• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE KOREKSI RADIOMETRIK CITRA ALOS AVNIR-2 TERHADAP AKURASI HASIL ESTIMASI KARBON VEGETASI TEGAKAN DI WILAYAH KOTA SEMARANG BAGIAN TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH METODE KOREKSI RADIOMETRIK CITRA ALOS AVNIR-2 TERHADAP AKURASI HASIL ESTIMASI KARBON VEGETASI TEGAKAN DI WILAYAH KOTA SEMARANG BAGIAN TIMUR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH METODE KOREKSI RADIOMETRIK CITRA ALOS AVNIR-2

TERHADAP AKURASI HASIL ESTIMASI KARBON VEGETASI TEGAKAN

DI WILAYAH KOTA SEMARANG BAGIAN TIMUR

Projo Danoedoro1,2

Gerry Kristian2

Khalifah Nur Insan Rahmi2

1PUSPICS Fakultas Geografi UGM

2 Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi UGM

ABSTRAK

Vegetasi dikenal sebagai media yang berperan aktif dalam pengendalian pencemaran udara di wilayah kota, sehubungan dengan kemampuannya dalam menyerap karbon dioksidan dan memproduksi oksigen. Terkait dengan peran itu, penginderaan jauh telah banyak digunakan untuk mengestimasi stok karbon vegetasi, baik di daratan maupun di pesisir. Dalam berbagai penelitian tersebut, seringkali data satelit multispektral diproses dengan koreksi radiometrik terlebih dahulu untuk menghilangkan pengaruh gangguan atmosfer. Meskipun demikian, kajian penginderaan jauh tentang pengaruh koreksi radiometrik terhadap akurasi model estimasi yang dihasilkan masih jarang dilakukan. Penelitian ini mengkaji pengaruh jenis dan tingkat koreksi radiometrik citra multispektral ALOS AVNIR-2 terhadap akurasi model estimasi stok karbon vegetasi tegakan di Semarang bagian timur. Dalam penelitian ini, digunakan empat jenis koreksi radiometrik meliputi (a) penyesuaian histogram atas nilai piksel asli, (b) kalibrasi bayangan, (c) koreksi at-sensor reflectance, dan (d) koreksi at-surface reflectance. Pada tiap jenis koreksi, citra diproses dengan enam indeks vegetasi, yaitu (a) EVI2, (b) NDVI, (c) TVI, (d) ARVI, (e) SAVI, dan (f) MSARVI. Masing-masing jenis koreksi dan transformasi indeks vegetasi kemudian dikorelasikan dengan stok karbon vegetasi tegakan di atas permukaan hasil pengumpulan data biomassa di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) koreksi at-sensor dan at-surface reflectance merupakan metode koreksi yang paling efektif dan sekaligus stabil untuk dijadikan basis bagi estimasi stok karbon, karena secara statistik layak dilanjutkan dalam pemodelan estimasi dengan model regresi untuk semua transformasi indeks vegetasi; (2) MSARVI dengan model regresi eksponensial berbasis koreksi at-sensor reflectance dan at-surface

reflectance merupakan jenis transformasi yang paling akurat untuk estimasi stok karbon

vegetasi tegakan di daerah penelitian.

Kata kunci: stok karbon vegetasi tegakan, ALOS AVNIR-2, koreksi radiometrik, indeks vegetasi, Semarang

(2)

2

1. Pendahuluan

Vegetasi di wilayah kota telah lama menjadi kajian bidang penginderaan jauh, baik dalam konteks perencanaan wilayah maupun dalam konteks ekologi. Dalam perspektif ekologi, vegetasi di wilayah kota menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota) dan penyerap polutan udara. Karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu komponen

penting dalam siklus karbon; dan vegetasi melalui mekanisme fotosintesis mampu menyerap CO2 serta menyimpannya dalam bentuk biomassa. Kemampuan ini menyebabkan

vegetasi dipandang penting dalam pengendalian kadar CO2 di atmosfer kota.

Berdasarkan bentuk umum dari tanaman, seperti batang dan pola percabangan, tekstur dan bentuk pertumbuhannya, tanaman dapat digolongkan menjadi tanaman pohon/tegakan, semak, liana, tanaman merambat (vine), dan herba (Simpson, 2006). Hutan kota dan ruang terbuka hijau (RTH) yang didominasi oleh pepohonan (vegetasi tegakan) memiliki kemampuan menyimpan karbon yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan padang rumput atau semak belukar bahkan hampir sama dengan kawasan hutan lahan kering primer (Tim Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan, 2010). Oleh sebab itu, penelitian tentang stok karbon untuk vegetasi kota berbasis penginderaan jauh dapat difokuskan ke vegetasi tegakan.

Banyak kegiatan yang telah dilakukan terkait dengan bagaimana perhitungan stok karbon, namun sayangnya apa yang telah dilakukan selama ini lebih fokus pada seberapa besar karbon yang mampu ditampung oleh suatu luasan hutan. Mengingat bahwa memang salah satu fungsi hutan adalah untuk menyerap karbon dunia. Seperti yang telah dilakukan oleh Raison et al. (2009; dalam Wibowo, et al., 2010), terdapat empat metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengestimasi biomassa hutan. Brown dan Gaston (1996) menunjukan bahwa stok karbon dapat diasumsikan dari kurang lebih 45% biomassa pohon tersebut. Sebaliknya, estimasi stok karbon dari RTH daerah kota hingga saat ini relatif masih terbatas. Berbagai kegiatan pengukuran lapangan telah dilakukan untuk mengestimasi stok karbon dari suatu tumbuhan hijau. Kittredge (1944; dalam BPKH Wilayah XI, 2009) mengaplikasikan metode alometrik untuk pertama kalinya dengan menggunakan variabel tergantung berupa biomassa dan variabel bebas berupa diameter batang, atau tinggi pohon dari vegetasi tegakan. Martin et al., (1998; dalam BPKH Wilayah XI, 2009) menjelaskan bahwa pada dasarnya persamaan alometrik mampu menjelaskan hubungan antara pengukuran diameter pohon terhadap variabel pohon lainnya, seperti volume kayu, biomassa pohon, dan juga kandungan karbon pada vegetasi tegakan.

Estimasi stok karbon secara langsung di lapangan terkadang mengalami beberapa kendala, terlebih bila cakupan areanya luas. Butuh tenaga, biaya, dan waktu yang lebih besar untuk dapat mengestimasi stok karbon pada cakupan area yang luas. Teknologi penginderaan jauh dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penilaian tutupan vegetasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang digunakan untuk menganalisis besaran stok karbon dari suatu tumbuhan hijau dapat diperoleh dari indeks vegetasi hasil olahan data penginderaan jauh. Model yang digunakan ialah model berbasis persamaan regresi antara stok karbon dengan nilai indeks vegetasi yang disusun dari data sampel, dan kemudian diterapkan pada seluruh piksel citra.

(3)

3

Terdapat banyak formula indeks vegetasi, yang secara lengkap bisa dilihat di Jensen (2004). Secara garis besar, indeks vegetasi dapat dikelompokkan ke dalam indeks yang bersifat generik dan indeks yang bersifat empiris (Danoedoro, 2012). Kebanyakan penelitian menggunakan indeks vegetasi secara langsung tanpa suatu telaah kritis atas manffaat dan keterbatasannya. Salah satu aspek penting dalam penggunaan indeks vegetasi adalah prasyarat koreksi atau kalibrasi radiometrik, mengingat bahwa tanpa koreksi radiometrik citra akan memuat nilai spektral yang mengalami bias. Akibatnya, nilai indeks yang diperhitungkan dalam pemodelan biofisik seringkali tidak sesuai dengan kekuatan respons spektral objek vegetasi yang sebenarnya, melainkan memuat kesalahan akibat pengaruh eksternal termasuk atmosfer dan sudut pandang sensor dan matahari. Sementara itu, metode koreksi radiometrik juga sangat bervariasi, dan data hasil koreksi yang dihasilkan pun sangat beragam, sehingga metode koreksi mana yang paling efektif, efisien, serta akurat dalam konteks kajian estimasi karbon berbasis indeks vegetasi masih membuka peluang untuk dikaji lebih lanjut.

Disisi lain berbagai kendala juga bisa dihadapi dalam penelitian karbon untuk vegetasi tegakan di wilayah kota. Tingginya kerapatan bangunan bisa menjadi kendala dalam mengestimasi stok karbon di perkotaan. Sebaran vegetasi yang jarang dengan tingkat keragaman yang tinggi, dan luasan lahan vegetasi yang lebih sempit dibandingkan dengan luasan bangunan/permukiman memungkinkan kemunculan nilai spektral tiap piksel yang cenderung didominasi oleh adanya piksel campuran (Margaretha, 2013).

2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis/tingkat koreksi radiometrik citra terhadap akurasi estimasi stok karbon vegetasi tegakan berbasis indeks vegetasi di wilayah kota Semarang bagian timur (Gambar 1). Secara khusus, penelitian ini mengkaji empat macam koreksi radiometrik berupa penyesuaian histogram, kalibrasi bayangan, koreksi hingga pantulan yang diterima sensor (at-sensor reflectance), dan koreksi hingga pantulan yang ada di permukaan bumi (at-surface reflectance). Ada enam macam indeks vegetasi yang digunakan untuk memodelkan estimasi stok karbon vegetasi tegakan, serta dikaji akurasinya, yaitu (a) EVI2 (Enhanced Vegetation Index-2), (b) NDVI (Normalised Difference

Vegetation Index), (c) TVI (Triangular Vegetation Index), (d) ARVI (Atmospherically Resistant Vegetation Index, (e) SAVI (Soil Adjusted Vegetation Index), dan (f) MSARVI (Modified Soil and Atmospherically Resistant Vegetation Index).

3. Daerah Penelitian

Kota Semarang yang terbagi atas 16 wilayah Kecamatan, memiliki karakteristik morfografi yang bervariasi. Sebagian besar kecamatan di Kota Semarang, khususnya bagian utara dan timur, terletak di dataran rendah dengan kemiringan lereng 0%-5% yang didominasi oleh penggunaan lahan berupa bangunan (lahan terbangun) sebesar 41% dari luas wilayah 373,70 km2 (Kota Semarang dalam Angka, 2011). Sidiq (2013) menyebutkan bahwa luas RTH Kota Semarang di tahun 2009 adalah sebesar 9.967,87 ha atau 26,67%. Tahun 2013 RTH Kota Semarang meningkat menjadi sebesar 23.146,70 ha atau 61,994% dengan RTH publik sebesar 1.483,32 ha atau 3,97% (Nugradi, 2013). Kualitas udara dari Kota

(4)

4

Semarang dalam kurun waktu lima tahun terakhir memiliki ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) masuk kedalam kategori baik, yaitu mencapai 55,54 (Kompas, 2006; dalam Sukawi, 2008). Namun disisi lain, Muldiyanto et al. (2008) menunjukan hasil pengukuran ISPU Kota Semarang di tahun 2007 yang sebagian besar melampaui ambang batas. Mengetahui peran RTH Kota Semarang dalam melaksanakan fungsi ekologis dirasa menjadi penting. Perhitungan kapasitas stok karbon yang dapat ditampung oleh RTH Kota Semarang menjadi penting di dalam menunjang tingkat kualitas udara kota.

Gambar 1. Daerah Penelitian (Kota Semarang bagian timur) dan kenampakannya pada citra komposit warna 4-3-2(RGB) ALOS AVNIR-2.

4. Bahan, Alat dan Metode

Penelitian ini menggunakan data ALOS AVNIR-2 (resolusi spasial 10 meter) perekaman 8 Agustus 2010 yang meliput Kota Semarang dan sekitarnya. Citra ini terdiri dari empat saluran spektral (biru, hijau, merah dan inframerah dekat), dengan tingkat koreksi 1B2. Perangkat lunak ENVI versi 5.0 digunakan untuk menganalisis citra secara digital, ArcGIS versi 10, serta SPSS untuk analisis statistik.

Dalam penelitian ini, citra asli dikoreksi radiometrik terlebih dahulu dengan empat macam metode yang telah disebutkan pada tujuan penelitian, yaitu penyesuaian histogram, kalibrasi bayangan, at-sensor reflectance, at surface reflectance. Kemudian, masing-masing citra terkoreksi radiometrik ditransformasi dengan enam macam indeks vegetasi. Dengan demikian, tersedia 24 jenis citra yang masing-masing merupakan citra kombinasi antara pemrosesan koreksi radiometrik dan indeks vegetasi tertentu. Masing-masing citra kemudian dianalisis dan dikorelasikan dengan stok karbon vegetasi tegakan di atas permukaan hasil pengumpulan data biomassa di lapangan. Dari pasangan data stok karbon di lapangan dan nilai indeks vegetasi berbasis hasil koreksi yang bermacam-macam, dilakukan analisis statistik atas tiga macam model persamaan regresi non-linier, yaitu

(5)

5

kuadratik, logaritmik, dan eksponensial. Persamaan yang memenuhi syarat secara statistik kemudian dilanjutkan ke pemodelan spasial berbasis regresi untuk menghasilkan peta distribusi stok karbon di daerah penelitian. Uji akurasi dilakukan dengan membandingkan sejumlah data lapangan independen berisi pengukuran stok karbon dengan piksel citra yang memuat nilai stok karbon hasil estimasi, dan hasilnya dinyatakan dalam standard error of

estimate. Secara garis besar, metode penelitian tersaji pada diagram alir pada Gambar 2.

Gambar 1. Diagram alir penelitian 4.1. Koreksi Radiometrik

Citra dikoreksi radiometrik dengan (a) penyesuaian histogram atas nilai piksel asli, (b) kalibrasi bayangan, (c) koreksi hingga sensor reflectance, dan (d) koreksi hingga

(6)

6

saluran berdasarkan citra satu scene utuh, mengacu ke Jensen (2004). Dengan demikian, nilai minimum yang bukan nol diubah menjadi nol melalui proses pengurangan (subtraksi).

Koreksi dengan kalibrasi bayangan mengacu ke Gastellu-Etchegorry (1988), dengan rumus:

Eis = Aλ(Eit)+Dλ(1-Aλ) (1)

Secara praktis, pembacaan pasangan kelompok piksel pada wilayah yang tak tertutup awan akan memberikan nilai Eis, sedangkan nilai kelompok piksel hasil pembacaan

pada wilayah yang tertutup awan (namun dapat dipastikan merupakan objek penutup lahan yang sama) memberikan nilai Eit. Pemplotan nilai Eis (sumbu y) dan Eit (sumbu x)

memberikan persamaan regresi, dan persamaan ini akan memberikan nilai parameter A

dan D. Besarnya D (di mana  adalah panjang gelombang atau wilayah panjang gelombang

atau saluran spektral) menunjukkan besarnya bias nilai spektral pada seluruh liputan citra karena umbalan atmosfer. Nilai baru ditentukan berdasarkan pengurangan nilai piksel pada citra asli dengan nilai bias.

Koreksi radiometrik hingga at–sensor reflectance mengubah nilai piksel asli ke at-sensor

radiance, untuk kemudian dikonversi ke at-sensor reflectance dengan mempertimbangkan

jarak bumi-matahari, nilai iradiansi matahari, dan sudut zenith matahari, dengan rumus sebagai berikut:

Lᵪ = Offset + Gainᵪ x (BV)ᵪ (2)

Dimana,

Gainᵪ = (Lmaks – Lmin) / BVmaks (3)

Lᵪ adalah nilai radiansi; BV adalah Brightness Value; dan Offset, Gain diperoleh dari

perhitungan matematis antara radiansi spektral maksimum-minimum pada metadata citra. Nilai radiance dirubah menjadi nilai at-sensor reflectance berdasarkan persamaan:

𝜌𝜌P = 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸ᵪ .𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 𝛳𝛳𝐸𝐸𝜋𝜋 .𝐿𝐿ᵪ .𝑑𝑑2 (4) dengan d = 1 – 0,01674 cos (0,9856(JD – 4)) (5)

Dimana ρP adalah nilai at-sensor reflectance; Lᵪ adalah nilai radiansi (Wm-2sr-1µm-1); π adalah konstanta dengan nilai 3,142857142857143; d adalah jarak bumi-matahari (unit astronomi); ESUNᵪ adalah nilai spektral iradiansi matahari (Wm-2µm-1); Ɵs adalah Sudut

zenith matahari (derajat); dan JD adalah Julian Day.

Koreksi at-surface reflectance merupakan koreksi yang mempertibangkan gangguan atmosfer dan mengkonversi nilai at-sensor reflectance menggunakan formula berikut:

BV correction = 𝜌𝜌P – bias (6) dengan bias = mean – (2 x standar deviasi) (7)

(7)

7 4.2. Indeks Vegetasi

Transformasi indeks vegetasi diterapkan pada . citra yang telah terkoreksi radiometetrik dengan empat macam metode yang telah disebutkan terdahulu. Indeks vegetasi yang digunakan meliputi enam indeks vegetasi, yaitu (1) EVI2 (Enhanced Vegetation

Index-2), (2) NDVI (Normalised Difference Vegetation Index), (3) TVI (Transformed Vegetation Index), (4) ARVI (Atmospherically Resistant Vegetation Index), (5) SAVI (Soil-adjusted Vegetation Index), dan (6) MSARVI (Modified Soil- and Atmospherically Resistant Vegetation Index). Keenam formula untuk indeks vegetasi tersebut tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Indeks vegetasi yang digunakan dalam estimasi stok karbon di atas permukaan

tanah untuk vegetasi tegakan RTH

Indeks

Vegetasi Algoritma Rumus No.

EVI-2 EVI-2 = 2,5*(ρInframerah Dekat-ρMerah)/(ρInframerah Dekat+(2,4*ρMerah)+1 (8) NDVI NDVI =(ρ Inframerah Dekat − ρ Merah)(ρ Inframerah Dekat + ρ Merah) (9) TVI TVI = 0,5�120(ρInframerah Dekat − ρHijau)� − 200(ρMerah − ρHijau) (10) ARVI ARVI =ρ Inframerah Dekat − rbρ Inframerah Dekat + rb

rb = ρ Merah − gamma (ρ Merah − ρBiru) (11) SAVI 𝐸𝐸𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝜌𝜌 𝑆𝑆𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼ℎ 𝐷𝐷𝐼𝐼𝐷𝐷𝐼𝐼𝐷𝐷 + 𝜌𝜌 𝑀𝑀𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼ℎ + 𝐿𝐿 𝑥𝑥 𝜌𝜌 𝑆𝑆𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼ℎ 𝐷𝐷𝐼𝐼𝐷𝐷𝐼𝐼𝐷𝐷 − 𝜌𝜌 𝑀𝑀𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼ℎ (1 + 𝐿𝐿) (12)

MSARVI MSARVI

=2ρInfra. Dekat + 1 − �[(2ρInfra. Dekat + 1)2 2− γ(ρInfra. Dekat − ρrb)] (13) Sumber: Chen et al., 2005; Danoedoro, 2012; Wicaksono, et al. 2011; Wu, 2014

4.3. Pengumpulan Data Stok Karbon di Lapangan dan Analisis Statistik

Pengumpulan data karbon di lapangan dilakukan dengan pendekatan biomassa. Mengingat bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat banyak spesies dengan karakteristik yang berbeda, dan setiap spesies mempunyai hubungan antara diameter batang setinggi dada dengan biomassa yang berbeda, maka dilakukan pendekatan berdasarkan yang lebih bersifat umum. Estimasi besarnya biomassa di atas permukaan tanah untuk vegetasi tegakan di lapangan berdasarkan pada persamaan Brown (1997; dalam Lefsky, Michael et al., (2005); dan Margaretha, 2013) dengan memanfaatkan data

Diameter Breast High (DBH) sebesar 1,3 meter. Adapun persamaan alometriknya adalah

sebagai berikut:

Biomassa = 42,69 – 12,8 (DBH) + 1,242 (DBH2) (14)

Ukuran sampel lapangan ditentukan berdasarkan persamaan McCoy (2005) sebagai berikut:

(8)

8

A adalah ukuran minimal sampel di lapangan; P adalah resolusi spasial citra; dan L adalah estimasi akurasi lokasi dalam ukuran piksel. Citra ALOS AVNIR-2 dengan resolusi spasial 10 m, dan akurasi lokasi yang diharapkan 0,5 maka besar ukuran sampel adalah 20m x 20m. Penelitian ini menggunakan sampel sejumlah 58 lokasi berukuran 20m x 20 m, di mana 41 sampel digunakan untuk membangun model, sementara 17 sisanya digunakan sebagai data independen untuk menguji akurasi model yang dihasilkan.

Vegetasi dengan diameter <5 cm tidak dimasukan sebagai sampel pengukuran (Wibowo et al., 2010). Citra ALOS AVNIR-2 tahun perekaman 2010 memiliki perbedaan waktu 4 tahun dari dilakukannya kegiatan lapangan. Oleh karena itu diameter pohon hasil pengukuran lapangan akan dikurangi 4 cm, sesuai dengan asumsi yang dilakukan oleh Margaretha (2013) dengan faktor pengurangan 1 cm tiap tahunnya.

Total stok karbon didapat dari 45% total biomassa (Brown and Gaston, 1996; Lasco,

et al., 2000, dalam Labata, 2012). Nilai biomassa hasil perhitungan berdasarkan persamaan

alometrik dikorelasikan dengan keenam indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis statistik regresi non-linear berupa nilai koefisien korelasi (R), koefisien determinasi (R2), uji ANOVA, dan uji t digunakan untuk menentukan transformasi indeks

vegetasi yang paling baik dalam memodelkan stok karbon vegetasi tegakan RTH sebagian Kota Semarang. Persamaan regresi digunakan untuk membangun peta distribusi stok karbon berdasarkan indeks vegetasi terbaik.

4.4. Uji Akurasi Pemodelan

Uji akurasi menggunakan metode standard error of estimate dengan algoritma sebagai berikut (Margaretha, 2013):

(16) 𝞭𝞭est adalah nilai estimasi standar eror; Y adalah stok karbon pengukuran lapangan, Y’

adalah stok karbon hasil estimasi; dan N adalah jumlah sampel.

5. Hasil dan Pembahasan

Dalam penelitian ini, klasifikasi multispektral dapat membantu memisahkan vegetasi tegakan (pepohonan) dari vegetasi non-tegakan. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan indeks vegetasi, karena indeks vegetasi memang ditujukan untuk mendeteksi variasi kerapatan kanopi, bukan membedakan tipe/jenis vegetasi. Hasil klasifikasi tersaji pada Gambar 1. Berdasarkan hasil klasifikasi ini, daerah penelitian dikelompokkan menjadi area dengan vegetasi tegakan dan area tanpa vegetasi tegakan. Sampel-sampel untuk pengukuran biomassa dan stok karbon kemudian diarahkan pada area yang bervegetasi saja.

(9)

9

Gambar 2. Hasil klasifikasi multispectral berupa informasi penutup lahan secara umum yang di-masking untuk menyajikan area RTH bervegetasi tegakan saja.

Data sampel tersaji pada Tabel 2. Berdasarkan tabel ini, kemudian dilakukan analisis hubungan antara nilai indeks vegetasi citra pada berbagai tingkat koreksi radiometrik, yaitu koreksi dengan penyesuaian histogram, kalibrasi bayangan, sensor reflectance, dan

at-surface reflectance. Untuk masing-masing tingkat koreksi, kekuatan hubungan dinilai

dengan model logaritmik, kuadratik, dan eksponensial.

Model yang dibangun untuk estimasi stok karbon vegetasi tegakan didasari dari hasil analisis statistik antara hasil perhitungan nilai biomassa di lapangan, dengan nilai indeks vegetasi hasil transformasi citra ALOS AVNIR-2. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi. Analisis regresi juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara nilai biomassa hasil perhitungan lapangan sebagai variabel bebas, dengan nilai indeks vegetasi sebagai variabel terikat. Model analisis regresi yang digunakan adalah regresi non-linear yang terdiri atas logaritmik, kuadratik, dan eksponensial untuk mendapatkan rumus persamaan empiris dari keduanya. Model regresi non-linear digunakan sesuai dengan hasil penelitian Myeong, et al. (2005) yang menunjukan bahwa hubungan antara indeks vegetasi dengan nilai kerapatan vegetasi adalah hubungan dengan kurva melengkung/non-linear.

Sebelum dilakukan proses regresi, dilakukan proses uji normalitas untuk mengetahui apakah variabel bebas yang digunakan terdistribusi secara normal terhadap variabel terikat atau tidak. Analisis statistik dalam penelitian ini merupakan analisis statistik inferensial

(10)

10

parametrik dengan tipe data rasio. Statistik inferensial merupakan statistik di mana data sampel dan hasil digunakan untuk mengestimasi populasi keseluruhan. Syarat dari analisis statistik parametrik adalah data harus berdistribusi secara normal, sehingga uji normalitas dilakukan dalam penelitian ini. Data berdistribusi normal bilamana nilai signifikansi pada uji Kolmogorov Smirnov, dan Shapiro Wilk > 0,05; rasio skewness, dan rasio kurtosis berada pada rentang -2 hingga 2.

Berdasarkan analisis statistik, sampel model untuk analisis regresi guna membangun persamaan empiris telah berdistribusi secara normal. Nilai signifikansi pada uji Kolmogorov Smirnov, dan Shapiro Wilk menunjukan angka > 0,05 yang berarti memenuhi syarat dari normalitas. Selain itu nilai rasio skewness, dan rasio kurtosis diantara keenam indeks vegetasi tersebut berada direntang antara -2 hingga 2. Seperti pada contoh MSARVI, nilai rasio skewness sebesar 1,157; dan nilai rasio kurtosis sebesar -0,721. Selain melakukan uji normalitas, sampel model juga dilakukan proses uji heteroskedastisitas guna menguji terjadinya ketidaksamaan varians dari residual antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Proses uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik yang dihasilkan. Sampel model dapat dilanjutkan ketahap analisis regresi bilamana grafik antara Standardized Predicted Value dengan Studentized Residual tidak membentuk suatu pola, atau dikatakan bebas dari heteroskedastisitas.

Hasil uji heteroskedastisitas yang dilakukan menunjukan bahwa keenam indeks vegetasi yang digunakan memenuhi syarat untuk dilakukannya proses analisis regresi. Uji heteroskedastisitas akan sangat berpengaruh bila regresi yang dilakukan berupa regresi linear, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan regresi non-linear untuk membangun persamaan empiris.

Analisis statistik regresi non-linear dilihat berdasarkan beberapa nilai, yaitu koefisien korelasi (R), koefisien determinasi (R2), uji ANOVA, dan uji t. Nilai R menunjukan seberapa besar hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas, serta menunjukan arah hubungan positif atau negatif dari keduanya. Nilai R2 menunjukan proporsi penurunan variasi variabel bebas akibat dimanfaatkannya informasi variabel terikat. Uji ANOVA menunjukan tingkat signifikansi keterpengaruhan variabel bebas terhadap variabel terikat, sedangkan uji t menunjukan signifikansi dari setiap nilai pada model yang dibangun. Model dikatakan baik bilamana sesuai dengan asumsi yang dibangun, yaitu nilai R menunjukan korelasi kuat (mendekati nilai 1) dengan hubungan yang positif, nilai R2 > 0,5 dan cenderung mendekati angka 1, nilai signifikansi (sig) pada uji ANOVA yang < 0,05, dan nilai signifikansi (sig) pada uji t < 0,05.

Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan, model regresi yang dapat diterapkan untuk menghubungkan nilai indeks vegetasi dengan stok karbon ternyata berbeda-beda untuk tingkat koreksi dan jenis indeks vegetasinya. Untuk koreksi penyesuaian histogram, hanya TVI dan SAVI yang secara statistik memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke pemodelan spasial berbasis regresi, dengan persamaan non-linier berupa persamaan logaritmik (TVI) dan eksponensial (SAVI), masing-masing dengan nilai R2 sebesar 0,508 dan 0,535. Untuk koreksi kalibrasi bayangan, hanya TVI yang dapat dilanjutkan ke proses berikutnya, yaitu dengan persamaan logaritmik (R2=0,580) dan persamaan eksponensial (R2=0,589). Koreksi

(11)

11

MSARVI yang dapat diproses lebih lanjut, masing-masing dengan persamaan logaritmik dan eksponensial. Dari keduabelas kombinasi tersebut, hasil terbaik dari sisi R2 diperoleh TVI dengan persamaan eksponensial (R2=0,675), dan SAVI dengan persamaan eksponensial (R2=0,659). Sementara itu, koreksi hingga at-surface reflectance menunjukkan bahwa hanya indeks-indeks vegetasi dalam bentuk EVI2, TVI, SAVI dan MSARVI saja yang dapat dilanjutkan untuk diproses ke pemodelan spasial berbasis regresi; khususnya hanya dengan persamaan eksponensial dan logaritmik untuk TVI, SAVI dan MSARVI, dan hanya eksponensial untuk EVI2. Pada koreksi at-surface reflectance ini, secara konsisten terlihat bahwa persamaan eksponensial menunjukkan nilai R2 yang lebih tinggi dibandingkan persamaan logaritmik, yaitu berturut-turut R2=0,653 (EVI2), R2=0,660 (TVI), R2=0,661 (SAVI),

dan R2=0,628 (MSARVI).

Tabel 3. Persamaan regresi untuk estimasi stok karbon yang bisa diproses lebih lanjut untuk citra ALOS AVNIR2 hasil koreksi metode penyesuaian histogram

Tabel 4. Persamaan regresi untuk estimasi stok karbon yang bisa diproses lebih lanjut untuk citra ALOS AVNIR2 hasil koreksi metode kalibrasi bayangan

Tabel 5. Persamaan regresi untuk estimasi stok karbon yang bisa diproses lebih lanjut untuk citra ALOS AVNIR2 yang dikoreksi hingga at-sensor reflectance

Indeks

Vegetasi Regresi Model Persamaan Regresi R R2 𝞭𝞭est

TVI Logaritmik X = e (( Y – 10087,216)/2253,213)

0,713 0,508 0,8161418 SAVI Eksponensial X = (ln (Y/1,980))/0,002 0,731 0,535 0,4069239

Indeks

Vegetasi Regresi Model PersamaanRegresi R R2 𝞭𝞭est

TVI Logaritmik X = e

((Y-3660,419)/830,369) 0,762 0,580 0.4956058

Eksponensial X=(ln(Y/2561,561))/0,319 0,767 0,589 0.6753631

Indeks

Vegetasi Regresi Model Persamaan Regresi R R2 𝞭𝞭est

NDVI Logaritmik X = e ((Y – 0,592)/0,047) 0,713 0,508 0,5705693 Eksponensial X = (ln (Y/0,525))/0,11 0,748 0,560 0,3704188 TVI Logaritmik X = e ((Y – 17,429)/2,525) 0,778 0,605 0,4845560 Eksponensial X = (ln (Y/13,964))/0,202 0,821 0,675 0,3551017 ARVI Logaritmik X = e ((Y – 0,31)/0,057) 0,728 0,530 0,5609346 Eksponensial X = (ln (Y/0,232))/0,261 0,760 0,577 0,3563501 SAVI Logaritmik X = e ((Y – 0,337)/0,05) 0,772 0,596 0,5395675 Eksponensial X = (ln (Y/0,268))/0,207 0,812 0,659 0,3590483 MSARVI Logaritmik X = e ((Y – 0,021)/0,005) 0,745 0,555 0,5627201 Eksponensial X = (ln (Y/0,015))/0,319 0,779 0,606 0,3450877

(12)

12

Tabel 6. Persamaan regresi untuk estimasi stok karbon yang bisa diproses lebih lanjut untuk citra ALOS AVNIR2 yang dikoreksi hingga at-surface reflectance

Analisis statistik yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa koreksi hingga tingkat at-surface reflectance mampu memberikan data yang relatif paling konsisten untuk diproses dengan berbagai transformasi indeks vegetasi. Data ini dapat menghasilkan berbagai macam persamaan regresi yang mengkaitkan indeks vegetasi dengan nilai stok karbon. Di sisi lain, indeks vegetasi berupa TVI merupakan jenis transformasi indeks yang paling konsisten dalam menunjukkan kekuatan hubungan dengan stok karbon di lapangan, baik pada koreksi radiometrik yang sederhana maupun yang relatif rumit.

Berbagai persamaan regresi yang secara stastistik dipandang layak untuk dilanjutkan ke pemodelan spasial itu kemudian diproses sehingga menghasilkan 21 model peta distribusi stok karbon per piksel. Keduapuluh satu peta ini kemudian diuji dengan menggunakan data lapangan independen, dan diukur nilai standard error of estimatenya. Pengujian dilakukan dengan cara mengeplot nilai stok karbon referensi lapangan beserta posisi koordinatnya ke atas peta-peta estimasi stok karbon hasil pemodelan berbasis regresi.

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa ada delapan macam persamaan regresi yang mampu memberikan standard error of estimate tertinggi, yaitu sekitar 0,35 ton/ha. Delapan macam persamaan tersebut merupakan persamaan regresi eksponensial, yang berbasis EVI-2, TVI, ARVI, SAVI dan MSARVI. Di antara kedelapan persamaan tersebut, indeks vegetasi MSARVI berbasis hasil koreksi at-sensor reflectance dan at surface reflectance dengan persamaan eksponensial yang memberikan nilai standard error of estimate paling kecil, atau paling akurat. Di samping itu, dari seluruh nilai standard error of estimate hasil pemodelan estimasi stok karbon vegetasi tegakan di daerah penelitian, data berbasis koreksi at-sensor reflectance memberikan variasi nilai akurasi yang paling kecil. Dengan kata lain, data pada tingkat koreksi ini memberikan hasil pemodelan yang relatif paling akurat dan stabil. Mengingat bahwa kondisi medan daerah penelitian cukup bervariasi, penelitian ini belum menerapkan koreksi topografi. Dengan demikian, masih diperlukan kajian lebih mendalam tentang efek topografi dan koreksinya secara radiometrik terhadap akurasi pemodelan stok karbon berbasis indeks vegetasi citra ALOS AVNIR-2.

Indeks

Vegetasi Regresi Model Persamaan Regresi R R2 𝞭𝞭est

EVI-2 Eksponensial X = 4 (ln(Y/0,258)) 0,808 0,653 0,3583461 TVI Logaritmik X = e ((Y – 12,527)/2,518) 0,765 0,585 0,9683990 Eksponensial X = (ln (Y/9,137))/0,285 0,813 0,660 0,3537866 SAVI Logaritmik X = e ((Y – 0,301)/0,052) 0,766 0,587 0,5560769 Eksponensial X = (ln (Y/0,23))/0,243 0,813 0,661 0,3580235 MSARVI Logaritmik X = e (200Y – 6,4) 0,741 0,549 0,5439796 Eksponensial X = (ln (Y/0,026))/0,205 0,793 0,628 0,3493604

(13)

13

Hasil pemodelan spasial stok karbon di daerah penelitian (Gambar 3) menunjukkan bahwa mayoritas stok karbon di atas permukaan tanah untuk vegetasi tegakan hasil estimasi berada di kelas kedua (0,2582 – 0,5968 ton/piksel). Selain itu, persebaran dari stok karbon di atas permukaan tanah untuk vegetasi tegakan hasil estimasi cenderung berada di bagian timur, tenggara, selatan, hingga barat daya dari lokasi penelitian.

Gambar 3. Hasi pemodelan distribusi spasial stok karbon di kota Semarang bagian timur, berdasarkan persamaan regresi menggunakan MSARVI berbasis data terkoreksi hingga at-

sensor reflectance.

Dari hasil pemodelan spasial berbasis persamaan regresi terbaik, Kecamatan Banyumanik memiliki nilai stok karbon di atas permukaan tanah untuk vegetasi tegakan tertinggi bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya, yaitu sebesar 24.404,3774 ton (tabel 8). Kecamatan Banyumanik khususnya bagian tenggara, dan barat mayoritas merupakan kelas penggunaan lahan berupa vegetasi tegakan. Selain itu luas wilayah yang relatif besar, yaitu sebesar ± 2.487,9 Ha, menjadikan Kecamatan Banyumanik penyumbang stok karbon vegetasi tegakan tertinggi. Berdasarkan Perda Kota Semarang No. 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 - 2031, Kecamatan Banyumanik

(14)

14

tergolong ke dalam rencana pembagian Wilayah Kota (BWK) VII dengan fungsi utama berupa perkantoran militer. Selain itu Kecamatan Banyumanik juga ditetapkan sebagai kawasan resapan air.

Berbeda halnya dengan Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Semarang Timur yang hanya memiliki luas wilayah ± 722,34 Ha dengan kepadatan penduduk sebesar 109,21 jiwa/Ha, memiliki nilai stok karbon vegetasi tegakan terendah, yaitu sebesar 33,7321 ton. Berdasarkan Perda Kota Semarang No. 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031, Kecamatan Semarang Timur masuk ke dalam BWK I dengan fungsi utama berupa perkantoran, perdagangan, dan jasa.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucakan terima kasih kepada pihak JAXA dan LAPAN atas penyediaan citra ALOS AVNIR2, dan kepada Fakultas Geografi UGM atas Dana Hibah Penelitan Dosen tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

BPKH Wilayah XI. 2009. Alometrik Berbagai Jenis Pohon untuk Menaksir Kandungan

Biomassa dan Karbon di Hutan Rakyat. Yogyakarta: BPKH Wilayah XI Jawa-Madura dan

MFP II.

Brown, S., and G. Gaston. 1996. Estimated of Biomass Density for Tropical Forest. Biomass

Burning and Tropical Change Volume 1, 133-139.

Chen, Xiao-Ling. et al. 2005. Remote Sensing Image-Based Analysis of the Relationship between Urban Heat Island and Land Use/Cover Changes. Remote Sensing of

Environment 104 (2006), 133-146. USA: Elsevier.

Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Gastellu-Etchegorry, J. P. (1988). Remote Sensing with SPOT – An Assessment of SPOT

Capability in Indonesia.. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Jensen, J. R. (2004). Introductory Digital Image Processing - A Remote Sensing Perspective,

3rd edition. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall

Labata, M.M., 2012. Carbon Stock Assessment of Three Selected Agroforestry Systems in Bukidnon, Philippines. Advances in Environmental Sciences.

Lefsky, Michael A., et al. 2005. Estimates of Forest canopy height and aboveground biomass using ICESat. Geophysical Research Letters. Vol.32 L22S02. USA: American Geophysical Union.

Margaretha, E. Willy. 2013. Estimasi Cadangan Karbon Vegetasi Tegakan di Kota Yogyakarta

dan Sekitarnya Berbasis ALOS AVNIR-2. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

McCoy, R. M. 2005. Fields Methods in Remote Sensing. New York: The Guilford Press.

Muldiyanto, Agus., Handajani, Mudjiastuti., Wiwoho, Mukti. (2008). Kualitas Udara Akibat Kegiatan Transportasi di Kota Semarang. Prosiding Seminar Nasional Sistem

Transportasi Indonesia. ISBN 979-978-3948-65-2.

Myeong, S., D. J. Nowak, et al. 2006. A temporal analysis of urban forest carbon storage using remote sensing. Remote Sensing of Environment 101: 277 – 282.

(15)

15

Nugradi, Didik N.A. Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Kota Semarang. Semarang: Jurnal Teknik Sipil Perencanaan. (http://www.jtsp-unnes.org/2012/07/identifikasi-ruang-terbuka-hijau-kota.html. diakses pada tanggal 11 Desember 2013, Pukul 12.06 WIB). Sidiq, Wahid. 2013. Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk

Evaluasi dan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang.

Yogyakarta: UGM.

Simpson, Michael G. 2006. Plant Systematics. USA: Elsevier Academic Press.

Tim Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe

Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Wibowo, Ari., Ginoga, K., Nurfatriani, F., dkk. 2010. REDD+ & Forest Governace. Bogor: Pusat

Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan.

Wicaksono, Pramaditya., Danoedoro, P., Hartono., et al. 2011. Preliminary Work of Mangrove Ecosystem Carbon Stock Mapping in Small Island Using Remote Sensing: Above and Below Ground Carbon Stock Mapping on Medium Resolution Satellite Image.

Remote Sensing for Agriculture, Ecosystems, and Hydology XIII. Vol 8174 81741B-10.

Wu, Weicheng. 2014. The Generalized Difference Vegetation Index (GDVI) for Dryland Characterization. Remote Sensing 6, 1211-1233.

Gambar

Gambar 1.  Daerah Penelitian (Kota Semarang bagian timur) dan  kenampakannya pada citra  komposit warna 4-3-2(RGB) ALOS AVNIR-2
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Tabel 1. Indeks vegetasi yang digunakan dalam estimasi stok karbon di atas permukaan  tanah untuk vegetasi tegakan RTH
Gambar 2. Hasil klasifikasi multispectral berupa informasi penutup lahan secara umum yang  di-masking untuk menyajikan area RTH bervegetasi tegakan saja
+4

Referensi

Dokumen terkait

Profil perkembangan moral remaja pada tahap pasca konvesional di Komplek Polda Balai Baru Kelurahan Gunung Sarik Kecamatan Kuranji Padang dari 51 orang remaja

Hasil pengamatan dan wawancara pada yang dilakukan selama satu minggu yang dimulai 5 agustus 2005 dengan pelatih Hoki Sumut untuk persiapan Kejurnas Antar

(emanfaatan tanaman kumis kucing sebagai obat bisa menggunakan cara-cara tradisional atau modern. aksudnya dengan cara tradisional, meramu tanamankumis kucing dan

SASARAN II: SASARAN IV : MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (3 bab) SASARAN I: SASARAN III: Sasaran Keselamatan Pasien RS STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT

Arus dari baterai yang di relay terminal 30 akan diteruskan melalui terminal 87 menuju ke lampu rem yang di relay terminal 30 akan diteruskan melalui terminal 87

Aroma minyak jintan berasal dari komponen utama yang terdapat pada minyak jintan tersebut yaitu cuminaldehyde dengan aroma khas biji jintan segar (spicy green

Dari empat aspek dalam keyakinan matematik, urutan pencapaian rerata skor dari terkecil ke besar adalah keyakinan matematik siswa terhadap karakteristik matematik

 Teori sistem ini berguna untuk manajemen karena bertujuan menapai tujuan dan memandang organisasi sebagai suatu sistem terbuka. &amp;hester arnard adalah orang pertama