• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA WANITA BERCADAR( STUDI FENOMENOLOGI KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL WANITA BERCADAR).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FENOMENA WANITA BERCADAR( STUDI FENOMENOLOGI KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL WANITA BERCADAR)."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun oleh : ZAKIYAH J AMAL

NPM. 1043010017

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skr ipsi Menyutujui,

Pembimbing Utama

Dr a. Dyva Clar etta, M.si NPT 36601940025

Mengetahui, DEKAN

(2)

ii Sur abaya )

Oleh :

ZAKIYAH J AMAL NPM. 1043010017

Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran”

J awa Timur Pada tanggal 24 Desember 2013

Pembimbing Utama Tim Penguji

1. Ketua

Dr a. Dyva Clar etta,M.Si J uwito, S.Sos, M.Si

NPT. 36601940025 NPT. 3 6704 95 00361

2. Seker tar is

Dr a. Her lina Suksmawati,M.Si NIP. 196412251993092001 3. Anggota

Dr a. Dyva Clar etta, M.Si NPT. 36601940025 Mengetahui,

DEKAN

(3)

iv

diberikan, sehingga skripsi dengan judul “Fenoma Wanita Ber cadar (Studi Fenomenologi Konstr uksi Realitas Sosial dan Inter aksi Sosial Wanita Ber cadar di Sur abaya” dapat penulis susun dalam ajuan skripsi.

Pada penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan, bimbingan, dukungan dan inspirasi yang telah diberikan. Sehingga penulis sampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi. Sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Juwito, S. Sos, Msi. Sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan sebagai dosen wali.

3. Dra. Dyva Claretta, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing penulis dalam penulisan proposal skripsi ini.

4. Bu Syafrida Nurrachmi F, S.Sos, M.Med.Kom yang tak hentinya memberi semangat, motivasi, inspirasi, ilmu dan pengalaman.

(4)

v

selalu memberika motivasi agar segera menyelesaikan skripsi.

7. Ahmadau Bamba dan Zanuba Condro Wati sebagai semangat Pagi penulis senyuman kalian luar biasa.

8. Yosua.A (Jojo) dan Briefing Umbara (Fifi) Sahabat dikala suka dan duka sejak semester satu dan selalu memberikan motivasi dan bullying sehingga penulis menjadi pribadi yang kuat dan akhirnya impian kita untuk lulus bersama bisa tercapai (amin).

9. Lely Babgei yang selalu setia menjadi pendengar dan penasehat yang baik bagi penulis dikala mengalami kebuntuan.

10.Herdian Fitrah (Ahong), Pipit, Yayas, Icha, Kiki (Bonek), Riri, Enta, Repo, Fiddien, Quin, Firda yang selalu memberikan kecerian.

11.Bagus Aji, Kiki, Yuli, Shima, Fikri, Gana, Lukman, Hanif, dan seluruh keluarga besar UPN Televisi yang selalu memberikan inspirasi, motivasi, dan kebahagian bagi penulis.

(5)

vi

14.Temen-temen Jurusan Ilmu Komunikasi khususnya angkatan 2010 dan seluruh pihak yang belum atau tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas doa dan dukungannya.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Segala saran dan kritik membangun, sangat penulis harapkan demi kebaikan proposal skripsi ini.

Surabaya, Oktober 2013

(6)

vii

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL PENELITIAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAKSI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1. Secara Teoritis ... 12

1.4.2. Secara Praktis ...12

(7)

viii

2.3. Teori Fenomenologi Alfred Shuctz ... 21

2.4. Konstruksi Sosial ... 22

2.5. Fenomenologi ... 23

2.6. Tahapan – Tahapan Penelitian Fenomenologi...26

2.7. Stereotype ... 27

2.8. Wanita ... 28

2.9.Konsep Cadar ... 29

2.9.1. Cadar ( An-Niqab) ... 30

2.9.2. Hukum Cadar ... 30

2.10. Masyarakat ... 31

2.11. Interaksi sosial ... 33

2.11.1 Syarat Interaksi Sosial ... 33

2.11.2 Proses-proses Interaksi Sosial ... 35

(8)

ix

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Definisi Konseptual ... 41

3.2.1 Fenomenologi ... 41

3.2.2 Stereotype ... 43

3.2.3 Wanita Bercadar ... 44

3.3 Lokasi Penelitian ... 45

3.4. Informan ... 46

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.5.1 Wawancara Mendalam (Indepth Interview) ... 47

3.5.2 Observasi ... 47

3.5.3 Dokumenter ... 47

3.6 Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...50

4.1 Gambaran Umum Objek penelitian...50

(9)

x

4.3 Identitas informan...54

4.4 Analisis Data...56

4.4.1 Makna Cadar...57

4.4.2 Wanita Becadar Mengkonstruksi Realitas Sosial...61

4.4.3 Interaksi Simbolik Sesama Wanita Bercadar...66

4.4.4 Interaksi Wanita Bercadar dengan Masyarakat...71

4.4.5 Stereotype Wanita Bercadar...77

4.5. Pembahasan...80

4.5 Peneliti Sebagai Observasi Partisipan...83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...86

5.1 Kesimpulan...86

5.2 Saran...87

DAFTAR PUSTAKA...88

(10)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Inter view Guide ... 90

Lampiran 2 Ha sil Wawancar a Infor man ... 91

(11)
(12)

ZAKIYAH J AMAL, FENOMA WANITA BERCADAR (Studi Fenomenologi Konstruksi Realitas Sosial dan Interaksi Sosial Wanita Bercadar di Sur abaya)

Cadar atau dalam bahasa arab disebut An-Niqab, adalah sesuatu yang

berguna untuk menutupi seluruh wajah perempuan, kecuali kedua mata atau sesuatu yang tampak disekitar mata. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi. Yang mana studi fenomenoloi ini mencoba mencari pemahaman tentang bagaimana wanita bercadar yang dianggap negatif oleh sebagaian masyarakat mengkonstruksi realitas sosial dan konsep-konsep penting dalam dirinya seperti interaksi sosial dan stereotype. Teknik pengumpulan data yang di gunakan peneliti adalah in depth interview. Kesimpulan dari penelitian ini adalah konstruksi realitas sosial wanita bercadar memiliki pendapat yang berbeda-beda setiap individu seperti mengkonstruksi dirinya sebagai wanita muslimah, terhormat serta memotivasi dirinya sendiri untuk lebih baik. Interaksi sosial wanita bercadar yakni tetap melakukan interaksi dengan masyarakat namun dengan eksistensi yang berbeda.

Kata kunci : Fenomenologi, Wanita Bercadar, Konstruksi Realita dan Interaksi sosial

ZAKIYAH J AMAL, PURDAH-WEARING WOMEN PHENOMENA

(Phenomenology Studies of Social Reality Construction and Social Interaction of Purdah-Wearing Women in Surabaya)

Purdah or in Arabic is called al- Niqab, is something that is useful to cover the entire face of woman, except the eyes or something that looks around the eyes. In this study, the researcher used a phenomenological approach which the phenomenology study is trying to find an understanding of how the purdah- wearing women who are considered negative by the most people were construct social reality and important concepts in themselves as social interaction and stereotypes. Data collection techniques that used by researchers were in-depth interviews. The conclusion of this study is social reality the purdah-wearing

(13)
(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Indonesia terdapat kasus peledakan bom Legian Bali, peristiwa

pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Masih

hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun luar negeri.

Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah

Indonesia Setelah terjadi pengeboman banyak sekali aksi-aksi terorisme melanda

Indonesia. Seperti dilansir dari portal berita Tribunnews.com, Jakarta.

Banyaknya aksi teroris di Indonesia beberapa waktu belakangan ini

diyakini bisa berpengaruh kepada dunia internasional. Mata dunia akan melihat

Indonesia dan citranya dianggap sebagai sarang teroris."Indonesia dikategorikan

sebagai sarang teroris, anti HAM, pelanggar toleransi beragama, dan itu juga bisa

menjadi amunisi dunia luar untuk menekan kebijakan Indonesia dalam peraturan

dunia," kata Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar dalam siaran persnya.

(http://id.berita.yahoo.com/aksi-teroris-di-indonesia-berpengaruh-ke-dunia-internasional-182004181.html) diakses 9 september2013

Semakin maraknya terorisme yang melanda Negara Indonesia sehingga

Menurut GTI, yang dilansir ibtitimes, GTI telah melakukan pemeringkatan dari

158 negara mengenai dampak terorisme dan menganalisis dimensi ekonomi dan

(15)

rilis yang dikeluarkan, Indonesia ada di urutan 29 negara yang berpotensi tindakan

teroris terjadi.

(http://m.thecrowdvoice.com/post/indonesia-urutan-ke-29-negara-teroris-5975627.html ) diakses 9 september2013

Setelah penangkapan terorisme-terorisme yang terjadi di Indonesia,

pemberitaan di media massa tidak hanya menguak profil seorang teroris, namun

media massa juga menampilkan sosok istri-istri pelaku peledakan yang hampir

semuanya menggunakan cadar. Seperti yang dilansir portal berita kompasian.com,

yang menuliskan tentang peristiwa pengeboman hotel JW Marriot dan Ritz

Carlton beberapa waktu yang lalu oleh sekelompok teroris dibawah komando

Noordin M Top dan kawan-kawan, isu penggunaan cadar dan wanita bercadar

semakin menjadi perhatian masyarakat. Hal ini dipicu oleh fakta bahwa mayoritas

istri dan keluarga dari para pelaku bom bunuh diri dan para teroris yang selama ini

menjadi dalang teror memakai kerudung bercadar tersebut. Seperti istri-istri

Noordin M Top yang kesemuanya memakai cadar. begitu pula dengan istri

Saifuddin Zuhri, dan banyak lagi istri-istri anggota teroris yang saat ini terus

diburu densus 88 Mabes Polri ini. Hingga akhirnya stigma cadar selalu dikaitkan

dengan haluan pemikiran garis keras yang berpotensi besar dijadikan kelompok

yang mensupport aksi terorisme yangterjadi.

(http://umum.kompasiana.com/2009/09/11/misteri-di-balik-wanita-bercadar-11494.html) diakses 2 september 2013

Akhirnya memunculkan berbagai komentar negatif oleh masyrakat bahwa

(16)

terorisme. Ternyata sosok wanita bercadar tidak hanya seorang istri seorang

teroris tetapi cadar sudah mulai digunakan juga oleh koruptor - koruptor yang

baru-baru ini marak diangkat dimedia massa dalam portal berita. Mantan Wakil

Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis mengenakan cadar yang menutupi

wajahnya saat diperiksa dalam persidangan kasus dugaan penerimaan suap

penganggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan

Nasional dengan terdakwa Angelina Sondakh di Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi.

Cadar hitam yang warnanya senada dengan baju gamis yang dikenakan

Yulianis ini sempat mengundang keraguan pihak terdakwa Angelina Sondakh.

Bukan hanya Angelina, pihak Nazaruddin juga pernah keberatan karena Yulianis

bercadar saat bersaksi dalam persidangan kasusnya yang berlangsung di

Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu.

(http://nasional.kompas.com/read/2012/10/04/21083442/Ini.Alasan.di.Balik.Cadar

.Yulianis), diakses 5 September 2013.

Penggunaan cadar yang digunakan oleh para koruptor hanyalah sebagai

kamuflase agar tidak tersorot oleh media dan terekspose oleh wartawan saja ini

sangat ironi melihat jilbab dan cadar merupakan simbol Islam yang berfungsi

bukan untuk hal-hal demikian. Fungsi jilbab dan cadar mengalami pergeseran

makna akhir-akhir ini. Sebagaimana perintah Allah yang mewajibkan seorang

muslimah untuk menggunakan jilbab yang tertera dalam Qur’an surat

(17)

ﺎَﱡَﺄَ ﱡﻲ ِﺑﱠﻧﻟا ْل ُﻗ َك ِﺟ ا َوْزَﻷ ِ◌ َك ِﺗﺎَﻧَﺑَو ِءﺂَﺳ ِﻧ َو َن ِْﻧِﻣ ْؤُﻣْﻟا ْدُ َن ِْﻧ ﱠن َِْﻠَﻋ ْن ِﻣ ﱠن ِِﺑَﻠَﺟ َك ِﻟاَذﻰ َﻧْدَأ ْنَأ َن ْﻓَر ْﻌُ َن َْذ ْؤَُﻼ َﻓ َنﺎَﻛ َو ُﷲ اًر ْوُﻔَﻏ ﺎًﻣ ِْﺣ ﱠر

( ب از ﺣ ﻷ ا : 59 )

“Hai Nabi, katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri

orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh

mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu

mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampunan Lagi Maha

penyayang (QS.Al –Ahzab 33: 59)

Sineas-sineas muda juga sudah mulai melirik fenomena cadar dalam

bidang perfilman yang sudah banyak di produksi di Indonesia. Terdapat film- film

yang menggangkat tentang budaya cadar di Indonesia yang bermula dari Film

Ayat-Ayat Cinta yang diangkat dari Novel yang berjudul sama yaitu Ayat-Ayat

cinta yang ditulis oleh Habiburrahman Saerozi, dan di Sutradarai oleh Hanung

Bramantyo. Meski film negeri sendiri terus diproduksi, ternyata Ayat Ayat Cinta

tetap bertahan sebagai film terlaris. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Dalam film Ayat-ayat Cinta perempuan yang

bercadar merupakan Mahasiswi asing keturunan Jerman dan Turki. Tidak hanya

film Ayat-ayat cinta yang menggangkat tentang wanita bercadar pada tahun 2011

penikmat film Islam dimanjakan lagi dengan sosok wanita becadar yang berjudul

Kalifah.

Di film ini sosok wanita bercadar sangatlah kental terasa, apalagi film juga

(18)

menggunakan cadar karena tuntutan dari suami. Perbedaan yang sangat terlihat

dari Film sebelumnya yaitu Ayat-ayat cinta adalah sosok wanita bercadar

merupakan mahasiswi berdarah campuran jerman dan turki dan penggambilan

setting film di Kairo Mesir yang memang kental dengn budaya wanita bercadar,

tetapi di film Khalifah ini merupakan pribumi yang bekerja di salon kecantikan,

sedangkan pengambilan tempat juga berada diindonesia dan perjalanan seorang

wanita yang dulunya tidak menggunakan jilbab sampai akhirnya menggunakan

cadar karena perintah dari suaminya.

Sebenarnya penggunaan cadar sudah tidak asing lagi di Indonesia. Banyak

masyarakat Indonesia yang sudah mulai menggunakan cadar, seperti yang di

lansir pada artikel portal kompasmania.com, bila kita cermati dengan seksama

ternyata jumlah pemakai jilbab cadar ini di seluruh indonesia, ternyata sungguh

mencengangkan, mengalami kenaikan yang sangat fantantis. Di beberapa daerah

di Aceh, Poso, Bandung, Jakarta, dan makassar yang sempat penulis singgahi,

jumlahnya sangat banyak. Tak sulit lagi menemukan wanita bercadar. Bahkan

bisa dibilang, hampir seluruh kota di Indonesia terdapat wanita bercadar.

Hal ini tak bisa dielakkan karena konsep dakwah ajaran ini telah menyebar

ke seluruh pelosok tanah air. Mereka memiliki cara dan metode sendiri merekrut

jamaah agar bisa masuk ke dalam kelompok ini

(19)

Meskipun tidak sedikit yang masih berfikir negatif dan memandang aneh

dengan wanita yang menggunakan cadar. Sebelum merebakna pengunaan cadar.

Masyarakat memiliki pandangan bahwa wanita bercadar merupakan sekelompok

orang yang tertutup dan jarang bersosialisasi dalam menjalin hubungan dengan

masyarakt sekitar. Wanita bercadar cenderung menutup dirinya untuk berinteraksi

dengan masyarakat yang tidak menggunakan cadar sejatinya mereka tidak salah

dengan memakai cadar tersebut.

Namun ekslusivitas mereka lah yang mendorong mayoritas masyarakat

memandang mereka sebagai kelompok asing yang sulit untuk diajak

bersosialisasi. Mereka jarang sekali terlihat bersosialisasi dengan sekitar. Nyaris

tak pernah ada silaturrahmi dengan anggota masyarakat yang tak memakai

cadar.Mereka benar-benar mengisolasi diri mereka dengan dunia luar kecuali

untuk kepentingan-kepentingan tertentu seperti belanja saja.

