Disusun oleh : ZAKIYAH J AMAL
NPM. 1043010017
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skr ipsi Menyutujui,
Pembimbing Utama
Dr a. Dyva Clar etta, M.si NPT 36601940025
Mengetahui, DEKAN
ii Sur abaya )
Oleh :
ZAKIYAH J AMAL NPM. 1043010017
Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran”
J awa Timur Pada tanggal 24 Desember 2013
Pembimbing Utama Tim Penguji
1. Ketua
Dr a. Dyva Clar etta,M.Si J uwito, S.Sos, M.Si
NPT. 36601940025 NPT. 3 6704 95 00361
2. Seker tar is
Dr a. Her lina Suksmawati,M.Si NIP. 196412251993092001 3. Anggota
Dr a. Dyva Clar etta, M.Si NPT. 36601940025 Mengetahui,
DEKAN
iv
diberikan, sehingga skripsi dengan judul “Fenoma Wanita Ber cadar (Studi Fenomenologi Konstr uksi Realitas Sosial dan Inter aksi Sosial Wanita Ber cadar di Sur abaya” dapat penulis susun dalam ajuan skripsi.
Pada penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan, bimbingan, dukungan dan inspirasi yang telah diberikan. Sehingga penulis sampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi. Sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Juwito, S. Sos, Msi. Sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan sebagai dosen wali.
3. Dra. Dyva Claretta, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing penulis dalam penulisan proposal skripsi ini.
4. Bu Syafrida Nurrachmi F, S.Sos, M.Med.Kom yang tak hentinya memberi semangat, motivasi, inspirasi, ilmu dan pengalaman.
v
selalu memberika motivasi agar segera menyelesaikan skripsi.
7. Ahmadau Bamba dan Zanuba Condro Wati sebagai semangat Pagi penulis senyuman kalian luar biasa.
8. Yosua.A (Jojo) dan Briefing Umbara (Fifi) Sahabat dikala suka dan duka sejak semester satu dan selalu memberikan motivasi dan bullying sehingga penulis menjadi pribadi yang kuat dan akhirnya impian kita untuk lulus bersama bisa tercapai (amin).
9. Lely Babgei yang selalu setia menjadi pendengar dan penasehat yang baik bagi penulis dikala mengalami kebuntuan.
10.Herdian Fitrah (Ahong), Pipit, Yayas, Icha, Kiki (Bonek), Riri, Enta, Repo, Fiddien, Quin, Firda yang selalu memberikan kecerian.
11.Bagus Aji, Kiki, Yuli, Shima, Fikri, Gana, Lukman, Hanif, dan seluruh keluarga besar UPN Televisi yang selalu memberikan inspirasi, motivasi, dan kebahagian bagi penulis.
vi
14.Temen-temen Jurusan Ilmu Komunikasi khususnya angkatan 2010 dan seluruh pihak yang belum atau tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas doa dan dukungannya.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Segala saran dan kritik membangun, sangat penulis harapkan demi kebaikan proposal skripsi ini.
Surabaya, Oktober 2013
vii
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL PENELITIAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI...vii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
ABSTRAKSI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 12
1.4. Manfaat Penelitian ... 12
1.4.1. Secara Teoritis ... 12
1.4.2. Secara Praktis ...12
viii
2.3. Teori Fenomenologi Alfred Shuctz ... 21
2.4. Konstruksi Sosial ... 22
2.5. Fenomenologi ... 23
2.6. Tahapan – Tahapan Penelitian Fenomenologi...26
2.7. Stereotype ... 27
2.8. Wanita ... 28
2.9.Konsep Cadar ... 29
2.9.1. Cadar ( An-Niqab) ... 30
2.9.2. Hukum Cadar ... 30
2.10. Masyarakat ... 31
2.11. Interaksi sosial ... 33
2.11.1 Syarat Interaksi Sosial ... 33
2.11.2 Proses-proses Interaksi Sosial ... 35
ix
3.1. Jenis Penelitian ... 39
3.2. Definisi Konseptual ... 41
3.2.1 Fenomenologi ... 41
3.2.2 Stereotype ... 43
3.2.3 Wanita Bercadar ... 44
3.3 Lokasi Penelitian ... 45
3.4. Informan ... 46
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.5.1 Wawancara Mendalam (Indepth Interview) ... 47
3.5.2 Observasi ... 47
3.5.3 Dokumenter ... 47
3.6 Teknik Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...50
4.1 Gambaran Umum Objek penelitian...50
x
4.3 Identitas informan...54
4.4 Analisis Data...56
4.4.1 Makna Cadar...57
4.4.2 Wanita Becadar Mengkonstruksi Realitas Sosial...61
4.4.3 Interaksi Simbolik Sesama Wanita Bercadar...66
4.4.4 Interaksi Wanita Bercadar dengan Masyarakat...71
4.4.5 Stereotype Wanita Bercadar...77
4.5. Pembahasan...80
4.5 Peneliti Sebagai Observasi Partisipan...83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...86
5.1 Kesimpulan...86
5.2 Saran...87
DAFTAR PUSTAKA...88
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Inter view Guide ... 90
Lampiran 2 Ha sil Wawancar a Infor man ... 91
ZAKIYAH J AMAL, FENOMA WANITA BERCADAR (Studi Fenomenologi Konstruksi Realitas Sosial dan Interaksi Sosial Wanita Bercadar di Sur abaya)
Cadar atau dalam bahasa arab disebut An-Niqab, adalah sesuatu yang
berguna untuk menutupi seluruh wajah perempuan, kecuali kedua mata atau sesuatu yang tampak disekitar mata. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi. Yang mana studi fenomenoloi ini mencoba mencari pemahaman tentang bagaimana wanita bercadar yang dianggap negatif oleh sebagaian masyarakat mengkonstruksi realitas sosial dan konsep-konsep penting dalam dirinya seperti interaksi sosial dan stereotype. Teknik pengumpulan data yang di gunakan peneliti adalah in depth interview. Kesimpulan dari penelitian ini adalah konstruksi realitas sosial wanita bercadar memiliki pendapat yang berbeda-beda setiap individu seperti mengkonstruksi dirinya sebagai wanita muslimah, terhormat serta memotivasi dirinya sendiri untuk lebih baik. Interaksi sosial wanita bercadar yakni tetap melakukan interaksi dengan masyarakat namun dengan eksistensi yang berbeda.
Kata kunci : Fenomenologi, Wanita Bercadar, Konstruksi Realita dan Interaksi sosial
ZAKIYAH J AMAL, PURDAH-WEARING WOMEN PHENOMENA
(Phenomenology Studies of Social Reality Construction and Social Interaction of Purdah-Wearing Women in Surabaya)
Purdah or in Arabic is called al- Niqab, is something that is useful to cover the entire face of woman, except the eyes or something that looks around the eyes. In this study, the researcher used a phenomenological approach which the phenomenology study is trying to find an understanding of how the purdah- wearing women who are considered negative by the most people were construct social reality and important concepts in themselves as social interaction and stereotypes. Data collection techniques that used by researchers were in-depth interviews. The conclusion of this study is social reality the purdah-wearing
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia terdapat kasus peledakan bom Legian Bali, peristiwa
pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Masih
hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun luar negeri.
Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah
Indonesia Setelah terjadi pengeboman banyak sekali aksi-aksi terorisme melanda
Indonesia. Seperti dilansir dari portal berita Tribunnews.com, Jakarta.
Banyaknya aksi teroris di Indonesia beberapa waktu belakangan ini
diyakini bisa berpengaruh kepada dunia internasional. Mata dunia akan melihat
Indonesia dan citranya dianggap sebagai sarang teroris."Indonesia dikategorikan
sebagai sarang teroris, anti HAM, pelanggar toleransi beragama, dan itu juga bisa
menjadi amunisi dunia luar untuk menekan kebijakan Indonesia dalam peraturan
dunia," kata Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar dalam siaran persnya.
(http://id.berita.yahoo.com/aksi-teroris-di-indonesia-berpengaruh-ke-dunia-internasional-182004181.html) diakses 9 september2013
Semakin maraknya terorisme yang melanda Negara Indonesia sehingga
Menurut GTI, yang dilansir ibtitimes, GTI telah melakukan pemeringkatan dari
158 negara mengenai dampak terorisme dan menganalisis dimensi ekonomi dan
rilis yang dikeluarkan, Indonesia ada di urutan 29 negara yang berpotensi tindakan
teroris terjadi.
(http://m.thecrowdvoice.com/post/indonesia-urutan-ke-29-negara-teroris-5975627.html ) diakses 9 september2013
Setelah penangkapan terorisme-terorisme yang terjadi di Indonesia,
pemberitaan di media massa tidak hanya menguak profil seorang teroris, namun
media massa juga menampilkan sosok istri-istri pelaku peledakan yang hampir
semuanya menggunakan cadar. Seperti yang dilansir portal berita kompasian.com,
yang menuliskan tentang peristiwa pengeboman hotel JW Marriot dan Ritz
Carlton beberapa waktu yang lalu oleh sekelompok teroris dibawah komando
Noordin M Top dan kawan-kawan, isu penggunaan cadar dan wanita bercadar
semakin menjadi perhatian masyarakat. Hal ini dipicu oleh fakta bahwa mayoritas
istri dan keluarga dari para pelaku bom bunuh diri dan para teroris yang selama ini
menjadi dalang teror memakai kerudung bercadar tersebut. Seperti istri-istri
Noordin M Top yang kesemuanya memakai cadar. begitu pula dengan istri
Saifuddin Zuhri, dan banyak lagi istri-istri anggota teroris yang saat ini terus
diburu densus 88 Mabes Polri ini. Hingga akhirnya stigma cadar selalu dikaitkan
dengan haluan pemikiran garis keras yang berpotensi besar dijadikan kelompok
yang mensupport aksi terorisme yangterjadi.
(http://umum.kompasiana.com/2009/09/11/misteri-di-balik-wanita-bercadar-11494.html) diakses 2 september 2013
Akhirnya memunculkan berbagai komentar negatif oleh masyrakat bahwa
terorisme. Ternyata sosok wanita bercadar tidak hanya seorang istri seorang
teroris tetapi cadar sudah mulai digunakan juga oleh koruptor - koruptor yang
baru-baru ini marak diangkat dimedia massa dalam portal berita. Mantan Wakil
Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis mengenakan cadar yang menutupi
wajahnya saat diperiksa dalam persidangan kasus dugaan penerimaan suap
penganggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan
Nasional dengan terdakwa Angelina Sondakh di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi.
Cadar hitam yang warnanya senada dengan baju gamis yang dikenakan
Yulianis ini sempat mengundang keraguan pihak terdakwa Angelina Sondakh.
Bukan hanya Angelina, pihak Nazaruddin juga pernah keberatan karena Yulianis
bercadar saat bersaksi dalam persidangan kasusnya yang berlangsung di
Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu.
(http://nasional.kompas.com/read/2012/10/04/21083442/Ini.Alasan.di.Balik.Cadar
.Yulianis), diakses 5 September 2013.
Penggunaan cadar yang digunakan oleh para koruptor hanyalah sebagai
kamuflase agar tidak tersorot oleh media dan terekspose oleh wartawan saja ini
sangat ironi melihat jilbab dan cadar merupakan simbol Islam yang berfungsi
bukan untuk hal-hal demikian. Fungsi jilbab dan cadar mengalami pergeseran
makna akhir-akhir ini. Sebagaimana perintah Allah yang mewajibkan seorang
muslimah untuk menggunakan jilbab yang tertera dalam Qur’an surat
ﺎَﱡَﺄَ ﱡﻲ ِﺑﱠﻧﻟا ْل ُﻗ َك ِﺟ ا َوْزَﻷ ِ◌ َك ِﺗﺎَﻧَﺑَو ِءﺂَﺳ ِﻧ َو َن ِْﻧِﻣ ْؤُﻣْﻟا ْدُ َن ِْﻧ ﱠن َِْﻠَﻋ ْن ِﻣ ﱠن ِِﺑَﻠَﺟ َك ِﻟاَذﻰ َﻧْدَأ ْنَأ َن ْﻓَر ْﻌُ َن َْذ ْؤَُﻼ َﻓ َنﺎَﻛ َو ُﷲ اًر ْوُﻔَﻏ ﺎًﻣ ِْﺣ ﱠر
( ب از ﺣ ﻷ ا : 59 )
“Hai Nabi, katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri
orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampunan Lagi Maha
penyayang (QS.Al –Ahzab 33: 59)
Sineas-sineas muda juga sudah mulai melirik fenomena cadar dalam
bidang perfilman yang sudah banyak di produksi di Indonesia. Terdapat film- film
yang menggangkat tentang budaya cadar di Indonesia yang bermula dari Film
Ayat-Ayat Cinta yang diangkat dari Novel yang berjudul sama yaitu Ayat-Ayat
cinta yang ditulis oleh Habiburrahman Saerozi, dan di Sutradarai oleh Hanung
Bramantyo. Meski film negeri sendiri terus diproduksi, ternyata Ayat Ayat Cinta
tetap bertahan sebagai film terlaris. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Dalam film Ayat-ayat Cinta perempuan yang
bercadar merupakan Mahasiswi asing keturunan Jerman dan Turki. Tidak hanya
film Ayat-ayat cinta yang menggangkat tentang wanita bercadar pada tahun 2011
penikmat film Islam dimanjakan lagi dengan sosok wanita becadar yang berjudul
Kalifah.
Di film ini sosok wanita bercadar sangatlah kental terasa, apalagi film juga
menggunakan cadar karena tuntutan dari suami. Perbedaan yang sangat terlihat
dari Film sebelumnya yaitu Ayat-ayat cinta adalah sosok wanita bercadar
merupakan mahasiswi berdarah campuran jerman dan turki dan penggambilan
setting film di Kairo Mesir yang memang kental dengn budaya wanita bercadar,
tetapi di film Khalifah ini merupakan pribumi yang bekerja di salon kecantikan,
sedangkan pengambilan tempat juga berada diindonesia dan perjalanan seorang
wanita yang dulunya tidak menggunakan jilbab sampai akhirnya menggunakan
cadar karena perintah dari suaminya.
Sebenarnya penggunaan cadar sudah tidak asing lagi di Indonesia. Banyak
masyarakat Indonesia yang sudah mulai menggunakan cadar, seperti yang di
lansir pada artikel portal kompasmania.com, bila kita cermati dengan seksama
ternyata jumlah pemakai jilbab cadar ini di seluruh indonesia, ternyata sungguh
mencengangkan, mengalami kenaikan yang sangat fantantis. Di beberapa daerah
di Aceh, Poso, Bandung, Jakarta, dan makassar yang sempat penulis singgahi,
jumlahnya sangat banyak. Tak sulit lagi menemukan wanita bercadar. Bahkan
bisa dibilang, hampir seluruh kota di Indonesia terdapat wanita bercadar.
Hal ini tak bisa dielakkan karena konsep dakwah ajaran ini telah menyebar
ke seluruh pelosok tanah air. Mereka memiliki cara dan metode sendiri merekrut
jamaah agar bisa masuk ke dalam kelompok ini
Meskipun tidak sedikit yang masih berfikir negatif dan memandang aneh
dengan wanita yang menggunakan cadar. Sebelum merebakna pengunaan cadar.
Masyarakat memiliki pandangan bahwa wanita bercadar merupakan sekelompok
orang yang tertutup dan jarang bersosialisasi dalam menjalin hubungan dengan
masyarakt sekitar. Wanita bercadar cenderung menutup dirinya untuk berinteraksi
dengan masyarakat yang tidak menggunakan cadar sejatinya mereka tidak salah
dengan memakai cadar tersebut.
Namun ekslusivitas mereka lah yang mendorong mayoritas masyarakat
memandang mereka sebagai kelompok asing yang sulit untuk diajak
bersosialisasi. Mereka jarang sekali terlihat bersosialisasi dengan sekitar. Nyaris
tak pernah ada silaturrahmi dengan anggota masyarakat yang tak memakai
cadar.Mereka benar-benar mengisolasi diri mereka dengan dunia luar kecuali
untuk kepentingan-kepentingan tertentu seperti belanja saja.
(http://umum.kompasiana.com/2009/09/11/misteri-di-balik-wanita-bercadar-11494.html) diakses 2 September 2013
Cadar merupakan versi lanjutan dari jilbab. Penggunaan cadar
menambahkan penutup wajah sehingga hanya terlihat mata mereka saja, bahkan
telapak tangan pun harus ditutupi. Jika berjilbab mensyaratkan pula penggunaan
baju panjang, maka bercadar diikuti kebiasaan penggunaan gamis ( bukan celana),
rok-rok panjang dan lebar dan biasanya seluruh aksesoris berwarna hitam atau
berwarna gelap. Namun jika jilbab bisa masuk kebudaya lokal , maka cadar belum
. (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/view/3155 27 agustus 2013)
diakses 27 Agustus 2013
Jilbab di Indonesia menurut Suzanne April Brenner ” dimana perempuan
berjilbab adalah sebagai suatu tanda globalisasi, suatu lambang identifikasi orang
Islam di Indonesia dengan umat Islam di negara-negara lain di dunia modern ini,.
Oleh karena itu jilbab saat ini sudah menjadi bagian dari kultur masyarakat.
Berkembangnya cara pemakaian jilbab dan pakaian muslimah saat ini mulai
mengikuti mode fashion yang berlaku di masyarakat.menolak tradisi lokal,
(digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-6974-3404100069-Bab1.pdf).
Tidak bisa dipisahkan lagi karena penduduk muslim di Indonesia
sangatlah besar, yaitu sekitar 12,7 persen dari total Muslim dunia. Pada tahun
2010, penganut Islam di Indonesia sekitar 205 juta jiwa atau 88,1 persen dari
jumlah penduduk.
(http://www.anashir.com/2012/05/102159/46553/10-negara-dengan-jumlah-penduduk-muslim-terbesar-di-dunia)
Dari perkembangan budaya, jilbab memiliki potensi diterima oleh
sebagian masyarakat sayangnya tidak demikian dengan cadar, apalagi dengan
paska aksi terorisme, perempuan cadar serta merta memiliki keterbatasan dan
bentuk diskriminasi baru baik secara eksplist maupun implicit menjadi hal yang
tak terelakkan artinya wanita bercadar mengalami diskriminasi berganda
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/view/3155) 27 Agustus 2013.
Perempuan bercadar mayoritas terdapat di Negara Arab Saudi atau Timur
kebanyakan struktur tanahnya tandus dan kasar dengan batu krikil datar dan bukit
pasir. Keadaan iklim geografis Arab Saudi dari bulan Juni sampai dengan bulan
Agustus suhu di padang pasir dapat mencapai 50° C (122 F). Kondisi Geografis
Arab Saudi dengan iklim yang demikian memungkinkan masyrakay untuk
mrnggunakan cadar. (http://www.arabiancareers.com/saudi.html,) diakses 6
September 2013
Sebagian besar pengguna cadar menganggap bahwa seorang wanita harus
menutup sebagian wajah mereka dan hanya menyisakan kedua mata. Banyak dari
mereka yang menganggap bahwa aurat seorang wanita bukan hanya tubuh dan
rambut tetapi juga wajah dan tangan mereka. Alasan mereka tidak lain bukan
adalah bila laki-laki memandang wanita dan timbul hasrat , meskipun perempuan
tersebut telah menggunakan jilbab tetap saja dianggap masih membuka aurat
mereka. (www.rumahfiqih.com/ens/e2.php?id=96&=cadar.htm) diakses 20
September 2013
Penggunaan cadar sendiri sudah lama sekali digunakan oleh bangsa Arab
Saudi tetapi di Indonesia sendiri booming penggunaan cadar yang masuk di media
massa saat kasus pengeboman di Bali sekitar tahun 2002. Pengguna cadar
mayoritas bertempat di Jawa tetapi peneliti mengfokuskan pengguna cadar di
Surabaya Utara yang merupakan penyebar agama Islam di Jawa. Sebagai kawasan
muslim Ampel merupakan tempat dimana hampir semua orang menggunakan
jilbab, tetapi tidak dengan penggunaan cadar. Tidak dipungkiri lagi bahwa cadar
Wanita bercadar di Indonesia akhir-akhir ini menjadi sorotan media massa
dan masyarakat sejak terjadi terror bom di berbagai wilayah Indonesia yang
sering sekali melibatkan wanita bercadar. Dengan kejadian yang terjadi banyak
wanita cadar yang diidentikan dengan terorisme yang membuat wanita bercadar
sulit berkomunikasi, berbaur dengan masyarakat sekitar karena pandangan negatif
yang melekat pada mereka.
Peneliti melihat ini sebagai fenomena yang mana terlihat jelas di sekitar
masyrakat kita. Meskipun kejadian pengeboman Bali itu terjadi tahun 2002 silam,
tetapi pandangan negatif masyarakat tidak pernah berubah. Sehingga peneliti
ingin memahami tentang wanita bercadar dari sisi fenomenologi yang mana
mempelajari tentang bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran , dan
tindakan seperti bagaimana fenomena itu bernilai. Fenomenologi mencoba
mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi realitas sosial dan
konsep-konsep penting dalam dirinya
Menariknya dalam metodologi fenomenologi ini kita dapat mempelajari
bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara
langsung, seolah-olah kita mengalaminya sendiri. Tujuan fenomenologi untuk
mengetahui dunia dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung
atau berkaitan dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang
ditempelkan padanya. Fenomenologi juga sebagai metodologi penelitian tidak
menggunakan hepotesis dalam prosesnya, walaupun fenomenologi bisa menjadi
menghasilkan sebuah hipotesis untuk diuji lebih lanjut. Selain itu fenomenologi
pratiknya,fenomenologi cenderung menggunkan metode obsevasi, wawancara
mendalam (kualitatif), dan analisis dokumen dengan metode hermeneutik
(Kuswarno,2009 : 2).
Wanita bercadar memiliki budaya yang mereka ciptakan sendiri yang
meliputi perilaku mereka yang unik, mereka dapat menunjukkan atribut mereka
melalui bahasa verbal maupun nonverbal. Disebutkan bahwa penelitian ini
merupakan sebuah analisis sosiologis utuk mengungkapkan kehidupan wanita
bercadar dengan menggambarkan suatu konstruksi sosial wanita bercadar dan
penekanan dalam proses komunikasi.
Dalam Konstruksi Realitas Sosial memiliki makna ketika realitas sosial
dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga
memantapkan realitas itu secara objektif. Jadi Individu mengkonstruksi realitas
sosial, dan merekonstruksikannya dalam dunia realitas, serta memantapkan
realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.
Konstruksi sosial amat terkait dengan kesadaran merupakan bagian paling penting
dalam kostruksi (Bungin,2001: 4-8)
Bila ditinjau dari sudut pandang sosial, dengan keberadaan wanita
bercadar masih belum dapat diterima secarah penuh oleh masyarakat Indonesia.
Adanya perspektif negatif dalam memandang wanita bercadar tidak dapat
dipungkiri. Penggunaan pakaian bercadar dianggap menggangu proses hubungan
Dalam hal ini menimbulkan pertanyaan bagi penliti untuk mengetahui
konstruksi realitas yang dibagun oleh wanita bercadar itu sendiri, dalam
konstruksi realitas meliputi proses menjadi wanita bercadar dan mengungkapkan
alasan menggunakan cadar serta motif menggunakan cadar. Peneliti tertarik
dengan permasalahan tentang wanita bercadar di Surabaya tidak hanya terkait
dengan kewajiban muslim untuk berhijab atau cadar tetapi juga sebagai alasan
sosial dan budaya.
