• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPATUHAN DIET DIABETES PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPATUHAN DIET DIABETES PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPATUHAN DIET DIABETES PADA PASIEN

DIABETES MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA

THE CORRELATION BETWEEN MOTIVATION AND DIET COMPLIANCE OF

DIABETES TYPE II ON THE PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS IN

PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA

Siti Khoiroh Muflihatin

1

, Indah Komala

2

INTISARI

Diet merupakan salah satu dari 4 pilar pengelolaan diabetes mellitus. Sekarang ini banyak

ditemukan penderita diabetes mellitus yang tidak patuh dalam pelaksanaan diet. Faktor yang

mempengaruhi kepatuhan salah satunya adalah motivasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui adanya hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien

diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda. Desain yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus tipe II yang berobat di Puskesmas

Sempaja Samarinda. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Nonprobability

sampling dengan total sampling dan jumlah sampel sebanyak 42 responden. Analisa data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan 0.05.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet

diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda dengan nilai

p value motivasi dan kepatuhan diet 0.012. Motivasi mempunyai peran yang sangat besar

dalam pembentukan perilaku pasien diabetes mellitus diantaranya kepatuhan dalam

menjalankan diet. Motivasi dari keluarga untuk pasien diabetes mellitus dalam menjalankan

pengobatan dan untuk memberikan informasi mengenai cara pelaksanaan diet merupakan

salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II.

Kata Kunci: Motivasi, Kepatuhan Diet, Diabetes Mellitus Tipe II

ABSTRACT

Diet are one of four pillar to controling the diabetes mellitus. A lot of patients of diabetes

mellitus who not following the instruction of the implementation on the diet theraphy know.

Our pre-analysis finded that one of the factor that causes this disobedience is a motivation.

The purpose of this research is to know if there is a relation between motivation and diet

compliance of diabetes type II on the patients with diabetes mellitus in puskesmas sempaja

samarinda. Research design used in this research was descriptive correlational with Cross

Sectional approach. The population used in this research are all of patients with type II

diabetes mellitus that were treated in Puskesmas Sempaja Samarinda. Sampling method used

in this research is Nonprobability Sampling with total sampling obtained 42 respondent. Data

analysis used in this research is Chi Square test with 0,05 level of significance. Result of this

research shows that there is a relation between motivation and diet compliance of diabetes

type II on the patients with diabetes mellitus in puskesmas sempaja samarinda with p value

between motivation and diet compliance is 0.012. Motivation have a very big efect in

constructing behavior of patients with diabetes mellitus especially for the compliance of diet.

Motivation from the family during the treatment of diet compliance and as an informan to the

patients is one of the way to increase the compliance of type 2 diabetes mellitus patients.

1

Keywords: Motivation, Diet Compliance, Type II Diabetes Mellitus

2

1

(2)

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus, kencing manis

atau penyakit gula, diketahui sebagai

suatu penyakit yang disebabkan oleh

adanya gangguan menahun terutama pada

sistem metabolisme karbohidrat, lemak,

dan juga protein dalam tubuh. Gangguan

metabolisme

tersebut

disebabkan

kurangnya insulin, yang diperlukan dalam

proses pengubahan gula menjadi tenaga

serta sintesis lemak (Lanywati, 2011).

Berbagai penelitian epidemiologi

menunjukkan

adanya

kecenderungan

peningkatan DM tipe II di berbagai

penjuru dunia. World Health Organization

(WHO) memeperkirakan lebih dari 346

juta orang di seluruh dunia mengidap

diabetes. WHO memprediksi kenaikan

jumlah penyandang DM di Indonesia

lebih dari 8,4 juta pada tahun 2000

menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Data

tersebut menempatkan posisi Indonesia di

peringkat keempat negara dengan jumlah

Diabetes terbanyak setelah Cina, India

dan Amerika Serikat (Aditama, 2012).

Data dari studi global International

Diabetes

Federation

(IDF)

memberitahukan

bahwa

estimasi

penderita Diabetes Mellitus pada tahun

2011 mencapai 366 juta jiwa. Jika tidak

ada tindak lanjut dari masalah tersebut,

jumlah ini diperkirakan akan mengalami

peningkatan sebesar 552 juta pada tahun

2030. Pada tahun 2012 dikatakan

prevalensi angka kejadian Diabetes

Mellitus di dunia mencapai 371 juta jiwa.

Dan menurut data terbaru IDF tahun 2014

sekitar 387 juta jiwa mengidap Diabetes

Mellitus dan diperkirakan pada tahun

2035 jumlah ini akan meningkat menjadi

592 juta jiwa.

Kemudian menurut data yang di

peroleh dari Rikesdas tahun 2013 di

Indonesia berdasarkan wawancara yang

terdiagnosis

dokter

sebesar

1,5%

diketahui mengidap Diabetes Mellitus.

DM terdiagnosis dokter atau gejala

sebesar

2,1%.

Prevalensi

Diabetes

Mellitus

yang

terdiagnosis

dokter

tertinggi terdapat di DI Yogyakarta

(2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi

Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur

(2,3%). Prevalensi Diabetes Mellitus yang

terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi

terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%),

Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan

(3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3

persen. Dari kenaikan jumlah insidensi

penyakit Diabetes Mellitus tersebut,

Diabetes Mellitus Tipe II merupakan jenis

yang paling banyak ditemukan yaitu lebih

dari 90% kasus (Soegondo, Soewondo &

Subekti, 2011).

Berdasarkan studi pendahuluan yang

telah dilakukan pada 23 November 2015

di

Puskesmas

Sempaja

Samarinda

didapatkan data bahwa ada kenaikan

jumlah penderita Diabetes Mellitus tiga

tahun terakhir ini yaitu, pada tahun 2013

sebanyak 389 orang, tahun 2014 sebanyak

415 orang dan tahun 2015 sebanyak 466

orang. Dan data satu bulan terakhir

sebanyak 42 orang.Terdapat peningkatan

jumlah pasien Diabetes Mellitus tipe II

setiap tahunnya, sehingga sebagai petugas

kesehatan

perlu

melakukan

penatalaksanaan secara komprehensif.