(http://umum.kompasiana.com/2009/09/11/misteri-di-balik-wanita-bercadar-11494.html) diakses 2 September 2013

Cadar merupakan versi lanjutan dari jilbab. Penggunaan cadar

menambahkan penutup wajah sehingga hanya terlihat mata mereka saja, bahkan

telapak tangan pun harus ditutupi. Jika berjilbab mensyaratkan pula penggunaan

baju panjang, maka bercadar diikuti kebiasaan penggunaan gamis ( bukan celana),

rok-rok panjang dan lebar dan biasanya seluruh aksesoris berwarna hitam atau

berwarna gelap. Namun jika jilbab bisa masuk kebudaya lokal , maka cadar belum

(20)

. (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/view/3155 27 agustus 2013)

diakses 27 Agustus 2013

Jilbab di Indonesia menurut Suzanne April Brenner ” dimana perempuan

berjilbab adalah sebagai suatu tanda globalisasi, suatu lambang identifikasi orang

Islam di Indonesia dengan umat Islam di negara-negara lain di dunia modern ini,.

Oleh karena itu jilbab saat ini sudah menjadi bagian dari kultur masyarakat.

Berkembangnya cara pemakaian jilbab dan pakaian muslimah saat ini mulai

mengikuti mode fashion yang berlaku di masyarakat.menolak tradisi lokal,

(digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-6974-3404100069-Bab1.pdf).

Tidak bisa dipisahkan lagi karena penduduk muslim di Indonesia

sangatlah besar, yaitu sekitar 12,7 persen dari total Muslim dunia. Pada tahun

2010, penganut Islam di Indonesia sekitar 205 juta jiwa atau 88,1 persen dari

jumlah penduduk.

(http://www.anashir.com/2012/05/102159/46553/10-negara-dengan-jumlah-penduduk-muslim-terbesar-di-dunia)

Dari perkembangan budaya, jilbab memiliki potensi diterima oleh

sebagian masyarakat sayangnya tidak demikian dengan cadar, apalagi dengan

paska aksi terorisme, perempuan cadar serta merta memiliki keterbatasan dan

bentuk diskriminasi baru baik secara eksplist maupun implicit menjadi hal yang

tak terelakkan artinya wanita bercadar mengalami diskriminasi berganda

(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/view/3155) 27 Agustus 2013.

Perempuan bercadar mayoritas terdapat di Negara Arab Saudi atau Timur

(21)

kebanyakan struktur tanahnya tandus dan kasar dengan batu krikil datar dan bukit

pasir. Keadaan iklim geografis Arab Saudi dari bulan Juni sampai dengan bulan

Agustus suhu di padang pasir dapat mencapai 50° C (122 F). Kondisi Geografis

Arab Saudi dengan iklim yang demikian memungkinkan masyrakay untuk

mrnggunakan cadar. (http://www.arabiancareers.com/saudi.html,) diakses 6

September 2013

Sebagian besar pengguna cadar menganggap bahwa seorang wanita harus

menutup sebagian wajah mereka dan hanya menyisakan kedua mata. Banyak dari

mereka yang menganggap bahwa aurat seorang wanita bukan hanya tubuh dan

rambut tetapi juga wajah dan tangan mereka. Alasan mereka tidak lain bukan

adalah bila laki-laki memandang wanita dan timbul hasrat , meskipun perempuan

tersebut telah menggunakan jilbab tetap saja dianggap masih membuka aurat

mereka. (www.rumahfiqih.com/ens/e2.php?id=96&=cadar.htm) diakses 20

September 2013

Penggunaan cadar sendiri sudah lama sekali digunakan oleh bangsa Arab

Saudi tetapi di Indonesia sendiri booming penggunaan cadar yang masuk di media

massa saat kasus pengeboman di Bali sekitar tahun 2002. Pengguna cadar

mayoritas bertempat di Jawa tetapi peneliti mengfokuskan pengguna cadar di

Surabaya Utara yang merupakan penyebar agama Islam di Jawa. Sebagai kawasan

muslim Ampel merupakan tempat dimana hampir semua orang menggunakan

jilbab, tetapi tidak dengan penggunaan cadar. Tidak dipungkiri lagi bahwa cadar

(22)

Wanita bercadar di Indonesia akhir-akhir ini menjadi sorotan media massa

dan masyarakat sejak terjadi terror bom di berbagai wilayah Indonesia yang

sering sekali melibatkan wanita bercadar. Dengan kejadian yang terjadi banyak

wanita cadar yang diidentikan dengan terorisme yang membuat wanita bercadar

sulit berkomunikasi, berbaur dengan masyarakat sekitar karena pandangan negatif

yang melekat pada mereka.

Peneliti melihat ini sebagai fenomena yang mana terlihat jelas di sekitar

masyrakat kita. Meskipun kejadian pengeboman Bali itu terjadi tahun 2002 silam,

tetapi pandangan negatif masyarakat tidak pernah berubah. Sehingga peneliti

ingin memahami tentang wanita bercadar dari sisi fenomenologi yang mana

mempelajari tentang bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran , dan

tindakan seperti bagaimana fenomena itu bernilai. Fenomenologi mencoba

mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi realitas sosial dan

konsep-konsep penting dalam dirinya

Menariknya dalam metodologi fenomenologi ini kita dapat mempelajari

bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara

langsung, seolah-olah kita mengalaminya sendiri. Tujuan fenomenologi untuk

mengetahui dunia dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung

atau berkaitan dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang

ditempelkan padanya. Fenomenologi juga sebagai metodologi penelitian tidak

menggunakan hepotesis dalam prosesnya, walaupun fenomenologi bisa menjadi

menghasilkan sebuah hipotesis untuk diuji lebih lanjut. Selain itu fenomenologi

(23)

pratiknya,fenomenologi cenderung menggunkan metode obsevasi, wawancara

mendalam (kualitatif), dan analisis dokumen dengan metode hermeneutik

(Kuswarno,2009 : 2).

Wanita bercadar memiliki budaya yang mereka ciptakan sendiri yang

meliputi perilaku mereka yang unik, mereka dapat menunjukkan atribut mereka

melalui bahasa verbal maupun nonverbal. Disebutkan bahwa penelitian ini

merupakan sebuah analisis sosiologis utuk mengungkapkan kehidupan wanita

bercadar dengan menggambarkan suatu konstruksi sosial wanita bercadar dan

penekanan dalam proses komunikasi.

Dalam Konstruksi Realitas Sosial memiliki makna ketika realitas sosial

dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga

memantapkan realitas itu secara objektif. Jadi Individu mengkonstruksi realitas

sosial, dan merekonstruksikannya dalam dunia realitas, serta memantapkan

realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.

Konstruksi sosial amat terkait dengan kesadaran merupakan bagian paling penting

dalam kostruksi (Bungin,2001: 4-8)

Bila ditinjau dari sudut pandang sosial, dengan keberadaan wanita

bercadar masih belum dapat diterima secarah penuh oleh masyarakat Indonesia.

Adanya perspektif negatif dalam memandang wanita bercadar tidak dapat

dipungkiri. Penggunaan pakaian bercadar dianggap menggangu proses hubungan

(24)

Dalam hal ini menimbulkan pertanyaan bagi penliti untuk mengetahui

konstruksi realitas yang dibagun oleh wanita bercadar itu sendiri, dalam

konstruksi realitas meliputi proses menjadi wanita bercadar dan mengungkapkan

alasan menggunakan cadar serta motif menggunakan cadar. Peneliti tertarik

dengan permasalahan tentang wanita bercadar di Surabaya tidak hanya terkait

dengan kewajiban muslim untuk berhijab atau cadar tetapi juga sebagai alasan

sosial dan budaya.

Dalam konteks ini peneliti ingin meneliti tentang wanita bercadar yang

menggunakan pendekatan fenomenologi, yang tidak hanya pengalamannya saja

tetapi juga bagaimana interkasi sosial wanita bercadar dengan masyrakat sekitar

dan bagaimana makna cadar bagi wanita bercadar itu sendiri.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas peneliti mengfocuskan pada feomenologi wanita

bercadar di Surabaya, maka dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana wanita bercadar di Surabaya mengkonstruksi realitas sosial

mereka menurut pandangan wanita bercadar itu sendiri?

