• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

43

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Akumulasi Logam Berat Pb

Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.

Tabel 3 Pengaruh pemberian Pb dalam airterhadap peningkatan konsentrasi Pb dalam daging dan beberapa peubah pertumbuhan ikan.

Pengamatan Pengamatan Minggu Ke - Nilai Awal 1 2 3 4 Rata-rata Konsentrasi Pb dalam daging(mg/kg) <0.030 0.96±0.69 1,73 ± 0.74 2,98±0.63 4,54 ±0.27 Rata-rata Kelangsungan Hidup (%) 100 100 100 100 95 Rata-rata pertumbuhan bobot tubuh ikan (gr)

195.33± 2.05

9.67±1.35 20.45±2.16 35.55±1.38 47.88±1.67 Laju pertumbuhan bobot

rerata harian (%)

- 0.76±0.13 0.79±0.37 0.91±0.51 0.96±0.42 Berdasarkan Tabel 3 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam daging ikan selama proses akumulasi pada media percobaan. Grafik ini disajikan pada gambar 2

Gambar 2 Grafik jumlah Pb yang terkonsentrasi pada daging ikan selama proses akumulasi pada media air yang mengandung logam berat.

(2)

44 Dari Tabel 3 dan Gambar 2 terlihat adanya peningkatan terhadap konsentari Pb dalam daging ikan dengan semakin bertambahnya waktu pemeliharaan. Peningkatan yang diperoleh diakibatkan karena adanya pemberian logam berat Pb dalam air sebagai media pemeliharaan dan seiring bertambahnya waktu pemeliharaan. Dari hasil pengukuran kosentarsi Pb dalam daging bahwa laju akumulasi konsentrasi Pb dalam daging relatif cepat dan mengalami peningkatan setiap minggu selama empat minggu. pada minggu ke-1 konsentrasi Pb dalam daging ikan mencapai 0,96 mg/kg, pada minggu ke-2 yaitu 1,73 mg/kg, minggu ke-3 2,98 mg/kg sedangkan pada minggu ke-4 mencapai 4,54 mg/kg. Rata-rata tingkat akumulasi logam berat pada pengamatan memberikan respon kuadratik terhadap konsentrasi logam berat dalam air (gambar 2) dengan persamaan : Y= 0.197X2 + 0.211X + 0.524; R2 = 0.999

Selama tahap akumulasi bobot tubuh ikan mengalami peningkatan dari minggu pertama hingga minggu ke-empat. Pada minggu pertama kenaikan bobot tubuh ikan mencapai 9.67 gr dengan rata-rata pertumbuhan harian 0,76%. Sedangkan pada minggu ke-4 pertambahan bobot tubuh ikan hingga mencapai 47.88 gr dengan rata-rata pertumbuhan harian 0,96%. Adanya paparan timbal selama pemeliharaan tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan ikan nila terhadap penambahan berat bobot tubuh. Hal ini terjadi karena efesiensi ikan dalam pemanfaatan pakan tidak terganggu dan tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila merah, sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan.

Pemeliharaan ikan pada perlakuan ini menunjukan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang cukup baik. Hasil yang terlihat pada tabel diatas menunjukan bahwa pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3 kelangsungan hidup ikan masih mencapai 100% sedangkan pada minggu ke-4 pemeliharaan ikan nila, mengalami kematian sebesar 5% yang diduga karena efek toksitas logam berat Pb dalam tubuh ikan dimana peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ ikan, menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila.

(3)

45

Depurasi Logam Berat Pb dengan Air Bersalinitas

Hasil konsentrasi Pb dalam daging ikan nila setelah proses depurasi secara umum mengalami penurunan yang disebabkan oleh perlakuan salinitas.

Tabel 4 Rata-rata konsentrasi Pb dalam daging ikan nila pada salinitas dan waktu pengamatan yang berebda.

Salinitas Media (ppt)

Konsentrasi Pb dalam daging ikan (mg/kg)

0 jam 60 jam 120 jam

0 4,54±0.12a 2,76±0.09a 1,84±0.06a 5 4,52±0.25a 2,64±0.64a 0,27±0.05b 10 4,53±0.25a 0,99±0.33b 0,14±0.13bc 15 4,50±0.24a 0,58±0.42bc 0,12±0.23bc 20 4,47±0.76a 0,46±0.55c 0.05±0.14c

Nilai ditunjukan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian tiga kali ulangan. Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukan berbeda nyata (P> 0.05).

Berdasarkan Tabel 4 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb yang tersisa di daging oleh proses depurasi pada salinitas berbeda dan waktu pengamatan yang berebda. Grafik ini disajikan pada gambar 3

Gambar 3 Grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam daging ikan nila pada salinitas dan waktu pengamatan yang berebda.

Pada Tabel 4 diketahui bahwa perlakuan salinitas untuk menurunkan logam berat Pb di daging ikan memiliki tingkat efektifitas yang tinggi. Perlakuan

0 jam 60 jam 120 jam

(4)

46 salinitas dapat mendepurasi logam berat pada daging dengan tingkat pengeluaran hingga mencapai ± 98%. Depurasi logam berat Pb oleh masing-masing perlakuan salinitas dan waktu pengamatan saling berbeda. Berdasarkan uji statistik pada didapatkan bahwa perlakuan salinitas dan waktu pengamatan berpengaruh terhadap depurasi logam berat Pb dalam daging ikan. Hal ini dapat terlihat pada perlakuan kontrol (0 ppt) berbeda nyata dengan perlakuan salinitas. perlakuan salinitas 20 ppt lebih baik dibandingkan dengan perlakuan salinitas 5 ppt, 10 ppt dan 15 ppt dalam mendepurasi logam berat Pb dalam daging. Depurasi pada perlakuan salinitas yang semakin tinggi seiring dengan lamanya waktu pemeliharaan. Semakin lama waktu pemeliharaan ada kecenderungan bahwa semakin banyak logam berat Pb yang keluar dari daging ikan. Pada setiap waktu depurasi dengan perlakuan salinitas menunjukan bahwa laju depurasi logam berat Pb dari tubuh ikan nila menunjukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi yang semakin cepat dengan semakin tingginya salinitas.

Gambar 4 Persentase (%) konsentrasi Pb yang tersisa di daging ikan dengan salinitas yang berbeda pada akhir penelitian.

Pada gambar diatas terlihat bahwa selama proses depurasi logam berat Pb pada berbagai salinitas terjadi penurunan konsentrasi Pb dalam daging ikan. Dari hasil uji statistika pada Tabel 4 menunjukan bahwa persentase konsentrasi Pb dalam daging pada perlakuan kontrol (0 ppt) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan salinitas 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt dan 20 ppt. Selama proses depurasi persentase konsentrasi Pb pada daging ikan yang paling rendah terdapat pada

(5)

47 perlakuan salinitas 20 ppt yaitu 1.21%. Hal ini menunjukan bahwa dengan semakin meningkatnya salinitas maka proses depurasi logam berat pada tubuh ikan semakin meningkat.

Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO)

Pengukuran konsumsi oksigen merupakan salah satu parameter fisiologi yang baik secara tidak langsung digunakan dalam menetukan laju metabolisme yaitu dengan menentukan oksgen yang digunakan dalam proses oksidasi dalam memperoleh energi yang akan digunakan untuk mempertahankan hidup (dalam hal ini termasuk osmoregulasi) dan pertumbuhan. Kebutuhan oksigen biologi didefenisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi.

Tingkat konsumsi oksigen pada setiap perlakuan dan ulangan terdapat pada (tabel lampiran 8). Rata-rata tingkat konsumsi oksigen pada setiap perlakuan disajikan pada tabel 5 dan gambar 5

Tabel 5 Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang berbeda

Salinitas (ppt) TKO (mgO2/g Ikan/jam)

0 5 10 15 20 0,28 + 0,05 0, 35 + 0,09 0,38 + 0,06 0,57 + 0,05 0,64 + 0,02

Berdasarkan Tabel 5 dapat dibuat grafik rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang berbeda. Grafik ini disajikan pada gambar 5

(6)

48 Gambar 5 Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang

berbeda.

Tingkat konsumsi oksigen dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui laju metabolisme organisme air. Pada tabel 5 memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi oksigen ikan nila terendah didapatkan pada salinitas 0 ppt (0,28 + 0,05 mgO2/g ikan/jam) dan tertinggi pada salinitas 20 ppt (0,64 + 0,02 mgO2/g

ikan/jam). Rata-rata tingkat konsumsi oksigen pada perlakuan memberikan respon kuadratik terhadap peningkatan salinitas (gambar 5) dengan persamaan :

Y = 0.011X2 + 0.02X – 0.242: R2 = 0.958

Perubahan Bobot Tubuh Ikan

Tabel 6 Rata-rata pertumbuhan harian (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas yang berbeda.

Salinitas

(ppt) Bobot Awal

Perubahan Bobot Ikan (gr)

0 Jam 60 Jam 120 Jam

0 241,06±0.87 0.86 ±0.57a 2.0 ±1.06a 4.01 ± 0.74a 5 242,32±0.93 - 1.56± 0.35ab - 3.54±0.78ab -8.92±1.15b 10 249,18±1.03 - 1.79± 0.15ab - 4.57 ±2.0b -9.41±1.00b 15 244,72±1.20 - 2.01±0.15b - 5.61±1.15bc -11.25 ± 2.08c 20 242,34±0.79 - 2.30±0.9b - 6.24±2.03c -11.64±1.15c Nilai ditunjukan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian tiga kali ulangan. Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukan berbeda nyata (P>0.05).

(7)

49 Berdasarkan Tabel 6 dapat dibuat grafik rata-rata pertumbuhan mutlak (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas dan waktu yang berbeda. Grafik ini disajikan pada gambar 6.

Gambar 6 Rata-rata pertumbuhan mutlak (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas yang berbeda

Perbedaan perubahan bobot tubuh ikan nila antar perlakuan pada penelitian ini disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang berhubungan dengan proses pertumbuhan ikan adalah penggunaan energi metabolisme. Payne et al. (1988) menyatakan bahwa beberapa faktor utama yang berhubungan dengan pengaruh salinitas terhadap perubahan bobot tubuh ikan salah satunya adalah energi metabolisme.

Pada gambar terlihat bahwa pertumbuhan bobot tubuh ikan pada salinitas 0 ppt (kontrol) berbeda nyata dengan salinitas media 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt dan 20 ppt. Pada salinitas 5 ppt tidak berbeda nyata deangan perlakuan media 10 ppt, dan berbeda nyata pada perlakuan 15 ppt dan 20 ppt. tetapi pada perlakuan salinitas 15 ppt tidak berbeda nyata pada perlakuan 20 ppt sedangkan pada perlakuan salinitas 15 ppt tidak berbeda nyata dengan perlakuan salinitas 20 ppt . Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa pertumbuhan ikan pada perlakuan kontrol (0 ppt) mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada perlakuan salinitas. Menurunnya pertumbuhan ikan disebabkan karena meningkatnya tekanan salinitas media. Menurut Syakirin (1999) ikan yang dipelihara pada

(8)

50 media yang mempunyai salinitas yang tinggi maka kebutuhan energi untuk melakukan osmoregulasi semakin besar sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan.

Kadar Lemak Tubuh Ikan

Komposisi kimiawi tubuh yang meliputi kadar lemak yang terkandung dalam tubuh ikan nila selama percobaan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas yang berbeda selama percobaan

Salinitas (ppt) Komposisi Lemak pada Daging Ikan (%) 0 5 10 15 20 12.53 8.88 7.97 7.90 7.36

Berdasarkan Tabel 7 dapat dibuat grafik persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas yang berbeda selam percobaan. Grafik ini disajikan pada gambar 7.

Gambar 7 Persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas yang berbeda.

(9)

51 Tabel 7 di atas menunjukan bahwa kadar lemak pada tubuh ikan nila selama percobaan bervarisi. Kandungan lemak ikan kontrol lebih tinggi dibandingkan ikan perlakuan. Rendahnya kandungan lemak pada ikan perlakuan karena meningkatnya proses osmoregulasi. Mekanisme tersebut diduga melalui optimasi pemanfaatan lemak sebagai sumber energi untuk proses osmoregulasi. Selanjutnya, penurunan kadar lemak tubuh pada ikan perlakuan diduga berkaitan dengan aktivitas enzim lipase, sesuai yang dikemukakan oleh Irawati et al. (2012), bahwa kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan pada kontrol diduga meningkatnya proses katabolisme dalam tubuh untuk pemanfaatan energi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Hal ini tersebut terlihat pertumbuhan pada perlakuan salinitas yang lebih rendah dibandingkan pada ikan pada kontrol.

Kadar lemak dalam tubuh ikan nila selama percobaan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya salinitas. Perubahan kandungan lemak dalam tubuh ikan akan mempengaruhi komposisi dan nilai asam lemak yang terkandung dalam tubuh ikan (Fitriani 2009).

Kelangsungan Hidup

Data kelangsungan hidup ikan nila yang diperoleh pada akhir penelitian, dapat dilihat pada tabel 8. Kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada perlakuan 0 ppt, 5 ppt, dan 10 ppt yaitu 100% sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan 20 ppt yaitu 83,3%. Kematian yang terjadi pada perlakuan 20 ppt diduga adanya kerusakan jaringan insang sehingga kemampuan insang menyerap oksigen berkurang dan ikan mengalami anemia dengan tingkat yang lebih akut. Tabel 8. Derajat kelangsungan hidup (%) ikan nila (O.niloticus) pada perlakuan

salinitas yang berbeda. Salinitas (ppt) SR (%) 0 Jam 60 jam 120 0 100 100 100 5 100 100 100 10 100 100 100 15 100 100 91.7 20 100 91.7 83.3

(10)

52 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 8 di atas, terlihat bahwa derajat kelangsungan hidup ikan nila tertinggi dicapai pada salinitas media 0 ppt, 5 ppt dan 10 ppt yang mencapai 100%. Sedangkan pada salinitas 15 ppt dan 20 ppt masing-masing mencapai 91.7% dan 83.3%. Hal ini disebabkan karena ikan tidak mampu lagi megimbangi perubahan kondisi lingkungan dalam hal ini perubahan salinitas yang sangat tinggi dan juga karena pengaruh efek logam berat Pb pada saat proses akumulasi. Menurut Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa ikan sebagai hewan yang hidup di air mempunyai kapasitas osmoregulasi baik melalui insang maupun kulit. Terganggunya proses osmoregulasi dapat disebabkan karena insang atau kulit menjadi lebih permeabel sehingga sulit dilalui air, akibatnya pengeluaran garam dari insang menjadi terhenti dan menyebabkan gagal ginjal dan akan menyebabkan ikan mati (Bonga 1992). Hal serupa dilaporkan oleh Holiday (1969) bahwa kemampuan ikan untuk bertahan pada media bersalinitas tergantung pada kemampuan untuk mengatur cairan tubuh sehingga mampu mempertahankan tingkat tekanan osmotik yang mendekati normal.

Analisis Histopathologi

Gambaran histopatologi organ ikan nila ini dapat dijadikan indikasi ada atau tidak adanya efek pemaparan logam berat pada saat uji akumulasi dan pemeliharaan pada media bersalinitas. Analisa histopathologi organ insang dan ginjal ikan akan dapat menunjukkan kerusakan jaringan yang beragam, sehingga dapat dijadikan indikasi terjadinya pemaparan logam berat maupun adanya perubahan salinitas yang menyebabkan struktur sel mengalami kerusakan.

Analisis Histopatologi Insang ikan Nila (O. niloticus)

Dalam menganalisis suatu pencemaran dalam tubuh organisme terutama pada ikan, organ insang memiliki peranan yang penting. Insang merupakan salah satu media masuknya berbagai macam partikel tersuspensi yang ada di perairan, selain melalui kulit dan sistem pencernaan. Semakin lama paparan akan suatu bahan pencemar akan berpengaruh pada kerusakan organ insang ikan yang akan terlihat jelas melalui pengamatan histopathologi. Berdasarkan hasil analisa histopatologi terhadap organ insang, pada ikan nila terlihat adanya kelainan atau perubahan pada organ tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi pada organ

(11)

53 insang ikan nila yakni mengalami degenerasi, deformasi, nekrosis dan hypertrophy seperti yang tercantum pada Tabel 9 dan Tabel 10 serta sebagai pembanding insang ikan normal dapat dilihat pada Gambar 8.

Tabel 9 Perubahan histopathologi insang ikan nila pada salinitas yang berbeda.

Salinitas (ppt)

Kerusakan Insang Keterangan

0 = Mineralisasi

= Deformasi sel-sel lamella

Degenerasi : lamella insang

yang mengalami lisis atau hancur

Deformasi : susunan lamella

yang tidak teratur

Nekrosis : kematian sel Hypertrophi : pembesaran

akibat suatu gangguan 5 = Mineralisasi

= Nekrosis 10

= Degenerasi sel-sel lamella = Deformasi sel-sel lamella 15 = Degenerasi sel-sel lamella

= Nekrosis

20 = Degenerasi sel-sel lamella = Nekrosis

Sebagai bahan perbandingan antara organ insang ikan yang tercemar dengan organ insang ikan normal dapat dilihat pada Gambar 7. Pada organ insang yang masih normal susunan struktur dari lamella-lamella masih sangat teratur, terlihat antara lamella primer dengan lamella sekundernya, jaringan kartilago yang berisi pembuluh darah juga masih terlihat solid.

Gambar 8 Histopathologi insang ikan nila kontrol (tanpa pemaparan logam berat Pb)

(12)

54 Tabel 10 Histopathologi organ insang ikan nila pada salinitas yang berbeda.

Perlakuan Jam ke-60 Jam ke-120

0 ppt

5 ppt

10 ppt

15 ppt

(13)

55 Dari Tabel 10 dan Tabel 11 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua insang ikan nila yang terpapar logam berat Pb pada setiap perlakuan salinitas memperlihatkan terjadinya gejala kerusakan jaringan yaitu degenerasi sel-sel lamella, mineralisasi, nekrosis dan hypertrophi. Hal ini disebabkan insang merupakan organ pertama tempat penyaringan air yang masuk ke dalam tubuh ikan, oleh karenanya jika air di suatu perairan mengandung logam berat akan memberikan dampak pada jaringan organ insang tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (2002), bahwa insang sangat pekah terhadap pengaruh toksisitas logam dan akan memberikan gangguan pada fungsi normal metaloenzim dan metabolisme terhadap sel.

Mineralisasi yang terdapat pada insang ikan nila secara histologi terlihat dari adanya bintik hitam, merupakan indikasi adanya suatu bahan pencemar yang masuk ke dalam insang ikan melalui media air. Bahan pencemar yang masuk dalam insang ikan diduga berasal dari kandungan logam berat Pb.

Pada ikan nila yang tidak terpapar logam berat terdapat insang yang normal yaitu satu lembar insang terdiri dari beberapa lamella primer dan satu lamela primer terdiri dari beberapa lamella sekunder. Sel-sel pernapasan (insang) ikan yang sehat hanya terdiri dari dua atau tiga lapis sel epitel yang rata dan terletak di membran basal, jika lebih atau kurang maka insang tersebut dapat dikatakan abnormal. Lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan berpeluang besar terpapar penyakit. Di antara sel-sel epitel insang terdapat sel-sel klorid. Sel-sel tersebut berbentuk bulat dan berperan penting dalam osmoregulasi.

Analisis Histopathologi Ginjal Ikan Nila (O. niloticus)

Histopathologi organ ginjal pada ikan nila yang dilakukan selama proses uji depurasi terlihat adanya kelainan atau perubahan pada struktur sel ginjal ikan nila tersebut. Dalam hal ini pada ginjal terjadi mineralisasi, nekrosa, infeksi dan radang limfosit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12 dan sebagai pembanding ginjal ikan normal dapat dilihat pada Gambar 9.

(14)

56 Tabel 11 Perubahan histopathologi ginjal ikan nila

Salinitas (ppt)

Kerusakan Ginjal Keterangan

0

= Bintik hitam (adanya mineralisasi)

= Nekrosa pada tubulus

Mineralisasi : indikasi

adanya bahan pencemar yang masuk ke dalam organ

Nekrosa : kematian sel

Pendarahan : sel yang mengalami pendarahan

Sel radang limfosit :

indikasi Pencemaran sudah berlangsung lama pada organ tersebut 5

= Mineralisasi

= Nekrosa pada tubulus

10

= Mineralisasi

= Sel radang (limfosit)

15

= Mineralisasi Pendarahan = Nekrosa

20

= Mineralisasi

= Nekrosa pada tubulus

Histopathologi ginjal normal pada ikan nila tampak adanya glomerolus yang berbentuk bulat dan ada juga tubuli-tubuli serta jaringan hematopoietik. Glomerolus yang dikelilingi kapsul bowman yang terlihat seperti zona bening. Tubuli ginjal berbentuk mirip lengkungan dengan corak bergaris, corak ini karena pada bagian basal sel dari tubuli terdapat mitokondria yang berderet-deret. Sedangkan jaringan hematopoietik (pembentuk sel-sel darah merah) memiliki inti yang bulat.

Gambar 9 Histopathologi ginjal ikan nila kontrol (tanpa pemaparan logam berat Pb)

(15)

57 Tabel 12 Histopathologi organ ginjal ikan nila pada salinitas yang berbeda.

Perlakuan Jam ke-60 Jam ke-120

0 ppt

5 ppt

10 ppt

15 ppt

(16)

58 Secara keseluruhan dari hasil analisa histopatologi menunjukkan bahwa ginjal ikan nila mengalami peradangan (nephritis), pendarahan (hemorage), nekrosa, gomerulus dan tubulus mengalami perusakan serta terdapat bintik-bintik hitam. Sel yang mengalami peradangan pada organ ginjal ikan nila adalah sel limfosit. Sel limfosit yang radang tersebut mengindikasikan bahwa akumulasi pada pemaparan logam berat Pb diduga akibat adanya sifat toksik dari logam Pb tersebut.

Price dan Wilson (1992) dalam Permana (2009) mengatakan bahwa bila sel mengalami gangguan tapi tidak mati, maka sel-sel tersebut menunjukkan perubahan-perubahan morfologis, umumnya sel yang terlilbat adalah sel-sel aktif secara metabolik seperti pada ginjal. Pada ginjal yang mengalami nekrosis menandakan adanya sel yang mati pada bagian tersebut yang disebabkan karena berupa gangguan benda asing. Pada ginjal yang tidak terlihat lagi antara glomerulus, tubuli dan jaringan hematopoietik biasa disebut kariolisi yaitu hilangnnya bentuk inti sel sehingga tidak nampak lagi.

Kualitas Air

Tabel 13 Kisaran parameter kualitas air selama proses akumulasi logam Pb pada ikan nila

Pengamatan Minggu ke-

Parameter Kualitas Air

Suhu (oC) pH DO (mg/l) Alkalinitas (mg/l) 1 27-28 6,6 – 7,2 5,4 – 6.07 34.26 – 56.89

2 27-28 6,5 – 7,1 5.5 – 6.2 33.17 – 57.09

3 27-28 6,5 – 7,2 5.35 – 6,07 38.41 – 60.72

(17)

59 Tabel 14 Kisaran parameter kualitas air pada selama proses depurasi logam Pb

yang terakumulasi dalam tubuh ikan nila.

Salinitas (ppt) Parameter Kualitas Air

Suhu (oC) pH DO (mg/l) Alkalinitas (mg/l) 0 27-28 6,5– 7,0 7.49 – 7.26 39.78 – 57.68 5 27-28 6,8 -73 7.53 – 7.28 60.68 – 85.32 10 27-28 6,8 – 7,5 7.57 – 7,37 77.68-104.37 15 20 27-28 27-28 7.0 -7,6 7.1 – 7.8 7,60 – 7.35 7.59 – 7.29 125.78-140.98 155.46-184.48 Pada Tabel 13 dan 14 terlihat parameter kualitas air selama pemeliharaan yang meliputi suhu (oC), pH, oksigen terlarut (mg/l) dan alkalinitas (mg/l) masih dalam kisaran optimal bagi kelangsungan hidup ikan nila.

Selama penelitian dilakukan pengamatan fisika kimia air media pemeliharaan yang meliputi suhu, DO, pH dan alkalinitas. Suhu media selama penelitian berkisar antara 27-28oC. DO yaitu berkisar antara 5.35 – 7.60 mg/l pengukuran pH yang berkisar 6.5 – 7.8 serta alkalinitas media berkisar 34.26 -184.48 mg/l. hal ini sesuai dengan toleransi lingkungan ikan nila (O. niloticus) dapat hidup pada salinitas = 0 s/d 29 promil, suhu = 14 s/d 38 o C, pH = 5 s/d 11 sert DO = ≥ 3.0 (Tjakrawidjaja 2001).

(18)

60

Pembahasan

Laju penyerapan Pb kedalam tubuh ikan nila pada media semakin meningkat selama pemeliharaan pada proses akumulasi. Hal ini menujukan bahwa penyerapan dan distribusi timbal dalam jaringan tubuh ikan nila melalui penyerapan dalam air selama empat minggu mencapai konsentrasi melebihi ambang batas seperti yang telah ditetapkan oleh Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 bahwa akumulasi Pb organ ikan dalam jaringan ikan yang aman dikonsumsi tidak lebih dari 2 ppm.

Penyerapan logam berat pada organisme akuatik dapat terjadi apabila sumber dan konsentrasi bahan tersebut tersedia atau terjadi pemasukan secara rutin dalam media perairan. Penyimpanan logam berat dalam jaringan ikan sangat tergantung oleh kondisi internal ikan, kondisi lingkungan dan sifat bahan tersebut. Menurut Hutton (1982), sifat bahan kimia yang masuk atau terkontaminasi dengan jaringan ikan dapat bersifat hidrophobik (tidak suka air), Lipophilik (suka lemak), Hidrophilik (suka air) atau lipophobik (tidak suka lemak). Oleh karena itu konsentrasi residu suatu bahan polutan atau unsur lain dalam suatu organisme dapat berbeda.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa laju penyerapan logam berat Pb oleh ikan nila tertinggi pada pengamatan minggu ke-4 yaitu sebesar 4,54 ±0.27 mg/kg. Hal ini diduga karena ikan mampu menyerap logam berat Pb yang terkonsentrasi dalam media air. Besarnya penyerapan logam berat kedalam tubuh ikan disebabkan kemampuan sel penerima dan kecepatan logam berat Pb yang masuk kedalam tubuh melaui mulut (oral), insang dan melalui kulit. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Darmono (1995) bahwa Pb termasuk kelompok logam berat yang diregulasi oleh organisme air yang terus-menerus terakumulasi dalam jaringan organisme sehingga kandunganya terus bertambah dengan konsentrasi logam dalam air dan hanya sedikit sekali yang diekskresikan.

Akumulasi Pb yang terjadi pada organ daging ikan nila tidak memberikan pengaruh negatif terhadap perubahan bobot tubuh ikan selama empat minggu pemeliharaan. Terukurnya jumlah akumulasi Pb pada minggu pertama pemeliharaan pada organ daging ikan nila, diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan. Hal ini terjadi karena proses fisiologi ikan untuk pertumbuhan

(19)

61 berjalan dengan baik tanpa terganggu bahan pencemar meskipun akumlasi Pb pada daging pada minggu ke tiga hingga minggu ke empat konsentrasi Pb dalam daging sudah melebihi ambang batas, akan tetapi kondisi tersebut tidak mengakibatkan penurunan bobot tubuh ikan nila. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan akumulasi Pb pada organ daging tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila. Selain itu besarnya akumulasi logam berat Pb pada organ daging ikan nila selama pemeliharaan masih dalam ambang batas toleransi ikan nila untuk bisa tumbuh dengan baik dengan mengoptimalkan pasokan pakan yang diberikan sebagai sumber energi sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan.

Pelepasan logam berat Pb yang telah terakumulasi dalam tubuh ikan dapat dilakukan dengan sistem depurasi yaitu menempatkan ikan pada air bersih tanpa terkontaminasi logam berat. Depurasi logam berat Pb pada kondisi air bersalinitas dengan melalui beberapa jalur. Proses depurasi dapat terjadi melalui ekskresi, transformasi ke dalam bentuk-bentuk lain yang lebih sederhana dan bersifat kurang toksit. Aktifitas ini dapat terjadi karena proses biologi dan metabolisme atau dikeluarkan dalam jaringan nonaktif secara metabolik (Connell et al. 1999). Apabila laju depurasi lebih tinggi dalam media salinitas maka dampak negatif logam berat Pb dalam tubuh ikan semakin kecil.

Dari hasil penelitian menujukan bahwa laju depurasi logam berat Pb dari tubuh ikan nila menunjukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi yang semakin cepat dengan semakin tingginya salinitas. Perbedaan laju depurasi logam berat Pb pada kondisi salinitas berbeda dimungkinan oleh sifat osmoregulasi akibat kandungan ion-ion dalam tubuh dan lingkungan yang berbeda. Proses osmosis akan mempengaruhi perpindahan ion-ion dalam tubuh dan lingkungan untuk mempertahankan keseimbangannya. Hal ini terjadi melalui pengeluaran air oleh organ ekskresi disertai dengan pengambilan ion dari lingkungan, untuk mengimbangi kehilangan ion yang tidak dapat dihindari pada saat pengeluaran air (Nyebaken 1992). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa logam berat Pb2+ dalam tubuh ikan nila akan terdepurasi lebih cepat pada media bersalinitas tinggi dibandingkan dengan salinitas rendah atau perairan tawar.

(20)

62 Pada depurasi menggunakan air dengan slinitas berbeda menunjukan kecenderungan bahwa pada media kontrol (0 ppt) tidak terjadi penurunan Pb yang signifikan di dalam daging ikan bila dibandingkan dengan perlakuan pada media bersalinitas yang mengalami penurunan konsentrasi Pb dengan baik.

Presentase penurunan konsentrasi Pb pada daging ikan terjadi pada semua media perlakuan baik pada kontrol maupun pada perlakuan salinitas. Secara umum, pada proses depurasi ditemukan penurunan konsentrasi Pb pada jam ke-120 dengan kondisi air bersalinitas 20 ppt yaitu sebesar ± 98,79%. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi salinitas menyebabkan penggunaan energi pada proses osmoregulasi semakin besar. Salah satu sumber utama energi yang digunakan pada saat proses osmoregulasi adalah kandungan lemak pada ikan yang cenderung tempat penyimapanan logam berat Pb. Sehingga semakin banyak kandungan lemak yang dibutuhkan pada saat proses osmoregulasi maka menyebabkan banyaknya kandungan logam berat yang terurai dan terbuang bersama cairan tubuh pada saat proses osmoregulasi berlangsung.

Pengukuran konsumsi oksigen adalah merupakan salah satu parameter fisiologis yang baik secara tidak langsung digunakan dalam menetukan laju metabolisme yaitu dengan menentukan oksigen yang digunakan dalam proses oksidasi dalam memperoleh energi yang akan digunakan untuk mempertahankan hidup (dalam hal ini termasuk osmoregulasi) dan pertumbuhan. Tingkat konsumsi oksigen pada beberapa jenis tilapia telah diteliti oleh beberapa peneliti, secara umum dapat dikatakan sangat bervariasi yaitu dengan kisaran 30-40 persen (tabel 1). Hal ini menunjukan bahwa informasi tingkat konsumsi oksigen sangat bervariasi pada tilapia. Walaupun demikian seperti dikatakan Ross dan Mckinney (1988) bahwa salinitas berpengaruh pada tingkat konsumsi oksigen pada ikan nila. Pada percobaan ini rata-rata tingkat konsumsi oksigen metabolisme aktif pada salinitas 20 ppt diperoleh nilai konsumsi oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas 0, 5, 10 dan 15 ppt. Rendahnya tingkat konsumsi oksigen metabolisme aktif pada salinitas 0, 5, 10 dan 15 ppt menggambarkan bahwa penggunaan oksigen untuk proses oksidasi untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam osmoregulasi adalah sedikit. Sebaliknya tingkat konsumsi oksigen yang lebih tinggi pada salinitas 20 ppt atau dengan nilai tingkat konsumsi

(21)

63 oksigen aktif 0.64 mg/g/jam, diduga disebabkan oleh proses kerja transport aktif ion yang diperlukan dalam mempertahankan komposisi mineral dalam cairan tubuh ikan pada salinitas tersebut lebih tinggi dibandingkan perlakuan salinitas lainya.

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan ikan dapat terjadi melalui osmoregulasi. Dalam hal ini akan terjadi pemanfaatan energi untuk keperluan osmoregulasi yang dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap pemanfaatan energi yang digunakan untuk pertumbuhan. Penggunaan energi untuk keperluan osmoregulasi tersebut berkaitan erat dengan tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan ikan dalam upaya untuk melakukan respon terhadap adanya perubahan salinitas. Tekanan salinitas yang semakin rendah akan mengakibatkan sedikitnya energi yang digunakan untuk osmoregulasi sehingga proses pertumbuhan akan semakin besar (Ballarin dan Haller 1982).

Keadaan sebaliknya pada kondisi hiperosmotik dimana tekanan salinitas semakin besar akan menyebabkan besarnya energi yang digunakan untuk osmoregulasi sehingga porsi energi untuk pertumbuhan akan semakin kecil (Holliday, 1969). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Frank dan leffler (1975) yang menyatakan bahwa semakin tinggi salinitas pada pemeliharaan ikan nila dapat mengakibatkan pemanfaatan energi untuk osmoregulasi yang semakin tinggi.

Pada percobaan depurasi logam berat Pb yang terkandung dalam daging ikan nila pada air bersalinitas memperlihatkan respon penurunan pertumbuhan ikan nila terhadap perubahan tekanan salinitas sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa penurunan pertumbuhan ikan nila semakin mengecil sejalan dengan meningkatnya salinitas media. Kondisi ini terjadi karena pada tekanan salinitas media yang rendah (minimum), sehingga energi untuk keperluan osmoregulasi juga akan mencapai nilai minimum dan dengan sendirinya energi untuk mempertahankan kondisi tubuh sangat besar untuk memperkecil penurunan pertumbuhannya. Semakin besar tekanan salinitas terlihat bahwa penurunan pertumbuhan semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya tingkat konsumsi oksigen ikan sehingga energi untuk osmoregulasi juga semakin besar dan akibatnya porsi energi untuk

(22)

64 mempertahankan kondisi tubuh juga semakin besar. Dengan demikian terjadi penurunan pertumbuhan yang semakin besar.

Pada perlakuan kontrol (0 ppt) ikan nila memiliki respon nafsu makan yang baik sehingga mempunyai laju pertumbuhan yang baik jika dibandingkan dengan ikan perlakuan salinitas yang memiliki nafsu makan yang sangat kurang bahkan tidak makan sama sekali . Hal ini sesuai dengan pernyataan Connel et al (1995), bahwa pengaruh penting dari zat beracun dan perubahan kondisi lingkungan berdampak pada penurunan nafsu makan yang menyebabkan laju pertumbuhan menurun. Semakin kecil kemampuan ikan dalam mengkonsumsi pakan maka semakin kecil kesempatan ikan tersebut untuk memperoleh nutrien (Karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral) yang seimbang dan energi yang cukup untuk proses metabolisme sehingga menyebabkan perubahan bobot tubuh yang menurun.

Kelangsungan hidup ikan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya salinitas msekipun secara statistik diketahui bahwa salinitas memberi pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kelangsungan hidup ikan seperti tabel 7. Pada perlakuan salinitas 15 ppt dan 20 ppt setelah jam 120, kelangsungan hidup ikan berkisar 83,3% dan 91.7%. Hal ini disebabkan karena organ ikan dalam kondisi terpapar logam berat Pb dan menghadapi masalah osmoregulasi yang sangat tinggi sehingga pada salinitas tersebut mendekati konsentrasi yang letal. Hal ini jelas terlihat bahwa pada salinitas 15 dan 20 ppt ikan tidak dapat bertahan hidup sehingga memberikan gambaran bahwa pada salinitas tersebut merupakan kisaran salinitas yang tidak dapat ditolerir oleh ikan nila dalam keadaan terpapar logam berat Pb. oleh sebab itu dalam penelitian ini terlihat bahwa kemampuan ikan dalam mentolerir perubahan salinitas yang semakin tinggi hingga waktu 120 jam sangat kurang apalagi dengan meningkatnya salinitas secara tidak langsung mempengaruhi kebutuhan energi lebih banyak untuk proses osmoregulasi dan untuk menjaga agar terjadinya keseimbangan kadar garam antara lingkungan dan tubuh ikan. Sehingga ikan yang tidak mampu beradaptasi atau mentolerir perubahan lingkungannya menyebabkan ikan stress yang akhirnya mati.

(23)

65 Nilai laju pertumbuhan ikan nila yang rendah juga disebabkan karena proses metabolisme di dalam tubuh ikan juga berkurang. Rendahnya pertumbuhan ikan pada perlakuan diduga akibat terjadinya kerusakan organ dalam berupa kerusakan insang dan ginjal. Lu (1997) menyatakan bahwa ginjal merupakan salah organ tempat terakumulasinya logam berat dan terganggunya ginjal berpengaruh terhadap proses metabolisme. Kerusakan jaringan insang dan ginjal pada ikan perlakuan mengakibatkan ikan kehilangan nafsu makan sehingga menyebabkan berat badan menurun. Jika kesehatan ikan menurun maka ikan akan mengalami stress sehingga menurunkan kemampuannya untuk mempertahankan diri dari perubahan lingkungan. Stress dapat mengganggu sistem imunitas yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

Lemak yang terdapat dalam tubuh ikan merupakan sumber energi dan asam lemak yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu menurut (Godard 1996), lemak dan asam lemak yang tersimpan dalam tubuh ikan dapat mempengaruhi warna, tekstur dan rasa (organoleptik) daging ikan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan salinitas memiliki kandungan lemak yang lebih rendah, dalam hal ini lemak diduga juga akan mempengaruhi tekstur daging karena lemak berfungsi sebagai pembungkus daging. Rendahnya kadar lemak akan menyebabkan tekstur daging akan menjadi padat. Selain itu kandungan lemak juga dapat mempengaruhi citra rasa daging ikan nila. Diduga menurunya kandungan lemak menyebabkan kandungan mineral seperti Na+, CL-, Mg2+ dan Ca2+ lebih tinggi pada ikan nila perlakuan salinitas akan membuat citra rasa yang lebih baik dari pada daging ikan yang dipelihara pada media air tawa (kontrol).

Kandungan sejumlah ion-ion penting yang terdapat pada media salinitas berbeda dengan ion-ion yang terdapat pada air tawar. Pada air bersalinitas (air laut) konsentrasi beberapa ion lebih banyak dari air tawar sehingga konsentrasi mineral dalam tubuh ikan yang hidup pada media bersalinitas tentu akan lebih tinggi dari ikan yang hidup di air tawar. Perbedaan konsentrasi garam yang terkandung dalam daging membuat perubahan dan perbedaan citra rasa daging ikan nila perlakuan salinitas dan ikan nila perlakuan air tawar.

(24)

66 Selama penelitian dilakukan pengamatan fisika kimia air media pemeliharaan yang meliputi suhu, Do, pH dan alkalinitas. Suhu media selama penelitian berkisar antara 27-28oC. Kisaran suhu ini masih layak untuk pemeliharaan ikan nila karena suhu yang optimal untuk mendukung pertumbuhan ikan nila adalah 14 s/d 38 o C. Sedangkan DO selama penelitian ini masih layak untuk pemeliharaan ikan nila yaitu berkisar antara 5.35 – 7.60 mg/l dimana kisaran DO yang mendukung pertumbuhan ikan nila adalah ≥ 3.0. Begitu pula pada pengukuran pH yang masih layak untuk pemeliharaan ikan nila yang berkisar 6.5 – 7.8 dimana pH yang mendukung pertumbuhan ikan nila adalah 5 – 11.

Pengukuran kualitas media uji selama penelitian menunjukan bahwa kualitas media masih layak bagi kelangsungan hidup ikan nila baik pada proses akumulasi seperti pada tabel 12 maupun pada percobaan depurasi seperti yang terlihat pada tabel 13. Dengan demikian respon mortalitas, laju penyerapan dan depurasi logam berat Pb pada ikan nila selama penelitian merupakan Pengaruh langsung dari daya racun dari tingkat konsentrasi logam berat Pb, serta respon ikan nila terhadap perlakuan salinitas yang diberikan.

Gambar

Tabel  3  Pengaruh  pemberian  Pb  dalam  air terhadap  peningkatan  konsentrasi  Pb  dalam daging  dan beberapa peubah pertumbuhan ikan
Tabel 4 Rata-rata konsentrasi  Pb dalam daging ikan nila pada salinitas dan waktu  pengamatan yang berebda
Tabel 6 Rata-rata pertumbuhan harian (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas  yang berbeda
Gambar  6  Rata-rata  pertumbuhan  mutlak    (gr)  ikan  nila  yang  dipelihara  pada    salinitas yang berbeda
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sifat-sifat getaran yang ditimbulkan pada suatu mesin dapat menggambarkan kondisi gerakan-gerakan yang tidak diinginkan pada komponen-komponen mesin, sehingga pengukuran, dan

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan Sedekah K.13 ini telah dilaksanakan sejak bulan Juli-September 2018 sebanyak 8 Batch. Total guru yang dilatih

Berdasarkan pengujian terhadap hipotesis penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) tingkat pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengembalian

Pada penelitian ini dilakukan analisa keruntuhan struktur gedung untuk mengetahui karakteristik keruntuhan progresif suatu struktur bangunan gedung bertingkat akibat

[r]

Pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial diartikan sebagai sesuatu proses kearah yang lebih baik lagi dalam pemenuhan kebutuhan akan pangan, sandang, papan, material

Jadwal waktu salat edaran Kementerian Agama dengan Di9ital Prayer Time memiliki kesamaan yakni jadwal waktu salat sepanjang masa. Selain itu, Kementerian Agama juga

Penjarahan dan Pengrusakan mungkin memiliki porsi yang lebih banyak dibanding bentuk kriminalitas lain pada bulan mei 1998 dan kedua macam kriminalitas ini