(Analisis Semiotik Foto Yang Berjudul Mempercantik, Bergegas, “Aquarium
Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Per syar atan Memper oleh Gelar
Sar jana Pada FISIP UPN : “Veter an” J awa Timur
oleh :
ADHITYA HENDRA PERMANA
NPM. 0543010175
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN“ J ATIM
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
J URUSAN ILMU KOMUNIKASI
Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah)
Disusus Oleh :
Adhitya Hendr a Per mana NPM. 0543010175
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui Dosen Pembimbing
Yuli Candr asa r i, S.Sos, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1
Mengetahui Dekan
“Aquarium Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah)
Nama : Adhitya Hendr a Per mana
NPM : 0543010175
J ur usan : Ilmu Komunikasi
Fak ultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyetujui :
Dosen Pembimbing Tim Penguji 1.
Yuli Candrasa r i S.Sos, M.Si Dr a Sumar djijati, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1 NIP. 196 203 231 993 092 001
2.
Dr s Kusnar to, M.Si
NIP. 195 808 011 984 021 001 3.
Yuli Candr asar i S.Sos, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1
Mengetahui,
KETUA PROGRAM STUDI
Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apa makna dalam karya foto essai dolly Hitam Putih Prostitusi yang diajukan dengan judul Representasi Kehidupan Sosial Prostitusi. Urbanisasi merupakan salah satu “kambing hitam” dari prostitusi yang dihadapi bahkan menjadi karakteristik faktor kasus dari kegiatan dan usaha - usaha pelacuran di kota - kota besar. Nilai sosial adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan benar atau salah.
Ketika sebuah kata sudah tidak dapat menyampaikan pesan biarlah foto yang berbicara. Sebuah karya foto sendiri saat ini dipandang subyektif oleh para penikmat foto, Sedangkan karya foto itu akan melahirkan tanda - tanda yang bias, sehingga menimbulkan pemaknaan yang berbeda - beda. dengan menggunakan Metode Deskriptif Kuallitatif melalui pendekatan Semiotik Charles Sanders Pierce, yang membagi tandanya menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks dan simbol. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan secara detail dan mendalam. Jenis penelitian kualitatif ini memberi peluang yang besar dibuatnya, interpretasi - interpretasi alternative.
Hasil yang didapat selama melakukan penelitian ini, yang digunakan sebagai sampelnya kurang lebih dari 200 karya foto dan diambil 7 karya foto sebagai korpus menunjukkan bahwa, setiap visual ataupun gambar memiliki arti atau pengertian yang berbeda - beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik sebua karya foto tersebut. Oleh karena itu para fotografer dari berbagai media massa menyampaikan pesan atau memberikan sebuah informasi salah satunya melalui karya foto tersebut.
Koyo Wong Luwe Kudu Ndang Mangan
Tidak Berfikir Dari Mana Bisa
Kalau Difikir Bikin Badan Sakit
Ngerjakan Skripsi Harus Banyak Baca
Seperti Orang Lapar Harus Segera Makan
“Tidak ada hal besar pernah terjadi di dunia ini kalau tak ada harapan yang
dibesar - besarkan”
(Jules Vrene)
Lebih Baik Apa Yang Bisa Kamu Kerajakan - Kerjakan Jangan Banyak
Berfikir Karena Banyak Berfikir Membuang Waktu Kalian
“Raihlah apa yang bisa kamu raih selama apa yang kamu inginkan bukanlah
suatu hal yang mustahil”
(Adhit “Glewow”)
memberikan keindahan alam semesta serta rachmat dan hidyah-Nya sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan proposal yang berjudul Repr esentasi Kehidupan Sosial Pr ostitusi, Dalam Kar ya Foto Essai Dolly Hitam Putih Pr ostitusi (Analisis Semiotik Foto Yang Berjudul Mempercantik, Bergegas, “Aquarium Manusia”, Sebelum Beraksi, Menunggu, Usai “Bercinta”, Sofa Bergairah) dengan sebaik - baiknya. Yang merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas lmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN “VETERAN” Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana, Sos - S1.
Hasil skripsi ini disusun berdasarkan data yang diperoleh penulis pada saat menyusun skripsi ini. Melalaui skripsi ini penulis ingin memaparkan tentang foto sebagai media komunikasi visual yang menjadi element penting dalam proses penyampaian pesan. Foto merupakan bahasa visual dalam menterjemahkan setiap realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Penulis menyadari keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini, tidaka lepas dari dukungan, arahan, dana saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar - besarnya kepada :
1. Ibu Dra Hj Suparwati, MSi , selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , UPN “VETERAN” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito S.Sos, MSi selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN “VETERAN” Jawa Timur. 3. Segenap Bapak - Ibu Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UPN “VETERAN” Jawa Timur.
4. Ibu Yuli Candra Sari Sos, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama menyusun dan menyelesaikan skripsi. 5. Drs Djumingan (bapak), Hanifah Mufidah (bunda) yang membiyayai,
mendukung penulis dalam perjalanan yang kusebut “KEHIDUPAN” 7. Jari - jemari yang terus menekan huruf - huruf dan angka - angka pada
setiap komputer dan laptop yang penulis gunakan untuk mengerjakan skripsi ini, mata yang selalu penulis paksa untuk membaca refrensi, dan telinga yang juga selalu penulis gunakan untuk mendengar suatu informasi dan naseahat dari siapa pun.
8. Firdausi Anidah ’07 (Jo’Q) yang sudah kasih support & buat semangatin dan menyelesikan studi thank’s buat laptopnya.
9. Mas Trisnadi Marjan Fotografer AP kantor Berita Amerika, yang telah membantu dan meluangkan waktu dalam penelitian skripsi ini sebagai Nara Sumber.
10.Bapak Didik H, S Pd guru matematika SMA Dr Soetomo yang pertama kalinya mengenalakan kepada penulis dunia fotografi.
11.Mas Okky’04 (Jembret/Ulo Katok) thank’s buat penyelamatan dari ketakutan dalam dunia fotografinya.
12.Mas Eric ir eng Siswanto (Redaktur foto LKBN ANTARA biro Jawa Timur), yang telah memberi pengutahuan tentang fotografi jurnalistik. 13.Rudi Mulyana S.Sos, yang telah memberi literature buat penulis dalam
menyusun hasil penelitian.
14.Seluruh keluarga besar Lab.Fotografi X-PHOSE (eXpr esi PHOtography SEni) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan UKM Fotografi AKRIWAHATARA (Aswana KRIya WAr ada HArana ciTRA) UPN “VETERAN” Jawa Timur
17.Arek - arek Inkubator yang selalu mengajak maen PES ketika penulis mengalami kebuntuan Gayuh, Akid, Jemblung, Sinyo, Oky Pavly…, Herdik Jendral, Zippo, dan tak lupa Wiwoho yang sudah ngenalin ma mereka wis pokok’e akehlah.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Kelak siapa pun yang akan menggunakan hasil penelitian ini sebagai literatur kembangkan lagi seiring berkembangnya waktu JANGAN COPY
PASTE baca maknai dan di mengerti.
Surabaya, 25 November 2011
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR LAMPIRAN ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1
Latar Belakang Masalah... 1
1.2
Rumusan Masalah ... 12
1.3
Tujuan Penelitian ... 12
1.4
Manfaat penelitian ... 12
1.4.1
Manfaat Teorotis ... 12
1.4.2 Manfaat Praktis ... 13
BAB II KAJ IAN PUSTAKA... 14
2.1
Landasan Teori ... 14
2.1.1 Fotografi ... 14
2.1.2 Fotografi dan Obyektifitas ... 17
2.1.3 Fotografi dan Subyektifitas ... 18
2.1.4 Esaai Foto ... 19
2.1.5 Essai Foto Sebagai Cara Berkomunikasi ... 21
2.1.6 Pesan Sebagai Penafsiran Lambang ... 24
2.1.7 Konsep Makna ... 25
2.1.8 Pemaknaan Warna ... 28
2.1.9 Gambaran Umum Komunikasi Non Verbal ... 38
2.1.13 Sekilas Sejarah Prostitusi atau Pelacuran di Indonesia ... 45
2.1.14 Prostitusi ... 49
2.1.15 Prostitusi dan Gejala Sosial ... 51
2.1.16 Pola, Bentuk dan Pengolongan ... 52
2.1.17 Semiotika ... 55
2.1.18 Semiotika sebagai Pendekatan Untuk Mengetahui Makana Foto . 57
2.1.19 Sistem Tanda Dalam Semiotika ... 57
2.1.20 Katalog Foto ... 63
2.1.21 Representasi ... 64
2.2
Kerangka Berfikir ... 66
BAB III METODE PENELITIAN ... 68
3.1
Metode Penelitian ... 68
3.2
Konseptualisasi ... 70
3.1.1 Pesan Dalam Karya Foto ... 70
3.1.2 Karya Foto Trisnadi Marjan ... 71
3.3
Korpus ... 72
3.4
Unit Analisi ... 73
3.5
Teknik Pengumpulan Data ... 74
Perubahan paradigma yang terjadi secara kualitatif dapat kita
rasakan masing - masing, antara lain sebagaian masyarakat (laki - laki)
menuntut juga wanita untuk bekerja dan memberikan kontribusi ekonomi
bagi keluarga. Tuntutan itu akan lebih mengkristal lagi apabila dikaitkan
dengan permasalahan ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tuntutan
kebutuhan hidup yang semakin sulit dan mahal didapat menyebabkan
terjadinya gelombang migrasi yang besar, yang dilakukan juga oleh kaum
wanita untuk memenuhi kebutuhan primer ataupun untuk meningkatkan
kesejahteraan dan masa depan yang cerah.
Urbanisasi merupakan salah satu “kambing hitam” dari prostitusi
yang dihadapi bahkan menjadi karakteristik faktor kasus dari kegiatan dan
usaha - usaha pelacuran di kota - kota besar seperti Surabaya, Jakarta,
Bandung dan masih banyak kota - kota besar lainya yang ada di Indonesia.
Prostitusi keberadaanya sudah sangatlah lama, setua dengan umur
kehidupan manusia itu sendiri. "Tanjung Perak mas, kapale kobong.
Monggo Pinarak mas, kamare kosong". Yang diartikan dalam bahasa
Indonesia (Tanjung Perak mas, kapalnya terbakar. Mari mampir mas,
kamarnya kosong). Mungkin itulah parikan atau (pantun) manis merayu
memanja yang keluar dari bibir bergincu para wanita yang bergelut dalam
Prostitusi memang susah diatasi tempat wisata birahi Laki - Laki
senatiasa menjadi jujukan pemuja kenikmatan dunia itu ternyata
menyulam berbagai kepentingan tak luputnya masalah ekonomi, sosial,
dan budaya yang selalu menjadi alasan klasik dan saling melengkapi. Oleh
karena itu, tak usah heran bila beragam cara dan upaya yang dilakukan
dengan tujuan agar prostitusi itu lenyap tak ubahnya seperti memancing di
air keruh, tak mungkin ada hasilnya.
Prostitusi berkembang dan tumbuh dengan berbagai kedok dalam
berbagai rupa : salon kecantiakan, panti pijat, warung remang - remang,
ruko - ruko fiktif serta tak luput juga mall dan tempat pendidikan pun juga
sudah menjadi tempat berkembangnya prostitusi. Para pekerja seks
komersial (PSK), pelacur, ciblek, lonte, perek, sundal, cewek plat kuning
dan apa pun julukan bagi mereka, wanita yang selalu tertindas dengan
keliaran nafsu para laki - laki pemuja kenikmatan duniawi tak akan jera
walau pun berulang kali terkena razia.
Prostitusi itu selalu ada pada semua negara berkembang dan
senatiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan
tradisi (Kartono, 2005). Sejalan dengan hadirnya era milenium baru,
perubahan nilai sosial berlangsung secara cepat dan massif, menyentuh
setiap sisi kehidupan umat manusia di belahan bumi manapun. Nilai sosial
adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan
sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai
contoh, orang menganggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan
mencuri bernilai buruk.
Manusia merupakan makhluk sosial yang butuh sebuah interaksi
antara individu dengan individu yang lain, antara individu dengan
kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok yang lain dengan cara
berkomunikasi. Dalam proses berkomunikasi sehari - hari kita melalui 2
hal proses komunikasi tanpa kita sadari yaitu komunikasi yang bersifat
verbal dan komunikas nonverbal. Masing - masing sifat tersebut saling
melengkapi.
Komunikasi verbal dapat meliputi bagaimana orang
berkomunikaasi dengan orang lain dalam bermasyarakat, serta kegiatan -
kegiatan internal berpikir dan pengembangan terhadap makna pada kata -
kata yang ingin kita gunakan dalam kehidupan sehari - hari. Sedangkan
komunikasi nonverbal meliputi isyarat, ekspresi, wajah, raut muka,
pandangan mata, gerak tubuh, postur tubuh, sentuhan, rangsangan,
pakaian, atefak, diam, ruang waktu dan suara.
Komunikasi nonverbal dalam pengunaannya sering tidak disadari
kehadiarannya serta kurang dipahami maknanya oleh komunikan bahkan
oleh komunikator itu sendiri, terutama dalam kehidupan sehari - hari,
padahal tanpa disadari komunikasi nonverbal dapat mendukung dan
Dengan upaya mengkomunikasikan suatau ide dan pesan melalui
bahasa gambar yang terekam dari jepretan foto tersebut, atau biasa juga
disebut bahasa kamera. Saat pengambilan gambar atau sebuah karya foto
yang sangat singkat, menyebabkan penyesuaian dengan jepretan dari rana
kamera foto. Simbol pada gambar merupakan symbol yang disertai
maksud (signal), serta banyak menggunakan komunikasi nonverbal,
melalui gambar - gambar simbolis atau bermakna implisit.
Bahwa pada dasarnya simbol adalah sesuatu yang berdiri atau ada
untuk sesuatu yang lain, kebanyakan di antaranya tersembunyi atau tidak
jelas. Sobur (2003:163). Sebuah simbol dapat berdiri untuk intuisi, ide,
cara berpikir, harapan dan banyak hal lain. Oleh karena itu karya foto yang
mempunyai tema atau alur cerita, maka memperlukan interpretasi lebih
mendalam dengan pengamatan melalui komunikasi nonverbal yang
digunakan.
Pada awal kehadirannya, karya foto dibidang media massa atau
jurnalistik digunakan sebagai pelengkap atau pendukung suatu berita, serta
memperkenalkan gambar. Sudah menjadi kenyataan bahwa pesan yang
disampaikan oleh media massa cenderung diyakini benar, kenyataan ini
akan beratambah bila pesan itu disertai dengan data visual yaitu foto.
(Asid L Soetanto dalam Citra Komunika 2006).
Media gambar atau foto merupakan media yang paling cepat untuk
dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap gambar atau foto
jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek
yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan mudah
dikenal (Waluyanto, 2000:128).
Media cetak atau Koran yang sering menayangkan karya foto baik
dari fotografernya dan fotografer dari luar negeri atau kantor berita luar
negeri yang telah maju dalam segi teknologi dan kualitas. Namun dalam
penelitian ini penulis akan lebih menitik beratkan pada karya foto sebagai
media visual saja, dan tidak membahas mengenai karya foto sebagai media
massa atau lebih dikenal foto jurnalistik.
Industri dibidang foto sangat dipengaruhi oleh hasil karya foto
yang menarik dan mempunyai nilai visiual yang tinggi, oleh karena itu
foto menjadi kebutuhan utama bagi pewarta foto atau stringer (pewarta
foto lepas), apabila meraka ingin mempromosikan foto terbaru atau foto
lama yang masih memiliki nilai visual yang cukup tinggi. Saat ini tingkat
persaingan di industri foto makin ketat, banyak pewarta foto, stringer dan
pendatang baru maupun lama, dari luar negri maupun dalam negeri yang
memilik kualitas dan didukung foto yang juga berkualitas.
Sekarang mulai menjamur media - media yang khusus
menayangkan karya foto, contoh AFP, REUTERS, ANTARA, AP PHOTO,
EPA PHOTO, Getty Image, dan masih banyak lagi, saat ini setiap 1 tahun
sekali selalu ada penghargaan yang diberikan kepada pewarta foto untuk
kemajuan Komputer sangat mendukung perkembangan karya foto dan
proses kreatifitas dalam memproduksi karya foto.
Karya - karya foto sekarang ini lebih menarik, kreatif inofatif
serta memasukkan unsur keindahan - keindahan yang artistik selain
didukung teknologi yang canggih, juga dipengruhi oleh peranan sumber
daya manusia yang memenuhi syarat dan selalu kreatif serta inovatif.
Dalam pengemasan ide dan proses dalam menghasilkan karya foto,
Pewarta foto AP Kantor Berita Amerika Untuk Wilayah Indonesia Timur
(Stringer) Trisnadi Marjan atau yang lebih akrab dengan sapaan Cak
Doweh yang karya - karya fotonya selalu memiliki ide dan tema sederhana
namun inovatif, dalam pengambilan sudut (angel) gambar, dan juga
kesabaranya dalam menunggu moment sehingga diperoleh foto yang
berkualitas dan menarik untuk dilihat dan dicermati.
Foto - foto karya Trisnadi Marjan sering mendapatkan
penghargaan dalam lomba - lomba karya visual foto jurnalistik diantaranya
: Pada tahun 2010 Juara 2 dan 3 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Jawa Timur, Lomba Foto Gunung Terbaik Nasional (Erupsi Gunung
Bromo), Terpilih 5 Foto Terbaik di Boston Picture 2010; Pada tahun 2009
Juara The Bast Anugrah Pewarta Foto Indonesia (APFI), Juara 1 Anugrah
Pewarta Foto Indonesia (APFI) Kategori Politik, Juara 1 Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur 2009; Juara 2 Foto Narkoba 2007
Pemprov Jawa Timur; Pernah menjadi pemateri dan pembicara di
“Tema 2th Lumpur Lapindo”, Komunitas Fotografer Telungagung dengan
“Tema Foto Jurnalistik”, Komunitas Fotografer Kediri dengan “Tema Foto
Bencana”. Serta Pernah melaksanakan Pameran Fotografi Tunggal
sejumlah empat kali dengan berbagai tema yaitu : Dolly Hitam Putih
Prostitusi, Hitam Putih Penjara Anak, Dua Tahun Lumpur Lapindo, Erupsi
Merapi.
Karya - karya Trisnadi Marjan yang pernah dipamerkan di Galery
Merah Putih Balai Pemuda Surabaya,bersamaan dengan peluncuran buku
foto Dolly Hitam Putih Prostitusi, adalah kumpulan foto terbaik Trisnadi
Marjan selama menggeluti dunia fotografi, buku tersebut menceritakan
tentang wajah prostitusi di lokalisasi Dolly dalam berbagai sisi serata
kehidupan sosial dari para pekerja sexs komersial (PSK).
Fotografer mencoba mengajak para penikmat foto masuk dalam
bisnis desah nafas di lokalisasi Dolly Surabaya melalui sebuah frame foto.
Lokalisasi Dolly ini pada awalnya adalah daerah pemakaman China yang
berada di daerah Putat Jaya, Surabaya. Namun pada tahun 1967, seorang
wanita bernama Dolly Khavit yang menikah dengan pelaut Belanda bisa
menjadikan daerah itu lokasi prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Dolly
Khavit yang merasa sakit hati karena ditinggal suaminya yang pelaut,
akhinya melakukan proses transformasi identitas menjadi seorang
laki-laki. Lalu ia menikah dengan beberapa wanita yang ia pekerjakan sebagai
PSK di rumah bordil yang dikelolanya. Mulai dari sanalah, semakin hari
pelesir birahi. (Cornelius Prastya R.K & Adi Darma, “Dolly, Kisah Pilu
Yang Terlewatkan” 2011).
Dengan mencoba menguak sisi balik senyap lokalisasi terbesar di
Asia ini. Mulai dari sejarah terbentuknya yang membuat seluruh
wisatawan asing maupun domestik mencoba mengenal lebih dekat
lokalisasi yang dikabarkan mengalahkan lokalisasi Phat Phong Bangkok,
Thailand dan Geylang di Singapura. Sehingga membuat tertarik peneliti
ingin menganalisisnya, karaya foto tersebut, ada tujuh foto yang dipilih
oleh peneliti dengan berbagai judul yaitu : Mempercantik, Bergegas,
“Aquarium manusia”, Sebelum beraksi, Menunggu, Usia bercinta, dan
yang terakhir adalah Masih ada tuhan
Pada penelitian foto pertama dengan judul Memeper cantik terlihat
seorang wanita pekerja seks komersial (PSK) yang merias wajahnya di
depan kamar, dengan beragam alat kosmetik dan beberapa tas. Pada
penelitian foto kedua dengan judul Ber gegas terlihat seorang wanita
pekerja seks komersial (PSK) yang memakai sandal haighils hak tinggi
untuk segera menjajahkan cinta. Pada penelitian foto ketiga dengan judul
“Aquar ium Manusia” terlihat sejumlah wanita pekerja seks komersial
(PSK) yang akan siap dipilih oleh daua laki - laki yang ada di balik kaca
sebagai pembatas ruang. Pada penelitian foto keempat dengan judul
Sebelum Beraksi terlihat dua wanita pekerja seks komersial (PSK)
melihat cara pemasangan alat kontrasepsi atau pengaman (kondom). Pada
pekerja seks komersial (PSK) yang sudah ada di dalam kamar untuk
menunngu laki - laki yang memilihnya. Pada penelitian foto keenam
dengan judul Usai “Ber cinta” terlihat seorang wanita pekerja seks
komersial (PSK) sedang berbaring di ranjang mengunakan handuk sebagai
penutup tubuhnya, sambil memegang rokok dan menonton televisi. Pada
penelitian foto ketujuh dengan judul Sofa Ber gair ah terlihat beberapa
wanita pekerja seks komersial (PSK) sedang duduk disofa sebagai tempat
untuk memajang diri dan menungggu untuk dipilih oleh para pria yang
akan mengencaninya serata pedagang asongan yang menawarakan
daganganya beruapa makanan ringan.
Dari tujuh foto karya Trisnadi Marjan yang dipilih oleh peneliti
terdapat nilai - nilai dan makna sosial yang cukup tinggi, sehingga kritik
sosial itu harus dikomunkasikan secara verbal, tapi melalui bahasa
nonverbal, sehingga visual foto dapat dikomunikasikan agar dapat diterima
oleh audience, atau penikmat foto. Melalui pendekatan teori semiotika
diharapkan karya foto ini mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda -
tanda visual dan kata - kata yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu,
pembahasan ini menggunakan kajian kritis yang bertujuan untuk
mengungkap makna dan tanda - tanda atau simbol yang ada (Sobur, 2006 :
132).
Karya foto bertema “Dolly Hitam Putih Prostitusi” karya Trisnadi
Marjan yang di relase atau dipamerkan pada akhir tahun 2004 ini
yang direkam melalui bidikan kamera dengan menghasilkan karya - karya
foto yang menarik. Di dalam karya foto tersebut menggambarkan
kehidupan pekerja seks komersial dan lingkungannya dan yang dikamas
dalam katalog atau buku berjumlah 72 halaman serta tertuliskan teks - teks
puisi karya dari Dorothea Rosa Herliana yang memberikankan pemaknaan
lebih secara bahasa verbal.
Meraka hadir di hadapan kita bukan sebagai pelacur yang tengah
menjajahkan diri. Mereka hadir sebagai manusia biasa yang terpuruk oleh
nasib buruk. Dari sudut pandang praktis, fotografi membuat orang melihat
keadaan sekitarnya secara lebih seksama. Hanya fotografi lah yang mampu
merekam aspek - aspek kehidupan itu dalam arti yang hakiki. Fotografi itu
memeng sederhana bidik suatu obyek dan tekan shuter sehingga sebuah
karya foto tercipta. Sebuah foto bisa lebih dapat berbicara dari pada seribu
bahasa. oleh karena itu, melalui karya foto bertema “Dolly Hitam Putih
Prostitusi” ingin menyiratkan makna bahwa karya foto bukanlah sekedar
berfungsi sebagai dokumentasi belaka. Tetapi lebih dari itu, dengan bahasa
Universal foto bisa dapat berbicara, menceritakan, menangkap sekaligus
menyampaikan makna dan pesan yang terkandung dari suatu fakta atau
peristiwa tertentu.
Foto merupakan suatu medium sajian untuk menyampaikan
beragam bukti visual atas suatu peristiwa pada masyarakat seluas -
luasnya, bahkan hingga keraknya. Di balik itu semua foto dapat menjadi
kuat tentang proses “sesuatu” yang dikomunikasikan kepada orang lain
atau masyarakat. (Pendakatan Visual Dengan Suara Hati - Oscar Motuloh.)
Karya foto di atas menggunakan tema sosial dan lingkungan
(Sosial and Environment) sebuah kehidupan di lingkungan prostitusi dan
permaslahannya. Masyarakat yang hidup didunia prostitusi merupakan
kaum minoritas yang keberdaannya selama ini selalu mendapat penilaian
negative dari masyarakat luas, sehingga penyiaran foto ini membuat mata
penikmat foto terbuka lebar. Bahwa mereka tak harus dijahui dan dicaci
maki, mereka adalah masyarakat yang hanya hidup untuk tuntutan perut
dan kehidupan, bukan mau mereka hidup dalam dunia seperti ini, maka
perlu adanya penengan khusus oleh pemerintah tentang hal tersebut.
Barangkali ambisi hedonistik kesenangan dan tuntutan pemenuhan
kebutuhan materilah yang kerap dijadikan alasan klasik meraka untuk
kemabali dan kembali lagi dalam lubang kenistaan dan kehidupan yang
gelap walau menurut mereka masih ada sedikit cahaya kehidupan yang
akan membawa mereka menjalani kehidupan yang lebih baik. Saat ini
jumlah mereka makin hari kian bertambah, ibarat mati satu tumbuh seribu,
kehidupan prostitusi akan semakin menjerat korban - korbannya setiap saat
dan waktu.
Penuangan ide melalui penggambaran komunikasi nonverbal
dalam durasi waktu yang sesingkatnya pada karya foto melalui bahasa
gambar, memerlukan interpretasi lebih mendalam agar lebih tertarik untuk
Representasi Kehidupan Sosial Prostitusi, Dalam Karya Foto
Essai Dolly Hitam Putih Prostitusi karya Trisnadi Marjan
1.2 Per umusan Masalah
Penelitian ini mencoba untuk mengkaji makna yang ada di balik
foto - foto Trisnadi Marjan tersebut dengan metode semiotik sebagaimana
yang di publikasikan dalam pameran foto “Dolly Hitam Putih Prostitusi”
di galeri Merah Putih Balai Pemuda Surabaya. Pertanyaan yang hendak
dijawab dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana Representasi Kehidupan Sosial Prostitusi Dolly yang
tergambar dan dimaknai dalam foto essai Dolly Hitam Putih Prostitusi
karya Trisnadi Marjan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna yang
terkandung dalam karya foto Trisnadi Marjan dengan tema Dolly Hitam
Putih Prostitusi tentang representasi kehidupan sosial prostitusi Dolly.
1.4 Manfaat Penelitian
Semantara manfat dari penelitian ini yaitu :
1. Secara Teoritis / Akademis adalah penelitian ini diharapkan memberi
sebuah wacana, literature, ataupun hal yang baru tentang Skripsi
memberikan segnifikansi bagi perkembangan dan pendalaman
semiotika maupun dalam dunia fotografi.
2. Secara Praktis adalah memberi signifikansi bagi para penggiat fotografi
serta penikmat foto dalam mengaplikasikan ide - idenya dalam berkarya
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teor i
2.1.1 Fotogr afi
Istilah fotografi atau Photography berasal dari bahasa yunani yang
terbagi dalam dua kata yaitu Photos yang berati cahaya dan Graphos yang
artinya melukis atau menggambar sehingga fotografi adalah sebuah proses
melukis dengan cahaya. Jadi dapat diartikan secara terminologi, fotografi
dapat diartikan sebagai upaya menangkap citra dari alam kedalam sebuah
media yang menghasilkan sebuah gambar. (Andreas Preinger, The
Complete Photografer ; Unsur - unsur fotografi, Pahara Prize, 1999).
Fotografi merupakan sebuah perjalanan membuat dan mengambil, tidak
terbatas hanya sebagai gambar yang diperlihatkan namun bisa memberikan
makna dari gambar tersebut.
(http://www.indonesiakreatif.net/index.php/id/news/read/mengurai-sejarah-fotografi-melalui-filosofi-penghayat-cahaya)
Visualisasi yang ditangkap oleh seorang fotografer, dalam setiap
suatu kejadian akan direkam dengan baik. Dalam perkembangannya
fotografi tidak akan hanya merekam suatu hal - hal yang bersifat
dokumentasi tetapi sudah merambah berbagai bidang kehidupan.
Kelebihan yang lain dari sebuah foto adalah di bandingkan tulisan adalah
dia menunjukan kembali realitas yang pernah terjadi. Tiada kata yang
mampu menguraikan kembali suatu kejadian sebaik bahasa gambar,
demikian orang mengutarakan tentang sebuah fungsi dari sebuah foto
peristiwa yang berhasil.
Pada dasarnya foto adalah sebuah gambar mati atau beku, yang
hanya bisa dilihat dan tidak bisa didengar. Foto dapat memvisualisasikan
sesuatu dengan lebih konkrit , lebih realitas, lebih akurat dan lebih
dramatis. Membuat setidaknya satu gambar mati atau beku dari bagian -
bagian suatu persitiwa merupakan tantangan seorang fotografer. Fotografi
tak pernah bisa merekonstruksi suatu peristiwa, tetapi dengan pasti foto
sanggup membawa orang untuk tertarik, tahu dan mengimajinasikan suatu
peristiwa. Fotografi mempunyai keistimewaan dibanding film maupun
televisi, dimana foto merupakan ingatan kolektif dunia dan foto
mengabadikan sebuah momen yang kemudian menjadi sebuah simbol
sekaligus referensi yang tertancap di benak kita. (Roland Barthes dalam
bukunya Camera Lucida).
Dalam prosesnya fotografi menghasilkan sebuah foto yang
dibentuk oleh dua unsur, yaitu objektifitas dan subjektifitas. Objektifitas di
dalam foto dipandang sebagai repersentasi sempurna dari objeknya atau
representasi realitas dari kehidupan sehari - hari. Subjektifitas sendiri
merupakan bagimana sebuah realitas direkonstruksikan kembali kemudian
direpresentasikan dalam bentuk foto (visual).
1. Foto Lanscape adalah sebuah foto yang di dalamnya
menggambarkan tentang alam yang mencakup yaitu langit,
tanah, air dan unsur - unsur alam lainnya.
2. Foto Still Life adalah sebuah foto yang di dalamnya
menggambarkan sebuah benda yang dalm penggarapannya
foto tersebut adalah dengan pendekatan seni yaitu
menggabungkan antara seni - seni grafis dan fotografi.
Misalnya foto iklan dan sebaginya.
3. Foto Dokumenter adalah foto yang di dalamnya
menggambarkan sebuah rangkaian peristiwa. Misalnya foto
pernikahan, foto perjalan dalam pariwisata, foto pesta ulang
tahun dan lain - lainnya.
4. Foto Arsitektur adalah foto di dalamnya menggambarkan
bentuk - bentuk bangunan dan lingkungannya.
5. Foto Jurnalistik atau Foto Berita adlah sebuah foto yang
menyampaikan informasi atau sebuah foto yang
didalamnya menggandung berita atau pesan.
Foto Jurnalistik sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Foto Spot yang lebih besifat berita.
b. Foto Feeture lebih memberikan informasi yang
tidak mudah basi, misalnya foto essai dan foto
2.1.2 Fotogr afi dan Objektifitas
Kemampuan tekgnologi kamera merekam sebuah objek dan
mehadirkannya kembali dalam sebuah gambar dua dimensi dipandang
sebagai bentuk pengulangan waktu dan kejadian. Fotografi
menghadirkannya kembali gambar suatu obyek menyerupai obyek aslinya,
hal ini didiukung oleh pernyataan Roland Barthes “ Peristiwa yang
disampaikan secara terus menerus oleh fotografi sebenarnya hanya terjadi
satu kali, fotografi mengulang secara mekanis sesuatu yang tidak dapat
diulang secara nyata. (Katalog Pameran Foto “100 x Fream”).
Teknologi fotografi memang terlahirkan untuk memburu
obyektifitas, karena kemampuannya untuk menggambarkan kembali
realitas visual dengan tingkat presisi yang tinggi. Sejarah fotografi
mencatat, sejak masa pra-fotografi pada abad XVI, para astronom
memanfatkan kamera obscura untuk merekam konstelasi bintang - bintang
secara tepat. Alat bantu ini kemudian digunakan pula untuk bidang -
bidang kegiatan lain, termasuk seni naturalisme, dalam abad XVII dan
XIX, sebagai mesen gambar yang sangat berguna dalam merekam dan
menghadirkan kembali realitas visual. (Seno Gumira Ajidarma, Kisah
Mata (Yogyakarta, Galang Prees, 2001).
Begitu objektifitasnya sebuah foto sehingga apa yang tercetak
dalam sebuah gambar foto tidak lain adalah objek yang terekam oleh
kamera dengan presisi yang sempurna. Fotografi dipercaya tanpa syarat
asumsi itu masih berlaku dalam kehidupan sehari - hari, sebuah foto secara
praktis dapat menghadirkan kembali ralitas visual dan diterima sebagai
realitas itu sendiri.
2.1.3 Fotogr afi dan Subyektifitas
Sebuah foto tidak menghadirkan realitas hanya seperti tampak
visualnya, yang memang akan tampak analog terhadap objeknya, tapi
dalam kontingensinya sebuah foto berada dalam keserbamungkinan
penafsiran subyek yang memandang foto itu. Keberadaan sebuah foto
tidak ditentukan oleh apa atau siapa objeknya, melainkan oleh bagaimana
subyek memandang kemudian mendapat dari dan memberikan makna
kepada foto tersebut.
Subyektifitas dalam sebuah foto yaitu seorang fotografer melihat
dan memaknai sebuah objek yang kemudian direperesentasikan dalam
seebuah foto. Persepsi yang merupakan sebuah rangsangan indrawi akan
menentukan bagimana fotografer itu sendiri memaknai objek apa yang
akan direkamnya. Mata fotografer yang melihat suatu objek merupakan
wacana pengetahuan yang diwakili oleh sebuah kamera dalam
rekamannya. Dunia adalah totolitas ide - ide sunyektifitas, pengalaman
tidak datang dari dunia luar subyek melainkan hanya kerena subyek
mengamatinya.
Dibalik sebuah foto ada gagasan atau ide seoarang fotografer yang
yang menjadi objek dalam sebuah foto adalah apa yang dilihat oleh
fotografer sehingga subyektifitas dan objektifitas akan berlaku dan
keduanya sama - sama ada dalam sbuah foto. Subyektifitas dan objektifitas
yang ada didalam sebuah foto pada akhirnya melahirkan pemaknaan lain
dan seterusnya di maknai berbeda pula bagi yang memandangnya.
Namun demikian, para penikmat foto tidak akan selalu menangkap
realitas yang sama dengan fotografernya dalam sebuah foto. Sebuah foto
hanya menampilkan proses akhir dari suatu subyektifitas dan objektifitas
sebuah foto yang pada akhirnya melahirkan pemaknaan lain pada sebuah
foto diluar subyek dan objek foto itu sendiri.
2.1.4 Foto Essai
Cara bercerita atau berkomunikasi melalui gambar telah dikenal
sejak jaman mesir kuno yang tertoreh pada dinding - dinding makam. Di
dalam fotografi, foto esaai di awali oleh Mathew Brady yang merekam
perang Crimean akhir abad ke-18. Sejak itu foto essai mulai berkembang
sebagai alternatif cara bercerita atau bertutur. Pada awalnya, foto - foto
tersebut tampil sebagai kumpulan foto yang tidak beraturan dan tidak
tersusun sehingga tidak dapat bercerita secara runtut. Barulah pada tahun
1915, The Illustrated London News menampilkan perang dunia 1 dalam
bentuk essai,dengan memperhitungkan tata letak (walaupun berbentuk
Kata essai berasal dari bahasa latin kuno, exagium yang kemudian
menjadi exigere = (menimbang dan menguji) yang selanjutnya
dimanfatkan orang Perancis yang bermakna hampir sama, menjalani ujian,
ternyata didalam salah satu bidang fotografi menjurus pada suatu ujian
yang harus dilakukan sang fotografer menyajikan sejumlah foto terbaiknya
secara menyeluruh. (Don Hasman, Essai foto tentang Petualangan arikel
dalam Dikjut JUFOC 2003). Foto essai secara umum mempunyai sifat
yang sama dengan tulisan essai yaitu mengandung opini dari sudut
pandangan tertentu.
Defininsi sederhana foto essai adalah menampilkan rancangan
sejumlah foto secara berurutan yang masing - masing saling menguatkan
yang didalmnya tercetus dari ide - ide awal. Juga opini pribadi sang
fotografer ikut “melahirkan” suatu realita. Opini visual yang mencoba
ditampilkan secar utuh dan menyeluruh itu harus mampu menceritakan
kondisi dari suatu peristiwa maupun yang tidak ada kaitannya dengan foto
berita (jurnalistik). Hambatan terbesar pada waktu itu adalah peralatan
kamera yang besar dan berat, serta lensa yang berbukaan kecil,
mengakibatkan sebagian besar foto tampil adalah foto serdadu mejeng.
Pada tahun 1925, ketika kamera format kecil ditemukan, dengan
lensa yang mampu merekam lebih leluasa pada kondisi cahaya yang
minim, terbukalah kemungkinan untuk menampilkan aktifitas manusia
bermunculan, tokohnya Erich Solomon, untuk pertama kalinya potensi
sebenarnya dari sebuah foto essai yang mulai diekploitas.
Dalam foto essai, tata letak tidak tergantung dari urutan - urutan
pengambilan foto. Jadi, foto yang mana saja bisa dipakai sebagai
pembuka, asalkan memenuhi prasyarat, menarik perhatian dan memiliki
muatan pesan. Menggarap foto essai diperlukan jurus untuk fotografer
mengerjakan foto essai tersebut, kesabaran, ketekunan kecekatan dan
pengetahuan tersendiri. Selain itu dibutuhkan sebuah penelitian terlebih
dahulu di dalam merancang sebuah rencana kerja yang matang dan
terperinci.
Menciptakan sebuah foto essai, seorang fotografer tidaklah boleh
terbatasi keleluasaannya oleh waktu, untuk mencurahkan segala kreatifitas
dan keterampilanya dalam menggarap sebuah foto essai, yang baik dan
memiliki cita rasa dan dokumentasi yang tinggi. Untuk mewujudkan
kreatifitas yang baik seorang fotografer mutlak harus menguasai secara
teori dan praktek segala teknik dasar fotografi. Selain itu juga sebaiknya
memahami pengetahuan psikologi dan ilmu pengetahuan yang lainnya,
serta memiliki teknik pendeketan yang mampu membuat orang yakin dan
terpesona, itu merupakan prasyarat mendasar yang dapat dipelajari.
2.1.5 Essai Foto Sebagai Car a Ber komunikasi
Membuat sebuah foto essai yang berkualitas rupanya memang
yang menjadi pedoman utama sang fotografer harus memiliki konsep dan
untuk final touchnya dilakukan setelah pesiapan matang. Namun harus
ditekankan pula bahwa sebuah foto essai tidak selalu berangkat dari suatu
permasalahan yang besar. Sebgai contoh hadiah Pulitzer tahun 1980, jatuh
pada foto essai karya Sketer Hagler dari Dallas Time yang mengangkat
foto kehidupan para pengembala sapi di Amerika Serikat. Hagler pun
mampu menceritakan kehidupan para pengembala sapi tersebut secara
jelas dan menarik. (Foto Media Loc.id hal 43).
Maitland Edey, Editor dan staf Redaksi majalah Life, dadalm
bukunya The great Photographic Essay From Life menyatakan essai foto
merupakan bentuk yang paling kompleks dan karena itu paling menantang.
Pekerjaan ini melibatkan hanya fotografer sekaligus editor sekaligus tata
letak atau desainer layout.
Dalam menggarap sebuah essai foto memiliki peraturan dan
dibutuhkan seleksi yang tepat, agar foto - foto tersebut mampu bercerita
dalam sebuah tema. Dalam masalah yang akan diangkatan seyogyanya
secara keseluruhan dapat ditampilkan lebih utuh, lebih dalam, lebih
imajinatif dan lebih menyentuh dibandingkan dengan yang dicapai melalui
foto tunggal. Cara penuturan pun beragam pula, secara kronologis, tematik
atau apa saja, essai foto bentuknya fleksibel yang terpenting dalam
keseluruhan foto - foto tersebut saling memperkuat tema.
Kualitas sebuah foto tidak ditentukan pada jumlah fotonya.
lainnya. Pada tahun 1917, seorang fotografer majalah life, Eugine Smith,
menyatakan membuat essai foto yang berkualitas adalah membuat
beberapa foto dengan perencanan yang amat ketat. Sebenaranya dapat kita
katakana bahwa sebuah essai foto telah selesai pada saat baru kita
rencanakan.
Pemotretan yang dilakukan hanyalah semacam final touch saja
walaupun demikian tak jarang terjadi sedikit perubahan sekenario yang
telah disusun akibat situasi, kondisi dan kenyataan yang terjadi atau
ditemui di lapangan. Dalam sebuah diskusi fotografi atau workshop,
seorang fotografer prefisional di bidang fotografi jurnalistik, Herasmus
Huis World Press Photo Poundation (WPP) dan Shahdiul Alam director
foto agency “DIRK” menyimpulkan bahwa foto essai terdiri dari foto :
1. Foto pembuka yang bersifat establish (membawa pembaca
ke konteks cerita)
2. Portrait (untuk membuat link antara pembaca denagan
cerita)
3. Detail Shoot (sesuatu yang tidak terlihat tetapi dapat
menunjukakan langsung ke konteks cerita)
4. Foto yang menampilkan hubungan antara subjek utama
dengan lingkungan
5. Foto Penutup
Secara umum foto essai disusun menjadi sebuah foto cerita yang
sehingga menarik minat pembaca untuk mengetahui selanjutnya yang
membangun badan cerita dan mengiringi pemirsa ke foto puncak yang
biasanya dicetak besar yang berfungsi sebagai pengikat, sekaligus
memperluas kedalam dan arti, serta berfungsi sebagai penutup cerita dan
tak selalu dipasang besar.
2.1.6 Pesan Sebagai Penafsir an Lambang
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek
tertentu. Pesan adalah keseluruahan dari apa yang disampaikan oleh
komunikator. Sebagai penafsiran lambang menurut Clevenger dan
Matthews dalam teori - teori komunikasi, Pesan merupakan peristiwa
simbolisasi yang menyatakan suatu penafsiran tentang kejadian fisik baik
oleh Komunikator maupun Komunikan, (Aubrey Fisher, 1990:370). Pesan
sendiri mempunyai beberapa bentuk dan sifat menurut A.W Widjaja,
(1986-14-15) yaitu bersifat :
1. Informatif adalah proses memberikan keterangan - keterangan dan
kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri.
2. Persuaisif adalah proses bujukan, yakin membangkitkan pengertian
dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan
memberiakan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan,
3. Coersif adalah proses memaksa dengan menggunakan sanksi -
sanksi. Dapat berbentuk perintah, instruksi, agitasi dan sebagainya.
Pesan merupakan sebuah rangkaian isyarat atau symbol yang
diciptakan oleh seseorang untuk saluran tertentu dengan harapan bahwa
pesan itu akan mengutarakan atau menimbulkan suatu makna tertentu
dalam diri orang lain yang hendak diajak berkomunikasi, (Kincaid dan
Schramm, 1981:99)
2.1.7 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan
kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of
Meaning, (Ogden dan Ricards dalam Kurniawan, 2008 : 27) telah
mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.
Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur 2004 :
248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para
ahli filsafat dan para teoritis ilmu social selama 2000 tahun silam.
Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan
“ultarealitas”, para pemeikir besar telah sering mempergunakan konsep itu
dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan
mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner.
“tetapi”, kata Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008 : 47), “setiap usaha
misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya
memberikan jawaban salah”.
Menurut Devito, makna terletak pada kata-kata melainkan pada
manusia. “Kita” lanjut Devito, menggunakan kata - kata untuk mendekati
makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara
sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan.
Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan akan
sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi
adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar
dan apa yang ada dalam benak kita.
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan
dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1)
menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah,
(3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur,
2004 : 258).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep
makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito 1997 : 123-125)
sebagai berikut :
1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada
kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata-kata-kata
untuik mendekati makna yang ingin kita komunikasikan,
tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap
adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi
dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan
proses ini adalah proses yang bisa salah.
2. Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari
kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu.
Tetapi makna dari kata-kata ini dan berubah dab ini khusus
yang terjadi pada dimensi emosional makna.
3. Makna menbutuhkan acuan. Walaupun tidak semua
komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya
masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia
atau lingkungan eksternal.
4. Penyingkatan berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan
erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan
bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat
penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang
diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan,
kebahagian, kejahatan dan konsep-konsep lain yang serupa
tanpa mengaitkannnya dengan sesuatu yang spesifik, kita
tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu,
jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya
tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai
sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang
sedang berkomunikasi.
Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita
peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks,
tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat
dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak
kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan
tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003 :
285-289
2.1.8 Pemaknaan War na.
Warna dapatkan didefinisikan secara obyektif atau fisik sebagai
sifat cahaya yang dipancarkan atau secara subyektif atau psikologi dari
pengalaman indra pengeliatan. (Sanyoto : 9) Warna adalah suatu
gelombang atau getaran tertentu yang diterima mata (retina) karna adanya
sinar yang langsung diterima mata tanpa adanya cahaya, semua gelap dan
menjadi tak berwarna).
2.1.8.1 Klasifikasi War na ber dasar kan Sepektr um War na
1. War na Pr imer
Warna primer merupakan warna petama atau warna pokok, disebut
warna primer karena warna tersebut dapat digunakan sebagai pokok
percampuran untuk memperoleh warna - warna lain. Termasuk sebagai
warna pokonya adalah CMYK (cyan, magenta, yellow, key sebagai warna
pengunci atau juga bisa disebut black)
2. War na Sk under
Warna skunder atau warna kedua adalah warna jadian dari
percampuran dua warna primer atau pokok. Termasuk warna sekunder
adalah : jingga atau orenge (pencampuran warna merah dan kuning), ungu
atau violet (pencampuran warna merah dan biru), warna green atau hijau (
pencampuran warna biru dan kuning). Ketiga warna sekunder tersebut
sering disebut warna standar.
3. War na Tersier
Warna tersier atau warna ketiga adalah warna percampuran dari
dua warna sekunder atau warna kedua. Termasuk di dalam warna tersier
adalah : coklet dan kuning (disebut juga siena mentah, kuning tersier,
yellow ocher atau olive, yaitu percampuran warna jingga dan hijau), coklt
merah (disebut juga siena bakar, merah tersier, burnt siena atau red brown,
yaitu percampuran warna jingga dan ungu), dan coklat b iru (disebut juga
siena sepia, biru tersier, zaitun atau navy blue, yaitu percampuran warna
hijau dan ungu).
4. War na Komplementer
Warna - warna yang saling berlawanan di dalam lingkaran warna
merupakan warna yang komplementer. Warna - warna komplementer
selalu berlawanan secara kontras dan jika tercampur, makan akan
dengan hijau, biiru dengan orange, dsb. Warna komplementer dapat
menetralkan intensitas warna yang terlalu kuat.
5. War na Analogus
Warana – warna yang mempergunakan terang gelap dan intensitas
dari warna terdekat, misalnya kuning kehijauan, kuning oreng (dominasi
kuning), dsb. Sekalipun lebih berwarna dari pada monocrhomatic, namun
warna analogus juga menciptakan keharmonisan dan suasana hati yang
tenang karena hubungan yang dekat antara warna - warni yang dipakai.
2.1.8.2 Klasifisikasi War na ber dasa r kan Gambar
1. War na Monochr ome
Warna yang menambahkan atau mengurangi intensitas dari satu
warna saja. Warna yang memeliki satu warna (moncrhome), warna
kedalamnya tergambarkan pada kwalitas warna terang atau gelap. Warna
monochrome tidak mempresentasikan suatu kenyataan atau realitas yang
ada, namun mengidentifikasi sebuah keseimbangan antara cahaya dan juga
gelap dari sebuah objek, bukan warna - warni objek yang sesungguhnya
ataupun gradasi dari berbagai warna - wani tersebut. Warna monochrome
memeberi kesan dari sebuah warna, memeberikan kesab kelonggaran dan
kebebasan bagi pengamatnya untuk memiliki imajinasi tentang objek
2. Warna Polychrome atau Optical Color
Warna yang digunakan banyak kandungan warna yang
dicampurkan, tidak semata - mata menambah intensitas dan kuat lemahnya
seperti halnya monochromatic. Polychrome membuat objek menjadi lebih
realis dan ekspresif sebab pencampuran warna didasarkan kepada warna -
warna yang sesungguhnya dilihat.
2.1.8.3 Klasifikasi War na ber dasar kan Sensasinya
1. Warna - warna panas atau (hot). Termasuk diantaranya : warna
merah, kuning dan percampuran - percampuran di antaranya.
2. Warna - warna dingin atau (cold). Termasuk diantaranya yaitu :
biru dan hijau serta kombinasi - kombinasi di antaranya.
3. Warna - warna netral atau (neutral). Termasuk diantaranya yaitu :
Putih, abu - abu dan juga hitam.
2.1.8.4 Klawisikasi War na ber dasa rkan Kar ekter itik
1. Hue : posisi warna terdapat dalam lingkaraan warna, mengacu
kepada nama - nama dari warna tersebut. Hue membedakan kualitas
warna antara yang satu dengan yang lainnya.
2. Chroma : kekuatan dan kelemahan warna, mengacu pada intensitas
warna, misalnya warna kuning mempunyi intensitas warna yang kuat,
sedangkan warna ungu mempunyai intensitas warna yang kurang kuat.
warna hitam putih. Penambahan warna hitam dapat menyebabkan
warna dapat menjadi gelap, sedangkan warna putih dapat
menyebabkan warna menjadi muda dan terang value dapat dibedakan
menjadi :
a. Tint : warna dengan value tinggi, dianggap
dianggap lebih ringan dan terang, oleh karena dapat
tambahan warna putih.
b. Shade : warna dengan value rendah, warna yang
lebih berat karena tambahan unsur warna hitam.
Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata
memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata-kata seperti : merah,
kuning, hitam, dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Warna
menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. dalam bukunya “periklanan”
memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena
perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai
ketertarikan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya :
1. Abu-abu.
Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan,
kesedihan, keamanan, reabilitas, kepandaian, tenang, serius,
kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan,
2. Putih.
Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidak bersalahan,
steril, kematian, kedamaian, pencapaian ketinggian diri,
spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau kesucian,
kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya,
persatuan, lugu, murni, ringan, netral dan fleksibel.
3. Hitam.
Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan,
kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan,
perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negative, mengikat,
formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam,
kemarahan, harga diri dan ketangguhan.
Dalam Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana (2003 :
260-261), terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa
kepercayaan warna - warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki
asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari
hal-hal yang bersifat buruk dan negatif, misal : daftar hitam, dunia hitam, dan
kambing hitam.
Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat
positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu
yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang yang bersifat
kebaikan, seperti : murni, bersih, dan suci. Jadi kata hitam umumnya
2.1.9 Gamabar an Umum Komunikasi Nonver bal
Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang
bukan kata - kata. Menurut Lerry A. Samovar dan Richarcd E. Porter,
komunikasi nonverbal mencakup rangsangan (kecuali rangsangan verbal)
dalam setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunan
lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi
pengirim atau penerima, jadi devinisi ini mencakup perilaku yang
disengaja juga tidak disengaja sebagi bagian dari peristiwa komunikasi
secara keseluruhan kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa
menyadari bahwa pesan - pesan tersebut bermakna bagi orang lain.
Studi mengenai komuniksai nonverbal masih relatif baru dan
berakar dari studi komunikasi antar budaya melalui karya Edwar T.Hall
menurut Hall, “ budaya menggambarkan bagaimana cara dan langkah -
langkah manusia untuk memahami dan mengorganisir dunianya. (Liliweri,
1994 : 89). Dukungan bahsa nonverbal mempunyai kemapuan untuk
melengkapi kekurangan bahasa verbal. Karena itulah Edward T.Hall
menamai bahsa nonverbal ini sebagai “bahasa diam” (silent language) dan
“dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam
dan tersembunyi, karena pesan - pesan nonverbal tertanam dalam konteks
komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasisonal dalam transaksi
komunikasi, pesan nonverbal memberikan kita isyarat - isyarat
nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna penglaman
komunikasi.
Mengenai komunikasi nonverbal terdapat karakteristik yaitu
pernyataan perasaan dan emosi, komunikasi merupakan modal utama
seseorang untuk menyatakan perasaan dan emosi. (Liliweri 1994 : 98).
Komunikasi nonverbal mempunyai 6 fungsi utama dan cirri - ciri
menurut (Joseph A De Vito,1997 : 170 ; 177 - 183) yaitu :
A. Fungsi komunikasi Nonver bal
1. Untuk menekan pesan verbal (Aksentuasi)
2. Untuk melengkapi pesan verbal (Komplemen)
3. Untuk menunjukan kontradiksi ; mempertentangkan
pesan verbal dengan gerakan nonverbal.
4. Untuk mengatur arus pesan verbal ; misalnya melalui
gerakan tangan.
5. Untuk mengulangi makna dari pesan.
6. Untuk menggantikan bahasa pesan verbal (Subsitusi)
B. Cir i - cir i komunikasi nonverbal
1. Komunikatif : komunikasi yang dilakukan melalui
tingkah laku sengaja maupun tidak sengaja ataupun
2. Kontekstual : terjadi dalm suatu konteks dan
mempunyai perbedaan makna dalam konteks yang
berbeda.
3. Dapat dipercaya : (Believable) perilaku verbal
biasanya konsisten dengan nonverbal, namun apabila
seseorang berbohong, komunikasi verbalnya secara
tidak disadari dapat bertentangan dengan komunikasi
nonverbalnya.
4. Dikendalikannya aturan : terdapat aturan
taktertulis yang dipelajari tanpa didasari /
berdasarkan pengamatan atas orang lain.
5. Metakomunikasi : sering dilakukan melalui
penampilan fisik, merespon perkataan orang lain
melalui isyarat tubuh.
2.1.10 J enis Komunikasi Nonver bal
A. Komunikasi nonverbal menurut jenisnya, Dukan dalam
Samovar dan Porter 1976 (Liliweri, 1994 ; 114) meliputi :
1. Knesik atau gerak tubuh
2. Prosemik atau penggunaan ruang personal dan social
3. Sensitivitas kulit
B. Komunikasi nonverbal menurut kategorinya, menurut
Berker dan Collins (Liliweri, 1994 : 112 – 114) :
a. Suasana komunikasi
a. Ruang atau space
b. Suhu, Cahaya, Warna
b. Unsur - unsur pernyataan diri
a. Pakaian
b. Sentuhan/perabaan
c. Waktu
c. Gerak tubuh
a. Bentuk - bentuk gerak tubuh
b. Kontak mata
c. Ekspresi wajah
d. Gerakan anggota tubuh
e. Penggunaan gerakan tubuh
C. Komunikasi nonverbal menurut pengelompokannya,
menurut Knapp dan Tubs : 1978 (Liliweri, 1994 : 142)
1. Gerak tubuh / perilaku kinesik
a. Emblems pesan yang melukiskan suatu
makna pada suatu kelompok social
b. Ilustator gerakan anggota tubuh untuk
menjelaskan sesuatu
menggambarkan perasaan dan emosi yang berfungsi
interaktif dan informatif
d. Regulator gerakan yang berfungsi
mengarahkan, mengawasi, mengondisikan interaksi
dengan sesame
e. Adaptors gerakan anggota tubuh yang
bersifat spesifik, mulanya berfungsi untuk
menyebarkan atau membagi ketegangan tubuh
2. Karakteristik fisik yang meliputi gerakan / keadaan
penampilan tubuh secara menyeluruh : warna kulit,
rambut
3. Perilaku / tindakan meraba, kontak tubuh yang terjadi
antara pribadi yang dibedakan kelas perstiwa.
4. Prosemik.
5. Artifacts tindakan pemalsuan, dilakukan untuk
merangsang efektifitas komunikasi. Memanipulasi
dapat dilakukan melalui pakaian, hasil manipulasi
adalah untuk mengecoh atau menambah keindahan atau
juga kejelekan dari sebuah penampilan.
2.1.11 Bahasa Foto Dalam Kar ya Fotogr afi
Sebuah Foto adalah sebuah visual yang memiliki bahasa tersendiri,
visual foto unit terkecilnya adalah sebuah shot atau potred, yaitu moving
image yang terekam dalam sebuah gerakan kamera. Dalam hasil - hasil
tersebut diatur pada sebuah tatanan dalam memotred ada empat yaitu
komposisi (menyangkut kepekaan fotografer pada obyek yang akan
difoto), focus, kecepaatan rana, dan diafrgma. Keempat tahapan tersebut
yang selalu dilakukan oleh seorang fotografer setiap melakoni profesisnya.
Komposisi adalah susunan dalam karya atau obyek visual foto.
Yang sususnannya tersebut hanya si fotografer atau pemotred yang bis
amengetahui dan melakukanya, kamera tidak akan bisa karena komposisi
tidaka bisa digantikan oleh kamera. Bebeda lagi halnya dengan focus,
kecepatan, dan diafragma itu semua dapat dilakukan oleh kamera baik
kamera digital ataupun analog (manual), sementara komposisi tidak akan
pernah bisa karena komposisi dilakukan berdasarkan :
1. Point Of Interest,Adalah sesuatu yang menonjol pada foto,
yang membuat orang langsung melihat pada titik ketndahan
foto tersebut, bisa disebut juga pusat perhatian
2. Framing, Adalah sebuah pembingkaian di dalam sebuah
obyek foto.
3. Balance, Mempertimbangkan keseimbangan sebuah obyek
Selanjutnya seorang fotografer dalam menciptakan sebuah karya
foto, perlu manentukan point of interest yang memeiliki persyaratan -
persyaratan sebagai berikut.
1. Bentuk atau shape, obyek harus mempunyai visual yang
tinggi, memiliki atau mempunyai bentuk yang bagus dan
jelas.
2. Warna atau color, mempunyai dimensi warna yang bagus
atau pun menonjol dalam sisi warna.
3. Kontras atau contras pengambilan obyek yang
bertentangan, missalnya gelap dan terang.
4. Tekstur atau teksture, sesuatau yang menonjol diarea obyek
foto selain obyek foto yang kita ambil sendiri.
2.1.12 Kehidupan
Kehidupan adalah ciri yang membedakan objek yang memiliki isyarat dan
proses penopang diri (organisme hidup) dengan objek yang tidak memilikinya,
baik karena fungsi-fungsi tersebut telah mati atau karena mereka tidak memiliki
fungsi tersebut dan diklasifikasikan sebagai benda mati. Ilmu yang berkaitan
dengan studi tentang kehidupan adalah biologi.
Proses kehidupan mengalami metabolisme, mempertahankan homeostasis,
memiliki kapasitas untuk tumbuh, menanggapi rangsangan, bereproduksi, dan
berturut-turut. Kehidupan yang lebih kompleks dapat berkomunikasi melalui
berbagai cara.
Dalam filsafat dan agama, konsepsi kehidupan dan sifatnya bervariasi.
Keduanya menawarkan interpretasi mengenai bagaimana kehidupan berkaitan
dengan keberadaan dan kesadaran, dan keduanya menyentuh isu-isu terkait,
termasuk sikap hidup, tujuan, dan konsep ketuhanan atau dewa.
Untuk mendefinisikan "kehidupan" dalam istilah yang tegas masih
merupakan tantangan bagi para ilmuwan dan filsuf. Mendefinisikan "kehidupan"
adalah hal yang sulit, karena hidup adalah sebuah proses, bukan substansi
murni.Definisi apapun harus cukup luas untuk mencakup seluruh kehidupan yang
dikenal, dan definisi tersebut harus cukup umum, sehingga, dengan itu, ilmuwan
tidak akan melewatkan kehidupan yang mungkin secara mendasar berbeda dari
kehidupan di bumi. http://id.wikipedia.org/wiki/Kehidupan#Definisi
kehidupan cara suatu keadaan, suatu hal; hidup: orang di desa berbeda
dengan orang di kota.http://kamusbahasaindonesia.org/kehidupan#ixzz1eySytLJx
2.1.13 Kehidupan Sosial
Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan sebuah
interaksi, membutuhkan orang lain untuk bermain, bercerita, belajar
bersama, atau untuk melakukan hal - hal menarik lainnya. Interaksi ialah
tindakan atau aksi yang dibalas dengan reaksi (Suprapto, 2006 : 5).
Interaksi sosial adalah hubungan - hubungan sosial yang dinamis, baik
individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok
lain. Inti dari kehidupan sosial adalah interaksi sosial, tanpa interaksi
sosial tidak mungkin ada, kehidupan sosial (masyarakat).
Dengan adanya interaksi sosial terbentuklah kehidupan bersama
melalui proses sosial. Proses sosial merupakan hubungan timbal - balik
antara bidang - bidang kehidupan, dalam masyarakat melalui interaksi
antar individu masyarakat.
Kehidupan sosial sendiri bukanlah sesuatu yang harus dikatakan
dan memerlukan sebuah interaksi namun setiap individu juga mempunyai
kehidupan sosial masing - masing tanpa harus adanya interkasi.
Dilihat dari ruang lingkupnya, kehidupan sosial dapat dikatakan
sebagai hal - hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial yang sangat
kompleks sebagaimana dapat dicermati dari gejala - gejala sampai pada
peristiwa - peristiwa sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
walaupun tidak secara langsung.
sosial berkenaan dengan masyarakat; perlu adanya komunikasi
suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, membantu,
dsb). http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/
2.1.13 Sekilas Sejar ah Pr ostitusi atau Pelacur an Di Indonesia
Namun menelusuri sejarah pelacuran di Indonesia dapat diruntut
mulai dari masa kerajaan-kerajaan Jawa, di mana perdagangan perempuan
feodal (Hull; 1997:1-22). Dua kerajaan yang sangat lama berkuasa di Jawa
berdiri tahun 1755 ketika kerajaan Mataram terbagi dua menjadi
Kesunanan Surakarta dan Kesultanana Yogyakarta. Mataram merupakan
kerajaan Islam Jawa yang terletak di sebelah selatan Jawa Tengah.
Koentjoro (1989:3) mengidentifikasi 11 kabupaten di Jawa yang
dalam sejarah terkenal sebagai pemasok perempuan untuk kerajaan; dan
sampai sekarang daerah tersebut masih terkenal sebagai sumber wanita
pelacur untuk daerah kota. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten
Indramayu, Karawang, dan Kuningan di Jawa Barat; Pati, Jepara,
Grobogan dan Wonogiri di Jawa Tengah; serta Blitar, Malang,
Banyuwangi dan Lamongan di Jawa Timur. Kecamatan Gabus Wetan di
Indramayu terkenal sebagai sumber pelacur dan menurut sejarah daerah ini
merupakan salah satu sumber perempuan muda untuk dikirim ke istana
Sultan Cirebon sebagai selir. (Hull, at al. 1997:2).
Bentuk industri seks yang lebih terorganisasi berkembang pesat
pada periode penjajahan Belanda (Hull; 1997:3). Umumnya, aktivitas ini
berkembang di daerah-daerah sekitar pela