2. Bagaimana wanita bercadar di Surabaya berinteraksi dengan masyarakat

(25)

1.3 Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang peneliti harapkan adalah untuk mengetahui konstruksi

realitas sosial wanita bercadar serta interaksi sosial terhadap masyarakat sekitar.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah

mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang akan nantinya akan

menjadi sumber informasiuntuk penelitian –penelitian selanjutnya sebagai bahan

akademis mengenai metodelogi fenomenologi dalam hal ini pada fenomena

wanita bercadar. Diharapkan juga menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti

sendiri maupun pihak-pihak tertentu yang tertarik dengan penelitian ini.

1.4.2 Sosial

Secara sosial, hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka kesadaran

bagi masyarakat untuk tidak mudah menerima secara langsung pemberitaan

(26)

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mencari jurnal ilmiah di beberapa

kampus dan jurnal online jurusan ilmu komunikasi. Jurnal ini akan berfungsi

untuk referensi penelitian bagi peneliti. Jurnal pertama yang peneliti dapatkan

berjudul “ Makna Iklan Televisi ’’ penelitian ini diterbitkan oleh Jurusan Ilmu

Komunikasi, Universitas Padjadjaran Jawa Barat.

Dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana (Studi Fenomenologi

Pemirsa Di Jakarta terhadap Iklan Televisi Minuman “KUKU BIMA ENERGI”

VERSI KOLAM SUSU ). Penelitian ini mengkaji pemirsa televisi di Jakarta

dalam memaknai iklan televisi minuman “ Kuku Bima Energi” versi Kolam Susu.

Penelitian ini menggunakan stdi atau metodologi fenomenologi.

Jurnal penelitian ini, juga dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman

dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung sendiri.

Fenomenologi tidak saja mengklasifikan setiap tindakan sadar yang dilakukan,

namun juga meliputi prediksi terhadap tindakan di masa yang terkait denganya.

Semuanya itu bersumber dari bagaimana seseorang memaknai objek dalam

pengalamannya. Fenomenologi juga diartikan sebagai studi tentang makna,

(27)

Penelitian ini bermaksud mempelajari bentuk- bentuk pengalaman dari

sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung, juga diartikan sebagai

studi tentang makna, dimana makna itu lebih luas dari sekedar bahasa yang

mewakilinya, dalam hal ini pemirsa di Jakarta terhadap tayangan iklan televisi

minuman “ Kuku Bima Energi “ versi kolam susu.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui makna informan pemirsa di

Jakarta terhadap iklan televisi produk minuman “ Kuku Bima Energi” versi kolam

susu dan mengetahui apakah iklan televisi minuman “ Kuku Bima Energi’’ versi

kolam susu yang dimaknai oleh pemirsa televisi di Jakarta sebagai turut

mempromosikan pariwisata Indonesia dalam penguatan brand image.

Manfaat penelitian “ Kuku Bima Energi’’ versi kolam susu, secara teoritis

hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian dalam bidang

komunikasi, terutama tentang makna pembentukan makna informan pemirsa

terhadap iklan televisi. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tentang

faktor- faktor yang menunjukkan konteks diri pemirsa televisi yang berinteraksi

dalam proses pemebentukkan makna.

Teori-teori yang mendukung penelitian ini adalah Teori Tindakan Sosial

dari Max Weber (1864-1920), mendifisinikan tindakan sosial sebagai semua

perilaku manusia ketika dan sejauh individu memberikan suatu makna subjektif

terhadap perilaku tersebut.Teori Tindakan Sosial menurut sebagai besar pakar

memayungi beberapa teori diantaranya adalah teori Interakasi Simbolik dan teori

(28)

Teori Fenomenologi dari Alfred Schutz (1899-1959), dalam the

Penomenologi of Sosial World (1967:7), mengemukakan bahwa orang secara

aktif menginterpretasiakan pengalamannya dengan memberi tanda dan arti tentang

apa yang mereka liat. Interpretasi merupakan proses aktif dalam menandai dan

mengartikan tentang sesuatu yang diamati, seperti bacaan, tindakan atau situasi

bahkan pengalaman apapun. Lebih lanjut, Schutz menjelaskan pengalaman

inderawi sebenarnya tidak punya arti. Semua itu hanya ada begitu saja;

obyek-obyeklah yang bermakna.

Teori lain yang mendukung kajian ini adalah Teori Interaksi Simbolik

(George Herbert Mead dan Herbert Blumer). Para ahli perspektif interaksionisme

simbolik menlihat bahwa individu adalah obyek yang bisa secara langsung

ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain. Mereka

menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan menggunakan

simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-kata.

Symbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu

yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi

kata-kata ( pesan verbal), perilaku (non verbal), dan objek yang disepakati

bersama. (mulyana, 2008 :84)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Berkenaan dengan

metode tersebut, Judistira K.Garna (1999:32) menyebutkan bahwa pendekatan

kualitatif dicirikan oleh tujuan peneliti yang berupaya memahami gejala-gejala

tersebut tidak dimungkinkan untuk diukur secara tepat. Penelitian ini

(29)

John (2005:336), tentang studi fenomenologi. Fenomenologi adalah pendekatan

yang beranggapan bahwa suatu fenomena bukanlah realitas yang berdiri sendiri.

Fenomena yang tampak merupakan objek yang penuh dengan makna yang

transedental. Dunia sosial keseharian tempat manusia hidup senantiasa

merrupakan suatu yang inter sebjektif dan sarat dengan makna. Dengan demikian,

fenomena yang dipahami oleh manusia adalah refleksi dari pengalaman

transdental dan pemahaman tentang makna.

Hasil penelitian dan pembahasan terhadap Iklan Televisi Minuman

“KUKU BIMA ENERGI” VERSI KOLAM SUSU ). Strategi komunikasi yang

digunakan dalam iklan televisi tersebut kurang tepat untuk mengubah sikap, opini

dan perilaku pemirsa. Iklan televisi tersebut kurang bisa menguatkan brand image,

karena berdasarkan hasil penelitian, hanya sebagian kecil informan (yaitu pada

kelompok A) yang memahami maksud pesan iklan dan menimbulkan sikap dan

perilaku tersebut. Hasil wawancara menunjukkan keragaman makna terhadap

iklan televisi minuman “Kuku Bima Energi”, karena sesuai dengan dengan

metode fenomenologi, pemirsa iklan televisi “Kuku Bima Energi” memiliki

beragam interpretasi sesuai dengan social setting masing-masing khalayak. Tetapi,

walaupun terdapat beragam interpretasi, dibenak pemirsa menjurus ke suatu hasil

yang menunjukkan iklan televisi “Kuku Bima Energi”baik, karena hampir sluruh

informan (terutama kelompok Bdan C) percaya akan manfaat produk tersebut.

Iklan tersebut kurang bisa dimaknai sebagai bentuk penguatan brand image dalam

ikut mempromosikan pariwisata Indonesia di benak pemirsa, maka iklan televisi

(30)

mempromosikan perusahaan sebagai “leader” atau “expert” membangun

kepercayaan.

Jurnal kedua yang saya dapatkan adalah “Perspektif Fenomenologi tentang

Trafficking TKW” penelitian ini diterbitkan oleh FISIP , Universitas Airlangga.

Dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana (Perspektif Fenomenologi

tentang Trafficking TKW).

Maraknya arus migrasi interasional mulai meningkat sejak tahun1990-an,

disbandingkan dengan pola migrasi pada tahun-tahun sebelumnya yang lebih

bersifat lkal dan regional (Mantra, 2000:Naim!(&(). Perhatian pemerintah dan

kajian-kajian ilmiah karenanya berbeda dan kemudian beralih dari kedua kurun

waktu tersebut. Fenomena migrasi internasional terutama dngan maraknya

pengiriman TKI ke luar negri kondisinya lebih problematic tidak saja karea

persoalan buadaya, biokrasi, politik dan ekonomi, melainkan juga karena

berkaitan dengan Negara lain. Selain itu, yang terlepas dari amatan pemerintah

dan termasuk kalangan akademi adalah dampak sosial, yang harus dihadapi

masyarakat, terutama migrant perempuan TKW: Traffiking.

Fenomena TKW dalam perspektif makro dipandangsebagai akibat

bekerjanya tekanan struktur sosial ekonomi, intuisi sosia, dan kebijakan Negara

yang mengabaikan masyarakat miskin. Fenomena TKW adalah produk sistem

sosial. Para TKW sebagai warga masyarakat tak terhindarkan harus mengikuti

‘skenario’ format sistem sosial dan kebijakn pembangunan. Menjadi TKW seolah

(31)

mempertahankan kehidupan diri dan keluarganya. Persoalannya, model

adaptasidengan menjadi TKW ini justrukontraproduktif ketika mereka menjadi

korban kekerasan (trafficking) karena ketidakmampuannya mengikuti prosedur

resmi sebagaimana dikatakan Merton (1968), illegitimate mean.

Schutz, sebagai tokoh utama Prespektif Teori Fenomenalogi, membangun

seluruh pendekatan analisisny terhadap masyarakat berdasarkan analisis mengenai

pengalaman sosial individu (Compbell, 1994 : 23). Baginya, analisis makro

tentang masyarakat adalahsebuah fiksi dari pikiran pengamat ilmiah yang

mendistrosikan kenyataan kehidupan sosial yang dapat ditemukan hanya dalam

pengalaman-pengalaman subyek. Metode Husserl dibangun berdasar pada

pengadaian bahwa pengalaman tidak hanya ‘diberikan’ kepada individu

melainkan bersifat ‘intensional’ dalam arti bahwa pengalaman itu melibatkan

orang yang mengarahkan perhatiannya pada obyek-obyek yang membuat

pengalamannya seperti itu: apersepsi. Dengan demikian, kita bisa membersihkan

diri dari prasangka-prasangka kita tentang dunia dan mereduksi pengalaman kita

sampai unsure-unsur dasariah pengalaman-pengalaman dan struktur yang

mendasari pengalaman-pengalaman.

Bagi Schutz, manusia adalah makhluk sosial. Kesadaran dalam kehidupan

sosial sehari-sehari adalah sebuah kesadaran sosial. Kesadaran sosial berproses

melalui 2 (dua) cara, yakni dengan menerima begitu saja apa adanya realitas sosial

di sekitarnya dengan menggunakan tipikasi-tipikasi yang diproduksi dan

dikomunikasikan. Sebuah masyarakat dipandangnya sebagai sebuah komunitas

(32)

kesadaran sehari-hari merupakan kesadara sosial. Dengan demikian, dunia

kehidupan individu merupakan suatu dunia inter-subyektif dan hal ini dalam

prosesnya menjadi dunia kita dan mejadi milik bersama sejak itulah muncul istilah

tesis eksistensi alterego, pemahaman aku yang lain dan dengan begitu

memungkinkan orang lain memahami sesame wadah komunitas yang disebut

Schutz consciatie (Compbell, 1994 :243)

Fenomena TKW dan trafficking dapat dipahami dengan suatu realitas

sosial yang fenomenal. Prespektif teori fenomenalogi yang bertolak dari paradigm

sosial memusatkan perhatian pada realitas soaial ada tingkatkan mikro subyektif

dan sebagai tingkatkan mikro obyektif ang tergantung pada proses-proses mental

dari tindakan sosial ( Ritzer, 1975 ). Teori fenomenalogi memandang interaksi

sosial terjadi dan berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman terhadap

tindakan masing-masing individu maupun kelompok. Perspektif ini

mengfokuskan perhatianya terhadap pentingnya memahami realitas sosial dalam

konteksnya, memahami bagaimana realitas sosial itu di ciptakan, dan bagaimana

tindakan sosial dilakukan dalam konteks mereka sendiri.

2.2 Teori Interaksi Simbolik

Teori simbolik yang dicetuskan yang dicetuskan Geogre Herbert Mead

(1863-1931) perspektif interaksi simbolik mengandug dasar pemikiran yang sama

dengan teori tindakan sosial tentang “makna subjektif” (subjective meaning) dari

perilaku manusia, proses sosial dan pragmatismenya. Meskipun terdapat bebrapa

(33)

pemikiran fenomenologis, Herbert Blumer yang mengukuhkan teori interaksi

simbolik sebagai suatu kajian ilmih tentang berbagai aspek subjektif manusia

dalam kehidupan sosial.

Blumer mengugkapkan tiga premis yang mendasari pemikiran

interaksionalisme simbolik, yaitu :

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang

ada pada sesuatu itu bagi mereka

2. Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan yang

lain”

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial

berlangsung.

Dengan demikian interaksi simbolik berasumsi bahwa manusia dapat

mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang

diterjemakan dalam simbol–symbol. Sebuah makna dipelajari melalui interaksi di

antara orang-orang, dan makna tersebut muncul karena adanya pertukaran

simbol-simbol dalam kelompok sosial. Pada sisi lain, interaksi simbol-simbolik memandang

bahwa seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan oleh adanya interaksi di

antara orang-orang. Selain itu tingkah laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh

kejadian-kejadian pada masa lampau saja, melainkan juga dilakukan dengan

sengaja.

Dalam konteks komunikasi interpersonal, interaksi simbolik menjelaskan

(34)

interaksi yang telah terjadi antara seseorang denganorang lain. Sementara itu

tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses

interaksi. Namun demikian, seseorang tidak dapatmemahami pengalaman orang

lain dengan hanya mengamati tingkah lakunya belaka. Pemahaman dan pengertian

seseorang akan berbagai hal harus diketahui secara pasti.

Manusia secara aktif membentuk perilakunya sendiri. Kesadaran dan

pikiran melibatkan interaksi manusia dengan dirinya sendiri. Kesadaran dan

pikiran melibatkan interaksi manusia dengan dirinya sendiri. Studi tentang

perilaku manusia berdasarkan perspektif interaksi simbolik membutuhkan

pemahaman tentang tindakan tersembunyi manusia itu, bukan sekedar tindakan

luar yang terlihat.

Memahami makna, simbol serta tindakan yang tersembunyi menurut

iteraksionisme simbol ini memerlukan metode penelitian kualitatif. Sifat dan

kodisi alamiah subjek yang diteliti, misalnya dengan memberi mereka kesempatan

atau membiarkan mereka berbicara atau berperilaku apa adanya senbagaimana

yang mereka kehendaki akan memungkikan munculnya perilaku teresembunyi.

(Kuswarno,2009:113-114).

2.3 Teori Fenomenologi Alfr ed Schutz

Fondasi metodologi di dalam ilmu sosial berdasarkan pemikiran Shutz

dikenal dengan studi tentang fenomenologis. Shutz setuju dengan pemikiran

weber tentang pengalaman dan perilaku manusia (human being) dalam dunia

(35)

meaningful reality). Shutz menyebut manusia yang berperilaku tersebut sebagai

“aktor”. Ketika seseorang melihat atau mendengar apa yang dikatakan atau yang

diperbuat aktor, dia akan memahami ( understand) makna dari tindakan tersebut.

Dalam dunia sosial hal demikian disebut sebagai sebuah “realitas interpretif”.

Bagi Shutz dan pemahamn kaum fenomenologis, tugas utama analisis

fenomenologis adalah mengkonstruksi dunia kehidupan manusia”sebenarnya”

dalam bentuk yang mereka sendiri alami. Realitas dunia tersebut bersifat

intersubjektif dalam arti bahwa anggota masyarakat berbagi pere\sepsi dasar

mengenai dunia yang mereka internalisasikan melalui sosialisasi dan

memungkinkan mereka melakukan interaksi atau komunikasi.

(Kuswarno,2009:110).

2.4 Konstruksi Realitas Sosial

Istilah konstruksi sosial atas realitas social ( social construction of reality)

mengambarkan proses social melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu

menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami

bersama secara subyektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial, dan

merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdsarkan

subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.(Bugin,2008:13).

Ritzer mengatakan bahwa pandangan yang menempatkan individu adalah

manusi bebas dalam hubungan antara individu dengan masyarakat. Terdapat

pengakuan yang luas terhadap eksitensi individu dalam dunia sosialnya bahwa

(36)

kehendaknya. Individu bukanlah manusia korban fakta sosial, namun mesin

produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.

Realitas Sosial memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan

dimaknakan secara subjektif oleh individu sehingga memantapkan realitas itu

secara objektif. Jadi Individu mengkonstruksi realitas sosial, dan

merekonstruksikannya dalam dunia realitas, serta memantapkan realitas itu

berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya. Konstruksi sosial

amat terkait dengan kesadaran merupakan bagian paling penting dalam kostruksi

(Bungin,2001: 4-8)

2.5 Fenomenologi

Kata fenomenologi berasal dari kata Yunani, Phenomenon, yaitu sesuatu

yang tampak yang terlihat karena bercakupan. Dalam bahasa Indonesia biasa

dipakai istilah gejala. Jadi, Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan

fenomena atau segala sesuatu yangmenampakkan diri. ( Praja,2005:179)

Tradisi fenomenologi memfokuskan perhatiannya terhadap pengalaman

sadar individu. Teori komunikasi yang masuk dalam tradisi fenomenologi

berpandangan bahwa manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman

mereka, sehingga mereka dapat memahami lingkunganya melalui pengalaman

personal dan langsung dengan lingkunganya. Proses interpretasi merupakan hal

yang sangat penting dan sentral dalam fenomenologi.

Interpretasi adalah proses aktif pemberitaan makna dari suatu

(37)

realitas, namun dalam fenomenologi, interpretasi merupakan realitas bagi seorang

individu. Interpretasi tidak dapat dipisahkan oleh realitas. Interpretasi adalah

proses aktif dari pikiran, yaitu suatu tindakan kreatif dalam memperjelas

pengalaman personal seseorang. (Morrisan,2013 : 38-40)

Menurut Husserl,(Giogri dan Giogri dalam Smith, 2003) dalam setiap hal,

manusia memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap setiap fenomena yang

dilaluinya dan pemahaman dan penghayatannya tersebut sangat berpengaruh

terhadap perilakunya (Herdiansyah, 2010: 66)

Fenomenologi adalah studi tentang bagaimana seseorang manusia mencari

pengalaman didunia. Ia melihat objek dan even dalam perspektif komunikator.

Pendekatan ini berangkat dari metode- metode kaum objektivis yang

mengasumsikan bahwa kenyataan itu terlepas dari kesadaran prestasi

manusia.(Syam, 2009:165)

Sebagai disiplin ilmu, fenomenologi mempelajari struktur pengalaman dan

kesadaran. Secara harfiah fenomenologi adalah studi memplajari fenomena seperti

penampakan, segala yang muncul dalam pengalaman kita. Kenyataanya, fokus

perhatian fenomenologi lebih luas dari sekedar fenomena, yakni pengalaman

sadar dari sudut pandang orang pertama (yang mengalaminya secara langsung).

Pada dasarnya fenomenologi mempelajari struktur tipe-tipe kesadaran,

yang terentang dari persepsi, gagasan, memori, imajinasi, emosi, hasrat, kemauan,

sampai tindakan, baik itu tindakan social maupun dalam bentuk bahasa. Struktur

bentuk-bentuk kesadaran inilah yang oleh Husserl dinamakan dengan

(38)

dalam pengalaman ini yang pada akhirnya membuat makna dan menentukan isi

dari pengalaman (content of experience). “Isi” ini sama sekali berbeda dengan “

penampakkannya”, karenasudah ada penambahan makna

padanya.(Kuswarno,2009 : 22). Tradisi ini melihat pada cara-cara seseorang

memahami dan memberi makna pada kejadian-kejadian dalam hidupnya seperti

pada pemahaman akan dirinya.(Little Jhon, A.Foss, 2009 : 309).

Tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena

dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, seperti bagaimana

fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Fenomenologi mencoba

mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan

konsep-konsep penting, dalam kerangka intersubjektivitas. intersubjektif karena

pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain.

Walaupun makna yang diciptakan dapat ditelusuri dalam tindakan, karya, dan

aktifitas yang kita lakukan, tetap saja ada peran orang di dalamnya.

Fenomenologi adalah menghubungkan antara pengetahuan ilmiah dengan

pengalaman sehari-hari, dan dari kegiatan di mana pengalaman dan pengetahuan

itu berasal. Dengan kata lain mendasarkan tindakan sosial pada pengalaman,

makna dan kesadaran. Dalam pemikiran Schutz bahwa bagaimana memahami

tindakan sosial melalui penafsiran.

Proses penafsiran dapat digunakan untuk memperjelas atau memeriksa

makna yang sesungguhnya, sehingga dapat memberikan konsep kepekaan

implisit. Shutz meletakkan hakikat manusia dalam pengalaman subyektif,

(39)

kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, Schutz mengikuti pemikiran Husser, yaitu

proses pemahaman aktual kegiatan, dan pemberian makna terhadapnya, sehingga

ter-refleksi dalam tingkah laku.

Dalam pandangan Schutz, manusia adalah makhluk sosial sehingga

kesadaran akan dunia kehidupan sehari-hari adalah sebuah kesadaran sosial.

Dunia individu merupakan dunia intersubjektif dengan makna beragam, dan

perasaan sebagai bagian dari kelompok. Manusia dituntut untuk saling memahami

satu sama lain, dan bertindak dalam kenyataan yang sama. Dengan demikian ada

penerimaan timbal balik, pemahaman atas dasar pengalaman bersama, dan tipikasi

atas dunia bersama. ( Kuswarno, 2009:17-18)

2.6 Tahapan – Tahapan Penelitian Fenomenologi

Tahapan – tahapan penelitian fenomenologi Husserl adalah sebagai

berikut:

a. Epoche adalah pemutusan hubungan dengan pengalaman yang peneliti

miliki sebelumnya. Dalam melakukan penelitian fenomenologi, epoche ini

mutlak harus ada terutama ketika menempatkan fenomena dalam kurung

(bracketing method). Memisahkan fenomena dari keseharian dan dari

unsur-unsur fisiknya, dan ketika mengeluarkan “kemurnian” yang ada

padanya. Jadi epoche adalah cara untuk melihat dan mejadi, sebuah sikap

mental yang bebas.

b. Reduksi ketika epoche adalah langkah awal untuk “memurrnikan” objek

(40)

fenomenologi adalah menjelaskan dalam susunan bahasa bagaiamana

objek itu terlihat. Tidak hanya dalam term objek secara eksternal, namun

juga kesadaran dalam tindakan internal, pengalaman, ritme dan hubungan

antara fenomena “aku”, sebagai subjek yang diamati. Fokusnya terletak

pada kualitas pengalaman, sedangkan tantangannya ada pada pemenuhan

sifat-sifat alamiah dan makna dari pengalaman.

c. Variasi Imajinasi adalah mencari makna-makna yang mungkin dengan

memanfaatkan imajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan pembalikan,

dan pendekatan terhadap fenomena dari perspektif, posisi, peranan, dan

fungsi yang berbeda. Tujuanya tiada lain untuk mencapai deskripsi

structural dari sebuah pengalaman ( bagaimana fenomena berbicara

mengenai dirinya).

d. Sintesis Makna dan Esensi tahap terkahir dalam penelitian fenomenologi

transendal adalah integrasi intuitif dasar-dasar deskripsi tekstural dan

struktural ke dalam suatu pernyataan yang menggambarkan hakikat

fenomena secarakeseluruhan

2.7 Stereotype

Stereotype atau stereotyping adalah suatu keadaan mengeneralisasikan

orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai

mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata

lain Stereotype adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek ke

dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau

(41)

Menurut Robert A baron dan Paul B. Paulus, stereotype adalah

kepercayaan bahwa semua anggota suatu kelompok tertentu memiliki cirri-ciri

tertentu atau menunjukkan perilaku-perilaku tertentu. Dengan kata lain stereotype

adalah kategori atas kelompok secara serampangan dengan mengabaikan

perbedaan-perbedaan individual.

Dengan adanya stereotype maka kesulitan komunikasi sering terjadi

karena pada umumnya stereotype bersifat negative. Alasan terjadinya stereotype

adalah :

1. Sebagai manusia, seseorang cenderung membagi dunia ini kedalam

dua kategori, yaitu kita dan mereka. Ketika kategori tersebutterbentuk,

seringkali seseorang mempersepsi bahwa dirinya yang termasuk dalam

kelompok dan parahnya mereka disamaratakan.

2. Stereotype pada dasarnya bersumber dari kecenderungan seseorang

untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin dalam berpikir

mengenai orang lain. (Mulyana, 2001: 218-220).

2.8 Wanita

Wanita adalah singkatan dari bahasa jawa (wani ditoto) sebutan yang

digunakan untuk homo sapiens berjenis kelamin dan mempunyai alat repproduksi.

Lawan jenis dari wanita adalah pria atau laki-laki . Wanita adalah kata yang

umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang

sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan yang

belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan

(42)

kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui, yang tidak bisa

dilakukan oleh pria ini yang disebut dengan tugas perempuan/wanita/ibu. Wanita

berdasarkan asal bahasanya tidak mengacu pada wanita yang ditata atau diatur

oleh laki-laki atau suami pada umumnya terjadi pada kaum patriarki.

Arti kata wanita sama dengan perempuan, perempuan atau wanita

memiliki wewenang untuk bekerja dan menghidupi keluarga bersama dengan sang

suami. Tidak ada pembagian peran perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga,

pria dan wanita sama-sama berkewajiban mengasuh anak hingga usia dewasa.Jika

ada wacana perempuan harus di rumah menjaga anak dan memasak untuk suami

maka itu adalah konstruksi peran perempuan karena laki-laki juga bisa melakukan

hal itu, contoh lain misalnya laki-laki yang lebih kuat, tegas dan perempuan lemah

lembut ini yang kemudian disebut dengan gender

(http://id.wikipedia.org/wiki/Wanita) diakses 20 September 2013

2.9 Konsep Cadar

Cadar dalam islam adalah jilbab yang tebal dan longgar yang menutupi

seluruh aurat, termasuk wajah dan telapak tangan. Cadar biasa dikenakan oleh

para istri Rosulullah SAW dan para istri para sahabat. Konsep cadar pertama kali

diperkenalkan oleh agama yahudi dan selanjutnya konsep ini dipergunakan dalam

agama Kristen. Dua agama besar sebelum Islam ini telah mewajibkan penggunaan

cadar bagi kaum perempuan. Dikutip dari penelitian ilmiah.

Dalam Bahasa Inggris, Istilah veil (sebagaimana varian Eropa lain,

(43)

tradisional kepala, wajah (mata, hidung, mulut), atau tubuh perempuan di Timur

Tengah dan Asia Selatan. Makna yang terkandung adalah “penutup” dalam arti

menutupi atau menyembunyikan, atau menyamarkan. .

(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/view/3155 ) 27 agustus 2013

2.9.1 Cadar (An - Niqab)

Cadar, atau dalam bahasa arab disebut An-Niqab, adalah sesuatu yang

berguna untuk menutupi seluruh wajah perempuan, kecuali kedua mata atau

sesuatu yang tampak disekitar mata. Dinamakan penutup wajah (An – Niqab)

karena masih ada lubag didaerah mata yang berguna untuk melihat jalan. An –

Niqab dikenal pula dengan sebutan Al- Barqa’ atau Al’Qina yang berarti kain

yang menutupi seluruh wajah muslimah, kecuali kedua matanya. Menurut kamus

bahasa Arab – Indonesia Niqab berarti tutup muka perempuan (Yunus, 1990:464)

2.9.2 Hukum Cadar

Cadar adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk menutupi wajahnya,

maka ada kaitan erat antara cadar dan aurat wanita, karna aurat adalah yang

diharamkan untuk dilihat dan juga diperlihatkan kepada selain mahram,

penjelasan ulama tentang aurat akan lebih memperjelas hukum dari pemakaian

cadar.Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang hukum wajah, aurat atau

tidakkah Bagi mayoritas ulama fiqih dari Al Hanafiyah, Al Malikiyah, As

Syafi’iyah dan Al Hanabilah wajah bukanlah aurat wanita, maka tidak ada

(44)

Salah satu dalil yang wanita bercadar yang di gunakan sebagai penguat

adalah: Firman Allah “Hai nabi, katakanlah kepada istri istrimu, anak anak

perempuanmu, dan istri istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan

jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’, yang demikian itu supaya mereka lebih

mudah untuk dikenal, karna itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Al Ahzab : 59)

Ayat ini adalah ayat yang paling utama dan paling sering dikemukakan

oleh mereka yang mewajibkan wanita untuk menutupi wajahnya, mereka

mengutip pendapat para mufassirin terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan

para wanita untuk menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka termasuk

kepala, muka dan semuanya, kecuali satu mata untuk melihat. Riwayat ini dikutip

dari pendapat Ibnu ‘Abbas, Ibnu Mas’ud, Ubaidah As Salmani dan lainnya,

meskipun tidak ada kesepakatan diantara mereka tentang makna ‘jilbab’ dan

‘menjulurkan’. (http://www.rumahfiqih.com/ens/e2.php?id=96&=cadar.htm)

2.10 Masyarakat

Masyarakt sanagat beragam, tergantung aspek apa yang menjadi inti

definisinya. Namun demikian secara umum pengertian masyarakat adalah

sejumlah manusia yang hidup dalam suatu lingkungan, dalam kurun waktu yang

cukup lama sehingga melahirkan budaya dengan satu kesatuan criteria dalam

memiliki sistem hidup bersama.

Obyek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan

(45)

masyarakat. Menurut Mac Iver dan Page, masyrakat ialah suatu sistem dari

kebiasaan dan taat cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok

dan pengolongan dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan –kebebasan

manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita sebut masyarakat. Masyarakat

merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah.

Sedangkan menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang

yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Dengan berbagi define

tersebut maka unsure-unsur masyarakat sebagai berikut; manusia yang hidup

bersama; bercampur untuk waktu yang lama; mereka sadar bahwa mereka

merupakan satu kesatuan; mereka merupakan suatu sistem hidup bersama

(Syarbaini,Rusdiyanta,2009: 7-9)

Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam

masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan

antraksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia

berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan. Dengan demikian

masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya

antraksi warga mayarakat itu. Dan Prof. Robert W, richey dalam bukunya

“Planning for Teaching, an introduction,” membuat batasan masyarakat sebagai

berikut “ istilah masyarakat dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia yang

hidup bersama di suatu wilayah dengan tatacara berpikir dan bertindak yan

(relatif) sama yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai

(46)

2.11 Interaksi Sosial

Bentuk umum proses social adalah interkasi sosial ( yang juga dapat

dinamakan proses social) karena interaksi sosial merupakan syarat utama

terjadinya aktivitas-aktivitas social. Interaksi social merupakan

hubungan-hubungan social yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan antara

orang-orang-perorangan, antara kelompok- kelompok manusia, maupun antara perorangan

dengan kelompok manusia.

Interaksi sosial dimulai pada saat dua orang bertemu, mereka saling

menegur, berjabat tangan saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.

Aktivitas –aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi social.

Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau

tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena

masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan

dalam perasaan maupun syaraf orang-orang bersangkuta, yang disebabkan oleh

bau keringat, minyak wangi, suara berjalan, dan sebagainya. Semuanya itu

menimbulkan kesan didalam pikiran seseorang kemudian menentukan tindakan

apa yang akan dilakukannya.(Soekanto, 2012 : 55)

2.11.1 Syar at Interaksi Sosial

1. Kontak Sosial

Menurut Soedjono Soekanto (2002:65), kontak sosial berasal dari bahasa

latin con atau cum (bersama-sama) dan tango (menyentuh), jadi, artinya secara

(47)

terjadi apabila adanya hubungan fisikal, sebagai gejala sosial hal itu bukan

semata-mata hubungan badania, karena hubungan sosial terjadi tidak saja secara

menyentuh seseorang, namun orang dapat berhubungan dengan orang lain tanpa

harus menyentuh. Kontak sosial dapat berlangsung dalam lima bentuk, yaitu:

a. Dalam bentuk proses sosialisasi yang berlangsung antara pribadi orang per

orang. Proses sosialisasi ini memungkinkan seseorang mempelajari

norma-norma yang terjadi di masyarakat.

b. Antara orang per orang dengan suatu kelompok masyarakat atau

sebaliknya.

c. Antara kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya dalam

sebuah komunitas.

d. Antara orang per orang dengan masyarakat global di dunia international.

e. Antara orang per orang, kelompok, masyarakat dan dunia global, di mana

kontak sosial terjadi secaqra simultan di antara mereka.

2. Komunikasi

Komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh

seseorang (I) terhadap informasi, sikap dan perilaku orang (II) lain yang

berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak gerik, atau sikap, perilaku dan

perasaan–perasaan, sehingga seseorang (I) membuat reaksi-reaksi terhadap

informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan pengalaman yang dia

(I) alami. Fenomena komunikasi dipengaruhi pula oleh media yang

digunakan, sehingga media kadang kala juga ikut memengaruhi isi

(48)

(1999:7) bahwa media juga adalah pesan itu sendiri (Bungin,2006 :

55-57).

2.11.2 Proses-proses Interaksi Sosial

Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2002:71-104) menjelaskan

bahwa ada golongan proses sosial sebagai akibat dari interaksi sosial, yaitu :

1. Proses sosial asositif adalah sebuah proses yang terjadi saling

pengertian dan kerja sama timbal balik antara orang per orang atau

kelompok satu dengan yang lainnya, dimana proses ini menghasilkan

pencapaian tujuan-tujuan bersama.(Bungin,2006 : 58)

2. Proses Disosiatif merupakan proses perlawanan (oposisi) yang

dilakukan oleh individu-individu dan kelompok dalam proses sosial di

antara mereka pada suatu masyrakat. Oposisi diartikan sebagai cara

berjuang melawan seseorang atau kelompok tertentu atau norma dan

nilai yang dianggap tidak mendukung perubahan untuk mencapai

tujuan-tujuan yang diinginkan.(Bungin,2006 : 62)

2.12 Kerangka Berpikir

Pemberitaan di media massa tidak hanya mengungkap profil seorang

teroris, namun media massa juga menampilkan sosok istri-istri pelaku peledakan

yang hampir semuanya menggunakan cadar. Seperti yang dilansir portal berita

kompasian.com, yang menuliskan tentang peristiwa pengeboman hotel JW

Marriot dan Ritz Carlton beberapa waktu yang lalu oleh sekelompok teroris

(49)

wanita bercadar semakin menjadi perhatian masyarakat. Hal ini dipicu oleh fakta

bahwa mayoritas istri dan keluarga dari para pelaku bom bunuh diri dan para

teroris yang selama ini menjadi dalang teror memakai kerudung bercadar tersebut.

Hingga akhirnya stigma cadar selalu dikaitkan dengan haluan pemikiran garis

keras yang berpotensi besar dijadikan kelompok yang mendukung aksi terorisme

yang terjadi. .

(http://umum.kompasiana.com/2009/09/11/misteri-di-balik-wanita-bercadar-11494.html) diakses 2 september 2013

Pemeberitaan-pemberitaan tentang wanita bercadar negatif yang akhirnya

memberikan stereotype kepada wanita bercadar akan pembenaran bahwa wanita

bercadar merupakan pendukung terorisme. Sebagaimana pengertiam stereotype

atau stereotyping adalah suatu keadaan mengeneralisasikan orang-orang

berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka

berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. (Mulyana, 2001:

218-220).

Sehingga Wanita bercadar cenderung menutup dirinya untuk berinteraksi

dengan masyarakat yang tidak menggunakan cadar sejatinya mereka tidak salah

dengan memakai cadar tersebut. Namun ekslusivitas mereka lah yang mendorong

mayoritas masyarakat memandang mereka sebagai kelompok asing yang sulit

untuk diajak bersosialisasi. Mereka jarang sekali terlihat bersosialisasi dengan

sekitar. Nyaris tak pernah ada silaturrahmi dengan anggota masyarakat yang tak

(50)

kecuali untuk kepentingan-kepentingan tertentu seperti belanja saja.

(http://umum.kompasiana.com/2009/09/11/misteri-di-balik-wanita-bercadar-11494.html) diakses 2 september 2013

Pandagan negatif pada wanita cadar tidak dapat dipisahkan lagi dari

masyarakat sehingga munculah polemik fenoma bercadar yang membuat para

sinias-sinias muda mengambil ide dari fenomena-fenomena yang ada pada sekitar

kita. Fenomena wanita bercadar ini memberikan warna baru dalam perfilman

Indonesia, Seperti Ayat-ayat Cinta dan Khalifah yang sagat kental akan

penggunaan cadar.

Wanita bercadar berdalih bahwa apa yang digunakannya saat ini sudah

merupakan syariat agama yang patut dipertahankan. Hukum yang melandasi

wanita bercadar adalah : “Hai Nabi, katakan kepada istri-istrimu, anak-anak

perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan

jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih

mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha

pengampunan Lagi Maha penyayang (QS.Al –Ahzab 33: 59) .

Ayat ini adalah ayat paling utama dan paling sering dikemukakan oleh

pendukung wajibnya menggunakan cadar. Mereka mengutip pedapat para

munafassirin terdapat ayat ini bahwa Allah mewajibkan para perempuan untuk

menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh termasuk kepala, wajah, dan semuanya,

kecuali kedua mata untuk melihat para pendukung kewajiban cadar mengatakan

(51)

aurat perempuan. Dengan adanya hukum ini wanita bercadar membut pembenaran

atas apa yang dikenakannya, sehingga wanita bercadar tidak peduli akan

pandangan negatif tentang dirinya .

(http://www.rumahfiqih.com/ens/e2.php?id=96&=cadar.htm) diakses26 september

2013.

Peneliti akan menggunakan pendekatan fenomenologi untuk melihat

fenomena wanita bercadar. Fenomenologi merupakan pendekatan ynag

mempelajari fenomena yang tampak di depan kita dan bagaimana

penampakannya. Sebagaimana tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari

bagaimana fenomena yang dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan,

seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atauditerima secara estetis. Dalam

teori Shutz dan pemahaman kaum fenomenologis, yang tugas utama analisis

fenomenologis adalah merekonstruksi dunia kehidupan manusia ”sebenarnya “

dalam betuk mereka sendiri alami. Serta bagaimana wanita bercadar berinteraksi

sosial

Selanjutnya peneliti akan menggunakan Indepth Iterview untuk

mengetahui lebih dalam mengenai makna, motif dan interaksi sosial wanita

bercadar yang akan peneliti kumpulkan dalam menjawab permasalahan yang

disampaikan peneliti. Selain itu penenliti juga akan melihat verbal dan non verbal

(52)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 J enis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang

bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui

pengumpulan data yang sedalam- dalamnya. Metode penelitian kualitatif ini

sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada

kondisi yang alamiah (natural setting). Obyek dalam penelitian kualitatif adalah

obyek yang alamiah, atau natural setting, sehingga metode penelitian ini sering

disebut sebagai metode naturalistik. Obyek yang alamiah adalah obyek yang apa

adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti

memasuki obyek, setelah berada di obyek dan setelah keluar dari obyek relatif

tidak berubah.

Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang

pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang

sekedar yang terlihat, terucap, tetapi data yangmengndung makna di balik yang

terlihat dan terucap tersebut. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak

dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat

penelitian dilpangan. Oleh karena itu analisi data ang dilakukan bersifat induktif

berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BMT Maslahah Capem Wonorejo dilihat dari empat perspektif balanced scorecard secara garis besar sudah terpenuhi dengan sangat baik, namun ada

Hal ini memperoleh respon positif dari negara- negara SAARC lainnya yang ditandai dengan adanya pertemuan Menteri luar negeri di Colombo, Sri Lanka pada tahun

• Perаturаn Menteri Dаlаm Negeri Nomor 21 Tаhun 2011 dаn untuk mendorong peningkаtаn pendаpаtаn mаsyаrаkаt Jаwа Timur dengаn bermitrа usаhа dengаn Bаdаn Usаhа /

Kesimpulan penelitian tersebut di atas dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut: 1) Perencanaan pembelajaran bermain balok dalam meningkatkan kemampuan bekerjasama pada

Pendampingan manajemen pemasaran yang akan dilakukan yaitu mendampingi menawarkan dan menitipkan makanan kecil (aneka snack) Bu Diah Dharma Astuti dan makanan kecil (aneka snack)

kotoran ayam yang difermentasi menjadi pupuk dan ampas tahu sebagai pakannya dengan sistem wadah bertingkat dan resirkulasi sudah diaplikasikan di KUB Sidat Mandiri, Desa Cidadap

Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu

Islam menyuruh untuk berdakwah (amr ma’ruf nahi munkar) melalui cara yang bijaksana dan santun.. 32 Dengan demikian, diantara langkah-langkah yang harus ditempuh