Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Yayasan Spiritia
No. 13, Desember 2003
Daftar Isi
Laporan Kegiatan 1
Lokakarya Deklarasi UNGASS 1
“Janji Hidup” Pernyataan dan Komitmen Konsultasi antar Pimpinan
Gereja-Gereja Lutheran ASIA Tentang HIV/AIDS 2 Pertemuan Nasional Kelompok Dukungan
Sebaya 5
Pengetahuan adalah Kekuatan 6
Bagaimana Kita Dapat Mencapai
Tujuan 3 x 5 di Indonesia? 6
Dokter HIV di AS Tidak Peduli pada
Kesehatan Mental Pasiennya 7
Pojok Info 7
Lembaran Informasi Baru 7
Konsultasi 8
Tanya - Jawab 8
Tips 8
Tips untuk orang HIV 8
Positif Fund 8
Laporan Keuangan Positif Fund 8
Lokakarya Deklarasi
UNGASS
Oleh : J.O. Baju Pradjanto
Pada tanggal 5 – 7 November kemarin, diadakan lokakarya tentang deklarasi UNGASS yang diprakarsai oleh APCASO, Kuala Lumpur, bekerjasama dengan UNAIDS dan di bantu dengan PITA serta Yayasan AIDS Indonesia sebagai panitia lokal, bertempat di Hotel Menara Peninsula Jakarta. Yang diundang sebagai peserta adalah LSM dari berbagai kota di Indonesia dan Lembaga pemerintah, awalnya peserta berjumlah 35 orang, akan tetapi karena besarnya keingintahuan peserta untuk
mengikuti lokakarya ini, maka panitia
menambah jumlah kursi sebagai observer, jadi setiap lembaga mendapat dua kursi, satu sebagai peserta dan satu lagi sebagai observer.
Di hari pertama lebih banyak mendengarkan dari berbagai lembaga yang membagi
pengalamannya tentang deklarasi UNGASS, Komisi Penanggulangan AIDS yang di wakili oleh Bapak Farid Husain, lalu dilanjutkan oleh Depkes (P2ML) yang diwakili oleh dr Fonny, juga ada wakil dari Genewa, setelah itu sharing pengalaman oleh wakil dari Indonesia yang diwakili oleh Ir Leo Mahuze dari Yasanto Merauke, lalu dilanjutkan oleh dr Tuti Parwati dari Bali, kemudian oleh Esthi Hudiono dari Hotline Surya Surabaya, kemudian ditutup dengan pengalaman oleh Kristianti dari YPI Indramayu. Dari berbagai sharing pengalaman tersebut mengundang banyak pertanyaan dari peserta maupun observer.
Hari kedua peserta dan observer mulai dibagi ke dalam kelompok kecil yang mana di dalam kelompok tersebut peserta dan observer diminta untuk mencari isu apa yang akan dibahas; misalnya perawatan dan pengobatan, akses ARV
dan distribusinya, setelah itu kelompok diminta untuk mengidentifikasi dengan deklarasi
UNGASS dan Strategi Nasional serta satu dokumen lagi dari Departemen kesehatan, kelompok diminta mencari pada pasal berapa terdapat isu tersebut (dalam tiga dokumen).
Setelah itu dipresentasikan ke dalam pleno yang kemudian dibahas satu persatu tiap kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan bagaimana tindak lanjut terhadap isu yang telah diangkat masing-masing kelompok.
Pada hari terakhir, lokakarya lebih membahas kepada apa yang akan dilakukan untuk
kedepannya, peserta dan observer diharapkan bisa mengaplikasikan tentang masalah HIV/ AIDS dengan deklarasi UNGASS serta dengan Stranas. Karena acara ini diadakan pada bulan puasa, maka makan siang tidak dialokasikan seperti biasanya, tetapi hanya istirahat selama setengah jam. Diakhir acara diadakan
konperensi pers yang dihadiri cukup banyak rekan pers dari berbagai media.
“Janji Hidup” Pernyataan
dan Komitmen Konsultasi
antar Pimpinan
Gereja-Gereja Lutheran ASIA
Tentang HIV/AIDS
Batam, 1-4 Desember 2003
Oleh Christin Wahyuni
Pada tanggal 1-4 Desember 2003, saya dan pdt. Emy Sahertian dari PGI (Persatuan Gereja Indonesia) diundang untuk menghadiri
Pertemuan dan Konsultasi antar Pimpinan Gereja-Gereja Lutheran ASIA di Batam. Pada kesempatan ini saya menjadi pembicara pertama sebelum sesi Pdt. Emy Sahertian sebagai
pembicara utama.
