• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

7.1. Analisis Fungsi Produksi

Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan untuk menyusun suatu model fungsi produksi yang menggambarkan hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Faktor-faktor penduga produksi merupakan faktor input yang digunakan oleh petani dalam usahatani belimbing dewa dalam kurun waktu satu tahun. Analisis ini menggunakan dua waktu yang berbeda, yaitu tahun 2007 dan tahun 2010. Tahun 2007 sebagai tahun dimana petani responden belum mendapatkan kredit, sedangkan tahun 2010 adalah tahun dimana petani sudah memperoleh kredit. Belimbing merupakan tanaman tahunan dimana meningkatnya produktivitas dapat disebabkan oleh bertambahnya usia pohon sehingga pada analisis ini pun digunakan metode pembobotan.

Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi eksponensial dengan tujuh peubah bebas. Peubah bebas yang digunakan adalah pupuk kandang (X1), pupuk NPK (X2), pupuk urea (X3), pupuk gandasil (X4), pestisida (X5), tenaga kerja (X6), , dan dummy (D1) yaitu petani sebelum menggunakan kredit dan sesudah menggunakan kredit, sedangkan peubah terikat yang digunakan adalah produksi belimbing dewa (Y).

7.2. Model Penduga Fungsi Produksi Usahatani Belimbing Dewa

Hasil output model penduga fungsi produksi eksponensial petani responden dapat dilihat pada Tabel 25. Untuk menguji ketepatan model untuk penelitian ini digunakan uji statistik, yaitu uji T, uji F dan koefisien determinasi (R2). Berdasarkan hasil output tersebut, diperoleh koefisian determinasi (R2) sebesar 76,6 persen dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) sebesar 73,3 persen. Koefisien tersebut dapat diartikan bahwa 73,3 persen keragaman produksi belimbing dewa petani responden dapat dijelaskan oleh variasi faktor produksi yang digunakan dalam model. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 26,7 persen

(2)

dijelaskan oleh peubah lain yang tidak terdapat dalam model. Model fungsi produksi usahatani belimbing dewa petani responden dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = 5,234 X10,024

X20,060

X3– 0,006

X40,003

X5-0,019

X60,486

D10,042

Keterangan :

Y : Produksi Belimbing Dewa (kg) X1 : Pupuk Kandang (kg)

X2 : Pupuk NPK (kg) X3 : Pupuk Urea (kg) X4 : Pupuk Gandasil (kg) X5 : Pestisida (liter) X6 : Tenaga Kerja (HOK)

D1 : Dummy: 2= sesudah kredit dan 1= sebelum kredit

Pengaruh semua variabel bebas yang digunakan terhadap produksi dari model tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan uji F. Berdasarkan Tabel 25, P-value pada model fungsi produksi yang diduga adalah sebesar 0,000. P- value yang lebih besar dari α (0,10) menunjukkan bahwa semua faktor produksi yaitu pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk urea, pupuk gandasil, pestisida, tenaga kerja, dan dummy kredit secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing dewa petani responden pada selang kepercayaan 90 persen atau sekurang-kurangnya ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Pengujian terhadap pengaruh nyata masing-masing variabel bebas secara parsial dilakukan dengan uji t. Hasil uji koefisian regresi secara parsial untuk petani responden dapat dilihat pada Tabel 25. Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata (P-value< α = 10 persen) terhadap produksi belimbing dewa adalah pupuk kandang, pupuk NPK, pestisida, dan tenaga kerja. Sedangkan variabel bebas yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi adalah pupuk urea, pupuk gandasil dan dummy kredit.

Pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap

(3)

produksi pada taraf nyata satu persen. Sedangkan pestisida berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing dewa pada taraf nyata sepuluh persen.

Tabel 25. Hasil Pendugaan Parameter Model Fungsi Produksi Belimbing Dewa Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit

Variabel Koefisien t-hitung P-Value VIF

Konstanta 5,234 11,42 0,000**

Pupuk kandang (X1) 0,024 4,66 0,000** 1,209

Pupuk NPK (X2) 0,060 4,87 0,000** 1,628

Pupuk Urea (X3) -0,006 -0,86 0,395** 1,450

Pupuk Gandasil (X4) 0,003 0,46 0,646** 1,366

Pestisida (X5) -0,019 -1,78 0,081** 3,204

Tenaga Kerja (X6) 0,486 5,32 0,000** 1,427

Kredit PKBL (Dummy) 0,042 0,33 0,739** 2,906

R2 = 76,6 % R2 (adj) = 73,3 % ANOVA

Source DF SS MS F P Regression 7 5,59782 0,7996922,56 0.000

Residual Error 481,70128 0,03544 Total 557,29910

Durbin-Watson statistic = 1,82243

Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf nyata 1%

* = berpengaruh nyata pada taraf nyata 10%

Selain itu, dalam membuat suatu persamaan regresi linear berganda diperlukan beberapa asumsi mendasar yang perlu diperhatikan, yaitu normalitas, autokorelasi, multikolinieritas, dan heterokedastisitas.

1. Normalitas, plot garis dari standarized residual cumulative probability menunjukkan bahwa sebaran data berada pada garis normal. Selain itu, P- value> α (0,150 > 0,1) maka dapat dikatakan bahwa data menyebar normal.

Berdasarkan hasil uji, dapat dikatakan bahwa data penelitian ini memiliki sebaran yang normal (Lampiran 6).

2. Autokorelasi, melalui uji Durbin-Watson diperoleh nilai d = 1,82243 (mendekati nilai d= 2) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

(4)

autokorelasi pada komponen error sehingga hasil uji T dan uji F adalah valid (Tabel 25).

3. Multikolinieritas, berdasarkan hasil VIF (Variance Inflation Factors) diketahui bahwa nilai VIF dari seluruh variabel bebas adalah lebih kecil dari 10 (Tabel 25). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinier pada variabel bebas atau tidak terdapat hubungan yang kuat diantara variabel- variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini.

4. Heterokedastisitas, plot antara standardized residual dengan variabel terikat memperlihatkan bahwa tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa data tersebut homogeni atau komponen error tidak heterokedastisitas. Hal ini juga dapat diperjelas dengan hasil Test for Equal Variance for Residual (Lampiran 6). Jika P-value Bartlett’s test dan Levene’s test lebih besar dari nilai α, maka data tersebut homogen atau komponen error tidak heterokedastisitas. Pada hasil output dapat dilihat pada hasil Bartlett’s test (Normal Distribution), P-value yang dihasilkan adalah 0,307 dan pada hasil Levene’s test (Any Continuous Distribution), P-value yang dihasilkan adalah 0,255 sehingga dapat dikatakan bahwa data yang diuji pada penelitian ini homogen atau tidak terdapat heterokedastisitas pada komponen error.

Hasil pendugaan fungsi produksi eksponensial pada petani responden secara statistik telah memenuhi asumsi OLS. Oleh karena itu, model fungsi produksi tersebut dapat digunakan untuk menduga hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani belimbing dewa petani dengan produksi belimbing dewa yang dihasilkan oleh petani.

7.3. Analisis Elastisitas Faktor Produksi

Nilai koefisien regresi yang terdapat pada model penduga fungsi produksi juga menunjukkan besaran elastisitas dari faktor produksi. Besaran elastisitas tersebut juga merupakan tingkat besaran return to scale. Ukuran returns to scale dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai elastisitas pada model fungsi produksi dari masing-masing petani. Penjumlahan dari nilai elastisitas tersebut digunakan untuk mengetahui keadaan skala usaha. Jumlah nilai elastisitas dalam model

(5)

fungsi produksi adalah 0,59. Hal ini menggambarkan bahwa usahatani belimbing dewa yang dilakukan petani responden berada pada skala decreasing returns to scale. Hal ini menandakan bahwa, jika input yang digunakan petani secara bersama-sama ditambah sebesar satu persen, maka output yang diproduksi akan bertambah sebesar kurang dari satu persen, yakni 0,59 persen.

Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output sebagai akibat persentase perubahan input. Berdasarkan model fungsi produksi yang digunakan dapat dilihat nilai elastisitas input, sehingga dapat diketahui sejauh mana pengaruh input-input tersebut terhadap output. Input yang digunakan oleh petani responden adalah pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk urea, pupuk gandasil, pestisida, tenaga kerja, dan dummy kredit (sebelum dan sesudah kredit). Elastisitas tiap-tiap faktor produksi dijelaskan sebagai berikut:

1. Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan salah satu pupuk yang digunakan dalam budidaya belimbing oleh petani responden. Penggunaan pupuk kandang berfungsi untuk menambah dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Hasil pendugaan model fungsi produksi menunjukkan pengaruh nyata dari faktor produksi pupuk kandang. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyatakan bahwa pupuk kandang berpengaruh positif terhadap produksi belimbing dewa. Pengaruh ini dapat dilihat dari nilai elastisitas pupuk kandang adalah sebesar 0,024. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan pupuk kandang sebesar satu persen, maka akan meningkatkan jumlah produksi belimbing sebesar 0,024 persen. Penggunaan pupuk kandang berada pada daerah rasional karena memiliki nilai elastisitas yang positif yaitu antara nol dan satu.

Nilai elastisitas pupuk kandang yang terlalu kecil dapat disebabkan oleh dosis penggunaan pupuk kandang yang digunakan oleh petani responden belum sesuai dengan SOP yang berlaku. Dosis penggunaan pupuk kandang yang digunakan oleh petani dalam satu kali pemupukan berkisar antara 30-60 kilogram per pohon yang diberikan dalam kurun waktu enam bulan sekali atau satu tahun sekali. Penentuan dosis penggunaan pupuk kandang tergantung dari sumberdaya yang dimiliki petani pada saat pemupukan. Pemberian pupuk kandang ini tidak sesuai dengan SOP yang berlaku. Dosis penggunaan pupuk kandang yang

(6)

dianjurkan adalah 40-60 kilogram per pohon yang diberikan setiap empat bulan sekali. Menurut hasil wawancara, petani responden tidak merasa khawatir hasil produksinya akan menurun karena pengunaan pupuk kandang yang diberikan tidak sesuai SOP. Karena menurut petani dengan pemberian pupuk kandang dalam jumlah minim pun hasil buah belimbing yang diproduksi tidak akan jauh berbeda.

Hal yang terpenting menurut petani adalah kegiatan pencegahan dan pengendalian HPT yang dapat mengurangi risiko turunnya produksi Belimbing Dewa. Jika terjadi serangan hama khususnya lalat buah maka petani Belimbing Dewa akan terancam gagal panen. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulistia (2009). Pada penelitian Yulistia (2009), penggunaan input pupuk kandang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil produksi belimbing.

2. Pupuk NPK

Pupuk NPK juga merupakan salah satu pupuk yang digunakan oleh petani responden. Hasil pendugaan fungsi produksi menunjukkan bahwa pupuk NPK berpengaruh nyata pada produksi belimbing dewa. Hasil pendugaan ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian. Nilai elastisitas pupuk NPK pada hasil output adalah 0,060. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan pupuk NPK sebesar satu persen dan semua faktor produksi dianggap konstan, maka akan meningkatkan jumlah produksi belimbing sebesar 0,060 persen. Penggunaan pupuk NPK berada pada daerah rasional karena memiliki nilai elastisitas yang positif yaitu antara nol dan satu.

Penggunaan dosis pupuk NPK oleh petani responden adalah sebesar 0,85- 1 kilogram per pohon. Penggunaan dosis ini telah sesuai dengan SOP yang berlaku yaitu satu kilogram per pohon per sekali setiap empat bulan sekali. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Zamani (2008) namun berbeda dengan hasil penelitian Yulistia (2009). Dalam penelitiannya, Yulistia (2009) menyatakan bahwa pupuk NPK tidak berpengaruh nyata karena pemberian pupuk NPK menurut Yulistia (2009) berfungsi untuk menambah kadar gula dalam buah belimbing sehingga tidak mempengaruhi jumlah produksi belimbing dewa.

(7)

3. Pupuk Urea

Pupuk urea juga merupakan salah satu pupuk yang digunakan oleh petani responden dalam budidaya belimbing. Namun sebenarnya penggunaan pupuk ini tidak terdapat dalam SOP belimbing dewa. Petani responden menggunakan pupuk urea dalam budidaya belimbing dikarenakan hal ini sudah menjadi hal yang biasa dilakukan sejak dulu. Penggunaan pupuk urea pada budidaya belimbing dewa sudah lama dilakukan oleh petani responden sebelum penetapan SOP belimbing dewa di Kota Depok. Sehingga petani tetap menggunakan pupuk urea dalam budidaya meski pupuk urea bukan merupakan pupuk yang dianjurkan dalam SOP belimbing dewa.

Hasil pendugaan fungsi produksi yang digunakan menunjukkan bahwa pupuk urea tidak berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing dewa. Pupuk urea tidak berpengaruh terhadap produksi belimbing dewa diduga karena penggunaan pupuk urea yang dilakukan oleh petani responden tidak sesuai dengan SOP penggunaan jenis pupuk yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian Kota Depok.

Berdasarkan hasil wawancara dengan PPL, penggunaan pupuk urea tidak dianjurkan dalam SOP belimbing dewa dikarenakan fungsi dari pupuk ini sudah dapat dipenuhi oleh pupuk NPK. Pada dasarnya, pupuk urea mengandung 47 persen nitrogen dalam setiap gramnya sedangkan komposisi pupuk NPK yang ditetapkan dalam SOP adalah pupuk NPK dengan kandungan nitrogen sebanyak 15 persen per gram. Sehingga penambahan penggunaan pupuk urea akan membuat tanaman kelebihan unsur nitrogen sehingga dapat mengurangi daya serap akar.

4. Pupuk Gandasil

Penggunaan pupuk gandasil oleh petani responden bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bunga. Namun, berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi menyatakan bahwa pupuk gandasil tidak berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing dewa. Hasil pendugaan fungsi produksi ini tidak sesuai dengan hasil hipoteis awal penelitian yang menyatakan bahwa pupuk gandasil berpengaruh positif terhadap produksi belimbing dewa.

Pupuk gandasil tidak berpengaruh terhadap produksi belimbing dewa karena banyak petani yang mengalami gagal panen akibat bunga yang akan

(8)

menjadi bakal buah gugur dikarenakan faktor angin dan hujan. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Zamani (2008), namun berbeda dengan penelitian Yulistia (2009). Dalam penelitian Yulistia (2009), pupuk gandasil berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing.

5. Pestisida

Pestisida yang digunakan oleh petani responden adalah pestisida curacron dan decis. Kedua jenis pestisida ini berfungsi untuk mengatasi HPT pada tanaman belimbing dewa yaitu ulat daun dan kutu putih. Curacron juga dapat digunakan untuk mengatasi serangan lalat buah. Dalam analisis penggunaan faktor produksi ini, nilai kedua jenis pestisida tersebut diakumulasikan.

Hasil analisis fungsi produksi menyatakan bahwa penggunaan pestisida memiliki pengaruh nyata terhadap produksi. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian, yaitu pupuk gandasil berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing dewa. Nilai elastisitas untuk pestisida adalah sebesar -0,019, hal ini dapat diartikan bahwa jika penggunaan pestisida ditambah sebesar satu persen sedangkan faktor produksi lain dianggap tetap, maka prduksi belimbing dewa yang dihasilkan akan berkurang sebesar 0,019 persen. Penggunaan pestisida berada pada daerah irrasional karena nilai elastisitasnya lebih kecil dari nol (negatif).

Berkurangnya jumlah produksi belimbing dewa akibat pemakaian pestisida diduga karena petani responden mencampur kedua jenis pestisida ini dalam satu adukan. Sedangkan menurut SOP penggunaan pestisida sebaiknya disesuiakan dengan hama yang terjasi pada saat penyemprotan dilakukan.

6. Tenaga Kerja

Berdasarkan hasil pendugaan, faktor produksi tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing dewa. Nilai elastisitas faktor produksi tenaga kerja adalah sebesar 0,486. Hal ini berarti setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen sementara semua faktor produksi lain dianggap konstan, akan meningkatkan produksi belimbing sebesar 0,486 persen. Penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional karena nilai elastisitasnya berada diantara nol dan satu. Nilai koefisien tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing dewa.

(9)

Jika dilihat dari nilai koefisien dari faktor produksi tenaga kerja, tenaga kerja memiliki nilai koefisien yang paling tinggi diantara faktor produksi lainnya.

Hal ini disebabkan tenaga kerja banyak dibutuhkan dalam kegiatan budidaya belimbing dewa terutama di saat melakukan kegiatan pembungkusan dan penjarangan buah. Kegiatan pembungkusan dan penjarangan buah tidak boleh dilakukan terlambat. Karena hal ini dapat menghindari petani dari serangan lalat buah sedini mungkin. Semakin cepat pengerjaan kegiatan pembungkusan buah, akan semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dan akan semakin kecil risiko serangan lalat buah. Tidak hanya pada kegiatan pembungkusan dan penjarangan saja, budidaya belimbing dewa membutuhkan tenaga kerja untuk kegiatan lain seperti pemupukan, pemangkasan, sanitasi kebun, penyemprotan pestisida dan pemanenan.

7. Dummy Kredit

Nilai elastisitas Dummy kredit untuk petani responden adalah sebesar 0,042. Karena Dummy kredit tidak berpengaruh nyata pada produksi belimbing dewa maka penambahan atau pengurangan kredit tidak berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan produksi belimbing dewa. Hasil pendugaan dummy kredit tidak sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyatakan bahwa kredit berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing dewa.

Pengaruh kredit yang tidak nyata terhadap produksi belimbing dewa diakibatkan oleh penggunaan kredit yang menyimpang. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, banyak petani yang menggunakan dana kredit untuk keperluan lain seperti keperluan rumah tangga dan usaha lain yaitu perikanan dan usaha kebutuhan sehari-hari. Proporsi penggunaan dana kredit untuk usahatani hanya sebesar 60,49 persen. Hal ini yang diduga menyebabkan kredit tidak berpengaruh nyata terhadap produksi belimbing dewa petani responden.

Gambar

Tabel  25.  Hasil  Pendugaan  Parameter  Model  Fungsi  Produksi  Belimbing  Dewa  Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa data diperoleh hasil sebagai berikut : (1) hasil analisa kepercayaan diri berada dalam kategori tinggi dengan jumlah prosentase 100% sebanyak 29 siswa,

Walgito (1997: 136) menyatakan bahwa seringnya anak dan orang tua berkomunikasi akan mempengaruhi siswa untuk berprestasi dan tingkah laku yang baik,anak yang

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan pada Osiris Coffee Kota Bandung tentang Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen dapat diambil

Hal ini secara umum didukung oleh banyak penulis, diantaranya Barney (1991), yang mendukung kesimpulan bahwa suatu perusahaan mencapai keunggulan kompetitif

Pertubuhan ini menyokong penggunaan tulisan Rumi sebagai tulisan bahasa Melayu moden untuk memperkembangkan kesusasteraan Melayu dalam KBPM II, membentangkan kertas

Dari uraian diatas jelas bahwa penerjemah harus benar-benar memahami segmentasi konstituen dalam proses penerjemahannya baik pada tahap analisis atau pemahaman

Kebugaran adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktu luang.

Hasil yang telah didapatkan pada tantangan di dalam belajar dan lebih memilih penelitian ini membuktikan asumsi mengenai menyontek tugas teman bukan merupakan hubungan