Terdapat 4 pilar utama dalam

penatalaksanaan diabetes mellitus yaitu

edukasi (pendidikan kesehatan), terapi

gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi

farmakologik (PERKENI, 2011). Diet dan

pengendalian berat badan merupakan

dasar dari penatalaksanaan diabetes

mellitus. Tujuan utama terapi diabetes

mellitus adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa dalam

darah dalam upaya untuk menurunkan

terjadinya komplikasi vaskuler serta

neuropatik, mencapai kadar glukosa

normal (euglikemia) tanpa terjadinya

hipoglikemia (Smeltzer, dkk, 2010).

Kepatuhan pasien terhadap prinsip

gizi dan perencanaan makan merupakan

salah satu kendala bagi pasien diabetes

mellitus. Pasien diabetes banyak yang

merasa tersiksa sehubungan dengan jenis

dan jumlah makanan yang dianjurkan

(3)

(Maulana, 2009).

Keberhasilan suatu pengobatan baik

secara primer maupun sekunder, sangat

dipengaruhi oleh kepatuhan penderita DM

untuk menjaga kesehatannya. Dengan

kepatuhan yang baik, pengobatan secara

primer maupun sekunder dapat terlaksana

secara optimal dan kualitas kesehatan bisa

tetap

dirasakan.

Sebabnya

apabila

penderita

DM

tidak

mempunyai

kesadaran diri untuk bersikap patuh maka

hal

tersebut

dapat

menyebabkan

kegagalan dalam pengobatan yang

berakibat pada menurunnya kesehatan.

Bahkan akibat ketidakpatuhan dalam

menjaga kesehatan, dapat berdampak

pada komplikasi penyakit DM dan bisa

berujung pada kematian (Saifunurmazah,

2013).

Salah satu faktor utama yang

mempengaruhi terjadinya DM adalah pola

makan yang tidak sehat dimana mereka

cenderung terus-menerus mengkonsumsi

karbohidrat dan makanan sumber glukosa

secara

berlebihan,

sehingga

dapat

menaikkan kadar glukosa darah dan perlu

adanya pengaturan diet pasien DM dalam

mengkonsumsi makanan dan diterapkan

dalam kebiasaan makan sehari-hari sesuai

kebutuhan

tubuh.

Tidaklah

mudah

mengatur pola makan bagi pasien DM,

karena pasti akan timbul kejenuhan bagi

pasien DM karena menu yang dikonsumsi

serba dibatasi sehingga diperlukan adanya

motivasi bagi pasien DM untuk dapat

mengontrol glukosa darah dengan cara

mengatur pola makan. Motivasi sangat

penting peranannya karena dengan

motivasi mampu membuat seseorang

melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan

yang diinginkan (Indarwati, dkk, 2012).

Motivasi adalah perubahan energi

dalam diri seseorang yang ditandai

dengan timbulnya perasaaan dan reaksi

untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2008).

Sikap perilaku dalam kesehatan individu

juga dipengaruhi oleh motivasi dari

individu untuk berperilaku yang sehat dan

menjaga kesehatan. Tanpa motivasi dalam

pengaturan diet pasien DM akan

mengalami

ketidakpatuhan

dalam

mengatur

pola

makan

sehari-hari.

Kepatuhan pasien dalam melaksanakan

diet DM merupakan salah satu hal

terpenting dalam pengendalian DM.

Pasien DM harus bisa mengatur pola

makannya sesuai dengan prinsip diet DM

yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan,

karena dengan mengatur pola makan

pasien bisa mempertahankan gula darah

mereka agar tetap terkontrol (Wade &

Travis, 2008).

Pasien perlu memiliki motivasi yang

tinggi untuk meningkatkan kepatuhan diet

pada

diabetes

mellitus

tipe

II.

Berdasarkan hasil wawancara pada 10

pasien yang terdiagnosa diabetes mellitus

tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda

terdapat 6 pasien yang memiliki motivasi

dan

kepatuhan

diet

baik,

pasien

mengatakan selalu menjaga pola makan

dan mematuhi diet yang diberikan kepada

dirinya. Pasien tidak memakan makanan

yang sesuai dengan diet yang dianjurkan

oleh dokter. Terdapat 4 pasien yang

memiliki motivasi dan kepatuhan diet

tidak baik, pasien mengatakan walaupun

sudah mengerti tentang diet yang harus

dijalaninya, tetapi masih tetap memakan

makanan selain diet yang diberikan,

keluarga juga tidak memberikan motivasi

kepada pasien tersebut untuk konsisten

terhadap dietnya sehingga keinginan atau

motivasi dari dalam diri pasien untuk

mematuhi dietnya kurang. Hasil ini

memberikan gambaran bahwa penyakit

diabetes mellitus masih perlu mendapat

prioritas pelayanan kesehatan akibat dari

perilaku masyarakat terutama masyarakat

perkotaan

dalam

mengkonsumsi

makanan.

Berdasarkan uraian diatas, maka

peneliti

tetarik

untuk

mengetahui

hubungan motivasi dengan kepatuhan diet

diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe

II di Puskesmas Sempaja Samarinda.

(4)

TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus. b. Mengidentifikasi motivasi pasien

diabetes mellitus untuk patuh dalam menjalankan diet.

c. Mengidentifikasi kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe II dalam menjalankan diet.

d. Menganalisis hubungan motivasi dengan kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe II dalam menjalankan diet diabetes.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif

berbentuk Descriptive Corelation yaitu

penelitian

yang

bertujuan

untuk

mengungkapkan

hubungan

korelatif

antara variabel independen dan variabel

dependen (Nursalam, 2011), dengan

pendekatan

Cross

Sectional

yaitu

penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor dan resiko dengan

efek dengan cara pendekatan, observasi

atau pengumpulan data sekaligus pada

satu saat (point approach) (Notoatmodjo,

2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah

penderita diabetes mellitus tipe II yang

berobat

di

Puskesmas

Sempaja

Samarinda.

Jumlah

populasi

yang

terdaftar selama 1 bulan terakhir 42

responden. Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini dengan teknik pengambilan

sampel Nonprobability sampling dengan

total sampling yaitu sebanyak 42

responden.

Berdasarkan uji normalitas data,

motivasi memiliki nilai Shapiro-Wilk

yaitu 0.000 yang lebih kecil dari α 0.05

sehingga

variabel

tersebut

tidak

berdistribusi normal. Sedangkan untuk

variabel kepatuhan diet memiliki nilai

Shapiro-Wilk yaitu 0.000 yang lebih kecil

dari α 0.05 sehingga variabel tersebut

tidak berdistribusi normal. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa kedua variabel dalam

penelitian ini menggunakan titik potong

median.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Mei–Juni 2016. Waktu tersebut digunakan

untuk mengumpulkan data melalui

kuesioner yang diisi lengkap dan

dikembalikan

kepada

peneliti.

Pelaksanaan penelitian dilakukan di

Puskesmas Sempaja Samarinda.

Untuk mengetahui hubungan motivasi

dengan keptauhan diet menggunakan uji

Chi-Square dengan bantuan SPSS 16.

Derajat kepercayaan yang digunakan

adalah 95%, α = 0,05.

HASIL PENELITIAN

Berikut akan disajikan hasil penelitian

dari hubungan motivasi dengan kepatuhan

diet diabetes pada pasien diabetes mellitus

tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda.

1. Analisa Univariat

a. Karakteristik responden berdasarkan usia responden Usia Responden Frekuensi Presentase (%) ≤45 >45 8 34 19.0 81.0 Jumlah 42 100

Sumber : Data Primer

Pada tabel diatas diperoleh

gambaran

responden

yang

merupakan

pasien

diabetes

mellitus tipe II dalam penelitian

ini berdasarkan usia responden

didapatkan

usia

responden

dibawah 45 tahun sebanyak 8

responden (19.0%) dan responden

dengan usia diatas 45 tahun

sebanyak 34 responden (81.0%).

b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin responden

(5)

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%) Laki-Laki Perempuan 18 24 42.9 57.1 Jumlah 42 100

Sumber : Data Primer

Pada tabel diatas diperoleh gambaran responden yang merupakan pasien diabetes mellitus tipe II dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 18 orang (42.9%) dan perempuan sebanyak 24 orang (57.1%).

c. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir responden

Pendidikan Frekuensi Presentase (%) Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi 4 6 15 10 7 9.5 14.3 35.7 23.8 16.7 Jumlah 42 100

Sumber : Data Primer

Pada tabel diatas diperoleh gambaran responden yang merupakan pasien diabetes mellitus tipe II dalam penelitian ini berdasarkan pendidikan terakhir yaitu tidak sekolah sebanyak 4 orang (9.5%), SD sebanyak 6 orang (14.3%), SMP sebanyak 15 orang (35.7%), SMA sebanyak 10 orang (23.8) dan perguruan tinggi sebanyak 7 orang (16.7%).

d. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan responden

Pekerjaan Frekuensi Presentase(%) PNS Wiraswasta Pedagang Buruh IRT 7 10 6 5 14 16.7 23.8 14.3 11.9 33.3 Jumlah 42 100

Sumber : Data Primer

Pada tabel diatas diperoleh

gambaran

responden

yang

merupakan pasien diabetes mellitus

tipe II dalam penelitian ini

berdasarkan pekerjaan yaitu PNS

sebanyak

7

orang

(16.7%),

wiraswasta sebanyak 10 orang

(23.8%), pedagang 6 orang (14.3%),

buruh sebanyak 5 orang (11.9%)

dan IRT sebanyak 14 orang

(33.3%).

e. Karakteristik responden berdasarkan riwayat keluarga responden

Riwayat

keluarga Frekuensi Presentase

Ada riwayat DM Tidak ada riwayat DM 31 11 73.8 26.2 Jumlah 42 100

Sumber : Data Primer

Pada tabel diatas diperoleh

gambaran

responden

yang

merupakan pasien diabetes mellitus

tipe II dalam penelitian ini

berdasarkan riwayat keluarga yaitu

ada riwayat DM sebanyak 31 orang

(73.8%) dan tidak ada riwayat DM

sebanyak 11 orang (26.2%).

f. Karakteristik responden berdasarkan motivasi

Motivasi Frekuensi Presentase (%) Termotivasi Tidak termotivasi 27 15 64.3 35.7 Jumlah 42 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel terlihat bahwa responden yang mempunyai tingkat motivasi yang termotivasi untuk melakukan diet diabetes yaitu sebanyak 27 orang (64.3%) dan yang tidak termotivasi sebanyak 15 orang (35.7%). g. Karakteristik responden berdasarkan

(6)

Kepatuhan Diet Frekuensi Presentase(%) Patuh Tidak Patuh 26 16 61.9 38.1 Jumlah 42 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel terlihat

bahwa responden yang mempunyai

tingkat kepatuhan diet yang patuh

sebanyak 26 orang (61.9%) dan

yang tidak patuh sebanyak 16 orang

(38.1%).

2. Analisa Bivariat Varia bel Kepatuhan diet Total P Val ue OR CI 95% Patuh Tidak Patuh Motiv asi n % n % N % Tidak termoti vasi 21 50,0 6 14,3 27 64,3 0,012 7000 (1,717-8,545) Termoti vasi 5 11,9 10 23,8 15 35,7 Jumlah 26 61,9 16 38,1 42 100

Sumber: Data Primer

Dari tebel diatas dapat dilihat

bahwa dari 27 responden yang termotivasi

didapatkan sebanyak 21 responden

(50.0%) patuh menjalankan diet yang

diberikan dan 6 responden sisanya

(14.3%) tidak patuh menjalankan diet

yang diberikan. Kemudian dari 15

responden tidak termotivasi didapatkan

sebanyak 5 responden (11.9%) patuh

menjalankan diet yang diberikan dan

sebanyak 10 responden (23.8%) tidak

patuh menjalankan diet yang diberikan.