Pertemuan selama 4 (empat ) hari cukup melelahkan namun hasilnya cukup
menyenangkan, karena ada komitment baru dari berbagai gereja di Asia. Berikut adalah hasil pernyataan dan komitmen dari pertemuan tersebut:
I. Pembukaan
Lebih dari 80 wakil peserta gereja-gereja Asia yang ada hubungannya dengan Lutheran World Federation dan United Evangelical Mission berkumpul di Pulau Batam, Indonesia dalam rangka Konsultasi Regional tentang HIV/AIDS. Para peserta terdiri dari para Bishop, Pimpinan Gereja, kaum awam, pimpinan kelompok perempuan dan pemuda, Odha, mitra-mitra oikumenis dari Indonesia, beberapa Bishop dari Afrika, perwakilan pemuda dari Afrika dan Latin Amerika, para pakar medik dan nara sumber lainnya. Ini untuk pertama kalinya para pimpinan gereja se-Asia berkumpul untuk memperingati Hari AIDS, diskusi terbuka, mengekspresikan kepedulian akan keadaan yang darurat dan saling memperingati secara terbuka atas pandemik HIV/AIDS.
Dalam empat hari pertemuan ini kami telah diperkaya dengan berbagai presentasi para pakar, deliberation, diskusi, kesaksian dari para Odha yang hidup secara positif baik selama pertemuan maupun selama kunjungan lapangan, berbagi pengalaman, Pemahaman Alkitab, kebaktian dan doa, telah menyadarkan kami untuk melihat kemungkinan peranan gereja dalam menghadapi pandemik HIV/AIDS. Kami diperhadapkan dengan sikap kami sendiri yang suka menghakimi, rendahnya pengetahuan dan pengalaman dalam hidup bersama orang dengan
HIV/AIDS, yang telah membuka mata kami dan menantang fungsi kegerejaan kami. Kami mengaku atas kesalahan kami yang lalu dalam
menghadapi ancaman pandemik HIV/AIDS.
Pengalaman-pengalaman ini telah membawa kami untuk mengokohkan janji hidup kami yang berporos pada teologi, etika alkitab, pelayanan pastoral, misi dan pelayanan kasih, halangan sosial-budaya, pendidikan dan pencegahan, globalisasi ekonomi, kerja sama dan jejaring. HIV/AIDS bukanlah hanya semata-mata persoalan kesehatan, tetapi juga merupakan persoalan spiritual,sosio-politik-ekonomi dan berbagai tantangan terkait lainnya.
II. PERJANJIAN KEHIDUPAN -PERNYATAAN KOMITMEN
Misi dan Pelayanan Kasih
Kami komit sebagai bagian dari tubuh Kristus akan menjadikan program persoalan HIV/AIDS sebagai prioritas dalam misi kegerejaan dan pelayanan kasih melalui penyusunan dan pelaksanaan kebijakan yang memberdayakan jemaat lokal dan masyarakat untuk:
• Konseptualisasi dan pengembangan
pemahaman dasar alkitab, teologi,dan etika tentang semua aspek yang berkaitan erat dengan pandemik HIV/AIDS dalam konteks Asia serta pengalaman-pengalaman sebagai upaya mengefektifkan sikap dalam menghadapi pandemik tersebut.
• Melawan dan menghilangkan stigma dan
diskriminasi terhadap Odha pada kesempatan pertama dan sekuat-kuatnya dengan menembus rintangan-rintangan budaya rasa malu atau takut kehilangan muka untuk secara terbuka membicarakan HIV/AIDS, seksualitas manusia dan kecanduan narkoba.
• Meluruskan semua konsep dan mitos
melalui upaya penyadaran tentang pandemik HIV/AIDS
• Mengembangkan kebijakan program HIV/
AIDS yang kontekstual atau sesuai dengan lingkup kehidupan dan tidak eksklusif
• Menekankan betapa pentingnya keadilan
dan kesetaraan jender.
• Mengidentifikasi dan memotong akar
penyebab HIV/AIDS: kemiskinan, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, konflik dan pembedaan kasta dalam masyarakat, narkoba;
• Memahami dan transformasi globalisasi
industri seks komersial dan perdaganagn manusia yang menyebabkan orang berisiko untuk tertular HIV/AIDS.
• Memperkuat kapasitas dan akuntabilitas
kepemimpinan gereja melalui kerja sama dan jaringan yang kuat secara internal, dengan pemerintah dan Lsm baik tingkat internasional, regional maupun lokal.
• Memberikan pelayanan pastoral dan
konseling secara efektif.
Kami perlu menitikberatkan bahwa penyebaran dan pelaksanaan komitmen ini harus menjangkau mereka pada level akar rumput melalui kampanye informasi yang efektif.
Teologi, Kitab Suci dan Etika.
Menyadari bahwa untuk memahami secara tepat persoalan pandemik ini maka dibutuhkan upaya kontekstualisasi teologi dan etik, kami komit untuk:
• Mengadakan pembaruan teologi dan etik
yang relevan terhadap tantangan yang timbul karena HIV/AIDS berdasarkan relasi anugerah antara Allah dan manusia serta seluruh ciptaan-Nya merupakan kerangka relasi antar manusia. Hal ini akan
memberikan makna baru untuk memelihara dan memupuk gereja, masyarakat dan keluarga.
• Mengembangkan teologi dalam konteks
Asia tentang kehidupan yang berpusat pada makna penderitaan, maut dan kematian dalam rangka mempromosikan hidup yang bermartabat.
• Menguji kembali pemahaman tentang dosa
dalam pemahaman ajaran gereja Lutheran tentang orang berdosa dan orang yang dibenarkan karena anugerah (simul justus et pecator) dalam rangka menghindari
kecenderungan untuk menghakimi orang lain. Oleh karena itu pemahaman hirarkis tentang dosa dan mudah menghakimi dengan mengaitkan HIV/AIDS dan dosa sangat bertentangan.
• Mengkaji ulang dan memperbaiki kebijakan
etik gereja tentang tindakan disiplin gereja yang menolak Odha.
• Mengupayakan pemahaman teologi dan etik
tentang sexualitas manusia dalam konteks Asia dan relasinya dengan pandemik HIV/ AIDS. Kami juga perlu mengkaji ulang peraturan/kebijakan gereja tentang pernikahan, perceraian dalam konteks pasangan yang hidup dengan HIV/AIDS.
• Kontekstualisasi konsep Kitab Suci tentang
“sehat”, ”penyembuhan” dan “keutuhan atau kesembuhan”
Pendampingan Pastoral, Pelayanan Ibadah dan Pelayanan Kasih
Menyadari bahwa pelayanan pastoral, pelayanan ibadah dan pelayanan kasih sudah sangat gagal dan jauh dari makna yang
sebenarnya dalam hubungan dengan HIV/AIDS pandemik, maka kami komit untuk :
• Mendefinisikan kembali dan memperdalam
pemahaman kami tentang pendampingan dan konseling pastoral. Perlu dimasukan dalam kerangka tugas dan pelatihan para pendeta serta pekerja awam yang melayani Odha. Kami mengakui bahwa adanya kebutuhan untuk menyediakan pelayanan konseling yang lebih dan terjamin
kerahasiaannya dan dilaksanankan secara kredibel dan akuntabilitas.
• Meningkatkan kemampuan para pendeta
dan konselor melalui pelatihan yang bermutu pendidikan yang berkelanjutan.
• Menyediakan pelayanan konseling pastoral
dan rujukan dengan menghormati latar belakang agama, bangsa, kasta dan suku.
• Menggalang pembangunan kapasitas untuk
para pimpinan gereja dalam menghadapi pandemik HIV/AIDS.
• Mendorong para pendeta untuk juga
berkhotbah tentang realitas
• Memberdayakan kelompok berisiko
khususnya perempuan dan kaum muda untuk mampu menghadapi tantangan HIV/ AIDS.
• Bertanggungjawab dalam pembentukan
karakter, perilaku dan nilai-nilai kehidupan dari orang-orang pada semua level umur.
• Menyadarkan dan membantu jemaat-jemaat
lokal dalam hal membuat perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program untuk penanggulangan pandemik HIV/AIDS. Odha harus dilibatkan dalam semua proses secara partisipatif. Termasuk bagaimana upaya untuk mendapatkan pendapatan untuk dan oleh Odha
• Membangun Kelompok Pendukung Sebaya
Odha dan keluarganya untuk pendampingan dan sharing kekuatan.
• Mendukung advokasi hukum bagi Odha
Hambatan-hambatan keagamaan dan Sosial-Budaya
• Meninjau kembali sistem patriarki yang
menindas dalam gereja, masyarakat dan keluarga.
• Meruntuhkan segala hambatan-hambatan
budaya yang negatif di Asia yang telah menimbulkan stigma dan diskriminasi.
• Menghilangkan cara pandang fatalisme
kebanyakan orang Asia tentang hidup yang sepenuhnya pasrah pada nasib.
• Menentang segala penggunaan bahasa yang
salah sehingga menyebabkan informasi salah tentang fakta HIV/AIDS.
Pendidikan dan Pencegahan
Seperti diketahui bahwa hanya melalui pendidikan dan pencegahan kita dapat memotong penyebaran pandemik ini, maka kami komit untuk:
• Mengumpulkan informasi yang tepat
melalui penelitian yang benar diantara para pekerja gereja, pimpinan gereja, jemaat dan masyarakat umum untuk mengenal
persoalan HIV/AIDS terkini, penularannya, pengobatannya, pemahaman iman dan budaya dalam rangka memperoleh suatu pemahaman yang nyata tentang bahaya pandemi ini.
• Menyebarluaskan informasi kepada semua
anggota jemaat dan masyarakat sekitarnya dalam rangka upaya membangun
penyadaran bersama sumber-sumber daya lokal melalui proses identifikasi dan penyadaran tugas bersama dari para pakar medik dan sosial. Hal ini dapat ditempuh melalui Sekolah Minggu, Kelompok Pemahaman Alkitab, Kelompok sel, dan pertemuan-pertemuan gerejawi lainnya khususnya kaum muda. Kampanye dapat dilakukan dalam melalui pemacar radio, lagu-lagu, tata ibadah dan doa, drama, dan publikasi-publikasi gerejawi seperti pamflet dan poster.
• Mendirikan Pusat Informasi tentang HIV/
AIDS dan isu-isu terkait di jemaat lokal.
• Mengembangkan dan menyediakan berbagai
bahan tata ibadah yang dapat digunakan oleh jemaat maupun keluarga.
• Memperkenalkan isu-isu yang berkaitan
dengan HIV/AIDS dalam kurikulum
pelatihan sekolah-sekolah teologi untuk para pendeta dan pimpinan jemaat awam.
• Mengintegrasikan ke dalam kurikulum
pendidikan kristen tentang HIV dan kesehatan reproduksi untuk mempersiapkan kaum muda dengan informasi dan
keterampilan hidup di mana sangat
dibutuhkan sebelum mereka dewasa juga dalam rangka membentuk perilaku sexual yang bertanggungjawab. Dalam pendidikan ini harus pula dilengkapi dengan informasi yang tepat tentang penggunaan kondom dalam konteks pencegahan penularan virus HIV, informasi yang benar tentang
bahayanya memakai jarum suntik bersama yang tidak steril dalam narkoba dan informasi penting terkait lainnya.
• Secara berkala mempromosikah kehidupan
perkawinan yang setia dan setara dalam konteks kesetaraan jender dan kebebasan untuk memutuskan.
• Mengadakan program penjangkauan Odha
untuk belajar atas kesaksian hidup mereka melalui lokakarya dan kunjungan lapangan.
• Menggelar acara Peringatan Hari AIDS
sedunia dalam jemaat baik dalam tingkat nasional maupun lokal.
Globalisasi Ekonomi
Negara-negara Asia terlepas dari kekurangan dan kelebihannya sedang berada pada trend terkini globalisasi ekonomi. Kami mengakui bahwa kemiskinan sangat meningkat secara berisiko di mana melalui berbagai promosi mass-media telah membentuk budaya konsumerisme yang mengusung citra seseorang tergantung dari apa yang ia miliki bukan siapa sebenarnya dirinya. Dalam lingkup ini banyak kaum muda perempuan dan laki-laki terjebak dalam hidup berpindah-pindah, sehingga meningkatnya mobilisasi penduduk dan industri sex.. Maka kami komit untuk:
• Mengidentifikasi relasi-relasi antar manusia
serta tantangan-tantangan ekonomi global dan HIV/AIDS sebagaimana terkena pada para tenaga kerja (lokal, maupun antar negara), jaringan pekerja sex komersial dan kelompok-kelompok berisiko lainnya.
Advokasi
Mengakui akan prinsip-prinsip HAM dalam hubungannya dengan akses untuk mendapatkan pelayanan yang layak maka kami komit untuk: • Mengadvokasi untuk akses pelayanan dan
subsidi pemerintah dalam mendapatkan Anti-Obat Retroviral (ARV) dan
pengobatan medik untuk penyakit-penyakit aportunistik. Strategi advokasi harus
meminta perhatian para perusahaan obat untuk menurunkan harga ARV. Juga upaya lobby untuk dukungan melalui kebijakan internasional ( seperti yang dilakukan WHO: “3 by 5 Campaign) yang
esensial untuk infeksi aportunistik) dapat diperoleh secara adil di negara-negara berkembang.
Kerjasama dan Jejaringan
Menyadari bahwa gereja-gereja membutuhkan suatu koordinasi bersama dimana bila
memungkinkan dapat mengkombinasikan upaya-upaya melawan HIV/AIDS dengan para pelaku lainnya di pemerintah dan masyarakat sipil, maka kami komit untuk:
• Mengembangkan dan menguatkan
kemitraan dengan lembaga-lembaga
pemerintah seperti DEPKES dan organisasi non pemerintah di dalam negeri, UNAIDS, interdenominasi gereja, dan terutama dengan para Odha.
• Mendukung kerjasama antara agama
khususnya pada pimpinan nasional.
• Menciptakan linkup pemberdayaan dalam
jemaat untuk diskusi dan perencanaan dalam menghadapi ancaman HIV/AIDS.
• Memasukan dalam perencanaan pendanaan
gereja untuk aktifitas penanggulangan HIV/ AIDS.
• Menjamin terlaksananya program HIV/
AIDS dengan membentuk panitia
koordinasi dalam struktur gereja pada setiap level.
• Mencari dukungan dana dari pemerintah
untuk Odha.
I. PROGRAM LANJUT YANG MENDESAK.
Pernyataan komitmen ini akan ditindak lanjuti pada Konperensi para Pemimpin Gereja-gereja Asia pada bulan Juni 2004 yang akan datang.
•Untuk menegaskan kembali komitmen ini,
•Memberikan catatan pada berbagai
perencanaan oleh gereja anggota yang dibuat pada konsultasi ini, dan
•Menentukan beberapa tindak lanjut
regional (dalam rencana kerja) Dalam jangka pendek hal-hal yang akan dilakukan adalah:
• Tiap gereja melakukan apa yang menjadi
prioritas pertama dan apa yang
memungkinkan dilakukan dalam waktu dekat ini (perencanaan dan kebijakan,dll)
• Tiap gereja dapat memilih kontak person
yang menangani isu HIV/AIDS jika memungkinkan.
• Dukungan yang tepat dan pemberdayaan
dapat dilakukan oleh sekretariat LWF (DMD dan staf LWF)
• Menterjemahkan pernyataan ini dan
menyebarluaskan ke semua lembaga gereja dan jemaat.
• Bersamaan dengan itu pula dapat
dipertimbangkan hal-hal di bawah ini :
• Panitia Nasional (India, Indonesia, Malaysia)
dapat dimonitor segala kemajuan dan
hambatan. Bila memungkinkan dapat dipilih komisi khusus HIV/AIDS.
• Kelanjutan Komite pada region Asia dapat
menyampaikan informasi dan perncanaan program yang dibutuhkan. Komite regional Asia di Bangkok dapat berperan sebagai fasilitator komunikasi.
I. KESIMPULAN
Jumlah mereka yang hidup dengan HIV/ AIDS di Asia telah mencapai jumlah yang berbahaya yakni sekitar 8 juta orang. Upaya kita untuk memerangi HIV/AIDS dan isu yang menyertainya yaitu stigma dan diskriminasi terhadap Odha harus menjadi prioritas utama bagi gereja-gereja di Asia. Konsultasi ini
merupakan upaya amat penting sebagai “wake-up call”. Ada seekor singa sedang mengaum di luar sana- atau sudah berada dalam rumah kita. Bila tidak bertindak sekarang maka akan membawa penderitaan dan kematian.
Pernyataan “perjanjian hidup” ini tidak bernilai profetis dan bermanfaat apabila hanya tertulis saja dan tidak diberlakukan secara nyata dalam tindakan demi penyelamatan kehidupan itu sendiri. Kita akan mengkhianati perjanjian ini bila kita tidak melakukannya dalam kasih nyata. Perjanjian Allah dengan kita melalui pembaptisan kita mengikat kita untuk mendoakan tanpa berkeputusan dan bekerja keras bersama untuk menghadapi pandemik HIV/AIDS. Kita berdoa agar Roh Kudus akan menguatkan dan menginspirasikan kita dalam aksi pelayanan ini.
Pertemuan Nasional
Kelompok Dukungan
Sebaya
Jakarta, 20-21 Desember 2003
Oleh : Penny
Pada tanggal 20-21 Desember 2003, kami dari Yayasan Spiritia memfasilitasi Pertemuan Nasional Kelompok Dukungan Sebaya I yang diadakan di Jakarta. Dalam pertemuan
kelompok dukungan ini dihadiri oleh 15 peserta dari Jakarta, Karawang, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Medan, Batam, Pontianak, Makassar, Sorong, Timika, Manokwari, Merauke dan Jayapura.
Tujuan diadakan pertemuan ini antara lain adalah:
•Untuk bertukar informasi, pengetahuan dan
pengalaman antar kelompok dukungan sebaya
•Memahami pentingnya memiliki visi & misi
dalam kelompok dukungan sebaya
•mendorong kelompok dukungan sebaya
membentuk rencana kerja/kegiatan.
• membuka pikiran kelompok dukungan
sebaya agar memahami dan menerima keberadaan kelompok payung disetiap daerah.
• Mendorong kelompok dukungan sebaya
untuk memfasilitasi pertemuan odha propinsi di daerahnya masing - masing
•mendorong terciptanya kegiatan berjaringan
secara aktif antar kelompok dukungan sebaya
kelompok dukungannya masing-masing. Kami juga membahas tentang hambatan-hambatan yang terjadi didalam kelompok dukungan misalnya bagaimana mencari anggota baru atau mendapatkan dana. Disamping itu juga kita membicarakan tentang pentingnya jejaring.
Di akhir sesi kita mengadakan makan malam dan mengundang direktur P2ML, Dr. Haikin Rahmat yang menjelaskan tentang “3 by 5 innisiative” yaitu program WHO tentang akses kepada tiga juta odha yang mendapat akses obat pada tahun 2005. dan ini merupakan
kesempatan teman-teman dari daerah menanyakan tentang akses ARV, kebijakan pemerintah untuk mendapatkan ARV gratis dan pelayanan medis.
Untuk mewujudkan 3 by 5 dibutuhan keterlibatan dari berbagai pihak termasuk keterlibatan odha, komunitas pemerintah, sector medis dan berbagai pihak.
Pengetahuan
adalah Kekuatan
Bagaimana Kita Dapat
Mencapai Tujuan 3 x 5 di
Indonesia?
Oleh Chris W. Green
Kita semua sudah dengar tentang prakarsa WHO yang disebut 3 x 5. Prakarsa tersebut, yang berupaya agar 3 juta orang di negara berkembang dapat memperoleh terapi antiretroviral (ART) pada 2005, berarti 9.200 Odha harus diobati pada waktu itu di Indonesia. Padahal, saat ini, kurang dari 1.000 orang memakai ART di sini. Upaya peningkatan akses ini kadang kala tampaknya di luar kemampuan kita dan bahkan mustahil. Namun, ada panutan, dan kita tidak hanya belajar dari
pengalamannya, tetapi model itu juga dapat memberi semangat pada kita, dengan bukti bahwa walaupun upayanya berat hasilnya dapat dicapai.
Salah satu panutan yang pantas dipelajari oleh kita adalah Uganda. WHO sendiri menganggap keberhasilan di Uganda sebagai model yang baik untuk negara lain, dengan menerbitkan studi kasus tentang pengalaman di Uganda (‘Scaling up antiretroviral therapy; Experience in
Uganda: case study’; WHO 2003). Dokumen ini dapat didownload dari situs web WHO—URL-nya dicantumkan di bawah.
Salah satu upaya yang sangat mempengaruhi keberhasilan di Uganda adalah pembentukan panitia khusus untuk mendorong penerapan
terapi antiretroviral. Berikut ada sedikit informasi tentang panitia tersebut yang dikutip dari dokumen yang dicantum di atas. Yang sangat menarik adalah jumlah dokumen yang dapat dibuat dalam waktu hanya lima bulan! Untuk kita di Indonesia, seharusnya lebih mudah, sebab kita sudah punya contoh yang dapat dipakai sebagai dasar untuk pedoman dan dokumen lain yang kita sangat membutuhkan dalam waktu yang sangat mendesak...
Panitia Nasional Uganda untuk Akses
Terapi Antiretroviral
Dalam upaya untuk meningkatkan ketersediaan obat antiretroviral (ARV) di Uganda, Kementerian Kesehatan (MoH) membuat Panitia Nasional untuk Akses Terapi ARV dengan 24 anggota yang bertugas untuk mengawasi terapi ARV (ART). Panitia ini terdiri dari wakil dari lembaga PBB, lembaga donor, Odha, LSM dan organisasi masyarakat, organisasi agama, MoH dan dokter terkemuka dalam perawatan HIV/AIDS di fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta. Panitia ini boleh meminta keterlibatan anggota lain sesuai dengan kebutuhan.
Tugas Panitia termasuk:
•Kembangkan dokumen kebijakan untuk ART
di Uganda;
•Awasi perkembangan pedoman teknis untuk
ART;
•Perkirakan ukuran kebutuhan logistik untuk
penerapan program ART; dan
•Pantau dan evaluasi program ART.
Agar dapat melakukan tugasnya secara lebih efisien, Panitia ART membentuk lima
subpanitia, mencakup: kebijakan; logistik; keuangan; perawatan dan praktek klinis; dan advokasi. Subpanitia ini bertemu dua kali sebulan, sedangkan Panitia penuh bertemu sekali sebulan untuk mengupdate semua anggota tentang kemajuan subpanitia dan membangun kesepakatan tentang masalah yang diputuskan dalam subpanitia.
Panitia membuat draf dokumen yang berikut dalam lima bulan:
•Kebijakan nasional untuk ART di Uganda
•Pedoman pengobatan dan perawatan ARV
untuk orang dewasa dan anak
•Pedoman penerapan untuk ART di Uganda
•Pedoman pelatihan nasional tentang ART di
Uganda
•Perkiraan anggaran yang dibutuhkan untuk
program ART nasional (termasuk beberapa rencana alternatif untuk penyediaan ART)
untuk fasilitas kesehatan sektor pemerintah
•Strategi untuk advokasi ART di Uganda
Pedoman perawatan klinis di prates di dua pusat yang memberi layanan ART, untuk menilai apakah penggunaan adalah mudah dan mungkin. Pedoman awal direvisi berdasarkan penemuannya. Proses membangun kesepakatan tentang masalah kebijakan utama
dipermudahkan oleh keanggotaan Panitia yang multidisiplier, dan dengan melakukan beberapa lokakarya untuk stakeholders. Pada lokakarya tersebut orang lain diminta membagi
pendekatannya secara bebas. Dokumen diubah sesuai dengan masukan ini.
Ada kesulitan untuk membangun kesepakatan tentang beberapa masalah penting, misalnya kriteria untuk menentukan siapa dapat memperoleh ARV secara gratis di sektor pemerintah. Panitia sudah membuat usulan tentang masalah tersebut. Pihak berwewenang yang lebih tinggi di pemerintah akan ambil keputusan akhir.
URL: http://www.who.int/3by5/publications/en/
Lembaran Informasi Baru
Pada Desember 2003, Yayasan Spiritia telah menerbit satu lagi lembaran informasi untuk Odha, sbb:•Terapi Antiretroviral
Lembaran Informasi 417—Terapi Berdenyut
Dengan ini, sudah diterbitkan 79 lembaran informasi dalam seri ini.
Juga ada lima lembaran informasi yang direvisi:
•Informasi Dasar
Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi
•Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 508—Sarkoma Kaposi (KS)
•Obat-Obatan untuk Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 531—Siprofloksasin
•Efek Samping
Lembaran Informasi 553—Lipodistrofi
•Topik Khusus
Lembaran Informasi 610—Perempuan dan HIV
Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses file ini dengan browse ke:
Pojok Info
Dokter HIV di AS Tidak
Peduli pada Kesehatan
Mental Pasiennya
Oleh Michael Carter, 16 Juli 2003
Sebagian besar pasien HIV-positif di AS tidak ditanyakan tentang kesehatan jiwanya oleh dokter HIV-nya. Hal ini menurut penelitian AS yang dikajikan sebagai poster di Konferensi Patogenisis dan Pengobatan HIV Kedua International AIDS Society di Paris, Perancis.
Penelitian tersebut meliputi wawancara dengan 153 spesialis HIV AS dan 253 pasiennya. Kendati lebih dari 80 persen dokter mengatakan bahwa kesehatan jiwa pasiennya dianggap ‘prioritas tinggi’ waktu membuat keputusan tentang pengobatan, 62 persen pasien mengatakan bahwa mereka belum pernah ditanya tentang kesehatan jiwa oleh dokternya.
Masalah kesehatan mental dilaporkan secara luas oleh pasien pada para peneliti dari
International Association of Physicians in AIDS Care (IAPAC), dengan 72 persen mengatakan bahwa mereka mengalami depresi, 65 persen kegelisahan, 48 persen insomnia (sulit tidur), 43 persen kelelahan, 41 persen lekas marah, dan 40 persen sulit konsentrasi dan suasana hati berubah-ubah.
Para dokter tampaknya siap meresepkan obat untuk membantu mengobati masalah kesehatan jiwa, dengan 63 persen melaporkan meresepkan antidepresi pada pasien HIV-positifnya. Namun, kendati hampir 75 persen dokter mengatakan
bahwa mereka sadar bahwa obat anti-HIV dapat menyebabkan masalah kesehatan jiwa, hanya 56 persen akan menyarankan penggantian terapi pada pasien karena masalah tersebut.
Para peneliti IAPAC menyimpulkan bahwa kesadaran yang lebih baik oleh dokter tentang kesehatan jiwa pasiennya dapat menyebabkan penatalaksanaan klinis yang lebih baik, dan menyarankan bahwa dokter merujuk pasien HIV-nya yang mengalami masalah kesehatan jiwa untuk konseling dan perawatan khusus agar membantu meringankan masalah kesehatan jiwa dalam jangka waktu yang singkat yang dapat disebabkan oleh terapi antiretroviral (ART). Namun mereka menyarankan bahwa dokter harus siap ‘meresepkan secara strategis’ agar menghindari masalah psikiatri pada pasiennya.
Referensi: Zuniga JM et al. Managing psychiatric manifestations of HIV infection. Antiretroviral Therapy 8 (suppl.1), abstract 746, 391, 2003.
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan olehYayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD FOU N D FOU N D FOU N D FOU N D
FOU N DAAAAAT I ONT I ONT I ONT I ONT I ON
Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521
E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor:
Hertin Setyowati
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Tips untuk orang HIV
SANGAT PENTING! Jika kadar CD4 di bawah 200, atau Anda mengalami gejala AIDS apa pun (seperti jamur dalam mulut atau vagina), minta dokternya meresepkankotrimoksazol setiap hari. Ini untuk mencegah beberapa penyakit, termasuk pneumonia pneumocystis carinii (yang disebabkan jamur) dan toksoplasmosis, yang dapat mempengaruhi otak. Penyakit ini dapat mematikan.
Obat tersebut sangat murah, bahkan seharusnya tersedia gratis di Puskesmas.
Positif Fund
Periode D esember 2003
Saldo awal 1 D esember 2003 12,169,425 Penerimaan di bulan Desember 2003 600,000
Total penerimaan 12,769,425
Pengeluaran selama bulan Desember:
Item Jumlah
Pengobatan 934,500 Transportasi 74,000
Komunikasi 0
Peralatan / Pemeliharaan 0
Modal Usaha 0
Total pengeluaran 1,008,500
Saldo akhir Positive Fund per 30 N 11,760,925
Laporan Keuangan Positif
Fund
Konsultasi
Tanya - jawab
T: Saya seorang Odha, bolehkah saya memelihara binatang?
J: Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV masih dan dapat menyimpan peliharaannya karena binatang itu bermanfaat bagi mereka. Bagaimanapun, Odha harus tahu risiko kesehatannya terkait dengan mempunyai peliharaan atau merawat binatang. Binatang dapat membawa infeksi opportunistik yang mungkin dapat membahayakan. Jadi, jika kita ingin memelihara binatang, kita harus belajar tentang jenis binatang yang kita inginkan. Beberapa tindakan pencegahan yang sederhana sangat dibutuhan ketika menangani peliharaan atau binatang. Misalnya :
Kucing: membersihkan rumah kucing setiap hari untuk mengurangi risiko penyakit toxoplasma dan diare. Gunakan sarung tangan dan cuci tangan segera setelah membersihkan rumah kucing. Jika anda mendapatkan cakaran atau gigitan, bersihkan luka segera untuk menghindari infeksi bartonela.
Burung: Beli burung yang sehat saja untuk mengurangi risiko infeksi.
Reptil: Hindari memelihara reptil seperti ular, kadal dan kura-kura. Kebanyakan reptil
membawa bakteri salmonela yang menyebabkan diare atau infeksi darah. Jika anda menyentuh berbagai macam reptil, segera cuci tangan dengan air dan sabun untuk mengurangi risiko dari salmonella.