ISOLASI METABOLIT SEKUNDER DAN UJI ANTIBAKTERI
EKSTRAK n-HEKSANA DARI DAUN BAKAU
Rhizophora apiculata (Rhizophoraceae)
Jane Hotmauli Manurung1*, Yuharmen2 1Mahasiswa Program S1 Kimia
2Dosen Bidang Kimia Organik Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya, Pekanbaru, 28293, Indonesia
*[email protected] ABSTRACT
Mangrove have several compounds that can be used as antibacterial, one of them is
Rhizophora apiculata. The purpose of this study was to isolate secondary metabolites
and determine the antibacterial activity from R. apiculata leaves extract. This study used a maceration method with ethanol solvent which was then extracted using hexane. Separation of the extract was carried out by VLC. Fraction F4 resulted in a compound that coded RA-02 in a white solids and decomposed at 108-109 ºC. UV spectrum of RA-02 indicated absorption at λmax 203 and 312 nm. The FT-IR spectra indicate the peak at
wave number (cm-1) are 1165-1246 (C-O-C) ether, 1490 and 1458 (C-H methylen and methyl), 1598 (C=C) and 2852 –2935 (C-H) aliphatic. Antibacterial activity test using agar diffusion method showed that hexane extract can inhibited the growth of
Escherichia coli ranges from 11,4 ± 4,22 to 13,77 ± 4,25. These results showed that
mangrove plants have the potential to be developed as an antibacterial agent. Keywords: antibacterial, R. apiculata, secondary metabolites
ABSTRAK
Tanaman bakau memiliki beberapa senyawa yang mampu dijadikan sebagai antibakteri, salah satunya jenis bakau Rhizophora apiculata. Tujuan dari penelitian ini adalah isolasi metabolit sekunder daun bakau R. apiculata dan menguji aktivitas antibakteri ekstrak daun mangrove R. apiculata. Penelitian ini menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol, kemudian diekstraksi menggunakan n-heksana. Pemisahan ekstrak dilakukan dengan VLC. Fraksi F4 dari ekstrak heksana menghasilkan senyawa yang
diberi kode RA-02 berbentuk kristal berwarna putih dengan titik leleh 108-109 ºC. Spektrum UV RA-02 menunjukkan adanya serapan pada λmax 203 dan 312 nm. Spektrum FT-IR menunjukkan puncak pada bilangan gelombang, 1165-1246 (C-O-C) eter, 1490 and 1458 (C-H metilen and metil), 1598 (C=C) dan 2852 – 2935 cm-1 (C-H) alifatik. Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana daun mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yakni berkisar antara 11,4 ± 4,22 sampai 13,77 ± 4,25 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman bakau mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai agen antibakteri alami.
Kata kunci: antibakteri, metabolit sekunder, R. apiculata
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara dengan garis pantai mencapai 81.000 km dan memiliki 17.504 pulau sehingga di sepanjang garis pantainya banyak ditumbuhi tumbuhan bakau (Lewis dkk., 2016). Indonesia memiliki hutan bakau mencapai 4,5 juta hektar atau sejumlah 25% dari jumlah total luas hutan bakau yang ada di seluruh dunia. Diperkirakan sebanyak 45 spesies tumbuhan bakau tumbuh di kawasan Indonesia (Wiarta dkk., 2017).
Pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan secara tradisional telah diwariskan secara turun temurun untuk mengobati berbagai penyakit. Salah satunya adalah tumbuhan bakau
Rhizophora apiculata. Berdasarkan hasil
penelitian fitokimia yang telah dilakukan dinyatakan bahwa tumbuhan bakau
Rhizophora apiculata mengandung berbagai senyawa bioaktif golongan alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin dan tanin (Hadi dkk., 2016)
Senyawa bioaktif diperoleh dengan cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan dengan pelarut yang melibatkan perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut (Siregar dkk., 2012). Prinsip kelarutan yaitu pelarut polar melarutkan senyawa polar, pelarut semi polar melarutkan senyawa semi polar, dan pelarut non polar melarutkan senyawa non polar (Harborne, 2006). Proses ekstraksi akan menghasilkan esktrak kasar yang mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder di dalamnya.
Senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan bakau Rhizophora apiculata memiliki bioaktivitas, diantaranya antibakteri (Putri dkk., 2015). Antibakteri
merupakan senyawa yang mampu menghambat aktivitas dari bakteri patogen. Bakteri patogen adalah bakteri yang menyebabkan penyakit, misalnya bakteri S. aureus dan E. coli. Ekstrak batang Rhizophora sp. memiliki sifat antibakteri terhadap E. coli, S. typhi, S.
aureus dan Pseudomonas. Ekstrak dari
daun Rhizophora sp. mempunyai antibakteri terhadap E. coli (Amirkaveei dan Behbahani, 2011).
Senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari tumbuhan bakau diantaranya senyawa golongan steroid yaitu kampesterol, stigmasterol, dan β-sitosterol dari ekstrak diklorometana kulit batang R. stylosa (Mukharromah dan Suyatno, 2014), 4-metil-kolest-24-en-3-ol dan 4-metilstigmast-22-en-3-ol dari ekstrak kloroform kulit batang R. mucronata, serta β-sitosterol dari ekstrak metanol kulit batang R. mucronata (Diastuti dan Warsinah, 2010). Senyawa metabolit sekunder lainnya yang berhasil diisolasi adalah senyawa golongan flavonoid yaitu rutin dari ekstrak etil asetat daun
Rhizophora apiculata (Syahputra, 2019)
dan senyawa golongan terpenoid yaitu taraxerol dari ekstrak n-heksana daun
Rhizophora apiculata (Sari, 2019).
Penelitian ini merupakan lanjutan
dari penelitian sebelumnya oleh Sari (2019), tentang kandungan senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak n-heksana daun Rhizophora apiculata dan potensi ekstrak daun Rhizophora apiculata sebagai antibakteri alami.
METODOLOGI PENELITIAN a. Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat alat destilasi, neraca analitik, seperangkat alat kromatografi vakum cair, seperangkat alat kromatografi kolom gravitasi, satu unit
rotary evaporator Heidolph 2000, lampu
UV (254 dan 366 nm), alat penentuan titik leleh Fisher Johns, spektrofotometer UV-Visible, spektrofotometer FT-IR, lumpang, chamber, hot plate, waterbath, autoklaf, inkubator, spatula dan peralatan gelas laboratorium lainnya yang disesuaikan dengan prosedur kerja.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tumbuhan bakau Rhizhophora apiculata dari Kota Dumai Provinsi Riau, akuades, etil asetat, etanol, heksana, reagen penampak noda cerium sulfat, plat KLT silika gel GF254 Merck, silika gel 60 Thin layer, silika gel 60 (70-230 mesh) Merck,
dan aluminium foil. Bahan uji antibakteri terdiri dari isolat bakteri E.coli dan S.
Nutrient Broth (NB) dan kertas cakram
berukuran 6 mm.
b. Ekstraksi dan isolasi metabolit sekunder
Sampel daun tumbuhan bakau
Rhizophora apiculata yang sudah dikeringkan kemudian dimaserasi menggunakan pelarut etanol selama 24 jam dengan lima kali pengulangan. Kemudian dilakukan pemisahan pelarutnya menggunakan alat rotary
evaporator. Ekstrak hasil rotary evaporator dipartisi menggunakan pelarut n-heksana sebanyak tujuh kali pengulangan. Fraksi yang didapat dari hasil partisi di-rotary evaporator untuk memisahkan pelarutnya sehingga didapat ekstrak kasar n-heksana sebanyak 12,47 gram.
c. Pemisahan dengan vacuum liquid chromatography (VLC)
Ekstrak kasar n-heksana daun bakau R. apiculata dipisahkan dengan kolom kromatografi vakum cair (yang berdiameter 3 cm dan tinggi 13 cm) diisi dengan silika gel 60 hingga didapatkan tinggi silika 10 cm. Pengisian silika kedalam kolom dilakukan dalam keadaan vakum hidup, agar diperoleh kerapatan maksimum. Ekstrak kasar heksana diambil sebanyak 11 gram dan dilakukan
preabsorbsi terlebih dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Selanjutnya dielusi secara bergradien dengan menggunakan perbandingan pelarut dimulai dari n-heksana 100%,
n-heksana:etilasetat (80:20%), n-heksana :etil asetat (60:40%), n-heksana:etil asetat (20:80%), hingga mencapai etilaseta 100 %. Perbandingan volume eluen yang dipakai adalah 200 mL/eluen. Hasil elusi ditampung dalam erlenmeyer dan diperoleh sebanyak 6 fraksi kemudian pelarut tiap-tiap fraksi diuapkan dengan
rotary evaporator dan ditampung ke
dalam vial yang beratnya sudah diketahui sebelumnya dengan tujuan memudahkan dalam mengetahui berat sampel yang sebenarnya dan tiap-tiap vial juga diberi label untuk memudahkan pengujian selanjutnya. Tiap-tiap fraksi dilakukan uji KLT untuk mengetahui hasil pemisahan dari ekstrak apabila terdapat fraksi yang memiliki nilai Rf sama maka dapat digabungkan dan dipisahkan kembali dengan kromatografi kolom dan dilakukan uji KLT kembali. Apabila terbentuk kristal pada fraksi maka kristal tersebut direksristalisasi untuk memisahkan kristal dengan zat pengotornya agar kristal benar-benar murni. Kristal yang telah murni kemudian dilakukan uji KLT kembali dan diukur
titik lelehnya. Selanjutnya dianalisis dan dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV dan FT-IR.
d. Uji aktivitas antibakteri
Inokulum bakteri E. coli dan S.
aureus (OD600nm ~ 0.1) setara 107
CFU/mL diambil sebanyak 1 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi media NA yang masih cair dengan suhu sekitar 45oC – 50oC, lalu divortex. Kemudian dituangkan ke dalam cawan petri. Tunggu hingga media memadat.
Ekstrak n-heksana dengan konsentrasi 20 μg, 30 μg, dan 40 μg diserapkan ke cakram steril sebanyak 20 µL. Kontrol positif yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri yaitu Amoxsan® (30 μg). Kontrol negatif yaitu DMSO. Sebanyak 20 µL kontrol negatif diserapkan ke cakram steril. Cakram sampel, kontrol positif, dan kontrol negatif yang sudah kering diletakkan pada permukaan media uji kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Zona hambat yang terbentuk diamati setelah diinkubasi dan diukur diameter zona hambat yang terbentuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Isolasi senyawa metabolit sekunder
Daun bakau yang telah kering, dihaluskan hingga menjadi serbuk. Hal ini dilakukan agar dinding sel pada tumbuhan hancur sehingga pada saat proses maserasi pelarut akan mudah masuk menembus dinding sel tumbuhan dan kelarutan senyawa kimia yang ada di dalam sampel akan lebih besar. Ekstrak kasar yang didapat dari hasil fraksinasi kemudian dianalisis dengan menggunakan KLT. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan eluen yang sesuai untuk memberikan pola pemisahan yang baik dan juga untuk mengetahui jumlah komponen yang terdapat di dalam ekstrak tersebut.
VLC dilakukan dengan sistem gradien elusi, dimana kepolaran pelarut dinaikkan dimulai dari n-heksana yang memiliki kepolaran rendah sampai etil asetat yang bersifat semipolar agar pemisahan senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel terpisah dengan baik sesuai dengan tingkat kepolarannya. Hasil pemisahan menggunakan VLC diperoleh 6 fraksi dan diuji KLT. Pada hasil uji KLT ada beberapa fraksi yang memiliki nilai Rf yang sama sehingga digabungkan, dan setelah penggabungan
diperoleh 4 fraksi.
Dari hasil penggabungan diperoleh endapan berwarna hijau pekat pada F4 sebanyak 0,79 g. Uji KLT yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada F4 terdapat lebih dari 1 senyawa, sehingga F4 dilakukan kromatografi kolom gravitasi yang bertujuan untuk memisahkan antara senyawa satu dengan senyawa yang lain berdasarkan sifat kepolarannya. F4 sebanyak 0,79 g dikromatografi kolom gravitasi dengan menggunakan sistem gradien elusi. Hasil kromatografi kolom gravitasi diperoleh sebanyak 42 vial. Dari 42 vial hasil pemisahan terdapat kristal berwarna putih pada vial 2-3 dan pada vial 1 dan 4-42 berupa padatan kotor. Dari hasil uji KLT dapat dilihat bahwa hanya terdapat satu noda pada vial 2-3 yg diduga mengandung senyawa yang sama dengan nilai Rf 0,24 sehingga kristal pada vial tersebut digabungkan dan diberi kode RA-02 sebanyak 10,9 mg.
Senyawa RA-02 kemudian dilakukan uji kemurnian untuk memastikan senyawa tersebut benar-benar murni. Uji kemurnian diawali dengan mencuci kristal senyawa RA-02 dengan menggunakan metanol dingin untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalamnya. Selanjutnya senyawa
RA-02 diuji kemurniannya dengan melakukan uji KLT menggunakan 3 jenis eluen yaitu DCM 100%, DCM:n-heksana (6:4) dan DCM:n-heksana (5:5). Kemudian dilanjutkan dengan uji titik leleh. Kristal RA-02 meleleh pada suhu 108-109ºC. b. Karakterisasi Senyawa
Hasil spektrum UV-Vis memperlihatkan bahwa RA-02 memberikan serapan pada panjang gelombang 203 dan 312 nm yang merupakan ciri transisi π→π* dan n→π*. Serapan pada panjang gelombang tersebut menunjukkan bahwa senyawa ini memiliki ikatan rangkap dua. Spektrum UV-Vis dari RA-02 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Spektrum UV-Vis RA-02
Karakterisasi senyawa RA-02 menggunakan FT-IR untuk melihat gugus fungsi yang ada pada senyawa tersebut. Hasil spektrum infra merah memperlihatkan bahwa RA-02 yang diperoleh menunjukkan serapan pada bilangan gelombang 2852 – 2935 cm-1
dengan bentuk intensitas yang sangat kuat 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 200 250 300 350 400 A b so rb a n si Panjang Gelombang (nm)
menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H alifatik. Pada bilangan gelombang 1598 cm-1, pita serapan yang terbentuk adalah tajam dengan intensitas yang kuat menunjukkan ikatan C=C (sp2).
Serapan pada daerah bilangan gelombang 1490 dan 1458 cm-1 menunjukkan ikatan C-H metilen dan metil. Pada bilangan gelombang 1246-1165 cm-1 dengan bentuk pita tajam dan intensitas kuat menunjukkan adanya ikatan C-O-C eter dari struktur.
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa RA-02 mengandung gugus alifatik, alkil (CH3 dan CH2), ikatan C
rangkap dua (C=C) dan gugus eter (C-O-C). Spektrum IR dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Spektrum IR senyawa RA-02
c. Uji aktivitas antibakteri
Uji antibakteri ekstrak n-heksana daun Rhizophora apiculata dilakukan terhadap dua jenis bakteri patogen yaitu
S. aureus dan E. coli. Ekstrak n-heksana
menunjukkan aktivitas antibakteri
terhadap bakteri E. coli, Terbentuknya daerah bening di sekitar kertas cakram menunjukkan terjadinya penghambatan pertumbuhan koloni bakteri akibat pengaruh senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak n-heksana daun R. apiculata. Untuk hasil dari uji antibakteri ekstrak n-heksana daun Rhizophora
apiculata dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Zona hambat ekstrak n-heksana ldaun R. apiculata
Konsentrasi Sampel (µg/disk)
Diameter Zona Hambat (mm) E. coli S. aureus 20 11,4±4,22 0,00±0,00 30 12,27±4,04 0,00±0,00 40 13,77±4,25 0,00±0,00 Kontrol Positif 24,73±1,92 24,67±2,14 Kontrol negatif 0,00±0,00 0,00±0,00 Perbedaan nilai zona hambat yang dihasilkan dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan kadar dari suatu zat yang terkandung dalam ekstrak n-heksana daun mangrove R. apiculata. Dewi (2010) menyebutkan bahwa semakin pekat konsentrasi suatu ekstrak maka semakin besar pula senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak, sehingga hal tersebut memberikan pengaruh terhadap diameter zona hambat yang terbentuk pada bakteri uji. Kecilnya zona hambat yang terbentuk diduga karena konsentrasi ekstrak yang semakin kecil sehingga kurang mampu dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Menurut Zuhud (2001), aktivitas antibakteri sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya konsentrasi ekstrak yang digunakan. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin besar nilai yang dihasilkan dan sebaliknya.
E. coli
S. aureus
Gambar 3. Uji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana daun R.
apiculata
Zona bening pada bakteri E. coli tidak terlihat jelas dibandingkan dengan kontrol positifnya yaitu Amoxsan® yang dapat dilihat pada Gambar 3. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ekstrak
n-heksana daun R. apiculata memiliki
antibakteri bersifat bakteriostatik, dimana memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri saja.
Pada Tabel 1. ekstrak n-heksana daun R. apiculata memiliki zona hambat
pada pertumbuhan bakteri E. coli, tetapi pada bakteri S. aureus tidak terbentuk zona hambat di ketiga konsentrasi ekstrak. Perbedaan daya hambat disebabkan oleh perbedaan sensitivitas bakteri, mekanisme dan kesinergisan kerja antara senyawa aktif di dalam ekstrak.
Struktur dinding sel bakteri Gram positif memiliki lebih banyak peptidoglikan, sedikit lipid dan mengandung polisakarida (asam teikoat) yang mudah larut dalam air sehingga bersifat polar. Dinding sel bakteri Gram negatif lebih banyak mengandung lipid, sedikit peptidoglikan serta membran luar yang terdiri dari fosfolipid (lapisan dalam) dan lipopolisakarida (lapisan luar) sehingga bersifat nonpolar.
Suciati et al. (2012) menyatakan bahwa sifat antibakteri suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas yang tinggi terhadap bakteri apabila mempunyai diameter daya hambat besar. Suatu bahan dikatakan mempunyai aktivitas antibakteri apabila diameter daya hambat yang terbentuk lebih besar atau sama dengan 6 mm.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa isolasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak n-heksana 1 1 2 2 3 3 + + ̶ ̶
daun bakau Rhizophora apiculata
menghasilkan senyawa RA-02. RA-02 berbentuk kristal berwarna putih dengan titik leleh 108-109ºC. Dari hasil karakterisasi, RA-02 mengandung gugus alifatik, alkil (CH3 dan CH2), ikatan C
rangkap dua (C=C) dan gugus eter (C-O-C). Ekstrak n-heksana daun R. apiculata memiliki aktivitas antibakteri bersifat bakteriosatik karena mampu menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli.
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut sampai pada karakterisasi NMR dan MS untuk menentukan struktur hasil isolat murni yang telah diperoleh dan dilakukan penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) untuk mengetahui efektivitas dari senyawa antibakteri yang diuji sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut untuk penelitian guna perkembangan kesehatan di bidang obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA
Amirkaveei, S., & Behbahani, B. A. 2011. Antimicrobial effect of mangrove extract on escherichia
coli and penicillium digitatum. International Conference on Food Engineering and Biotechnology,
9, pp. 185–188.
Dewi, F. K. 2010. Aktivitas antibakteri
ekstrak etanol buah mengkudu (morinda citrifolia, linnaeus)
terhadap bakteri pembusuk daging segar. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Diastuti, H., & Warsinah. 2010. Identifikasi senyawa antikanker dari ekstrak kloroform kulit batang
rhizophora mucronata. Majalah Farmasi Indonesia, 21(4), pp.
279–284.
Hadi, A., Irawati, M., & Suhadi, S. 2016. Karakterisitik morfo-anatomi struktur vegetatif spesies
rhizopora apiculata
(rhizoporaceae). Jurnal Pendidikan - Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(9), pp.
1688–1692.
Harborne, J. B. 2006. Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: ITB Press.
Lewis, R. R. et al. 2016. Stress in mangrove forests: early detection and preemptive rehabilitation are essential for future successful worldwide mangrove forest management. Marine Pollution
Bulletin, 109, pp. 764–771.
Mukharromah, R. R., & Suyatno. 2014. Senyawa metabolit sekunder dari
ekstrak diklorometana kulit batang bakau merah (rhizophora
stylosa). UNESA Journal of Chemistry, 3(3), pp. 154–158.
Putri, A. M., Prayitno, S. B., & Sarjito. 2015. Perendaman berbagai dosis ekstrak daun bakau (rhizophora
apiculata) untuk pengobatan kepiting bakau (scylla serrata) yang diinfeksi bakteri vibrio
harveyi. Journal of Aquaculture Management and Technology,
4(4), pp. 141–149.
Sari, I. W. 2019. Isolasi metabolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak
n-heksana daun rhizophora apiculata. Skripsi. Pekanbaru:
Universitas Riau.
Siregar, A. F., Agus, S., & Delianis, P. 2012. Potensi antibakteri ekstrak rumput laut terhadap bakteri penyakit kulit pseudomonas aeruginosa, staphylococcus epidermidis, dan micrococcus luteus. Diponegoro Journal of Marine Research, 1(2), pp. 152–
160.
Suciati, A., Wardiyanto., & Sumino. 2012. Efektifitas ekstrak daun
rhizophora mucronata dalam
menghambat pertumbuhan
aeromonas salmonicida dan
vibrio harveyi. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan,
1(1), pp. 1–8.
Syahputra, R. O. 2019. Isolasi metabolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak etil asetat daun rhizophora apiculata. Skripsi. Pekanbaru: Universitas Riau.
Wiarta, R., Astiani, D., Indrayani, Y., & Mulia, F. 2017. Pendugaan jumlah karbon tersimpan pada tegakan jenis bakau (rhizopora apiculata bl). Jurnal Hutan Lestari, 5 (2), pp. 356–364.
Zuhud, E. A. M., Rahayu, W. P., Wijaya, C. H., & Sari, P. P. 2001. Aktivitas antimikroba ekstrak kedawung (parkia roxburghii g. don) terhadap bakteri patogen.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 12(1), pp. 6–12.