• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Implementasi Gugatan Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Pada Pengadilan Agama Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Implementasi Gugatan Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Pada Pengadilan Agama Makassar"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI GUGATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH PADA PENGADILAN AGAMA

KELAS 1A MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (SH) Pada Program Studi

Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

REZKY AMALIA SYAM 105251103918

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1443 H /2022

(2)

i

KELAS 1A MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (SH) Pada Program Studi

Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

REZKY AMALIA SYAM 105251103918

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1443 H /2022 M

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v

(7)

vi

REZKY AMALIA SYAM. 105251103918. 2022. Analisis Implementasi Gugatan Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Pada Pengadilan Agama Makassar. Dibimbing oleh Saidin Mansyur dan Siti Walidah Mustamin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses serta metode dalam penyelesaian senketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana peneliti turun langsung ke lapangan untuk melakukan wawancara kepada pegawai Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, proses penyelesaian kasus sengketa ekonomi syariah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang peradilan Agama melalui dua tahapan yakni pra persidangan seperti pendaftaran perkara, penetapan majelis hakim, penunjukan panitera, PHS dan pemanggilan para pihak. Kemudian pada tahap persidangan terdapat acara pemeriksaan persidangan istimewa terhadap perkara dan acara pemeriksaan biasa.

Kedua, Penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas 1A pada dasarnya mengikuti Perma No. 14 Tahun 2016 Tentang Cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah dimana penyelesaiannya menggunakan acara biasa namun dianggap tidak efektif dan efisien karena penyelesaian sengketanya yang memakan waktu yang lama akibat dari pemeriksaan yang sangat formil dan sangat teknis serta memerlukan biaya yang tidak sedikit.Penyelesaiannya mealakukan dua cara yaitu melalui prosedur acara biasa dan melalui proses acara sederhana.

Kata Kunci: Sengketa Ekonomi Syariah, Pengadilan Agama.

(8)

vii

Alhamdulillahirabil’alamin, ungkapan syukur sudah seharusnya keluar dari lisan seorang insan yang mengaku beriman kepada Allah Subhanawata’ala atas segala kebaikan dan ujian serta limpahan nikmat yang diberikan kepada penulis. Nikmat yang Allah berikan sangat banyak dan berlimpah. Bahkan jika penulis ingin melukiskan nikmat Allah Subhanawata’ala menggunakan semua ranting pohon yang ada di dunia sebagai penanya dan seluruh air di lautan sebagai tintanya, maka semua ranting-ranting pohon dan air di laut akan habis dan belum cukup untuk menuliskan nikmat-Nya tersebut. Semoga nikmat sang pencipta selalu dilimpahkan kepada hamba-Nya yang senantiasa berbuat baik dan bermanfaat.

Selawat berbingkaikan salam tak lupa pula penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Sallallahu allaihi wasaallam. Manusia yang menjadi sang revolusioner Islam yang telah menggulung tikar-tikar kebathilan dan menbentangkan permadani-permadani Islam hingga saat ini. Nabi yang telah membawa misi risalah Islam sehingga penulis dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil. Sehingga, kejahiliyaan tidak dirasakan oleh umat manusia di zaman yang serba digital ini.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta Syamsul Arifin dan Andi Herawati, A.Md yang telah membesarkan, mendidik, berjuang, berdoa, dan mengantarkan saya ke gerbang perguruan tinggi meskipun tidak sampai pada tahap penyelesain skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga pula kepada:

(9)

viii

2. Ibu Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si. selaku Dekan Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Dr. Ir. H. Muchlis Mappangaja, MP, Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah. Bapak Hasanuddin, SE.Sy., ME selaku sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah yang senantiasa memberikan arahan selama menempuh pendidikan, serta seluruh dosen dan staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.

4. Bapak Saidin Mansyur, S.S., M.Hum. (pembimbing satu) dan Ibu Siti Walidah Mustamin, S.Pd., M.Si. (pembimbing dua), yang senantiasa membimbing penulis dalam proses bimbingan, baik secara langsung maupun secara virtual karena pandemic covid-19 ini. Teknik bimbingan yang dilakukan sangat membantu penulis dalam membuat skripsi ini.

5. Bapak/ibu dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar yang senantiasa membimbing penulis selama menempuh Pendidikan di Hukum Ekonomi Syariah.

6. Ucapan terima kasih kepada keluarga besar yang ada di Makassar yang telah memberikan dukungan serta menemani penulis dalam suka dan duka, terutama sahabat penulis Arsy Mita Amalia, Wahyunita, Andi Muzizatun Nisa, dan Mutiara Hikma.

7. Rekan-rekan “Pejuang Toga Squad” yang selalu bersama dan memberikan dukungan kepada penulis.

(10)

ix

9. Kim Namjoon, Kim Seokjin, Min Yoongi, Jung Hoseok, Park Jimin, Kim Taehyung, Jeon Jungkook yang tergabung dalam Grup BTS yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam mengerjakan skripsi melalui karyanya dalam bidang musik.

Sebuah kata sempurna tidak pantas penulis sandang karena “tak ada gading yang tak retak”. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan setitik ilmu dan manfaat bagi para pembaca pada umunya dan pada penulis khususnya.

Makassar, 31 Mei 2022

Penulis

Rezky Amalia Syam

(11)

x

HALAMAN SAMPUL ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

BERITA ACARA MUNAQASAH ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN TEORETIS ... 6

A. Kajian Teori ... 6

1. Ekonomi Syariah ... 6

2. Pengertian Sengketa Ekonomi Syariah ... 10

3. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah ... 13

4. Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah ... 19

5. Akta Perdamaian ... 22

6. Penelitian Terdahulu ... 25

(12)

xi

A. Desain Penelitian ... 28

1. Jenis Penelitian ... 28

2. Pendekatan Penelitian ... 28

B. Lokasi dan Objek Penelitian ... 29

C. Fokus Penelitian ... 29

D. Deskripsi Penelitian ... 30

E. Sumber Data ... 30

F. Instrumen Penelitian... 31

G. Teknik Pengumpulan Data ... 31

H. Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

1. Selayang Pandang Pengadilan Agama Makassar ... 35

2. Visi dan Misi Pengadilam Agama Makassar ... 37

3. Tugas dan Fungsi ... 41

4. Struktur Pengadilan Agama Makassar ... 46

B. Pembahasan Penelitian ... 46

1. Proses Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Makassar ... 46

2. Penyelesaian Sengketa atau Perkara Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Makassar ... 55

BAB V PENUTUP ... 64

A. Kesimpulan ... 64

(13)

xii

LAMPIRAN ... 70 RIWAYAT HIDUP ... 80

(14)

xiii

Tabel 4.1 Kepemimpinan Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar ... 36 Tabel 4.2 Perbedaan Gugatan Sederhana dan Gugatan Biasa ... 57

(15)

xiv

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar... 46 Gambar 4.2 Prosedur Berperkara di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar... 54

(16)

1

Peradilan Agama telah membawa perubahan besar dalam eksistensi lembaga peradilan agama saat ini. Salah satu perubahan mendasar adalah penambahan wewenang lembaga peradilan agama antara lain dalam bidang ekonomi syariah.1

Penyelesaian sengketa ekonomi syariah adalah termasuk kewenangan Pengadilan Agama yang sudah di atur dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 sebagai perubahan atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama ditegaskan bahwa peradilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk ekonomi syariah.

Sengketa dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya perbedaan kepentingan ataupun perselisihan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Sengketa dapat juga disebabkan oleh adanya aturan-aturan kaku yang dianggap sebagai penghalang dan penghambat untuk dapat mencapai tujuan masing-masing pihak. Karena setiap pihak akan berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai tujuannya, sehigga potensi terjadinya sengketa menjadi semakin besar.2

1 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2016, h..425

2 Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan : Negoisasi, Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase, Jakarta: Visimedia, 2011, h.1

(17)

Dalam penyelesaian sengketa atau perkara ekonomi syariah hakimnya yaitu hakim tunggal. Tidak termasuk gugatan sederhana yaitu perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan sengketa hak atas tanah. Hakim akan berpedoman pada isi perjanjian (content of transaction) sebelum melihat kepada peraturan yang lainnya. Karena di dalam isi perjanjian ini akan memuat berbagai klausul perjanjian, terutama berkenaan dengan hak dan kewajiban para pihak terlibat.

Dengan penegasan dan peneguhan kewenangan peradilan agama untuk menyelesaikan perkara ekonomi syariah, dalam penyelesaian sengketa niaga atau bisnis, yang selama ini peradilan yang diberi tugas dan kewenangan adalah pengadilan negeri/niaga yang berada dalam lingkungan peradilan umum, maka setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tersebut,3 menyangkut penyelesaian sengketa bisnis khususnya berkaitan dengan ekonomi Syariah tugas dan kewenangannya berada pada lingkungan Peradilan Agama.

Ekonomi syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial menurut prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan ekonomi syariah berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

3 Undang-Undang tentang Peradilan Agama setelah keluarnya UU No. 7 Tahun 1989 telah mengalami dua kali perubahan, pertama yaitu UU No. 3 Tahun 2006 dan Perubahan Kedua yaitu UU No. 50 Tahun 2009. Dikutip dari Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Di Bank Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h.136

(18)

Dewasa ini, perkembangan hubungan hukum di masyarakat dalam bidang ekonomi, khususnya dalam bidang perjanjian yang menggunakan prinsip-prinsip syariah mengalami perkembangan yang signifikan. Sejalan dengan perkembangan tersebut telah timbul sengketa di antara pelaku ekonomi syariah, khususnya sengketa di antara para pihak yang terikat dalam perjanjian yang menggunakan akad syariah. Akad Ekonomi Syariah adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih atas dasar sukarela yang menimbulkan hak dan kewajiban berdasarkan prinsip syariah.4 Untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah dan keperdataan lainnya masyarakat membutuhkan prosedur penyelesaian yang lebih sederhana, cepat dan biaya ringan untuk membuka akses yang luas bagi masyarakat dalam memperoleh keadilan terutama di dalam hubungan hukum yang bersifat sederhana.

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah dapat dilakukan di Pengadilan Agama. Perkara Ekonomi Syariah dapat diajukan dalam bentuk gugatan sederhana atau gugatan dengan acara biasa. Penyelesaian perkara dengan gugatan sederhana baru ada sejak dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah. Sedangkan penyelesaian sengketa ekonomi syariah dengan acara biasa yang telah diterapkan oleh Peradilan Agama sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang

4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa “Akad Ekonomi Syariah adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih atas dasar sukarela yang menimbulkan hak dan kewajiban berdasarkan prinsip syariah”.

(19)

memberikan kewenangan kepada Peradilan Agama untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk ekonomi syariah.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Analisis Implementasi Gugatan dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Pada Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, agar penelitian ini dapat lebih terfokus dan terarah, maka dibuat beberapa pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimana proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar menerapkan gugatan acara biasa atau gugatan sederhana?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas. Tujuan penelitian ini digunakan untuk memecahkan masalah agar suatu penelitian dapat lebih terarah dalam menyajikan data secara akurat serta dapat memberikan manfaat. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar menerapkan gugatan acara biasa atau gugatan sederhana.

2. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar.

(20)

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan materi Hukum Acara Pengadilan Agama dan Hukum Ekonomi Syariah.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat yang akan mengajukan perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama.

(21)

6 BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Kajian Teori

1. Ekonomi Syariah

a. Pengertian Ekonomi Syariah

Ekonomi Syariah merupakan salah satu jenis sistem ekonomi yang saat ini berkembang di dunia, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim. Penerapan ekonomi Syariah sebagai sistem dilandaskan nilai-nilai silam yang bersumbar dari Al-Qur’an dan hadist. Perkembanagan sistem ekonomi Syariah selama ini diikuti dengan kemunculan pemikiran banyak ahli, khususnya dari kalangan muslim mengenai bidang ini. Karena itu, dalam hal pengertian ekonomi Syariah, sejumlah ahli juga menyodorkan beberapa definisi.

a) Abdul Mannan

Ekonomi Syariah adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari ekonomi dari orang-orang yang menganut nilai-nilai syariah.5

b) M. Akhram Kan

Ilmu ekonomi islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerjasama dengan pertisipasi.6

5 Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktel Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993)

6 Akram Khan, Economic Message of The Qur’an, (Kuwait: Islamic Book Publlisher, 1996)

(22)

c) M. Umer Chapra

Ilmu ekonomi islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya tanpa batas yang berada pada koridor yang mengacu pada pengajaran islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi makro yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.7

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Ekonomi Syariah adalah suatu kegiatan manusia yang didalamnya terdapat berbagai macam cara untuk mempertahankan hidup dan mensejahterakan masyarakat berpedoman dengan ajaran-ajaran yang telah disyariatkan oleh Islam yang didasari dengan peraturan yang diakui masyarakat pada umumnya, khususnya umat muslim maupun negara yang mayoritas muslim.8

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa sistem ekonomi syariah merujuk pada aktivitas dalam lingkup perekonomian yang berkaitan dengan produksi, distribusi, keuangan, perindustrian, dan perdagangan, terkait barang atau jasa yang bersifat material, dan berlandaskan pada syariat Islam. Pada prinsipnya, ekonomi Syariah merupakan representasi dari jalan tengah antara sistem ekonomi Syariah kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Oleh karena itu sistem ekonomi Syariah menerapkan

7 M. Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Surabaya: Risalah Hati, 1999)

8 Ikhsan Al Hakim. 2013. “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengedilan Agama Purbalingga (Studi Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama oleh Pengadilan Agama Purbalingga), Skripsi: Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

(23)

prinsip kebaikan dari dua sistem ekonomi itu, dan membuang sisi buruk dari keduanya.

b. Konsep Dasar Ekonomi Syariah

Konsep dasar Islam adalah tauhid atau meng-Esa-kan Allah, tauhid di bidang ekonomi berarti menempatkan Allah sebagai sang maha pemilik yang selalu hadir dalam setiap nafas kehidupan manusia muslim. Dengan menempatkan Allah sebagai satu-satunya pemilik maka otomatis manusia akan ditempatkan sebagai pemilik. Sementara terhadap yang dimilikinya.

Maka dari itu sumber hukum yang digunakan dalam ekonomi Syariah adalah:

a) Al Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum ekonomi Syariah yang Allah SWT turunkan kepada Rasul saw guna memperbaiki, meluruskan dan membimbing umat manusia kepada jalan yang benar. Sebagaimana firman allah dalam Q.S. Al-Baqarah/2:267

مُكَل اَن ج َر خَا اَّمِم َو مُت بَسَك اَم ِتٰبِ يَط نِم ا وُقِف نَا ا وُنَمٰا َن يِذَّلا اَهُّيَا ٰي َّلِّا ِه يِذ ِخٰاِب مُت سَل َو َن وُقِف نُت ُه نِم َث يِبَخ لا اوُمَّمَيَت َلّ َو ِض رَ لّا َنِ م د يِمَح يِنَغ َٰاللّ َّنَا ا وُمَل عا َو ِه يِف ا وُضِم غُت نَا

Terjemah:

“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan)

(24)

terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji.”9

b) Ijma’

Ijma’ merupakan konsenus yang baik dari masyarakat maupun secara cendekiawan agama yang tidak terlepas dari Al-Qur’an dan hadist.

c) Ijtihad dan Qiyas

Ijtihad merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat.

Sedangkan Qiyas adalah pendapat yang merupakan alat pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran analogi.

d) Istihsan, Istislah dan Istishab

Istihsan, Istislah dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah diterima oleh sebahagian kecil oleh keempat mazhab.

c. Tujuan Ekonomi Syariah

Tujuan utama dari sistem ekonomi syariah selaras dengan tujuan dari penerapan syariat (hukum) agama Islam, yaitu untuk mencapai tatanan yang baik serta terhormat sehingga menciptakan kebahagiaan dalam lingkup dunia dan akhirat. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi juga menjadi perhatian dalam agama Islam.

Tujuan akhir ekonomi Syariah adalah sebagaimana tujuan dari Syariah islam itu sendiri (maqashid asy syari’ah), yaitu mencapai

9 Departeman Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Suara Agung, 2018), h. 45

(25)

kebahagiaan dunia dan akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah) inilah kebahagiaan hakiki yang diinginkan oleh setiap manusia, bukan kebahagiaan semu yang sering kali pada akhirnya justru melahirkan penderitaan dan kesengsaraan.

2. Pengertian Sengketa Ekonomi Syariah

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, sengketa adalah pertengkaran; perbantahan, pertikaian, perselisihan, percederaan, dan perkara.

Konflik sendiri secara etimologi berasal dari kata conflict, yang dari bahasa latinnya confligere yang berarti: “saling mengejutkan” atau konflik terjadi karena ada pihak-pihak yang „saling mengejutkan‟ dengan kata lain kekerasan.

Selain itu, kata “konflik‟ juga memiliki beberapa definisi, di antaranya: “a fight, a collision, a struggle, a contenst, opposition of interest, opinions or purposes, mental strife, agony” (suatu pertarungan, suatu benturan, suatu pergulatan, pertentangan kepentingan-kepentingan, opini-opini, atau tujuan- tujuan, pergulatan mental, penderitaan batin).10

Terkait hal diatas, penting memperhatikan firman Allah dalam Q.S Al- Anfal/8:61

َوُه ُهَّنِإ ۚ ِ َّاللَّ ىَلَع ْلَّك َوَت َو اَهَل ْحَن ْجاَف ِمْلَّسلِل اوُحَنَج ْنِإ َو ُميِلَعْلا ُعي ِمَّسلا

10 Akhmad Rifa‟i,, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam , (Millah Edisi Khusus, Desember, Fak. Dakwah Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010), h.172-173

(26)

Terjemah:

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”11

Dalam Agama Islam penyelesaian sengketa secara damai disebut dengan Sulh, antara lain ditegaskan dalam Q.S.Al-Hujarat/49:9

اَمُهىٰدْحِا ْتَغَب ْْۢنِاَف ۚاَمُهَنْيَب ا ْوُحِلْصَاَف ا ْوُلَتَتْقا َنْيِنِم ْؤُمْلا َنِم ِنٰتَفِٕىۤاَط ْنِا َو ىٰٰٓلِا َء ْۤيِفَت ىّٰتَح ْيِغْبَت ْيِتَّلا اوُلِتاَقَف ى ٰرْخُ ْلْا ىَلَع ْتَءۤاَف ْنِاَفۖ ِ ّٰاللَّ ِرْمَا

َنْي ِطِسْقُمْلا ُّب ِحُي َ ّٰاللَّ َّنِاۗ ا ْوُطِسْقَا َو ِلْدَعْلاِب اَمُهَنْيَب ا ْوُحِلْصَاَف

Terjemah:

“Jika ada dua golongan orang-orang mukmin bertikai, damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap (golongan) yang lain, perangilah (golongan) yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), damaikanlah keduanya dengan adil. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersikap adil.”12

Istilah Ekonomi berasal dari bahasa Yunani “Oikos Nomos” yang diartikan oleh orang-orang barat sebagai management of household or estate (tata laksana rumah tangga atau pemilikan). Dalam bahasa Arab ekonomi sepadan dengan kata دصتقا” Iqtishad” yang artinya pertengahan, atau bisa juga menggunakan rezeki atau sumber daya yang ada di sekitar kita.13 Secara umum,

11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Suara Agung, 2018), h.185

12 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Suara Agung), h.516

13 Nawawi, Ismail, Ekonomi Islam: Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum, (Surabaya:

ITS Press; 2009), h. 1

(27)

ekonomi oleh Samuelson didefiniskan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi.14 Ekonomi Syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorangan, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah.15 Kata syariah berasal dari bahasa Arab “as-syari’ah” yang mempunyai konotasi masyra’ah al-ma’ (sumber air minum).

Kata syariah dalam ekonomi syariah memiliki pengertian yang berbeda dengan pengertian syariah yang berkaitan dengan hukum, yaitu syariah yang berkaitan denga fiqh, serta qanun. Maksud dari ekonomi syariah dalam konteks pemahaman di Indonesia tidak lain adalah ekonomi Islam yang dikenal secara umum oleh para ahli. Menurut Mannan, pengertian ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam (a social science which studies the economics problems of a people imbued with the values of Islam).16 Menurutnya, maksud dari ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip syariah yang meliputi bank syariah,

14 Paul A. Samuelson, The Economics, (New York: Mc Graw-Hill Book Co.1973) h. 3, yang dikutip oleh Fathurrahman Djamil, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islami.

15 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

16 Khoirul Anwar, Peran Pengadilan dalam Arbritase Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), h. 41

(28)

lembaga keuangan syariah, mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pension lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sengketa ekonomi syariah adalah perselisihan kepentingan yang terjadi antara dua pihak atau lebih dalam bisnis ekonomi Islam. Peraturan Mahakamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan perkara ekonomi syariah adalah perkara di bidang ekonomi syariah meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, surat berharga berjangka syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, bisnis syariah, termasuk wakaf, zakat, infaq, dan shadaqah yang bersifat komersial, baik yang bersifat kontensius maupun volunteer.

3. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Teori penyelesaian sengketa merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang kategori atau penggolongan sengketa atau pertentangan yang timbul dalam masyarakat, faktor penyebab terjadinya sengketa dan cara- cara atau strategi yang digunakan untuk mengakhiri sengketa tersebut.17

17 Sania Nurfatihah. 2018. “Implementasi Gugatan dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga”. Skripsi: Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

(29)

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian sengeketa meliputi:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata.

2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

3. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Dalam menghadapi permasalahan atau sengketa, lembaga penyelesaian antar ekonomi syaraiah dan ekonomi konvensional berbeda. Dalam ekonomi konvensional apabila terjadi sengketa akan diselesaikan melalui Peradilan Negeri atau Badan Arbritase Nasional. Berbeda dengan ekonomi syariah, apabila terjadi sengketa, akan diselesaikan sesuai dengan tata cara dan hukum materi syariah.

Pada prinsipnya, yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa hanya badan peradilan yang bernaung di bawah ke kuasaan kehakiman (judicial power) yang berpuncak di Mahkamah Agung. Sehingga, perkara sengketa ekonomi syariah diselesaikan melalui meja hijau. Penyelesaian ini disebut sebagai penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi. Tetapi, sebagaimana penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, terbuka kemungkinan para pihak

(30)

menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (nonlitigasi), seperti arbitrase atau perdamaian (islah).18

a. Penyelesaian Melalui Jalur Litigasi

Penyelesaian sengketa secara litigasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui pengadilan. Litigasi adalah persiapan dan presentasi dari setaip kasus, termasuk juga memberikan informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga.19 Para pihak yang bersengketa dalam ekonomi syariah dapat menyelesaikannya melalui pengadilan. Sebab, keberadaan peradilan merupakan representasi dari fungsi hukum dalam penyelesaian sengketa dan sarana penegak keadilan.

Secara Yuridis, penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat diajukan ke pengadilan agama karena sengketa ekonomi syariah merupakan kewenangan absolut pengadilan agama. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, sebagai berikut: “Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam di bidang; a) Perkawinan, b). Waris, c). Wasiat, d).

18 Erie Hariyanto, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, Iqtishadia Vol. 1 No. 1 Juni, 2014, h. 42

19Gusnawati. 2017. “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah (Analisis Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 0236/Pdt.G/PA.Bkt)”, Skripsi: Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare.

(31)

Hibah, e). Wakaf, f). Zakat g). Infaq, h). Shadaqah, i). Ekonomi Syari'ah, yang semula hanya berwenang menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah.

Lebih lanjut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 49 huruf (i) UU No.

3 Tahun 2006 bahwa ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah. Lingkup dari ekonomi syariah meliputi: bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.20 Semua jenis penyaluran pembiayaan harus sesuai dengan prosedur yang ada yaitu berdasarkan peraturan dan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Bank yaitu setiap nasabah yang datang ke bank harus memenuhi semua persyaratan dari Bank.21 Hal ini perlu dilakukan agar menghidari terjadinya sengketa dalam ekonomi syariah itu sendiri.

Dengan demikian, setiap perkara yang berhubungan dengan ekonomi syariah menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikannya.

b. Penyelesaian Melalui Jalur Non Litigasi

Selain melalui jalur peradilan atau litigasi, para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan perkaranya melalui jalur non-litigasi atau

20 Mukharom As-Syabab, Teori dan Implementasi Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, (Bogor: Pustaka Amma Alamia, 2019), h.58

21 Hasanuddin, H., Mansyur, F., Amri, U., & Mustamin, S. W. (2018). Penyaluran Kredit USAha Kecil terhadap Pengusaha Ekonomi Lemah. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 2(1), 43-54.

(32)

luar pengadilan. Sebagaimana ketentuan Pasal 58 Undang-undang Nomor 48 Tahun tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam ketentuan lain juga disebutkan bahwa terbuka kemungkinan para pihak menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (nonlitigasi), seperti arbitrase atau perdamaian (islah). Hal ini ditegaskan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Terdapat beberapa bentuk Penyelesaian sengketa melalui jalur non- litigasi, diantaranya:

1. Mediasi, melalui kompromi di antara para pihak. Sedangkan pihak ketiga yang bertidak sebagaia mediator hanya sebagai penolong dan fasilitator.

2. Konsoliasi melalui konsiliator:

a) Pihak ketiga yang betindak sebagai konsiliator berperan merumuskan perdamaian (konsiliasi)

b) Tetapi keputusan tetap di tangan para pihak

3. Menunjuk seorang ahli memberi penyelesaian yang menentukan. Oleh karena itu, keputusan yang diambilnya mengikat kepada para pihak.

4. Para pihak sepakat menunjuk seorang advisor yang akan bertindak:

a) Memberi opini kepada kedua belah pihak

b) Opini diberikan advisor setelah mendengar permasalahan sengketa dari kedua belah pihak

(33)

c) Opini berisi kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak, serta memberi pendapat bagaimana cara penyelesaian yang harus di tempuh para pihak.

Selain itu, terdapat bentuk lain yaitu melalui Arbitase. Di Indonesia, arbitrase diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dasar dari dibuatnya undang-undang tersebut dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pada penjelasan Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan.22 Untuk menunjang penyelesaian sengketa melalui arbitrase, pada tanggal 23 Oktober 1993 telah diresmikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), yang sejak tahun 2002 telah berganti nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), sebagai lembaga arbiter yang menangani penyelesaian perselisihan sengketa di bidang ekonomi syariah.

Apabila dalam akad perjanjian ekonomi syariah terdapat klausul penyelesaian sengketa tersebut melalui badan arbitrase atau di luar

22 Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan : Negoisasi, Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase (Jakarta; Visimedia, 2011), h. 55

(34)

Pengadilan, maka Hakim harus secara imperatife menyatakan tidak dapat menerima perkara tersebut.

4. Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah 1. Pengertian Gugatan

Gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh penggugat kepada tergugat melalui pengadilan. Sengketa yang dihadapi para pihak apabila tidak bisa diselesaikan secara damai diluar persidanagan umumnya perkaranya diselesaikan oleh para pihak melalui persidangan pengadilan untuk mendapatkan keadilan. Suatu gugatan yang diajukan oleh penggugat agar dapat diterima oleh pengdilan haryslah mempunyai alasan-alasa yang kuat, dimana salah satu alasan yang harus dipenuhi adalah adanya pelanggaran hak dan telah merugikan penggugat. Apabila dalam gugatan yang diajukan oleh penggugat ke pengadilan tidak mempunyai alasan- alasan yang kuat tentang terjadinya peristiwa, maka gugatannya dalam persidangan akan berakibat dinyatakan tidak dikabulkan oleh hakim yang memeriksa perkaranya.23

Perkembangan hukum di bidang ekonomi syariah dan keperdataan lainnya di masyarakat membutuhkan prosedur penyelesaian yang lebih sederhana, cepat dan biaya ringan, terutama di dalam hubungan hukum yang bersifat sederhana. Sehingga lahir Peraturan Mahakamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah.

23 Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016)

(35)

Dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa Perkara ekonomi syariah dapat diajukan dalam bentuk gugatan sederhana atau gugatan dengan acara biasa.

2. Gugatan dengan Acara Biasa

Tata cara pemeriksaan perkara dengan acara biasa diatur dalam Pasal 7 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Mahakamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah, sebagai berikut:

1) Pemeriksaan terhadap perkara ekonomi syariah dilakukan dengan berpedoman pada hukum acara yang berlaku kecuali yang telah diatur secara khusus.

2) Pemeriksaan terhadap perkara ekonomi syariah dapat dilakukan dengan bantuan teknologi informasi.

3) Perkara ekonomi syariah harus sudah diputus berdasarkan tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan.

3. Gugatan dengan Acara Sederhana

Proses penyelesaian perkara dengan acara sederhana berbeda dengan penyelesaian perkara dengan acara biasa. Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Mahakamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah:

(36)

1) Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp 200.000,00 (dua ratus juta rupiah).

2) Tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah:

a) Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundangundangan.

b) Sengketa hak atas tanah

3) Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.

4) Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.

5) Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.

6) Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.

Dalam penyelesaian gugatan sederhana gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan dengan batas waktu 2 hari sejak gugatan didaftarkan. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:

a) Pendaftaran

b) Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana

(37)

c) Penetapan Hakim dan penunjukan panitera pengganti d) Pemeriksaan pendahuluan

e) Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak f) Pemeriksaan sidang dan perdamaian

g) Pembuktian h) Putusan

Dalam hal waktu penyelesaian, penyelesaian gugutan dengan acara sederhana paling lama 25 hari sejak hari sidang pertama. Berbeda dengan gugatan dengan acara biasa, yaitu 5 (lima) bulan untuk pengadilan tingkat pertama. Hal ini sesuai dengan SEMA Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan. Selain itu, dalam proses pemeriksaan gugatan sederhana, tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan. Begitu pula dalam hal upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang tidak puas denga nisi putusan. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) dan (2), upaya hukum terhadap putusan gugatan sederhana adalah dengan mengajukan keberatan. Keberatan diajukan kepada Ketua Pengadilan dengan menandatangani akta pernyataan keberataan di hadapan Panitera disertai alasanalasannya.

5. Akta Perdamaian

Penyelesaian melalui perdamaian jauh lebih efektif dan efisien itu sebabnya pada masa belakangan ini, berkembang berbagai cara

(38)

penyelesaian sengketa di luar pengadilan, termasuk perkara ekonomi syariah. Dalam perkara yang berakhir dengan perdamaian.

Bachtiar Efendi menyebutkan bahwa:24 “Akta adalah suatu yang ditandatangani, yang memuat keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang merupakan dasar suatu perikatan atau hak, yang dibuat dengan sengaja untuk dipakai sebagi pembuktian.”

Pasal 1 angka 10 Peraturan Mahakamah Agung No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menyebutkan bahwa: “Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian.”

Akta Perdamaian adalah suatu akad yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa di tempat akta itu dibuat. Setiap produk yang diterbitkan hakim atau pengadilan dalam menyelesaikan permasalahan yang diajukan kepadanya dengan sendirinya merupakan akta otentik.25 Secara umum Akta Pedamaian dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu akta perdamaian dengan persetujuan Hakim dan akta perdamaian tanpa persetujuan Hakim.

Apabila para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, maka harus memuat klausul pencabutan gugatan dan atau klausul yang menyatakan perkara telah selesai.

Isi kesepakatan berdasarkan Pasal 23 ayat (3) Peraturan Mahakamah Agung

24 Bachtiar Efendi, Dkk. Surat Gugat Dan Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h. 59

25 M. Yahya Harahap, Op. Cit., h. 41

(39)

RI Nomor 1 Tahun 2008 wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) sesuai kehendak para pihak; b) tidak bertentangan dengan hukum; c) tidak merugikan pihak ketiga; d) dapat dieksekusi; e) dengan iktikad baik.

Dalam Peraturan Mahakamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 dijelaskan bahwa setelah proses mediasi dijalani oleh para pihak dengan bantuan mediator, hasil akhirnya ada dua kemungkinan:

a) Diperoleh kesepakatan perdamaian yang dirumuskan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.

b) Pernyataan secara tertulis yang dibuat oleh mediator yang menyatakan bahwa proses mediasi telah gagal.

Kesepakatan damai yang dilakukan oleh para pihak mempunyai kekuatan yang mengikat sama dengan putusan hakim pada tingkat akhir, baik itu putusan kasasi maupun peninjauan kembali. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 140 ayat (3) bahwa putusan akta perdamaian tidak dapat dibanding. Dengan kata lain terhadap putusan tersebut tertutup upaya hukum, baik banding maupun kasasi. Larangan tersebut sejalan dengan ketentuan yang mempersamakan kekuatannya sebagai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Begitu pula dalam Putusan MA No. 1038 K/Sip/1973, bahwa terhadap putusan perdamaian tidak mungkin diajukan permohonan banding.

Hal tersebut didasarkan pada Pasal 154 RBG/ 130 HIR, putusan perdamaian merupakan suatu putusan yang tertinggi, tidak ada upaya banding dan kasasi terhadapnya. Sehingga, secara teknis dan yuridis dikatakan bahwa putusan

(40)

akta perdamaian dengan sendirinya melekat kekuatan eksekutorial sebagaimana layaknya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.26

6. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ikhsan Al Hakim (2013) dengan judul

“Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga (Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama oleh Pengadilan Agama Purbalingga)”.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keberadaan Pengadilan Agama Purbalingga sudah konsisten dalam mengaplikasikan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama di perkuat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dan surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2008 dalam menyelesaikan sengketa Ekonomi Syariah. Hal itu dibuktikan dengan kurun waktu 7 (tujuh) Tahun Pengadilan Agama Purbalingga telah menyelesaikan 9 (sembilan) perkara sengketa ekonomi Syariah.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sania Nurfatiha (2018) dengan judul

“Implementasi Gugatan Sederhana dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga”.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua proses, yaitu penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi). Pada pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik

26 M. Yahya Harahap, Op. Cit., h.. 335-336

(41)

Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 menyebutkan Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp.

200.000.000.,00 (dua ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Gusnawati (2017) dengan judul

“Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah (Analisis Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 0236/Pdt.G/PA.Bkt)”.

Hasil penelitiannya adalah ruang lingkup kewenangan lingkungan peradilan agama dalam bidang ekonomi Syariah, meliputi seluruh perkara ekonomi Syariah di bidang perdata. Penyelesaian perkara ekonomi Syariah di lingkungan peradilan agama secara procedural akan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Hal ini tidak lain merupakan konsekuensi dari ketentuan Pasal 54 UU No.7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006.

B. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sebuah alur pemikiran terhadap teori- teori atau konsep yang mendukung untuk dapat memberikan gambaran atau mengarahkan asumsi terkait dengan varibel-variabel yang akan diteliti.

Kerangka konseptual ini menjadi pedoman dalam menyusun sistematis penelitian. Adapun kerangka konseptual yang menjadi pedoamn dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

(42)

Al-Qur’an

Al-Hujurat : 9 dan Al-Anfal : 61

Studi

Analisis Kualitatif

Skripsi 1. Pengembangan Ilmu 2. Manfaat Karya Ilmiah 3. Motivasi Penelitian Lanjutan 4. Kesimpulan dan Rekomendasi

Rumusan Masalah

Studi Empirik

1. Ikhsan Al Hakim.

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di

Pengadilan Agama

Purbalingga (Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama oleh

Pengadilan Agama

Purbalingga). 2013.

2. Sania Nurfatiha.

Implementasi Gugatan

Sederhana dalam

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di

Pengadilan Agama

Purbalingga. 2018.

3. Gusnawati. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah (Analisis Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 0236/Pdt.G/PA.Bkt). 2017.

Studi Teoritik

1. Menurut Abdul Mannan, ekonomi syariah adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari ekonomi dari orang-orang yang menganut nilai-nilai syariah.

2. Menurut Suyud Margono, sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain yang diawali oleh perasaan tidak puas yang bersifat subjektif dan tertutup.

3. Menurut Sudikno

Martokusumo, gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa.

(43)

28 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kualitatif. Menurut Bodgan dan Taylor, sebagaimana dikutip dalam Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistic (utuh).27 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.

Pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta- fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Oleh karena itu, analisis data dalam penelitian kualitatif cenderung bersifat induktif berdasarkan fakta- fakta yang ditemukan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori.28

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis putusan dengan pendekatan yuridis, yaitu suatu cara pendekatan terhadap masalah yang diteliti dengan berdasarkan tata aturan perundang-undangan yang

27 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 4.

28 Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif: Skripsi dan Tesis: Suaka Media, (Yogyakarta: Suaka Media, 2015), h. 9

(44)

berlaku di Indonesia. Selain itu, penulis juga menggunakan pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan terhadap masalah yang diteliti dengan mengkaji dengan berdasarkan aturan yang terdapat dalam al-Quran dan al- Hadits yang berhubungan dengan permasalahan sengketa ekonomi Syariah.

Dalam penelitian ini penulis mendekati masalah berdasarkan pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yang mengatur masalah tentang sengketa ekonomi Syariah serta gugatan biasa dan sederhana. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan Pustaka atau data sekunder belaka. Pada penelitian hukum normatif dapat disebut juga dengan penelitian doctrinal di mana penelitian dilakukan atau ditunjukkan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum lainnya.29

B. Lokasi dan Objek Penelitian

Penelitian dilakukan di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar yang terletak di Jl. Perintis Kemerdekaan No. Km, Daya, Kec. Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, 90245. Adapun alasan peneliti ingin melakukan penelitian di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar yaitu terdapat gugatan sengketa ekonomi Syariah.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini dengan judul Analisis Implementasi Gugatan Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Pada Pengadilan Agama Kelas 1A

29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ke-8 (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 14

(45)

Makassar dengan fokus penelitiannya terletak pada Gugatan dan Penyelesaian Sengketa.

D. Deskripsi Penelitian

Penelitian ini memiliki dua pokok permasalahan dan memfokuskan untuk mendeskripsikan permasalahan tersebut, yaitu:

a. Gugatan

Gugatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah apakah pada penyelesaian sengketa ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar menggunakan gugatan acara biasa atau menggunakan gugatan acara sederhana.

b. Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa yang dimaksud disini yaitu bagaimana proses penyelesaian perkara pada gugatan yang dilakukan pada Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar.

E. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menggunkan data sebagai berikut:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti.

(46)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak didapatkan secara langsung oleh peneliti tetapi diperoleh dari pihak lain. Maksudnya, data ini diperoleh dari dokumen-dokumen, buku-buku, jurnal penelitian, artikel, atau majalah ilmiah yang masih berhubungan dengan materi penelitian yaitu sengketa ekonomi Syariah.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrument utama adalah peneliti itu sendiri. Adapun instrument lainnya berupa pedoman observasi dan pedoman wawancara sebagai alat bantu agar penelitian ini dapat berjalan secara sistematis dan terstruktur dalam pengumpulan data. Untuk memperoleh hasil observasi dan wawancara maka diperlukan alat-alat pendukung seperti buku catatan dan alat tulis lainnya untuk mencatat hasil observasi dan wawancara, Handphone digunakan sebagai alat perekam juga untuk mendokumentasikan proses penilitian.30

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian kualitatif ini, penulis menggunakan teknik dokumentasi, yaitu suatu proses penelitian yang di dalamnya meliputi kegiatan untuk mengumpulkan beberapa informasi pengetahuan, fakta, dan data-data, serta penyusunan dan penjelasan atas data

30 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2018) h. 224

(47)

yang berkaitan dengan penyelesaian gugatan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar.

Selain itu, penulis juga melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara dengan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut. Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah:

1) Dokumentasi

Metode dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dengan berisi informasi pengetahuan, fakta, dan data-data, catatancatatan, peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan lain sebagainya mengenai penyelesaian sengketa ekonomi Syariah.

2) Wawancara

Merupakan pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancarai.

3) Observasi

Adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Observasi dapat dibagi menjadi dua yaitu observasi langsung dan observasi tidak langsung.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dengan mengidentifikasi berbagai data yang terkumpul secara detail sehingga memperoleh suatu kesimpulan yang relevan. Teknik analisis data

(48)

mempunyai prinsip yaitu untuk mengolah data dan menganalisis data yang terkumpul menjadi data yang sistematis, teratur, terstruktur dan mempunyai makna. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus- menerus sampai tuntas. Berikut merupakan beberapa komponen dalam melakukan analisis data;31

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Dalam memperoleh data dilapangan dengan jumlah yang cukup banyak, maka perlu dicatat secara rinci dan teliti. Semakin lama dilakukan penelitian, maka jumlah data yang diperoleh akan semakin banyak dan rumit. Untuk itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data.

Mereduksi data berarti merangkum, meneliti hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari tema dan polanya.

2. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data pada penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data akan lebih terorganisir dan mudah dipahami.

3. Conclusion Drawing (Penarikan Kesimpulan)

Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dapat menjawab masalah yang telah dirumuskan diawal, tetapi ada kemungkinan juga tidak dapat menjawab rumusan masalah karena masih bersifat sementara dan akan

31 Ibid, h. 246-247

(49)

berkembang setelah penelitian dilakukan dilapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas.

(50)

35 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Selayang Pandang Pengadilan Agama Makassar

Pengadilan Agama Makassar terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan No.

Km. 14, Daya, Biring Kanaya, Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Sejarah keberadaan Pengadilan Agama Makassar tidak diawali dengan Peraturan Pemerintah (PP. No. 45 Tahun 1957), akan tetapi sejak zaman dahulu, sejak zaman kerajaan atau sejak zaman Penjajahan Belanda, namun pada waktu itu bukanlah seperti sekarang ini adanya. Dahulu Kewenangan Seorang Raja untuk mengangkat seorang pengadili disebut sebagai Hakim, akan tetapi setelah masuknya Syariah islam, Maka Raja kembali mengangkat seorang Qadhi.

Kewenangan Hakim diminimalisir dan diserahkan kepada Qadhi atau halhal yang menyangkut perkara Syariah agama Islam. Wewenang Qadhi ketika itu termasuk Cakkara atau Pembagian harta gono-gini karena cakkara berkaitan dengan perkara nikah.32

Pada zaman penjajahan Belanda, sudah terbagi yuridiksi Qadhi, yakni Makassar, Gowa dan lain-lain. Qadhi dahulu berwenang dan berhak mengangkat sendiri para pembantu-pembantunya guna menunjang kelancaran pelaksanaan fungsi dan tugasnya, dan pada zaman pemerintahan Belanda saat itu dipimpin oleh

32 Dokumen Resmi Pengadilan Agama Tingkat 1A Makassar, Diakses tanggal 22 April 2022 atau dapat pula diakses pada situs https://pa-makassar.go.id/tentangpengadilan/profil/sejarah- pengadilan, diakses pada tanggal 22 Aprl 2022

(51)

Hamente. Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah Makassar terbentuk pada tahun 1960, yang meliputi wilayah Maros, Takalar dan Gowa, karena pada waktu itu belum ada dan belum dibentuk di ketiga daerah tersebut, jadi masih disatukan dengan wilayah Makassar. Sebelum terbentuknya Mahkamah Syariah yang kemudian berkembang menjadi Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah, maka dahulu yang mengerjakan kewenangan Pengadilan Agama adalah Qadhi yang pada saat itu berkantor dirumah tinggalnya sendiri. Setelah keluarnya PP No. 45 Tahun 1957, maka pada tahun 1960 terbentuklah Pengadilan Agama Makassar yang waktu itu disebut “Pengadilan Mahkamah Syariah” adapun wilayah Yurisdiksinya dan keadaan gedungnya seperti diuraikan pada penjelasan berikut:

Wilayah Yurisdiksi Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah Kota Makassar mempunyai batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Barat berbatasan dengan selat Makassar - Sebelah Utara berbatsan dengan Kabupaten Maros - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone - Sebelah Selatan berbatsan dengan Kabupaten Gowa

Sejak berdirinya tahun 1960, Pengadilan Agama Makassar telah berganti kepemimpinan sebanyak 15 (lima belas) kali, adapun nama-namanya sebagai berikut:33

No Nama Ketua Periodesasi

1. K.H. Chalid Husain 1960-1962

33 Dukumen Resmi Pengadilan Agama tingkat IA Makassar, Diakses Tanggal 22 April 2022

(52)

2. K.H Syekh Alwi Al-Ahdal 1962-1964

3. K.H. Haruna Rasyid 1964-1976

4. K.H. Chalid Husain 1976-1986

5. Drs. H. Jusmi Hakim, S.H. 1986-1996 6. Drs. H. Abd. Razak, S.H., M.H. 1996-1998 7. Drs. H. M. Djufri Ahmad, S.H., M.H. 1998-2004 8. Drs. H. M. Tahir R, S.H. 2004-2005 9. Drs. Anwar Rahmad, M.H. 2005-2008

10. Drs. Khaeril R, M.H. 2008-2010

11. Drs. H. Nahiruddin Malle, S.H., M.H. 2010-2013

12. Drs. H. Usman S, S.H. 2013-2014

13. Drs. Moh. Yasya’, S.H., M.H. 2014-2016 14. Drs. H. Damsir, S.H., M.H. 2016-2019 15. Drs. H. M. Yusuf, S.H., M.H. 2019-2020 16. Drs. H. Muhamdin, S.H., M.H. 2021-sekarang Tabel 4.1 Kepemimpinan Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar

2. Visi Dan Misi Pengadilan Agama Makassar

Adapun Visi dan Misi pada pengadilan Agama Kelas 1A Makassar yaitu sebagai berikut:34

34 Dokumen Resmi Pengadilan Agama tingkat IA Makassar, Diakses Tanggal 22 April 2022

(53)

a. Visi

“Terwujudnya Pengadilan Agama Makassar yang bersih, berwibawa dan professional dalam penegakan hukum dan keadilan menuju suprensi hukum”

Pengadilan Agama yang bersih mengandung makna bahwa bersih dari pengaruh non hukum baik berbentuk kolusi, korupsi dan nepotisme, maupun pengaruh tekanan luar dalam upaya penegakan hukum. Bersih dan bebas KKN merupakan topik yang harus selalu dikedepankan pada era reformasi. Terbangunnya suatu proses penyelenggaraan yang bersih dalam pelayanan hukum menjadi prasyarat untuk mewujudkan peradilan yang berwibawa.

Berwibawa, mengandung arti bahwa Pengadilan Agama Makassar ke depan terpercaya sebagai lembaga peradilan yang memberikan perlindungan dan pelayanan hukum sehingga lembaga peradilan tegak dengan kharisma sandaran keadilan masyarakat.

Profesionalisme, mengandung arti yang luas, profesionalisme dalam proses penegakan hukum, profesionalisme dalam penguasaan ilmu pengetahuan hukum dan profesionalisme memanajemen lembaga peradilan sehingga hukum dan keadilan yang diharapkan dapat terwujud.

Jika hukum dan keadilan telah terwujud maka supremasi hukum dapat dirasakan oleh segenap masyarakat.

(54)

b. Misi

Berdasarkan visi Pengadilan Agama Makassar yang telah ditetapkan tersebut, maka ditetapkan beberapa misi Pengadilan Agama Makassar untuk mewujudkan visi tersebut. Misi Pengadilan Agama tersebut adalah:

1. Mewujudkan Pengadilan Agama yang Transparan dalam proses peradilan

2. Meningkatkan efektifitas pembinaan dan pengawasan 3. Mewujudkan tertib administrasi dan manajemen peradilan 4. Meningkatkan sarana dan prasarana hukum.

“Mewujudkan Pengadilan Agama yang transparan dalam proses peradilan” mengandung makna bahwa untuk mewujudkan lembaga peradilan yang bersih, berwibawa dan profesionalisme, maka pelaksanaan proses peradilan harus diwujudkan dengan transparan. Wujudnya nyata transparan adalah proses yang cepat, sederhana dan biaya murah. Misi tersebut merupakan langkah antisipatif terhadap euforia reformasi hukum yang selalu didengungkan masyarakat. Apatisme masyarakat terhadap peradilan yang selalu menganggap bahwa proses ke Pengadilan akan selalu lama, berbelit-belit dan memakan waktu dan biaya yang mahal harus ditepis dengan misi tersebut, misi tersebut juga sesuai dengan kehendak peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman”.

(55)

Meningkatkan efektivitas pembinaan dan pengawasan”. Pembinaan merupakan tindakan antisipatif, yang merupakan upaya meningkatkan sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan hukum secara maksimal kepada masyarakat. Pengawasan merupakan tindakan untuk:

(1). menjaga agar pelaksanaan tugas lembaga sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2).

mengendalikan agar administrasi peradilan dikelola secara tertib sebagaimana mestinya dan aparat peradilan melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya; (3). menjamin terwujudnya pelayanan publik yang baik bagi para pencari keadilan yang meliputi: kualitas putusan, waktu penyelesaian perkara yang cepat dan biaya perkara yang murah.

Peningkatan efektifitas pembinaan dan pengawasan merupakan upaya preventif terhadap peluang atau kesempatan pelanggaran, sedangkan pengawasan yang efektif mempunyai sasaran penyelesaian masalah secara tepat dan cepat terhadap berbagai temuan penyimpangan dan pengaduan dari masyarakat. Pengawasan yang terencana dan efektif diharapkan dapat mengurangi sorotan dan kritikan terhadap lembaga peradilan."

“Mewujudkan Tertib Administrasi dan Manajemen Peradilan”.

Administrasi dan manajemen merupakan sarana pencapaian tujuan. Pola administrasi dan manajemen yang baik akan mendorong percepatan terwujudnya visi dan misi. Pengetatan dan disiplin terhadap administrasi dan manajemen yang telah ditetapkan merupakan hal urgen, perubahan

(56)

birokrasi atau reformasi birokrasi dalam tubuh lembaga peradilan merupakan jalan menuju reformasi hukum.”

“Meningkatkan Sarana dan Prasarana Hukum” yang mengandung makna bahwa tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana dan prasarana tersebut mencakup sarana gedung, sarana organisasi yang baik, sarana peralatan yang memadai, sarana keuangan yang cukup dan lain- lain”.

3. Tugas dan Fungsi

Pengadilan Agama Makassar melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

a. Perkawinan

Hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syariah antara lain:

1) Izin beristri lebih dari seseorang

2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat

3) Dispensi Kawin

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai Penyelesaian Gugatan Wanprestasi dalam Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Sleman (Analisis Putusan Perkara No. 1609/Pdt.G/2016/PA.Smn) dengan

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul ”Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan

Pertama, terbukti bahwa responden merasakan manfaat dari hasil kunjungan mereka ke Lippo Mall Kuta yang memiliki kualitas yang baik dengan adanya Merchandise, Atmosfer

Dari model persamaan yang terpilih, aktivitas senyawa turunan OBHS dipengaruhi oleh deskriptor- deskriptor yaitu AM1_Eele, AM1_HF, log S, mr, dan vol, yang artinya

Dalam membangun sistem hukum penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Purbalingga dapat diselesaikan melalui small claim court, hal ini sudah

Maka dari hasil wawancara yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat dalam meningkatkan kinerja pegawai yaitu pegawai yang tidak memiliki inisiatif

Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan keuangan, ICMD ( Indonesian Capital Market Directory) dan beberapa referensi lainnya. Pengolahan

Sistem inilah yang di ambil oleh peradilan khususnya peradilan agama dalam memeriksa, menyelesaikan dan memtuskan suatu perkara sehingga sistemnya yang komprehensif