• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Kehidupan Sosial Prostitusi, Dalam Karya Foto Essai Dolly Hitam Putih Prostitusi (Analisis Semiotik Foto Yang Berjudul Mempercantik, Bergegas, “Aquarium Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Representasi Kehidupan Sosial Prostitusi, Dalam Karya Foto Essai Dolly Hitam Putih Prostitusi (Analisis Semiotik Foto Yang Berjudul Mempercantik, Bergegas, “Aquarium Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah)."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

(Analisis Semiotik Foto Yang Berjudul Mempercantik, Bergegas, “Aquarium

Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Per syar atan Memper oleh Gelar

Sar jana Pada FISIP UPN : “Veter an” J awa Timur

oleh :

ADHITYA HENDRA PERMANA

NPM. 0543010175

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN“ J ATIM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J URUSAN ILMU KOMUNIKASI

(2)

Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah)

Disusus Oleh :

Adhitya Hendr a Per mana NPM. 0543010175

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui Dosen Pembimbing

Yuli Candr asa r i, S.Sos, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1

Mengetahui Dekan

(3)

“Aquarium Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah)

Nama : Adhitya Hendr a Per mana

NPM : 0543010175

J ur usan : Ilmu Komunikasi

Fak ultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyetujui :

Dosen Pembimbing Tim Penguji 1.

Yuli Candrasa r i S.Sos, M.Si Dr a Sumar djijati, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1 NIP. 196 203 231 993 092 001

2.

Dr s Kusnar to, M.Si

NIP. 195 808 011 984 021 001 3.

Yuli Candr asar i S.Sos, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1

Mengetahui,

KETUA PROGRAM STUDI

(4)

Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apa makna dalam karya foto essai dolly Hitam Putih Prostitusi yang diajukan dengan judul Representasi Kehidupan Sosial Prostitusi. Urbanisasi merupakan salah satu “kambing hitam” dari prostitusi yang dihadapi bahkan menjadi karakteristik faktor kasus dari kegiatan dan usaha - usaha pelacuran di kota - kota besar. Nilai sosial adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan benar atau salah.

Ketika sebuah kata sudah tidak dapat menyampaikan pesan biarlah foto yang berbicara. Sebuah karya foto sendiri saat ini dipandang subyektif oleh para penikmat foto, Sedangkan karya foto itu akan melahirkan tanda - tanda yang bias, sehingga menimbulkan pemaknaan yang berbeda - beda. dengan menggunakan Metode Deskriptif Kuallitatif melalui pendekatan Semiotik Charles Sanders Pierce, yang membagi tandanya menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks dan simbol. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan secara detail dan mendalam. Jenis penelitian kualitatif ini memberi peluang yang besar dibuatnya, interpretasi - interpretasi alternative.

Hasil yang didapat selama melakukan penelitian ini, yang digunakan sebagai sampelnya kurang lebih dari 200 karya foto dan diambil 7 karya foto sebagai korpus menunjukkan bahwa, setiap visual ataupun gambar memiliki arti atau pengertian yang berbeda - beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik sebua karya foto tersebut. Oleh karena itu para fotografer dari berbagai media massa menyampaikan pesan atau memberikan sebuah informasi salah satunya melalui karya foto tersebut.

(5)

Koyo Wong Luwe Kudu Ndang Mangan

Tidak Berfikir Dari Mana Bisa

Kalau Difikir Bikin Badan Sakit

Ngerjakan Skripsi Harus Banyak Baca

Seperti Orang Lapar Harus Segera Makan

“Tidak ada hal besar pernah terjadi di dunia ini kalau tak ada harapan yang

dibesar - besarkan”

(Jules Vrene)

Lebih Baik Apa Yang Bisa Kamu Kerajakan - Kerjakan Jangan Banyak

Berfikir Karena Banyak Berfikir Membuang Waktu Kalian

“Raihlah apa yang bisa kamu raih selama apa yang kamu inginkan bukanlah

suatu hal yang mustahil”

(Adhit “Glewow”)

(6)

memberikan keindahan alam semesta serta rachmat dan hidyah-Nya sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan proposal yang berjudul Repr esentasi Kehidupan Sosial Pr ostitusi, Dalam Kar ya Foto Essai Dolly Hitam Putih Pr ostitusi (Analisis Semiotik Foto Yang Berjudul Mempercantik, Bergegas, “Aquarium Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah) dengan sebaik - baiknya. Yang merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas lmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN “VETERAN” Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana, Sos - S1.

Hasil skripsi ini disusun berdasarkan data yang diperoleh penulis pada saat menyusun skripsi ini. Melalaui skripsi ini penulis ingin memaparkan tentang foto sebagai media komunikasi visual yang menjadi element penting dalam proses penyampaian pesan. Foto merupakan bahasa visual dalam menterjemahkan setiap realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia.

Penulis menyadari keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini, tidaka lepas dari dukungan, arahan, dana saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar - besarnya kepada :

1. Ibu Dra Hj Suparwati, MSi , selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , UPN “VETERAN” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito S.Sos, MSi selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN “VETERAN” Jawa Timur. 3. Segenap Bapak - Ibu Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik UPN “VETERAN” Jawa Timur.

4. Ibu Yuli Candra Sari Sos, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama menyusun dan menyelesaikan skripsi. 5. Drs Djumingan (bapak), Hanifah Mufidah (bunda) yang membiyayai,

(7)

mendukung penulis dalam perjalanan yang kusebut “KEHIDUPAN” 7. Jari - jemari yang terus menekan huruf - huruf dan angka - angka pada

setiap komputer dan laptop yang penulis gunakan untuk mengerjakan skripsi ini, mata yang selalu penulis paksa untuk membaca refrensi, dan telinga yang juga selalu penulis gunakan untuk mendengar suatu informasi dan naseahat dari siapa pun.

8. Firdausi Anidah ’07 (Jo’Q) yang sudah kasih support & buat semangatin dan menyelesikan studi thank’s buat laptopnya.

9. Mas Trisnadi Marjan Fotografer AP kantor Berita Amerika, yang telah membantu dan meluangkan waktu dalam penelitian skripsi ini sebagai Nara Sumber.

10.Bapak Didik H, S Pd guru matematika SMA Dr Soetomo yang pertama kalinya mengenalakan kepada penulis dunia fotografi.

11.Mas Okky’04 (Jembret/Ulo Katok) thank’s buat penyelamatan dari ketakutan dalam dunia fotografinya.

12.Mas Eric ir eng Siswanto (Redaktur foto LKBN ANTARA biro Jawa Timur), yang telah memberi pengutahuan tentang fotografi jurnalistik. 13.Rudi Mulyana S.Sos, yang telah memberi literature buat penulis dalam

menyusun hasil penelitian.

14.Seluruh keluarga besar Lab.Fotografi X-PHOSE (eXpr esi PHOtography SEni) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan UKM Fotografi AKRIWAHATARA (Aswana KRIya WAr ada HArana ciTRA) UPN “VETERAN” Jawa Timur

(8)

17.Arek - arek Inkubator yang selalu mengajak maen PES ketika penulis mengalami kebuntuan Gayuh, Akid, Jemblung, Sinyo, Oky Pavly…, Herdik Jendral, Zippo, dan tak lupa Wiwoho yang sudah ngenalin ma mereka wis pokok’e akehlah.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Kelak siapa pun yang akan menggunakan hasil penelitian ini sebagai literatur kembangkan lagi seiring berkembangnya waktu JANGAN COPY

PASTE baca maknai dan di mengerti.

Surabaya, 25 November 2011

(9)

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1

Latar Belakang Masalah... 1

1.2

Rumusan Masalah ... 12

1.3

Tujuan Penelitian ... 12

1.4

Manfaat penelitian ... 12

1.4.1

Manfaat Teorotis ... 12

1.4.2 Manfaat Praktis ... 13

BAB II KAJ IAN PUSTAKA... 14

2.1

Landasan Teori ... 14

2.1.1 Fotografi ... 14

2.1.2 Fotografi dan Obyektifitas ... 17

2.1.3 Fotografi dan Subyektifitas ... 18

2.1.4 Esaai Foto ... 19

2.1.5 Essai Foto Sebagai Cara Berkomunikasi ... 21

2.1.6 Pesan Sebagai Penafsiran Lambang ... 24

2.1.7 Konsep Makna ... 25

2.1.8 Pemaknaan Warna ... 28

2.1.9 Gambaran Umum Komunikasi Non Verbal ... 38

(10)

2.1.13 Sekilas Sejarah Prostitusi atau Pelacuran di Indonesia ... 45

2.1.14 Prostitusi ... 49

2.1.15 Prostitusi dan Gejala Sosial ... 51

2.1.16 Pola, Bentuk dan Pengolongan ... 52

2.1.17 Semiotika ... 55

2.1.18 Semiotika sebagai Pendekatan Untuk Mengetahui Makana Foto . 57

2.1.19 Sistem Tanda Dalam Semiotika ... 57

2.1.20 Katalog Foto ... 63

2.1.21 Representasi ... 64

2.2

Kerangka Berfikir ... 66

BAB III METODE PENELITIAN ... 68

3.1

Metode Penelitian ... 68

3.2

Konseptualisasi ... 70

3.1.1 Pesan Dalam Karya Foto ... 70

3.1.2 Karya Foto Trisnadi Marjan ... 71

3.3

Korpus ... 72

3.4

Unit Analisi ... 73

3.5

Teknik Pengumpulan Data ... 74

(11)
(12)

Perubahan paradigma yang terjadi secara kualitatif dapat kita

rasakan masing - masing, antara lain sebagaian masyarakat (laki - laki)

menuntut juga wanita untuk bekerja dan memberikan kontribusi ekonomi

bagi keluarga. Tuntutan itu akan lebih mengkristal lagi apabila dikaitkan

dengan permasalahan ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tuntutan

kebutuhan hidup yang semakin sulit dan mahal didapat menyebabkan

terjadinya gelombang migrasi yang besar, yang dilakukan juga oleh kaum

wanita untuk memenuhi kebutuhan primer ataupun untuk meningkatkan

kesejahteraan dan masa depan yang cerah.

Urbanisasi merupakan salah satu “kambing hitam” dari prostitusi

yang dihadapi bahkan menjadi karakteristik faktor kasus dari kegiatan dan

usaha - usaha pelacuran di kota - kota besar seperti Surabaya, Jakarta,

Bandung dan masih banyak kota - kota besar lainya yang ada di Indonesia.

Prostitusi keberadaanya sudah sangatlah lama, setua dengan umur

kehidupan manusia itu sendiri. "Tanjung Perak mas, kapale kobong.

Monggo Pinarak mas, kamare kosong". Yang diartikan dalam bahasa

Indonesia (Tanjung Perak mas, kapalnya terbakar. Mari mampir mas,

kamarnya kosong). Mungkin itulah parikan atau (pantun) manis merayu

memanja yang keluar dari bibir bergincu para wanita yang bergelut dalam

(13)

Prostitusi memang susah diatasi tempat wisata birahi Laki - Laki

senatiasa menjadi jujukan pemuja kenikmatan dunia itu ternyata

menyulam berbagai kepentingan tak luputnya masalah ekonomi, sosial,

dan budaya yang selalu menjadi alasan klasik dan saling melengkapi. Oleh

karena itu, tak usah heran bila beragam cara dan upaya yang dilakukan

dengan tujuan agar prostitusi itu lenyap tak ubahnya seperti memancing di

air keruh, tak mungkin ada hasilnya.

Prostitusi berkembang dan tumbuh dengan berbagai kedok dalam

berbagai rupa : salon kecantiakan, panti pijat, warung remang - remang,

ruko - ruko fiktif serta tak luput juga mall dan tempat pendidikan pun juga

sudah menjadi tempat berkembangnya prostitusi. Para pekerja seks

komersial (PSK), pelacur, ciblek, lonte, perek, sundal, cewek plat kuning

dan apa pun julukan bagi mereka, wanita yang selalu tertindas dengan

keliaran nafsu para laki - laki pemuja kenikmatan duniawi tak akan jera

walau pun berulang kali terkena razia.

Prostitusi itu selalu ada pada semua negara berkembang dan

senatiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan

tradisi (Kartono, 2005). Sejalan dengan hadirnya era milenium baru,

perubahan nilai sosial berlangsung secara cepat dan massif, menyentuh

setiap sisi kehidupan umat manusia di belahan bumi manapun. Nilai sosial

adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang

dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan

(14)

sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang

dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai

contoh, orang menganggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan

mencuri bernilai buruk.

Manusia merupakan makhluk sosial yang butuh sebuah interaksi

antara individu dengan individu yang lain, antara individu dengan

kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok yang lain dengan cara

berkomunikasi. Dalam proses berkomunikasi sehari - hari kita melalui 2

hal proses komunikasi tanpa kita sadari yaitu komunikasi yang bersifat

verbal dan komunikas nonverbal. Masing - masing sifat tersebut saling

melengkapi.

Komunikasi verbal dapat meliputi bagaimana orang

berkomunikaasi dengan orang lain dalam bermasyarakat, serta kegiatan -

kegiatan internal berpikir dan pengembangan terhadap makna pada kata -

kata yang ingin kita gunakan dalam kehidupan sehari - hari. Sedangkan

komunikasi nonverbal meliputi isyarat, ekspresi, wajah, raut muka,

pandangan mata, gerak tubuh, postur tubuh, sentuhan, rangsangan,

pakaian, atefak, diam, ruang waktu dan suara.

Komunikasi nonverbal dalam pengunaannya sering tidak disadari

kehadiarannya serta kurang dipahami maknanya oleh komunikan bahkan

oleh komunikator itu sendiri, terutama dalam kehidupan sehari - hari,

padahal tanpa disadari komunikasi nonverbal dapat mendukung dan

(15)

Dengan upaya mengkomunikasikan suatau ide dan pesan melalui

bahasa gambar yang terekam dari jepretan foto tersebut, atau biasa juga

disebut bahasa kamera. Saat pengambilan gambar atau sebuah karya foto

yang sangat singkat, menyebabkan penyesuaian dengan jepretan dari rana

kamera foto. Simbol pada gambar merupakan symbol yang disertai

maksud (signal), serta banyak menggunakan komunikasi nonverbal,

melalui gambar - gambar simbolis atau bermakna implisit.

Bahwa pada dasarnya simbol adalah sesuatu yang berdiri atau ada

untuk sesuatu yang lain, kebanyakan di antaranya tersembunyi atau tidak

jelas. Sobur (2003:163). Sebuah simbol dapat berdiri untuk intuisi, ide,

cara berpikir, harapan dan banyak hal lain. Oleh karena itu karya foto yang

mempunyai tema atau alur cerita, maka memperlukan interpretasi lebih

mendalam dengan pengamatan melalui komunikasi nonverbal yang

digunakan.

Pada awal kehadirannya, karya foto dibidang media massa atau

jurnalistik digunakan sebagai pelengkap atau pendukung suatu berita, serta

memperkenalkan gambar. Sudah menjadi kenyataan bahwa pesan yang

disampaikan oleh media massa cenderung diyakini benar, kenyataan ini

akan beratambah bila pesan itu disertai dengan data visual yaitu foto.

(Asid L Soetanto dalam Citra Komunika 2006).

Media gambar atau foto merupakan media yang paling cepat untuk

(16)

dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap gambar atau foto

jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek

yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan mudah

dikenal (Waluyanto, 2000:128).

Media cetak atau Koran yang sering menayangkan karya foto baik

dari fotografernya dan fotografer dari luar negeri atau kantor berita luar

negeri yang telah maju dalam segi teknologi dan kualitas. Namun dalam

penelitian ini penulis akan lebih menitik beratkan pada karya foto sebagai

media visual saja, dan tidak membahas mengenai karya foto sebagai media

massa atau lebih dikenal foto jurnalistik.

Industri dibidang foto sangat dipengaruhi oleh hasil karya foto

yang menarik dan mempunyai nilai visiual yang tinggi, oleh karena itu

foto menjadi kebutuhan utama bagi pewarta foto atau stringer (pewarta

foto lepas), apabila meraka ingin mempromosikan foto terbaru atau foto

lama yang masih memiliki nilai visual yang cukup tinggi. Saat ini tingkat

persaingan di industri foto makin ketat, banyak pewarta foto, stringer dan

pendatang baru maupun lama, dari luar negri maupun dalam negeri yang

memilik kualitas dan didukung foto yang juga berkualitas.

Sekarang mulai menjamur media - media yang khusus

menayangkan karya foto, contoh AFP, REUTERS, ANTARA, AP PHOTO,

EPA PHOTO, Getty Image, dan masih banyak lagi, saat ini setiap 1 tahun

sekali selalu ada penghargaan yang diberikan kepada pewarta foto untuk

(17)

kemajuan Komputer sangat mendukung perkembangan karya foto dan

proses kreatifitas dalam memproduksi karya foto.

Karya - karya foto sekarang ini lebih menarik, kreatif inofatif

serta memasukkan unsur keindahan - keindahan yang artistik selain

didukung teknologi yang canggih, juga dipengruhi oleh peranan sumber

daya manusia yang memenuhi syarat dan selalu kreatif serta inovatif.

Dalam pengemasan ide dan proses dalam menghasilkan karya foto,

Pewarta foto AP Kantor Berita Amerika Untuk Wilayah Indonesia Timur

(Stringer) Trisnadi Marjan atau yang lebih akrab dengan sapaan Cak

Doweh yang karya - karya fotonya selalu memiliki ide dan tema sederhana

namun inovatif, dalam pengambilan sudut (angel) gambar, dan juga

kesabaranya dalam menunggu moment sehingga diperoleh foto yang

berkualitas dan menarik untuk dilihat dan dicermati.

Foto - foto karya Trisnadi Marjan sering mendapatkan

penghargaan dalam lomba - lomba karya visual foto jurnalistik diantaranya

: Pada tahun 2010 Juara 2 dan 3 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)

Jawa Timur, Lomba Foto Gunung Terbaik Nasional (Erupsi Gunung

Bromo), Terpilih 5 Foto Terbaik di Boston Picture 2010; Pada tahun 2009

Juara The Bast Anugrah Pewarta Foto Indonesia (APFI), Juara 1 Anugrah

Pewarta Foto Indonesia (APFI) Kategori Politik, Juara 1 Persatuan

Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur 2009; Juara 2 Foto Narkoba 2007

Pemprov Jawa Timur; Pernah menjadi pemateri dan pembicara di

(18)

“Tema 2th Lumpur Lapindo”, Komunitas Fotografer Telungagung dengan

“Tema Foto Jurnalistik”, Komunitas Fotografer Kediri dengan “Tema Foto

Bencana”. Serta Pernah melaksanakan Pameran Fotografi Tunggal

sejumlah empat kali dengan berbagai tema yaitu : Dolly Hitam Putih

Prostitusi, Hitam Putih Penjara Anak, Dua Tahun Lumpur Lapindo, Erupsi

Merapi.

Karya - karya Trisnadi Marjan yang pernah dipamerkan di Galery

Merah Putih Balai Pemuda Surabaya,bersamaan dengan peluncuran buku

foto Dolly Hitam Putih Prostitusi, adalah kumpulan foto terbaik Trisnadi

Marjan selama menggeluti dunia fotografi, buku tersebut menceritakan

tentang wajah prostitusi di lokalisasi Dolly dalam berbagai sisi serata

kehidupan sosial dari para pekerja sexs komersial (PSK).

Fotografer mencoba mengajak para penikmat foto masuk dalam

bisnis desah nafas di lokalisasi Dolly Surabaya melalui sebuah frame foto.

Lokalisasi Dolly ini pada awalnya adalah daerah pemakaman China yang

berada di daerah Putat Jaya, Surabaya. Namun pada tahun 1967, seorang

wanita bernama Dolly Khavit yang menikah dengan pelaut Belanda bisa

menjadikan daerah itu lokasi prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Dolly

Khavit yang merasa sakit hati karena ditinggal suaminya yang pelaut,

akhinya melakukan proses transformasi identitas menjadi seorang

laki-laki. Lalu ia menikah dengan beberapa wanita yang ia pekerjakan sebagai

PSK di rumah bordil yang dikelolanya. Mulai dari sanalah, semakin hari

(19)

pelesir birahi. (Cornelius Prastya R.K & Adi Darma, “Dolly, Kisah Pilu

Yang Terlewatkan” 2011).

Dengan mencoba menguak sisi balik senyap lokalisasi terbesar di

Asia ini. Mulai dari sejarah terbentuknya yang membuat seluruh

wisatawan asing maupun domestik mencoba mengenal lebih dekat

lokalisasi yang dikabarkan mengalahkan lokalisasi Phat Phong Bangkok,

Thailand dan Geylang di Singapura. Sehingga membuat tertarik peneliti

ingin menganalisisnya, karaya foto tersebut, ada tujuh foto yang dipilih

oleh peneliti dengan berbagai judul yaitu : Mempercantik, Bergegas,

“Aquarium manusia”, Sebelum beraksi, Menunggu, Usia bercinta, dan

yang terakhir adalah Masih ada tuhan

Pada penelitian foto pertama dengan judul Memeper cantik terlihat

seorang wanita pekerja seks komersial (PSK) yang merias wajahnya di

depan kamar, dengan beragam alat kosmetik dan beberapa tas. Pada

penelitian foto kedua dengan judul Ber gegas terlihat seorang wanita

pekerja seks komersial (PSK) yang memakai sandal haighils hak tinggi

untuk segera menjajahkan cinta. Pada penelitian foto ketiga dengan judul

“Aquar ium Manusia” terlihat sejumlah wanita pekerja seks komersial

(PSK) yang akan siap dipilih oleh daua laki - laki yang ada di balik kaca

sebagai pembatas ruang. Pada penelitian foto keempat dengan judul

Sebelum Beraksi terlihat dua wanita pekerja seks komersial (PSK)

melihat cara pemasangan alat kontrasepsi atau pengaman (kondom). Pada

(20)

pekerja seks komersial (PSK) yang sudah ada di dalam kamar untuk

menunngu laki - laki yang memilihnya. Pada penelitian foto keenam

dengan judul Usai “Ber cinta” terlihat seorang wanita pekerja seks

komersial (PSK) sedang berbaring di ranjang mengunakan handuk sebagai

penutup tubuhnya, sambil memegang rokok dan menonton televisi. Pada

penelitian foto ketujuh dengan judul Sofa Ber gair ah terlihat beberapa

wanita pekerja seks komersial (PSK) sedang duduk disofa sebagai tempat

untuk memajang diri dan menungggu untuk dipilih oleh para pria yang

akan mengencaninya serata pedagang asongan yang menawarakan

daganganya beruapa makanan ringan.

Dari tujuh foto karya Trisnadi Marjan yang dipilih oleh peneliti

terdapat nilai - nilai dan makna sosial yang cukup tinggi, sehingga kritik

sosial itu harus dikomunkasikan secara verbal, tapi melalui bahasa

nonverbal, sehingga visual foto dapat dikomunikasikan agar dapat diterima

oleh audience, atau penikmat foto. Melalui pendekatan teori semiotika

diharapkan karya foto ini mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda -

tanda visual dan kata - kata yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu,

pembahasan ini menggunakan kajian kritis yang bertujuan untuk

mengungkap makna dan tanda - tanda atau simbol yang ada (Sobur, 2006 :

132).

Karya foto bertema “Dolly Hitam Putih Prostitusi” karya Trisnadi

Marjan yang di relase atau dipamerkan pada akhir tahun 2004 ini

(21)

yang direkam melalui bidikan kamera dengan menghasilkan karya - karya

foto yang menarik. Di dalam karya foto tersebut menggambarkan

kehidupan pekerja seks komersial dan lingkungannya dan yang dikamas

dalam katalog atau buku berjumlah 72 halaman serta tertuliskan teks - teks

puisi karya dari Dorothea Rosa Herliana yang memberikankan pemaknaan

lebih secara bahasa verbal.

Meraka hadir di hadapan kita bukan sebagai pelacur yang tengah

menjajahkan diri. Mereka hadir sebagai manusia biasa yang terpuruk oleh

nasib buruk. Dari sudut pandang praktis, fotografi membuat orang melihat

keadaan sekitarnya secara lebih seksama. Hanya fotografi lah yang mampu

merekam aspek - aspek kehidupan itu dalam arti yang hakiki. Fotografi itu

memeng sederhana bidik suatu obyek dan tekan shuter sehingga sebuah

karya foto tercipta. Sebuah foto bisa lebih dapat berbicara dari pada seribu

bahasa. oleh karena itu, melalui karya foto bertema “Dolly Hitam Putih

Prostitusi” ingin menyiratkan makna bahwa karya foto bukanlah sekedar

berfungsi sebagai dokumentasi belaka. Tetapi lebih dari itu, dengan bahasa

Universal foto bisa dapat berbicara, menceritakan, menangkap sekaligus

menyampaikan makna dan pesan yang terkandung dari suatu fakta atau

peristiwa tertentu.

Foto merupakan suatu medium sajian untuk menyampaikan

beragam bukti visual atas suatu peristiwa pada masyarakat seluas -

luasnya, bahkan hingga keraknya. Di balik itu semua foto dapat menjadi

(22)

kuat tentang proses “sesuatu” yang dikomunikasikan kepada orang lain

atau masyarakat. (Pendakatan Visual Dengan Suara Hati - Oscar Motuloh.)

Karya foto di atas menggunakan tema sosial dan lingkungan

(Sosial and Environment) sebuah kehidupan di lingkungan prostitusi dan

permaslahannya. Masyarakat yang hidup didunia prostitusi merupakan

kaum minoritas yang keberdaannya selama ini selalu mendapat penilaian

negative dari masyarakat luas, sehingga penyiaran foto ini membuat mata

penikmat foto terbuka lebar. Bahwa mereka tak harus dijahui dan dicaci

maki, mereka adalah masyarakat yang hanya hidup untuk tuntutan perut

dan kehidupan, bukan mau mereka hidup dalam dunia seperti ini, maka

perlu adanya penengan khusus oleh pemerintah tentang hal tersebut.

Barangkali ambisi hedonistik kesenangan dan tuntutan pemenuhan

kebutuhan materilah yang kerap dijadikan alasan klasik meraka untuk

kemabali dan kembali lagi dalam lubang kenistaan dan kehidupan yang

gelap walau menurut mereka masih ada sedikit cahaya kehidupan yang

akan membawa mereka menjalani kehidupan yang lebih baik. Saat ini

jumlah mereka makin hari kian bertambah, ibarat mati satu tumbuh seribu,

kehidupan prostitusi akan semakin menjerat korban - korbannya setiap saat

dan waktu.

Penuangan ide melalui penggambaran komunikasi nonverbal

dalam durasi waktu yang sesingkatnya pada karya foto melalui bahasa

gambar, memerlukan interpretasi lebih mendalam agar lebih tertarik untuk

(23)

Representasi Kehidupan Sosial Prostitusi, Dalam Karya Foto

Essai Dolly Hitam Putih Prostitusi karya Trisnadi Marjan

1.2 Per umusan Masalah

Penelitian ini mencoba untuk mengkaji makna yang ada di balik

foto - foto Trisnadi Marjan tersebut dengan metode semiotik sebagaimana

yang di publikasikan dalam pameran foto “Dolly Hitam Putih Prostitusi”

di galeri Merah Putih Balai Pemuda Surabaya. Pertanyaan yang hendak

dijawab dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana Representasi Kehidupan Sosial Prostitusi Dolly yang

tergambar dan dimaknai dalam foto essai Dolly Hitam Putih Prostitusi

karya Trisnadi Marjan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna yang

terkandung dalam karya foto Trisnadi Marjan dengan tema Dolly Hitam

Putih Prostitusi tentang representasi kehidupan sosial prostitusi Dolly.

1.4 Manfaat Penelitian

Semantara manfat dari penelitian ini yaitu :

1. Secara Teoritis / Akademis adalah penelitian ini diharapkan memberi

sebuah wacana, literature, ataupun hal yang baru tentang Skripsi

(24)

memberikan segnifikansi bagi perkembangan dan pendalaman

semiotika maupun dalam dunia fotografi.

2. Secara Praktis adalah memberi signifikansi bagi para penggiat fotografi

serta penikmat foto dalam mengaplikasikan ide - idenya dalam berkarya

(25)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teor i

2.1.1 Fotogr afi

Istilah fotografi atau Photography berasal dari bahasa yunani yang

terbagi dalam dua kata yaitu Photos yang berati cahaya dan Graphos yang

artinya melukis atau menggambar sehingga fotografi adalah sebuah proses

melukis dengan cahaya. Jadi dapat diartikan secara terminologi, fotografi

dapat diartikan sebagai upaya menangkap citra dari alam kedalam sebuah

media yang menghasilkan sebuah gambar. (Andreas Preinger, The

Complete Photografer ; Unsur - unsur fotografi, Pahara Prize, 1999).

Fotografi merupakan sebuah perjalanan membuat dan mengambil, tidak

terbatas hanya sebagai gambar yang diperlihatkan namun bisa memberikan

makna dari gambar tersebut.

(http://www.indonesiakreatif.net/index.php/id/news/read/mengurai-sejarah-fotografi-melalui-filosofi-penghayat-cahaya)

Visualisasi yang ditangkap oleh seorang fotografer, dalam setiap

suatu kejadian akan direkam dengan baik. Dalam perkembangannya

fotografi tidak akan hanya merekam suatu hal - hal yang bersifat

dokumentasi tetapi sudah merambah berbagai bidang kehidupan.

Kelebihan yang lain dari sebuah foto adalah di bandingkan tulisan adalah

(26)

dia menunjukan kembali realitas yang pernah terjadi. Tiada kata yang

mampu menguraikan kembali suatu kejadian sebaik bahasa gambar,

demikian orang mengutarakan tentang sebuah fungsi dari sebuah foto

peristiwa yang berhasil.

Pada dasarnya foto adalah sebuah gambar mati atau beku, yang

hanya bisa dilihat dan tidak bisa didengar. Foto dapat memvisualisasikan

sesuatu dengan lebih konkrit , lebih realitas, lebih akurat dan lebih

dramatis. Membuat setidaknya satu gambar mati atau beku dari bagian -

bagian suatu persitiwa merupakan tantangan seorang fotografer. Fotografi

tak pernah bisa merekonstruksi suatu peristiwa, tetapi dengan pasti foto

sanggup membawa orang untuk tertarik, tahu dan mengimajinasikan suatu

peristiwa. Fotografi mempunyai keistimewaan dibanding film maupun

televisi, dimana foto merupakan ingatan kolektif dunia dan foto

mengabadikan sebuah momen yang kemudian menjadi sebuah simbol

sekaligus referensi yang tertancap di benak kita. (Roland Barthes dalam

bukunya Camera Lucida).

Dalam prosesnya fotografi menghasilkan sebuah foto yang

dibentuk oleh dua unsur, yaitu objektifitas dan subjektifitas. Objektifitas di

dalam foto dipandang sebagai repersentasi sempurna dari objeknya atau

representasi realitas dari kehidupan sehari - hari. Subjektifitas sendiri

merupakan bagimana sebuah realitas direkonstruksikan kembali kemudian

direpresentasikan dalam bentuk foto (visual).

(27)

1. Foto Lanscape adalah sebuah foto yang di dalamnya

menggambarkan tentang alam yang mencakup yaitu langit,

tanah, air dan unsur - unsur alam lainnya.

2. Foto Still Life adalah sebuah foto yang di dalamnya

menggambarkan sebuah benda yang dalm penggarapannya

foto tersebut adalah dengan pendekatan seni yaitu

menggabungkan antara seni - seni grafis dan fotografi.

Misalnya foto iklan dan sebaginya.

3. Foto Dokumenter adalah foto yang di dalamnya

menggambarkan sebuah rangkaian peristiwa. Misalnya foto

pernikahan, foto perjalan dalam pariwisata, foto pesta ulang

tahun dan lain - lainnya.

4. Foto Arsitektur adalah foto di dalamnya menggambarkan

bentuk - bentuk bangunan dan lingkungannya.

5. Foto Jurnalistik atau Foto Berita adlah sebuah foto yang

menyampaikan informasi atau sebuah foto yang

didalamnya menggandung berita atau pesan.

Foto Jurnalistik sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu :

a. Foto Spot yang lebih besifat berita.

b. Foto Feeture lebih memberikan informasi yang

tidak mudah basi, misalnya foto essai dan foto

(28)

2.1.2 Fotogr afi dan Objektifitas

Kemampuan tekgnologi kamera merekam sebuah objek dan

mehadirkannya kembali dalam sebuah gambar dua dimensi dipandang

sebagai bentuk pengulangan waktu dan kejadian. Fotografi

menghadirkannya kembali gambar suatu obyek menyerupai obyek aslinya,

hal ini didiukung oleh pernyataan Roland Barthes “ Peristiwa yang

disampaikan secara terus menerus oleh fotografi sebenarnya hanya terjadi

satu kali, fotografi mengulang secara mekanis sesuatu yang tidak dapat

diulang secara nyata. (Katalog Pameran Foto “100 x Fream”).

Teknologi fotografi memang terlahirkan untuk memburu

obyektifitas, karena kemampuannya untuk menggambarkan kembali

realitas visual dengan tingkat presisi yang tinggi. Sejarah fotografi

mencatat, sejak masa pra-fotografi pada abad XVI, para astronom

memanfatkan kamera obscura untuk merekam konstelasi bintang - bintang

secara tepat. Alat bantu ini kemudian digunakan pula untuk bidang -

bidang kegiatan lain, termasuk seni naturalisme, dalam abad XVII dan

XIX, sebagai mesen gambar yang sangat berguna dalam merekam dan

menghadirkan kembali realitas visual. (Seno Gumira Ajidarma, Kisah

Mata (Yogyakarta, Galang Prees, 2001).

Begitu objektifitasnya sebuah foto sehingga apa yang tercetak

dalam sebuah gambar foto tidak lain adalah objek yang terekam oleh

kamera dengan presisi yang sempurna. Fotografi dipercaya tanpa syarat

(29)

asumsi itu masih berlaku dalam kehidupan sehari - hari, sebuah foto secara

praktis dapat menghadirkan kembali ralitas visual dan diterima sebagai

realitas itu sendiri.

2.1.3 Fotogr afi dan Subyektifitas

Sebuah foto tidak menghadirkan realitas hanya seperti tampak

visualnya, yang memang akan tampak analog terhadap objeknya, tapi

dalam kontingensinya sebuah foto berada dalam keserbamungkinan

penafsiran subyek yang memandang foto itu. Keberadaan sebuah foto

tidak ditentukan oleh apa atau siapa objeknya, melainkan oleh bagaimana

subyek memandang kemudian mendapat dari dan memberikan makna

kepada foto tersebut.

Subyektifitas dalam sebuah foto yaitu seorang fotografer melihat

dan memaknai sebuah objek yang kemudian direperesentasikan dalam

seebuah foto. Persepsi yang merupakan sebuah rangsangan indrawi akan

menentukan bagimana fotografer itu sendiri memaknai objek apa yang

akan direkamnya. Mata fotografer yang melihat suatu objek merupakan

wacana pengetahuan yang diwakili oleh sebuah kamera dalam

rekamannya. Dunia adalah totolitas ide - ide sunyektifitas, pengalaman

tidak datang dari dunia luar subyek melainkan hanya kerena subyek

mengamatinya.

Dibalik sebuah foto ada gagasan atau ide seoarang fotografer yang

(30)

yang menjadi objek dalam sebuah foto adalah apa yang dilihat oleh

fotografer sehingga subyektifitas dan objektifitas akan berlaku dan

keduanya sama - sama ada dalam sbuah foto. Subyektifitas dan objektifitas

yang ada didalam sebuah foto pada akhirnya melahirkan pemaknaan lain

dan seterusnya di maknai berbeda pula bagi yang memandangnya.

Namun demikian, para penikmat foto tidak akan selalu menangkap

realitas yang sama dengan fotografernya dalam sebuah foto. Sebuah foto

hanya menampilkan proses akhir dari suatu subyektifitas dan objektifitas

sebuah foto yang pada akhirnya melahirkan pemaknaan lain pada sebuah

foto diluar subyek dan objek foto itu sendiri.

2.1.4 Foto Essai

Cara bercerita atau berkomunikasi melalui gambar telah dikenal

sejak jaman mesir kuno yang tertoreh pada dinding - dinding makam. Di

dalam fotografi, foto esaai di awali oleh Mathew Brady yang merekam

perang Crimean akhir abad ke-18. Sejak itu foto essai mulai berkembang

sebagai alternatif cara bercerita atau bertutur. Pada awalnya, foto - foto

tersebut tampil sebagai kumpulan foto yang tidak beraturan dan tidak

tersusun sehingga tidak dapat bercerita secara runtut. Barulah pada tahun

1915, The Illustrated London News menampilkan perang dunia 1 dalam

bentuk essai,dengan memperhitungkan tata letak (walaupun berbentuk

(31)

Kata essai berasal dari bahasa latin kuno, exagium yang kemudian

menjadi exigere = (menimbang dan menguji) yang selanjutnya

dimanfatkan orang Perancis yang bermakna hampir sama, menjalani ujian,

ternyata didalam salah satu bidang fotografi menjurus pada suatu ujian

yang harus dilakukan sang fotografer menyajikan sejumlah foto terbaiknya

secara menyeluruh. (Don Hasman, Essai foto tentang Petualangan arikel

dalam Dikjut JUFOC 2003). Foto essai secara umum mempunyai sifat

yang sama dengan tulisan essai yaitu mengandung opini dari sudut

pandangan tertentu.

Defininsi sederhana foto essai adalah menampilkan rancangan

sejumlah foto secara berurutan yang masing - masing saling menguatkan

yang didalmnya tercetus dari ide - ide awal. Juga opini pribadi sang

fotografer ikut “melahirkan” suatu realita. Opini visual yang mencoba

ditampilkan secar utuh dan menyeluruh itu harus mampu menceritakan

kondisi dari suatu peristiwa maupun yang tidak ada kaitannya dengan foto

berita (jurnalistik). Hambatan terbesar pada waktu itu adalah peralatan

kamera yang besar dan berat, serta lensa yang berbukaan kecil,

mengakibatkan sebagian besar foto tampil adalah foto serdadu mejeng.

Pada tahun 1925, ketika kamera format kecil ditemukan, dengan

lensa yang mampu merekam lebih leluasa pada kondisi cahaya yang

minim, terbukalah kemungkinan untuk menampilkan aktifitas manusia

(32)

bermunculan, tokohnya Erich Solomon, untuk pertama kalinya potensi

sebenarnya dari sebuah foto essai yang mulai diekploitas.

Dalam foto essai, tata letak tidak tergantung dari urutan - urutan

pengambilan foto. Jadi, foto yang mana saja bisa dipakai sebagai

pembuka, asalkan memenuhi prasyarat, menarik perhatian dan memiliki

muatan pesan. Menggarap foto essai diperlukan jurus untuk fotografer

mengerjakan foto essai tersebut, kesabaran, ketekunan kecekatan dan

pengetahuan tersendiri. Selain itu dibutuhkan sebuah penelitian terlebih

dahulu di dalam merancang sebuah rencana kerja yang matang dan

terperinci.

Menciptakan sebuah foto essai, seorang fotografer tidaklah boleh

terbatasi keleluasaannya oleh waktu, untuk mencurahkan segala kreatifitas

dan keterampilanya dalam menggarap sebuah foto essai, yang baik dan

memiliki cita rasa dan dokumentasi yang tinggi. Untuk mewujudkan

kreatifitas yang baik seorang fotografer mutlak harus menguasai secara

teori dan praktek segala teknik dasar fotografi. Selain itu juga sebaiknya

memahami pengetahuan psikologi dan ilmu pengetahuan yang lainnya,

serta memiliki teknik pendeketan yang mampu membuat orang yakin dan

terpesona, itu merupakan prasyarat mendasar yang dapat dipelajari.

2.1.5 Essai Foto Sebagai Car a Ber komunikasi

Membuat sebuah foto essai yang berkualitas rupanya memang

(33)

yang menjadi pedoman utama sang fotografer harus memiliki konsep dan

untuk final touchnya dilakukan setelah pesiapan matang. Namun harus

ditekankan pula bahwa sebuah foto essai tidak selalu berangkat dari suatu

permasalahan yang besar. Sebgai contoh hadiah Pulitzer tahun 1980, jatuh

pada foto essai karya Sketer Hagler dari Dallas Time yang mengangkat

foto kehidupan para pengembala sapi di Amerika Serikat. Hagler pun

mampu menceritakan kehidupan para pengembala sapi tersebut secara

jelas dan menarik. (Foto Media Loc.id hal 43).

Maitland Edey, Editor dan staf Redaksi majalah Life, dadalm

bukunya The great Photographic Essay From Life menyatakan essai foto

merupakan bentuk yang paling kompleks dan karena itu paling menantang.

Pekerjaan ini melibatkan hanya fotografer sekaligus editor sekaligus tata

letak atau desainer layout.

Dalam menggarap sebuah essai foto memiliki peraturan dan

dibutuhkan seleksi yang tepat, agar foto - foto tersebut mampu bercerita

dalam sebuah tema. Dalam masalah yang akan diangkatan seyogyanya

secara keseluruhan dapat ditampilkan lebih utuh, lebih dalam, lebih

imajinatif dan lebih menyentuh dibandingkan dengan yang dicapai melalui

foto tunggal. Cara penuturan pun beragam pula, secara kronologis, tematik

atau apa saja, essai foto bentuknya fleksibel yang terpenting dalam

keseluruhan foto - foto tersebut saling memperkuat tema.

Kualitas sebuah foto tidak ditentukan pada jumlah fotonya.

(34)

lainnya. Pada tahun 1917, seorang fotografer majalah life, Eugine Smith,

menyatakan membuat essai foto yang berkualitas adalah membuat

beberapa foto dengan perencanan yang amat ketat. Sebenaranya dapat kita

katakana bahwa sebuah essai foto telah selesai pada saat baru kita

rencanakan.

Pemotretan yang dilakukan hanyalah semacam final touch saja

walaupun demikian tak jarang terjadi sedikit perubahan sekenario yang

telah disusun akibat situasi, kondisi dan kenyataan yang terjadi atau

ditemui di lapangan. Dalam sebuah diskusi fotografi atau workshop,

seorang fotografer prefisional di bidang fotografi jurnalistik, Herasmus

Huis World Press Photo Poundation (WPP) dan Shahdiul Alam director

foto agency “DIRK” menyimpulkan bahwa foto essai terdiri dari foto :

1. Foto pembuka yang bersifat establish (membawa pembaca

ke konteks cerita)

2. Portrait (untuk membuat link antara pembaca denagan

cerita)

3. Detail Shoot (sesuatu yang tidak terlihat tetapi dapat

menunjukakan langsung ke konteks cerita)

4. Foto yang menampilkan hubungan antara subjek utama

dengan lingkungan

5. Foto Penutup

Secara umum foto essai disusun menjadi sebuah foto cerita yang

(35)

sehingga menarik minat pembaca untuk mengetahui selanjutnya yang

membangun badan cerita dan mengiringi pemirsa ke foto puncak yang

biasanya dicetak besar yang berfungsi sebagai pengikat, sekaligus

memperluas kedalam dan arti, serta berfungsi sebagai penutup cerita dan

tak selalu dipasang besar.

2.1.6 Pesan Sebagai Penafsir an Lambang

Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan oleh

komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek

tertentu. Pesan adalah keseluruahan dari apa yang disampaikan oleh

komunikator. Sebagai penafsiran lambang menurut Clevenger dan

Matthews dalam teori - teori komunikasi, Pesan merupakan peristiwa

simbolisasi yang menyatakan suatu penafsiran tentang kejadian fisik baik

oleh Komunikator maupun Komunikan, (Aubrey Fisher, 1990:370). Pesan

sendiri mempunyai beberapa bentuk dan sifat menurut A.W Widjaja,

(1986-14-15) yaitu bersifat :

1. Informatif adalah proses memberikan keterangan - keterangan dan

kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri.

2. Persuaisif adalah proses bujukan, yakin membangkitkan pengertian

dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan

memberiakan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan,

(36)

3. Coersif adalah proses memaksa dengan menggunakan sanksi -

sanksi. Dapat berbentuk perintah, instruksi, agitasi dan sebagainya.

Pesan merupakan sebuah rangkaian isyarat atau symbol yang

diciptakan oleh seseorang untuk saluran tertentu dengan harapan bahwa

pesan itu akan mengutarakan atau menimbulkan suatu makna tertentu

dalam diri orang lain yang hendak diajak berkomunikasi, (Kincaid dan

Schramm, 1981:99)

2.1.7 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan

kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of

Meaning, (Ogden dan Ricards dalam Kurniawan, 2008 : 27) telah

mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.

Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur 2004 :

248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para

ahli filsafat dan para teoritis ilmu social selama 2000 tahun silam.

Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan

“ultarealitas”, para pemeikir besar telah sering mempergunakan konsep itu

dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan

mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner.

“tetapi”, kata Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008 : 47), “setiap usaha

(37)

misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya

memberikan jawaban salah”.

Menurut Devito, makna terletak pada kata-kata melainkan pada

manusia. “Kita” lanjut Devito, menggunakan kata - kata untuk mendekati

makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara

sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan.

Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan akan

sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi

adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar

dan apa yang ada dalam benak kita.

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan

dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1)

menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah,

(3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur,

2004 : 258).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep

makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito 1997 : 123-125)

sebagai berikut :

1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada

kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata-kata-kata

untuik mendekati makna yang ingin kita komunikasikan,

tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap

(38)

adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi

dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan

proses ini adalah proses yang bisa salah.

2. Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari

kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu.

Tetapi makna dari kata-kata ini dan berubah dab ini khusus

yang terjadi pada dimensi emosional makna.

3. Makna menbutuhkan acuan. Walaupun tidak semua

komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya

masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia

atau lingkungan eksternal.

4. Penyingkatan berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan

erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan

bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat

penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang

diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan,

kebahagian, kejahatan dan konsep-konsep lain yang serupa

tanpa mengaitkannnya dengan sesuatu yang spesifik, kita

tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.

5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu,

jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya

tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai

(39)

sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang

sedang berkomunikasi.

Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita

peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks,

tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat

dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak

kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan

tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003 :

285-289

2.1.8 Pemaknaan War na.

Warna dapatkan didefinisikan secara obyektif atau fisik sebagai

sifat cahaya yang dipancarkan atau secara subyektif atau psikologi dari

pengalaman indra pengeliatan. (Sanyoto : 9) Warna adalah suatu

gelombang atau getaran tertentu yang diterima mata (retina) karna adanya

sinar yang langsung diterima mata tanpa adanya cahaya, semua gelap dan

menjadi tak berwarna).

2.1.8.1 Klasifikasi War na ber dasar kan Sepektr um War na

1. War na Pr imer

Warna primer merupakan warna petama atau warna pokok, disebut

warna primer karena warna tersebut dapat digunakan sebagai pokok

percampuran untuk memperoleh warna - warna lain. Termasuk sebagai

(40)

warna pokonya adalah CMYK (cyan, magenta, yellow, key sebagai warna

pengunci atau juga bisa disebut black)

2. War na Sk under

Warna skunder atau warna kedua adalah warna jadian dari

percampuran dua warna primer atau pokok. Termasuk warna sekunder

adalah : jingga atau orenge (pencampuran warna merah dan kuning), ungu

atau violet (pencampuran warna merah dan biru), warna green atau hijau (

pencampuran warna biru dan kuning). Ketiga warna sekunder tersebut

sering disebut warna standar.

3. War na Tersier

Warna tersier atau warna ketiga adalah warna percampuran dari

dua warna sekunder atau warna kedua. Termasuk di dalam warna tersier

adalah : coklet dan kuning (disebut juga siena mentah, kuning tersier,

yellow ocher atau olive, yaitu percampuran warna jingga dan hijau), coklt

merah (disebut juga siena bakar, merah tersier, burnt siena atau red brown,

yaitu percampuran warna jingga dan ungu), dan coklat b iru (disebut juga

siena sepia, biru tersier, zaitun atau navy blue, yaitu percampuran warna

hijau dan ungu).

4. War na Komplementer

Warna - warna yang saling berlawanan di dalam lingkaran warna

merupakan warna yang komplementer. Warna - warna komplementer

selalu berlawanan secara kontras dan jika tercampur, makan akan

(41)

dengan hijau, biiru dengan orange, dsb. Warna komplementer dapat

menetralkan intensitas warna yang terlalu kuat.

5. War na Analogus

Warana – warna yang mempergunakan terang gelap dan intensitas

dari warna terdekat, misalnya kuning kehijauan, kuning oreng (dominasi

kuning), dsb. Sekalipun lebih berwarna dari pada monocrhomatic, namun

warna analogus juga menciptakan keharmonisan dan suasana hati yang

tenang karena hubungan yang dekat antara warna - warni yang dipakai.

2.1.8.2 Klasifisikasi War na ber dasa r kan Gambar

1. War na Monochr ome

Warna yang menambahkan atau mengurangi intensitas dari satu

warna saja. Warna yang memeliki satu warna (moncrhome), warna

kedalamnya tergambarkan pada kwalitas warna terang atau gelap. Warna

monochrome tidak mempresentasikan suatu kenyataan atau realitas yang

ada, namun mengidentifikasi sebuah keseimbangan antara cahaya dan juga

gelap dari sebuah objek, bukan warna - warni objek yang sesungguhnya

ataupun gradasi dari berbagai warna - wani tersebut. Warna monochrome

memeberi kesan dari sebuah warna, memeberikan kesab kelonggaran dan

kebebasan bagi pengamatnya untuk memiliki imajinasi tentang objek

(42)

2. Warna Polychrome atau Optical Color

Warna yang digunakan banyak kandungan warna yang

dicampurkan, tidak semata - mata menambah intensitas dan kuat lemahnya

seperti halnya monochromatic. Polychrome membuat objek menjadi lebih

realis dan ekspresif sebab pencampuran warna didasarkan kepada warna -

warna yang sesungguhnya dilihat.

2.1.8.3 Klasifikasi War na ber dasar kan Sensasinya

1. Warna - warna panas atau (hot). Termasuk diantaranya : warna

merah, kuning dan percampuran - percampuran di antaranya.

2. Warna - warna dingin atau (cold). Termasuk diantaranya yaitu :

biru dan hijau serta kombinasi - kombinasi di antaranya.

3. Warna - warna netral atau (neutral). Termasuk diantaranya yaitu :

Putih, abu - abu dan juga hitam.

2.1.8.4 Klawisikasi War na ber dasa rkan Kar ekter itik

1. Hue : posisi warna terdapat dalam lingkaraan warna, mengacu

kepada nama - nama dari warna tersebut. Hue membedakan kualitas

warna antara yang satu dengan yang lainnya.

2. Chroma : kekuatan dan kelemahan warna, mengacu pada intensitas

warna, misalnya warna kuning mempunyi intensitas warna yang kuat,

sedangkan warna ungu mempunyai intensitas warna yang kurang kuat.

(43)

warna hitam putih. Penambahan warna hitam dapat menyebabkan

warna dapat menjadi gelap, sedangkan warna putih dapat

menyebabkan warna menjadi muda dan terang value dapat dibedakan

menjadi :

a. Tint : warna dengan value tinggi, dianggap

dianggap lebih ringan dan terang, oleh karena dapat

tambahan warna putih.

b. Shade : warna dengan value rendah, warna yang

lebih berat karena tambahan unsur warna hitam.

Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata

memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata-kata seperti : merah,

kuning, hitam, dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Warna

menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. dalam bukunya “periklanan”

memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena

perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai

ketertarikan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya :

1. Abu-abu.

Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan,

kesedihan, keamanan, reabilitas, kepandaian, tenang, serius,

kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan,

(44)

2. Putih.

Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidak bersalahan,

steril, kematian, kedamaian, pencapaian ketinggian diri,

spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau kesucian,

kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya,

persatuan, lugu, murni, ringan, netral dan fleksibel.

3. Hitam.

Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan,

kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan,

perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negative, mengikat,

formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam,

kemarahan, harga diri dan ketangguhan.

Dalam Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana (2003 :

260-261), terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa

kepercayaan warna - warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki

asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari

hal-hal yang bersifat buruk dan negatif, misal : daftar hitam, dunia hitam, dan

kambing hitam.

Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat

positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu

yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang yang bersifat

kebaikan, seperti : murni, bersih, dan suci. Jadi kata hitam umumnya

(45)

2.1.9 Gamabar an Umum Komunikasi Nonver bal

Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang

bukan kata - kata. Menurut Lerry A. Samovar dan Richarcd E. Porter,

komunikasi nonverbal mencakup rangsangan (kecuali rangsangan verbal)

dalam setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunan

lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi

pengirim atau penerima, jadi devinisi ini mencakup perilaku yang

disengaja juga tidak disengaja sebagi bagian dari peristiwa komunikasi

secara keseluruhan kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa

menyadari bahwa pesan - pesan tersebut bermakna bagi orang lain.

Studi mengenai komuniksai nonverbal masih relatif baru dan

berakar dari studi komunikasi antar budaya melalui karya Edwar T.Hall

menurut Hall, “ budaya menggambarkan bagaimana cara dan langkah -

langkah manusia untuk memahami dan mengorganisir dunianya. (Liliweri,

1994 : 89). Dukungan bahsa nonverbal mempunyai kemapuan untuk

melengkapi kekurangan bahasa verbal. Karena itulah Edward T.Hall

menamai bahsa nonverbal ini sebagai “bahasa diam” (silent language) dan

“dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam

dan tersembunyi, karena pesan - pesan nonverbal tertanam dalam konteks

komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasisonal dalam transaksi

komunikasi, pesan nonverbal memberikan kita isyarat - isyarat

(46)

nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna penglaman

komunikasi.

Mengenai komunikasi nonverbal terdapat karakteristik yaitu

pernyataan perasaan dan emosi, komunikasi merupakan modal utama

seseorang untuk menyatakan perasaan dan emosi. (Liliweri 1994 : 98).

Komunikasi nonverbal mempunyai 6 fungsi utama dan cirri - ciri

menurut (Joseph A De Vito,1997 : 170 ; 177 - 183) yaitu :

A. Fungsi komunikasi Nonver bal

1. Untuk menekan pesan verbal (Aksentuasi)

2. Untuk melengkapi pesan verbal (Komplemen)

3. Untuk menunjukan kontradiksi ; mempertentangkan

pesan verbal dengan gerakan nonverbal.

4. Untuk mengatur arus pesan verbal ; misalnya melalui

gerakan tangan.

5. Untuk mengulangi makna dari pesan.

6. Untuk menggantikan bahasa pesan verbal (Subsitusi)

B. Cir i - cir i komunikasi nonverbal

1. Komunikatif : komunikasi yang dilakukan melalui

tingkah laku sengaja maupun tidak sengaja ataupun

(47)

2. Kontekstual : terjadi dalm suatu konteks dan

mempunyai perbedaan makna dalam konteks yang

berbeda.

3. Dapat dipercaya : (Believable) perilaku verbal

biasanya konsisten dengan nonverbal, namun apabila

seseorang berbohong, komunikasi verbalnya secara

tidak disadari dapat bertentangan dengan komunikasi

nonverbalnya.

4. Dikendalikannya aturan : terdapat aturan

taktertulis yang dipelajari tanpa didasari /

berdasarkan pengamatan atas orang lain.

5. Metakomunikasi : sering dilakukan melalui

penampilan fisik, merespon perkataan orang lain

melalui isyarat tubuh.

2.1.10 J enis Komunikasi Nonver bal

A. Komunikasi nonverbal menurut jenisnya, Dukan dalam

Samovar dan Porter 1976 (Liliweri, 1994 ; 114) meliputi :

1. Knesik atau gerak tubuh

2. Prosemik atau penggunaan ruang personal dan social

3. Sensitivitas kulit

(48)

B. Komunikasi nonverbal menurut kategorinya, menurut

Berker dan Collins (Liliweri, 1994 : 112 – 114) :

a. Suasana komunikasi

a. Ruang atau space

b. Suhu, Cahaya, Warna

b. Unsur - unsur pernyataan diri

a. Pakaian

b. Sentuhan/perabaan

c. Waktu

c. Gerak tubuh

a. Bentuk - bentuk gerak tubuh

b. Kontak mata

c. Ekspresi wajah

d. Gerakan anggota tubuh

e. Penggunaan gerakan tubuh

C. Komunikasi nonverbal menurut pengelompokannya,

menurut Knapp dan Tubs : 1978 (Liliweri, 1994 : 142)

1. Gerak tubuh / perilaku kinesik

a. Emblems pesan yang melukiskan suatu

makna pada suatu kelompok social

b. Ilustator gerakan anggota tubuh untuk

menjelaskan sesuatu

(49)

menggambarkan perasaan dan emosi yang berfungsi

interaktif dan informatif

d. Regulator gerakan yang berfungsi

mengarahkan, mengawasi, mengondisikan interaksi

dengan sesame

e. Adaptors gerakan anggota tubuh yang

bersifat spesifik, mulanya berfungsi untuk

menyebarkan atau membagi ketegangan tubuh

2. Karakteristik fisik yang meliputi gerakan / keadaan

penampilan tubuh secara menyeluruh : warna kulit,

rambut

3. Perilaku / tindakan meraba, kontak tubuh yang terjadi

antara pribadi yang dibedakan kelas perstiwa.

4. Prosemik.

5. Artifacts tindakan pemalsuan, dilakukan untuk

merangsang efektifitas komunikasi. Memanipulasi

dapat dilakukan melalui pakaian, hasil manipulasi

adalah untuk mengecoh atau menambah keindahan atau

juga kejelekan dari sebuah penampilan.

(50)

2.1.11 Bahasa Foto Dalam Kar ya Fotogr afi

Sebuah Foto adalah sebuah visual yang memiliki bahasa tersendiri,

visual foto unit terkecilnya adalah sebuah shot atau potred, yaitu moving

image yang terekam dalam sebuah gerakan kamera. Dalam hasil - hasil

tersebut diatur pada sebuah tatanan dalam memotred ada empat yaitu

komposisi (menyangkut kepekaan fotografer pada obyek yang akan

difoto), focus, kecepaatan rana, dan diafrgma. Keempat tahapan tersebut

yang selalu dilakukan oleh seorang fotografer setiap melakoni profesisnya.

Komposisi adalah susunan dalam karya atau obyek visual foto.

Yang sususnannya tersebut hanya si fotografer atau pemotred yang bis

amengetahui dan melakukanya, kamera tidak akan bisa karena komposisi

tidaka bisa digantikan oleh kamera. Bebeda lagi halnya dengan focus,

kecepatan, dan diafragma itu semua dapat dilakukan oleh kamera baik

kamera digital ataupun analog (manual), sementara komposisi tidak akan

pernah bisa karena komposisi dilakukan berdasarkan :

1. Point Of Interest,Adalah sesuatu yang menonjol pada foto,

yang membuat orang langsung melihat pada titik ketndahan

foto tersebut, bisa disebut juga pusat perhatian

2. Framing, Adalah sebuah pembingkaian di dalam sebuah

obyek foto.

3. Balance, Mempertimbangkan keseimbangan sebuah obyek

(51)

Selanjutnya seorang fotografer dalam menciptakan sebuah karya

foto, perlu manentukan point of interest yang memeiliki persyaratan -

persyaratan sebagai berikut.

1. Bentuk atau shape, obyek harus mempunyai visual yang

tinggi, memiliki atau mempunyai bentuk yang bagus dan

jelas.

2. Warna atau color, mempunyai dimensi warna yang bagus

atau pun menonjol dalam sisi warna.

3. Kontras atau contras pengambilan obyek yang

bertentangan, missalnya gelap dan terang.

4. Tekstur atau teksture, sesuatau yang menonjol diarea obyek

foto selain obyek foto yang kita ambil sendiri.

2.1.12 Kehidupan

Kehidupan adalah ciri yang membedakan objek yang memiliki isyarat dan

proses penopang diri (organisme hidup) dengan objek yang tidak memilikinya,

baik karena fungsi-fungsi tersebut telah mati atau karena mereka tidak memiliki

fungsi tersebut dan diklasifikasikan sebagai benda mati. Ilmu yang berkaitan

dengan studi tentang kehidupan adalah biologi.

Proses kehidupan mengalami metabolisme, mempertahankan homeostasis,

memiliki kapasitas untuk tumbuh, menanggapi rangsangan, bereproduksi, dan

(52)

berturut-turut. Kehidupan yang lebih kompleks dapat berkomunikasi melalui

berbagai cara.

Dalam filsafat dan agama, konsepsi kehidupan dan sifatnya bervariasi.

Keduanya menawarkan interpretasi mengenai bagaimana kehidupan berkaitan

dengan keberadaan dan kesadaran, dan keduanya menyentuh isu-isu terkait,

termasuk sikap hidup, tujuan, dan konsep ketuhanan atau dewa.

Untuk mendefinisikan "kehidupan" dalam istilah yang tegas masih

merupakan tantangan bagi para ilmuwan dan filsuf. Mendefinisikan "kehidupan"

adalah hal yang sulit, karena hidup adalah sebuah proses, bukan substansi

murni.Definisi apapun harus cukup luas untuk mencakup seluruh kehidupan yang

dikenal, dan definisi tersebut harus cukup umum, sehingga, dengan itu, ilmuwan

tidak akan melewatkan kehidupan yang mungkin secara mendasar berbeda dari

kehidupan di bumi. http://id.wikipedia.org/wiki/Kehidupan#Definisi

kehidupan cara suatu keadaan, suatu hal; hidup: orang di desa berbeda

dengan orang di kota.http://kamusbahasaindonesia.org/kehidupan#ixzz1eySytLJx

2.1.13 Kehidupan Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan sebuah

interaksi, membutuhkan orang lain untuk bermain, bercerita, belajar

bersama, atau untuk melakukan hal - hal menarik lainnya. Interaksi ialah

tindakan atau aksi yang dibalas dengan reaksi (Suprapto, 2006 : 5).

Interaksi sosial adalah hubungan - hubungan sosial yang dinamis, baik

(53)

individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok

lain. Inti dari kehidupan sosial adalah interaksi sosial, tanpa interaksi

sosial tidak mungkin ada, kehidupan sosial (masyarakat).

Dengan adanya interaksi sosial terbentuklah kehidupan bersama

melalui proses sosial. Proses sosial merupakan hubungan timbal - balik

antara bidang - bidang kehidupan, dalam masyarakat melalui interaksi

antar individu masyarakat.

Kehidupan sosial sendiri bukanlah sesuatu yang harus dikatakan

dan memerlukan sebuah interaksi namun setiap individu juga mempunyai

kehidupan sosial masing - masing tanpa harus adanya interkasi.

Dilihat dari ruang lingkupnya, kehidupan sosial dapat dikatakan

sebagai hal - hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial yang sangat

kompleks sebagaimana dapat dicermati dari gejala - gejala sampai pada

peristiwa - peristiwa sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,

walaupun tidak secara langsung.

sosial berkenaan dengan masyarakat; perlu adanya komunikasi

suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, membantu,

dsb). http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/

2.1.13 Sekilas Sejar ah Pr ostitusi atau Pelacur an Di Indonesia

Namun menelusuri sejarah pelacuran di Indonesia dapat diruntut

mulai dari masa kerajaan-kerajaan Jawa, di mana perdagangan perempuan

(54)

feodal (Hull; 1997:1-22). Dua kerajaan yang sangat lama berkuasa di Jawa

berdiri tahun 1755 ketika kerajaan Mataram terbagi dua menjadi

Kesunanan Surakarta dan Kesultanana Yogyakarta. Mataram merupakan

kerajaan Islam Jawa yang terletak di sebelah selatan Jawa Tengah.

Koentjoro (1989:3) mengidentifikasi 11 kabupaten di Jawa yang

dalam sejarah terkenal sebagai pemasok perempuan untuk kerajaan; dan

sampai sekarang daerah tersebut masih terkenal sebagai sumber wanita

pelacur untuk daerah kota. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten

Indramayu, Karawang, dan Kuningan di Jawa Barat; Pati, Jepara,

Grobogan dan Wonogiri di Jawa Tengah; serta Blitar, Malang,

Banyuwangi dan Lamongan di Jawa Timur. Kecamatan Gabus Wetan di

Indramayu terkenal sebagai sumber pelacur dan menurut sejarah daerah ini

merupakan salah satu sumber perempuan muda untuk dikirim ke istana

Sultan Cirebon sebagai selir. (Hull, at al. 1997:2).

Bentuk industri seks yang lebih terorganisasi berkembang pesat

pada periode penjajahan Belanda (Hull; 1997:3). Umumnya, aktivitas ini

berkembang di daerah-daerah sekitar pela

Referensi

Dokumen terkait