Analisis hubungan antara motivasi

dengan kepatuhan diet dilakukan dengan

rumus Chi Square dengan taraf signifikan

α 5% didapatkan hasil nilai p value :

0.012 < α 0.05 sehingga Ho ditolak yang

berarti ada hubungan antara motivasi

dengan kepatuhan diet pada pasien

diabetes mellitus tipe II di Puskesmas

Sempaja Samarinda.

Hasil

analisis

odds

ratio

didapatkan nilai 7.000 dari 1.717-28.545

yang berarti pasien diabetes mellitus tipe

II yang termotivasi memiliki peluang

7.000 kali patuh dalam menjalankan diet

dibandingkan dengan pasien yang tidak

termotivasi. Hasil tersebut diyakini

dengan tingkat kepercayaan 95% bahwa

pasien diabetes mellitus yang termotivasi

mempunyai kemungkinan resiko patuh

menjalankan diet sebesar 1.717-28.545

kali dibandingkan pasien diabetes mellitus

tipe II yang tidak termotivasi.

PEMBAHASAN

1. Analisa Univariat

a. Karakteristik responden berdasarkan usia responden

Berdasarkan pada hasil penelitian

menunjukkan bahwa usia responden

dibawah 45 tahun sebanyak 8

responden (19%) dan responden

dengan usia diatas 45 tahun

sebanyak 34 responden (81%). Ini

berarti bahwa usia diatas 45 tahun

lebih banyak dibandingkan usia

dibawah 45 tahun.

Menurut Smeltzer et al (2010)

usia merupakan salah satu faktor

resiko penyebab diabetes mellitus

tipe II. Mayoritas diderita oleh

orang yang berusia diatas 45 tahun

dan mulai meningkat diatas usia 65

tahun. Diabetes mellitus tipe II

disebabkan

oleh

penurunan

kemampuan

tubuh

dalam

sensitivitas

insulin

(resistensi

insulin)

dan

sekresi

insulin

terganggu.

Adib (2011) menyatakan bahwa

DM tipe II biasanya terjadi setelah

umur 30 tahun. Masyarakat yang

merupakan

kelompok

beresiko

tinggi mendertita DM salah satunya

adalah mereka yang berusia lebih

dari 45 tahun. Prevalensi DM akan

semakin meningkat seiring dengan

(7)

makin meningkatnya umur, hingga

kelompok usia lanjut (Bustan,

2007).

Hasil yang sama juga diperoleh

pada penelitian yang dilakukan oleh

Zahtamal (2007) terhadap 152

responden

yang

menunjukkan

bahwa hubungan antara umur

dengan kejadian DM tipe II

bermakna secara statistik, dimana

orang yang berumur ≥ 45 tahun

memiliki resiko 6 kali lebih besar

terkena penyakit DM tipe II

dibandingkan dengan orang yang

berumur <45 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh

Trisnawati dan Setyorogo (2013)

antara umur dengan kejadian

diabetes

mellitus

menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan.

Kelompok umur < 45 tahun

merupakan kelompok yang kurang

beresiko menderita diabetes mellitus

tipe II. Resiko pada kelompok ini 72

persen lebih rendah dibandingkan

dengan kelompok umur ≥ 45 tahun.

Berdasarkan penelitian diatas

peneliti berasumsi bahwa sebagian

besar responden berusia lebih dari

45 tahun yang artinya dalam rentang

usia tersebut lebih beresiko terkena

diabetes

mellitus

dibandingkan

orang yang yang berusia kurang dari

45 tahun. Disamping itu seiring

bertambahnya usia maka semakin

menurun juga kemampuan

organ-organ tubuh salah satunya pankreas

yang memproduksi insulin sehingga

terjadilah resistensi insulin atau

terganggunya sekresi insulin dalam

tubuh yang menyebabkan kadar

glukosa dalam darah meningkat.

Peneliti

menyarankan

untuk

menjalankan pola hidup sehat dan

pemeriksaan gula darah secara rutin

seiring bertambahnya usia terutama

pada usia diatas 45 tahun agar

resiko terkena diabetes mellitus tipe

II bisa dicegah.

b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 18 responden (42.9%) berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 24 responden (57.1%) berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sihombing (2012) yang menunjukkan bahwa frekuensi jenis kelamin yaitu sebagian besar dari responden berjenis kelamin perempuan. Begitu juga dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) didapatkan responden perempuan lebih banyak. Hal ini dikarenakan adanya presentase timbunan lemak badan yang lebih besar sehingga dapat menurunkan sesitifitas terhadap kerja insulin. Menurut Levine

(2008) perempuan memiliki

kecenderungan untuk mengalami penyakit yang berhubungan dengan gangguan endokrin seperti diabetes mellitus dan gestasional diabetes mellitus. Tingginya angka kejadian diabetes mellitus tipe II pada perempuan salah satunya dihubungkan dengan faktor kegemukan yang merupakan faktor pencetus diabetes mellitus tipe II (Soegondo, 2009).

Selain itu obesitas berkaitan erat dengan terjadinya retensi insulin, sehingga tidak mengherankan jika peningkatan angka obesitas diikuti dengan peningkatan angka kejadian diabetes mellitus tipe II. Faktor hormonal, terutama estrogen pada wanita memiliki peran penting sebagai faktor protektif untuk diabetes (Indriyanti, 2009).

Prevalensi kejadian DM Tipe II pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih beresiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual

syndrome), pasca-menopouse yang

membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita beresiko menderita diabetes mellitus tipe II (Irawan, 2010).

(8)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dan Setyorogo (2013) didapatkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus tipe II, dimana prevalensi wanita lebih tinggi daripada laki-laki.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa wanita memiliki resiko untuk terkena diabetes mellitus tipe II dibandingkan dengan laki-laki karena gaya hidup yang tidak sehat sehingga menyebabkan peningkatan angka obesitas pada wanita dan dari faktor hormonal terutama hormon estrogen pada wanita mempunyai resiko tinggi dengan kejadian diabetes mellitus tipe II. Oleh karena itu peneliti menyarankan untuk wanita agar menjaga pola hidup sehat agar terhindar dari resiko obesitas dan memathi diet yang dianjurkan agar gula darah tetap terkontrol dan terhindar dari komplikasi.

c. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir

Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 4 responden (9.5%) tidak sekolah, sebanyak 6 responden (14.3%) berpendidikan terakhir SD, sebanyak 15 responden (35.7%) berpendidikan terakhir SMP, sebanyak 10 responden (23.8%) berpendidikan terakhir SMA, dan sebanyak 7 responden (16.7%) berpendidikan perguruan tinggi.

Pendidikan adalah suatu usaha menanamkan pengertian dan tujuan agar pada diri manusia (masyarakat) tumbuh pengertian, sikap dan perbuatan positif. Pada dasarnya usaha pendidikan adalah perubahan sikap dan perilaku pada diri manusia menuju arah positif dengan mengurangi faktor-faktor perilaku dan sosial budaya negatif (Notoatmodjo, 2003 dalam Rusimah, 2010).

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang rendah akan mempersulit seseorang atau masyarakat menerima dan mengerti pesan-pesan

kesehatan yang disampaikan sedangkan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk

menyerap informasi dan

mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari (Depkes RI, 2004 dalam Rusimah 2010).

Menurut hasil penelitian Rusimah (2010), didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan diet.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh dengan kepatuhan diet. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah untuk menerima informasi tentang kesehatan, khususnya tentang diet diabetes mellitus tipe II. Dan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Berdasarkan fenomena dilapangan, responden yang berpendidikan SMA dan perguruan tinggi lebih bisa menerima informasi dari peneliti dibandingkan yang berpendidikan lain.

Peneliti menyarankan untuk para petugas kesehatan agar selalu memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien diabetes mellitus. Dan hendaknya disesuaikan dengan tingkat pendidikannya agar informasi yang diberikan dapat diserap dengan baik. d. Karakteristik responden berdasarkan

pekerjaan

Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 7 responden (16.7%) bekerja sebagai PNS, sebanyak 10 responden (23.8%) bekerja sebagai wiraswasta, sebanyak 6 responden (14.3%) pedagang, sebanyak 5 responden (11.9%) bekerja sebagai buruh dan sebanyak 14 responden (33.3%) sebagai IRT.

Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang setiap hari dalam kehidupannya (Arikunto, 2000 dalam Tawi 2008).

Menurut hasil penelitian Gabby (2014) didapatkan hasil bahwa orang

(9)

yang tidak memiliki pekerjaan beresiko 1.5 kali lebih besar terkena diabetes mellitus tipe II dibandingkan mereka yang mempunyai pekerjaan.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa jenis pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Pada kelompok tidak bekerja cenderung kurang melakukan aktivitas fisik sehingga proses metabolisme atau pembakaran kalori tidak berjalan dengan baik. Aktivitas fisik memegang peranan penting dalam upaya pencegahan diabetes mellitus.

e. Karakteristik responden berdasarkan riwayat keluarga

Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 31 responden (73.8%) ada riwayat DM dan sebanyak 11 responden (26.2%) tidak ada riwayat DM.

Resiko menderita diabetes bila salah satu orang tuanya menderita diabetes mellitus adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki diabetes mellitus maka resiko untuk menderita diabetes mellitus adalah 75% (Diabates UK, 2010).

Resiko untuk mendapatkan diabetes mellitus dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu, jika saudara kandung menderita diabetes mellitus maka risiko untuk menderita diabetes mellitus adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Isabella dkk (2014) didapatkan bahwa ada hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe II.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa diabetes melitus cenderung diturunkan atau diwariskan tetapi dengan menjaga pola hidup yang baik serta menghindari faktor resiko yang lain akan terhindar dari penyakit diabetes mellitus. Anggota keluarga penderita diabetes mellitus memiliki

kemungkinan lebih besar terserang diabetes mellitus dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes mellitus.

Peneliti menyarankan untuk meningkatkan kesadaran dan pencegahan, terhadap kesehatan serta yang rentan menderita DM untuk menjalani pola hidup yang baik seperti melakukan aktifitas fisik dan pola makan yang seimbang serta rutin memeriksa gula dalam darah.

f. Motivasi (Variabel Independen)

Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 27 responden (64.3%) termotivasi dan sebanyak 15 responden (35.7%) tidak termotivasi.

Motivasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah usia, pendidikan, pengalaman dan pengetahuan (Marquis dalam UNPVJ, 2011). Widayatun (2009) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi adalah situasi dan kondisi, berdasarkan keadaan yang terjadi sehingga

mendorong atau memaksakan

seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Marquis & Huston, 2006). Motivasi merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap kepatuhan pasien. Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien DM tipe II dalam perawatan diri (Da Silva, 2013).

Motivasi

dari

keluarga

mempunyai

pengaruh

terhadap

sikap dan penerimaan pendidikan

kesehatan pasien DM. Pasien DM

akan

bersikap

positif

untuk

mempelajari

pengelolaan

DM

apabila

keluarga

memberikan

motivasi dan ikut berpartisipasi

dalam

pendidikan

kesehatan

mengenai DM (Soegondo, 2006).

(10)

Hal ini sejalan dengan dengan

penelitian Indarwati (2012) yang

menyebutkan bahwa sebagian besar

respondennya memiliki motivasi

yang tinggi untuk menjalankan diet

yang dianjurkan. Motivasi adalah

suatu proses dalam diri manusia

yang

menyebabkan

bergerak

menuju tujuan yang diinginkan atau

bergerak menjauh dari situasi yang

tidak menyenangkan (Wade dan

Travis 2008).

Maka peneliti berasumsi bahwa

responden

yang

termotivasi

menjalankan diet yang diberikan

dipengaruhi oleh situasi dan kondisi

responden serta juga dipengaruhi

oleh motivasi diri dari seseorang

untuk berperilaku yang sehat dan

menjaga kesehatan. Tanpa motivasi

dalam

pengaturan

diet

akan

mengalami ketidakpatuhan dalam

mengatur pola makan sehari-hari.

Responden harus bisa mengatur

pola makannya sesuai dengan

prinsip diet diabetes mellitus agar

bisa mempertahankan gula darah

tetap terkontrol. Dan juga benar

bahwa motivasi dari keluarga akan

mempengaruhi penerimaan pasien

diabetes mellitus tipe II terhadap

penyakit yang dideritanya dan mau

melakukan pengobatan atau terapi

diabetes mellitus secara rutin.

Penyakit

diabetes

mellitus

merupakan penyakit kronis yang

dapat diderita bertahun-tahun. Ada

kalanya pasien akan merasa jenuh

melakukan terapi diabetes mellitus

terutama pengaturan pola makan

atau diet. Ada yang bosan dengan

pembatasan makanan dan minuman,

merasa program diet tersebut

memberatkan pasien. Maka dari itu

motivasi dari keluarga sangatlah

dibutuhkan baik itu materi atau

informasi dan juga penghargaan

agar pasien tersebut patuh dalam

menjalankan terapi diabetes mellitus

terutama kepatuhan menjalankan

diet.

g. Kepatuhan diet (Variabel Dependen) Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 26 responden (61.9%) patuh menjalankan diet dan sebanyak 16 responden (38.1%) tidak patuh menjalankan diet.

Kepatuhan secara umum

didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2013). Salah satu wujud kepatuhan pasien adalah dengan cara mengikuti anjuran diet yang disarankan oleh ahli gizi. Sacket dalam Niven (2008), mengemukakan bahwa kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan individu juga dipengaruhi oleh motivasi dari individu untuk berperilaku yang sehat dan menjaga kesehatannya, karena motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, prersepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien diabetes mellitus tipe II yang berobat di Puskesmas Sempaja Samarinda patuh menjalankan diet yang telah dianjurkan oleh petugas kesehatan. Banyaknya pasien diabetes mellitus tipe II yang patuh menjalankan diet menurut analisa peneliti karena motivasi yang ada pada diri pasien tersebut untuk mematuhi diet yang berikan. Kebanyakan dari pasien diabetes mellitus, motivasi melakukan diet yang dianjurkan berasal dari diri mereka sendiri. Mereka mencari tahu sendiri tentang diabetes mellitus khususnya pengaturan diet. Walaupun ada faktor lain yang membuat pasien tersebut patuh akan dietnya, kesadaran diri dari pasien akan mengenai pentingnya menjalankan diet tersebut yang menyebabkan sebagian

(11)

besar pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda patuh menjalankan diet yang dianjurkan.

Sedangkan pasien yang tidak patuh terhadap dietnya hanya menjalankan dietnya saat kadar gula darah pasien tersebut tinggi, pada saat kadar gula darahnya turun dan kondisi badannya merasa baik, maka pasien tidak lagi mematuhi dietnya. Dan pasien merasa kadar gula darah yang ada pada dirinya telah normal, padahal kenormalan atau stabilitas kadar gula darah pasien diabetes mellitus dipengaruhi oleh pengontrolan diet yang telah ditetapkan oleh ahli gizi. Anggapan yang salah ini yang menyebabkan sebagian responden tidak patuh dalam menjalankan dietnya.

Kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II merupakan hal penting untuk diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh akan terjadi ketidakstabilan glukosa darah yang akan memperparah kondisi kesehatan pasien dan dapat memperparah keadaan diabetes yang pasien alami hingga dapat menyebapkan semakin banyak komplikasi.

Beberapa faktor yang

mempengaruhi kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II terdiri dari faktor internal dan eksternal faktor internal yaitu keadaan fisiologis dan psikologis mencakup umur, jenis kelamin, derajat kesehatan, kepribadian, tingkat ekonomi, dan pengetahuan sedangkan faktor eksternal berupa pengalaman, lingkungan , dukungan keluarga, keterlibatan petugas kesehatan dan lama pengobatan (Niven, 2012).

Kepatuhan responden berdasarkan kategori umur diatas 45 tahun sejalan dengan pendapat Gunarso (2012) bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, artinya responden patuh dengan terapi diet yang diberikan karena kematangannya dalam berfikir. Kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan

penyakit dan menggunakan

pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.

Peneliti berasumsi bahwa kepatuhan kepada program diet merupakan modal utama bagi pasien diabetes mellitus untuk dapat pulih atau setidaknya mempertahankan kesehatan diri agar dapat menjadi lebih baik dan lebih sehat dari sebelum diberikan program terapi oleh petugas kesehatan. Namun demikian, semua itu kembali lagi kepada individu pasien masing-masing, ini dikarenakan meskipun petugas maupun keluarga pasien telah berusaha maksimal tetapi pasien itu sendiri tidak mau mematuhi aturan-aturan yang telah diberikan maka program diet yang diberikan akan percuma.

Saran peneliti kepada pasien adalah untuk berusaha bekerja sama dengan keluarga dan petugas kesehatan agar bisa menjalankan program diet secara benar demi kebaikan pasien sendiri. Dan saran peneliti bagi petugas kesehatan agar dapat lebih meyakinkan pasien diabetes mellitus untuk mau dan bisa berusaha menjalankan aturan diet yang telah diberikan diprogramkan untuk pasien itu sendiri

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan motivasi dengan kepatuhan diet

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada psien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda.

Dari tabel analisa bivariat hubungan motivasi dengan kepatuhan diet dari 42 responden didapatkan 10 orang (23.8%) yang tidak termotivasi dan tidak patuh dalam menjalankan diet karena kurangnya motivasi dan dukungan dari keluarga yang menyebabkan pasien tersebut tidak patuh dalam menjalani diet yang dianjurkan. Kemudian pasien DM tipe II yang tidak termotivasi dan patuh dalam menjalankan diet yaitu sebanyak 5 responden (11.9%). Walaupun keluarga kurang memberikan

(12)

motivasi terhadap kepatuhan diet pasien, pasien tersebut memiliki motivasi sendiri dan mempunyai rasa ingin tahu tentang diabetes mellitus sehingga pasien mencari informasi mengenai diabetes mellitus itu sendiri. Sedangkan pasien DM tipe II yang termotivasi dan tidak patuh dalam menjalankan diet yaitu sebanyak 6 responden (14.3%) hal ini dikarenakan walaupun pasien mendapat motivasi dari keluarga dan selalu mengingatkan agar pasien menjaga pola makan, namun dari pasien sendirilah penolakan atas pengobatan tersebut berasal. Sikap acuh tak acuh pasien mungkin disebabkan karena pasien telah bosan menjalankan diet yang monoton

selama bertahun-tahun.

Ketidakpatuhan pasien mungkin juga sebagai bentuk rasa bosan dengan jenis makanan yang kurang variatif. Pasien DM tipe II yang termotivasi dan patuh manjalankan diet yaitu sebanyak 21 responden (50.0%) hal ini dikarenakan semakin tinggi motivasi pasien maka semakin banyak pasien DM tipe II yang patuh dalam menjalankan diet yang dianjurkan. Pengetahuan tentang diabetes mellitus khususnya diet yang dimiliki pasien dan keluarga juga dapat menyebabkan kepatuhan pasien terbentuk.

Berdasarkan hasil uji statistik hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square dengan continuity correction dengan taraf signifikan α 5% dengan nilai P = 0.012 < 0.05 sehingga Ho ditolak artinya ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Dewi Indarwati, Riskiana, Aida Rusmariana & Rita Dwi Hartanti (2012) yang menyimpulkan bahwa motivasi dapat meningkatkan kepatuhan diet pada psien diabetes di desa Tangkil wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni II kabupaten Pekalongan dengan nilai P = 0.002 < 0.05.

Hal ini senada dengan teori yang dikemukakan oleh Al-Tera (2011) yaitu beberapa faktor penguat ketidakpatuhan dalam menjalankan diet pada penderita diabetes mellitus tipe II adalah adanya anjuran teman untuk mengonsumsi berbagai macam makanan, kurangnya dukungan keluarga dan kurangnya edukasi serta konseling dari petugas kesehatan.

Secara teoritis menurut Soegondo (2006), pasien diabetes mellitus akan bersikap positif untuk mempelajari pengelolaan diabetes mellitus apabila keluarga memberikan motivasi dan dukungan serta ikut berpastisipasi dalam pendidikan kesehatan mengenai diabetes mellitus. Sebaliknya apabila keluarga tidak memberikan motivasi dan dukungan, acuh tak acuh bahkan menolak pemberian pendidikan kesehatan mengenai pengelolaan diabetes mellitus, maka pasien akan bersikap negatif terhadap pengelolaan diabetes mellitus tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti berpendapat bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan dalam menjalnkan diet pada pasien diabetes mellitus tipe II, dikarenakan motivasi dari keluarga dan dari diri pasien tersebut membuat pasien untuk patuh dalam menjalankan diet dan melakukan pengobatan. Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu pengelolaan diabetes mellitus pun

(13)

harus dilakukan seumur hidup. Seringkali pasien mengalami kebosanan terhadap pengelolaan diabetes mellitus khususnya pengelolaan makan. Motivasi sangatlah berperan penting dalam kepatuhan dalam menjalankan diet pasien diabetes mellitus tipe II.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

dibuat kesimpulan sebagai berikut.

1. Karakteristik responden berdasarkan usia responden dengan kelompok usia yang terbanyak yaitu kelompok usia 45-55 sebanyak 29 orang (68.9%). Berdasarkan jenis kelamin prevalensi terbanyak yaitu berjenis kelamin perempuan sebanyak 24 orang (57.1%). Berdasarkan tingkat

pendidikan menunjukkan bahwa

responden dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah SMP sebanyak 15 orang (35.7%). Berdasarkan pekerjaan prevalensi terbanyak yaitu IRT sebanyak 14 orang (33.3%). Berdasarkan riwayat keluarga menunjukkan bahwa prevalensi terbanyak yaitu ada riwayat DM sebanyak 31 orang (73.8%).

2. Responden yang termotivasi sebanyak 27 orang (64.3%) dan yang tidak termotivasi sebanyak 15 orang (35.7%).

3. Responden yang mempunyai tingkat kepatuhan diet yang patuh sebanyak 26 orang (61.9%) dan yang tidak patuh sebanyak 16 orang (38.1%).

4. Hasil uji statistik Chi Square dengan taraf signifikasi α 5% dengan nilai P Value = 0.012 < 0.05 artinya ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda.

SARAN

Setelah menyajikan kesimpulan diatas,

maka saran yang dapat diberikan adalah :

1. Responden

Bagi responden diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan dan lebih banyak bertanya serta mencari informasi pada sumber-sumber informasi yang jelas tentang pentingnya pengaturan pola makan (diet) pada pasien diabetes

mellitus tipe II. Bagi pasien dengan umur diatas 45 tahun khususnya para wanita disarankan untuk menjaga pola makan dan melakukan pengecekkan gula darah secara rutin agar resiko diabetes dapat dicegah.

2. Pelayanan Kesehatan (Puskesmas) Perawat atau petugas kesehatan diharapkan untuk lebih memperhatikan kesehatan pasien-pasien yang berusia lebih dari 40 tahun karena apabila diketahui sejak dini maka pencegahan akan terkena seseorang dengan diabetes dapat diminimalisir sedini mungkin. Kemudian untuk memberikan informasi mengenai pencegahan kepada perempuan yang beresiko tinggi terkena diabetes baik dengan cara penkes maupun pembagian leaflet tentang upaya pencegahan diabetes mellitus. Serta selalu mengingatkan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati khususnya bagi masyarakat yang sehat namun memiliki keluarga dengan riwayat DM.

3. Peneliti Selanjutnya

Perlu adanya penelitian yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam menjalankan diet pada psien diabetes mellitus tipe II. Peneliti juga menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian secara kualitatif. Agar didapatkan data dan hasil yang lebih mendalam mengenai motivasi dan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II. Kemudian hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai data atau informasi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut sebagai replikasi pada tingkat fakultas atau universitas dengan menggunakan desain penelitian yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Adib. M, 2011. Pengetahuan Praktis

Ragam Penyakit Mematikan Yang

Paling Sering Menyerang Kita.

Buku Biru. Yogyakarta.

Aditama. Tjandra Y. (2012). Diabetes

Mellitus

Penyebab

Kematian

Utama Nomor 2 Di Indonesia.

(14)

http://www.ilunifk83.com/t224p15

-diabetes-melitus

(diakses pada

tanggal 15 Desember 2015).

Altera,

B.H.

(2011).

Determinan

Ketidakpatuhan Diet Penderita

Diabetes Mellitus Tipe 2. Artikel

Penelitian

Universitas

Diponegoro.

Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi

Penyakit Tidak Menular. Cetakan

2 Rineka Cipta. Jakarta.

Da Silva, J. (2013). Motivation for

self-care in older women with heart

disease and diabetes : A balancing

act.

Diperoleh

dari

http://proquest.umi.com/pqdweb

(diakses pada tanggal 14 Juni

2016).

Diabetes UK. (2010). Diabetes in the UK

: Key Statistic on Diabetes.

Hamalik, O. 2008. Proses Belajar

Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

IDF. (2014) International Diabetes

Federation Atlas Sixth Edition.

Diperoleh

dari

www.idf.org

(diakses tanggal 28 November

2015).

Indarwati D, Riskiana, A. R. & Rita D. H.

(2012).

Hubungan

motivasi

dengan kepatuhan diet diabetes

mellitus di Desa Tangkil wilayah

kerja Puskesmas Kedungwuni II

kabupaten Pekalongan. Diperoleh

dari

http://www.digilib.stikesmuh-pkj.ac.id

(diakses

tanggal

28

November 2015).

Irawan, D. (2010). Prevalensi dan Faktor

Resiko Kejadian Diabetes Mellitus

Tipe II Di Daerah Urban

Indonesia. Tesis. Depok : FKM

UI.

Diperoleh

dari

http://www.digilib.ui.ac.id

(diakses pada tanggal 15 Juni

2016).

Isabella V, Manangkey, Nova H,

Kapantow, Budi T & Ratag

(2014). Hubungan antara tingkat

pendidikan dan riwayat riwayat

keluarga menderita DM dengan

kejadian DM tipe 2 pada pasien

rawat jalan di poliklinik penyakit

dalam Ble RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou

Manado.

Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas

Sam Ratulangi. Diperoleh dari

http//www.fkm.unsrat.ac.id

(diakses pada tanggal 14 Juni

2016).

Lanywati, Endang. 2011. Diabetes

Mellitus Penyakit Kencing Manis.

Yogyakarta: Penerbit Arcan.

Marquis, BL & Huston, LJ (2006).

Leadership Roles and Fungtions

in Nursing : Theory and

Application, (3 ed), Philadelphia :

Lippicott.

Maulana, M. (2009). Mengenal Diabetes

Mellitus : Panduan Praktis

Menangani Penyakit Kencing

Manis. Jogjakarta: Penerbit Kata

Hati.

Niven. (2008). Psikologi Kesehatan :

Pengantar Untuk Perawat Dan

Profesional. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo.

S.

(2010).

Metode

Penelitian Kesehatan. Jakarta.

Rineka Cipta.

Rikesdas (2013). Badan Penelitian dan

Pengembangan

Kesehatan

Kementerian

Kesehatan

RI.

Diperoleh

dari

http/www.depkes.go.id.

(diakses

tanggal 28 November 2015).

Saifunurmazah, D. (2013). Kepatuhan

Penderita

Diabetes

Mellitus

Dalam

Menjalani

Terapi

Olahraga Dan Diet. Skripsi. Tidak

Dipublikasikan. UNES.

Smeltzer, S.C., Bare B.G., Hinkle, JL., &

Cheever, K.H. (2010). Brunner &

Suddarth’s : Textbook of

Medical-Surgical Nursing (12

th

ed).

Philadelphia: Lippincott Williams

& Wilkins.

Soegondo S, Soewondo, P, & Subekti, I.

(2006). Diagnosis dan Klasifikasi

Mellitus Terkini. Penerbit FKUI.

Jakarta.

(15)

Soegondo, S, Soewondo, P, & Subekti, I.

(2011). Penatalaksanaan diabetes

mellitus terpadu. (2th ed). Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Trisnawati, KS, Setyorogo, Soedjino

(2013). Faktor Resiko Kejadian

Diabetes Mellitus Tipe 2 Di

Puskesmas

Kecamatan

Cengkareng Jakarta Barat. Jurnal

Ilmiah Kesehatan. Vol 5 No. 1 :

6-11

Wade, Carole, Carol Travis. (2008).

Psikologi,

Edisi9.Jakarta:

Erlangga.

Widayatun, Tri R. (2009). Ilmu Perilaku.

Jakarta : 112-116

Zahtamal,

Chandra,

Suyanto

dan

Restuastuti, T. (2007).

Faktor-faktor Resiko Pasien Diabetes

Mellitus.

Berita

Kedokteran

Masyarakat, Vol 23, No. 3.

142-147

(16)

Referensi

Dokumen terkait

“ Observasi adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data informasi yang merupakan tingkah laku non-verbal dari responden, dengan tujuan

Kesesuaian antara anggota, manajemen dan program merupakan suatu keterikatan dalam mencapai suatu tujuan akan tetapi anggota tetap memiliki prioritas utama dalam

bahwa dalam rangka mewujudkan akuntabilitas penatausahaan keuangan dalam penanggulangan bencana alam/non alam/sosial di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kendal, maka

Dalam pembelajaran Bahasa Arab, muhadatsah merupakan salah satu cara agar siswa mampu bercakap-cakap (berbicara) sehari-hari dengan menggunakan Bahasa Arab.. Untuk

NAJMUZ ZAMAN, D1215033, POLA PENCARIAN INFORMASI DIKALANGAN MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus Masyarakat Desa Rambat, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, Provinsi

“ Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa investor dan pelaku pasar di BEI menginterpretasikan sinyal informasi yang dibawa oleh DJIA, SSE, dan STI dengan arah yang sama

Hal ini berarti bahwa demokrasi tidak serta merta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi sebaliknya, demokrasi dapat menyengsarakan rakyat, oleh kareena

Rezim otoriter tidak hanya mencegah partisipasi individu dengan meningkatkan hukuman untuk perbedaan pendapat, tetapi juga mengontrol infrastruktur ko- munikatif dengan