Dalam konteks ini peneliti ingin meneliti tentang wanita bercadar yang
menggunakan pendekatan fenomenologi, yang tidak hanya pengalamannya saja
tetapi juga bagaimana interkasi sosial wanita bercadar dengan masyrakat sekitar
dan bagaimana makna cadar bagi wanita bercadar itu sendiri.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas peneliti mengfocuskan pada feomenologi wanita
bercadar di Surabaya, maka dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana wanita bercadar di Surabaya mengkonstruksi realitas sosial
mereka menurut pandangan wanita bercadar itu sendiri?
2. Bagaimana wanita bercadar di Surabaya berinteraksi dengan masyarakat
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang peneliti harapkan adalah untuk mengetahui konstruksi
realitas sosial wanita bercadar serta interaksi sosial terhadap masyarakat sekitar.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Teoritis
Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah
mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang akan nantinya akan
menjadi sumber informasiuntuk penelitian –penelitian selanjutnya sebagai bahan
akademis mengenai metodelogi fenomenologi dalam hal ini pada fenomena
wanita bercadar. Diharapkan juga menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti
sendiri maupun pihak-pihak tertentu yang tertarik dengan penelitian ini.
1.4.2 Sosial
Secara sosial, hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka kesadaran
bagi masyarakat untuk tidak mudah menerima secara langsung pemberitaan
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mencari jurnal ilmiah di beberapa
kampus dan jurnal online jurusan ilmu komunikasi. Jurnal ini akan berfungsi
untuk referensi penelitian bagi peneliti. Jurnal pertama yang peneliti dapatkan
berjudul “ Makna Iklan Televisi ’’ penelitian ini diterbitkan oleh Jurusan Ilmu
Komunikasi, Universitas Padjadjaran Jawa Barat.
Dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana (Studi Fenomenologi
Pemirsa Di Jakarta terhadap Iklan Televisi Minuman “KUKU BIMA ENERGI”
VERSI KOLAM SUSU ). Penelitian ini mengkaji pemirsa televisi di Jakarta
dalam memaknai iklan televisi minuman “ Kuku Bima Energi” versi Kolam Susu.
Penelitian ini menggunakan stdi atau metodologi fenomenologi.
Jurnal penelitian ini, juga dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman
dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung sendiri.
Fenomenologi tidak saja mengklasifikan setiap tindakan sadar yang dilakukan,
namun juga meliputi prediksi terhadap tindakan di masa yang terkait denganya.
Semuanya itu bersumber dari bagaimana seseorang memaknai objek dalam
pengalamannya. Fenomenologi juga diartikan sebagai studi tentang makna,
Penelitian ini bermaksud mempelajari bentuk- bentuk pengalaman dari
sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung, juga diartikan sebagai
studi tentang makna, dimana makna itu lebih luas dari sekedar bahasa yang
mewakilinya, dalam hal ini pemirsa di Jakarta terhadap tayangan iklan televisi
minuman “ Kuku Bima Energi “ versi kolam susu.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui makna informan pemirsa di
Jakarta terhadap iklan televisi produk minuman “ Kuku Bima Energi” versi kolam
susu dan mengetahui apakah iklan televisi minuman “ Kuku Bima Energi’’ versi
kolam susu yang dimaknai oleh pemirsa televisi di Jakarta sebagai turut
mempromosikan pariwisata Indonesia dalam penguatan brand image.
Manfaat penelitian “ Kuku Bima Energi’’ versi kolam susu, secara teoritis
hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian dalam bidang
komunikasi, terutama tentang makna pembentukan makna informan pemirsa
terhadap iklan televisi. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tentang
faktor- faktor yang menunjukkan konteks diri pemirsa televisi yang berinteraksi
dalam proses pemebentukkan makna.
Teori-teori yang mendukung penelitian ini adalah Teori Tindakan Sosial
dari Max Weber (1864-1920), mendifisinikan tindakan sosial sebagai semua
perilaku manusia ketika dan sejauh individu memberikan suatu makna subjektif
terhadap perilaku tersebut.Teori Tindakan Sosial menurut sebagai besar pakar
memayungi beberapa teori diantaranya adalah teori Interakasi Simbolik dan teori
Teori Fenomenologi dari Alfred Schutz (1899-1959), dalam the
Penomenologi of Sosial World (1967:7), mengemukakan bahwa orang secara
aktif menginterpretasiakan pengalamannya dengan memberi tanda dan arti tentang
apa yang mereka liat. Interpretasi merupakan proses aktif dalam menandai dan
mengartikan tentang sesuatu yang diamati, seperti bacaan, tindakan atau situasi
bahkan pengalaman apapun. Lebih lanjut, Schutz menjelaskan pengalaman
inderawi sebenarnya tidak punya arti. Semua itu hanya ada begitu saja;
obyek-obyeklah yang bermakna.
Teori lain yang mendukung kajian ini adalah Teori Interaksi Simbolik
(George Herbert Mead dan Herbert Blumer). Para ahli perspektif interaksionisme
simbolik menlihat bahwa individu adalah obyek yang bisa secara langsung
ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain. Mereka
menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan menggunakan
simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-kata.
Symbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi
kata-kata ( pesan verbal), perilaku (non verbal), dan objek yang disepakati
bersama. (mulyana, 2008 :84)
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Berkenaan dengan
metode tersebut, Judistira K.Garna (1999:32) menyebutkan bahwa pendekatan
kualitatif dicirikan oleh tujuan peneliti yang berupaya memahami gejala-gejala
tersebut tidak dimungkinkan untuk diukur secara tepat. Penelitian ini
John (2005:336), tentang studi fenomenologi. Fenomenologi adalah pendekatan
yang beranggapan bahwa suatu fenomena bukanlah realitas yang berdiri sendiri.
Fenomena yang tampak merupakan objek yang penuh dengan makna yang
transedental. Dunia sosial keseharian tempat manusia hidup senantiasa
merrupakan suatu yang inter sebjektif dan sarat dengan makna. Dengan demikian,
fenomena yang dipahami oleh manusia adalah refleksi dari pengalaman
transdental dan pemahaman tentang makna.
Hasil penelitian dan pembahasan terhadap Iklan Televisi Minuman
“KUKU BIMA ENERGI” VERSI KOLAM SUSU ). Strategi komunikasi yang
digunakan dalam iklan televisi tersebut kurang tepat untuk mengubah sikap, opini
dan perilaku pemirsa. Iklan televisi tersebut kurang bisa menguatkan brand image,
karena berdasarkan hasil penelitian, hanya sebagian kecil informan (yaitu pada
kelompok A) yang memahami maksud pesan iklan dan menimbulkan sikap dan
perilaku tersebut. Hasil wawancara menunjukkan keragaman makna terhadap
iklan televisi minuman “Kuku Bima Energi”, karena sesuai dengan dengan
metode fenomenologi, pemirsa iklan televisi “Kuku Bima Energi” memiliki
beragam interpretasi sesuai dengan social setting masing-masing khalayak. Tetapi,
walaupun terdapat beragam interpretasi, dibenak pemirsa menjurus ke suatu hasil
yang menunjukkan iklan televisi “Kuku Bima Energi”baik, karena hampir sluruh
informan (terutama kelompok Bdan C) percaya akan manfaat produk tersebut.
Iklan tersebut kurang bisa dimaknai sebagai bentuk penguatan brand image dalam
ikut mempromosikan pariwisata Indonesia di benak pemirsa, maka iklan televisi
mempromosikan perusahaan sebagai “leader” atau “expert” membangun
kepercayaan.
Jurnal kedua yang saya dapatkan adalah “Perspektif Fenomenologi tentang
Trafficking TKW” penelitian ini diterbitkan oleh FISIP , Universitas Airlangga.
Dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana (Perspektif Fenomenologi
tentang Trafficking TKW).
Maraknya arus migrasi interasional mulai meningkat sejak tahun1990-an,
disbandingkan dengan pola migrasi pada tahun-tahun sebelumnya yang lebih
bersifat lkal dan regional (Mantra, 2000:Naim!(&(). Perhatian pemerintah dan
kajian-kajian ilmiah karenanya berbeda dan kemudian beralih dari kedua kurun
waktu tersebut. Fenomena migrasi internasional terutama dngan maraknya
pengiriman TKI ke luar negri kondisinya lebih problematic tidak saja karea
persoalan buadaya, biokrasi, politik dan ekonomi, melainkan juga karena
berkaitan dengan Negara lain. Selain itu, yang terlepas dari amatan pemerintah
dan termasuk kalangan akademi adalah dampak sosial, yang harus dihadapi
masyarakat, terutama migrant perempuan TKW: Traffiking.
Fenomena TKW dalam perspektif makro dipandangsebagai akibat
bekerjanya tekanan struktur sosial ekonomi, intuisi sosia, dan kebijakan Negara
yang mengabaikan masyarakat miskin. Fenomena TKW adalah produk sistem
sosial. Para TKW sebagai warga masyarakat tak terhindarkan harus mengikuti
‘skenario’ format sistem sosial dan kebijakn pembangunan. Menjadi TKW seolah
mempertahankan kehidupan diri dan keluarganya. Persoalannya, model
adaptasidengan menjadi TKW ini justrukontraproduktif ketika mereka menjadi
korban kekerasan (trafficking) karena ketidakmampuannya mengikuti prosedur
resmi sebagaimana dikatakan Merton (1968), illegitimate mean.
Schutz, sebagai tokoh utama Prespektif Teori Fenomenalogi, membangun
seluruh pendekatan analisisny terhadap masyarakat berdasarkan analisis mengenai
pengalaman sosial individu (Compbell, 1994 : 23). Baginya, analisis makro
tentang masyarakat adalahsebuah fiksi dari pikiran pengamat ilmiah yang
mendistrosikan kenyataan kehidupan sosial yang dapat ditemukan hanya dalam
pengalaman-pengalaman subyek. Metode Husserl dibangun berdasar pada
pengadaian bahwa pengalaman tidak hanya ‘diberikan’ kepada individu
melainkan bersifat ‘intensional’ dalam arti bahwa pengalaman itu melibatkan
orang yang mengarahkan perhatiannya pada obyek-obyek yang membuat
pengalamannya seperti itu: apersepsi. Dengan demikian, kita bisa membersihkan
diri dari prasangka-prasangka kita tentang dunia dan mereduksi pengalaman kita
sampai unsure-unsur dasariah pengalaman-pengalaman dan struktur yang
mendasari pengalaman-pengalaman.
Bagi Schutz, manusia adalah makhluk sosial. Kesadaran dalam kehidupan
sosial sehari-sehari adalah sebuah kesadaran sosial. Kesadaran sosial berproses
melalui 2 (dua) cara, yakni dengan menerima begitu saja apa adanya realitas sosial
di sekitarnya dengan menggunakan tipikasi-tipikasi yang diproduksi dan
dikomunikasikan. Sebuah masyarakat dipandangnya sebagai sebuah komunitas
kesadaran sehari-hari merupakan kesadara sosial. Dengan demikian, dunia
kehidupan individu merupakan suatu dunia inter-subyektif dan hal ini dalam
prosesnya menjadi dunia kita dan mejadi milik bersama sejak itulah muncul istilah
tesis eksistensi alterego, pemahaman aku yang lain dan dengan begitu
memungkinkan orang lain memahami sesame wadah komunitas yang disebut
Schutz consciatie (Compbell, 1994 :243)
Fenomena TKW dan trafficking dapat dipahami dengan suatu realitas
sosial yang fenomenal. Prespektif teori fenomenalogi yang bertolak dari paradigm
sosial memusatkan perhatian pada realitas soaial ada tingkatkan mikro subyektif
dan sebagai tingkatkan mikro obyektif ang tergantung pada proses-proses mental
dari tindakan sosial ( Ritzer, 1975 ). Teori fenomenalogi memandang interaksi
sosial terjadi dan berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman terhadap
tindakan masing-masing individu maupun kelompok. Perspektif ini
mengfokuskan perhatianya terhadap pentingnya memahami realitas sosial dalam
konteksnya, memahami bagaimana realitas sosial itu di ciptakan, dan bagaimana
tindakan sosial dilakukan dalam konteks mereka sendiri.
2.2 Teori Interaksi Simbolik
Teori simbolik yang dicetuskan yang dicetuskan Geogre Herbert Mead
(1863-1931) perspektif interaksi simbolik mengandug dasar pemikiran yang sama
dengan teori tindakan sosial tentang “makna subjektif” (subjective meaning) dari
perilaku manusia, proses sosial dan pragmatismenya. Meskipun terdapat bebrapa
pemikiran fenomenologis, Herbert Blumer yang mengukuhkan teori interaksi
simbolik sebagai suatu kajian ilmih tentang berbagai aspek subjektif manusia
dalam kehidupan sosial.
Blumer mengugkapkan tiga premis yang mendasari pemikiran
interaksionalisme simbolik, yaitu :
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang
ada pada sesuatu itu bagi mereka
2. Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan yang
lain”
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial
berlangsung.
Dengan demikian interaksi simbolik berasumsi bahwa manusia dapat
mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang
diterjemakan dalam simbol–symbol. Sebuah makna dipelajari melalui interaksi di
antara orang-orang, dan makna tersebut muncul karena adanya pertukaran
simbol-simbol dalam kelompok sosial. Pada sisi lain, interaksi simbol-simbolik memandang
bahwa seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan oleh adanya interaksi di
antara orang-orang. Selain itu tingkah laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh
kejadian-kejadian pada masa lampau saja, melainkan juga dilakukan dengan
sengaja.
Dalam konteks komunikasi interpersonal, interaksi simbolik menjelaskan
interaksi yang telah terjadi antara seseorang denganorang lain. Sementara itu
tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses
interaksi. Namun demikian, seseorang tidak dapatmemahami pengalaman orang
lain dengan hanya mengamati tingkah lakunya belaka. Pemahaman dan pengertian
seseorang akan berbagai hal harus diketahui secara pasti.
Manusia secara aktif membentuk perilakunya sendiri. Kesadaran dan
pikiran melibatkan interaksi manusia dengan dirinya sendiri. Kesadaran dan
pikiran melibatkan interaksi manusia dengan dirinya sendiri. Studi tentang
perilaku manusia berdasarkan perspektif interaksi simbolik membutuhkan
pemahaman tentang tindakan tersembunyi manusia itu, bukan sekedar tindakan
luar yang terlihat.
Memahami makna, simbol serta tindakan yang tersembunyi menurut
iteraksionisme simbol ini memerlukan metode penelitian kualitatif. Sifat dan
kodisi alamiah subjek yang diteliti, misalnya dengan memberi mereka kesempatan
atau membiarkan mereka berbicara atau berperilaku apa adanya senbagaimana
yang mereka kehendaki akan memungkikan munculnya perilaku teresembunyi.
(Kuswarno,2009:113-114).
2.3 Teori Fenomenologi Alfr ed Schutz
Fondasi metodologi di dalam ilmu sosial berdasarkan pemikiran Shutz
dikenal dengan studi tentang fenomenologis. Shutz setuju dengan pemikiran
weber tentang pengalaman dan perilaku manusia (human being) dalam dunia
meaningful reality). Shutz menyebut manusia yang berperilaku tersebut sebagai
“aktor”. Ketika seseorang melihat atau mendengar apa yang dikatakan atau yang
diperbuat aktor, dia akan memahami ( understand) makna dari tindakan tersebut.
Dalam dunia sosial hal demikian disebut sebagai sebuah “realitas interpretif”.
Bagi Shutz dan pemahamn kaum fenomenologis, tugas utama analisis
fenomenologis adalah mengkonstruksi dunia kehidupan manusia”sebenarnya”
dalam bentuk yang mereka sendiri alami. Realitas dunia tersebut bersifat
intersubjektif dalam arti bahwa anggota masyarakat berbagi pere\sepsi dasar
mengenai dunia yang mereka internalisasikan melalui sosialisasi dan
memungkinkan mereka melakukan interaksi atau komunikasi.
(Kuswarno,2009:110).
2.4 Konstruksi Realitas Sosial
Istilah konstruksi sosial atas realitas social ( social construction of reality)
mengambarkan proses social melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu
menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subyektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial, dan
merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdsarkan
subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.(Bugin,2008:13).
Ritzer mengatakan bahwa pandangan yang menempatkan individu adalah
manusi bebas dalam hubungan antara individu dengan masyarakat. Terdapat
pengakuan yang luas terhadap eksitensi individu dalam dunia sosialnya bahwa
kehendaknya. Individu bukanlah manusia korban fakta sosial, namun mesin
produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.
Realitas Sosial memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan
dimaknakan secara subjektif oleh individu sehingga memantapkan realitas itu
secara objektif. Jadi Individu mengkonstruksi realitas sosial, dan
merekonstruksikannya dalam dunia realitas, serta memantapkan realitas itu
berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya. Konstruksi sosial
amat terkait dengan kesadaran merupakan bagian paling penting dalam kostruksi
(Bungin,2001: 4-8)
2.5 Fenomenologi
Kata fenomenologi berasal dari kata Yunani, Phenomenon, yaitu sesuatu
yang tampak yang terlihat karena bercakupan. Dalam bahasa Indonesia biasa
dipakai istilah gejala. Jadi, Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan
fenomena atau segala sesuatu yangmenampakkan diri. ( Praja,2005:179)
Tradisi fenomenologi memfokuskan perhatiannya terhadap pengalaman
sadar individu. Teori komunikasi yang masuk dalam tradisi fenomenologi
berpandangan bahwa manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman
mereka, sehingga mereka dapat memahami lingkunganya melalui pengalaman
personal dan langsung dengan lingkunganya. Proses interpretasi merupakan hal
yang sangat penting dan sentral dalam fenomenologi.
Interpretasi adalah proses aktif pemberitaan makna dari suatu
realitas, namun dalam fenomenologi, interpretasi merupakan realitas bagi seorang
individu. Interpretasi tidak dapat dipisahkan oleh realitas. Interpretasi adalah
proses aktif dari pikiran, yaitu suatu tindakan kreatif dalam memperjelas
pengalaman personal seseorang. (Morrisan,2013 : 38-40)
Menurut Husserl,(Giogri dan Giogri dalam Smith, 2003) dalam setiap hal,
manusia memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap setiap fenomena yang
dilaluinya dan pemahaman dan penghayatannya tersebut sangat berpengaruh
terhadap perilakunya (Herdiansyah, 2010: 66)
Fenomenologi adalah studi tentang bagaimana seseorang manusia mencari
pengalaman didunia. Ia melihat objek dan even dalam perspektif komunikator.
Pendekatan ini berangkat dari metode- metode kaum objektivis yang
mengasumsikan bahwa kenyataan itu terlepas dari kesadaran prestasi
manusia.(Syam, 2009:165)
Sebagai disiplin ilmu, fenomenologi mempelajari struktur pengalaman dan
kesadaran. Secara harfiah fenomenologi adalah studi memplajari fenomena seperti
penampakan, segala yang muncul dalam pengalaman kita. Kenyataanya, fokus
perhatian fenomenologi lebih luas dari sekedar fenomena, yakni pengalaman
sadar dari sudut pandang orang pertama (yang mengalaminya secara langsung).
Pada dasarnya fenomenologi mempelajari struktur tipe-tipe kesadaran,
yang terentang dari persepsi, gagasan, memori, imajinasi, emosi, hasrat, kemauan,
sampai tindakan, baik itu tindakan social maupun dalam bentuk bahasa. Struktur
bentuk-bentuk kesadaran inilah yang oleh Husserl dinamakan dengan
dalam pengalaman ini yang pada akhirnya membuat makna dan menentukan isi
dari pengalaman (content of experience). “Isi” ini sama sekali berbeda dengan “
penampakkannya”, karenasudah ada penambahan makna
padanya.(Kuswarno,2009 : 22). Tradisi ini melihat pada cara-cara seseorang
memahami dan memberi makna pada kejadian-kejadian dalam hidupnya seperti
pada pemahaman akan dirinya.(Little Jhon, A.Foss, 2009 : 309).
Tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena
dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, seperti bagaimana
fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Fenomenologi mencoba
mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan
konsep-konsep penting, dalam kerangka intersubjektivitas. intersubjektif karena
pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain.
Walaupun makna yang diciptakan dapat ditelusuri dalam tindakan, karya, dan
aktifitas yang kita lakukan, tetap saja ada peran orang di dalamnya.
Fenomenologi adalah menghubungkan antara pengetahuan ilmiah dengan
pengalaman sehari-hari, dan dari kegiatan di mana pengalaman dan pengetahuan
itu berasal. Dengan kata lain mendasarkan tindakan sosial pada pengalaman,
makna dan kesadaran. Dalam pemikiran Schutz bahwa bagaimana memahami
tindakan sosial melalui penafsiran.
Proses penafsiran dapat digunakan untuk memperjelas atau memeriksa
makna yang sesungguhnya, sehingga dapat memberikan konsep kepekaan
implisit. Shutz meletakkan hakikat manusia dalam pengalaman subyektif,
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, Schutz mengikuti pemikiran Husser, yaitu
proses pemahaman aktual kegiatan, dan pemberian makna terhadapnya, sehingga
ter-refleksi dalam tingkah laku.
Dalam pandangan Schutz, manusia adalah makhluk sosial sehingga
kesadaran akan dunia kehidupan sehari-hari adalah sebuah kesadaran sosial.
Dunia individu merupakan dunia intersubjektif dengan makna beragam, dan
perasaan sebagai bagian dari kelompok. Manusia dituntut untuk saling memahami
satu sama lain, dan bertindak dalam kenyataan yang sama. Dengan demikian ada
penerimaan timbal balik, pemahaman atas dasar pengalaman bersama, dan tipikasi
atas dunia bersama. ( Kuswarno, 2009:17-18)
2.6 Tahapan – Tahapan Penelitian Fenomenologi
Tahapan – tahapan penelitian fenomenologi Husserl adalah sebagai
berikut:
a. Epoche adalah pemutusan hubungan dengan pengalaman yang peneliti
miliki sebelumnya. Dalam melakukan penelitian fenomenologi, epoche ini
mutlak harus ada terutama ketika menempatkan fenomena dalam kurung
(bracketing method). Memisahkan fenomena dari keseharian dan dari
unsur-unsur fisiknya, dan ketika mengeluarkan “kemurnian” yang ada
padanya. Jadi epoche adalah cara untuk melihat dan mejadi, sebuah sikap
mental yang bebas.
b. Reduksi ketika epoche adalah langkah awal untuk “memurrnikan” objek
fenomenologi adalah menjelaskan dalam susunan bahasa bagaiamana
objek itu terlihat. Tidak hanya dalam term objek secara eksternal, namun
juga kesadaran dalam tindakan internal, pengalaman, ritme dan hubungan
antara fenomena “aku”, sebagai subjek yang diamati. Fokusnya terletak
pada kualitas pengalaman, sedangkan tantangannya ada pada pemenuhan
sifat-sifat alamiah dan makna dari pengalaman.
c. Variasi Imajinasi adalah mencari makna-makna yang mungkin dengan
memanfaatkan imajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan pembalikan,
dan pendekatan terhadap fenomena dari perspektif, posisi, peranan, dan
fungsi yang berbeda. Tujuanya tiada lain untuk mencapai deskripsi
structural dari sebuah pengalaman ( bagaimana fenomena berbicara
mengenai dirinya).
d. Sintesis Makna dan Esensi tahap terkahir dalam penelitian fenomenologi
transendal adalah integrasi intuitif dasar-dasar deskripsi tekstural dan
struktural ke dalam suatu pernyataan yang menggambarkan hakikat
fenomena secarakeseluruhan
2.7 Stereotype
Stereotype atau stereotyping adalah suatu keadaan mengeneralisasikan
orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai
mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata
lain Stereotype adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek ke
dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau
Menurut Robert A baron dan Paul B. Paulus, stereotype adalah
kepercayaan bahwa semua anggota suatu kelompok tertentu memiliki cirri-ciri
tertentu atau menunjukkan perilaku-perilaku tertentu. Dengan kata lain stereotype
adalah kategori atas kelompok secara serampangan dengan mengabaikan
perbedaan-perbedaan individual.
Dengan adanya stereotype maka kesulitan komunikasi sering terjadi
karena pada umumnya stereotype bersifat negative. Alasan terjadinya stereotype
adalah :
1. Sebagai manusia, seseorang cenderung membagi dunia ini kedalam
dua kategori, yaitu kita dan mereka. Ketika kategori tersebutterbentuk,
seringkali seseorang mempersepsi bahwa dirinya yang termasuk dalam
kelompok dan parahnya mereka disamaratakan.
2. Stereotype pada dasarnya bersumber dari kecenderungan seseorang
untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin dalam berpikir
mengenai orang lain. (Mulyana, 2001: 218-220).
2.8 Wanita
Wanita adalah singkatan dari bahasa jawa (wani ditoto) sebutan yang
digunakan untuk homo sapiens berjenis kelamin dan mempunyai alat repproduksi.
Lawan jenis dari wanita adalah pria atau laki-laki . Wanita adalah kata yang
umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang
sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan yang
belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan
kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui, yang tidak bisa
dilakukan oleh pria ini yang disebut dengan tugas perempuan/wanita/ibu. Wanita
berdasarkan asal bahasanya tidak mengacu pada wanita yang ditata atau diatur
oleh laki-laki atau suami pada umumnya terjadi pada kaum patriarki.
Arti kata wanita sama dengan perempuan, perempuan atau wanita
memiliki wewenang untuk bekerja dan menghidupi keluarga bersama dengan sang
suami. Tidak ada pembagian peran perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga,
pria dan wanita sama-sama berkewajiban mengasuh anak hingga usia dewasa.Jika
ada wacana perempuan harus di rumah menjaga anak dan memasak untuk suami
maka itu adalah konstruksi peran perempuan karena laki-laki juga bisa melakukan
hal itu, contoh lain misalnya laki-laki yang lebih kuat, tegas dan perempuan lemah
lembut ini yang kemudian disebut dengan gender
(http://id.wikipedia.org/wiki/Wanita) diakses 20 September 2013
2.9 Konsep Cadar
Cadar dalam islam adalah jilbab yang tebal dan longgar yang menutupi
seluruh aurat, termasuk wajah dan telapak tangan. Cadar biasa dikenakan oleh
para istri Rosulullah SAW dan para istri para sahabat. Konsep cadar pertama kali
diperkenalkan oleh agama yahudi dan selanjutnya konsep ini dipergunakan dalam
agama Kristen. Dua agama besar sebelum Islam ini telah mewajibkan penggunaan
cadar bagi kaum perempuan. Dikutip dari penelitian ilmiah.
Dalam Bahasa Inggris, Istilah veil (sebagaimana varian Eropa lain,
tradisional kepala, wajah (mata, hidung, mulut), atau tubuh perempuan di Timur
Tengah dan Asia Selatan. Makna yang terkandung adalah “penutup” dalam arti
menutupi atau menyembunyikan, atau menyamarkan. .
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/view/3155 ) 27 agustus 2013
2.9.1 Cadar (An - Niqab)
Cadar, atau dalam bahasa arab disebut An-Niqab, adalah sesuatu yang
berguna untuk menutupi seluruh wajah perempuan, kecuali kedua mata atau
sesuatu yang tampak disekitar mata. Dinamakan penutup wajah (An – Niqab)
karena masih ada lubag didaerah mata yang berguna untuk melihat jalan. An –
Niqab dikenal pula dengan sebutan Al- Barqa’ atau Al’Qina yang berarti kain
yang menutupi seluruh wajah muslimah, kecuali kedua matanya. Menurut kamus
bahasa Arab – Indonesia Niqab berarti tutup muka perempuan (Yunus, 1990:464)
2.9.2 Hukum Cadar
Cadar adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk menutupi wajahnya,
maka ada kaitan erat antara cadar dan aurat wanita, karna aurat adalah yang
diharamkan untuk dilihat dan juga diperlihatkan kepada selain mahram,
penjelasan ulama tentang aurat akan lebih memperjelas hukum dari pemakaian
cadar.Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang hukum wajah, aurat atau
tidakkah Bagi mayoritas ulama fiqih dari Al Hanafiyah, Al Malikiyah, As
Syafi’iyah dan Al Hanabilah wajah bukanlah aurat wanita, maka tidak ada
Salah satu dalil yang wanita bercadar yang di gunakan sebagai penguat
adalah: Firman Allah “Hai nabi, katakanlah kepada istri istrimu, anak anak
perempuanmu, dan istri istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’, yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karna itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Al Ahzab : 59)
Ayat ini adalah ayat yang paling utama dan paling sering dikemukakan
oleh mereka yang mewajibkan wanita untuk menutupi wajahnya, mereka
mengutip pendapat para mufassirin terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan
para wanita untuk menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka termasuk
kepala, muka dan semuanya, kecuali satu mata untuk melihat. Riwayat ini dikutip
dari pendapat Ibnu ‘Abbas, Ibnu Mas’ud, Ubaidah As Salmani dan lainnya,
meskipun tidak ada kesepakatan diantara mereka tentang makna ‘jilbab’ dan
‘menjulurkan’. (http://www.rumahfiqih.com/ens/e2.php?id=96&=cadar.htm)
2.10 Masyarakat
Masyarakt sanagat beragam, tergantung aspek apa yang menjadi inti
definisinya. Namun demikian secara umum pengertian masyarakat adalah
sejumlah manusia yang hidup dalam suatu lingkungan, dalam kurun waktu yang
cukup lama sehingga melahirkan budaya dengan satu kesatuan criteria dalam
memiliki sistem hidup bersama.
Obyek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan
masyarakat. Menurut Mac Iver dan Page, masyrakat ialah suatu sistem dari
kebiasaan dan taat cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok
dan pengolongan dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan –kebebasan
manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita sebut masyarakat. Masyarakat
merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah.
Sedangkan menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang
yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Dengan berbagi define
tersebut maka unsure-unsur masyarakat sebagai berikut; manusia yang hidup
bersama; bercampur untuk waktu yang lama; mereka sadar bahwa mereka
merupakan satu kesatuan; mereka merupakan suatu sistem hidup bersama
(Syarbaini,Rusdiyanta,2009: 7-9)
Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam
masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan
antraksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia
berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan. Dengan demikian
masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya
antraksi warga mayarakat itu. Dan Prof. Robert W, richey dalam bukunya
“Planning for Teaching, an introduction,” membuat batasan masyarakat sebagai
berikut “ istilah masyarakat dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia yang
hidup bersama di suatu wilayah dengan tatacara berpikir dan bertindak yan
(relatif) sama yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai
2.11 Interaksi Sosial
Bentuk umum proses social adalah interkasi sosial ( yang juga dapat
dinamakan proses social) karena interaksi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas social. Interaksi social merupakan
hubungan-hubungan social yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan antara
orang-orang-perorangan, antara kelompok- kelompok manusia, maupun antara perorangan
dengan kelompok manusia.
Interaksi sosial dimulai pada saat dua orang bertemu, mereka saling
menegur, berjabat tangan saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.
Aktivitas –aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi social.
Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau
tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena
masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan
dalam perasaan maupun syaraf orang-orang bersangkuta, yang disebabkan oleh
bau keringat, minyak wangi, suara berjalan, dan sebagainya. Semuanya itu
menimbulkan kesan didalam pikiran seseorang kemudian menentukan tindakan
apa yang akan dilakukannya.(Soekanto, 2012 : 55)
2.11.1 Syar at Interaksi Sosial
1. Kontak Sosial
Menurut Soedjono Soekanto (2002:65), kontak sosial berasal dari bahasa
latin con atau cum (bersama-sama) dan tango (menyentuh), jadi, artinya secara
terjadi apabila adanya hubungan fisikal, sebagai gejala sosial hal itu bukan
semata-mata hubungan badania, karena hubungan sosial terjadi tidak saja secara
menyentuh seseorang, namun orang dapat berhubungan dengan orang lain tanpa
harus menyentuh. Kontak sosial dapat berlangsung dalam lima bentuk, yaitu:
a. Dalam bentuk proses sosialisasi yang berlangsung antara pribadi orang per
orang. Proses sosialisasi ini memungkinkan seseorang mempelajari
norma-norma yang terjadi di masyarakat.
b. Antara orang per orang dengan suatu kelompok masyarakat atau
sebaliknya.
c. Antara kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya dalam
sebuah komunitas.
d. Antara orang per orang dengan masyarakat global di dunia international.
e. Antara orang per orang, kelompok, masyarakat dan dunia global, di mana
kontak sosial terjadi secaqra simultan di antara mereka.
2. Komunikasi
Komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh
seseorang (I) terhadap informasi, sikap dan perilaku orang (II) lain yang
berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak gerik, atau sikap, perilaku dan
perasaan–perasaan, sehingga seseorang (I) membuat reaksi-reaksi terhadap
informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan pengalaman yang dia
(I) alami. Fenomena komunikasi dipengaruhi pula oleh media yang
digunakan, sehingga media kadang kala juga ikut memengaruhi isi
(1999:7) bahwa media juga adalah pesan itu sendiri (Bungin,2006 :
55-57).
2.11.2 Proses-proses Interaksi Sosial
Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2002:71-104) menjelaskan
bahwa ada golongan proses sosial sebagai akibat dari interaksi sosial, yaitu :
1. Proses sosial asositif adalah sebuah proses yang terjadi saling
pengertian dan kerja sama timbal balik antara orang per orang atau
kelompok satu dengan yang lainnya, dimana proses ini menghasilkan
pencapaian tujuan-tujuan bersama.(Bungin,2006 : 58)
2. Proses Disosiatif merupakan proses perlawanan (oposisi) yang
dilakukan oleh individu-individu dan kelompok dalam proses sosial di
antara mereka pada suatu masyrakat. Oposisi diartikan sebagai cara
berjuang melawan seseorang atau kelompok tertentu atau norma dan
nilai yang dianggap tidak mendukung perubahan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan.(Bungin,2006 : 62)
2.12 Kerangka Berpikir
Pemberitaan di media massa tidak hanya mengungkap profil seorang
teroris, namun media massa juga menampilkan sosok istri-istri pelaku peledakan
yang hampir semuanya menggunakan cadar. Seperti yang dilansir portal berita
kompasian.com, yang menuliskan tentang peristiwa pengeboman hotel JW
Marriot dan Ritz Carlton beberapa waktu yang lalu oleh sekelompok teroris
wanita bercadar semakin menjadi perhatian masyarakat. Hal ini dipicu oleh fakta
bahwa mayoritas istri dan keluarga dari para pelaku bom bunuh diri dan para
teroris yang selama ini menjadi dalang teror memakai kerudung bercadar tersebut.
Hingga akhirnya stigma cadar selalu dikaitkan dengan haluan pemikiran garis
keras yang berpotensi besar dijadikan kelompok yang mendukung aksi terorisme
yang terjadi. .
(http://umum.kompasiana.com/2009/09/11/misteri-di-balik-wanita-bercadar-11494.html) diakses 2 september 2013
Pemeberitaan-pemberitaan tentang wanita bercadar negatif yang akhirnya
memberikan stereotype kepada wanita bercadar akan pembenaran bahwa wanita
bercadar merupakan pendukung terorisme. Sebagaimana pengertiam stereotype
atau stereotyping adalah suatu keadaan mengeneralisasikan orang-orang
berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka
berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. (Mulyana, 2001:
218-220).
Sehingga Wanita bercadar cenderung menutup dirinya untuk berinteraksi
dengan masyarakat yang tidak menggunakan cadar sejatinya mereka tidak salah
dengan memakai cadar tersebut. Namun ekslusivitas mereka lah yang mendorong
mayoritas masyarakat memandang mereka sebagai kelompok asing yang sulit
untuk diajak bersosialisasi. Mereka jarang sekali terlihat bersosialisasi dengan
sekitar. Nyaris tak pernah ada silaturrahmi dengan anggota masyarakat yang tak
kecuali untuk kepentingan-kepentingan tertentu seperti belanja saja.
(http://umum.kompasiana.com/2009/09/11/misteri-di-balik-wanita-bercadar-11494.html) diakses 2 september 2013
Pandagan negatif pada wanita cadar tidak dapat dipisahkan lagi dari
masyarakat sehingga munculah polemik fenoma bercadar yang membuat para
sinias-sinias muda mengambil ide dari fenomena-fenomena yang ada pada sekitar
kita. Fenomena wanita bercadar ini memberikan warna baru dalam perfilman
Indonesia, Seperti Ayat-ayat Cinta dan Khalifah yang sagat kental akan
penggunaan cadar.
Wanita bercadar berdalih bahwa apa yang digunakannya saat ini sudah
merupakan syariat agama yang patut dipertahankan. Hukum yang melandasi
wanita bercadar adalah : “Hai Nabi, katakan kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
pengampunan Lagi Maha penyayang (QS.Al –Ahzab 33: 59) .
Ayat ini adalah ayat paling utama dan paling sering dikemukakan oleh
pendukung wajibnya menggunakan cadar. Mereka mengutip pedapat para
munafassirin terdapat ayat ini bahwa Allah mewajibkan para perempuan untuk
menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh termasuk kepala, wajah, dan semuanya,
kecuali kedua mata untuk melihat para pendukung kewajiban cadar mengatakan
aurat perempuan. Dengan adanya hukum ini wanita bercadar membut pembenaran
atas apa yang dikenakannya, sehingga wanita bercadar tidak peduli akan
pandangan negatif tentang dirinya .
(http://www.rumahfiqih.com/ens/e2.php?id=96&=cadar.htm) diakses26 september
2013.
Peneliti akan menggunakan pendekatan fenomenologi untuk melihat
fenomena wanita bercadar. Fenomenologi merupakan pendekatan ynag
mempelajari fenomena yang tampak di depan kita dan bagaimana
penampakannya. Sebagaimana tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari
bagaimana fenomena yang dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan,
seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atauditerima secara estetis. Dalam
teori Shutz dan pemahaman kaum fenomenologis, yang tugas utama analisis
fenomenologis adalah merekonstruksi dunia kehidupan manusia ”sebenarnya “
dalam betuk mereka sendiri alami. Serta bagaimana wanita bercadar berinteraksi
sosial
Selanjutnya peneliti akan menggunakan Indepth Iterview untuk
mengetahui lebih dalam mengenai makna, motif dan interaksi sosial wanita
bercadar yang akan peneliti kumpulkan dalam menjawab permasalahan yang
disampaikan peneliti. Selain itu penenliti juga akan melihat verbal dan non verbal
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 J enis Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang
bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui
pengumpulan data yang sedalam- dalamnya. Metode penelitian kualitatif ini
sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada
kondisi yang alamiah (natural setting). Obyek dalam penelitian kualitatif adalah
obyek yang alamiah, atau natural setting, sehingga metode penelitian ini sering
disebut sebagai metode naturalistik. Obyek yang alamiah adalah obyek yang apa
adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti
memasuki obyek, setelah berada di obyek dan setelah keluar dari obyek relatif
tidak berubah.
Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang
pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang
sekedar yang terlihat, terucap, tetapi data yangmengndung makna di balik yang
terlihat dan terucap tersebut. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak
dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat
penelitian dilpangan. Oleh karena itu analisi data ang dilakukan bersifat induktif
berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan