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan