• Tidak ada hasil yang ditemukan

Self-Perception of Aging, Sexual Quality of Life, Happiness, and Successful Aging Among Middle and Late Adulthood Women in Denpasar, Bali, Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Self-Perception of Aging, Sexual Quality of Life, Happiness, and Successful Aging Among Middle and Late Adulthood Women in Denpasar, Bali, Indonesia."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Self-Perception of Aging, Sexual Quality of Life, Happiness, and Successful

Aging Among Middle and Late Adulthood Women in Denpasar, Bali,

Indonesia

Made Diah Lestari

Department of Psychology, Medical Faculty, Udayana University, Denpasar, Bali, Indonesia

mdlestari@gmail.com

Abstract

The proportion of older people in Indonesia is increasing year by year. In one point, this condition is the reflection of the successful of health system and infrastructure development. In another point this condition is giving a significant impact to the socioeconomic feature in Indonesia. The number of older people and productive generation are compared by old dependency ratio. If the number of older people is higher than the number of productive generation, than the old dependency ratio is high. This condition has fostered new paradigm in gerontology. The focus is no longer how to maintain life expectancy but the important one is how to help older people keep productive and autonomous in their later life. The research examined the relation between self perception of aging, sexual quality of life, happiness, and successful aging. Peterson (2006) found that there were several variables that correlated to happiness. Sexual quality of life gave the highest contribution to the happiness. Unfortunately in some cultures, the sexual life among middle and late adulthood women has been limited by the stereotype of menopause. Levy and Myers (2004) also mentioned that self-perception of aging had a strong predictive value on healthiness, sexual quality, mortality, and health behavior in later life. This research was quantitative research. Data collection used four scales which are successful aging, happiness, sexual quality of life, and self-perception of aging scale. It was conducted in Denpasar and the subjects were 93 middle and late adulthood women. Predictive power of self-perception of aging on successful of aging, happiness, and sexual quality of life were analyzed by multiple regressions. The findings are discussed and directions for future research are described.

(2)

Pendahuluan

Proporsi jumlah penduduk dengan

usia lanjut yang semakin meningkat dari

tahun ke tahun di Indonesia, layaknya

seperti fenomena uang logam dengan dua

sisi yang berbeda. Di satu sisi, hal ini

menunjukkan keberhasilan pembangunan

dalam bidang kesehatan, namun di sisi lain

juga memberikan dampak yang signifikan

pada kehidupan sosial dan ekonomi di

Indonesia. Secara sosial dan ekonomi,

proporsi jumlah penduduk usia lanjut,

menunjukkan angka ketergantungan

penduduk (old dependency ratio) yaitu suatu

rasio yang menunjukkan perbandingan

antara jumlah penduduk usia tua dengan

jumlah penduduk produktif. Jika penduduk

usia tua jumlahnya lebih besar daripada

jumlah penduduk usia produktif, maka

angka ketergantungan di suatu wilayah akan

semakin besar. Kondisi ini melahirkan

paradigma baru di bidang ilmu gerontologi,

bahwa saat ini fokus perhatian bukan hanya

bagaimana memperpanjang usia harapan

hidup individu di suatu wilayah, namun

yang terpenting adalah membangun usia

yang produktif di masa tua, dengan kata lain

usia lanjut yang mandiri.

Kemandirian di usia lanjut adalah

salah satu indikator yang menunjukkan usia

lanjut berhasil (successful aging).

Terminologi successful aging sendiri

seringkali dinilai menuntut dan labeling oleh

sejumlah peneliti, namun di sisi lain juga

mengubah pandangan dan penilaian

masyarakat terhadap usia lanjut yang semula

dinilai sebagai kelompok yang memiliki

keterbatasan kemudian tergantikan oleh

pandangan yang lebih optimis. Bagaimana

usia lanjut menjadi mandiri, sangat

tergantung oleh kualitas hidupnya, salah

satunya adalah kondisi psikologis dan

derajat kebahagiaan usia lanjut. Penelitian

ini ingin melihat hubungan antara tingkat

kebahagiaan dan tingkat kemandirian di usia

lanjut. Penelitian yang dilakukan oleh

Peterson (2006) menunjukkan bahwa

terdapat sejumlah variabel yang

mempengaruhi tingkat kebahagiaan

seseorang, salah satu variabel yang memiliki

kontribusi yang tinggi terhadap kebahagiaan

adalah kualitas kehidupan seksual

seseorang.

Stereotipe mengenai masa

menopause yang membatasi kehidupan

seksual perempuan dan juga pengaruh

budaya yang melihat ekspresi kebutuhan

seksual oleh perempuan sebagai hal yang

taboo, dipandang sebagai salah satu faktor

yang mempengaruhi sexual quality of life

perempuan, khususnya di masa pra lansia

(3)

(2004) mengungkapkan bahwa

self-perception of aging memiliki kekuatan

prediktif dalam menentukan kondisi

kesehatan, tingkat kematian, dan perilaku

sehat sebagai usaha preventif di masa tua.

Salah satu kondisi kesehatan yang tercakup

di dalamnya adalah sexual quality of life,

khususnya pada usia lanjut perempuan.

Peneliti juga meyakini bahwa persepsi

individu terhadap kondisi penuaan yang ia

alami sangat berperan terhadap tingkat

kebahagiaannya di usia lanjut.

Berdasarkan penjelasan tersebut,

maka penelitian ini bertujuan untuk melihat

hubungan antara self-perception of aging,

sexual quality of life, tingkat kebahagiaan,

dan tingkat kemandirian pada perempuan

pra-lansia dan lansia di Denpasar. Penelitian

ini adalah penelitian kuantitatif dengan

menggunakan skala sebagai alat

pengumpulan data. Skala yang digunakan

adalah Skala Kemandirian Usia Lanjut,

Skala Kebahagiaan, Skala Sexual Quality of

Life, dan Skala Self-perception of Aging.

Penelitian dilakukan di Denpasar, dengan

subjek perempuan, dan berada dalam

rentang usia pra-lansia, dan lansia.

Predictive power dari self-perception of

aging dalam menjelaskan variabel tingkat

kemandirian usia lanjut, tingkat

kebahagiaan, dan sexual quality of life akan

dianalisis dengan regresi berganda untuk

melihat peran variabel bebas terhadap

variable terikat. Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat menjadi masukan bagi

program pendampingan lansia di setiap

kader banjar di seluruh wilayah di Denpasar

guna mencapai usia lanjut yang mandiri dari

sudut pandang Ilmu Psikologi Gerontolog,

Psikologi Seksual dan Psikologi Positif.

Perspektif Teoretis

Perspektif teoretis dan paradigma

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teori mengenai kemandirian di usia lanjut,

kebahagiaan, sexual quality of life,

self-perception of aging, dan teori mengenai

lansia. Pada bagian berikutnya akan dibahas

mengenai dinamika antar variabel dan

hipotesis penelitian.

Kemandirian di Usia Lanjut

Mandiri mengandung makna bahwa

seseorang saat menjalani kehidupannya

sehari-hari tidak mengalami ketergantungan

dengan orang lain. Pada usia pra lansia dan

lansia, kemandirian mencakup tiga aspek

(Suardiman, 2011), yakni:

a. Kemandirian ekonomi, tidak

menggantungkan hidupnya kepada

orang lain. Hal ini dapat diraih saat

(4)

dapat menjamin kebutuhan

hidupnya, baik dari uang pensiun,

tabungan hari tua, maupun

pendapatan-pendapatan yang

sifatnya pasif.

b. Kemandirian dalam melakukan

kegiatan sehari-hari.

c. Kemandirian sebagai salah satu

aspek kepribadian dari usia lanjut,

seperti kemampuan untuk

mengambil inisiatif, kemampuan

mengatasi masalah, penuh

ketekunan, memperoleh kepuasan

dari usahanya, serta berkeinginan

mengerjakan sesuatu tanpa bantuan

orang lain.

Tiga aspek kemandirian usia lanjut di atas

akan digunakan sebagai indikator dalam

pembuatan alat ukur dalam penelitian ini.

Kebahagiaan dan Pengukurannya

Definisi terkait kebahagiaan sejak

dahulu sudah menjadi kajian beberapa ahli.

Konsep hedonisme yang dikemukan oleh

Aristippus (dalam Peterson, 2006) mengacu

pada konsep kebahagiaan yang

mementingkan pleasure, dimana

kebahagiaan didapat dari memaksimalkan

pleasure dan meminimalkan rasa sakit.

Pandangan yang berlawanan dengan konsep

hedonisme ini disampaikan oleh Aristotle,

yakni konsep eudaimonia. Eudaimonia

melihat bahwa kebahagiaan yang

sebenarnya dapat dicapai dengan identifikasi

prinsip-prinsip dalam kehidupan yang dianut

oleh individu, memahami dan

menginternalisasikannya, serta hidup secara

harmoni di lingkungannya (Peterson, 2006).

Carl Rogers mengistilahkannya dengan fully

functioning person, Maslow dengan konsep

aktualisasi diri, Ryff dengan istilah

kesejahteraan psikologis, dan Deci dan Ryan

dengan istilah self-determination. Secara

keseluruhan, para ahli di atas, walaupun

dengan istilah mereka yang beragam,

meyakini bahwa individu seharusnya

berkembang sesuai dengan kemampuan

terbaik mereka, menggunakan ketrampilan

dan bakatnya dalam kehidupan untuk

pemenuhan kebutuhan maupun untuk

pelayanan di masyarakat (Peterson, 2006).

Penelitian menunjukkan bahwa

eudaimonia merupakan prediktor dari

kepuasan hidup. Individu yang berorientasi

pada pencapaian tujuan hidup dan aktivitas

yang bersifat eudaimonia lebih puas dengan

hidupnya dibandingkan dengan individu

yang hanya berorientasi pada pleasure.

Berdasarkan hasil ini bukan berarti bahwa

hedonisme tidak relevan dalam pencapaian

kepuasan hidup, namun kontribusinya lebih

(5)

dalam Peterson, 2006). Lebih lanjut

Peterson (2006) mengungkapkan bahwa

tidak hanya hedonisme dan eudaimonia

yang berperan dalam pencapaian

kebahagiaan, dua aspek lainnya adalah

engagement dan victory. Engagement

mengacu pada flow, bukan hanya pleasure.

Engagement adalah kepuasan yang berasal

dari kegiatan yang disukai, melibatkan

pemikiran dan interpretasi, terlibat

sepenuhnya dalam kegiatan tersebut,

ditopang oleh kekuatan dan kualitas diri

(Seligman, 2002). Victory adalah

kemampuan dan keinginan yang kuat untuk

meraih kemenangan dalam berbagai area

kehidupan, seperti pekerjaan, cinta,

hubungan interpersonal, dan prestasi lainnya

(Peterson, 2006).

Seligman, dkk (dalam Peterson,

2006) mengungkapkan bahwa kebahagiaan

adalah konstruk yang sangat kompleks.

Kebahagiaan adalah salah satu kajian dalam

Ilmu Psikologi Positif. Kebahagiaan

mencakup level kognitif dan juga motivasi.

Penelitian yang sudah dilakukan

sebelumnya, hampir tidak dapat mengukur

kebahagiaan sebagai sebuah terminologi

yang berdiri sendiri, namun kebahagiaan

dapat diukur melalui bagian-bagian

manifestasinya. Dalam penelitian ini, tingkat

kebahagiaan diukur melalui manifestasi

hedonisme (pleasure), eudaimonia (makna

hidup), engagement, dan victory.

Sexual Quality of Life dan Aktivitas Seksual

Pra Lansia dan Lansia Perempuan

Seksualitas adalah salah satu fungsi

yang penting dalam kehidupan individu dan

memiliki peran mendasar dalam kehidupan

reproduksi manusia. Fungsi ini mencakup

kondisi fisik, emosional, dan psikologis,

serta diyakini berpengaruh terhadap kualitas

hidup (Chedraui dkk dalam Maasoumi dkk.,

2013). Dampak psikologi dan fisiologis

penuaan terhadap kehidupan seksual

perempuan menjadi salah satu kajian yang

menarik dengan alasan yang beragam, salah

satunya adalah kondisi menopause

perempuan.

Tidak seperti stereotipe yang

berkembang di masyarakat, bahwa kondisi

menopause perempuan akan menurunkan

frekuensi dan kualitas seksualitas

perempuan, sebuah survei yang dilakukan

oleh The National Council on The Aging

(NCOA) di tahun 1998 menemukan bahwa

aktivitas seksual memainkan peranan

penting dalam hubungan interpersonal

kelompok usia lanjut. Dalam penelitian ini

79% laki-laki dan 66% perempuan

melaporkan bahwa seksualitas adalah

(6)

dengan pasangannya. Sejumlah 74%

laki-laki dan 70% perempuan yang aktif secara

seksual melaporkan bahwa kepuasan mereka

terhadap aktivitas seksual meningkat bahkan

melebihi kepuasan saat mereka berada pada

usia tengah baya (Kingsberg, 2002).

Berdasarkan penelitian tersebut,

dapat kita simpulkan bahwa kepuasan

perempuan terhadap aktivitas seksual tidak

menurun seiring dengan penuaan. Perubahan

dalam kondisi fisik dan fisiologis yang

terjadi sebagai akibat dari menopause dapat

menjadi faktor penyebab menurunnya fungsi

seksual. Levine (dalam Kingsberg, 2002)

lebih lanjut menjelaskan bahwa penurunan

kondisi fisik dan fisiologis berkaitan dengan

penurunan drive, bukan desire. Melalui

pandangan ini, dapat dilihat bahwa

walaupun perempuan mengalami penurunan

drive, namun masih termotivasi dan

memiliki gairah dalam melakukan hubungan

atau aktivitas seksual, maka perempuan

masih mampu mendapatkan kepuasan dari

aktivitas seksual yang dilakukan. Dalam

penelitian ini sexual quality of life akan

diukur melalui empat dimensi yang

mencakup drive dan desire, yakni enjoyment

of sexual activity, sexual desire, kesulitan

dalam sexual performance, dan avoidance of

sexual encounter (Kolotkin, dkk., 200

Self-Perception of Aging

Riset mengenai self-perception of

aging yang dilakukan selama ini, sebagian

besar mengadopsi pemikiran G.H Mead

bahwa diri atau self tidak hanya berisikan

kumpulan kualitas-kualitas personal atau

pribadi seseorang, namun juga kumpulan

dari sikap sosial yang berasal dari

lingkungan individu itu sendiri (Mead dalam

Macia dkk, 2009). Mead lebih lanjut

mengungkapkan bahwa sikap positif dan

negatif terhadap diri akan terinternalisasi

dan menjadi bagian dari individual’s self.

Jika disimpulkan, maka dapat dikatakan

bahwa self-perception merefleksikan tidak

hanya bagaimana individu menilai dirinya,

namun juga menyangkut bagaimana orang

lain menilai individu. Dalam perspektif

gerontologi, konsep self-perception

dikaitkan dengan proses penuaan yang

kemudian melahirkan istilah self-perception

of aging.

Berdasarkan Levy (dalam Macia

dkk., 2009), proses internalisasi

self-perception sebagai bagian dari kelompok

usia lanjut oleh seorang individu terbagi

menjadi dua tahapan, yakni:

a. Tahap 1, stereotipe terkait usia lanjut

terinternalisasi selama tahapan

perkembangan sebelum seseorang

(7)

stereotipe ini tidak memberikan

dampak bagi self-perception

dikarenakan individu masih menjadi

kelompok luar, belum masuk ke

dalam tahapan usia lanjut. Stereotipe

terkait usia kemudian menjadi

stereotipe terhadap diri saat

seseorang sudah menjadi bagian dari

kelompok usia lanjut.

b. Tahap 2, identifikasi dengan

kelompok. Levy (dalam Macia dkk.,

2009) mengatakan bahwa semakin

negatif stereotipe terhadap usia

lanjut, maka semakin resisten

seorang individu

mengidentifikasikan dirinya sebagai

bagian dari kelompok usia lanjut. Di

sisi lain Hummert, dkk (dalam

Macia, dkk., 2009) menyatakan

bahwa individu memiliki

kecenderungan untuk

mengidentifikasikan dirinya

berdasarkan kelompok usia, sehingga

walaupun stereotipe yang

berkembang bersifat negatif, namun

usia lanjut tetap memiliki

kecenderungan untuk

mengidentifikasikan dirinya dengan

kelompok seusianya. Kontak sosial

yang terjadi, apakah itu dengan

orang lain di sekelilingnya, ataupun

media lain akan semakin

memperkuat stereotipe dan penilaian

orang lain yang diterima oleh

individu usia lanjut. Bentuk

penilaian dan penerimaan inilah yang

kemudian membentuk

self-perception of aging.

Self-perception of aging adalah sebuah

konsep yang banyak dipakai dalam bidang

kesehatan dan gerontologi. Tidak sedikit

penelitian yang menemukan bahwa ada

kaitan antara persepsi diri di masa tua

dengan derajat kesehatan seseorang dan

self-efficacy usia lanjut dalam pemeliharaan

kesehatan. Self-perception of aging dalam

penelitian ini diukur dengan menggunakan

lima aitem yang diadaptasi dari skala

Attitude Toward Own Aging yang

merupakan bagian dari Philadelphia

Geriatric Center Morale Scale yang

dikembangkan oleh Lawton (1975).

Konsep Usia Lanjut

Usia lanjut adalah kelompok

individu yang menginjak usia dewasa akhir

dan mengalami penurunan fungsi fisik,

kognitif, dan juga psikososial (Papalia, dkk.,

2007). Menurut Undang-undang Republik

Indonesia no. 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia pada bab 1 pasal 1 ayat

(8)

seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun

ke atas (Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, 2014). Lebih lanjut, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (dalam

Maryam dkk., 2008) mengklasifikasikan

usia lanjut berdasarkan rentang usia dan

risiko menjadi tiga kategori, yakni pra lansia

(kelompok usia 45 59 tahun, lansia

(kelompok usia 60 – 69 tahun), dan

kelompok lansia berisiko (kelompok usia 70

tahun ke atas). Penelitian ini menggunakan

kelompok pra lansia dan lansia sebagai

subjek penelitian.

Kemandirian merupakan suatu

kondisi yang diidam-idamkan oleh sebagian

besar kelompok usia lanjut. Kemandirian

ditandai dengan mandiri secara ekonomi,

pemeliharaan kehidupan sehari-hari, dan

mandiri secara kepribadian serta emosional.

Salah satu faktor yang mempengaruhi

kemandirian usia lanjut adalah kondisi

bahagia dan persepsi mereka terhadap

proses penuaan yang mereka alami

(Suardiman, 2011). Lebih lanjut, Levy dan

Myers (2004) mengungkapkan bahwa

self-perception of aging memiliki kekuatan

prediktif dalam menentukan kondisi

kesehatan, tingkat kematian, dan perilaku

sehat sebagai usaha preventif di masa tua.

Salah satu kondisi kesehatan yang tercakup

di dalamnya adalah sexual quality of life,

khususnya pada usia lanjut perempuan.

Stereotipe mengenai masa menopause yang

membatasi kehidupan seksual perempuan

dan juga budaya tertentu yang membatasi

perempuan dalam mengekspresikan

kebutuhan seksual mereka dipandang

sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi sexual quality of life

perempuan, khususnya di masa pra lansia

dan lansia. Riset yang dilakukan oleh The

National Council on The Aging (NCOA) di

tahun 1998 menemukan bahwa aktivitas

seksual memainkan peranan penting dalam

hubungan interpersonal kelompok usia

lanjut dan tidak ada perbedaan dalam

kepuasan hubungan seksual antara usia

lanjut laki-laki dengan usia lanjut

perempuan. Secara biologis, kondisi

menopause memang mengurangi drive

dimana produksi hormon sudah menurun

dibandingkan dengan tahapan

perkembangan sebelum menopause, namun

desire atau gairah lebih utama dibandingkan

dengan drive dalam menentukan kepuasan

hubungan seksual, dan desire tidak

berkorelasi terhadap usia seseorang.

Peterson (2006) dalam penelitiannya

menemukan bahwa sexual quality of life

berkorelasi positif dan kuat terhadap

kebahagiaan. Hasil ini sejalan dengan

(9)

spesifik menyatakan bahwa sexual quality of

life adalah hal yang penting bagi perempuan

dan berkorelasi positif dengan kebahagiaan,

kualitas hubungan dengan pasangan, dan

kualitas hidup secara keseluruhan.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

melihat bahwa kondisi menopause adalah

kondisi yang kritikal bagi perempuan. Tidak

sedikit perempuan yang mengalami

kesulitan beradaptasi dengan kondisi ini,

salah satunya adalah beradaptasi dengan

perubahan dalam kehidupan seksual mereka.

Persepsi yang berkaitan dengan usia dan

bagaimana mereka mempersepsikan kondisi

mereka saat memasuki masa tua berperan

penting dalam proses adaptasi ini. Tidak

hanya menyangkut penilaian pribadi, namun

juga stereotipe dan penilaian individu lain di

sekelilingnya. Jika self-perception of aging

positif, maka perilaku sehat mereka, salah

satunya aktivitas seksual (fisik, emosional,

dan relasional) pun akan semakin positif.

Sexual quality of life yang positif pun akan

mengarahkan pada kondisi kebahagiaan

yang merupakan tombak awal bagi

kemandirian di usia lanjut.

Gambar 1. Model Hubungan Self-Perception of Aging, Sexual Quality of Life, Tingkat Kebahagiaan, dan Tingkat Kemandirian

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama

sepuluh bulan. Lokasi penelitian ini adalah

di Denpasar, dengan mempertimbangkan

Denpasar sebagai kota dengan jumlah

penduduk terbanyak di Provinsi Bali.

Pengambilan data akan dilakukan melalui

kader-kader lansia yang ada di banjar dan

juga peguyuban yang berada di

tempat-tempat ibadah. Subyek penelitian adalah

individu yang berada dalam kelompok

pra-lansia, yang berusia 45 59 tahun dan

kelompok lansia 60 – 65 tahun, berjenis

kelamin perempuan, serta berada dalam

kondisi sehat jasmani dan rohani. Jumlah

subyek adalah 93 orang perempuan pra

lansia dan lansia.

Self Perception

of Aging Sexual Quality of

Life

Tingkat Kebahagiaan

(10)

Alat pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah:

a. Skala Kemandirian Usia Lanjut yang

dibangun sendiri oleh peneliti

dengan menggunakan aspek

ekonomi, keseharian, dan

kepribadian/emosional (Suardiman,

2011)

b. Skala Kebahagiaan yang dibangun

dengan menggunakan aspek

hedonisme, eudaimonia,

engagement, dan victory. Skala ini

diadaptasi dan dimodifikasi dari

skala yang sudah dikembangkan oleh

Peterson, Park, dan Seligman (2005).

c. Skala Sexual quality of life yang

dibangun sendiri oleh peneliti

dengan mengacu pada empat aspek

yang digunakan oleh Kolotkin,

dkk.(2006) pada penelitiannya terkait

dengan obesitas dan kualitas

kehidupan seksual. Empat aspek

tersebut adalah enjoyment of sexual

activity, sexual desire, kesulitan

dalam sexual performance, dan

avoidance of sexual encounter.

d. Skala Self-perception of aging terdiri

dari lima aitem yang diadaptasi dari

skala Attitude Toward Own Aging

yang merupakan bagian dari

Philadelphia Geriatric Center

Morale Scale yang dikembangkan

oleh Lawton (1975).

Sebelum menggunakan beberapa skala yang

diadaptasi dari luar, maka peneliti akan

melakukan proses ijin terlebih dahulu dari

penulis aslinya, lalu melakukan tahapan

adaptasi yang mencakup translasi aitem,

backward translation, dan uji coba alat ukur.

Penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan menggunakan empat

variabel, yakni tingkat kemandirian usia

lanjut, tingkat kebahagiaan, sexual quality of

life, dan self-perception of aging. Dalam

penelitian ini predictive power dari

self-perception of aging terhadap sexual quality

of life, tingkat kebahagiaan, dan tingkat

kemandirian usia lanjut dianalisis dengan

menggunakan regresi berganda.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan

regresi berganda diperoleh bahwa model

rgersi dapat menjelaskan mengenai peran

self-perception of aging, sexual quality of

life, dan kebahagiaan pada kemandirian di

perempuan pra lansia dan lansia.

Tabel 1. Uji Signifikansi Regresi

ANOVAb

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), SQLRAT, HPRAT, PARAT a.

(11)

Lebih lanjut didapat bahwa kebahagiaan

memiliki kontribusi yang signifikan

terhadap kemandirian perempuan pra lansia

dan lansia. Variabel yang memberikan

kontribusi paling besar terhadap

kemandirian perempuan pra lansia dan

lansia adalah persepsi mereka terhadap

penuaan. Di sisi lain, hasil regresi

memperlihatkan bahwa kemandirian

perempuan pra lansia dan lansia tidak

ditentukan oleh kualitas kehidupan seksual

mereka.

Tabel 2. Peran Variabel Self-Perception of Aging, Sexual Quality of Life, Happiness, dan Kemandirian

Secara bersama-sama kontribusi

self-perception aging, sexual quality of life, dan

happiness terhadap kemandirian adalah

sebesar 17.5%, sebanyak 82.5% ditentukan

oleh variabel lainnya yang tidak diteliti

dalam penelitian ini.

Tabel 3. Uji Regresi Berganda

Berdasarkan hasil uji regresi

berganda, ada beberapa hal yang menjadi

poin penting dalam diskusi, yaitu:

1. Kemandirian perempuan pra lansia

dan lansia dapat ditingkatkan dengan

memperhatikan tingkat kebagiaan.

2. Bagaimana lansia menilai proses

penuaan saat krusial dalam

menentukan persepsi mereka terkait

kemampuan mereka dalam

melakukan dan menyelesaikan

tugas-tugas kesehariaan dan pengambilan

keputusan.

3. Kajian mengenai kualitas kehidupan

seksual menjadi hal yang tidak

relevan dalam menentukan tingkat

kemandirian usia lanjut. Kualitas

kehidupan seksual memiliki

kontribusi yang signifikan terhadap

kemandirian. Hal ini disebabkan

karena dalam budaya timur,

perempuan memiliki keterbatasan

dalam mengekspresikan emosi dan

kebutuhan seksual mereka.

Daftar Pustaka

Andrews, G. (1997). Women’s Sexual

Health. British: Bailliere Tindall.

Dogan, T., Tugut, N., & Golbasi, Z. (2013). The Relationship Between Sexual Quality of Life, Happiness, and Coefficientsa

1.828 .313 5.839 .000

.205 .083 .252 2.466 .016 .208 .085 .260 2.456 .016 .016 .070 .024 .234 .815 (Constant)

.419a .175 .147 .25173

Model

(12)

Satisfaction with Life in Married Turkish Women. Sex Dissabil, 31,

239 – 247. Doi:

10.1007/s11195-013-9302-z.

Eden, K.J., Wylie, K.R. (2009). Quality of Sexual Life and Menopause. Women

Health, 5(4), 385-396.

Kingsberg, S.A. (2002). The Impact of Aging on Sexual Function in Women and Their Partners. Archieves of

Sexual Behavior, 31(5), 431-437.

Kolotkin, R.L., Binks, M., Crosby, R.D., Ostbye, T., Gress, R.E., Adams, T.D. (2006). Obesity and Sexual Quality of Life. Obesity, 14(3), 472-479.

Lawton, M.P. (1975). The Philadelphia Geriatric Center Morale Scale: A Revision. Journal of Gerontology, 30, 85-89.

Lestari, M.D., Suarya, L.M.K.S. (2013). Terapi Modalitas Pada Usia Lanjut. Being Successful Aging, Sure We Can. Dalam Karya Unud Untuk Anak

Bangsa (11-16). Bali: Universitas

Udayana.

Levy, B., &Myers, L.M. (2004). Preventive Health Behaviors Influenced By Self-Perception of Aging. Preventive

Medicine, 39, 625-629.

Maasoumi, R., Lamyian, M., Montazeri, A., Azin, S.A., Aquilar-Vafai, M.E., & Hajidah, E. (2013). The Sexual Quality of Life-Female (SQOL-F)

Questionnaire: Translation and

Psychometric Properties of The

Iranian Version.

Reproductive-Health Journal. 10(25), 1-6.

Macia, E., Lahman, A., Baali, A., Boetsch, G., & Chapuis-Lucciani, N. (2009). Perception of Age Stereotypes and

Self-Perception of Aging: A

Comparison of French and Moroccan

Populations. Journal of Cross

Cultural Gerontology, 24, 391-410.

Doi 10.1007/s10823-009-9103-0.

Maryam, R.S., Ekasari, M.F., Rosidawati, Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008).

Mengenal Usia Lanjut dan

Perawatannya. Jakarta: Salemba

Medika.

Matlin, M.W. (2008). The Psychology of

Women. 6th ed. USA: Thomson

Wadsworth.

Obrien-Suric, N. (2013). A Cross-National Comparison of Perception of Aging and Older Adults Discussion of Comparative Analysis and Findings of the Five Countries: Parts 2. Care

Management Journal, 14(2), 89

107.

Papalia, D.E., Strerns, H.L., Feldman, R.D.,

& Camp, C.J. (2007). Adult

Development and Aging. 3rded. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Peterson, C., Park, N., & Seligman, M.E.P. (2005). Orientations to Happiness and Life Satisfaction: The Full Life Versus The Empty Life. Journal of

Happiness Studies, 6, 25-41.

Peterson, C. (2006). A Primer in Positive

Psychology. New York: Oxford University

Press.

Seligman, M.E.P. (2002). Authentic

(13)

Suardiman, S.P. (2011). Psikologi Usia

Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada

Gambar

Gambar 1. Model Hubungan Self-Perception ofAging,Sexual Quality of Life, TingkatKebahagiaan, dan Tingkat Kemandirian
Tabel 2. Peran Variabel Self-Perception ofAging, Sexual Quality of Life, Happiness, danKemandirian

Referensi

Dokumen terkait