• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA. bangunan runtuh akibat sebuah muatan, maka bangunan tersebut akan aman dibebani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STUDI PUSTAKA. bangunan runtuh akibat sebuah muatan, maka bangunan tersebut akan aman dibebani"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum

Sebuah anggapan mengenai keamanan sebuah bangunan adalah apabila bangunan runtuh akibat sebuah muatan, maka bangunan tersebut akan aman dibebani sampai muatan tertentu. Pemahaman mengenai koefisien keamanan terhadap keruntuhan inilah yang dianggap penting dalam proses perencanaan suatu konstruksi.

Struktur terbagi menjadi beberapa elemen utama yang terdiri dari elemen kaku dan elemen tidak kaku. Elemen kaku terdiri dari balok, kolom, pelengkung, flat-plate, plat berkelengkungan tunggal dan cangkang yang memiliki kelengkungan yang berbeda-beda. Yang termasuk elemen tidak kaku adalah kabel dan membran baik yang berkelengkungan tunggal maupun ganda. Selain itu, ada beberapa jenis elemen yang diturunkan dari elemen-elemen tersebut misalnya portal (frame), rangka batang, kubah dan jaring.

Dari berbagai elemen yang telah disebutkan di atas, beberapa diantaranya harus dikombinasikan untuk memperoleh sttruktur yang menutup atau membentuk suatu volume untuk memenuhi fungsinya sebagai struktur pemikul beban. Struktur yang digunakan pada umumnya berbeda dengan struktur lainnya. Struktur gedung selalu berperilaku sebagai pembentuk volume, sementara bangunan lainnya seperti jembatan biasanya digunakan untuk memikul permukaan linear.

Salah satu elemen dari struktur tersebut adalah portal merupakan struktur rangka kaku yang terdiri dari elemen balok dan kolom yang dihubungkan oleh joints atau titik penghubung di setiap ujung – ujungnya untuk mencegah terjadinya rotasi diantara elemen yang dihubungkan. Desain struktur portal merupakan proses yang

(2)

memiliki kapasitas yang cukup untuk menahan beban maksimum yang terjadi pada struktur tersebut.

II.2 Analisis dan Desain

Tinjauan dasar dalam perencanaan struktur adalah dengan menjamin adanya kestabilan pada segala kondisi pembebanan yang mungkin. Semua struktur dapat mengalami perubahan bentuk hingga mencapai kondisi keruntuhan akibat pembebanan. Hal inilah yang meyebabkan mengapa pemahaman mengenai konsep analisa dan desain. Untuk melakukan proses analisa dan desain pada suatu struktur, terlebih dahulu perlu ditetapkan kriteria sebagai acuan untuk menentukan apakah struktur tersebut sesuai dengan penggunaan yang diinginkan. Menurut Daniel L.Schodek (1998), kriteria-kriteria yang mempengaruhi adalah :

a. Kemampuan Layan (Serviceability)

Struktur harus mampu memikul beban rencana tanpa menyebabkan tegangan yang berlebih dan tidak terjadi deformasi diluar batas izin. Dalam mendesain suatu struktur ukuran, bentuk serta bahan yang digunakan harus dipilih sedemikian rupa sesuai dengan pembebanan yang terjadi sehingga kelebihan tegangan (sebagai contoh terjadinya retak) tidak terjadi.

Selain itu deformasi juga harus diperhatikan dikarenakan deformasi yang berlebihan akan mempengaruhi bentuk suatu struktur yang tentu saja tidak diinginkan karena akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam penggunaan suatu struktur.

b. Efisiensi

(3)

Kriteria ini tentu saja mengarah kepada perencanaan yang lebih ekonomis.

Melalui tahap desain dapat ditentukan banyaknya material yang digunakan untuk memikul beban yang diberikan pada kondisi yang ditentukan.

c. Konstruksi

Kriteria ini mengacu kepada kemudahan pelaksanaan yang mencakup ukuran, berat serta bentuk dari bagian-bagian suatu struktur. Perakitan elemen-elemen struktural akan efisien bila materialnya mudah dibuat dan dirakit.

d. Harga

Konsep harga merupakan hal yang paling menentukan dan berkaitan erat dengan efisiensi bahan dan kemudahan dalam pelaksanaan. Tentu saja konstruksi yang efisien dan tidak sulit untuk dilaksanakan merupakan konsep yang paling ekonomis.

e. Lain-lain

Kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan pandangan objektif terhadap suatu struktur, dan dalam kriteria ini banyak faktor tambahan yang relative lebih subjektif.

f. Kriteria berganda

Dari berbagai kriteria yang telah dibahas, biasanya suatu struktur tidak hanya ditujukan untuk satu kriteria. Misalnya saja kriteria kemampuan layan dan faktor keamanan yang biasa berlaku pada struktur. Dengan demikian, hal tersebut menjadi tanggung jawab perancang struktur.

(4)

II.3 Beban-Beban pada Struktur

Menurut Daniel L.Schodek (1998), Beban mati adalah beban yang bekerja secara vertikal pada suatu struktur dan memiliki nilai yang pasti. Metode untuk menghitung beban mati suatu elemen didasarkan atas peninjauan berat satuan material yang terlibat dan berdasarkan volume material tersebut.

Menurut Daniel L.Schodek (1998), Beban hidup adalah beban yang bisa ada atau tidak pada suatu struktur untuk suatu waktu yang diberikan.semua beban hidup memiliki karakter dapat pindah atau bergerak. Oleh karena itu sulit untuk menentukan secara eksak berapa besar dan distribusi dari beban hidup. Penggunaan pendekatan empiris dapat membantu dalam perhitungan beban hidup dengan pertimbangan penggunaan dari struktur tersebut. Namun hal yang harus diperhatikan adalah apabila terjadi perubahan terhadap fungsi dari struktur, maka kita harus meninjau kembali perencanaan awal. Beban angin dan gempa merupakan bentuk khusus beban hidup yang secara khas ditinjau terpisah karena aspek-aspek dinamisnya.

Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia tentang Gedung, pengertian mengenai beban angin dan gempa adalah beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara dan Beban gempa ialah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.

(5)

Menurut Daniel L.Schodek (1998), terdapat 5(lima) langkah dasar untuk menganalisa struktur yang diberikan dengan maksud menentukan cukup atau tidaknya untuk situasi yang diberikan. Proses umum analisa secara khas melibatkan langkah-langkah berikut :

1. Perilaku struktur yang dianalisis harus terlebih dahulu ditentukan. Sebagai contoh, dalam banyak hal mungkin dan diinginkan untuk mengisolasi elemen-elemen yang tersambung dari keseluruhan struktur gedung, dan memandangnya secara lebih rinci.

Apabila struktur dipecah menjadi elemen-elemen yang mendasar, maka diperlukan adanya model batas sehingga pada saat penggabungan kondisi yang sebenarnya dapat direpresentasikan.

2. Langkah daasar lain dalam proses analisis yang dibuat pada umumnya dilakukan adalah menentukan perilaku system gaya eksternal yang bekerja pada struktur yang ditinjau. Pada tahap ini perencana harus menganalisi beban-beban yang akan bekerja pada suatu struktur. Proses ini bervariasi dari yang sangat sederhana hingga tahap yang cukup sulit karena melibatkan banyak variasi pembebanan.

3. Apabila sistem gaya eksternal yang bekerja pada struktur yang ditinjau telah diketahui, maka lamgkah berikutnya dalam proses analisis adalah menentukan, dengan menerapkan prinsip-prinsip keseimbangan, momen dan gaya reaksi yang ditimbulkan pada batas-batas struktur sebagai akibat adanya gaya-gaya ekternal tersebut. Untuk analisa struktur statis tertentu, langkah analisis ini cukup mudah dengan menerapkan prinsip-prinsip keseimbangan statika , yaitu ∑ = 0, ∑ = 0, dan ∑ = 0. Sedang untuk analisa statis tak tentu, untuk mencari gaya reaksi yang ditimbulkan akibat adanya gaya eksternl tidak dapat digunakan prinsip keseimbangan saja tetapi diperlukan metode analisa tambahan, misalnya saja analisa plastis yang

(6)

4. Sesudah menetapkan perilaku system gaya lengkap, yaitu beban yang bekerja dan gaya-gaya reaksi pada struktur, langkah umum brikutnya dalam analisa umum adalah menentukan perilaku momen dan gaya internal yang timbul akibat gaya-gaya eksternal.

5. Dengan mengetahui gaya-gaya internal yang ada pada struktur, kita dapat menentukan apakah setiap elemennya cukup untuk memikul gaya-gaya internal tersebut tanpa mengalami kelebihan tegangan maupun deformasi.

(7)

Gambar 2.1 Jenis Kondisi Pembebanan (Daniel L. Schodek, Struktur, 1998)

Beban

Gaya statis Gaya dinamis

Beban hidup (dapat pindah)

Beban tetap (tidak pindah)

Gaya akibat penurunan, efek suhu tegangan, dsb

Menerus (berosilasi merata atau

tak teratur)

Impak (diskret, misalnya ledakan)

penggunaan Lingkungan

(misalnya salju, hujan)

Berat sendiri struktur

Elemen gedung tertentu

Gaya inersia (sehubungan dengan gerak tanah pada saat

gempa bumi)

Gaya angin

(8)

Gambar 2.1 menjelaskan pembagian beban dimana beban dibagi menjadi dua jenis yaitu beban statis dan beban dinamis. beban terbagi menjadi dua yaitu beban statis dan beban dinamis. Gaya statis merupakan gaya yang bekerja secara perlahan-lahan dan memiliki sifat tetap. Sedangkan gaya dinamis merupakan gaya yang terjadi secara tiba- tiba pada struktur.

II.4 Analisa Plastis II.4.1 Umum

Perencanaan struktur dengan analisa plastis merupakan sebuah cara yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan analisa elastis bila digunakan pada balok menerus, portal dengan sambungan kaku dan analisa statis tak tentu lainnya yang biasanya banyak melibatkan tegangan lentur. Dalam analisa struktur biasanya diasumsikan bahwa tegangan yang terjadi masih dalam batas elastis dengan nilai defleksi yang kecil. Hal ini mengakibatkan pemborosan penggunaan material khususnya penggunaan material baja. Ini tentu saja tidak sesuai dengan konsep perencanaan yang menginginkan suatu konstruksi aman dengan penggunaan material seefektif mungkin.

Konsep analisa plastis mulai dikembangkan pada tahun 1930. Dalam analisa plastis apabila suatu struktur diberikan beban, maka tegangan yang terjadi masih dalam batas elastis(belum melampaui momen lelehnya) dan semakin besar penambahan beban serat penampang akan mengalami tegangan leleh dimulai dari penampang dibawah beban hingga seluruh penampang. Pada saat seluruh penampang telah mengalami leleh maka terbentuklah sendi plastis- sendi plastis dan selanjutnya struktur ini akan runtuh.

(9)

Terbentuknya sendi plastis ditandai dengan terjadinya rotasi terus menerus dengan momen yang besarnya tetap. Hal ini berarti meskipun terjadi penambahan beban lagi pada struktur tersebut maka tidak terjadi perubahan harga momen. Jika demikian maka kita dapat menentukan harga momen batas yang dapat diterima oleh struktur tersebut.

Pada umumya sendi plastis akan terbentuk lebih cepat pada titik-titik yang memiliki momen terbesar pada struktur tersebut. Beda antara sendi biasa dan sendi plastis adalah pada sendi biasa momen yang bekerja pada sendi adalah nol, sedangkan pada sendi plastis momen yang bekerja pada sendi adalah tetap (MP).

Banyaknya sendi plastis yang dibutuhkan untuk mencapai mekanisme keruntuhan sangat tergantung dari derajat statis tak tentu. Oleh karena itu harus terbentuk dulu beberapa sendi plastis. Untuk mengetahui mekanisme keruntuhan pada suatu struktur maka kita dapat menghitung jumlah sendi plastis yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut. Dalam hal ini dapat dirumuskan : n = r + 1 ... (2.1)

dengan :

n = jumlah sendi plastis untuk runtuh r = derajat statis tak tentu

Dalam analisa plastis, apabila suatu struktur mengalami keruntuhan maka akan memenuhi tiga keadaan berikut :

1. Kondisi leleh ( yield condition)

Pada kondisi ini, ditandai dengan momen dalam yang terjadi pada struktur tersebut tidak lebih besar dari momen plastisnya.

(10)

2. Kondisi kesetimbangan (equilibrium condition)

Pada kondisi ini, momen dan gaya dalam yang bekerja pada suatu struktur harus setimbang dengan momen dan gaya luar.

3. Kondisi mekanisme (mechanism condition)

Pada kondisi ini, ditandai dengan terbentuknya sendi plastis yang cukup untuk membuat suatu struktur mengalami keruntuhan.

II.4.2 Teorema Batas Bawah

Teorema batas bawah (lower bound theorem) merupakan teorema yang menghitung distribusi momen yang terjadi pada struktur berdasarkan kondisi kesetimbangan dan kondisi leleh. Faktor beban yang akan dihasilkan , bernilai lebih kecil atau sama dengan harga yang sebenarnya, . Penyelesaian dengan teorema ini mungkin akan benar atau aman.

II.4.3 Teorema Batas Atas

Teorema Batas Atas ( upper bound theorem) menetapkan distribusi momen didapatkan dari kondisi kesetimbangan dan mekanisme. Faktor beban yang dihasilkan, akan lebih besar atau sama dengan harga yang sebenarnya. Hal ini mungkin saja benar atau mungkin tidak aman.

II.4.4 Teorema Unik

Teorema unik (unique theorem) menetapkan distribusi momen harus memenuhin tiga kondisi diatas, yaitu kondisi keseimbangan, kondisi leleh dan kondisi mekanisme. Dengan menggunakan teorema ini akan didapatkan faktor brga sebeban yang sama dengan harga sebenarnya.

(11)

Berdasarkan ketiga teorema diatas, terdapat 3 buah metode dalam penyelesaian analisa plastis:

a. Cara grafostatis

Cara ini meliputi penentuan secara grafostatis suatu bidang momen dalam keadaan batas, sehingga dengan momen di setiap penampang tidak melampaui momen batas (M < Mp) , tercapai suatu mekanisme keruntuhan.

b. Cara mekanisme

Cara mekanisme merupakan cara yang lebih cepat untuk mendapatkan hasil dibandingkan dengan cara grafostatis dan cara distribusi momen, terutama pada struktur yang derajat kehiperstatisannya lebih banyak.

c. Cara distribusi momen

Cara distribusi momen ini mirip dengan metode distribusi cara cross, oleh karena itu disebut juga metode distribusi momen plastis.

II.5 Analisa Penampang

Gambar 2.2 Momen Elastis dan Plastis pada Penampang Persegi

(12)

Dari gambar 2.2 diatas dapat dilihat bahwa kondisi tegangan pada saat keadaan leleh dan pada saat keadaan plastis pada tampang persegi dengan lebar penampang sebesar B dan tinggi penampang sebesar D.

Untuk modulus elastis My = 2M1 +2M2

= 2 − . − + 2. . . .

= − + . +. . .

= . − + .

= . − .

= . − .

= .

= . ... (2.2) Untuk modulus plastis

Momen plastis merupakan luasan tampang dikali dengan lengan momen sehingga :

Mp = 2. . .

= . ... (2.3) II.6 Faktor Bentuk (Shape Factor)

Peningkatan kekuatan yang dinyatakan dalam perbandingan antara momen plastis (Mp) dengan momen leleh (My) Perbandingan itu tergantung dari bentuk penampangnya.

(13)

= .

. = =

= . ... (2.4) dimana :

f = faktor bentuk (shape faktor) S = plastic modulus

Z = section modulus

Harga dari faktor bentuk (shape faktor) untuk beberapa penampang yang sering dipakai adalah sebagai berikut :

1. Penampang segiempat f = 1,5

2. Penampang segiempat berlubang f = 1,18 3. Penampang segiempat diagonal f = 2,0

4. Penampang lingkaran f = 1,7

5. Penampang lingkaran berlubang f = 1,34

6. Penampang I f = 1,15

7. Penampang segitiga sama kaki f = 2,34 II.7 Sendi Plastis

Sendi plastis merupakan suatu kondisi dimana terjadi rotasi secara terus menerus akibat adanya penambahan beban pada struktur tersebut dan pada kondisi ini nilai momen tidak mengalami perubahan. Pada saat timbulnya sendi plastis pada suatu struktur maka momen yang semula dihitung dengan cara elastis harus dihitung kembali sesuai dengan perubahan sifat konstruksi yang ditimbulkan oleh adanya sendi plastis tersebut.

(14)

Gambar 2.3 Balok dengan pembebanan terpusat

Gambar 2.3 merupakan balok dengan penampang L dengan pembebanan terpusat sebesar P, dari gambar diatas maka :

= 1 −

= (1 − )

1 − = (1 − )

=

= √

( ) = √ ... (2.5)

Gambar 2.4 merupakan bentuk grafik yang terjadi akibat beban terpusat yang sehingga terjadi lengkung sendi plastis yang dapat digambarkan sebagai berikut:

(15)

Gambar 2.4 Lengkung Sendi Plastis Beban Terpusat

Jika kita tinjau sendi plastis yang terjadi akibat beban terbagi rata pada balok sepanjang L

Gambar 2.5 Balok dengan pembebanan rata

Dari gambar 2.5 yang menggambarkan sebuah balok yang terletak di atas tumpuan sederhana dengan panjang bentang L dikenai pembebanan terpusat seperti tergambar diatas, maka :

= 1 −

( )

= √

(16)

= 1 −

1 − = (1 − )

=

=

( ) = ... (2.6)

Gambar 2. 6 menunjukkan bahwa akibat beban terpusat yang terjadi lengkung sendi plastis yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.6 Lengkung Sendi Plastis Beban Terbagi Rata

II.8 Metode Elemen Hingga

Konsep dasar yang digunakan pada metode elemen hingga adalah diskritisasi.

Proses diskritisasi sendiri tentu saja tidak asing karena kita sering menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh apabila kita ingin menggambarkan keadaan suatu lingkungan di sekitar kita maka kita akan membagi lingkungan tersebut menjadi beberapa bagian.

( )

=

(17)

Selanjutnya kita akan memahami detail dari bagian itu satu per satu misalnya saja apa saja yang ada disana dan apa yang menjadi ciri khas bagian tersebut sehingga kita bisa menggambarkannya secara detail. Lalu kita dapat menggabungkannya untuk menggambarkan lingkungan tersebut secara keseluruhan. Namun tentu saja dalam proses ini kita juga akan membuat kesalahan, karena keterbatasan kita dalam melihat dan memahami lingkungan tersebut sacara keseluruhan.

Konsep inilah yang diterapkan dalam metode elemen hingga, kita dapat membuat penyederhanaan dalam analisis suatu struktur. Metode elemen hingga merupakan salah satu cara untuk melakukan analisa struktur dengan metode perpindahan (displacements). Hal penting yang harus diketahui dalam penerapan metode elemen hingga adalah pembuatan matriks kekakuan struktur. Karena hal yang membedakan metode elemen hingga dengan metode kekakuan adalah matriks kekakuan strukturnya.

Pada metode kekakuan pembuatan matriks kekakuan struktur didasari oleh metode konvensional sedangkan metode elemen hingga didasari oleh teori energi.

II.8.1 Pendekatan Umum

Dalam metode elemen hingga terdapat dua pendekatan umum, yaitu : 1. Metode fleksibilitas.

Dalam metode ini variabel yang harus dicari adalah gaya-gaya dalam yang bekerja pada struktur tersebut. Penerapan konsep persamaan keseimbangan dan persamaan kompatibilitas digunakan untuk mendapatkan variabel-variabel tersebut.

2. Metode kekakuan/perpindahan.

(18)

Dalam metode ini variable yang harus dicari adalah perpindahan titik simpul.

II.8.2 Matriks Kekakuan Struktur

Kekakuan struktur sendiri terbagi menjadi dua yaitu kekakuan lokal dan kekakuan global. Kekakuan lokal adalah kekakuan yang mengacu kepada sumbu masing-masing elemen sedangkan kekakuan global adalah kekakuan yang mengacu kepada koordinat kartesian.

II.8.2.1 Matriks Kekakuan Struktur Lokal

Dalam menggunakan metode elemen hingga, akan terdapat dua buah titik simpul pada setiap elemen, yaitu simpul awal dan simpul akhir. Penomoran terhadap simpul-simpul ini sangatlah penting dalam membantu menyelesaikan persamaan matriks kekakuan struktur.

Gambar 2.7 Titik Simpul dan Elemen

Gambar 2.7 menunjukkan bahwa titik 1 merupakan titik awal dari elemen tersebut dan titik 2 disebut dengan titik akhir. Jika ditinjau secara linear maka gambar diatas memiliki 2 perpindahan yakni u1 dan u2 atau 2 derajat kebebasan (degree of freedom).

a 1

Sx1

Sx2

(19)

Berdasarkan hokum hooke maka berlaku :

= . ... (2.7) Dimana : =

=

=

= ... (2.8) = ... (2.9)

P = Sx1 = . = . . = . . ... (2.10) ∆ = u1 - u2 ... (2.11) Jika disubstitusikan persamaan 2.11 ke persamaan 2.10 maka :

= ( − ) ... (2.12) Dengan syarat kesetimbangan Σ = 0

= (− + ) ... (2.13) Jika kita masukkan persamaan 2.12 dan 2.13 diatas ke dalam bentuk matriks, maka :

= 1 −1

−1 1 ... (2.14) Jika :

{ } = ; [ ] = 1 −1

−1 1 ; { } = Maka dari persamaan 2.14 :

{ } = [ ]. { } ... (2.15) Dimana : { }=

(20)

[ ]=

{ }= ℎ

II.8.2.2 Matriks Kekakuan Struktur Global

Gambar 2.8 Matriks Kekakuan pada Sumbu Global

Gambar 2.8 menunjukkan matriks kekakuan pada sumbu global yang terdiri dari sx, sy dan sz untuk masing-masing gaya yang bekerja pada sumbu x, sumbu y dan sumbu z.

untuk simpul 1 dapat ditulis persamaan sebagai berikut : { }= = cos − sin

sin cos = [ ] { } ... (2.16) Untuk simpul 2 juga berlaku persamaan diatas dan nilai sy1 dan sy2 bernilai 0.

Matriks terhadap sumbu kekakuan global :

[ ] =

− −

− ... (2.17) Sz1

S 1 S 1

Y

X

S 2

S 2 S 2

X Y

(21)

Dengan C = cos α dan S = sin α

Selanjutnya hubungan antara perpindahan sumbu lokal dan sumbu global adalah :

{ } = [ ] {ď} = 0 0

0 0 ... (2.18)

II.8.2.3 Matriks Kekakuan Struktur Struktur

Contoh diketahui konstruksi seperti tergambar pada gambar 2.9 yang menunjukkan penomoran pada nodal dan batang pada sebuah struktur portal berlantai 2 dengan perletakan jepit - jepit :

Gambar 2.9 Penomoran untuk nodal dan batang

Berikut disajikan tabel mengenai pemberian simpul setiap elemen:

Elemen Simpul 1

(awal)

Simpul 2 (akhir)

a 1 2

F 3 c 4

1 6

X Y

a f

2 5

d

b e

M

(22)

c 3 4

d 2 5

e 5 4

f 6 5

Tabel 2.1 Defenisi Simpul 1 dan 2 pada Setiap Elemen

Tabel 2.1 menjelaskan mengenai defenisi simpul yang sebelumnya telah dijelaskan, dari tabel dapat dilihat titik yang menjadi simpul awal dan akhir batang pada struktu portal 2 lantai.

Pada elemen a, b, e dan f berlaku [ ] , [ ] , [ ] , dengan = = =

= 90 dan pada elemen c dan e berlaku [ ] , [ ] dengan = = 0.

Untuk sistem koordinat X-Y berlaku :

{ } = = = [ ] { } ... (2.19) Untuk memenuhi syarat kompatibilitas, maka :

{ } = { } ... (2.20) { } = { } = { } = { } ... (2.21) { } = { } = { } ... (2.22) { } = { } = { } ... (2.23) { } = { } = = { } ... (2.24) = { } ... (2.25) Dan dalam setiap titik simpul harus memenuhi syarat kesetimbangan. Pada titik simpul i berlaku persamaan:

{ } = ... (2.26)

Untuk masing-masing titik simpul berlaku persamaan berikut :

(23)

{ } = { } ... (2.27) { } = { } = { } = { } ... (2.28) { } = { } = { } ... (2.29) { } = { } = { } ... (2.30) { } = { } = { } = ... (2.31) { } = ... (2.32)

Dengan demikian :

{ } = [ ] { } + [ ] { } ... (2.33) { } = [ ] { } + [ ] { } ... (2.34) { } = [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } ... (2.35)

{ } = [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } ... (2.36) { } = [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } ...

{ } = [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + { } ... (2.37) { } = { } + { } ... (2.38) Matriks kekakuan :

=

0 0 0 0

0 0

0 0 0

0 0 0

0 0

0 0 0

(24)

... (2.39)

Maka didapat persamaan

{ } = [ ]. { }... (2.40) Dimana : { }=

[ ]=

{ }= ℎ

II.8.2 Matriks Kekakuan pada Elemen-Elemen II.8.2.1 Elemen Beam

Elemen beam dengan penampang melintang seperti pada gambar 2.10 di bawah ini dengan penampang uniform dengan gaya-gaya yang berpengaruh seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini;

:

Gambar 2.10 .Beam dengan penampang uniform

Y2, V2 M2, Ѳ 2

x,u

E,I,L y,v

M1, Ѳ 1

Y1, V1

1

(25)

Persamaan kesetimbangan beam tanpa beban disajikan dalam persamaan diferensial berikut :

= 0 ... (2.41)

Dimana v(x) adlah defleksi beam, yang merupakan solusi dari persamaan diatas.

v(x) dinyatakan dalam bentuk polynomial derajat 3 sebagai berikut:

v(x) = a1 + a2 x + a3 x2 + a4 x3 ... (2.42) dimana koefisien ai akan ditentukan dari kondisi batas dari setiap node seperti yang dinyatakan di bawah ini :

pada : x = 0 v=v1 dan = Ѳ1

x = L v=v2 dan = Ѳ2

setelah persamaan diatas dideferensialkan terhadap x maka akan diperoleh :

= a + 2 a + 3 a x2 ... (2.43) Jika harga batas yang akan disubstitusikan adalah :

x = 0 ; v = v1 maka v1= a1 ... (2.44) x = L ; v = v2 maka v2 = a1 + a L + a L2 + 3a L2 ... (2.45) dan

x = 0 ; = Ѳ1 maka Ѳ1= a2 ... (2.46) x = L ; = Ѳ2 maka Ѳ2 = a + 2 a L + 3 a L2... (2.47) maka dari 4 persamaan masing-masing (2.44),(2.45),(2.46),(2.47) diatas diperoleh persamaan v1, v2, Ѳ1, Ѳ2 yang masing-masing dinyatakan dalam a1, a2, a3, a4 yaitu :

(26)

Ѳ Ѳ

=

1 0 0 0

0 1 0 0

1

0 1 2 3

a a

... (2.48)

Dan persamaan dinyatakan dalam bentuk symbol

{ }= [ ] { } ... (2.49) Maka

{ } = [ ] { } ... (2.50) Sehingga diperoleh :

a a

=

0 0 0

0 0 0

−3 2

−2 3 −

2

Ѳ Ѳ

... (2.51)

Jika , , , disubstitusikan ke persamaan diferensial diatas maka diperoleh :

v(x) = v1 +x Ѳ - − Ѳ +

− Ѳ + + Ѳ − + Ѳ ... (2.52) Persamaan ini kemudian dapat diubah menjadi :

v(x) = ( ) + ( ) Ѳ + ( ) + ( ) Ѳ ... (2.53) dimana :

( ) = 1 − + , ( ) = − + ,

( ) = − , ( ) = − − , Dimana f (x) adalah shape function untuk interval 0 –L.

(27)

Untuk persamaan kekakuan elemen beam, diturunkan dari teorema Castigliano yaitu :

Fi = ... (2.54) Dimana :

F = gaya (Y) atau momen (M) nodal

qi = displacement nodal : jika F = gaya, maka q = displacement translasi jika F = momen, maka q = displacement rotasi U = energy strain

I = nomor DOF (degree of freedom)

Dan energy strain dari elemen beam yang uniform adalah :

U = ∫ ... (2.55) Jika persamaan beam dideferensialkan dua kali terhadap x maka dihasilkan :

= "( ) + "( ) Ѳ + "( ) + "( ) Ѳ ... (2.56) Sehingga diperoleh :

"( ) = − + 12 , "( ) = − + 6 , "( ) = − 12 , "( ) = − + 6 , Maka diperoleh

Gaya pada node 1 :

Y1 = = ∫ 2 ∫ 2 ... (2.57)

maka

Y1 = ∫ 2 ... (2.58)

(28)

Jika A = ... (2.59)

Dan B = = ( "( ) + "( ) Ѳ + "( ) + "( ) Ѳ ) ... (2.60)

Maka :

Y1 = ∫ 2( "( ) + "( ) Ѳ + "( )

+ "( ) Ѳ ) ...(2.61) Sehingga :

Y1 = ∫ (x). f1"( ) + ∫ (x). f2"( ) Ѳ + ∫ (x). f3"( )

+ ∫ (x). f4"( ) Ѳ ... (2.62) Jika :

k11 = ∫ (x). f1"( ) ; k12= ∫ (x). f2"( )

k13 = ∫ (x). f3"( ) ; k14 = ∫ (x). f4"( ) maka :

Y1 = k11 + k12 Ѳ + k13 + k Ѳ ... (2.63) Momen pada node 1 :

M1 =

Ѳ =

Ѳ ∫ 2 ... (2.64) maka : M1 = ∫ 2

Ѳ ... (2.65) jika : C = ... (2.66)

(29)

D =

Ѳ =

Ѳ ( "( ) + "( ) Ѳ + "( ) + "( ) Ѳ ) ... (2.67)

= "( ) jadi :

M1 = ∫ 2 ( "( ) + "( ) Ѳ + "( ) + "( ) Ѳ ) "( ) = ∫ "(x). f1"( ) + ∫ "(x). f2"( ) Ѳ +

∫ "(x). f3"( ) + ∫ "(x). f4"( ) Ѳ ... (2.68) Jika :

k11 = ∫ "(x). f1"( ) ; k12= ∫ "(x). f2"( )

k13 = ∫ "(x). f3"( ) ; k14 = ∫ "(x). f4"( ) maka:

M1= k21 + k22 Ѳ + k23 + k Ѳ ... (2.69) Dengan cara yang sama untuk node 2 dapat dihitung Y2 dan M2 sehingga didapat :

k11 = k12 = k13 = − k14 =

k21 = k22 = k23 = − k24 =

k31 = − k32 = − k33 = k34 =

k41 = k42 = k43 = − k44 =

sehingga bila disusun ke dalam persamaan matriks, menjadi :

M M

=

12 6 −12 6

6 4 −6 2

−12 6

−6

2 12 −6

−6 4

Ѳ Ѳ

... (2.70)

(30)

sehingga didapat matriks kekakuan beam adalah :

k =

12 6 −12 6

6 4 −6 2

−12 6

−6

2 12 −6

−6 4

... (2.71)

II.8.3 Elemen Beam dengan Beban Terbagi Rata

Sebagai contoh pada gambar 2.11 sebuah balok dengan kedua ujung terjepit dengan beban terbagi rata sebesar w/satuan panjang seperti tergambar di bawah ini

Gambar 2.11 balok dengan beban terbagi rata Sec ara umum berlaku persamaan :

{ } = [ ]. { } - { } ... (2.72) Dimana : adalah gaya pada titik simpul akibat beban merata (seperti momen primer dalam metode cross).

Dalam pengerjaannya, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

1. Menentukan nomor simpul pada pemodelan struktur sseperti yang tergambar pada gambar 2.12 dibawah ini

Gambar 2.12 momen primer 2. Menentukan

L w/satuan panjang

B

L q

1 2

(31)

Gambar 2.13 momen primer

Gambar 2.13 menjelaskan momen primer yang terjadi pada beban terbagi rata sehingga nilai dapat diketahui dan analisa dapat dilakukan

3. Menentukan matriks kekakuan

k = =

12 6 −12 6

6 4 −6 2

−12 6

−6

2 12 −6

−6 4

4. Menentukan gaya batang menurut pemodelan ke-2; syarat batas (boundary condition); dan menentukan gaya dalam sebelum dikurangi .

5. Menentukan gaya dalam setelah dikurangi .

Gambar 2.14 Gaya Dalam yang Terjadi

Gambar 2.14 menjelaskan nilai gaya-gaya dalam yang terjadi setelah gaya dalam dikurangi dengan nilai . Akibat pembebanan terbagi rata.

Tabel 2.2 gaya reduksi

1/12 qL2 1/12 qL2

½ qL ½ qL

(32)

( )

6 (2 + ) Fx 1 −

20 (7 + 3 ) Fy 1 − 1 + 2 6 1 −

60 (3 + 2 ) Fy 1 − − 1 − 3 − 1

6 ( + 2 ) Fx

20 (3 + 7 ) Fy 3 − 2 + 6 1 −

−60 (2 + 3 ) -Fy 1 − − 2 − 3

Tabel 2.2 menjelaskan gaya-gaya reduksi pada arah x, y dan z yang terjadi pada pembebanan yang terjadi pada pembebanan seperti yang tertera di dalam tabel tersebut/.

F F a

L

q q

q q

(33)

II.8.4 Elemen Truss/Rangka

Dari gambar yang menerangkan elemen batang dengan penampang melintang konstan yang dikenai gaya T.

Gambar 2.14 Elemen Batang yang Dipengaruhi Gaya Luar T, Gaya dan Perpindahan Nodal Positive Berada dalam Sumbu x

(Daryl L. Logan, A First Course in The Finite Element Method)

Berdasarkan gambar 2.14 diatas kita dapat melihat pemakaian dua sistem koordinat, yaitu sistem koordinat lokal (ẋ,ỳ) yang berlaku hanya untuk elemen tersebut dan koordinat global (x,y)yang berlaku untuk semua elemen yang ada (struktur). Dengan anggapan bahwa elemen batang memiliki penampang melintang A yang konstan, modulus elastisitas E, dan panjang L. dan nodal derajat kebebasan yang disimbolkan dengan , .

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menurunkan persamaan adalah elemen hanya menerima beban dari arah horizontal sehingga , bernilai nol,

Ѳ L

2

Ѳ

T

, ỳ

y

x ,

1

(34)

semua perpindahan yang terjadi selain arah panjang elemen diabaikan dan elemen mengikuti hokum linear = . .

Bila terdapat pengaruh gaya luar yang disimbolkan dengan F, maka

= .

.

= .

.

= . ... (2.73) k= . = koefisien kekakuan pegas

E = modulus elastisi

A = luas penampang melintang L = panjang elemen

.perhatikan kembali gambr diatas, berdasarkan persamaan diperoleh

= . . ( − ) ... (2.74)

= . . ( − ) ... (2.75) Dalam bentuk matriks maka kedua persamaan diatas menjadi :

= . 1 −1

−1 1 ... (2.76)

Karena f = k.d, dari persamaan diatas = . 1 −1

−1 1 ... (2.77) II.8.5 Elemen Frame

(35)

Portal/frame merupakan gabungan dari elemen beam dengan elemen bar/truss sehingga matriks kekakuan lokal pada portal dibentuk dari kedua persamaan diaatas sehingga menghasilkan matriks kekakuan untuk frame adalah :

=

⎡ 0

0

− 0 0

0

0

0

0

− 0 0 0 0

0

− 0

0

0

... (2.78)

Gambar

Gambar 2.1 Jenis Kondisi Pembebanan  (Daniel L. Schodek, Struktur, 1998)
Gambar 2.3  Balok dengan pembebanan terpusat
Gambar 2.4 Lengkung Sendi Plastis Beban Terpusat
Gambar 2.6 Lengkung Sendi Plastis Beban Terbagi Rata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Partikel yang massa jenisnya lebih besar akan ditarik ke antarmuka kedua cairan, namun karena tidak sejenis, maka partikel tersebut akan bersiat adhesive (menyebar) sehingga

Function tersebut berguna untuk mengambil data, menampilkan data yang telah diambil dan membandingkan produk yang telah dipilih oleh user.. Function Product

Laporan ini disusun pada minggu kedua Agustus 2013, paska liburan lebaran, karena dan mengingat maraknya kasus penembakan misterius dan makin banyaknya kekerasan

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait durasi pengamatan terhadap ekspresi TGF β1 pada setiap periode tertentu sehingga akan dapat diamati kecenderungan perubahan

[r]

Sistem ini berfungsi sebagai bahan evaluasi dalam menentukan kebijakan berdasarkan kebutuhan masing-masing wilayah per kecamatan atau per kelurahan meliputi Informasi penyebaran

Kajian ini merupakan penelitian lapangan field research dengan populasi dan sampelnya adalah para pegawai dan anggota koperasi yang melakukan transaksi wadi’ah, maka