• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Daerah Penyelidikan termasuk kedalam Peta Geologi Lembar Solok skala 1:

250.000 (Rosidi dkk., 1996). Berdasarkan pada peta geologi regional ini (Gambar 2.1), maka batuan penyusun daerah penyelidikan terdiri atas formasi berumur pra- Tersier – Kuarter. Daerah penelitian tersusun atas 4 formasi batuan yaitu formasi barisan (Pb dan Pbl), batuan granitan (Kgr), batuan gunungapi oligo-mio (Tomp) dan alluvium (Qal).

Formasi Barisan (Pb, Pbl) berumur Perm tersusun atas batugamping, meta-sedimen dan batuan metamorf. Terdapat pula urat kuarsa sulfida magmatik pembawa mineral berharga Batuan granitan (Kgr) berumur Mesozoikum akhir (kapur) tersusun atas batuan granit sampai granodiorit dengan bintik mineral mafik. Batuan ini diasumsikan sebagai intrusi berbentuk stock yang menerobos formasi barisan (batuan sebelumnya).

Batuan gunungapi oligo-mio tersusun atas batuan gunungapi dan sedikit batuan sedimen diantaranya lava, breksi, breksi tuf, ignimbrite, tuf hablur, tuf sela kebanyakan bersusunan andesitan – dasitan. Disebut juga sebagai formasi Painan.

Alluvium (Qal) berumur Quarter terdiri atas lanau, pasir, kerikil. Formasi ini yang tampak pada permukaan saat ini.

Menurut Hamilton (1979) Tektonik Sumatra dipengaruhi oleh interaksi konvergen antara dua lempeng yang berbeda jenis. Arah gerak kedua lempeng terhadap jalur subduksi membentuk sudut lancip sehingga pembentukan struktur geologi di Pulau Sumatra didominasi oleh sesar-sesar mendatar dekstral (righthanded wrench fault).

Hubungan struktur geologi satu terhadap lainnya selain mengontrol sebaran batuan di permukaan juga menjadikan daerah ini cukup kompleks secara tektonik.

(2)

5

Terbentuknya sejumlah struktur sesar yang cukup rapat ternyata diikuti oleh aktifitas magmatik yang menghasilkan tubuh-tubuh intrusi batuan beku.

Aktifitas magmatik inilah yang membawa cebakan mineral bijih. Seluruh batuan penyusun di daerah penyelidikan telah mengalami deformasi yang kuat. Produk tektonik di daerah penyelidikan berupa struktur lipatan, kekar dan sesar.

Pembentukan kedua jenis struktur geologi tersebut tidak terlepas dari pengaruh aktifitas tumbukan lempeng yang menyerong antara Lempeng Eurasia yang berada di Utara dengan Lempeng India-Australia.

Akibat tumbukan lempeng ini terbentuk jalur subduksi yang sekarang posisinya berada di lepas pantai Barat Sumatra, sedangkan di daratan sumatra terbentuk daerah tinggian yang menyebabkan batuan tua tersingkap di permukaan. Pola struktur lipatan dan umumnya berarah Barat Laut-Tenggara yang terbentuk sejak Pra-Tersier hingga Kuarter. Jenis dan kedudukan struktur geologi ini selanjutnya mempengaruhi pola sebaran batuan/formasi di permukaan.

Gambar 2.1 Peta Geologi Lembar Solok, Sumatera (OneSearch)

(3)

6 2.2 Geologi Daerah Penelitian

Daerah panas bumi Sumani terletak pada zona sesar besar Sumatera yang membentuk suatu zona depresi di bagian tengah daerah survei yang dibatasi oleh sesar-sesar berarah Barat Laut-Tenggara. Daerah ini terbentuk suatu kompleks gunungapi dengan produknya berupa batuan piroklastik dan lava dengan komposisi andesit-basaltik. Morfologinya terdiri dari satuan morfologi perbukitan vulkanik, morfologi perbukitan non vulkanik, dan morfologi pedataran.

Batuan tertua yang tersingkap adalah batuan meta batu gamping berumur Perm- Karbon yang merupakan batuan malihan dari batu gamping terumbu. Pada awal Trias terjadi lagi proses pemalihan yang mengakibatkan terbentuknya batuan di sebelah Timur zona depresi yang kemunculannya dikontrol oleh struktur sesar berarah Barat Laut-Tenggara. Pada akhir Trias terjadi aktivitas magmatik yang mengakibatkan munculnya batuan terobosan granit yang menerobos satuan batuan lain yang lebih tua. Penyebaran batuan granit ini cukup luas di sebelah Timur daerah survei dan diperkirakan merupakan suatu tubuh batolit (Gambar 2.2). Aktivitas magmatik ini kembali terjadi pada Kala Miosen yang ditandai dengan munculnya batuan terobosan andesit yang diperkirakan berbentuk retasretas atau dike.

Gambar 2.2 Peta Geologi Daerah Penelitian (PSDG)

(4)

7 2.3 Sistem Panas Bumi

Menurut Firdaus dkk., (2014) Proses terbentuknya sistem panas bumi sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas (Gambar 2.3).

Gambar 2. 3 Sistem Panas Bumi (blog.ub.ac.id)

Hochstein dan Browne (2000) mengkategorikan sistem panas bumi menjadi tiga yaitu sistem hidrotermal, volkanik, dan vulkanik-hidrotermal.

a. Sistem hidrotermal, merupakan proses transfer panas dari sumber panas ke permukaan secara konveksi, daerah rembesan berfasa cair dilengkapi air meteorik yang berasal dari daerah resapan.

b. Sistem vulkanik, merupakan proses transfer panas dari magma chamber ke permukaan yang melibatkan konveksi fluida magma.

c. Sistem vulkanik-hidrotermal, merupakan kombinasi dua sistem di atas, yang diwakili dengan air magmatik yang naik kemudian bercampur dengan air meteorik.

(5)

8

Menurut Hocstein (2000) temperatur suatu sistem panas bumi diklasifikasikan menjadi tiga:

1. Tinggi (lebih besar dari 225ºC) 2. Sedang (1250C hingga 225ºC) 3. Rendah (lebih kecil dari 125ºC)

2.3.1 Karakteristik Panas Bumi

Ramah terhadap lingkungan menjadi salah satu karakteristik energi panas bumi yang harus digarisbawahi. Energi panas bumi bersifat ramah terhadap lingkungan, tidak hanya dalam aspek produksi tetapi juga aspek penggunaan, sehingga dampaknya berperan positif pada setiap sumber daya. Pada saat menjalankan proses pengembangan dan pembuatan, tenaga panas bumi sepenuhnya bebas dari emisi.

Tidak ada karbon yang digunakan untuk produksi, kemudian seluruh prosedur juga telah bebas dari sulfur yang umumnya telah dibuang dari proses lainnya yang dilakukan. Penggunaan energi panas bumi memang tidak akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karenanya efek dari pemanasan global yang disebabkan oleh emisi dari bahan-bahan minyak akan berkurang. Dalam penggunaannya sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi tidak akan dibutuhkan bahan bakar minyak yang bisa menyebabkan polusi udara. Adapun karakteristik umum energi panas bumi antara lain sebagai berikut:

1. Sumber energi bersih, ramah lingkungan, dan sustainable.

2. Tidak dapat diekspor, hanya dapat digunakan untuk konsumsi dalam negeri (indigenous).

3. Bebas dari risiko kenaikan (fluktuasi) bahan bakar fosil.

4. Tidak tergantung cuaca, supplier, dan ketersediaan fasilitas pengangkutan dan bongkar muat dalam pasokan bahan bakar.

5. Tidak memerlukan lahan yang luas.

Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2017 tentang panas bumi merupakan energi ramah lingkungan yang potensinya besar dan pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu didorong dan ditingkatkan secara terencana dan terintegrasi guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

(6)

9 2.4 Prinsip Dasar Metode Magnetik

Gaya magnetik adalah gaya tarik menarik atau tolak menolak pada dua muatan magnetik. Charles Augustin de Coulomb pada tahun 1785 menyatakan bahwa gaya magnetik berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara dua muatan magnetik, yang persamaannya mirip seperti hukum gaya gravitasi Newton.

Dengan demikian, apabila dua buah kutub P1 dan P2 dari monopole magnetik yang berlainan terpisah pada jarak 𝑟, maka persamaan gaya magnetik dinyatakan seperti berikut:

𝐹̅ = 1 𝜇0

𝑃1𝑃2 𝑟2 𝑟̂

Dimana:

𝐹̅ = Gaya Coloumb (N)

𝑟 = Jarak antara kutub P2 dan P1 (m) 𝑟̂ = Vektor satuan

𝑃1 dan 𝑃2= Banyaknya muatan magnet pada 2 kutub.

𝜇0= Permeabilitas medium sekitar (dalam ruang hampa besarnya = 1)

2.4.1 Kuat Medan Magnetik

Kuat medan magnet adalah besarnya medan magnet pada suatu titik dalam ruang yang timbul sebagai akibat sebuah kutub yang berada sejauh r dari titik tersebut.

Kuat medan magnet pada suatu titik yang berjarak r dari m didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai:

𝐻⃑⃑ = 𝑚 𝜇𝑟2𝑟̂

Dimana:

𝐻⃑⃑ = Kuat medan magnet

𝑚 = Kutub khayal yang diukur oleh alat (m) 𝑟̂ = Vektor posisi jarak

𝑟 = Jarak (m)

(2.1)

(2.2)

(7)

10 2.4.2 Suseptibilitas Magnetik

Nilai suseptibilitas (X) merupakan nilai yang menyatakan kemampuan suatu benda atau batuan untuk dapat termagnetisasi. Dapat dinyatakan pada persamaan berikut:

𝑋 =𝑀 𝐻 Dimana:

𝑋 = Susepbilitas batuan 𝑀 = Intensitas magnet 𝐻 = Kuat medan magnet

2.4.3 Intensitas Magnet

Bila suatu tubuh magnetik terletak dalam suatu medan magnetik eksternal, tubuh magnetik tersebut akan menjadi termagnetisasi oleh induksi. Intensitas dan arah magnetisasi/ kemagnetan tubuh magnetik tersebut adalah sebanding dengan kuat dan arah medan magnetik yang menginduksi. Intensitas kemagnetan didefinisikan sebagai momen magnet persatuan volume.

𝐼̅ =𝑀̅ 𝑣 Dimana:

𝐼̅ = Intensitas kemagnetan (Am-1) 𝑀̅ = Momen Magnetik (mC) 𝑣 = Volume (m3)

2.4.4 Induksi Magnet

Medan magnet yang terukur oleh magnetometer adalah medan magnet induksi, termasuk efek magnetisasinya, yang diberikan oleh persamaan (Telford, 1990).

𝐵⃑ = 𝜇0(𝐻⃑⃑ + 𝑀⃑⃑ ) 𝐵⃑ = 𝜇0(𝐻⃑⃑ + 𝑘⃑ 𝐻)

𝐵⃑ = 𝜇0(1 + 𝑘)𝐻⃑⃑

Dimana:

𝜇 = 𝜇0(1 + 𝑘) 𝐵⃑ = 𝜇𝐻⃑⃑

(2.3)

(2.4)

(2.5) (2.6) (2.7)

(2.8) (2.9)

(8)

11

Satuan SI untuk 𝐵⃑ adalah tesla yang besarnya adalah 1 newton / amperemeter = 1 Wb/m2 (Telford, 1990).

2.5 Anomali Medan Magnetik

Anomali magnetik merupakan medan magnetik yang bersumber dari sebaran benda atau batuan bawah permukaan bumi yang termagnetisasi. Dalam proses penyelidikan medan magnet, pada dasarnya dilakukan dengan mengukur besaran magnet bumi yang ditimbulkan oleh berbagai sumber, baik pengaruh dari luar bumi maupun dari dalam bumi Telford (1990). Medan magnet anomali disebut juga medan magnet lokal. Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral magnetik seperti magnetit, titanomagnetit, dan lain-lain yang berada di kerak bumi. Anomali medan magnet merupakan nilai dari hasil perhitungan medan magnet total dengan medan magnet IGRF (International Geomagnetic Reference Field). Nilai medan magnet total yaitu 𝐻 dalam satuan nT dan nilai medan magnet IGRF yaitu 𝐹 dalam nT. Nilai anomali medan magnet ∆𝐻 << | 𝐻 | dimana 𝐻 dan 𝐹 memiliki arah yang sama, maka dapat dituliskan seperti pada persamaan berikut (Blakely, 1996).

∆𝐻 = |𝐻| − |𝐹|

Apabila terdapat sumber magnet luar, maka ∆𝐹 merupakan simpangan dari 𝐹 dalam nT. Oleh karena itu, nilai anomali medan magnet dirumuskan oleh persamaan berikut (Blakely, 1996).

∆𝐻 = 𝐻 − ∆𝐹 − 𝐹

Dengan 𝐻 merupakan nilai medan magnet total dalam nT, ∆𝐹 merupakn nilai variasi dalam nT dan 𝐹 merupakan nilai IGRF dalam nT.

2.6 Korelasi Medan Magnetik

Untuk mendapatkan hasil anomali magnetik, yaitu dengan cara melakukan beberapa koreksi yaitu melakukan koreksi harian dan koreksi IGRF.

A. Koreksi Harian

Koreksi harian dilakukan untuk mengurangi pengaruh dari luar akibat adanya medan eksternal terkait sumber di luar bumi. Medan eksternal ini berasal dari aktivitas ionosfer serta terkait dengan radiasi matahari. Karena hal tersebut, medan (2.10)

(2.11)

(9)

12

magnet bumi akan terganggu akibat aktivitas di atmosfer. Radiasi matahari mencapai puncaknya pada siang hari, setelah itu akan mengalami penurunan kembali (Dentith dan Mudge, 2014).

B. Koreksi IGRF (International Geomagnetic reference Field)

IGRF merupakan pemodelan matematis dari medan magnet utama bumi yang digunakan dengan luas dalam studi interior bumi, ionosfer, kerak bumi, dan magnetosphere-nya. IGRF pertama kali diperkenalkan oleh Association of Geomagnetism and Aeronomy pada tahun 1968. Nilai IGRF diperbaharui lima tahun sekali. Pembaharuan tersebut dilakukan karena adanya perubahan medan magnet bumi terhadap waktu. Nilai IGRF tersebut didapatkan dari kombinasi model medan magnet bumi yang didapatkan dari lembaga-lembaga di dunia yang mengumpulkan dan memberikan data medan magnet dari satelit maupun dari observatorium di seluruh dunia.

2.7 Reduce to Pole (Reduksi ke Kutub)

Proses transformasi reduksi ke kutub atau Reduce to Pole (RTP) merupakan tahapan yang digunakan untuk menyederhanakan interpretasi data magnet. Proses ini dapat mengurangi satu tahapan kompleks dalam interpretasi, dimana anomali medan magnet dapat menunjukkan secara langsung posisi objek penelitian. Proses transformasi ini dilakukan dengan mengubah arah magnetisasi dan medan utama ke arah vertikal. Persamaan yang menunjukkan hubungan antara medan potensial f dan distribusi material sumber s ditunjukkan pada persamaan berikut: (Blakely., 1996).

𝑓(𝑃) = ∫ 𝑅 𝑆 (𝑄)𝜓(𝑃, 𝑄)𝑑𝑣

Dimana 𝑅 adalah material sumber, 𝑃 adalah titik observasi, 𝑄 adalah titik distribusi, dan 𝜓 (𝑃, 𝑄) adalah fungsi green. Terdapat hubungan umum dalam domain fourier anomali magnet yang diukur pada permukaan horizontal dan distribusi sumber penyebab yang terletak sepenuhnya di bawah permukaan. Berdasarkan Blakely (1996) Persamaan reduksi ke kutub ditunjukan pada persamaan berikut:

𝐹[𝜓𝑡] = 𝜃𝑚 𝜃𝑓 𝜃𝑚 𝜃 𝑓

(2.12)

(2.13)

(10)

13

Dimana [𝜓t] adalah hasil reduksi ke kutub, 𝛳𝑚 adalah fungsi kompleks yang tergantung pada orientasi dipol, 𝛳𝑓 adalah fungsi kompleks yang tergantung pada medan sekitar.

Dalam ilmu geofisika, sesar atau patahan adalah fraktur planar atau diskontinuitas dalam volume batuan. Dimana telah ada perpindahan signifikan sebagai akibat dari gerakan massa batuan. Sesar berukuran besar di kerak bumi merupakan hasil dari aksi gaya lempeng tektonik yang membentuk batas-batas antara lempeng seperti zona subduksi atau sesar transform. Sesar terjadi Ketika batuan mengalami tekanan dan suhu yang rendah sehingga sifatnya menjadi rapuh. Berdasarkan arah pelepasannya, sesar digolongkan menjadi tiga, yaitu: sesar mendatar (strike-slip), sesar menaik turun (dip-slip), dan sesar miring (oblique-slip).

Suseptibilitas magnetik batuan merupakan tingkat kemagnetan suatu benda untuk termagnetisasi, pada umumnya berkaitan dengan kandungan mineral dan oksida besi. Semakin besar kandungan mineral magnetik di dalam batuan makan akan semakin besar nilai suseptibilitasnya. Adapun nilai suseptibilitas batuan terdapat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai Suseptibilitas Batuan

Batuan/Mineral Massa Jenis

(103kg m-3)

Suseptibilitas magnetik Tc

(oC) Volume (k)

(10-6 SI)

Massa () (10-8 m3 kg-1) Batuan Beku

Andesit 2,61 170.000 6.500

Basalt 2,99 250-180.000 8.4-6.100

Diaorite 2,85 630-130.000 22-4.400

Gabbro 3,03 1.000-90.000 24-30.000

Granite 2,64 0-50.000 0-1.900

Batuan Beku Asam (rata-rata) 2,61 38-82.000 1,4-3.100 Baruan Beku Basa (rata-rata) 2,79 550-120.000 20-4.400 Batuan Sedimen

Lempung 1,70 170-250

(11)

14

Batu Bara 1,35 25 1,9

Gamping 2,11 2-25.000 0,1-1.200

Batu Pasir 2,24 0-20.900 0-93

Batu Sedimen (rata-rata) 2,19 0-50.000 0-2.000 Batuan Malihan

Amphibolite 2,96 750 25

Gneiss 2,80 0-25.000 0-900

Quartzite 2,60 4.400 170

Schist 2,60 26-3.600 1-110

Slate 2,79 0-35.000 0-1.400

Batuan Malihan (rata-rata) 2,76 0-73.000 0-2.600

2.8 Butterworth Filter

Filter Butterworth merupakan salah satu metode desain filter klasik yang paling banyak digunakan (Paarmann, 2003). Berdasarkan penelitian Laghari dkk., (2014), filter Butterworth memiliki respon amplitudo passband yang hampir datar (maximally flat) dan tidak memiliki riak sehingga relatif lebih baik dari pada filter Chebyshev dan Elliptic yang juga termasuk desain filter yang umum digunakan.

Magnitudo dari fungsi transfer desain filter Butterworth lowpass dalam domain frekuensi dapat dirumuskan sesuai persamaan berikut (Paarmann, 2003) :

|𝐻𝐵(𝑗𝜔)| = 1

√1 + (𝜔 𝜔𝑐)2𝑁 Keterangan :

𝜔 = Frekuensi sudut 𝜔𝑐 = Frekuensi pojok 𝑁 = Orde filter 𝑗 = √−1

2.9 Second Vertical Derivative (SVD)

Second Vertical Derivative (SVD) adalah pemisahan anomali yang hasilnya merupakan anomali residual. Second Vertical Derivative (SVD) didapatkan dari hasil penurunan persamaan Laplace:

(2.14)

(2.15)

(2.16)

(12)

15

𝛁𝟐𝑯= 𝟎

𝛁𝟐𝑯=𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒙𝟐 +𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒚𝟐 +𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒛𝟐 Sehingga,

𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒙𝟐 +𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒚𝟐 +𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒛𝟐 = 𝟎

𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒛𝟐 = − [𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒙𝟐 +𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒚𝟐 ] Untuk Penampang 1D persamaannya menjadi:

𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒛𝟐 = − [𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒙𝟐 ]

Dari persamanaan di atas terlihat bahwa second vertical derivative suatu anomali gaya berat merupakan negative dari turunan orde 2 horizontalnya, dalam hal ini berarti dapat ditentukan melalui turunan orde 2, yaitu:

∆"𝑯 =

𝑯𝒊− 𝑯𝒊−𝟏

∆𝒙 −𝑯𝒊+𝟏− 𝑯𝒊

∆𝒚

∆𝒙𝟐 Sehingga,

∆"𝑯 =𝑯𝒊+𝟏− 𝟐𝑯𝒊+ 𝑯𝒊−𝟏

∆𝒙𝟐

Anomali yang diakibatkan oleh terdapatnya suatu stuktur cekungan wajib mempunyai nilai absolut minimum SVD yang selalu lebih besar daripada nilai absolut maksimalnya. Sebaliknya anomali yang diakibatkan oleh struktur intrusi berlaku kebalikannya yaitu, nilai absolut minimalnya akan lebih kecil dari harga maksimalnya.

Bott (1962) menyatakan di dalam karyanya bahwa:

1. Untuk jenis patahan naik (𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒛𝟐 )

𝒎𝒂𝒌𝒔

< |(𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒙𝟐 )|

𝒎𝒊𝒏

2. Untuk jenis patahan turun (𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒛𝟐 )

𝒎𝒂𝒌𝒔

> |(𝝏𝟐(∆𝑯)

𝝏𝒙𝟐 )|

𝒎𝒊𝒏

(2.17)

(2.18)

(2.19)

(2.20)

(2.21)

(2.22)

(13)

16

Pada Gambar 2.4 terdapat beberapa operator filter SVD yang merupakan hasil perhitungan oleh Henderson dan Zeits, Elkins, dan Rosenbach.

Gambar 2. 4 Operator Filter Second Vertical Derivative

2.10 Forward Modeling

Pemodelan ke depan adalah pembuatan model melalui pendekatan berdasarkan geologi, medan magnet pengamatan dan medan magnet teori (IGRF) serta medan magnet harian, sehingga dapat dilakukan interpretasi berupa pemodelan bawah pemukaan. Dalam interpretasi geofisika dicari suatu model yang menghasilkan respon yang cocok dengan data pengamatan. Dengan demikian, model tersebut dianggap mewakili kondisi bawah permukaan. Pemodelan ke depan (forward modeling) data magnetik dilakukan dengan membuat benda anomali dengan geometri dan harga kemagnetan tertentu. Untuk memperoleh data, kesesuaian antara data teoritis (respon model) dengan data lapangan dapat dilakukan dengan proses coba-coba (trial and error) dengan mengubah harga parameter model (Grandis, 2009).

(14)

17

2.11 Penelitian Sumber Panas Bumi Pada Daerah Sumani, Solok, Sumatera Barat

Penelitian telah dilakukan di Sumani, Solok, Sumatera Barat oleh A. Zarkasyi dkk., (2011) didapatkan bahwa sistem panas bumi di Sumani terbentuk dengan adanya panas dari sisa panas (dapur magma) yang muncul akibat aktivitas vulkanik terakhir komplek Tinjau Laut. Aktivitas ini membentuk kerucut lava Gajah Dubalang dan lava Cubadak yang muncul di sebelah Utara Bukit Tinjau Laut. Sisa panas dari aktivitas vulkanik komplek Tinjau Laut ini menopang aktivitas sistem panas bumi sehingga terbentuknya reservoir di daerah panas bumi Sumani. Sistem panas bumi daerah Sumani termasuk ke dalam tipe vulkanik kompleks gunungapi.

Temperatur reservoir diperkirakan sekitar 190℃ yang termasuk tipe sistem panas bumi bertemperatur sedang. Konsentrasi Hg tanah relatif tinggi mendukung posisi zona upflow daerah Sumani yang ada di sekitar manifestasi air panas Padang Belimbing memanjang ke arah Barat Daya, sedangkan konsentrasi CO2 udara tanah tidak menunjukkan adanya anomali yang berarti.

Area prospek panas bumi Sumani berada di sekitar manifestasi panas bumi Padang Belimbing, Tanjung Bingkuang, dan Lubuk Jange. Area prospek ini dideliniasi oleh hasil metode geologi (pola struktur geologi dan zona kerapatan kelurusan struktur tinggi), geokimia (anomali Hg tinggi), dan geofisika (tahanan jenis rendah, anomali Bouguer tinggi, zona demagnetisasi) dengan luas kurang lebih 20 km².

Dengan temperatur reservoir sekitar 190℃, potensi energi panas bumi di Sumani sebesar kurang lebih 100 MWe memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik dan pemanfatan langsung, dengan mempertimbangkan peluang dan hambatan pengembangan daerah tersebut

Referensi

Dokumen terkait

Konversi dari energi listrik menjadi energi mekanik (motor) maupun sebaliknya berlangsung melalui medan magnet, dengan demikian medan magnet disini selain berfungsi sebagai

Medan magnet yang tinggi akan dapat menyebabkan sebuah beban dalam kumparan kerja tersebut melepaskan panasnya, sehingga panas yang ditimbulkan oleh besban tersebut justru

Medan magnet luar yang digunakan untuk memagnetisasi ditingkatkan dari nol, maka magnetisasi M atau polarisasi J dari magnet akan bertambah besar dan mencapai

Konversi dari energi listrik menjadi energi mekanik (motor) maupun sebaliknya berlangsung melalui medan magnet, dengan demikian medan magnet disini selain berfungsi sebagai

Mereka berdua mengamati bahwa medan listrik dan medan magnet berhubungan dengan arus telluric yang mengalir di bumi sebagai akibat dari variasi medan

Rele proteksi dapat merasakan adanya gangguan pada peralatan yang diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaran-besaran yang diterimanya misalnya arus,

Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat

Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat