• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL RECIPROCAL TEACHING TERHADAP

PEMAHAMAN KONSEP DAN MOTIVASI BELAJAR

MATEMATIKA SISWA KELAS V SD

I Gst. Ngr. Ag. Pisca Gita

1

, Ny. Dantes

2

, Sariyasa

3

1, 2

Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

3

Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: pisca.gita@pasca.undiksha.ac.id

1

, nyoman.dantes@pasca.undiksha.ac.id

2

,

sariyasa@pasca.undiksha.ac.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pemahaman konsep dan motivasi belajar antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Reciprocal

Teaching dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran

konvensional. Siswa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 79 siswa kelas V SD Gugus I kecamatan Sidemen. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan post-test only control group design. Data pemahaman konsep dan motivasi belajar masing-masing dikumpulkan dengan menggunakan tes dan kuesioner. Uji validitas tes dan kuesioner dianalisis dengan

Product Moment dengan taraf signifikan 5%. Uji reliabilitas tes dan kuesioner dilakukan

dengan menggunakan Alpha Cronbach. Pengujian hipotesis menggunakan MANOVA. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: pertama, terdapat perbedaan pemahaman konsep Matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

Reciprocal Teaching dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (F=26,143

dan Sig.=0,000; p<0,05); kedua, terdapat perbedaan motivasi belajar Matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (F=45,543 dan Sig.= 0,000; p<0,05); ketiga, secara simultan terdapat perbedaan pemahaman konsep dan motivasi belajar Matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Reciprocal

Teaching dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (F=30,244 dan

Sig.=0,000;p<0,05).

Kata kunci: Reciprocal Teaching, pemahaman konsep, motivasi belajar

Abstract

This research’s purpose to determine the differences comprehension concepts and learning motivation between groups of students acquired Reciprocal Teaching models learning and acquire conventional learning. The samples in this research are 79 students Grade V Group 1 SD in Sidemen District, Karangasem regency Academic Year 2013/2014. The research is a quasi experimental study with post-test only control group design. The Comprehension Concepts Data and learning motivation was collected through tests and questionnaires. Validity tests and questionnaires were analyzed through Product Moment

(2)

with significance level 5%. Reliability tests and questionnaires conducted using Cronbach Alpha. Hypothesis testing using MANOVA. The data analysis found that: first, there were differences between comprehension concepts between groups of students acquired Reciprocal Teaching models learning and acquired conventional learning (F=26.143 and Sig =0.000; p<0.05), and second, there were differences in mathematics learning motivation among students acquired Reciprocal Teaching models and students acquired conventional learning ( F = 45.543 and Sig. = 0.000 , p <0.05) ; third, there was a difference simultaneous comprehension concepts and mathematics learning motivation among students Reciprocal Teaching models learning and acquired conventional learning (F=30.244 and Sig.=0.000, p<0.05).

Keywords : Reciprocal Teaching, comprehension concepts, learning motivation.

PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam proses kehidupan manusia. Matematika menjadi mata pelajaran wajib mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah atas (SMA). Bahkan sejak tahun 2004 dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), matematika dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran untuk mengukur kemampuan siswa dalam ujian akhir nasional (UAN). Mata pelajaran matematika diberikan kepada siswa untuk membekali kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, dan kemampuan bekerjasama. Kemampuan tersebut diperlukan agar siswa dapat memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah.

Menurut Hardini dan Puspitasari (2012:159), Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi serta komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Sejalan dengan pendapat tersebut (BSNP, 2006) menyatakan bahwa, untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilandasi oleh matematika.

Departemen Pendidikan Nasional (2007) menyatakan ada beberapa aspek

yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, diantaranya adalah pemahaman konsep, pemecahan masalah serta penalaran dan komunikasi. Pemahaman konsep merupakan fondasi dari dua aspek lainnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Dahar (2011: 62) yang menyatakan bahwa untuk memecahkan masalah, seseorang harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Berdasarkan pendapat tersebut, pemahaman konsep merupakan hal terpenting untuk dikuasai siswa untuk mempermudah dalam memecahkan masalah, sebab siswa mampu untuk mengaitkan serta memecahkan permasalahan yang di hadapinya dengan berbekal konsep yang sudah dipahaminya.

Namun, mengajarkan konsep matematika tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Tidak sedikit hasil riset dan pengkajian dalam pembelajaran matematika yang meyakini bahwa untuk mencapai pemahaman konsep matematika tidak mudah. Menurut Effendi (2010), Salah satu penyebab rendahnya pemahaman siswa Indonesia terhadap matematika adalah karena dalam proses pembelajaran matematika, guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan penyelesaian soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistik. Dalam kegiatan pembelajaran guru cenderung menjelaskan konsep dengan memberikan contoh soal yang dilanjutkan dengan memberikan soal-soal

(3)

latihan. Pembelajaran yang seperti ini merupakan karakteristik dari model pembelajaran konvensional (ekspositori).

Skinner (dalam Suparno, 1997) menyatakan bahwa model pembelajaran konvensional mengacu pada psikologi behavioristik, di mana guru berperan sebagai pusat informasi (teacher centered). Guru tetap berperan sebagai sumber informasi yang mengakibatkan siswa selalu tergantung pada informasi yang disampaikan oleh guru. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks (Warpala, 2006). Hal ini dapat mengakibatkan siswa kurang memiliki motivasi untuk belajar.

Banyak siswa yang masih beranggapan bahwa pelajaran matematika sulit dan kurang menyenangkan. Hal ini dapat berdampak pada motivasi siswa untuk belajar. Menurut Koeswara (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002:80), siswa belajar karena didorong kekuatan mental, kekuatan mental itu berupa keinginan dan perhatian, kemauan, cita-cita di dalam diri seorang terkadang adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu dalam belajar. Jika siswa memiliki motivasi yang rendah dalam pembelajaran, tujuan dari pembelajaran tidak akan dapat tercapai.

Seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak mungkin akan melaksanakan aktivitas belajar. Menurut McClelland (dalam Yamin, 2007:225), manakala kebutuhan seseorang terasa sangat mendesak, maka kebutuhan akan memotivasi orang tersebut untuk berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Sehingga, motivasi merupakan kekuatan untuk mendorong seseorang melakukan suatu kegiatan demi mencapai tujuan yang diharapkan. Seperti halnya dengan belajar untuk memperoleh pengetahuan, maka

dorongan untuk belajar akan muncul dalam dirinya. Motivasi dalam belajar dapat mempengaruhi seseorang agar bersungguh-sungguh belajar untuk mencapai suatu prestasi.

Motivasi yang timbul dapat terjadi akibat dari pengaruh dalam diri maupun luar seseorang. Yamin (2007:226) membedakan jenis motivasi menjadi dua jenis, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan kegiatan belajar yang tumbuh dari dorongan dan kebutuhan dalam diri seseorang. Motivasi intrinsik dapat berupa keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan Motivasi ekstrinsik merupakan kegiatan belajar yang tumbuh dari dorongan dan kebutuhan dari luar. Misalnya, penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif.

Pemahaman konsep dan motivasi belajar mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Menyadari pentingnya pemahaman konsep dan motivasi dalam pembelajaran matematika, maka pembelajaran tersebut perlu direncanakan sedemikian rupa sehingga pada akhir pembelajaran siswa dapat memahami konsep yang dipelajarinya. Konsep matematika yang diberikan pada siswa sekolah dasar terlihat sederhana dan mudah, tetapi sebenarnya materi matematika SD memuat konsep-konsep yang mendasar dan penting serta tidak boleh dipandang sepele. Diperlukan kecermatan dalam menyajikan konsep-konsep tersebut, agar siswa mampu memahaminya secara benar, sebab kesan dan pandangan yang diterima siswa terhadap suatu konsep di sekolah dasar dapat terus terbawa pada masa-masa selanjutnya. Jika siswa tidak mengerti konsep dasarnya, maka siswa akan kesulitan dalam mempelajari materi selanjutnya.

Guru sebagai tenaga pendidik yang profesional memiliki tugas dalam menyiapkan kondisi siswanya agar mampu menguasai konsep-konsep yang akan dipelajari, mulai dari yang sederhana

(4)

sampai yang lebih kompleks. UU Guru dan Dosen Tahun 2005 (Pasal 1 Ayat 1) menyatakan bahwa, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Sejalan dengan hal tersebut, Rusman (2011:74) menyatakan bahwa, seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja, tetapi harus mampu menjadi inisiator, motivator, dan dinamisator pembangunan di mana ia bertempat tinggal. Dengan demikian, seorang guru harus dapat menciptakan suatu lingkungan belajar yang kondusif sehingga siswa dapat termotivasi untuk belajar dan konsep yang diberikan dapat dipahami dengan baik.

Untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, diperlukan kreativitas dan keterampilan guru dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Selain itu, menanamkan konsep matematika pada siswa sekolah dasar harus secara bertahap yaitu dimulai dari konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Tahap pembelajaran matematika dapat dimulai dari mengajarkan yang konkrit, ke semi konkrit dan akhirnya kepada konsep abstrak. Pada tahap konkrit, benda-benda konkrit yang ada dilingkungan sekitar anak dapat digunakan sebagai model untuk mempermudah siswa dalam memahami objek matematika. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan gambar-gambar pada tahap semi konkrit. Dan pada akhirnya menggunakan simbol-simbol pada tahap abstrak.

Untuk memotivasi diri maupun orang lain untuk belajar tidaklah mudah. Kadang, anak merasa belajar merupakan suatu hal yang menakutkan sehingga belajar sering dilihat sebagai beban bagi anak yang harus dihindari. Namun, makna belajar akan dirasakan secara langsung apabila siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan materi yang diajarkan sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki sehingga dapat secara langsung diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Peaget (dalam Suarni dan Gading, 2007: 64) terkait dengan tingkat perkembangan anak usia SD yang masih dalam kategori operasional konkret. Pada tahap ini merupakan permulaan berpikir rasional yang berarti anak sudah memiliki pemikiran logis yang dapat diterapkannya dalam masalah-masalah konkret.

Mengingat siswa sekolah dasar perkembangan kognitifnya masih berada pada tahap operasional konkret, kegiatan pembelajaran dalam kelas harus menggunakan benda-benda konkret yang mudah dipahami siswa. Guru harus mampu merancang suatu pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar. Guru dapat membelajarkan siswa dengan merancang pembelajaran yang berorientasi pada belajar kelompok. Sehingga, siswa dapat mengembangkan kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi dengan nyaman dalam menyampaikan pendapat ataupun bertanya. Dengan melibatkan benda-benda konkret dan belajar kelompok, materi yang disampaikan oleh guru akan lebih mudah dipahami dan bermakna bagi siswa.

Sebelum melaksanakan

pembelajaran perlu adanya perencanaan yang baik sehingga pada akhir pembelajaran siswa dapat memahami konsep yang dipelajarinya dan terus termotivasi untuk belajar. Salah satu perencanaan yang dapat dilakukan adalah dengan memilih suatu model pembelajaran yang dinilai efektif untuk digunakan. Banyak model pembelajaran yang berkembang untuk membantu siswa berpikir kreatif dan produktif. Model pembelajaran ini penting bagi guru untuk digunakan sebagai pemandu dan mengembangkan lingkungan dan aktivitas belajar yang kondusif.

Menurut Rusman (2011:133), “model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan

(5)

pendidikannya”. Guru dituntut untuk mengetahui, memahami, memilih, dan menerapkan model pembelajaran yang dinilai efektif sehingga dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam menunjang proses pembelajaran. Penguasaan guru terhadap suatu model pembelajaran yang dipakai dalam pembelajaran akan mempengaruhi keefektifan dari model pembelajaran tersebut. Selain itu, model pembelajaran yang menarik dan variatif akan berimplikasi pada minat maupun motivasi siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Dari model-model pembelajaran yang ada, pada penelitian ini akan digunakan model

Reciprocal Teaching.

Model Reciprocal Teaching pertama kali dikembangkan oleh Anne Marrie Palinscar dan Anne Brown pada tahun 1984. Menurut Palincsar dan Brown (dalam Pratiwi dan Ani Widayati, 2012) dalam

Reciprocal Teaching, ditanamkan empat

strategi pemahaman mandiri kepada para siswa. Keempat strategi tersebut adalah merangkum atau meringkas bahan ajar (summarizing), menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya (questioning), mengklarifikasi pengetahuan yang telah diperoleh (clarifying), kemudian memprediksi materi selanjutnya (predicting). Strategi ini digunakan untuk mengembangkan pemahaman dan penguasaan makna teks yang dibaca.

Model Reciprocal Teaching

merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif. Dengan keempat strategi yang ada dalam model pembelajaran Reciprocal Teaching, siswa akan menjadi aktif dan lebih memahami materi yang dipelajarinya.

Reciprocal Teaching menurut Anne Brown

(dalam Amin Suyitno, 2006: 34) pada prinsipnya adalah siswa mempelajari materi secara mandiri, kemudian siswa menyampaikan materi seperti saat guru mengajarkan materi tersebut. Model

Reciprocal Teaching memiliki tujuan agar

siswa mampu belajar mandiri dan siswa

mampu menjelaskan temuannya kepada pihak lain.

Selama proses belajar mengajar berlangsung, siswa mengambil giliran melaksanakan peran guru dan bertindak sebagai pemimpin diskusi untuk kelompok tersebut. Sementara guru memberikan dukungan, umpan balik, rangsangan ketika siswa melaksanakan kempat strategi pemahaaman mandiri tersebut dan membantu mereka saling mengajar satu sama lain, (Nur dan Wikandari 2000). Ini akan menarik minat siswa untuk membaca dan memahami apa yang telah dibaca.

Pada dasarnya model Reciprocal

Teaching menekankan pada kerjasama

siswa dalam suatu kelompok yang dibentuk sedemikian hingga agar setiap anggotanya dapat berkomunikasi dengan nyaman. Dengan adanya kerjasama dalam kelompok, siswa yang lebih pintar dapat membimbing siswa yang kurang dalam pembelajaran. Hal ini dapat meningkatkan pemahaman sekaligus memotivasi siswa untuk belajar. Pada strategi ini siswa berperan sebagai “guru” menggantikan peran guru untuk mengajarkan teman-temannya. Sementara itu guru lebih berperan sebagai model yang menjadi contoh, fasilitator yang memberi kemudahan, dan pembimbing yang melakukan scaffolding. Slavin (dalam Rohman, 2009:129) mendefinisikan

Scaffolding sebagai pemberian sejumlah

bantuan kepada peserta didik selama tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Menurut Ibrahim (dalam Mayasa, 2012) pengaruh model Reciprocal

Teaching sangat beragam, antara lain

mempengaruhi keterampilan komunikasi, motivasi, prestasi belajar, dan hasil belajar kognitif. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan.

Hasanah (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar menggunakan model Reciprocal Teaching

(6)

lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Anwar dan Pramukantoro (2013) didapatkan perbedaan hasil belajar yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model Reciprocal Teaching dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model STAD. Dengan rata-rata hasil belajar kelas yang mengikuti model Reciprocal Teaching lebih besar daripada yang mengikuti model pembelajaran STAD. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut, model

Reciprocal Teaching lebih baik digunakan

dalam pembelajaran dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Dalam model Reciprocal Teaching, siswa akan berinteraksi dengan teman maupun gurunya baik dalam bertanya atau menjawab pertanyaan. Pada dasarnya model Reciprocal Teaching menekakan pada siswa untuk bekerja dalam suatu kelompok yang dibentuk sedemikian hingga agar setiap anggotanya dapat berkomunikasi dengan nyaman dalam menyampaikan pendapat ataupun bertanya dalam rangka bertukar pengalaman keberhasilan belajar satu dengan lainnya. Dengan demikian siswa dapat memahami materi sekaligus termotivasi untuk belajar. Berdasarkan Hal tersebut, dapat diduga bahwa dengan menerapkan model

Reciprocal Teaching, pemahaman konsep

dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika dapat ditingkatkan. Untuk itu, dibutuhkan pembuktian secara empiris dengan melakukan eksperimen mengenai pengaruh model Reciprocal

Teaching terhadap pemahaman konsep dan

motivasi belajar matematika siswa kelas V SD gugus 1 di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.

METODE PENELITIAN

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V Sekolah Dasar di Gugus I Kecamatan Sidemen yang terdiri dari 9 Sekolah Dasar

dengan jumlah siswa sebanyak 180 siswa. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Sebelum pengambilan sampel

dilakukan uji kesetaraan terhadap seluruh kelas dengan menggunakan ANAVA satu jalur dan dilanjutkan dengan melakukan pengundian. Dari hasil pengundian diperoleh empat kelas untuk dijadikan sampel, yaitu kelas V SD N 1 Sidemen dan SD N 2 Telaga Tawang sebagai kelas eksperimen SD N 1 Sinduwati dan SD N 4 Sidemen sebagai kelas kontrol.

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain penelitian eksperimen. Dari beberapa jenis penelitian eksperimen yang ada, yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi experiment. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan The Post-test Only

Control Group Design. Dalam desain ini,

kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa model Reciprocal Teaching

sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakukan (tetap menggunakan model pembelajaran konvensional), kemudian hasil post test kedua kelompok dibandingkan. Secara prosedural desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut.

(dimodifikasi dari Dantes, 2012) Keterangan:

RE : Kelompok Eksperimen RK : Kelompok Kontrol

O1 : perlakuan dengan model Reciprocal Teaching

O2 : perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional

Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahap awal, dalam tahap awal ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu a) Pengambilan data awal dilakuan

X O1 O2 O1 O2 RE

x

RK

-

(7)

dengan observasi dan wawancara di sekolah-sekolah yang terdapat pada Gugus 1 Kecamatan Sidemen, b) Diskusi dengan guru Matematika di kelas V yang bersangkutan untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai karakteristik siswa di kelas tersebut, c) Uji kesetaraan kelompok sampel, d) Pengundian dengan teknik

random sampling untuk menentukkan sampel yang akan digunakan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, e) Penyusunan dan uji coba instrumen penelitian, dan f) Menganalisis data hasil uji coba instrumen. Selanjutnya dalam tahap ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu a) Penerapan perlakuan, kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan model Reciprocal Teaching di kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Materi pembelajaran dan alokasi waktu pembelajaran pada kedua kelas adalah sama. b) Mengadakan tes akhir (post-test), dilaksanakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tahap akhir yaitu Menganalisis data hasil penelitian untuk menguji hipotesis yang diajukan.

Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model Reciprocal

Teaching pada kelas eksperimen dan model

pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep dan motivasi belajar Matematika siswa.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat tes untuk mengukur pemahaman konsep dan kuesioner untuk mengukur motivasi belajar. Berdasarkan cakupan materi maka jumlah item untuk soal tes pemahaman konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah 20 butir soal berbentuk uraian. Kriteria penilaian tes pemahaman konsep menggunakan rubrik yang memiliki rentang skor 0-3. Kuesioner motivasi belajar berjumlah 20 butir dan menggunakan skala Likert, yaitu skor skala lima. Skor setiap jawaban kemudian dijumlahkan dan jumlah

tersebut merupakan skor hasil pemahaman konsep siswa.

Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu dilakukan expert judgment oleh dua orang pakar guna mendapatkan kualitas kuesioner dan tes yang baik, kemudian dilanjutkan dengan uji validitas dan reliabilitas dengan uji coba instrument di lapangan. Uji validitas pada pemahaman konsep dan motivasi belajar menggunakan

product moment. Uji reliabilitas pemahaman

konsep dan motivasi belajar menggunakan

Alpha Cronbach.

Uji validitas tes pemahaman konsep menyatakan 20 butir tes valid dengan tingkat reliabilitas tes berada pada kategori tinggi. Uji validitas kuesioner motivasi belajar diperoleh 20 butir pernyataan valid dengan tingkat reliabilitas sedang.

Analisis data untuk menguji hipotesis digunakan multivariate analysis of

variance (MANOVA) (Multivariat Analysis of Variance) berbantuan SPSS 17.00 for windows. Data hasil penelitian dianalisis

secara bertahap. Ada beberapa Tahapan-tahapan tersebut adalah deskripsi data, uji prasyarat, dan uji hipotesis. Uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas data, uji homogenitas varians, dan uji korelasi antar variabel terikat.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Hasil analisis deskriptif yang dilakukan tentang pemahaman konsep Matematika siswa menunjukkan bahwa rata-rata skor pemahaman konsep Matematika siswa yang mengikuti model

Reciprocal Teaching (kelompok eksperimen) sebesar 48,37 dan rata-rata skor pemahaman konsep Matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensional (kelompok kontrol) sebesar 39,37. Ini berarti bahwa rata-rata pemahaman konsep Matematika siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada rata-rata pemahaman konsep Matematika siswa kelompok kontrol. Sedangkan nilai rata-rata motivasi belajar Matematika siswa yang mengikuti model Reciprocal Teaching

(8)

(kelompok eksperimen) sebesar 87,44 dan rata-rata motivasi belajar Matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensional (kelompok kontrol) sebesar 74,92. Ini berarti bahwa rata-rata motivasi belajar Matematika siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rata- rata motivasi belajar Matematika siswa kelompok kontrol.

Uji prasyarat analisis yang dilakukan meliputi uji normalitas sebaran data, uji homogenitas varians, uji homogenitas matriks kovarian, dan uji korelasi antar variabel terikat. Hasil uji normalitas didapatkan taraf signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa semua sebaran data pemahaman konsep dan motivasi belajar Matematika siswa kelas V SD Gugus I Kecamatan Sidemen berdistribusi normal. Sedangkan uji homogenitas varians didapatkan signifikansi Uji Levene’s kedua variabel lebih besar dari pada signifikansi 0,05, sehingga dapat dikatan bahwa semua skor pemahaman konsep dan motivasi belajar Matematika siswa kelas V SD Gugus I Kecamatan Sidemen memiliki varians yang sama atau homogen. Uji homogenitas matriks kovarian didapatkan signifikansi Uji Box M kedua variabel lebih besar dari pada signifikansi 0,05, sehingga dapat dikatan bahwa semua skor pemahaman konsep dan motivasi belajar Matematika siswa kelas V SD Gugus I Kecamatan Sidemen memiliki varians yang sama atau homogen. Uji korelasi variabel pemahaman konsep dan motivasi belajar Matematika siswa pada kelas eksperimen didapatkan taraf signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Maka dapat disimpulkan anatara pemahaman konsep dan motivasi belajar Matematika siswa tidak berkorelasi

Pengujian hipotesis pertama,

koefisien F sebesar 26,143 dengan signifikansi (sig) sebesar 0,000. Jika ditetapkan taraf signifikansi α = 0,05, maka nilai signifikansi lebih kecil dari pada α, sehingga F signifikan. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman

konsep Matematika siswa kelas V SD Gugus 1 di Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014 antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Reciprocal

Teaching dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional.

Pengujian hipotesis kedua,

didapatkan koefisien F sebesar 45,543 dengan signifikansi (sig) sebesar 0,000. Jika ditetapkan taraf signifikansi α = 0,05, maka nilai signifikansi jauh lebih kecil dari pada α, sehingga nilai F signifikan, berarti terdapat perbedaan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD Gugus 1 di Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014 antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Reciprocal

Teaching dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional.

Berdasarkan hasil pengujian ketiga, menunjukkan nilai-nilai statistik dengan masing-masing nilai F adalah 30,244 pada signifikansi 0,000. secara simultan terdapat perbedaan pemahaman konsep dan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD Gugus 1 di Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014 antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

Reciprocal Teaching dan kelompok siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional

PENUTUP

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan tersebut di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, terdapat perbedaan pemahaman konsep matematika siswa kelas V SD Gugus 1 di Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014 antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

Reciprocal Teaching dan kelompok siswa

(9)

model pembelajaran Konvensional. Pemahaman konsep Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching lebih baik dari pada pemahaman konsep Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional.

Kedua, terdapat perbedaan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD Gugus 1 di Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014 antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Reciprocal

Teaching dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional. Motivasi belajar Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Reciprocal

Teaching lebih tinggi dari pada motivasi

belajar Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional.

Ketiga, secara simultan terdapat perbedaan pemahaman konsep dan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD Gugus 1 di Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014 antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

Reciprocal Teaching dan kelompok siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional. Pemahaman konsep dan motivasi belajar Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Reciprocal

Teaching lebih baik dari pada pemahaman

konsep dan motivasi belajar Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut. (1) Model Reciprocal Teaching dikemudian hari hendaknya digunakan oleh guru dalam mata pelajaran Matematika pada khususnya dan pada mata pelajaran lain pada umumnya, karena model Reciprocal Teaching memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif dengan empat strategi yang ada di dalamnya. (2)

Model pembelajaran Reciprocal Teaching hendaknya digunakan oleh guru untuk meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar siswa dikelas lain selain dikelas V dan juga disekolah dasar yang lain selain sekolah dasar yang berada di gugus I Kecamatan Sidemen. (3) Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sejenis, diharapkan lebih dapat mengembangkan penelitian ini dengan melibatkan sampel yang lebih banyak dan juga variabel lain yang menjadi komponen dalam proses pembelajaran diluar pemahaman konsep dan motivasi belajar. DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. R. dan Pramukantoro, J.A. 2013.

Perbandingan Hasil Belajar antara Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching dengan Model Pembelajaran STAD pada Standar Kompetensi Menerapkan Dasar-Dasar Kelistrikan Kelas X Tav Di Smk Negeri 7 Surabaya. Jurnal Pendidikan Teknik

Elektro Volume 02 Nomor 02.

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta :

BSNP.

Dahar, R. W. 2011. Teori-Teori Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. 2007. Pedoman Penilaian Hasil

Belajar. Jakarta: Dirjen Manajemen

Dikdasmen, Dirpom Tk dan SD, BNSP.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Effendi, M.M. 2010. Prinsip Kurikulum

Matematika Sekolah : Kajian Orientasi Pengembangan. Makalah

disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, FKIP Universitas

(10)

Muhammadiyah Malang, 30 Januari 2010.

Hardini, I dan Dewi P. 2012. Strategi

Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta:

Familia (Group Relasi Inti Media). Hasanah, S. dkk, 2012. Pembelajaran

Model Reciprocal Teaching Bernuansa Pendidikan Karakter Untuk Meningkatkan Kemampuan Komuniasi Matematis. Unnes Journal

of Mathematics Education Research. IMSTEP-JICA. 1999. Permasalahan

Pembelajaran Matematika SD, SLTP, dan SMU di Kota Bandung. Bandung:

FPMIPA IKIP Bandung.

Mayasa. 2012. Langkah-langkah Pembelajaran Reciprocal Teaching.

Tersedia pada http://m4y- a5a.blogspot.com/2012/09/langkah-

langkah-pembelajaran-reciprocal.html?m=1 (diakses tanggal 30 Oktober).

Nur, M dan Wikandari, P. R. 2000.

Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: PSMS Program Pasca Sarjana Unesa. Pratiwi, I. dan Ani Widayati. 2012.

Pembelajaran Akuntansi melalui Reciprocal Teaching Model untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemandirian Belajar dalam Materi Mengelola Administrasi Surat Berharga Jangka Pendek Siswa Kelas X Akuntansi 1 SMK Negeri 7 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X, No. 2. Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran

Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Suarni, Ni Ketut dan Gading, I Ketut. 2007.

Modul Perkembangan Peserta Didik.

Singaraja: UNDIKSHA.

Suparno, P. 1997. Filsafat konstruktivisme

dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suyitno, A. 2006. Pemilihan Model-Model

Pembelejaran dan Penerapannya di Sekolah. Semarang: UNNES

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 UU Guru dan Dosen. 2005. Jakarta: Cemerlang.

Warpala, I W. S. 2006. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Strategi Kooperatif yang Berbeda Terhadap Pemahaman dan Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran IPA SD. Disertasi (tidak diterbitkan). Program Studi Teknologi Pembelajaran, Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.Yamin, M. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada.

Yamin, Martinis. 2007. Kiat Membelajarkan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan penelitian mengenai efisiensi media penyimpanan dan transmisi citra digital, maka dapat disimpulkan bahwa algoritma yang tapat untuk

Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan

Dimuat dalam prosiding seminar internasional Editorial board adalah para ahli dibidangnya yang berasal dari berbagai negara; penulis berasal minimal dari lima negara;

Fungsi tiap-tiap sistem dalam sistem pemakaian bahasa tersebut adalah untuk mengenal bunyi-bunyi, analisis kalimat, sistem konseptual, artikulator, dan leksikol (Mar’at,

Dalam hal Nasabah tidak aktif melakukan transaksi di Mandiri dalam kurun waktu tertentu dan Nasabah tidak dapat dihubungi karena terjadinya perubahan alamat dan

Setelah pengujian dilakukan oleh para ahli, maka dilanjutkan dengan uji coba instrumen dengan sampel uji coba sebanyak 30 orang di luar sampel penelitian. Uji

Kerapatan photoresist meningkat dengan semakin banyaknya komposisi toluena dan viskositas cairan photoresist berkurang dengan meningkatnya komposisi toluena.. Kata kunci:

Hasil uji t berdasarkan asumsi bahwa varian berbeda, sehingga diketahui nilai t hitung pada sebesar 26,859 dengan signifikansi 0,000, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang